Oleh :
Dr. Bambang Sudarmanta
Laboratorium Teknik Pembakaran & Bahan Bakar
1
KOMPARASI PENGGUNAAN ENERGI PADA IPAL DAN
INCINERATOR
1. Pendahuluan
Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1204/MENKES/SK/X/2004
tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit, pasal IV mengenai pengelolaan limbah
menyebutkan hal-hal sebagai berikut :
A. Pengertian
1. Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit
dalam bentuk padat, cair, dan gas.
2. Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat
sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non-
medis.
3. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah
patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah
radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat
yang tinggi.
4. Limbah padat non-medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di rumah
sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman, dan halaman yang
dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya.
5. Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah
sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan
radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.
6. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan
pembakaran di rumah sakit seperti insinerator, dapur, perlengkapan generator,
anastesi, dan pembuatan obat citotoksik.
7. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme patogen yang tidak
secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang
cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan.
2
8. Limbah sangat infeksius adalah limbah berasal dari pembiakan dan stock bahan sangat
infeksius, otopsi, organ binatang percobaan dan bahan lain yang telah diinokulasi,
terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius.
9. Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan
pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan
untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup.
10. Minimasi limbah adalah upaya yang dilakukan rumah sakit untuk mengurangi jumlah
limbah yang dihasilkan dengan cara mengurangi bahan (reduce), menggunakan kembali
limbah (reuse) dan daur ulang limbah (recycle).
B. Persyaratan
Pengolahan dan Pemusnahan
1. Limbah medis padat
Limbah medis padat tidak diperbolehkan membuang langsung ke tempat
pembuangan akhir limbah domestik sebelum aman bagi kesehatan.
Cara dan teknologi pengolahan atau pemusnahan limbah medis padat disesuaikan
dengan kemampuan rumah sakit dan jenis limbah medis padat yang ada, dengan
pemanasan menggunakan otoklaf atau dengan pembakaran menggunakan
insinerator.
2. Limbah Medis Non Padat
Pengolahan dan pemusnahan limbah padat non-medis harus dilakukan sesuai
persyaratan kesehatan.
3. Limbah Cair
Kalitas limbah (efluen) rumah sakit yang akan dibuang ke badan air atau lingkungan
harus memenuhi persyaratan baku mutu efluen sesuai Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor Kep-58/MenLH/12/1995 atau peraturan daerah setempat.
4. Limbah Gas
Standar limbah gas (emisi) dari pengolahan pemusnah limbah medis padat dengan
insinerator mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep-
13/MenLH/12/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak.
3
2. Pengelolaan Air Limbah di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Air limbah adalah seluruh air buangan yang berasal dari hasil proses kegiatan sarana
pelayanan kesehatan yang meliputi : air limbah domestik (air buangan kamar mandi, dapur, air
bekas pencucian pakaian), air limbah klinis ( air limbah yang berasal dari kegiatan klinis rumah
sakit, misalnya air bekas cucian luka, cucian darah dll), air limbah laboratorium dan lainnya.
Prosentase terbesar dari air limbah adalah limbah domestik sedangkan sisanya adalah limbah
yang terkontaminasi oleh infectious agents kultur mikroorganisme, darah, buangan pasien
pengidap penyakit infeksi, dan lain-lain [3].
Air limbah yang berasal dari buangan domestik maupun buangan limbah cair klinis
umumnya mengandung senyawa pencemar organik yang cukup tinggi dan dapat diolah dengan
proses pengolahan secara biologis. Air limbah yang berasal dari laboratorium biasanya banyak
mengandung logam berat yang apabila dialirkan ke dalam proses pengolahan secara biologis
dapat mengganggu proses pengolahannya., sehingga perlu dilakukan pengolahan awal secara
kimia-fisika, selanjutnya air olahannya dialirkan ke instalasi pengolahan air limbah.
Jenis air limbah yang ada difasilitas pelayanan kesehatan, dikelompokkan sebagai berikut:
a . Air limbah domestik
b . Air limbah klinis
c . Air limbah laboratorium klinik dan kimia
d. Air limbah radioaktif (tidak boleh masuk ke IPAL, harus mengikuti petunjuk dari BATAN)
Adapun sumber-sumber yang menghasilkan air limbah, antara lain :
a. Unit Pelayanan Medis
• Rawat Inap
• Rawat Jalan
• Rawat Darurat
• Rawat Intensif
• Haemodialisa
• Bedah Sentral
• Rawat Isolasi
b. Unit Penunjang Pelayanan Medis
Radiologi
4
Farmasi
Sterilisasi
Kamar Jenasah
c. Unit Penunjang Pelayanan Non Medis
Logistik
Cuci (Laundry)
Rekam Medis
Fasilitas umum : Masjid / Musholla dan Kantin
Kesekretariatan / administrasi
Dapur Gizi
5
Tabel 1. Contoh Karakteristik Air Limbah Rumah Sakit di DKI Jakarta [3].
6
Tabel 2 Sumber, karakteristik dan pengaruh air limbah [3]
Diagram proses pengelolaan limbah cair pada fasilitas pelayanan kesehatan secara umum dapat
dilihat seperti pada Gambar 1. Di dalam pengelolaan limbah cair pada fasilitas pelayanan
kesehatan, sebaiknya saluran air hujan dan saluran limbah dipisahkan agar proses pengolahan
air limbah dapat berjalan secara efektif.
7
Gambar 1. Diagram Proses Pengelolaan Air Limbah Rumah Sakit
Keterangan :
1. Pengolahan air limbah laboratorium dilakukan dengan cara dipisahkan dan ditampung,
kemudian diolah secara kimia-fisika, selanjutnya air olahannya dialirkan bersama-sama
dengan air limbah yang lain.
2. Air limbah yang berupa pelarut yang bersifat B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) antara lain
chloroform, antiseptic, asam dll, obat/bahan kimia kadaluarsa dll dilakukan dengan cara
pembakaran pada suhu tinggi dengan insinerator atau dapat dilakukan dengan cara dikirim
ke tempat pengolahan limbah B3.
3. Khusus dari laundry sebaiknya diberikan pre treatment basin untuk mereduksi detergen
dengan cara pembuatan bak pretreatment atau dengan mixing langsung dalam mesin cuci.
4. Air limbah dari ruang isolasi sebaiknya didesinfeksi terlebih dahulu dengan proses klorinasi
8
4. Baku Mutu Limbah Cair Rumah Sakit atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Berdasarkan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor :
Kep-58/MENLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi kegiatan Rumah Sakit, maka
setiap rumah sakit yang menghasilkan air limbah/limbah cair harus memenuhi peraturan
tersebut. Adapun lampiran baku mutu limbah cair rumah sakit tersebut ditunjukkan pada Tabel
3 dan 4 sebagai berikut :
Tabel 3. Lampiran A : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT
Tabel 4. Lampiran B : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT
9
5. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
5.1. Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Biologis
Di dalam proses pengolahan air limbah rumah sakit khususnya yang mengandung
polutan senyawa organik, teknologi yang digunakan sebagian besar menggunakan aktifitas
mikro-organisme untuk menguraikan senyawa polutan organik tersebut. Proses pengolahan air
limbah dengan aktifitas mikro-organisme biasa disebut dengan “Proses Biologis”.
Proses pengolahan air limbah secara biologis tersebut dapat dilakukan pada kondisi
aerobik (dengan udara), kondisi anaerobik (tanpa udara) atau kombinasi anaerobik dan aerobik.
Proses biologis aerobik biasanya digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban BOD
yang tidak terlalu besar, sedangkan proses biologis anaerobik digunakan untuk pengolahan air
limbah dengan beban BOD yang sangat tinggi.
Pengolahan air limbah secara bilogis secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga yakni
proses biologis dengan biakan tersuspensi (suspended culture), proses biologis dengan biakan
melekat (attached culture) dan proses pengolahan dengan sistem lagoon atau kolam.
Proses biologis dengan biakan tersuspensi adalah sistem pengolahan dengan
menggunakan aktifitas mikro-organisme untuk menguraikan senyawa polutan yang ada dalam
air dan mikro-organime yang digunakan dibiakkan secara tersuspesi di dalam suatu reaktor.
Beberapa contoh proses pengolahan dengan sistem ini antara lain : proses lumpur aktif standar
atau konvesional (standard activated sludge), step aeration, contact stabilization, extended
aeration, oxidation ditch (kolam oksidasi sistem parit) dan lainya.
Proses biologis dengan biakan melekat yakni proses pengolahan limbah dimana mikro-
organisme yang digunakan dibiakkan pada suatu media sehingga mikroorganisme tersebut
melekat pada permukaan media. Proses ini disebut juga dengan proses film mikrobiologis atau
proses biofilm. Beberapa contoh teknologi pengolahan air limbah dengan cara ini antara lain :
trickling filter, biofilter tercelup, reaktor kontak biologis putar (rotating biological contactor ,
RBC), contact aeration/oxidation (aerasi kontak) dan lainnnya.
Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan lagoon atau kolam adalah dengan
menampung air limbah pada suatu kolam yang luas dengan waktu tinggal yang cukup lama
sehingga dengan aktifitas mikro-organisme yang tumbuh secara alami, senyawa polutan yang
ada dalam air akan terurai. Untuk mempercepat proses penguraian senyawa polutan atau
memperpendek waktu tinggal dapat juga dilakukan proses aerasi. Salah satu contoh proses
10
pengolahan air limbah dengan cara ini adalah kolam aerasi atau kolam stabilisasi (stabilization
pond). Proses dengan sistem lagoon tersebut kadang-kadang dikategorikan sebagai proses
biologis dengan biakan tersuspensi.
Secara garis besar klasifikasi proses pengolahan air limbah secara biologis dapat dilihat
seperti pada Gambar 2, sedangkan karakteristik pengolahan, parameter perencanaan serta
efisiensi pengolahan untuk tiap jenis proses dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6.
Untuk memilih jenis teknologi atau proses yang akan digunakan untuk pengolahan air limbah,
beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain : karakteristik air limbah, jumlah limbah serta
standar kualitas air olahan yang diharapkan.
Pemilihan teknologi pengolahan air limbah harus mempertimbangkan beberapa hal yakni
antara lain jumlah air limbah yang akan diolah, kualitas air hasil olahan yang diharapkan,
kemudahan dalam hal pengelolaan, ketersediaan lahan dan sumber energi, serta biaya operasi
dan perawatan diupayakan serendah mungkin
Setiap jenis teknologi pengolahan air limbah mempunyai keunggulan dan kekurangannya
masing-masing, oleh karena itu dalam hal pemilihan jenis teknologi tersebut perlu diperhatikan
aspek teknis, aspek ekonomis dan aspek lingkungan, serta sumber daya manusia yang akan
mengelola fasilitas tersebut.
12
Tabel 6. Parameter Perencanaan Proses Pengolahan Air Limbah dengan Proses Biologis Aerobik
Untuk rumah sakit Muhammadiyah Lamongan sudah memiliki instalasi pengolahan air limbah
menggunakan sistem lumpur aktif dengan alur proses sebagai ditunjukkan pada Gambar 3 dan
peralatan listrik pada instalasi IPAL RS Muhammadiyah Lamongan ditunjukkan pada Tabel 7
sebagai berikut.
13
Tabel 7. Daftar peralatan listrik pada instalasi IPAL RS Muhammadiyah Lamongan
14
5.2. Pengolahan Air Limbah Proses Biofilter
5.2.1. Pengolahan Air Limbah Proses Biofilter tercelup
Proses pengolahan air limbah dengan proses biofilm atau biofilter tercelup dilakukan
dengan cara mengalirkan air limbah ke dalam reaktor biologis yang di dalamnya diisi dengan
media penyangga untuk pengebangbiakan mikroorganisme dengan atau tanpa aerasi. Untuk
proses anaerobik dilakukan tanpa pemberian udara atau oksigen. Posisi media biofilter tercelup
di bawah permukaan air.
15
Mekanisme proses metabolisme di dalam sistem biofilm secara aerobik secara sederhana
dapat diterangkan seperti pada Gambar 4. Gambar tersebut menunjukkan suatu sistem biofilm
yang yang terdiri dari medium penyangga, lapisan biofilm yang melekat pada medium, lapisan
alir limbah dan lapisan udara yang terletak diluar. Senyawa polutan yang ada di dalam air
limbah, misalnya senyawa organik (BOD, COD), amonia, fosfor dan lainnya akan terdifusi ke
dalam lapisan atau film biologis yang melekat pada permukaan medium. Pada saat yang
bersamaan dengan menggunakan oksigen yang terlarut di dalam air limbah, senyawa polutan
tersebut akan diuraikan oleh mikroorganisme yang ada di dalam lapisan biofilm dan energi yang
dihasilkan akan diubah menjadi biomasa. Sulpai oksigen pada lapisan biofilm dapat dilakukan
dengan beberapa cara misalnya pada sistem RBC, yakni dengan cara kontak dengan udara luar
pada sistem “Trickling Filter” dengan aliran balik udara. Sedangkan pada sistem biofilter
tercelup, dengan menggunakan blower udara atau pompa sirkulasi.
Jika lapiasan mikrobiologis cukup tebal, maka pada bagian luar lapisan mikrobiologis akan
berada dalam kondisi aerobik sedangkan pada bagian dalam biofilm yang melekat pada
medium akan berada dalam kondisi anaerobik. Pada kondisi anaerobik akan terbentuk gas H2S,
dan jika konsentrasi oksigen terlarut cukup besar, maka gas H2S yang terbentuk tersebut akan
diubah menjadi sulfat (SO4) oleh bakteri sulfat yang ada di dalam biofilm.
Gambar 6. Metoda Aerasi Proses Pengolahan Air Limbah Dengan Sistem Biofilter Tercelup [3]
18
Gambar 7. Diagram Proses Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Biofilter Anaerob-Aerob
Gambar 8. Skema Proses Pengolahan Air Limbah Dengan Sistem Biofilter Anaerob-Aerob.
19
Gambar 10. Bak Pemisah lemak dan Bak Ekualisasi.
20
Gambar 12. Contoh Konstruksi Pompa Air Gambar 13. Contoh Konstruksi Pompa Air
Limbah Dengan Motor Di Bawah Tanah Limbah Dengan Motor Di Atas Tanah
Coarse bubble
Tubes-spiral roll 4,5 10 – 31
Spargers-spiral roll 4,5 8,6
Jet aerators 4,5 15 – 24
Static aerators 9 10 –11
Turbine 4,5 25 – 30
Surface aerator
Low speed 3,6 -
High speed 3,6 -
22
Roots Blower berbeda dengan pompa udara pada mekanisme memproduksi aliran udara yang
lebih besar dari pompa udara. Rotor berotasi menyebabkan udara diserap dari inlet dan
dikompres/dimampatkan keluar menuju outlet. Salah satu contoh root blower dapat dilihat pada
Gambar 17.
Beberapa keunggulan Root Blower antara lain :
• Aliran udara stabil, sedikit variasi tekanan.
• Kemudi dengan kualitas tertinggi dan & gir teraplikasikan
• akurat.
• Udara bersih tanpa minyak lembab.
• Konstruksi sederhana & kuat, pemeliharaan mudah.
• Menstandarkan produk dengan gugus kendali mutu.
23
3) Blower Udara Tipe Diafragma
Blower udara tipe diafragma berbeda dengan Blower Udara tipe Root Blower atau ring
blower.Tipe blower diafragma memproduksi aliran udara lebih kecil dibandingkan Blower Udara.
Umumnya digunakan untuk pengolahan air limbah dengan kapasitas kecil. Bentuknya kecil dan kompak
dengan dengan tingkat kebisingan yang rendah. Tipe yang banyak dipakai adalah HIBLOW
24
Gambar 20. Rotary Vane Blower
Biofilter Aerob
Blower Udara Yang diperlukan :
Jumlah Udara = 857,78 liter per menit
Tipe = Ring Blower
Kapasitas Blower = 1500 -2000 liter /menit
Head = 2200 mm-aqua
Jumlah = 1unit
25
Difuser :
Total transfer udara = 1.235,2 m3/hari = 857,78 liter per menit
Tipe Difuser yang digunakan : Perforated Pipe Diffuser atau yang setara
26
tidak rumit, tidak diperlukan tambahan energi listrik dan sebagainya. Aliran air mengalir secara
gravitasi / tidak dipompa (bila kondisi kemiringan tanah cukup).
Gambar 21. Diagram proses anaerobik baffle pada reaktor DEWATS [4]
Gambar 22. Diagram proses anaerobik filter pada reaktor DEWATS [4]
27
Gambar 23. Contoh reaktor DEWATS
Dasar pemilihan teknologi proses pengolahan air limbah rumah sakit, didasarkan atas
beberapa kriteria sebagai berikut :
Proses pengolahan dapat mencapai standar baku mutu air limbah yang disyaratkan
Biaya operasional dan konsumsi energi rendah
Pengelolaan sederhana dan mudah
Kapasitas dan kemampuan mereduksi BOD besar
Dapat menghilangan padatan tersuspensi (SS)
Lumpur yang dihasilkan kecil
Lahan yang diperlukan tidak terlalu besar
Perawatannya mudah dan sederhana.
Insinerator adalah tungku pembakaran untuk mengolah limbah padat, yang mengkonversi
materi padat (sampah) menjadi materi gas, dan abu, (bottom ash dan fly ash). Insinerasi
28
merupakan proses pengolahan limbah padat dengan cara pembakaran pada temperatur lebih
dari 800oC untuk mereduksi sampah mudah terbakar (combustible) yang sudah tidak dapat
didaur ulang lagi, membunuh bakteri, virus, dan kimia toksik (A. Sutowo Latief, 2012) [5].
Patrick (1980) dalam Arif Budiman (2001) menyatakan bahwa incinerator adalah alat
yang digunakan untuk proses pembakaran sampah. Alat ini berfungsi untuk merubah bentuk
sampah menjadi lebih kecil dan praktis serta menghasilkan sisa pembakaran yang sterill
sehingga dapat dibuang langsung ke tanah. Energi panas hasil pembakaran dalam incinerator
dapat digunakan sebagai energi alternative bagi proses lain seperti pemanasan atau
pengeringan.
Menurut (Hadiwiyoto, 1983 dalam Arif Budiman, 2001) menyatakan bahhwa untuk
merancang alat pembakar sampah diperlukan beberapa pertimbangan untuk diperhatikan,
yaitu jumlah udara pembakaran, sisa hasil pembakaran dan desain incinerator. Menurut
(Hadiwiyoto, 1983 dalam Arif Budiman, 2001) alat pembakaran sampah terdapat dua jenis
berdasarkan metode pembakaran yang berlangsung pada alat tersebut, yaitu alat pembakar
sampah tipe kontinyu dan tipe batch. Pada alat pembakar sampah tipe kontinyu, sampah
dimasukkan secara terus-menerus dengan debit tetap, sedangkan pada alat pembakaran
sampah tipe batch, sampah dimasukkan sampai mencapai batas maksimum kemudian dibakar
bersamaan.
Pada incinerator terdapat 2 ruang bakar, yang terdiri dari Primary Chamber dan Secondary
Chamber (Gunadi Priyamba, 2013).
a. Primary Chamber
Berfungsi sebagai tempat pembakaran limbah. Kondisi pembakaran dirancang dengan jumlah
udara untuk reaksi pembakaran kurang dari semestinya, sehingga disamping pembakaran juga
terjadi reaksi pirolisa. Pada reaksi pirolisa material organik terdegradasi menjadi karbon
monoksida dan metana. Temperatur dalam primary chamber diatur pada rentang 600oC-800oC
dan untuk mencapai temperatur tersebut, pemanasan dalam primary chamber dibantu oleh
energi dari burner dan energi pembakaran yang timbul dari limbah itu sendiri. Udara (oksigen)
untuk pembakaran di suplai oleh blower dalam jumlah yang terkontrol. Padatan sisa
pembakaran di primary chamber dapat berupa padatan tak terbakar (logam, kaca) dan abu
(mineral), maupun karbon berupa arang. Tetapi arang dapat diminimalkan dengan pemberian
29
suplai oksigen secara continue selama pembakaran berlangsung. Sedangkan padatan tak
terbakar dapat diminimalkan dengan melakukan pensortiran limbah terlebih dahulu.
b. Secondary Chamber
Gas hasil pembakaran dan pirolisa perlu dibakar lebih lanjut agar tidak mencemari
lingkungan. Pembakaran gas-gas tersebut dapat berlangsung dengan baik jika terjadi
pencampuran yang tepat antara oksigen (udara) dengan gas hasil pirolisa, serta ditunjang oleh
waktu tinggal (retention time) yang cukup. Udara untuk pembakaran di secondary chamber
disuplai oleh blower dalam jumlah yang terkontrol. Selanjutnya gas pirolisa yang tercampur
dengan udara dibakar secara sempurna oleh burner didalam secondary chamber dalam
temperatur tinggi yaitu sekitar 800 -1000 . Sehingga gas-gas pirolisa (Metana, Etana dan
Hidrokarbon lainnya) terurai menjadi gas CO2 dan H2O.
7.1. Jenis-Jenis Incinerator
Jenis incinerator yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah padat B3 ialah
rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit, single chamber, multiple chamber, aqueous
waste injection, dan starved air unit. Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln
mempunyai kelebihan karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara
simultan. (Gunadi P. 2004).
7.1.1 Incinerator Rotary Kiln
Tipe ini cocok untuk menginsinerasi limbah yang mempunyai kandungan air (water content)
yang cukup tinggi dan volumenya cukup besar. System incinerator ini berputar pada bagian
Primary Chamber, dengan tujuan untuk mendapatkan pembakaran limbah yang merata
keseluruh bagian. Proses pembakarannya sama dengan type static, terjadi dua kali pembakaran
dalam Ruang Bakar 1 (Primary Chamber) untuk limbah dan Ruang Bakar 2 (Seacondary
Chamber) untuk sisa-sisa gas yang belum sempurna terbakar dalam Primary Chamber. (Gunadi
P. 2004)
30
Gambar 24. Incinerator Rotary Kiln [5]
Sumber : Pollution issues /Ho-Li / Incineration, 2013
7.1.2 Multiple Hearth Incinerator
Multiple Hearth Incinerator, yang telah digunakan sejak pertengahan tahun 1900-an, terdiri dari
suatu kerangka lapisan baja tahan api dengan serangkaian tungku (hearth) yang tersusun secara
vertikal, satu di atas yang lainnya dan biasanya berjumlah 5-8 buah tungku, shaft rabble arms
beserta rabble teeth-nya dengan kecepatan putaran 3/4 – 2 rpm. Umpan sampah dimasukkan
dari atas tungku secara terus menerus dan abu hasil proses pembakaran dikeluarkan melalui
silo. Burner dipasang pada sisi dinding tungku pembakar di mana pembakaran terjadi. Udara
diumpan masuk dari bawah, dan sampah diumpan masuk dari atas.
Limbah yang dapat diproses dalam multiple hearth incinerator memiliki kandungan
padatan minimum antara 15-50 %-berat. Limbah yang kandungan padatannya di bawah 15 %-
berat padatan mempunyai sifat seperti cairan daripada padatan. Limbah semacam ini
cenderung untuk mengalir di dalam tungku dan manfaat rabble tidak akan efektif. Jika
kandungan padatan di atas 50 % berat, maka lumpur bersifat sangat viscous dan cenderung
untuk menutup rabble teeth. Udara dipasok dari bagian bawah furnace dan naik melalui tungku
dengan membawa produk pembakaran dan partikel abu. (Gunadi P. 2004).
31
Gambar 25. Multiple Hearth Incinerator [5]
Sumber : Combuston Portal, 2011
7.1.3 Fluidized Bed Incinerator
Fluidized bed incinerator adalah sebuah tungku pembakar yang menggunakan media
pengaduk berupa pasir seperti pasir kuarsa atau pasir silika, sehingga akan terjadi pencampuran
(mixing) yang homogen antara udara dengan butiran-butiran pasir tersebut. Mixing yang
konstan antara partikel-partikel mendorong terjadinya laju perpindahan panas yang sangat
cepat serta terjadinya pembakaran sempurna. Fluidized bed incinerator berorienrasi bentuk
tegak lurus, silindris, dengan kerangka baja yang dilapisi bahan tahan api, berisi hamparan pasir
(sand bed) dan distributor untuk fluidasi udara. Fluidized bed incinerator normalnya tersedia
dalam ukuran berdiameter dari 9 sampai 34 ft. Pembakaran dengan teknologi fluidized bed
merupakan satu rancangan alternatif untuk pembakaran limbah padat. Harapan pasir tersebut
diletakkan di
atas distributor yang berupa grid logam dengan dilapisi bahan tahan api. Grid ini berisi suatu
pelat berpori nosel-nosel injeksi udara atau tuyere di mana udara dialirkan ke dalam ruang
32
bakar untuk menfluidisasi hamparan (bed) tersebut. Aliran udara melalui nosel menfluidisasi
hamparan sehingga berkembang menjadi dua kali volume sebelumnya. Fluidisasi meningkatkan
pencampuran dan turbulensi serta laju perpindahan panas yang terjadi. Bahan bakar bantu
digunakan selama pemanasan awal untuk memanaskan hamparan sampai temperatur operasi
sekitar sampai C sehingga pembakaran dapat terjaga pada temperatur konstan. Dalam
beberapa instalasi, suatu sistem water spray digunakan untuk mengendalikan temperatur
ruang bakar.
Fluidized bed incinerator telah digunakan untuk macam-macam limbah termasuk limbah
perkotaan damn limbah lumpur. Reaktor unggun atau hamparan fluidisasi (fluidized bed)
meningkatkan penyebaran umpan limbah yang datang dengan pemanasan yang cepat sampai
temperatur pengapiannya (ignition) serta meningkatkan waktu kontak yang cukup dan juga
kondisi pencampuran yang hebat untuk pembakaran sempurna. Pembakaran normalnya terjadi
sendiri, kemudian sampah hancur dengan cepat, kering dan terbakar di dalam hamparan pasir.
Laju pembakaran sampah meningkat oleh kontak langsung dengan partikel hamparan yang
panas. Aliran udara fluidisasi meniup abu halus dari hamparan. Gas-gas pembakaran biasanya
diproses lagi di wet scrubber dan kemudian abunya dibuang secara landfill. (Gunadi P. 2004)
34
tidak terdapat dalam sampah karena terjadi reaksisintesa yang disebut denovo menghasilkan
dioksindan furan. Tingkat kesempurnaan pembakaran di pengaruhi oleh beberapa variable
berikut :
a. Temperatur
Temperatur pembakaran merupakan fungsi nilai bakar (heating value) sampah dan
bahan bakar tambahan dari luar, rancangan alat pembakar (incinerator), supply udara dan
control pembakaran. Pembakaran sempurna memerlukan temperature tinggi, secara umum
temperature lebih tinggi dari 650oC dan waktu tinggal 1-2 detik dapat menghasilkan
pembakaran sempurna pada makanan dan sampah rumah tangga. Temperatur lebih tinggi
sekitar 1000oC diperlukan untuk membakar campuran sampah yang mengandung bahan
berbahaya (hazardous) seperti sampah medis dengan waktu tinggal minimal 1detik dapat
menghasilkan polutan seperti dioksisn, furan, asap dan abu minimal.
b. Waktu Tinggal
Pembakaran sempurna membutuhkan waktu tinggal yang cukup yaitu waktu yang
dibutuhkan untuk menjamin terjadinya percampuran yang sempurna antara udara dan bahan
bakar agar dapat bereaksi secara sempurna. Pembakaran pada temperatur rendah, sampah
dengan nilai panas rendah dan turbulensi campuran gas yang rendah memerlukan waktu
tinggal yang lebih lama untuk menghasilkan pembakaran yang sempurna.
c. Turbulensi
Turbulensi pencampuran gas yang terbakar dan udara diperlukan untuk menjamin
terjadinya kontak yang cukup antara bahan bakar dan udara. Hal ini dapat menghasilkan
temperatur yang tinggi sehingga menyebabkan pembakaran sempurna. Tingkat pencampuran
tergantung dari rancangan ruang bakar insinerator dan sistem injeksi udara. Sistem
pembakaran dengan sirkulasi udara alami pada sistem pembakaran terbuka tidak dapat
menghasilkan pencampuran yang baik. Demikian juga tumpukan sampah yang terlalu tinggi
dapat mengganggu turbulensi pencampuran udara dan gas yang mudah terbakar karena
tersumbatnya rongga jalur aliran kedua bahan ini. Rancangan insinerator yang dapat
menghasilkan pembakaran sempurna menggunakan system sirkulasi paksa (forced circulation)
untuk memperoleh turbulensi pencampuran.
d. Komposisi Sampah
35
Karakteristik sampah seperti nilai panas, kandungan air dan sifat kimia (kandungan C, H,
O, N, S dan Cl) sampah berpengaruh terhadap proses pembakaran dan jenis polutan pada gas
buang dan abu. Semakin tinggi temperatur, waktu tinggal dan derajat pencampuran gas dan
udara semakin mendekati pembakaran sempurna dan semakin kecil pengaruh karakteristik
sampah terhadap tingkat kesempurnaan pembakaran. Beberapa hal yang terjadi pada proses
pembakaran (Darmansyah Dalimunthe, 2006):
a. Pembakaran dengan udara kurang
Pada proses ini terjadi perpindahan panas berkurang dan panas hilang karena bahan
bakar berlebih serta ada bahan bakar yang tak terbakar disamping terdapat hasil pembakaran,
seperti CO, CO2, uap air, O2, dan N2.
b. Pembakaran dengan udara berlebih
Pada proses ini terjadi perpindahan panas berkurang dan panas hilang karena udara
berlebih serta hasil pembakaran, seperti CO2, uap air, O2 dan N2.
c. Pembakaran dengan udara optimum
Pada proses ini terjadi perpindahan panas yang maksimum dan panas yang hilang
minimum, serta terdapatnya hasil pembakaran, seperti CO2, uap air, dan N2. Pada proses
pembakaran (inceneration) limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) kebanyakan terdiri dari
karbon, hidrogen dan oksigen. Dapat juga mengandung halogen, sulfur, nitrogen dan logam
berat. Hadirnya elemen lain dalam jumlah kecil tidak mengganggu proses oksidasi limbah B3
(bahan berbahaya dan beracun). Struktur molekul umumnya menentukan bahaya dari suatu zat
organik terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Bila molekul limbah dapat dihancurkan
dan diubah menjadi karbon dioksida (CO2), air (H2O) dan senyawa anorganik, tingkat senyawa
organik akan berkurang. Untuk penghancuran dengan panas merupakan salah satu teknik untuk
mengolah limbahn B3 (bahan berbahaya dan beracun). Proses pembakaran sampah
berlangsung secara bertahap. Tahap awal terjadi penguapan kandungan air sampah yang belum
terbakar menggunakan panas dari bahan terbakar yang berada di sekelilingnya atau
menggunakan energi panas yang ditambahkan dari luar. Pada saat pemanasan sampah terjadi
pelepasan karbon atau bahan volatile yang terkonversi menjadi gas yang mudah terbakar,
proses ini disebut gasifikasi. Gas ini selanjutnya bercampur dengan oksigen yang dapat
mengalami reaksi oksidasi. Kondisi ini apabila menghasilkan temperature cukup tinggi dan
berlangsung lama dapat terkonversi secara sempurna (complete combustion) menghasilkan uap
36
air dan CO2 yang dilepaskan ke udara (Subagiyo dkk, 2013). Kondisi sebaliknya dapat terjadi
yaitu apabila temperatur pembakaran rendah dan waktu tinggal pada ruang bakar cepat terjadi
pembakaran yang tidak sempurna (incomplete combustion) yang dapat menghasilkan asap (Lee
& Lin, 2007 dalam subagiyo ddk 2013).
Pada proses pembakaran (incineration) limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun)
kebanyakan terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Dapat juga mengandung halogen, sulfur,
nitrogen dan logam berat. Hadirnya elemen lain dalam jumlah kecil tidak mengganggu proses
oksidasi limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun). Struktur molekul umumnya menentukan
bahaya dari suatu zat organik terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Bila molekul limbah
dapat dihancurkan dan diubah menjadi karbon dioksida (CO2), air (H2O) dan senyawa
anorganik, tingkat senyawa organik akan berkurang. Untuk penghancuran dengan panas
merupakan salah satu teknik untuk mengolah limbahn B3 (bahan berbahaya dan beracun).
Keputusan Bapedal No 03 tahun 1995. Peraturan tersebut mengatur tentang kualitas
incinerator dan emisi yang dikeluarkannya. persyaratan yang harus dipenuhi dalam
menjalankan incinerator adalah emisi udara yang dikeluarkannya harus sesuai dengan baku
mutu emisi untuk incinerator.
37
Bahan = Stainless Steel
Input listrik = 350 watt, 220 volt
3. Difuser :
Total transfer udara = 1.235,2 m3/hari = 857,78 liter per menit
Tipe Difuser yang digunakan : Perforated Pipe Diffuser atau yang setara
38
8.2. IPAL type biofilter anaerob-aerob kapasistas 60 m3/hari
Gambar 27. Diagram Proses Pengolahan Air limbah dengan Proses Biofilter Anaerob- Aerob
8.2.1. Kapasitas Disain yang direncanakan
Kapasitas Pengolahan : 150 m3 per hari
: 6,25 m3per jam
: 104,17 liter per menit
BOD Air Limbah rata-rata : 300 mg/l
Konsentrasi SS : 300 mg/l
Total Efisiensi Pengolahan : 90-95 %
BOD Air Olahan : 20 mg/l
SS Air Olahan : 20 mg/l
Pompa Air Limbah dengan debit : 150 m3/hari
: 6,25 m3/jam = 104,17 liter per menit.
Spesifikasi Pompa :
Tipe : Pompa Celup/ submersible pump
Tipe Kapasitas : 40 -120 liter per menit
Total Head :5-8m
Input listrik : 120 – 350 watt
Material : Fiber glass dan technopolimer
39
Pompa Air Sirkulasi
8.3. IPAL type lumpur aktif kapasistas 150 m3/hari di rumah sakit Muhammadiyah Lamongan
Debit air limbah = 150 – 200 m3/hari
40
8.4. Insinerator Limbah padat
Kapasitas : Maks 500 kg/jam limbah padat
Setara dengan 1,5 m3 limbah padat
Bahan bakar : Minyak Solar / Gas
Konsumsi Bahan Bakar : max 40 liter/jam
Kebutuhan Daya Listrik : AC 6,6 KW/ 1 Phase/ 220 Volt/ 50 Hz
41
No Uraian Fungsi
c. Penampungan Abu c/w pintu tapping abu Penampung abu hasil pembakaran dan
3
~ Volume : 0,3 m mengeluarkan abu dari Ruang Bakar limbah
~ Pintu Sekunder
~ Panjang : 500 mm
~ Lebar : 500 mm
~ Bahan : Konstruksi Baja
~ Linning : Castable & Ceramic Fibre
~ Sistem Buka : ke samping
~ C/W lobang pengintai (bahan : Glass tahan panas )
f. Saluran Penambah Udara c/w Blower Menambah kebutuhan udara di dalam Ruang
~ Blower : 3", 220V/550 W Bakar Utama sehingga terjadi pembakaran
~ Jumlah : 2 Unit yang sempurna
c. Water Pump
~ 1 phase 220v/250 watt
~ Kapasitas Min 50 lt/menit
~ Brand : Grundfos
6 Panel Kontrol
~ Kenaikan dan Penurunan temperatur dapat dilihat di panel Mengkontrol fungsi Burner, Blower,Temperatur
~ Thermocontrol Sistem Digital
~ Pengesetan Temperatur max dapat dilakukan dengan mudah
~ Mampu mengkontrol pembakaran secara pirolisis
~ Dapat dioperasionalkan secara manual atau otomatis
9 Rumah Mesin
~ Panjang : 5 meter
~ Lebar : 5 meter
~ Tinggi : 4 meter
42
9. Daftar Pustaka :
1. KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NO. 58 TAHUN 1995 TENTANG
BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN RUMAH SAKIT, Jakarta, 21 Desember 1995.
2. KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK NDONESIA NOMOR:
1204/MENKES/SK/X/2004 TENTANG PERSYARATAN KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH
SAKIT, Jakarta, 19 Oktober 2004.
3. SERI SANITASI LINGKUNGAN, PEDOMAN TEKNIS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH
DENGAN SISTEM BIOFILTER ANAEROB-AEROB PADA FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN,
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN
DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATAN,
JAKARTA, 2011.
4. Model Aliran Anaerobic Baffle Reactor (ABR), DEWATS Project, 1998.
5. ______________.2011, Insinerator
http://eprints.polsri.ac.id/90/3/BAB%20II%20Laporan%20T.pdf
43