Anda di halaman 1dari 147

STUDI PENYALURAN DAN PENGOLAHAN

AIR LIMBAH DI KOMPLEK PEMUKIMAN

(Studi Kasus: Komplek Pesantren)

Tugas Akhir

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas


dan Memenuhi Syarat Menempuh
Ujian Sarjana Teknik Sipil

ASRIL ZEVRI
05 0404 087

BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2010
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Umum
Setiap manusia akan menimbulkan buangan baik cairan, padatan maupun

dalam bentuk gas. Buangan cair yang berasal dari masyarakat yang di kenal

sebagai air buangan atau air limbah adalah bekas air pemakaian, baik pemakaian

rumah tangga maupun pemakaian dalam proses industri.

Cemaran atau timbulan air limbah domestik (rumah tangga) yang dominan

umumnya bersifat organo-mikrobiologis dan umumnya berasal dari rumah

tinggal, kantor-kantor institusi, fasilitas hotel, tempat hiburan, daerah komersil

dan fasilitas umum lainnya yang digunakan masyarakat untuk menunjang

kegiatan sehari-hari.

Di sisi lain, jika tingkat kontaminasi air limbah domestik ini tidak

memenuhi persyaratan baku mutu badan air, maka diperlukan adanya penanganan

yang berupa pengolahan yang optimal sebelum dialirkan ke badan air. Pada

umumnya, pengolahan yang optimal sebelum dialirkan ke badan air. Pada

umumnya, pengolahan dilakukan secara optimal di suatu tempat yang disebut

sebagai Bangunan Pengolahan Air Buangan (BPAB). Dan untuk mengalirkan

timbulan air buangan menuju ke BPAB diperlukan suatu saluran air buangan.

Dengan kata lain, sistem perencanaan penyaluran air buangan bertujuan untuk

mengalir air buangan dari suatu pemukiman secara cepat ke suatu tempat atau

BPAB yang tidak akan menimbulkan bahaya atau kerusakan bagi manusia dan

lingkungan.

Prinsip penyaluran air buangan adalah membuat suatu sistem penyaluran

yang mengalirkan air buangan dari sumber ke Bangunan Pengolah Air Buangan

1
(BPAB) melalui jarak yang sependek-pendeknya agar waktu penyaluran yang

dibutuhkan singkat.

Masalah yang ditimbulkan dari keadaan ini adalah pengaturan penyediaan

energi potensial untuk mengalirkan air limbah secara gravitasi. Meskipun

sebenarnya dapat diatasi dengan penggunaan pompa, namun hal itu akan

menyebabkan biaya investasi yang mahal. Oleh karena itu teknologi yang akan

diterapkan harus efisien dalam penggunaan energi potensial secara gravitasi.

Namun pada beberapa kasus tertentu penggunaan pompa untuk menambah

tekanan bagi aliran air buangan tidak dapat dihindarkan. Pada pemilihan pompa

pun di harapkan pompa yang dipilih memiliki kualitas yang baik, biaya

terjangkau, dan perawatannya mudah.

I.2 Latar Belakang


Adanya peningkatan jumlah penduduk dan pembangunan gedung-

gedung atau perumahan maka kebutuhan akan air semakin besar dan hasil dari

penggunaan air tersebut pun akan semakin besar pula dengan kualitas air limbah

yang sangat buruk dikarenakan adanya penggunaan zat-zat kimiawi yang dapat

menimbulkan kerusakan lingkungan disekitarnya, sehingga diperlukan pengaturan

yang baik dalam pendistribusian air tersebut. Kebutuhan air yang semakin besar

merupakan faktor utama meningkatnya debit.

Dalam perencanaan wilayah pemukiman banyak dijumpai kesalahan

perencanaan saluran-saluran pembuangan yang mengakibatkan saluran yang

direncanakan tidak dapat menampung debit puncak air buangan dari pemukiman

tersebut. Hal ini disebabkan oleh karena adanya salah perhitungan besar debit

puncak per rumah tangga dan data curah hujan serta diabaikannya faktor-faktor

2
koefisien perhitungan kemungkinan akan berkembangnya lokasi pemukiman atau

wilayah yang direncanakan. Kemudian dalam pengolahannya pun masih kurang

direncanakan dengan baik dan hanya dilakukan dengan pengolahan sederhana

yang dapat menghasilkan kualitas air limbah yang sangat buruk bagi lingkungan

disekitarnya.

Sistem saluran pembuangan air limbah domestik ini adalah saluran

tertutup yang mengarah ke sungai induk. Kondisi eksisting di komplek perumahan

ini menggunakan sarana pembuangan limbah domestik yang ada berupa

pemakaian septik tank (yang masih kurang optimal dalam peruntukkannya),

komplek perumahan ini masih belum memiliki suatu instalasi Pengolahan Air

Limbah Domestik sebagai sarana sanitasi masyarakat secara terpusat, dengan

direncanakannya suatu sistem penyaluran air buangan domestik diharapkan dapat:

a. Mencegah penyebaran penyakit melalui media air buangan.

b. Mencegah pencemaran terhadap lingkungan.

c. Meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.

Dengan tercapainya hal-hal tersebut di atas maka dapat menunjang

tercipta lingkungan masyarakat yang sehat dan produktif.

I.3Tujuan Penulisan
Adapun tujuan utama penulisan dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis penyaluran air buangan dengan memuat perhitungan dan

pendimensian tiap unit sesuai dengan kebutuhan di lokasi studi, yaitu di lokasi

pemukiman.

2. Membuat rencana pengolahan air limbah sehingga airnya dapat digunakan

kembali.

3
3. Menganalisis dimensi saluran drainase yang tersedia di lokasi studi apakah

masih memadai atau perlu pengembangan.

I.4 Ruang Lingkup Permasalahan


Permasalahan limbah atau air buangan domestik rumah tangga pada saat

ini sudah menjadi masalah yang sangat serius, karena kualitas air limbah yang

tidak memadai untuk langsung dibuang ke lingkungan, oleh karena itu kita harus

dapat mengevaluasi pengolahannya dan sistem penyalurannya yang nantinya

dapat mengurangi kualitas air limbah yang sudah sangat buruk bagi lingkungan di

sekitarnya. Untuk ruang lingkup permasalahan ini penelitian hanya dilakukan

pada komplek pemukiman yang merupakan komplek pesantren dengan luas area

kurang lebih 10 ha. Sistem penyaluran air limbah di komplek pemukiman ini

merupakan sistem penyaluran tercampur di mana sistem pengumpulan air

buangan yang tercampur dengan air limpasan hujan.

Hal-hal yang dilakukan dalam pengerjaan tugas akhir ini adalah:

1. Tinjauan terhadap kondisi lingkungan air limbah dan air limpasan hujan di

komplek pemukiman.

2. Penentuan jaringan penyaluran air buangan berdasarkan aspek ekonomis dan

teknis.

3. Perhitungan kuantitas air buangan di komplek pemukiman.

4. Perhitungan dimensi pipa saluran berdasarkan kapasitas pembebanan serta

bangunan pelengkap yang dibutuhkan.

5. Jenis Pengolahan yang digunakan sesuai dengan lokasi.

6. Perencanaan saluran drainase untuk air hujan.

4
Dari uraian di atas, pada penelitian ini akan di bahas analisa penyaluran

air limbah dan pengolahannya di komplek pesantren.

I.5 Pembatasan Masalah


Untuk mendapatkan hasil pembahasan yang maksimal maka penulis perlu

membatasi masalah yang akan dibahas. Sesuai dengan tujuan dari penulisan tugas

akhir ini maka batasan masalah dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Pembahasan masalah sistem saluran air limbah dikhususkan pada komplek

pemukiman khususnya komplek pesantren.

2. Pembahasan sistem saluran difokuskan pada perencanaan dimensi pipa saluran

berdasarkan kapasitas pembebanan serta bangunan pelengkap yang dibutuhkan.

3. Pembahasan masalah air limbah ini ditinjau dari data curah hujan dan debit air

limbah dari areal tersebut, serta karakteristik lahan di lokasi studi.

I.6 Metodologi Penelitian


Dalam menganalisa hasil penelitian ini maka penulis mencari bahan-bahan dan

data – data yang diperlukan melalui:

1. Sumber Data

Data yang digunakan untuk penyusunan tugas akhir ini bersumber dari data

lapangan hasil observasi pada instalasi pengolahan air limbah di Komplek

Pesantren Raudhatul Hasanah di jalan Letjen Jamin Ginting Km 11 Medan

Tuntungan, Medan, Sumatera Utara dan data kepustakaan yang bersesuaian

dengan pokok bahasan, yaitu:

a. Gambaran umum kondisi wilayah studi.

b. Jumlah Penduduk di komplek Pesantren.

5
c. Sistem penyaluran air limbah dan proses pengolahan air limbah.

d. Sistem saluran drainase.

2. Pengumpulan Data
Data-data yang dibutuhkan dalam penyusunan tugas akhir ini meliputi data

primer dan data sekunder. Data-data primer diperoleh dengan mengadakan

kunjungan langsung di daerah perencanaan sehingga diperoleh kondisi eksisting

pengolahan air limbah serta sistem penyaluran air buangan yang ada. Sedangkan

data –data sekunder adalah meliputi data yang diperoleh dari instansi-instansi

terkait dalam permasalahan dan penyelesaian sistem penyaluran dan pengolahan

air limbah.

3. Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari lapangan dan kepustakaan yang berupa gambar

desain, pengamatan terhadap proses pengolahan, perawatan dan mekanisme kerja

serta data – data kualitas yang bersesuaian dengan pokok bahasan, disusun secara

sistematis dan logis sehingga diperoleh suatu gambaran umum yang akan dibahas

dalam tugas akhir ini.

4. Analisa Data
Data yang telah diperoleh kemudian diolah agar didapat kualitas air yang

dihasilkan serta desain yang tepat untuk 10 tahun kedepan dan akan menjadi

pembahasan terhadap proses – proses dalam pengolahan air limbah serta

penyalurannya sehingga diperoleh kesimpulan yang berarti.

6
5. Evaluasi
Setelah dilakukan analisa data untuk selanjutnya dilakukan evaluasi atas hasil

studi berkaitan dengan metode pengolahan air, dimensi dan desain bangunan,

kualitas air, proses pengolahan dan perawatan dengan data – data kepustakaan dan

standar yang berlaku.

I.7 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN
Bab ini meliputi tinjauan umum, latar belakang, tujuan dan manfaat

penelitian, metodologi pembahasan, pembatasan masalah dan sistematika

penulisan yang dipakai dalam tulisan ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini meliputi teori dan kriteria desain perencanaan penyaluran air

buangan, sistem perpipaan, pola jaringan saluran, bentuk dan bahan

saluran, penempatan saluran, kedalaman penanaman pipa, tinjauan

hidrolik aliran dalam saluran penyaluran air buangan dan perlengkapan

saluran dan karakteristik air limbah.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK LOKASI


STUDI
Bab ini meliputi data – data lingkungan menggambarkan kondisi

fisik lokasi kajian, yaitu terdiri dari keadaan sanitasi lingkungan

komplek pemukiman.

7
BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN

Bab ini membahas:

1. Perencanaan sistem penyaluran air buangan: berisi tentang perencanaan

sistem penyaluran air buangan yang akan diterapkan di komplek

pesantren, serta alternatif sistem penyaluran air buangan dan kriteria

pemilihannya.

2. Pemilihan alternatif jalur perpipaan buangan: berisi penjelasan pemilihan

alternatif jalur perpipaan dari sistem penyaluran air buangan yang efektif

dan efisien serta yang memiliki tingkat feasibility yang tinggi sehingga

memungkinkan untuk diterapkan di lapangan. Pemilihan alternatif ini

bertujuan untuk menemukan sistem penyaluran yang paling baik

diterapkan bila ditinjau dari segi ekonomi, teknik, pada saat pemeliharaan

dan pengoperasiannya.

3. Penentuan dimensi jaringan pipa dan bangunan pelengkap yang berisi

perhitungan debit air buangan, dimensi pipa, perletakannya dan bangunan

pelengkap lainnya.

4. Perencanaan pengolahan air limbah berisi penjelasan karakteristik air

limbah dan sistem pengolahan yang digunakan.

5. Penyaluran air limbah dan limpasan air hujan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


Bab ini menyampaikan kesimpulan dari hasil peninjauan evaluasi

sistem penyaluran air buangan dan pengolahannya pada suatu pemukiman

dilakukan di bab sebelumnya yang dilanjutkan dengan penyusunan

rekomendasi, serta saran-saran.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha atau

kegiatan permukiman, rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen dan

asrama. Beberapa bentuk dari air limbah ini berupa tinja, air seni, limbah kamar

mandi, dan juga sisa kegiatan dapur rumah tangga.

Jumlah air limbah yang dibuang akan selalu bertambah dengan

meningkatnya jumlah penduduk dengan segala kegiatannya. Apabila jumlah air

yang dibuang berlebihan melebihi dari kemampuan alam untuk menerimanya

maka akan terjadi kerusakan lingkungan. Lingkungan yang rusak akan

menyebabkan menurunnya tingkat kesehatan manusia yang tinggal pada

lingkungannya itu sendiri sehingga oleh karenanya perlu dilakukan penanganan

air limbah yang seksama dan terpadu baik itu dalam penyaluran maupun

pengolahannya.

Sistem penyaluran air limbah adalah suatu rangkaian bangunan air yang

berfungsi untuk mengurangi atau membuang air limbah dari suatu kawasan/lahan

baik itu dari rumah tangga maupun kawasan industri. Sistem penyaluran biasanya

menggunakan sistem saluran tertutup dengan menggunakan pipa yang berfungsi

menyalurkan air limbah tersebut ke bak interceptor yang nantinya di salurkan ke

saluran utama atau saluran drainase.

Sistem penyaluran air limbah ini pada prinsipnya terdiri dari dua macam

yaitu: sistem penyaluran terpisah dan sistem penyaluran campuran, dimana sistem

penyaluran terpisah adalah sistem yang memisahkan aliran air buangan dengan

9
limpasan air hujan, sedangkan sistem penyaluran tercampur menggabungkan

aliran air buangan dengan limpasan air hujan. Dalam hal ini pembahasan hanya

mencakup sistem penyaluran air limbah terpisah. Kemudian sistem pengolahan

limbah pun terdiri dari 2 macam yaitu sistem pengolahan on-site position dan

sistem off-site position, yang akan ditinjau nantinya adalah sistem pengolahan off-

site posistion dimana air limbah disalurkan melalui sewer (saluran pengumpul air

limbah) lalu kemudian masuk ke instalasi pengolahan terpusat.

2.2 Sistem Penyaluran Air Buangan

2.2.1 Sistem Sanitasi Setempat

Sistem sanitasi setempat (On-site sanitation) adalah sistem pembuangan

air limbah dimana air limbah tidak dikumpulkan serta disalurkan ke dalam suatu

jaringan saluran yang akan membawanya ke suatu tempat pengolahan air buangan

atau badan air penerima, melainkan dibuang di tempat (Ayi Fajarwati, Penyaluran

air buangan domestik 2000) . Sistem ini di pakai jika syarat-syarat teknis lokasi

dapat dipenuhi dan menggunakan biaya relatif rendah. Sistem ini sudah umum

karena telah banyak dipergunakan di Indonesia.

Kelebihan sistem ini adalah:

a) Biaya pembuatan relatif murah.

b) Bisa dibuat oleh setiap sektor ataupun pribadi.

c) Teknologi dan sistem pembuangannya cukup sederhana.

d) Operasi dan pemeliharaan merupakan tanggung jawab pribadi.

Disamping itu, kekurangan sistem ini adalah:

a) Umumnya tidak disediakan untuk limbah dari dapur, mandi dan cuci.

10
b) Mencemari air tanah bila syarat-syarat teknis pembuatan dan pemeliharaan

tidak dilakukan sesuai aturannya.

Pada penerapan sistem setempat ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi (DPU

1989) antara lain:

 Kepadatan penduduk kurang dari 200 jiwa /ha.

 Kepadatan penduduk 200-5— jiwa/ha masih memungkinkan dengan

syarat penduduk tidak menggunakan air tanah.

 Tersedia truk penyedotan tinja.

1. Cubluk (pit privy)


Cubluk merupakan sistem pembuangan tinja yang paling sederhana.

Terdiri atas lubang yang digali secara manual dengan dilengkapi dinding rembes

air yang dibuat dari pasangan batu bata berongga, anyaman bambu dan lain lain

(Sugiharto 1987). Cubluk biasanya berbentuk bulat atau kotak, dengan potongan

melintang sekitar 0.5-1.0 m2, dengan kedalaman 1-3 m. Hanya sedikit air yang

digunakan untuk menggelontorkan tinja ke dalam cubluk. Cubluk ini biasanya di

desain untuk waktu 5-10 tahun Beberapa jenis cubluk antara lain:

 Cubluk tunggal

Cubluk tunggal dapat digunakan untuk daerah yang memiliki tinggi

muka air tanah > 1 m dari dasar cubluk. Cocok untuk daerah dengan

kepadatan < 200 jiwa/ha. Pemakaian cubluk tunggal dihentikan setelah

terisi 75%.

 Cubluk Kembar
Cubluk kembar dapat digunakan untuk daerah dengan kepadatan

penduduk < 50 jiwa/ha dan memiliki tinggi muka air tanah > 2 m dari

11
dasar cubluk . Pemakaian lubang cubluk pertama dihentikan setelah terisi

75% dan selanjutnya lubang cubluk kedua dapat disatukan. Jika lubang

cubluk kedua terisi 75%, maka lumpur tinja yang ada di lubang pertama

dapat dikosongkan secara manual dan dapat digunakan untuk pupuk

tanaman .Setelah itu lubang cubluk dapat difungsikan kembali.

(Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Cubluk Kembar

2.Tangki Septik
Tangki septik merupakan suatu ruangan yang terdiri atas beberapa

kompartemen yang berfungsi sebagai bangunan pengendap untuk menampung

kotoran padat agar mengalami pengolahan biologis oleh bakteri anaerob dalam

jangka waktu tertentu. Untuk mendapat proses yang baik, sebuah tangki septik

haruslah hampir terisi penuh dengan cairan, oleh karena itu tangki septik

haruslah kedap air (Sugiharto 1987). Prinsip operasional tangki septik adalah

pemisahan partikel dan cairan partikel yang mengendap (lumpur) dan juga

partikel yang mengapung (scum) disisihkan dan diolah dengan proses

12
dekomposisi anaerobik. Pada umumnya bangunan tangki septik dilengkapi

dengan sarana pengolahan effluent berupa bidang resapan (sumur resapan).

Tangki septik dengan peresapan merupakan jenis fasilitas pengolahan air

limbah rumah tangga yang paling banyak digunakan di Indonesia. Pada

umumnya diterapkan di daerah pemukiman yang berpenghasilan menengah ke

atas,perkotaan, serta pelayanan umum. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan

dalam penggunaan tangki septik (Gambar 2.2):

 Kecepatan daya serap tanah > 0.0146 cm/menit.

 Cocok diterapkan di daerah yang memiliki kepadatan penduduk < 500

jiwa/ha.

 Dapat dijangkau oleh truk penyedot tinja.

 Tersedia lahan untuk bidang resapan.

Gambar 2.2 Tangki septik

13
3. Beerput
Sistem ini merupakan gabungan antara bak septik dan peresapan. Oleh

karena itu bentuknya hampir seperti sumur resapan (Sugiharto 1987). Untuk

penerapan sistem beerput, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi,

yaitu tinggi air dalam saluran beerput pada musim kemarau tidak kurang dari 1,3

m dari dasar, jarak dengan sumur minimal 8 m, volume diameternya tidak boleh

< 1m dan apabila dibuat segi empat maka sisi-sisinya harus lebih besar dari 0.9 m

(Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Beerput

2.2.2 Sistem Sanitasi Terpusat


Sistem Sanitasi Terpusat (Off site sanitation) merupakan sistem

pembuangan air buangan rumah tangga (mandi, cuci, dapur, dan limbah kotoran)

yang disalurkan keluar dari lokasi pekarangan masing-masing rumah ke saluran

pengumpul air buangan dan selanjutnya disalurkan secara terpusat ke bangunan

pengolahan air buangan sebelum dibuang ke badan perairan (Ayi Fajarwati,

Penyaluran air buangan domestik 2000).

14
Gambar 2.4 Sistem Sanitasi Terpusat

2.2.3 Sistem Penyaluran Terpisah


Sistem Penyaluran terpisah atau biasa disebut separate system/full

sewerage adalah sistem dimana air buangan disalurkan tersendiri dalam jaringan

riol tertutup, sedangkan limpasan air hujan disalurkan tersendiri dalam saluran

drainase khusus untuk air yang tidak tercemar (Ayi Fajarwati, Penyaluran air

buangan domestik 2000). Sistem ini digunakan dengan pertimbangan antara lain:

1. Periode musim hujan dan kemarau lama.

2. Kuantitas aliran yang jauh berbeda antara air hujan dan air buangan domestik.

3. Air buangan umumnya memerlukan pengolahan terlebih dahulu, sedangkan air

hujan harus secepatnya dibuang ke badan penerima.

4. Fluktuasi debit (air buangan domestik dan limpasan air hujan) pada musim

kemarau dan musim hujan relatif besar.

15
5. Saluran air buangan dalam jaringan riol tertutup, sedangkan air hujan dapat

berupa polongan (conduit) atau berupa parit terbuka (ditch).

Kelebihan sistem ini adalah masing-masing sistem saluran mempunyai

dimensi yang relatif kecil sehingga memudahkan dalam konstruksi serta operasi

dan pemeliharaannya. Sedangkan kelemahannya adalah memerlukan tempat luas

untuk jaringan masing-masing sistem saluran (Gambar 2.5).

Gambar 2.5 Sistem Saluran Terpisah

2.2.4 Sistem Penyaluran Konvensional


Sistem penyaluran konvensional (conventional Sewer) merupakan

suatu jaringan perpipaan yang membawa air buangan ke suatu tempat berupa

bangunan pengolahan atau tempat pembuangan akhir seperti badan air penerima.

Sistem ini terdiri dari jaringan pipa persil, pipa lateral, dan pipa induk yang

melayani penduduk untuk suatu daerah pelayanan yang cukup luas (Maryam

Dewiandratika, Sistem penyaluran air limbah 2002). Setiap jaringan pipa

dilengkapi dengan lubang periksa manhole yang ditempatkan pada lokasi-lokasi

tertentu. Apabila kedalaman pipa tersebut mencapai 7 meter, maka air buangan

16
harus dinaikkan dengan pompa dan selanjutnya dialirkan secara gravitasi ke lokasi

pengolahan dengan mengandalkan kecepatan untuk membersihkan diri

(Gambar 2.6).

Syarat yang harus dipenuhi untuk penerapan sistem penyaluran konvensional:

 Suplai air bersih yang tinggi karena diperlukan untuk menggelontor.

 Diameter pipa minimal 100 mm, karena membawa padatan.

 Aliran dalam pipa harus aliran seragam.

 Slope pipa harus diatur sehingga V cleansing terpenuhi (0.6 m/det). Aliran

dalam saluran harus memiliki tinggi renang agar dapat mengalirkan padatan.

 Kecepatan maksimum pada penyaluran konvnsional 3m/detik.

Kelebihan sistem penyaluran konvensional adalah tidak diperlukannya suatu

tempat pengendapan padatan atau tangki septik. Sedangkan kekurangan dari

sistem penyaluran konvensional antara lain:

 Biaya konstruksi relatif mahal.

 Peraturan jaringan saluran akan sulit jika dikombinasikan dengan saluran

small bore sewer, karena dua sistem tersebut membawa air buangan dengan

karakteristik berbeda sehingga tidak boleh ada cabang dari sistem

konvensional bersambung ke saluran small bore sewer.

Daerah yang cocok untuk penerapan sistem penyaluran konvensional:

 Daerah yang sudah mempunyai sistem jaringan saluran konvensional atau

dekat dengan daerah yang punya sistem ini.

 Daerah yang mempunyai kepekaan lingkungan tinggi, misalnya daerah

perumahan mewah, pariwisata.

 Lokasi pemukiman baru, dimana penduduknya memiliki penghasilan

17
cukup tinggi, dan mampu membayar biaya operasional dan perawatan.

 Di pusat kota yang terdapat gedung-gedung bertingkat yang apabila tidak

dibangun jaringan saluran, akan diperlukan lahan untuk pembuangan dan

pengolahan sendiri.

 Di pusat kota, dengan kepadatan penduduk > 300 jiwa/ha dan umumnya

Penduduk menggunakan air tanah, serta lahan untuk pembuatan sistem

setempat sangat sulit dan permeabilitas tanah buruk.

Gambar 2.6 Sistem Penyaluran Konvensional

2.2.5 Sistem Riol Dangkal (shallow Sewer)


Shallow sewerage disebut juga Simplified sewerage atau Condominial

Sewerage. Perbedaannya dengan sistem konvensional adalah sistem ini

mengangkut air buangan dalam skala kecil dan pipa dipasang dengan slope lebih

landai (Maryam Dewiandratika, Sistem Penyaluran air limbah 2002 ). Perletakan

saluran ini biasanya diterapkan pada blok-blok rumah. Shallow sewer sangat

18
tergantung pada pembilasan air buangan untuk mengangkut buangan padat jika

dibandingkan dengan cara konvensional yang mengandalkan self clensing.

Sistem ini cocok diterapkan sebagai sewerage di daerah perkampungan

dengan kepadatan tinggi, tidak di lewati oleh kendaraan berat dan memiliki

kemiringan tanah sebesar 1% Shallow sewer harus dipertimbangkan untuk daerah

perkampungan dengan kepadatan penduduk tinggi dimana sebagian besar

penduduk sudah memiliki sambungan air bersih dan kamar mandi pribadi tanpa

pembuangan setempat yang memadai. Sistem ini melayani air buangan dari kamar

mandi, cucian, pipa servis, pipa lateral tanpa induk serta dilengkapi dengan

pengolahan mini.

(A) (B)

Gambar 2.7 Layout saluran Shallow Sewerage pada perumahan tidak


teratur (A) dan teratur (B).

2.2.6 Sistem Riol Ukuran Kecil/Small Bore Sewer


Saluran pada sistem riol ukuran kecil (small bore sewer) ini dirancang,

hanya untuk menerima bagian-bagian cair dari air buangan kamar mandi, cuci,

dapur dan limpahan air dari tangki septik, sehingga salurannya harus bebas zat

padat. Saluran tidak dirancang untuk self cleansing, dari segi ekonomis sistem ini

19
lebih murah dibandingkan dengan sistem konvensional (Maryam Dewiandratika,

sistem Penyaluran air limbah 2002).

Daerah pelayanan relatif lebih kecil, pipa yang dipasang hanya pipa

persil dan servis yang menuju lokasi pembuangan akhir, pipa lateral dan pipa

induk tidak diperlukan, kecuali untuk beberapa daerah perencanaan dengan

kepadatan penduduk sangat tinggi dan timbulan air buangan yang sangat besar.

Sistem ini dilengkapi dengan instalasi pengolahan sederhana (Gambar 2.8).

Syarat yang harus dipenuhi untuk penerapan sistem ini:

 Memerlukan tangki yang berfungsi untuk memisahkan padatan dan cairan ,

tangki ini biasanya tangki septik.

 Diameter pipa minimal 50 mm karena tidak membawa padatan.

 Aliran yang terjadi dapat bervariasi.

 Aliran yang terjadi dalam pipa tidak harus memenuhi kecepatan self

cleansing karena tidak harus membawa padatan.

 Kecepatan maksimum 3m/det.

Gambar 2.8 Skema Small Bore Sewer

Kelebihan Sistem Riol Ukuran Kecil:


 Cocok untuk daerah dengan kerapatan penduduk sedang sampai tinggi

terutama daerah yang telah menggunakan tangki septik tapi tanah sekitarnya

sudah tidak mampu lagi menyerap effluen tangki septik.

20
 Biaya pemeliharaan relatif murah.

 Mengurangi kebutuhan air, karena saluran tidak mengalirkan padatan.

 Mengurangi kebutuhan pengolahan misalnya screening.

 Biasanya dibutuhkan di daerah yang tidak mempunyai lahan untuk bidang

resapan atau bidang resapannya tidak efektif karena permebilitasnya jelek.

Kekurangan Sistem Riol Ukuran Kecil antara lain:

 Memerlukan lahan untuk tangki.

 Memungkinkan untuk terjadi clogging karena diameter pipa yang kecil.

2.2.7 Sistem Penyaluran Tercampur


Sistem penyaluran tercampur merupakan sistem pengumpulan air

buangan yang tercampur dengan air limpasan hujan (sugiharto 1987). Sistem ini

digunakan apabila daerah pelayanan merupakan daerah padat dan sangat terbatas

untuk membangun saluran air buangan yang terpisah dengan saluran air hujan,

debit masing–masing air buangan relatif kecil sehingga dapat disatukan, memiliki

kuantitas air buangan dan air hujan yang tidak jauh berbeda serta memiliki

fluktuasi curah hujan yang relatif kecil dari tahun ke tahun (Gambar 2.9).

Kelebihan sistem ini adalah hanya diperlukannya satu jaringan sistem

penyaluran air buangan sehingga dalam operasi dan pemeliharaannya akan lebih

ekonomis. Selain itu terjadi pengurangan konsentrasi pencemar air buangan

karena adanya pengenceran dari air hujan. Sedangkan kelemahannya adalah

diperlukannya perhitungan debit air hujan dan air buangan yang cermat. Selain itu

karena salurannya tertutup maka diperlukan ukuran riol yang berdiameter besar

serta luas lahan yang cukup luas untuk menempatkan instalasi pengolahan.

buangan.

21
Gambar 2.9 Sistem Penyaluran Tercampur

Gambar 2.9 Sistem Penyaluran Tercampur

2.2.8 Sistem Kombinasi


Pada sistem penyalurannya secara kombinasi dikenal juga dengan

istilah interceptor, dimana air buangan dan air hujan disalurkan bersama-sama

sampai tempat tertentu baik melalui saluran terbuka atau tertutup, tetapi sebelum

mencapai lokasi instalasi antara air buangan dan air hujan dipisahkan dengan

bangunan regulator ( Hardjosuprapto 2000).

Air buangan dimasukkan ke saluran pipa induk untuk disalurkan ke

lokasi pembuangan akhir, sedangkan air hujan langsung dialirkan ke badan air

penerima. Pada musim kemarau air buangan akan masuk seluruhnya ke pipa

induk dan tidak akan mencemari badan air penerima.

Sistem kombinasi ini cocok diterapkan di daerah yang dilalui sungai

yang airnya tidak dimanfaatkan lagi oleh penduduk sekitar, dan di darah yang

untuk program jangka panjang direncanakan akan diterapkan saluran secara

22
konvensional, karena itu pada tahap awal dapat dibangun saluran pipa induk yang

untuk sementara dapat dimanfaatkan sebagai saluran air hujan (Gambar 2.10).

Gambar 2.10 Sistem Penyaluran Kombinasi

2.3.Sistem Perpipaan
Pada umumnya sistem perpipaan penyaluran air buangan terdiri dari:

1. Pipa Persil

Pipa persil adalah pipa saluran yang umunya terletak di dalam rumah dan

langsung menerima air buangan dari instalasi plambing bangunan. Memiliki

diameter 3‖- 4‖, kemiringan pipa 2%. Teknis penyambungannya antara debit dari

persil dengan debit dari saluran pengumpul kecil sekali maka penyambungannya

tegak lurus.

2. Pipa Servis

Pipa servis adalah pipa saluran yang menerima air buangan dari pipa persil

yang kemudian akan menyalurkan air buangan tersebut ke pipa lateral. Diameter

pipa servis sekitar 6‖- 8‖, kemiringan pipa 0.5 - 1%. Lebar galian pemasangan

23
pipa servis minimal 0,45 m dan dengan kedalaman benam awal 0.6 m. Sebaiknya

pipa ini disambungkan ke pipa lateral di setiap manhole.

3. Pipa Lateral

Pipa lateral adalah pipa saluran yang menerima aliran dari pipa servis untuk

dialirkan ke pipa cabang, terletak di sepanjang jalan sekitar daerah pelayanan.

Diameter awal pipa lateral minimal 8‖, dengan kemiringan pipa sebesar 0,5 - 1%.

4. Pipa Cabang

Pipa cabang adalah pipa saluran yang menerima air buangan dari pipa-pipa

lateral. Diameternya bervariasi tergantung dari debit yang mengalir pada masing-

masing pipa. Kemiringan pipa asekitar 0,2 - 1%

5. Pipa Induk

Pipa induk adalah pipa utama yang menerima aliran air buangan dari pipa-pipa

cabang dan meneruskannya ke lokasi instalasi pengolahan air buangan.

Kemiringan pipanya sekitar 0,2 - 1 %.

2.4 Pola Jaringan Saluran


Pola –pola jaringan yang umunya diterapkan pada sistem penyaluran air

buangan (Ayi Fajarwati, penyaluran air buangan domestik 2000).

 Pola Perpendicular (Tegak Lurus)

Pola ini dapat diterapkan untuk sistem jaringan penyaluran air buangan

pada sistem terpisah maupun tercampur, namun pada pola ini banyak

diperlukan Bangunan Pengolahan Air Buangan (BPAB).

 Pola Interceptor

Pola interceptor adalah pola sistem campuran terkendali yaitu ke dalam

pipa riol hulu dimasukkan sejumlah tertentu air hujan dengan

24
pemasukkan terkendali. Ujung akhir riol hulu didesain melintas di atas

riol interceptor, sedangkan outfall bypassnya menuju badan air penerima

terdekat. Pola ini cocok untuk diterapkan di daerah pantai.

 Pola Zona

Pola Zona atau wilayah adalah pola yang diterapkan pada daerah

pelayanan yang terbagi dua oleh adanya sungai di daerah pelayanan,

dimana pipa penyebrangan atau siphon tidak mungkin atau sangat mahal

untuk dibangun.

 Pola Kipas

Pola kipas adalah pola yang dapat diterapkan pada daerah pelayanan

yang terletak di suatu lembah. Pada pola ini pengumpulan aliran ke arah

dalam dapat melalui lebih dari dua cabang saluran, yang kemudian

bersatu dalam pipa utama menuju suatu outfall atau BPAB.

 Pola Radial
Pada pola radial, pengumpulan aliran dilakukan ke segala arah ke arah

luar dimulai dari daerah tinggi, jalur yang ditempuh pendek-pendek

sehingga diperlukan banyak BPAB.

Pola jaringan riol ini dapat dilihat pada Gambar 2.12

a. Pola Interceptor

25
b. Pola Zona/wilayah

c. Pola Kipas

d.Pola Radial

Gambar 2.11 Pola Jaringan Riol

26
2.5 Bentuk dan Bahan Saluran
2.5.1 Bentuk Saluran
Dalam pemilihan bentuk saluran terdapat beberapa pertimbangan diantaranya:

 Segi konstruksi.

 Segi hidrolis pengaliran untuk menjamin pengaliran air buangan, kedalaman

berenang minimum untuk sistem konvensional dan kecepatan aliran

minimum harus terpenuhi.

 Ketersediaan tempat bagi penanaman saluran.

 Segi ekonomis dan teknis termasuk kemudahan memperoleh materialnya.

Bentuk saluran yang banyak digunakan dalam jaringan pengumpul air buangan

adalah lingkaran bulat dan telur.

1. Bentuk Lingkaran
Saluran bentuk lingkaran lebih banyak digunakan pada kondisi debit aliran

konstan dan aliran tertutup. Biasanya pipa persil dan servis berbentuk bulat

lingkaran.

Kondisi umum pengaliran saluran bulat lingkaran adalah:

V max tercapai pada saat d = 0.815 D

Q max tercapai pada saat d = 0.925 D

d d D

Gambar 2.12 Pipa Bulat Lingkaran

27
2. Bentuk Bulat Telur

Saluran bentuk bulat telur, digunakan pada kondisi debit aliran tidak konstan

dengan aliran tertutup dimana kondisi:

V max tercapai pada saat d = 0.89 D

Q max tercapai pada saat d = 0.94 D

d D

Gambar 2.13 Pipa Bulat Telur

Dari segi hidrolis, bentuk bulat telur ini mempunyai kelebihan:


 Kedalaman aliran lebih terjamin.

 Dapat mengatasi fluktuasi aliran dengan baik.

Kekurangan bentuk saluran ini:

 Pemasangan pipa bulat telur lebih rumit dan lebih lama.

 Mempunyai resiko tidak kedap yang lebih tinggi setelah penyambungan

 Sukar diperoleh.

 Harga pipa bulat telur lebih mahal.

 Satuan panjang pipa bulat telur lebih pendek daripada pipa bulat

Lingkaran sehingga pemasangannya tidak efisien.

28
2.5.2 Bahan Saluran
Pemilihan bahan pipa perlu diperhitungkan dengan cermat, mengingat di

negara - negara berkembang termasuk Indonesia, memiliki sumber daya bahan

bahan perlengkapan dan dana yang terbatas.

Beberapa faktor yang menjadi bahan pertimbangan pemilihan bahan pipa adalah:

 Kondisi lapangan, drainase, topografi tanah.

 Sifat aliran dalam pipa, koefisien gesekan.

 Lifetime yang di harapkan.

 Tahan gesekan, asam,alkali,gas dan pelarut.

 Mudah penanganan dan pemasangannya.

 Kekuatan struktur dan tahan terhadap korosi tanah.

 Jenis sambungan saluran kemudahan pemasangannya serta kedap air dan

Mudah diperoleh di pasaran.

 Tersedianya bahan, adanya pabrik pembuatan dan perlengkapannya.

 Tersedianya pekerja terampil dan tenaga ahli dalam riolering sehingga dapat

memilih pipa yang tepat dan ekonomis.

Dalam penyaluran air buangan ada beberapa bahan pipa yang biasa digunakan,
yaitu:
 Pipa tanah liat (clay pipe).

 Pipa beton (concrete pipe).

 Pipa asbes (asbestos cement pipe).

 Pipa besi (cast iron).

 Pipa HDPE (High Density Polythilen).

 Pipa PVC (Polyvinil Chlorida).

29
Berikut adalah tabel perbandingan bahan saluran yang dapat dijadikan

pertimbangan dalam pemilihan bahan saluran:

Tabel 2.1 Perbandingan Bahan Saluran

Bahan Diameter Panjang Standar Korosif Kekuatan Jenis


(inch) (m) Dan sambungan
erosi
1.Reinforced 12 -144 1.2-7.4 ASTMC Tidak Kuat Bell spigot
Concrete 76 Tahan

2. Tanah Liat 4 – 48 1-2 ASTMC Tahan Mudah Mortar,


700 pecah rubber gasket

3. Pipa 4 – 42 2.5 AWWA Tidak Kuat Colar,


Asbes C tahan rubber ring
400
4. Cast Iron 2 – 48 6.1 AWWA Tidak Sangat Bellspigot,
C tahan kuat Flanged
100 Mechanical
5. Pipa Baja 8 – 252 1.2 -4.6 AWWA Tidak Kuat Bell
C tahan spigot,socket
200
6. PVC 4 – 15 3.2 ASTMD Tahan Cukup Flexible,
302 rubber,gasket

7. HDPE 6 – 36 6.3 ASTM Tahan Kuat Rubbergasket


D3212 ,tightbell,
coupler.
Sumber Metcalf & Eddy ,1991.

2.6 Penempatan dan Pemasangan Saluran


Berikut adalah beberapa alternatif penempatan dan pemasangan saluran

berdasarkan keadaan/kondisi daerah pelayanan.

 Perletakan saluran dilakukan di tengah jalan, bila bagian kiri dan kanan

jalan terdapat jumlah rumah yang hampir sama banyak.

 Perletakan saluran dilakukan pada jalan yang satu bagian sisi mempunyai

jumlah rumah yang lebih banyak daripada sisi lainnya, saluran

ditempatkan pada sisi jalan dengan jumlah rumah terbanyak.

30
 Saluran dapat diletakkan pada kiri dan kanan jalan jika kedua sisi jalan

tersebut terdapat banyak sekali rumah atau bangunan.

 Untuk jalan dengan letak rumah atau bangunan di satu sisi lebih tinggi dari

sisi lainnya, perletakan saluran dilakukan pada sisi jalan yang mempunyai

elevasi lebih tinggi.

 Untuk jalan dengan kondisi jumlah bangunan sama banyak di kedua

sisinya dan mempunyai elevasi lebih inggi dari jalan, maka penempatan

saluran dilakukan di tengah jalan.

a.

b.

c.

d.

31
e.

Gambar 2.14 Penempatan dan Pemasangan Saluran

2.7 Kedalaman Penanaman Pipa


Kedalaman penanaman pipa air buangan tergantung dari fungsi pipa itu

sendiri. Jenis pipa menurut fungsinya adalah pipa persil, servis, lateral, dan induk.

Kedalaman awal pemasangan pipa:

 Pipa Persil → (0.45-1.00) meter dari permukaan tanah.

 Pipa Servis → (0.88-1.20) meter dari permukaan tanah.

 Pipa awal lateral → (0.88-1.20) meter dari permukaan tanah.

Kedalaman akhir benam maksimum pipa induk dan cabang disyaratkan tidak

lebih dari 7 meter jika lebih dari 7 meter maka harus dinaikkan dengan pompa.

2.8 Tinjauan Hidrolika Aliran Dalam SPAB


2.8.1 Jenis Aliran
Jenis aliran yang berlangsung dalam sistem penyaluran air buangan:

a. Aliran Terbuka

Terjadi pada seluruh perpipaan air buangan. Karakteristik dari aliran terbuka

ini adalah:

 Alirannya secara gravitasi.

32
 Unsteady (debit berubah terhadap waktu) dan kadang – kadang non-

uniform (tidak seragam).

 Alirannya harus dapat menangkut material-material yang terkandung

dalam air buangan.

b. Aliran air buangan bertekanan hidrolis.


Terjadi pada pipa siphon dan pipa perpompaan. Karakteristik dari aliran ini

adalah:

 Alirannya berlangsung karena tekanan hidrolis.

 Steady dan uniform.

 Waktu berlangsungnya harus singkat (<10 menit) untuk mencegah

septik. Bila melebihi 10 menit harus diinjeksikan udara dengan debit

1liter/menit/mm diameter pipa.

2.8.2 Persyaratan Aliran Air Buangan.


Aliran dalam perpipaan air buangan terutama untuk sistem konvensional

(untuk sistem small bore sewer tidak diharuskan) harus memenuhi persyaratan:

 Self cleansing.

 Bebas dari terbentuknya H2S dan endapan.

 Tidak menggerus.

1. Aliran yang self cleansing


Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk aliran self cleansing (terutama

untuk sistem konvensional, untuk sistem small bore sewer tidak diharuskan) yaitu:

33
 Aliran yang self cleansing harus memenuhi kriteria aliran dengan tegangan

geser(Tc) sebesar = 0.33 – 0.38 kg/m.Kecepatan aliran terendah pada saat

debit puncak berlangsung harus berkisar antara 0.6 – 3.0 m/detik.

 Kecepatan alirannya tidak mengakibatkan timbulnya gas hydrogen sulfide

dan endapan.

Tabel 2.2 Kemiringan Saluran untuk Tiap Diameter.


No Diameter (Φ) Kemiringan (%) Tipikal

Inch mm
1 4 100 0.45 – 7.4 1.2
2 6 150 0.40 – 4.93 0.6
3 8 200 0.39 – 3.70 0.4
4 10 250 0.29 – 2.96 0.38
5 12 300 0.22 – 2.47 0.37
6 14 350 0.17 – 2.11 0.37
7 15 400 0.15 – 1.85 0.36
8 16 410 0.14 – 1.64 0.36
9 18 460 0.12 – 1.64 0.36
10 21 530 0.10 – 1.34 0.36
11 24 610 0.08 – 1.23 0.36
12 27 690 0.07 – 1.06 0.35
13 30 760 0.06 – 2.99 0.35
14 36 910 0.05 – 0.82 0.35
15 42 1050 0.04 – 0.74 0.35
16 48 1200 0.03 – 0.74 0.35
17 54 1370 0.03 – 0.74 0.35
Sumber: Metcalf &Eddy, 1991.

34
2. Aliran yang tidak menggerus

Penggerusan pada dinding perpipaan terjadi bila:

 Aliran melebihi batas kecepatan maksimal (V > 3 m/det)

 Terjadi aliran krirtis apabila aliran memiliki nilai bilangan Froude, Fr=1.

Bila Fr > 1 maka aliran bersifat super kritis, kondisi seperti ini dapat

merusak saluran dikarenakan kecepatan alirannya tinggi serta menimbulka

turbulensi yang memungkinkan terjadinya penggerusan serta terjadi

olakan yang cukup efektif untuk mempermudah lepasnya H2S dari air.

 Aliran kritis dalam SPAB terjadi pada:


a. Perubahan kemiringan saluran

Pada perubahan kemiringan (di manhole) akan terjadi perubahan garis

energi yang mempengaruhi karakteristik aliran. Persamaan kedalaman

kritis.

Dc/D = 0.9/(q/A(gd)0.54)...........................................................(2.1)

Keterangan:

Dc :Kedalaman kritis

D :Diameter

Q :Debit (m3/detik)

b. Loncatan Hidrolis
Loncatan hidrolis perlu diperhatikan karena pada kondisi ini terjadi

turbulensi sehingga gas yang terlarut dalam air buangan akan terlepas

ke udara dan akan mengakibatkan kerusakan dinding pipa baik akibat

korosifitas maupun gaya gesek aliran turbulensi. Dalam perencanaan

penyaluran air buangan, loncatan kuat yang turbulen harus dihindari

35
karena memiliki bilangan froude > 2.5 yang mencerminkan aliran yang

turbulen.

c. Terjunan

Terjunan sangat berpotensial menimbulkan kerusakan pipa, untuk

mengatasinya diusahakan pendesainan kemiringan saluran di hilir

sekecil mungkin, yang akan mengakibatkan panjang loncatan diperkecil

dan kedalaman meningkat sehingga efek loncatan dapat diperkecil

(Fr kecil). Dalam SPAB terjunan biasanya terjadi pada drop manhole.

d. Belokan

Yang perlu diperhatikan dari belokan adalah kehilangan tekan akibat

perubahan arah oleh karena itu dalam perancangan, kehilangan tekan

yang besar harus dihindari.

e.Pertemuan dua ruas saluran

Yang perlu diperhatikan pada pertemuan dua saluran ini adalah kondisi

aliran sebelum dan sesudah pertemuan, tetap berlangsung seragam dan

tidak mengalami perubahan karakteristik aliran.

2.8.3 Dasar – Dasar Perhitungan


1. Persamaan Kontinutas
Untuk suatu aliran tunak (steady), persamaan kontinuitas adalah sebagai berikut:

Q = A x v = konstan..........................................................(2.2)

Keterangan: Q : Debit aliran (m3/detik)

A : Luas penampang melintang saluran (m2)

V : Kecepatan aliran (m/detik)

36
2. Dimensi Saluran

Setelah didapatkan debit aliran puncak dalam setiap sektor pelayanan

kemudian dikalikan suatu faktor sehingga didapatkan debit pada saat penuh, baru

dilakukan pendimensian pipa, yang pertama kali yang dilakukan dalam

pendimensian adalah menghitung kemiringan tanah, yang dihitung dengan

persamaan.

St = (E1-E2)/L..............................................(2.3)

Keterangan: St : slope tanah

E1 : elevasi tanah hulu (m)

E2 : elevasi tanah hilir (m)

L : jarak (m)

Setelah kemiringan tanah diketahui, akan didapatkan kemiringan saluran.

Kemiringan saluran awal bisa diperkirakan dengan menganggap pipa induk

sebagai satu pipa yang panjang. Kedalaman penanaman pipa di awal dan di akhir

ditentukan. Setelah itu dihitung kemiringannya dengan persamaan diatas. Untuk

menentukan kecepatan aliran digunakan Nomogram Manning, dengan

menggunakan nilai kemiringan yang telah didapat. Jika kecepatan aliran tidak

memenuhi syarat maka perhitungan dimulai lagi dengan cara menetapkan

kecepatan yang memenuhi syarat pengaliran terlebih dahulu. Di dalam metode ini

digunakan istilah kecepatan penuh sebagai media perhitungan.

Perhitungan dimensi pipa secara detail dilakukan setelah didapat kecepatan

aliran yang memenuhi syarat. Persamaan yang di gunakan untuk mendapatkan

dimensi pipa adalah sebagai berikut:

37
V = 1/n x R2/3 x S1/2 ...........................................(2.4)
Keterangan:
V : Kecepatan aliran (m/det)
Q : Debit aliran (m3/det)
n : Koefisien kekasaran
A : Luas penampang basah aliran
R : Jari-jari hidrolis aliran (m2)
S : Kemiringan saluran
D : Diameter pipa (m)

Jika kecepatan aliran air buangan diinginkan untuk memenuhi persyaratan

kecepatan swa bersih, maka persamaan lain yang dapat digunakan adalah sebagai

berikut:

D = 1.23 (Qpb)0.4.......................................(2.5)

Keterangan:

D : Diameter Pipa (m)

Qpb : Debit puncak musim basah (m3/detik)

2.8.4 Fluktuasi Pengaliran

Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kuantitas air buangan dan menjadi

pertimbangan dalam perhitungan yaitu:

 Sumber air buangan

 Besarnya pemakaian air minum

 Besarnya curah hujan

38
Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka dalam perencanaan saluran air

buangan ada beberapa jenis debit air buangan yang menjadi dasar penentuan

yaitu:

 Debit rata-rata air buangan (Qr)

 Debit inflow (Qinf)

 Debit harian maksimum harian (Qmd)

 Debit puncak air buangan (Qpeak)

 Debit minimum air buangan (Qmin)

1. Debit Rata-Rata (Qr)


Debit rata-rata air buangan yang berasal dari rumah tangga, fasilitas

umum, fasilitas komersil dalam sebuah kota. Dari semua fasilitas tersebut, tidak

semua terbuang menjadi air buangan dan terkumpul di saluran. Hal ini disebabkan

karena beragamnya aktivitas yang dilakukan manusia. Menurut literatur, faktor

timbulan air buangan berkisar antara 50%-80%. Untuk menghitung debit rata-rata

digunakan persamaan berikut:

Qr = Fab x Qam...................................................(2.6)

Keterangan:

Qr : Debit rata – rata air buangan (L/detik)

Fab : Faktor timbulan air buangan

Qam : Besarnya kebutuhan rata-rata air minum (L/det)

39
2.Debit Rata-Rata Non Domestik
Debit rata-rata non domestik adalah debit air buangan yang berasal dari

fasilitas umum, institusional, industri dan pemerintahan. Besarnya debit air

buangan non domestik tergantung dari pemakaian air dan jumlah penghuni

fasilitas-fasilitas tersebut.

Qnd = Fab x Qam(nd).......................................... .(2.7)

Keterangan:

Qnd : Debit rata-rata air buangan non domestik (L/detik).

Fab : Faktor timbulan air buangan.

Qam(nd) : Besarnya kebutuhan rata-rata air minum non domestik.

3. Debit Infiltrasi
Dalam suatu sistem penyaluran air buangan, terdapat kemungkinan

terjadinya pertambahan jumlah air yang masuk ke saluran yang berasal dari

infiltrasi air tanah dan resapan air hujan. Dalam kondisi ideal, air yang masuk

maupun keluar dari sistem penyaluran tidak dibenarkan, tetapi infiltrasi tidak

dapat dihindarkan sepenuhnya karena hal berikut:

 Jenis-jenis bahan saluran dan bahan sambungan yang digunakan.

 Pengerjaaan sambungan pipa yang kurang sempurna.

 Kondisi tanah dan air tanah.

Persamaan yang dipakai untuk menghitung debit infiltrasi yaitu:

Qinf = Cr.P.Qr + L.qinf...........................................(2.8)

Keterangan:

Qinf : Debit infiltrasi (L/detik)

Qr : Debit rata-rata air buangan (L/detik)

40
qinf : Debit inflow (L/detik)

Cr : Koef.infiltrasi rata-rata daerah persil = 0.2-0.3

P : Populasi

L : Panjang lajur pipa lateral (km).

4. Debit Puncak (Qpeak)


Debit puncak didapat dari hasil perkalian antara faktor puncak dengan

debit rata-rata. Untuk menghitung faktor puncak dari beberapa literatur diketahui

sebagai berikut:

1. Persamaan Babbit Fp = 5/P0.2.......................................(2.9)

2. Persamaan Harmon Fp = 14/(4+p0.5)..............................(2.10)

3. Persamaan Fair & Geyer Fp = (18+(P)0.5)/(4+P)0.5).............. (2.11)

4. Persamaan Melbourne & Metropolitan Board Of Works (MMBW)

Fp = (2.25+(15x106)/P1.414)1/6....................................................(2.12)

Keterangan:

Fp : Faktor puncak.

P : Jumlah Penduduk.

Untuk mencapai debit puncak, persamaan yang digunakan adalah:

Qpeak = Fp x Qmd + Cr.P.Qr + L/.qinf..........(2.13)

Keterangan:

P : Jumlah Populasi yang dilayani ( jiwa).

Qmd : Debit maksimal = 1.15 Qr (L/detik)

Qr : Debit rata-rata (L/detik)

L : Panjang pipa (m).

Cr : Koefisien infiltrasi daerah persil = 0.2

qinf : Debit Infiltrasi

41
5. Debit Minimum Air Buangan (Qmin)
Debit minimum adalah debit air buangan pada saat pemakaian air

minimum. Debit minimum ini digunakan dalam menentukan kedalaman

minimum, untuk menentukan perlu tidaknya penggelontoran.

2.9 Beban di Atas Saluran

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya pembebanan pada saluran:

1. Kedalaman pemasangan saluran.

2. Lebar Galian.

3. Berat dan kerapatan tanah penimbun.

4. Volume beban bergerak di atas saluran.

a. Pembebanan Saluran Akibat Beban Diam

Besarnya beban vertikal pada saluran akibat timbunan dihitung dengan

persamaan Marston.

W = c x w x B2 ...........................................(2.14)

Keterangan:

W : Beban diatas pipa ( Newton/m).

C : koefisien pembebanan tergantung jenis tanah dan perbandingan kedalaman

dan lebar pasir galian.

W : berat jenis tanah penimbunan (Kg/m3).

B : 1.5d + c → d: diameter pipa (m).

42
b. Pembebanan saluran akibat beban bergerak (Roda Kendaraan)

Pembebanan saluran akibat beban bergerak diperhitungkan sebagai persentase

dari beban diam. Sedangkan total pembebanan yang diterima saluran adalah

penjumlahan dari pembebanan akibat beban diam dan akibat beban bergerak.

2.10 Perlengkapan Saluran

2.10.1 Manhole

Manhole adalah salah satu bangunan perlengkap sistem penyaluran air

buangan yang berfungsi sebagai tempat memeriksa, memperbaiki, dan

membersihkan saluran dari kotoran yang mengendap dan benda-benda yang

tersangkut selama pengaliran, serta untuk mempertemukan beberapa cabang

saluran, baik dengan ketinggian sama maupun berbeda.

Manhole dapat ditempatkan pada:

 Permulaan saluran lateral.

 Setiap perubahan arah: vertikal, yaitu pada ketinggian terjunan lebih besar dari

dua kali diameter digunakan jenis drop manhole. Horizontal, pada belokan

lebih besar 22.50.

 Setiap perubahan diameter.

 Setiap perubahan bangunan.

 Setiap pertemuan atau percabangan beberapa pipa.

 Setiap terjadi perubahan kemiringan lebih besar dari 450.

 Sepanjang jalan lurus, dengan jarak tertentu dan sangat tergantung pada

diameter saluran.

43
a. Penempatan dan jarak antar Manhole
Berikut adalah tabel jarak perletakan manhole menurut diameter saluran.
Tabel 2.3 Jarak Manhole Menurut Diameter
Diameter (mm) Jarak Antar Manhole (m)
< 200 50 – 100
200 – 500 100 – 125
500 – 1000 125 – 150
>1000 150 – 200

Sumber: Hardjosuprapto, 2000.

Salah satu syarat utama manhole adalah besarnya diameter manhole harus

cukup untuk pekerja dan peralatannya masuk kedalam serta dapat mudah

melakukan pekerjaannya, diameter manhole bervariasi sesuai dengan kedalaman

manhole.

Berikut adalah tabel ukuran diameter manhole menurut kedalaman:

Tabel 2.4 Diameter manhole menurut kedalaman


Kedalaman (m) Diameter (m)

< 0.8 0.75


0.8 – 2.5 1.00 – 1.20
> 2.5 1.20 – 1.80
Sumber: Hardjosuprapto, 2000.

b. Bentuk dan Dimensi Manhole


Terdapat beberapa bentuk manhole yang dapat digunakan untuk daerah

pelayanan dengan kondisi tertentu:

1. Bentuk persegi panjang atau bujur sangkar, digunakan apabila

- Beban yang diterima kecil.

44
- Kedalaman kecil (75-90 cm).

- Pada bangunan siphon, dimensi 60 cm x 75 cm, 75 cm x 75 cm tidak

memerlukan tangga karena pengoperasiannya cukup dari permukaan tanah.

2. Bentuk bulat, digunakan apabila

- Beban yang diterima besar, baik vertikal maupun horizontal.

- Kedalaman besar.

- Dimensinya berdasarkan kedalaman.

c. Kriteria Manhole

Berikut adalah kriteria/persyaratan manhole:

 Manhole harus ditutup dengan tutup yang dilengkapi kunci, agar tidak

dibuka/dicuri oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

 Bersifat padat dan kokoh.

 Kuat menahan gaya-gaya dari luar.

 Accessibility tinggi, tangga dari bahan anti korosi.

 Dinding dan pondasinya kedap air.

 Terbuat dari beton atau pasangan batu kali. Jika diameternya > 2.50 m,

konstruksinya beton bertulang.

 Bagian atas dinding manhole, sebagai perletakan tutup manhole, merupakan

konstruksi yang flexibel, agar dapat selalu disesuaikan dengan level

permukaan jalan yang mungkin berubah, sehingga tutup manhole tidak

menonjol atau tenggelam terhadap permukaan jalan.

45
d. Konstruksi Manhole

Ketebalan dinding manhole serta lantai kerja tergantung pada:

 Kedalaman.

 Kondisi Tanah.

 Beban yang diterima.

 Material yang digunakan.

Umumnya ketebalan manhole adalah 5‖ – 9‖ (125–225 mm )

Perumusan ketebalan dinding

T = 2 + d/2 (inchi)

D = diameter manhole (ft)

Bahan yang digunakan adalah konstruksi beton, pasangan batu kali, pasangan batu

bata. Pada bagian atasnya digunakan ‗precast concrete‘.

e. Lantai Kerja
Persyaratan lantai kerja adalah luasnya cukup untuk orang berdiri dan

menyimpan peralatan pembersih. Kemiringan lantai dasar 8%. Persyaratan

ketebalan lantai dasar sama dengan ketebalan dinding manhole. Untuk saluran

berdiameter besar, lantai dasarnya berupa papan injakan yang ditempatkan

melintang saluran atau pada salah satu dinding manhole.

f. Saluran pada manhole


Saluran pada manhole dapat berbentuk U (U-shaped) atau setengah

lingkaran. Kedalaman saluran sama dengan diameter pipa air buangan agar tidak

terjadi luapan pada lantai dasar. Kemiringan salurannya 2.5%. Permukaan saluran

46
dilapisi dengan semen sehingga halus. Untuk kondisi tanah yang buruk,

digunakan sambungan flexible point.

2.10.2 Drop Manhole


Drop Manhole adalah bangunan yang dipasang jika elevasi permukaan air

pada riol penerima lebih rendah dan mempunyai perbedaan ketinggian lebih besar

dari 0.6 meter (2 ft) terhadap dasar riol pemasukkannya dalam satu manhole

pertemuan. Sebelum sampai di riol pertemuan itu, riol pemasukkannya harus

dibelokkan terlebih dahulu miring atau vertikal ke bawah di luar manhole dengan

sambungan Y atau T.

Drop Manhole berfungsi untuk menghindari terjadinya spalshing air

buangan yang dapat merusak dasar manhole serta mengganggu operator. Selain

itu drop manhole pun berfungsi untuk mengurangi pelepasan H2S yang terbentuk

dalam saluran.

Dua jenis drop manhole yang sering digunakan:

a. Tipe Z (pipa drop 900)

b. Tipe Y (pipa drop 450)

2.10.3 Terminal Clean Out


Cleanout adalah bangunan pelengkap saluran yang biasanya diletakkan

pada ujung awal saluran, pada jarak 150-200 ft dari manhole. Jarak antar

cleanout berkisar 250-300 ft. Cleanout berfungsi sebagai:

 Tempat untuk memasukkan alat pembersih ujung awal pipa

servis/lateral.

 Tempat memasukkan alat penerangan saat dilakukan pemeriksaan.

47
 Tempat pemasukkan air penggelontor sewaktu diperlukan.

 Menunjang kinerja manhole dan bangunan penggelontor.

 Turut berperan dalam proses sirkulasi udara.

 Ukuran pipa terminal cleanout sama dengan diameter pipa air buangan

namun untuk menghemat biaya digunakan pipa tegak berdiameter 8‖.

2.10.4 Siphon
Siphon merupakan bangunan perlintasan aliran dengan defleksi vertikal /

miring. Misalnya, bila saluran harus melintasi sungai, jalan kereta api, jalan raya

rendah, saluran irigasi, lembah, dan sebagainya, dimana elevasi dasarnya lebih

rendah dari elevasi dasar saluran riol.

a. Kriteria perencanaan

 Diameter minimum 15 cm namun untuk memberikan kecepatan yang lebih

tinggi diameter bisa lebih kecil (minimal 10 cm) namun untuk

menghindari penyumbatan siphon harus dilengkapi pipa penguras (drain).

 Pipa harus terisi penuh.

 Kecepatan pengaliran harus konstan agar mampu menghanyutkan kotoran

atau buangan padat, kecepatan desain biasanya lebih besar (0.6-0.9)

m/detik.

 Dibuat tidak terlalu tajam agar mudah dalam pemeliharaan.

 Perencanaan harus mempertimbangkan debit minimum, rata-rata, dan

maksimum.

 Pada awal dan akhir siphon harus dibuat sumur pemeriksaan untuk

memudahkan pembersihan.

48
b. Pendimensian
Dimensi pipa siphon dapat dihitung dengan persamaan kontinuitas

Q = A.V=1/4 π D2 ............................................(2.15)

Keterangan:

Q : Debit air buangan (m3/detik)

V : Kecepatan aliran dalam siphon (m/detik)

D : Diameter pipa siphon (m)

c. Kehilangan Tekanan
Kehilangan tekanan dalam siphon berperan dalam perencanaan siphon, dengan

mengetahui kehilangan tekanan maka perbedaan ketinggian awal dan akhir

saluran siphon dapat ditentukan dengan tepat. Berikut persamaan untuk

menentukan kehilangan tekanan:

h = v2/2g (1+a+b.L/D).....................................................(2.16)

a = 1/v-1

b = 1,5 (0.019819+0.0005078)

Keterangan:
h : Kehilangan tekanan sepanjang siphon

a : Koefisien kontraksi pada mulut dan belokan pipa

b : Koefisien gaya gesek antar air dengan pipa

L : Panjang pipa

D : Diameter pipa

Agar pengaliran berjalan lancar, elevasi awal siphon harus lebih tinggi dari

elevasi akhir siphon. Tinggi yang dibutuhkan adalah headloss selama pengaliran

yang berasal dari entrance loss, headloss sepanjang pipa dan headloss dibelokan.

49
d. Inlet Chamber

Inlet chamber berfungsi sebagai bangunan peralihan dari pipa air buangan yang

sifat alirannya terbuka menuju pipa siphon yang sifat alirannya bertekanan, selain

itu inlet chamber pun berfungsi untuk mendistribusikan air buangan ke dalam

masing-masing pipa siphon sesuai dengan kondisi alirannya. Inlet chamber

berbentuk bujur sangkar atau persegi panjang yang dilengkapi dengan unit

pembagi aliran.

Dimensi:

 Lebar = diameter pipa air buangan + diameter pipa siphon aliran rata-rata

+ diameter pipa siphon aliran max + 2‖.

 Panjangnya disesuaikan dengan panjang manhole.

 Ketinggiannya diatur sedemikian rupa sehingga tidak terjadi overflow ke

dalam manhole di sampingnya.

e. Outlet chamber

Fungsi outlet chamber adalah kebalikan dari inlet chamber. Bentuk dimensinya

sama dengan inlet chamber hanya dilengkapi dengan sekat dan terjunan agar

alirannya tidak kembali masuk ke pipa siphon lainnya. Dimensi sekat memiliki

ketinggian yang disesuaikan dengan kedalaman alirannya sedangkan ketinggian

terjunan dipertimbangkan terhadap kedalaman penanaman pipa air buangan.

50
f. Drain

Untuk pembersihan pipa bagian dasar, diperlukan pipa drain yang menyalurkan

kotorannya ke bak penampung yang terdapat dalam manhole, selanjutnya

dipompa. Bentuknya berupa pipa horizontal yang dihubungkan dengan pipa

siphon dan menggunakan ‗Y connection‘ serta dilengkapi dengan valve.

Diameternya sama dengan diameter pipa siphon. Tempat penyambungannya pada

bagian sisi pipa siphon yang menurun.

2.10.5 Bangunan Penggelontor

Bangunan penggelontor berfungsi untuk mencegah pengendapan kotoran

dalam saluran, mencegah pembusukkan kotoran dalam saluran, dan menjaga

kedalaman air pada saluran. Penggelontoran diperlukan untuk penyaluran air

buangan dengan sistem konvensional, sementara penyaluran air buangan dengan

menggunakan sistem Small Bore Sewer (SBS), tidak memerlukan

penggelontoran, karena pipa saluran hanya mengalirkan effluent cair dari air

buangan tidak berikut padatannya.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan pada bangunan penggelontor ini adalah, air

penggelontor harus bersih tidak mengandung lumpur, pasir, dan tidak asam. Basa

atau asin, selain itu air penggelontor tidak boleh mengotori saluran.

a. Jenis Penggelontoran

Berdasarkan kontinuitasnya, penggelontoran dibagi menjadi dua:

1. Sistem Kontinu

Penggelontoran dengan sistem kontinu, adalah sistem dimana penggelontoran

dilakukan secara terus menerus dengan debit konstan. Dalam perencanaan

51
dimensi saluran tambahan debit air buangan dari penggelontoran harus

diperhitungkan.

Dengan menggunakan sistem kontinu maka, kedalaman renang selalu tercapai,

kecepatan aliran dapat diatur, syarat pengaliran dapat terpenuhi, tidak memerlukan

bangunan penggelontor di sepanjang jalur pipa, tetapi cukup berupa bangunan

pada awal saluran atau dapat berupa terminal cleanout yang dihubungkan dengan

pipa transmisi air penggelontor. Selain itu, kelebihan dari penggunaan sistem

kontinu ini adalah kemungkinan saluran tersumbat kecil, dapat terjadi

pengenceran air buangan, serta pengoperasiannya mudah.

Sedangkan kekurangannya yaitu, debit penggelontoran yang konstan

memerlukan dimensi saluran lebih besar, terjadi penambahan beban hidrolis pada

BPAB.

2. Sistem Periodik
Dalam sistem periodik, penggelontoran dilakukan secara berkala pada kondisi

aliran minimum. Penggelontoran dilakukan minimal sekali dalam sehari. Dengan

sistem periodik, penggelontoran dapat diatur sewaktu diperlukan, debit gelontor

akan sesuai dengan kebutuhan.

Dimensi saluran relatif tidak besar karena debit gelontor tidak diperhitungkan.

Penggunaan sistem penggelontoran secara periodik, akan menyebabkan lebih

banyaknya unit bangunan penggelontor di sepanjang saluran, selain itu ada

kemungkinan pula saluran tersumbat oleh kotoran yang tertinggal.

b. Volume Air Penggelontor

Volume air gelontor tergantung pada:

 Diameter saluran yang digelontor

52
 Panjang pipa yang digelontor

 Kedalaman minimum aliran pada pipa yang digelontor.

Untuk perencanaan penggelontoran sistem kontinu perhitungannya dilakukan

bersama dengan perhitungan dimensi penyaluran air buangan, sedangkan untuk

sistem periodik perhitungan perencanaannya sebagai berikut:

V gelontor = tg x Qg...............................................(2.17)

Keterangan:

V gelontor : Volume air gelontor (m3)

Tg : Waktu gelontor (detik)

Qg : Debit air gelontor (m3/detik)

c. Alternatif Sumber Air Penggelontor


Air penggelontor dapat berasal dari berbagai sumber. Air penggelontor dapat

berasal dari air buangan dalam pipa riol itu sendiri atau air dari luar seperti air

tanah, air hujan, air PDAM, air sungai, danau dan sebagainya. Air penggelontor

yang dari luar harus tawar (bukan air asin), untuk menghindari terjadinya

penambahan kadar endapan/suspensi atau kadar kekerasan dan kontaminan yang

lebih besar.

2.10.6 Junction dan Transition


Junction adalah bangunan pelengkap yang berfungsi untuk

menyambungkan satu atau lebih saluran pada satu titik temu dengan saluran

induk. Junction ini dilengkapi dengan manhole agar memudahkan pemeliharaan,

karena penyumbatan akibat akumulasi lumpur sering terjadi.

53
Transition adalah bangunan pelengkap yang berfungsi untuk menyambung

saluran bila terjadi perubahan diameter dan kemiringan. Transition juga

dilengkapi dengan manhole.

Junction dan transition dapat menyebabkan berkurangnya energi aliran, untuk

memperkecil kehilangan energi, maka perlu dipenuhi kriteria-kriteria sebagai

berikut:

 Kecepatan aliran dari setiap saluran yang bersatu harus seragam

 Dinding saluran dibuat selicin mungkin

 Perubahan sudut aliran pada junction tiadak boleh terlalu tajam. Sudut

pertemuan antara saluran yang masuk (saluran cabang) dan saluran yang

keluar (saluran utama) maksimum 450.

2.10.7 Belokan
Dalam pembuatan belokan harus diperhatikan beberapa hal, yaitu:

 Dinding saluran harus selicin mungkin.

 Bentuk saluran harus seragam, baik radius maupun kemiringan saluran.

 Untuk mempermudah pemeriksaan terhadap clogging, perlu dibuat

manhole.

 Untuk meminimalisir kehilangan energi akibat belokan, maka perlu

dihindari radius lengkung belokan yang sangat pendek. Batas bentuk

radius lengkungan dari pusat adalah lebih besar dari 3 kali diameter

saluran.

 Dihindari adanya perubahan penampang melintang saluran.

54
2.10.8 Stasiun pompa
Stasiun pompa terdiri sumuran pengumpul (wet well / sump well) yang

berfungsi sebagai suatu reservoir penyeimbang untuk menahan perbedaan volume

air buangan yang masuk dan volume air buangan yang dapat dikeluarkan pompa,

juga sebagai bak ekualisasi untuk memperkecil beban fluktuasi pompa. Jumlah

dan lokasi stasiun pompa biasanya ditentukan dari perbandingan biaya konstruksi

dan operasi serta perawatan, dengan biaya konstruksi dan perawatan saluran

berdiameter besar dan dangkal. Jenis pompa untuk air buangan diantaranya:

1) Pompa sentrifugal

2) Pneumatic ejector

3) Screw pump

Untuk penyaluran air buangan, umumnya digunakan pompa sentrifugal

bertipe non clogging, yang dapat membawa air buangan yang mengandung

partikel padat. Klasifikasi pompa sentrifugal:

1) Axial flow/propeller pumps

2) Mixed flow/angle flow

3) Radial flow pump

Penggolongan klasifikasi pompa ini biasanya ditentukan oleh spesifik speed (Ns)

pada titik efisiensi maksimum dan dapat dilihat sebagai berikut :

Ns = N.Q1/2 (H3/4)...................................................(2.18)

Keterangan:

N : Rotasi impeller (rpm)

Q : Debit pada efisiensi optimum

H : Total head (feet)

Operasi pompa sentrifugal pada Ns yang rendah mempunyai efisiensi yang tinggi.

55
2.10.9 Ventilasi

Ventilasi adalah bangunan pelengkap sistem penyaluran air buangan yang

berfungsi:

 Untuk mencegah terakumulasinya gas-gas yang eksplosif dan juga gas-gas

yang korosif.

 Untuk mencegah terlepasnya gas-gas berbau yang terkumpul pada saluran.

 Untuk mencegah timbulnya H2S sebagai dekomposisi zat-zat organik

dalam saluran.

 Untuk mencegah terjadinya tekanan di atas dan di bawah tekanan atmosfer

yang dapat menyebabkan aliran balik pada water seal alat-alat palmbing.

2.11 Proses Pengolahan Air Buangan


Pengolahan air limbah domestik pada suatu Instalasi Pengolahan air

limbah (IPAL) dapat dilakukan dalam 5 tahap yaitu:

1. Pengolahan Pertama

2. Pengolahan Kedua

3. Pengolahan Ketiga

4. Pengolahan Kuman

5. Pengolahan Lanjutan

2.11.1 Pengolahan Pertama

Pengolahan Pertama bertujuan untuk menghilangkan zat padat tercampur

baik itu untuk mensortir kerikil, lumpur, dan memisahkan lemak yang dilakukan

dengan cara pengendapan atau pengapungan.

56
2.11.2 Pengolahan Kedua

Pada pengolahan kedua ini umumnya mencakup proses biologis untuk

mengurangi bahan-bahan organik melalui mikroorganisme yang ada didalamnya.

Dalam pengolahan ini terdapat dua hal yang penting dalam proses biologis antara

lain:

1. Proses penambahan oksigen.

2. Proses pertumbuhan bakteri

Kemudian pada proses ini juga akan dibahas tentang kurva pertumbuhan bakteri

yang nantinya terjadi beberapa tahap dan juga akan terjadi penggunaan aktivated

sludge konventional dan juga akan terjadi proses aerasi yaitu memasukkan udara

kedalam tangki aerasi.

2.11.3 Pengolahan Ketiga

Pada pengolahan ini merupakan pengolahan secara khusus sesuai dengan

kandungan zat yang terbanyak dalam air limbah, pada pengolahan ini akan terjadi

pengolahan secara kimiawi yang akan terjadi reaksi reaksi secara kimia akibat

adanya penambahan zat kimia baik itu seperti karbon aktif maupun aluminium

aktif. Pengolahan ini dilakukan dengan cara penyaringan baik itu penyaringan

secara lambat, cepat dan juga akan terjadi penyerapan dan pengurangan besi dan

mangan.

57
2.11.4 Pembunuhan Kuman (Desinfection)

Pada pengolahan ini bertujuan untuk pembunuhan bakteri yang nantinya

bertujuan untuk mengurangi atau membunuh mikroorganisme patogen yang ada

di dalam air. Pada pengolahan ini akan terjadi reaksi kimiawi dengan adanya

reaksi klorin yang bertujuan untuk membunuh bakteri.

2.11.5 Pengolahan Lanjutan

Pengolahan ini merupakan pengolahan terakhir ataupun dapat dikatakan

pengolahan daur ulang maksudnya di sini adalah hasil dari pengolahan limbah

tersebut di proses untuk nantinya dapat digunakan untuk kehidupan baik itu

sebagai pupuk maupun air baku yang di salurkan ke sungai. Pada pengolahan ini

hasil terakhir dari pengolahan limbah tersebut yaitu lumpur akan diproses lagi

adapun proses yang dilakukan adalah:

1. Proses pemekatan

2. Proses Stabilisasi

3. Proses Pengeringan

4. Proses pembuangan

58
Dengan melihat proses tersebut di atas maka pengolahan air limbah tersebut dapat

dikelompokkan dalam:

a. Proses pengolahan secara fisik yang terjadi pada Saringan kasar, penangkap

pasir, pengendapan I dan pengendapan II.

b. Proses pengolahan secara biologi yang terjadi pada Aerasi dan pengaktifan

lumpur karena pada proses tersebut terjadi pengaktifan mikroorganisme secara

aerobic.

c. Proses pengolahan secara kimia yang terjadi pada aerasi karena pada bangunan

ini terjadi pengikatan oleh oksigen terhadap unsur maupun senyawa yang

terdapat pada air limbah.

Gambar 2.15 Sistem Pengolahan Limbah

Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan pada bab IV.

59
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Umum
Kecamatan Medan Tuntungan dengan luas wilayahnya 20.68 Km2 adalah

daerah pintu gerbang Kota Medan di sebelah Selatan yang merupakan pintu

masuk dari Kabupaten Karo dan daerah lainnya di Sumatera Utara maupun

Propinsi Nangroe Aceh Darussalam melalui transportasi darat dengan

penduduknya berjumlah 68.983 Jiwa.

3.2 Gambaran umum Kecamatan Medan Tuntungan


Gambaran umum untuk Kecamatan Medan Tuntungan ini meliputi batas-

batas, luas wilayah, sensus penduduk, tata guna lahan, iklim, keadaan jenis tanah,

kondisi saluran baik itu saluran drainase.

 Batas-batas dan luas wilayah

Komplek pesantren berada di jalan letjen jamin ginting Km 11 Medan

Tuntungan adalah salah satu kecamatan dalam wilayah kotamadya Medan

yang mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara: Kecamatan Medan Selayang

Sebelah Timur: Kecamatan Medan Johor

Sebelah Barat: Kabupaten Deli Serdang

Sebelah Selatan: Kabupaten Deli Serdang

60
Gambar 3.1 Lokasi Komplek Pesantren

Tabel 3.1 Luas Wilayah dirinci per kelurahan di kecamatan Medan Tuntungan
tahun 2009

N0 Kelurahan Luas (Km) Persentase luas


terhadap kecamatan

1 Baru ladang bambu 1.35 6.26


2 Sidomulyo 0.87 4.03
3 Lau Cih 1.5 6.95
4 Namu Gajah 1.01 4.68
5 Kemenangan Tani 1.5 6.95
6 Simalingkar B 4.43 20.53
7 Simpang Selayang 5.12 23.73
8 Tanjung Selamat 3 13.91
9 Mangga 2.8 12.97
Jumlah 21.58 100
Sumber: Kantor Camat Medan Tuntungan

61
Tabel 3.2 Jumlah Penduduk di kecamatan Medan Tuntungan tahun 2009

No Kelurahan Jumlah Kepadatan


Penduduk Penduduk per
km2
1 Baru ladang bambu 2791 2067
2 Sidomulyo 1627 1870
3 Lau Cih 1447 965
4 Namu Gajah 1599 1583
5 Kemenangan Tani 3342 2228
6 Simalingkar B 4541 1025
7 Simpang Selayang 15130 2955
8 Tanjung Selamat 9096 3032
9 Mangga 29244 10444
Jumlah 68817 3189
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Medan

Tabel 3.3 Jumlah Penduduk Laki-Laki dan perempuan menurut kelurahan di

kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2009

No Kelurahan laki-Laki Perempuan Jumlah

1 Baru ladang bambu 1483 1308 2791


2 Sidomulyo 7070 920 1627
3 Lau Cih 739 708 1447
4 Namu Gajah 786 813 1599
5 Kemenangan Tani 1627 1715 3342
6 Simalingkar B 2176 2365 4541
7 Simpang Selayang 7580 7550 15130
8 Tanjung Selamat 4533 4563 9096
9 Mangga 14042 15202 29244
Jumlah 33673 35144 68817

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Medan

62
 Letak Topografi
Daerah Kecamatan Medan Tuntungan terletak di ketinggian + 16.00 m di

atas permukaan laut dan berada pada 03º32‖00‘ LU dan 38º98‖00‘BT.

 Tata Guna Lahan

Tata guna lahan adalah permukaan lahan untuk permukiman, perdagangan,

industri, pertanian, perkantoran, sekolah dan lain sebagainya. Lahan di wilayah

kecamatan Medan Tuntungan masih banyak sawah-sawah. Adanya peningkatan

pertumbuhan penduduk medan ekonomi, lahan tersebut berubah fungsi menjadi

areal permukiman, perdagangan, maupun yang lainnya. Penggunaan lahan di

wilayah kecamatan medan tuntungan. Pada umumnya perumahan penduduk,

pasar, pertokoan, rumah toko (ruko), sarana pendidikan, sarana kesehatan , jalan

raya, industri sedang, dan rumah tangga, perkantoran pemerintah dan swasta,

tempat ibadah, sarana hiburan dan lain sebagainya serta terdapat sebagian kecil

lahan yang dipergunakan untuk pertanian.

 Iklim

Wilayah kota Medan hanya memiliki perbedaan kecil antara musim hujan dan

kemarau. Khususnya di wilayah kecamatan Medan Tuntungan, distribusi hujan

cukup merata sepanjang tahun tanpa mengalami bulan-bulan kering sehingga

dapat dikatakan musim hujan tidak menentu sepanjang tahun. Dan temperatur

udara berkisar 21º sampai 32º C sehingga wilayah ini dapat dikatakan daerah yang

berhawa panas.

63
 Keadaan Saluran

Pada umumnya kondisi saluran yang ada disisi jalan dipenuhi oleh sampah-

sampah dan ada juga yang ditutup untuk dijadikan lokasi jualan sehingga dapat

mengganggu aliran air. Tetapi ada juga kondisi saluran yang yang masih baik dan

memadai. Bentuk-bentuk salurannya terdiri dari saluran terbuka dengan

penampang trapesium dan empat persegi serta saluran tertutup seperti riol dan

gorong-gorong.

 Keadaan Jaringan Drainase


Di setiap ruas jalan-jalan utama maupun penghubung wilayah kecamatan

medan tuntungan di sisi kiri dan kanan telah memiliki saluran drainase. Saluran

drainase ini dihubungkan dengan saluran pembuangan air limbah rumah tangga

dan saluran pembuangan utama. Saluran utama itu berupa sungai seperti Sei

Babura atau Sei Deli. Di sebagian daerah telah memiliki saluran primer yaitu

saluran penampang utama dari seluruh saluran pembuangan sekunder dan

penampungan langsung dari daerah sekitarnya yang termasuk dalam daerah

tangkapan setelah itu dibuang ke tempat pembuangan akhir atau sungai.

3.3 Karakteristik Lokasi Studi


Komplek Pesantren Raudhatul Hasanah terletak di jalan Letjen Jamin

Ginting Km 11 Medan Tuntungan, Medan, Sumatera Utara. Komplek pesantren

ini merupakan yayasan yang didirikan oleh keluarga Tarigan yang sekarang

dipimpin oleh DR. Ir. Ahmad Perwira Mulia Tarigan, M.Sc, komplek ini

memiliki luas + 10.000 m2, yang terdiri dari beberapa ruangan seperti Masjid,

64
kantor, gudang, kantor wakaf, Kantin, Gor, Perpustakaan, Studio photo dan

ruangan lainnya.

Komplek Pesantren ini terdiri dari jumlah santri pria dan wanita dimana

ruangan atau kamar untuk pria dan wanita di pisahkan, kemudian ruangan kamar

mandi atau tempat pembuangan air di kumpulkan atau di buat menjadi satu

ruangan yang terdiri dari wc dan tempat pengambilan wudu‘. Kemudian lokasi

kamar mandi terdiri dari beberapa septic tank yang langsung berada di sebelah

kamar mandi tersebut. Septic tank tersebut berbentuk persegi yang terdiri dari 4

buah septic tank, sumber air diperoleh langsung dari bawah tanah dengan

menggunakan pompa.

Tahapan-tahapan penelitian yang diperlukan seperti pengumpulan data mengenai

komplek pesantren yang akan ditinjau dan data sistem penyaluran limbah dan

pengolahannya di daerah tersebut. Pengambilan data ini dapat dilakukan dengan

pengamatan di lapangan dan meminta data dari instansi yang terkait.

Gambar 3.2 Tampak Atas Komplek Pesantren Raudhatul Hasanah

65
Tabel 3.4 jumlah santri pria dan wanita komplek pesantren Raudhatul Hasanah
tahun 2005-2010

Tahun/ 2005 2006 2007 2008 2009 2010


Santri
Pria 1100 1110 1215 1352 1313 1357

Wanita 1000 1057 1020 1030 1155 1230

Jumlah 2100 2167 2235 2382 2468 2587

Sumber data: Administrasi Komplek pesantren Raudhatul Hasanah

3.4 Cara Pengumpulan Data


Dalam penelitian, data merupakan hal yang memiliki peranan penting

sebagai alat penelitian hipotesisi pembuktian untuk pencapaian tujuan penelitian.

Data-data yang dibutuhkan pada dasarnya dibagi dua kelompok yaitu data primer

dan data sekunder. Data primer ini diperoleh dengan cara melakukan pengamatan

langsung di lapangan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi

terkait atau badan-badan tertentu.

1. Data Primer

Merupakan data yang diperoleh langsung dilapangan secara pengamatan,

peninjauan, dan pengukuran saluran buangan. Tidak semua saluran yang terdapat

dilapangan diukur dimensinya. Dalam penelitian ini, hanya beberapa saluran saja

yang dapat menampung langsung hasil dari buangan limbah tersebut.

Adapun data primer yang didapat adalah:

1. Hasil penggambaran layout komplek pesantren.

66
2. Hasil pengukuran saluran buangan baik itu dimensi pipa maupun dimensi

bak pengumpul.

3. Hasil pengamatan kondisi komplek pesantren dengan foto dokumentasi.

2.Data Sekunder
Merupakan data yang diperoleh dari instansi-instansi yang terkait dalam

penelitian ini. Adapun data-data sekunder yang didapat adalah:

1. Dari data badan pusat statistik seperti jumlah penghuni dan luas wilayah.

2. Dari data badan meteorologi klimatologi dan geofisika (BMKG) seperti data

curah hujan harian maksimum.

3. Dari data UPT laboratorium Lingkungan Bapedaldasu seperti hasil pengujian

air limbah domestik.

3.5 Cara Pengolahan Data


Adalah metode data hasil pengamatan untuk mengambil kesimpulan dari

tujuan penelitian. Pada penelitian ini pengolahan data dilakukan dengan metode

perhitungan.

3.5.1 Perhitungan Debit Aliran Rumah Tangga

Untuk perhitungan debit air buangan yang berasal dari rumah tangga

dihitung berdasarkan jumlah kebutuhan air bersih yang dipergunakan oleh

manusia. Menurut Ray K. Linsey dalam teknik sumber daya air, jumlah air

limbah rumah tangga dari suatu perkotaan biasanya 60%-75% dari jumlah air

yang disalurkan ke daerah perkotaan.

Jumlah kebutuhan air normal dihitung untuk kategori kota sedang seperti

yang disarankan Mc. Gehee, dengan pemakaian normal 80-250 liter/orang /hari.

Dengan data jumlah penghuni untuk komplek pesantren maka didapat jumlah

67
kebutuhan air normal 60%-75% dari kebutuhan air normal tersebut akan berubah

menjadi air limbah rumah tangga.

Tabel 3.5 Rata-rata aliran air limbah dari daerah pemukiman


Sumber (unit :orang) Jumlah aliran Rata-rata
Liter/orang/hari Liter/orang/hari
Apartemen 200-300 260
Hotel dan penginapan 150-220 190
Tempat tinggal keluarga
Rumah pada umumnya 190-350 280
Rumah yang baik 250-400 310
Rumah mewah 300-550 380
Rumah agak modern 100-250 200
Rumah pondok 100-240 200
Rumah gandengan 120-200 250

Sumber: Metcalf and eddy, wastewater Enggineering

3.5.2 Perhitungan Debit Aliran Curah Hujan


Perhitungan debit rencana yang berasal dari curah hujan adalah dengan

mengunakan metode rasional.

Q = 0.278 CS C Itc A

Dimana :

Q = Jumlah debit air dari curah hujan (m³/det)

CS = Koefisien penampungan (coefficient of channel storage)

C = Angka koefisien pengaliran (coefficient run off )

I tc = Intensitas curah hujan (mm/jam) untuk periode ulang R tahun

dan durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi

A = Luas area drainase ( km²)

68
3.6 Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data pada suatu analisa

penelitian yaitu data yang telah dikumpulkan kemudian data tersebut diolah dalam

suatu perhitungan untuk memperoleh hasil penelitian yang selanjutnya akan

diambil kesimpulan dari tujuan penulisan ini. Adapun cara analisis penelitian ini

adalah :

1. Menentukan blok yang dilayani.

2. Menentukan Elevasi tinggi muka tanah di awal saluran sampai akhir saluran.

3. Menghitung panjang pipa yang digunakan.

4. Menghitung jumlah penghuni periode 2- 50 tahun dalam komplek pesantren.

Pn = Po(1+r)n...............................................................(3.1)

Dimana : Po = jumlah penduduk pada tahun dasar

Pn = Jumlah penduduk periode 2- 50 tahun

r = Pertambahan penduduk per tahun

n = Periode pertambahan penduduk (tahun)

5. Menghitung debit rata-rata buangan domestik.

Qr Dom = Fab X Qam...........................................................................(3.2)

6. Menghitung debit puncak

Qpk = 1,5 x Qr.................................................................(3.3)

7. Menghitung debit infiltrasi

Qinf = Qr fr + qinf..............................................................(3.4)

8. Menghitung debit desain

Qd = Q pk + Qinf.................................................................(3.5)

69
9. Menghitung dimensi pipa

Dteo = 1.23(Qd)0.4.........................................................(3.6)

Dimana :Qr Dom = Debit rata rata domestik (m3/det)

Fab = Faktor air buangan terhadap air minum (0,5-0,8)

Qam = Debit air minum (m3/det)

Qpk = Debit puncak (m3/det)

Qinf = Debit infiltrasi (m3/det)

Qd = Debit desain (m3/det)

Dteo = Diameter teoritis (mm)

Qd = debit desain (mm3/det)

10. Menghitung Luas permukaan pipa

A = ¼ π d2.....................................................................(3.7)

11. Menghitung kecepatan aliran saat penuh

Vfull = 1/n R2/3S1/2...........................................................(3.8)

12. Menghitung debit saat saluran pipa terisi penuh

Qfull = A x Vfull...............................................................(3.9)
13. Mencari nilai d/D dari data Qd/Qf dengan menggunakan nomogram manning

14. Mencari nilai Vp/Vf dari data d/D dengan menggunakan nomogram manning

15. Menghitung kecepatan aliran saat debit puncak (Vp) m/detik

Vp = Vp X Vfull....................................................................(3.10)

Vfull

Ketentuan yang harus terpenuhi adalah 0.6 m/detik <Vp<3m/detik

Jika nilai Vp belum sesuai maka slope harus diperbesar.

70
16. Menghitung debit saat saluran pipa terisi minimum

Qmin = 0.5*Qr............................................................(3.11)

17. Perbandingan antara debit desain dan debit saat aliran minimum.

Qmin/Qf.........................................................................(3.12)

18. Mencari nilai dmin/D dari data Qmin/Qf dengan menggunakan nomogram

Manning.

Qmin → dmin...............................................................(3.13)

Qf D

19. Mencari nilai Vmin/Vf dari data dmin/D dengan menggunakan nomogram

manning.

dmin → Vmin...............................................................(3.14)

D Vfull

20. Menghitung kecepatan aliran saat debit minimum (Vmin)

Vmin = Vmin x Vfull...................................................(3.15)

Vfull

Ketentuan yang harus terpenuhi adalah 0.3 m/detik < Vmin< 3 m/detik

Jika nilai V min belum sesuai maka slope harus diperbesar.

21. Penentuan dimensi bak pengumpul

Volume bak pengumpul = Q x td.......................................(3.16)

Panjang bak pengumpul = L = V.......................................(3.17)

h.w

Kedalaman air h = V _.......................................................(3.19)

L*w

71
Dimana : td = Waktu detensi (detik)

Q = Debit air limbah baik pada saat maksimum maupun minimum

(m3/det)

L = Lebar Sumur pengumpul (m)

21. Penentuan daya pompa

P = 0.163.p.Q.H....................................................................(3.18)

Dimana : P = Daya Pompa (KWH)

Q = debit (m3/det)

P = Berat Jenis air buangan ( 1.027 kg/l)

H = Total Head (m)

η = Efisiensi pompa (0.75)

22. Penentuan Bak pengendapan I

Q/A = n.Vs As = Qr ...................................(3.19)


(1-Xt)-1/8 Or

Dimensi P:L = 3:1

As = 3 l2

P = As/l

Dimana : A = luas bak (m2)

Xt = Overall removal

P = Panjang bak (m)

L = Lebar bak (m)

72
23. Penentuan dimensi saluran pembawa

Q = A.V....................................................................................(3.20)

V= 1/n R2/3 S1/2.........................................................................(3.21)

Dimana R = Dpipa/4

Saluran yang digunakan adalah saluran tertutup (pipa).

24. Penentuan Bak Pengendapan II

Pada bak pengendapan II akan terjadi pengolahan secara biologi dimana akan

terjadi proses aerob dengan memasukkan udara ke dalam bak yang bertujuan

untuk meningkatkan pertumbuhan bakteri dan mengontrol kandungan BOD

apakah sudah layak atau tidak untuk disalurkan ke saluran drainase.

25. Penentuan Bak pengendapan terakhir

Pada bak pengendapan terakhir ini akan terjadi pengolahan lumpur yang

bertujuan mengurangi kadar air yang terkandung didalamnya akan memudahkan

proses pembuangan lumpur yang pada pengembangannya dapat dimanfaatkan

lebih lanjut, pada Bak pengendapan terakhir ini terdiri 1 unit bak.

73
Debit air limbah Debit air hujan

Proyeksi Air Hujan


Penduduk

Perhitungan Perhitungan
Debit air limbah Debit Banjir

Perhitungan
Dimesi Pipa Perhitungan
Dimensi saluran
drainase
Perhitungan
Sumur
Pengumpul

Perhitungan Bak
Pengendapan I

Perhitungan Bak
Pengendapan II

Saluran
Drainase

Gambar 3.3 Sket Penyaluran air limbah

74
Air Limbah

Pengendapan I

Penyaringan

Aerasi
(proses aerob dan
anaerob)

Desinfection

Pengendapan II

Pembentukan Lumpur

Pengeringan

Air Baku

Gambar 3.4 Sket Pengolahan Air Limbah

75
BAB IV
ANALISA PEMBAHASAN

4.1 PENGOLAHAN AIR LIMBAH


Pengolahan air limbah ialah unit instalasi pengolahan Air limbah (IPAL)

yang berfungsi untuk mengurangi BOD, COD, partikel tercampur, serta

membunuh organisme patogen. Selain itu, diperlukan juga tambahan pengolahan

untuk menghilangkan bahan nutrisi, komponen beracun, serta bahan yang tidak

dapat didegradasikan agar konsentrasi yang ada menjadi rendah.

Untuk itu maka diperlukan evaluasi kualitas air buangan yang dilakukan

melalui perbandingan karakteristiknya dengan standar kualitas (baku mutu) yang

berlaku. Evaluasi ini perlu dilakukan untuk menentukan karakteristik air buangan

yang memerlukan pengolahan dan besarnya efisiensi pengolahan yang dibutuhkan

untuk karakteristik tersebut. Hal ini perlu diketahui untuk menentuan unit – unit

pengolahan yang akan digunakan dalam bangunan pengolahan air buangan.

Tabel 4.1 Data karakteristik air buangan secara umum

KONSENTRASI ( mg / l )
KONTAMINAN Weak Medium Strong
Total Solid 250 720 1200
Total Disolved Solid 250 500 850
Total Suspended Solid 100 220 350
Settleable Solid 5 10 20
BOD 110 220 400
COD 250 500 1000
Ammonium 12 25 50
Nitrat 0 0 10
Nitrit 0 0 10
Phosfat 4 8 15
Sulfat 20 30 15
Khlorida 30 50 100
Alkalinitas 50 100 200

Sumber: Wastewater Engineering, Metcalf & Eddy.

76
Tabel 4.2 Data Hasil Percobaan Karakteristik Air Buangan

PARAMETER KONSENTRASI ( mg / l )
Total Solid 210.2
Settleable Solid 5.1
Total Disolved Solid 220.5
Biochemichal Oxygen Demand 230.1
Chemical Oxygen Demand 158
Amonium 0.75
Nitrat 0.23
Nitrit 3.5
Phosfat 17
Sulfat 60
Khlorida 40

Sumber: Hasil Percobaan Laboratorium

Tabel 4.3 Standard Kualitas Air Buangan

STANDAR
NO PARAMETER SATUAN BAKU MUTU*)
1. Total Solid (mg/l) -
2. Total Disolved Solid (mg/l) 1500
3. Total Suspended Solid (mg/l) 100
4. Settleable Solid (mg/l) 5
5. BOD (mg/l) 20
6. COD (mg/l) 40
7. Ammonium (mg/l) 0.02
8. Nitrat (mg/l) 10
9. Nitrit (mg/l) 0.06
10. Phosfat (mg/l) -
11. Sulfat (mg/l) -
12. Khlorida (mg/l) 0.5
13. Alkalinitas (mg/l) -
Sumber: MENKLH No. 03/MENKLH/II/1991

Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa kualitas air limbah jauh dari standard yang

dianjurkan.Walaupun kandungan dari solid, BOD,COD, Ammonium, Nitrat di

kategorikan lemah. Apabila tingkat konsentrasi ini tidak diproses maka air yang

mengalir ke saluran drainase atau saluran induk sangat berbahaya baik itu bagi

lingkungan maupun bagi manusia. Oleh sebab itu maka air limbah domestik perlu

diproses agar tidak mencemari lingkungan di sekitarnya.

77
4.2 PRINSIP PENGOLAHAN

Partikel- partikel padat yang terkandung di dalamnya yang secara alami sulit

mengendap akan diubah menjadi partikel- partikel yang lebih besar yang di sebut

floc atau lumpur yang memiliki berat jenis lebih berat dan ukuran partikel yang

lebih besar sehingga lebih mudah dipisahkan dari air dan mengendap.

4.3 PENGOLAHAN TAHAP PERTAMA

4.3.1 Pengendapan

Pada pengolahan ini bertujuan untuk menghilangkan zat padat tercampur

melalui pengendapan dan pengapungan. Pengendapan adalah kegiatan utama pada

tahap ini dan pengendapan yang dihasilkan terjadi karena adanya kondisi yang

sangat tenang. Bahan kimia dapat juga di tambahkan untuk menetralkan keadaan

atau meningkatkan pengurangan dari partikel kecil yang tercampur. Dengan

adanya pengendapan ini, maka akan mengurangi kebutuhan oksigen pada

pengolahan biologis berikutnya dan pengendapan yang terjadi adalah

pengendapan secara grafitasi. Apabila tujuan utama pengoperasian untuk

menghasilkan hasil buangan ke sungai dengan sedikit partikel zat tercampur maka

peralatan yang dipergunakan dikenal sebagai clarifier, sedangkan apabila

penekanannya menghasilkan partikel padat yang jernih maka dikenal dengan

Thickener. Kedua peralatan ini biasanya dipergunakan setelah air limbah

melewati reaktor.

Untuk mendapatkan pengendapan yang ideal maka di rencanakan bak

pengendapan ideal. Pengendapan ini dimaksudkan untuk mendapatkan hasil

endapan yang optimal melalui pengaturan besar kecilnya bak yang akan dibangun.

78
Dengan demikian, air limbah yang ada akan meninggalkan bak tersebut setelah

berhasil mengendapkan partikel kandungannya, dengan demikian bak tidak terlalu

besar ataupun terlalu kecil. Untuk membangun bak yang dimaksudkan secara

skematis dibagi menjadi 3 bagian:

Q out

Daerah Daerah pengendapan Daerah


Q in pemasukan Pengeluaran

Tempat Lumpur

Gambar 4.1 Bak pengendapan ideal berbentuk persegi panjang.

1. Daerah pemasukan

Pada daerah ini diharapkan air limbah dapat disebarkan secara merata sejenis

sehingga pada setiap titik konsentrasi campuran dan besarnya partikel adalah

sama.

2. Daerah Pengendapan

Pada daerah ini diharapkan partikel mengendap dengan kecepatan yang sama.

Aliran yang ada di daerah ini dibuat secara horizontal bergerak dengan kecepatan

aliran yang sama dan konstan pada setiap titik, sehingga memungkinkan partikel

bergerak secara horizontal dengan arah ke bawah sebagai akibat adanya grafitasi.

3. Daerah Pengeluaran

Air yang telah dijernihkan dikumpulkan secara serempak melalui saluran yang

ada diatas. Endapan dikumpulkan pada daerah pengendapan di dasar tangki

79
pengendapan dan diharapkan seluruh partikel mencapai daerah lumpur secara

terus menerus. Agar semua endapan dapat mengendap pada areal pengendapan,

maka kecepatan aliran air limbah harus diselaraskan dengan kecepatan endapan

sesuai dengan kedalaman dari bak pengendapan tersebut. Dengan demikian

kecepatan endapan dan kecepatan aliran partikel minimal harus sama dalam

mencapai dasar bak dan mencapai daerah pengeluaran.

4.3.2 Pengentalan dan pengapungan

Untuk mengambil zat-zat yang tercampur selain dengan cara pengendapan

dapat juga dipergunakan cara pengapungan dengan menggunakan gelembung gas

guna meningkatkan daya apung campuran. Dengan adanya gas ini membuat

larutan menjadi kecil sehingga campuran akan mengapung. Pembentukan

gelembung udara dapat dicapai melalui beberapa cara antara lain dengan cara

menyemprotkan udara ke dalam larutan atau dengan cara memasukkan campuran

air limbah ke dalam tabung tertutup. Kemudian udara dalam tabung tersebut

dikeluarkan. Akibat adanya pengeluaran udara ini, maka tekanan di atas air

limbah akan lebih kecil dari 1 atmosfer sehingga udara yang terlarut akan keluar

dan mengangkan benda-benda tercampur.

Proses Pengapungan ini biasanya dipergunakan untuk mengentalkan

endapan yang dihasilkan dari pengendapan pertama, kemudian lumpur hasil

pengentalan sebagian besar langsung dialirkan ke pengolahan lumpur

(dimasukkan kedalam tangki digester), sebagian lagi akan dipergunakan sebagai

lumpur aktif. Udara yang dimasukkan ke dalam air limbah di atur dalam bentuk

gelembung kecil melalui pipa yang diletakkan di bawah bak, sedangkan air

80
buangan dimasukkan pada ujung bak yang berlawanan dengan arah pengumpulan

lumpur yang telah mengapung. Jadi air limbah mengalir dari kanan ke kiri

sedangkan pengambilan lumpurnya dengan arah sebaliknya. Sebelum air limbah

tersebut dimasukkan ke dalam bak pengentalan, maka sebelumnya telah dicampur

terlebih dahulu dengan bahan kimia tambahan yang berfungsi untuk membuat

proses penggumpalan menjadi lebih cepat dari biasanya (sebagai bahan koagulan)

Penggaruk lumpur
Air yang mengapung Lumpur
Jernih

Penggaruk

Lumpur
Masuk

Lumpur

Gambar 4.2 Bak Pengentalan

4.4 PENGOLAHAN TAHAP KEDUA

Pengolahan kedua umunya mencakup proses biologis untuk mengurangi

bahan-bahan organik melalui mikroorganisme yang ada di dalamnya. Pada proses

ini sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain jumlah air limbah, tingkat

kekotoran jenis kotoran yang ada dan sebagainya. Reaktor pengolahan lumpur

aktif dan saringan penjernihan biasanya dipergunakan dalam tahap ini. Pada

proses penggunaan lumpur aktif (activated sludge), maka air limbah yang telah

81
lama ditambahkan pada tangki aerasi dengan tujuan untuk memperbanyak jumlah

bakteri secara cepat agar proses biologis dalam menguraikan bahan organik

berjalan lebih cepat. Lumpur aktif tersebut dikenal sebagai MLSS (Mixed Liquor

Suspended Solid). Terdapat dua hal yang penting dalam proses biologis ini antara

lain:

1. Proses penambahan oksigen

2. Proses pertumbuhan bakteri

4.4.1 Proses Penambahan Oksigen

Pengambilan zat pencemar yang terkandung di dalam air limbah

merupakan tujuan pengolahan air limbah. Penambahan oksigen adalah salah satu

usaha dari pengambilan zat pencemar tersebut, sehingga konsentrasi zat pencemar

akan berkurang atau bahkan dapat dihilangkan sama sekali. Zat yang diambil

dapat berupa gas, cairan,ion,koloid atau bahan tercampur.

Pada prakteknya terdapat 2 cara untuk menambahkan oksigen ke dalam air limbah

yaitu:

1. Memasukkan udara ke dalam air limbah.

2. Memaksa air ke atas untuk berkontak dengan oksigen.

1. Memasukkan udara ke dalam air limbah adalah proses memasukkan udara atau

Oksigen murni ke dalam air limbah melalui benda porous atau nozzle.

82
Gelembung udara

Tekanan udara

Gambar 4.3 Aerasi dengan memasukkan udara kedalam air limbah

Apabila nozzle diletakkan di tengah-tengah, maka akan meningkatkan

kecepatan berkontaknya gelembung udara tersebut dengan air limbah, sehingga

proses pemberian oksigen akan berjalan lebih cepat. Oleh karena itu, biasanya

nozzle ini diletakkan pada dasar bak aerasi. Udara yang dimasukkan adalah

berasal dari udara luar yang dipompakan ke dalam air limbah oleh pompa tekan.

2. Memaksa Air ke atas untuk terkontak dengan oksigen adalah cara mengontakan

air limbah dengan oksigen melalui pemutaran baling-baling yang diletakkan pada

permukaan air limbah. Akibat dari pemutaran ini, air limbah akan terangkat ke

atas dan dengan terangkatnya maka air limbah akan mengadakan kontak langsung

dengan udara sekitarnya. Pengalaman menunjukkan bahwa 43-123 m3 udara

diperlukan untuk menguraikan 1 kg BOD atau bila menggunakan aerator mekani

diperlukan 0,7-0,9 kg oksigen/jam untuk dimasukkan ke dalam lumpur aktif.

83
Gambar 4.4 Aerasi dengan menggunakan baling-baling

4.4.2 Pertumbuhan Bakteri dalam bak reaktor.

Bakteri diperlukan untuk menguraikan bahan organik yang didalam air

limbah. Oleh karena itu, diperlukan jumlah bakteri yang cukup untuk

menguraikan bahan-bahan tersebut. Bakteri itu sendiri akan berkembang biak

apabila jumlah makanan yang terkandung di dalamnya cukup tersedia, sehingga

pertumbuhan bakteri dapat dipertahankan secara konstan. Pada permulaannya

bakteri berbiak secara konstan dan agak lambat pertumbuhannya karena adanya

suasana baru pada air limbah tersebut, keadaan ini dikenal sebagai lag phase.

Setelah beberapa jam berjalan maka bakteri mulai tumbuh berlipat ganda dan fase

ini dikenal sebagai fase akselerasi. Setelah tahap ini berakhir maka terdapat

bakteri yang tetap dan bakteri yang terus meningkat jumlahnya. Perumbuhan yang

dengan cepat setelah fase kedua ini disebut fase log phase. Selama log phase

diperlukan banyak persediaan makanan, sehingga pada suatu saat terdapat

pertemuan antara pertumbuhan bakteri yang meningkat dan penurunan jumlah

makanan yang terkandung di dalamnya. Apabila tahap ini berjalan terus, maka

84
akan terjadi keadaan dimana jumlah bakteri dan makanan tidak seimbang dan

keadaan ini kita sebut declining growth phase. Pada akhirnya makanan akan habis

dan kematian bakteri akan terus meningkat sehingga tercapai suatu keadaan di

mana jumlah bakteri yang mati dan tumbuh mulai berimbang yang dikenal

statinary phase.

Setelah jumlah makanan habis dipergunakan, maka jumlah kematian akan

lebih besar dari jumlah pertumbuhannya maka keadaan ini disebut lebih besar dari

jumlah pertumbuhannya maka keadaan ini disebut endogeneus phase dan pada

saat ini bakteri menggunakan energi simpanan ATP untuk pernafasannya sampai

ATP habis yang kemudian akan mati.

Penyebaran pertumbuhan pertumbuhan

Cepat Biasa Pengembangan aerasi

Mikroorganisme

Jumlah

Makanan
1 2 3 4 5 6

Gambar 4.5 Kurva pertumbuhan bakteri pada bak reaktor

Keterangan : 1. Lag Phase 4. Declining growth phase

2. Acceleration Phase 5. Stationary phase

3. Log phase 6. Endogeneus phase

85
Dengan melihat fase pertumbuhan, maka dalam pertumbuhannya perlu

adanya penambahan bahan makanan dari lumpur yang baru, sehingga

pertumbuhan bakteri dapat dipertahankan dan pengolahan air limbah dapat terus

berlangsung. Untuk lebih jelasnya, maka pertumbuhan bakteri pada bak reaktor

dapat kita lihat pada gambar 4.5.

Dengan demikian penambahan kembali bahan lumpur yang telah banyak

mengandung makanan dan bakteri sangat diperlukan. Lumpur yang biasanya

dipergunakan untuk penambahan makanan ini disebut lumpur aktif (activated

sludge), dimana pemberiannya dilakukan sebelum memasuki bak aerasi dengan

mengambil lumpur dari bak pengendapan kedua atau dari bak pengendapan

terakhir (final sedimentation tank).

Air limbah masuk

Bak pengendapan
Bak
aerasi Air limbah keluar

Penggunaan kembali lumpur Pembuangan limbah

Gambar 4.6 Penggunaan aktivated sludge dengan mengontakan udara


(aerasi)

86
4.5 PENGOLAHAN TAHAP KETIGA

Pengolahan ini adalah kelanjutan dari pengolahan-pengolahan terdahulu.

Oleh karena itu, pengolahan jenis baru akan dipergunakan apabila pada

pengolahan pertama dan kedua masih banyak terdapat zat tertentu yang masih

berbahaya bagi masyarakat umum. Pengolahan ketiga ini merupakan pengolahan

secara khusus sesuai dengan kandungan zat yang terbanyak dalam air limbah,

Terdapat beberapa jenis pengolahan yang sering dipergunakan antara lain:

1. Saringan pasir

2. Penyerapan/adsorbtion

3. Pengurangan besi dan mangan

4. Osmosis bolak balik

4.5.1 Saringan Pasir

Penyaringan adalah pengurangan lumpur tercampur dan partikel koloid

dari air limbah dengan melewatkan pada media yang pourous. Kedalaman

penyaringan menentukan derajat kebersihan air yang disaringnya pada pengolahan

air untuk minum. Akan tetapi, penyaringan ini pun banyak dijumpai sebagai

pengolahan ketiga dari air limbah setelah mengalami proses biologis atau proses

fisika kimia. Penyaringan akan memisahkan zat padat dan zat kimia yang

dikandung air limbah selanjutnya dilakukan pembubuhan klor. Terdapat 2 macam

penyaringan yaitu saringan pasir lambat dan saringan pasir cepat.

87
1. Saringan pasir cepat

Saringan ini berisikan 0,4-0,7 meter pasir dengan diameter 0,4-0,8

milimeter dan gravel setebal 0,3-0,6 meter. Adapun kecepatan aliran penyaringan

yang dihasilkan sebesar 1,3-2,7 liter/m3/detik. Pada saringan pasir cepat ini

pencuciannya dilakukan dengan cara pengaliran kembali (back washing) setelah

penyaringan berlangsung selama 6-24 jam dengan lama pencucian selama 5-10

menit.

2. Saringan pasir lambat

Terdiri dari lapisan gravel dengan tebal 0,3 meter dan pasir setebal 0,6-

1,2 meter dengan diameter pasir sekitar 0,2-0,35 milimeter. Dari penyaringan ini

akan dihasilkan kecepatan pengaliran sebanyak 0,0034-0,10 liter/m3/detik.

Apabila air limbah sudah mulai menggenang sedalam 1,5-3 meter maka air

limbah tersebut perlu dikeringkan dan permukaan pasir perlu dilakukan

pengerukan, sedangkan waktu pengerukan ini dilakukan setiap 30-150 hari.

4.5.2 Penyerapan (adsorbtion)

Penyerapan secara umum adalah proses mengumpulkan benda-benda

terlarut yang terdapat dalam larutan antara dua permukaan. Antara permukaan itu

biasa antara cairan dan gas, zat padat atau aliran cairan, bahkan penyerapan

dipergunakan pada permukaan zat padat dan zat padat kental. Pada masa yang

akan datang proses ini jarang dipergunakan secara luas pada penjernihan air

limbah meskipun dengan penyerapan ini hasil pengolahan akan lebih baik

mengingat biaya yang mahal.

Walaupun proses tersebut dapat terjadi pada seluruh permukaan benda,

maka yang sering terjadi adalah bahan padat yang menyerap partikel yang berada

88
di dalam air limbah. Bahan yang akan diserap disebut sebagai adsorbate atau

solute sedangkan bahan penyerapannya dikenal sebagai adsorbent. Pada

penjernihan air limbah dipergunakan untuk mengurangi pengotoran bahan

organik, partikel termasuk benda yang tidak dapat diuraikan (nonbiodegrable)

ataupun gabungan antara bau, warna dan rasa.

Pengolahan air limbah dengan menggunakan karbon aktif biasanya

dipergunakan sebagai proses kelanjutan dari pengolahan secara biologis. Karbon

pada kejadian ini dipergunakan untuk mengurangi kadar air benda-benda organik

terlarut yang ada. Disamping inti dari pengontakan karbon dengan air maka

benda-benda partikel juga bisa ikut dihilangkan. Proses ini biasanya dipergunakan

untuk melengkapi proses pengolahan secara biologi dari limbah industri yang

mana proses biologisnya tidak lengkap. Sehingga masih terdapat masalah pada air

limbah.

4.5.3 Pengurangan Besi dan Mangan

Ion Fe dan Mn selalu dijumpai pada air alami dengan kadar oksigen yang

rendah, seperti pada air tanah dan pada daerah danau tanpa udara. Keberadaan

ferric dan manganic larutan dapat terbentuk dengan adanya pabrik tenun, kertas,

dan proses industri. Fe dan Mn dapat dihilangkan dari dalam air dengan

melakukan oksidasi menjadi Fe (OH)3 dan MnO2 yang tidak larut di dalam air,

kemudian diikuti dengan pengendapan dan penyaringan. Oksidator utama adalah

molekul oksigen dari udara, klorin, atau KMNO4. Sedangkan kecepatan

pengendapan dipengaruhi oleh jenis dan kadar oksidator, PH, kesadahan, dan

89
kemungkinan ditambahkannya katalisator. Oksigen terlarut mengubah Fe dan Mn

ion menjadi komponen yang tidak larut dengan reaksi.

2 Fe 2+ + ½ O2 + 5 H2O 2 Fe (OH)3 + 4 H+

Mn2+ + ½ O2 + H2O Mn O2 + 2 H+

Rata-rata oksidasi Fe akan meningkat mencapai 90% dalam waktu 10-20 menit

pada PH 7 sedangkan rata-rata perubahan oksidasi Mn lebih rendah dari PH 7

tersebut, apabila PH mendekati 10 baru kecepatan reaksinya akan normal. Untuk

mempercepatnya biasanya dipergunakan katalisator peralatan pembubuh oksigen

(aerasi) yang berupa menara talam di mana air menetes di atas talam tersebut atau

berupa penyemburan ke udara. Apabila digunakan oksidasi klorin maka reaksinya

adalah:

Fe 2+ + CL2 + 3 H2O Fe (OH)3 + CL - + 3 H+

Mn 2+ + CL2 + 2 H2O Mn O2 + 2 CL- + 4 H+

Pada PH yang sama reaksi dengan klorin biasanya lebih cepat bila dibandingkan

dengan reaksi udara. Pembubuhan klorin ini biasanya diberikan sebelum air

mencapai daerah penyaringan. Apabila yang dipergunakan sebagai reaktor adalah

KmnO4. Maka reaksinya adalah:

3 Fe 2+ + MnO4 + 7 H2O 3 Fe (OH)3 + Mn O2 + 5 H+

3 Mn2+ + 2 MnO4- + 2 H2O 5 Mn O2 + 9 H+

90
Dalam keadaan PH 6-9 pembentukan endapan oleh MnO4 lebih cepat bila

dibandingkan dengan endapan yang dihasilkan oleh klorin. Banyaknya oksigen

yang dibutuhkan untuk mengoksidasi Fe dan Mn jauh kebih kecil bila

dibandingkan dengan klorin dan MnO4. Mn membutuhkan 2 kali lebih banyak

oksidasi seperti besi sebab Mn meliputi perubahan valensi sedang Fe adalah

valensi 1.

4.5.4 Osmosis Bolak balik

Osmosis bolak balik adalah satu diantara sekian banyak teknik pengurangan

bahan mineral yang diterapkan untuk memproduksi air yang siapa dipergunakan

kembali. Pada proses ini mendapatkan tambahan manfaat dalam pengurangan zat

organik terlarut di mana tidak terambil untuk dibuang melalui teknik yang lain.

Kelemahan yang ada pada proses ini adalah karena biaya yang tinggi dan

kurangnya pengalaman dalam melaksanakan pengolahan air limbah.

Osmosis bolak balik adalah proses di mana air dipisahkan dari garam yang

larut di dalam cairan melalui penyaringan lapisan tipis/ selaput yang lentur, pada

tekanan yang lebih bila dibandingkan dengan tekanan osmosis yang disebabkan

oleh larutan garam di dalam air limbah. Dengan membran yang tetap dan

perlengkapan, tekanan diberikan dari tekanan atmosfer sampai 1.00 lb/inci2.

Komponen utama dari osmosis bolak balik adalah selaput, penahan selaput,

bejana, pompa bertekanan tinggi. Selulosa asetat dan nilon adalah bahan yang

dipergunakan untuk membuat selaput. Terdapat 4 jenis selaput yang dipergunakan

sebagai penahan: gulungan spiral, pipa/tabung, bangunan jamak, serabut

berbentuk lembek. Bangunan pipa adalah sangat dianjurkan untuk mengolah air

91
limbah yang berasal dari rumah tangga. Unit osmosis bolak balik dapat diatur

jarang pada posisi paralel untuk meningkatkan kecukupan kapasitas hidrolik satu

derajat pengurangan kadar mineral. Peningkatan kualitas lebih baik lagi

diperlukan untuk meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan proses osmosis.

Pengolahan pendahuluan pada hasil pengolahan kedua perlu dilakukan

penyerapan terlebih dahulu sebelum dilakukan osmosis bolak balik.

Untuk meningkatkan kemampuan mengurangi Fe dan Mn maka PH perlu diatur

antara 4-7,5.

4.6 PEMBUNUHAN KUMAN (DISINFEKTION)

Pembunuhan bakteri bertujuan untuk mengurangi atau membunuh

mikroorganisme patogen yang ada di dalam air limbah. Mekanisme pembunuhan

sangat dipengaruhi oleh kondisi dari zat pembunuhnya dan mikroorganisme itu

sendiri. Banyak zat pembunuh kimia termasuk klorin dan komponennya

mematikan bakteri dengan cara merusak atau menginaktifkan enzim utama,

sehingga terjadi kerusakan dinding sel. Mekanisme lain dari desinfeksi adalah

dengan merusak langsung dinding sel seperti yang dilakukan apabila

menggunakan bahan radiasi ataupun panas.

Penggunaan panas dan bahan radiasi meskipun sangat baik hasil yang

dicapai, akan tetapi kurang cocok untuk diterapkan secara masal mengingat biaya

pelaksanaannya sangat mahal serta cukup sulit dalam penanganannya. Oleh

karena itu, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan

kimia bila akan dipergunakan sebagai bahan desinfeksi antara lain:

92
1. Daya racun zat kimia tersebut

2. Waktu kontak yang diperlukan

3. Efektivitasnya

4. Rendahnya dosis

5 Tidak toksis terhadap manusia dan hewan

6. Tetap tahan terhadap air

7. Biaya murah untuk pemakaian yang bersifat masal.

Dari pertimbangan tersebut, maka untuk menjernihkan air limbah banyak

dipergunakan bahan antara lain klorin oksida dan komponennya bromine, rodine,

permanangat, logam berat, asam dan basa kuat.

Dalam dunia perdagangan yang biasa dipergunakan adalah klorin. Apabila

klorin berupa gas, maka reaksi yang terjadi adalah :

CL2 + H2O H O CL +H+ + CL –

H O CL H+ + O CL-

Selain gas dapat juga berupa anti garam-garam dari hipoklorida seperti Na O CL

atau garam Ca (OCL)2 yang dikenal sebagai kaporit.

Na O CL Na+ + O CL-

Ca (OCL)2 Ca++ + 2 O CL –

O CL- + H+ H O CL

Di sisni H O CL dan O CL- disebut sebagai free available chlorin (klor bebas)

dengan daya bunuh H O CL 40-80 kali lebih besar dari daya bunuh O CL-.

Apabila amonia berada di dalam air, maka H O CL akan bereaksi

dengannya terlebih dahulu dana akan memebentuk kloramin.

NH3 + H O CL NH2CL + H2O


Mono chloramin

93
NH2CL + H O CL NH CL2 + H2O
Di chloramin

NH CL2 + H O CL N CL3 + H2O


Tri chloramin
Ketiga kloramin dikenal sebagai combined available chloramin. Apabila

bercampur dengan klorin maka daya bunuhnya akan menurun. Adapun gambaran

rekasi dari klorin di dalam air adalah pada awalnya akan bereaksi dengan bahan

yang mudah teroksidasi seperti ion ferro, nitrit (reducing compound). Untuk

selanjutnya akan bereaksi dengan amonia dan bahan organik akan membentuk

kloramin dan kloro organik kompound, pada saat ini daya bunuhnya juga sangat

rendah. Dengan penambahan secara terus-menerus maka kloramin dan kloro

organik kompound akan habis dan terbentuklah klor bebas. Titik di mana mulai

timbul kenaikan klor bebas dikenal sebagai break point chlorination.

4.7 PENGOLAHAN LANJUT

Dari setiap tahap pengolahan air limbah, maka hasilnya adalah berupa lumpur

yang perlu diadakan pengolahan secara khusus agar lumpur tersebut dapat

dimanfaatkan kembali untuk keperluan kehidupan. Untuk itu perlu kiranya

terlebih dahulu mengenal sedikit tentang lumpur.

Jumlah dan sifat lumpur air limbah sangat dipengaruhi oleh beberapa hal

antara lain:

1. Jenis air limbah itu sendiri

2. Tipe jenis pengolahan air limbah yang diterapkan

3. Metode Pelaksanaan

94
Adapun mengenai jumlah yang dihasilkan pada setiap pengolahan air limbah

rumah tangga adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4 Banyaknya lumpur yang dihasilkan setiap pengolahan

Proses Volume (m3 lumpur tiap 1000m3 air Berat (kg zat padat tiap
Pengolahan limbah) m3 air limbah )
Pendahuluan 3,0 0,144

Trickling filter 0,7 0,054

Lumpur aktif 19 0,216

Sumber: Metcalf & Eddy, 1991

Dari tabel diatas terlihat bahwa proses pengolahan dengan menggunakan lumpur

aktif menghasilkan lumpur yang paling banyak. Dari hasil lumpur aktif

menghasilkan lumpur yang paling banyak. Dari hasil lumpur tersebut ternyata

bahwa kadar pupuk dari lumpur sangat rendah, hal ini dapat dilihat dari rendahnya

kadar nitrogen, fosfor dan potasium yang sangat kecil apabila dibandingkan

dengan bahan lainnya yang berada di dalamnya.

Untuk itu pengolahan lumpur sangat diperlukan agar dapat mengubah bahan

organik yang ada menjadi bahan lain yang bermanfaat.

Pengolahan Lumpur yang masih sedikit mengandung bahan nitrogen dan

mempermudah proses pengangkutan, maka diperlukan beberapa tahap pengolahan

antara lain:

1. Proses pemekatan

2. Proses penstabilan

3. Proses pengaturan

4. Proses pengeringan

5. Proses pembuangan

95
4.7.1 Proses pemekatan

Lumpur yang dihasilkan dari setiap bangunan pengolahan air limbah pada

tahap awalnya harus melalui proses pemekatan, supaya kadar air di dalam lumpur

sedikit mengalami pengurangan. Dengan demikian akan memperkecil jumlah

yang akan ditangani. Proses pemekatan secara terperinci dapat dilihat pada bagian

pengentalan dan pengapungan terdahulu.

4.7.2 Proses Stabilisasi

Dengan stabilisasi baik yang berupa aerobik maupun yang berjalan secara

anaerobik akan menghilangkan bau dan memudahkan penghancuran serta

menghilangkan jumlah mikrooganisme. Pada proses anaerob akan menghasilkan

gas metan yang bisa dipergunakan sebagai sumber energi, sedangkan pada proses

aerobik akan menghilangkan zat organiknya.

Pencernaan tanpa udara adalah proses yang sudah lama dipergunakan

untuk menstabilkan lumpur. Pada proses ini pembusukan dari zat organik dan

anorganik adalah bebas dari molekul oksigen. Adapun sisa hasil proses ini adalah

berupa lumpur yang telah padat dan pekat. Pada proses ini, bahan organik

campuran dari lumpur pada kondisi tanpa udara diubah menjadi metan (CH4) dan

karbondioksida (CO2) melalui proses tersebut di atas. Lumpur dimasukkan ke

dalam tangki secara beruntun atau berselang-selang dan disimpan di dalam tangki

untuk beberapa waktu. Adapun lumpur yang telah stabil juga dikeluarkan secara

berurutan atau berselang-selang dari tangki pencerna, lumpur ini bersifat sukar

membusuk dan kandungan bakteri patogen sudah berkurang.

96
Pengeluaran gas
Penampung gas

Lumpur masuk Lapisan buih Keluaran supernatan

Lapisan supernatan

Pencernaan lumpur
aktif

Lumpur hasil Lumpur keluar


pencernaan

Gambar 4.7 Pengolahan lumpur secara konvensional dengan cara rata-rata satu
fase

Terdapat 2 tipe pencernaan yaitu standar rata-rata dan standar tinggi. Pada standar

rata-rata proses pencernaan adalah berisikan pencernaan yang biasanya tanpa

mengalami pemanasan dan tanpa pencampuran dengan waktu tinggal ( detention

time) selama 60 hari. Dengan demikian, maka proses pencernaan berjalan sangat

lambat untuk mengolah lumpur dalam menghasilkan gas metan.

Pada proses dengan standard tinggi, maka lumpur yang ada dilakukan

tambahan proses berupa pemanasan dan pengadukan secara lengkap. Pada proses

ini waktu tinggal yang diperlukan hanya mencapai 15 hari atau kurang. Sebagai

kombinasi dari tipe di atas adalah berupa 2 tahap proses di mana pada tahap

pertama adalah memisahkan lumpur yang dicerna dari cairan supernatan yang

mana pada kedua fase tersebut dapat timbul gas yang diharapkan.

97
Adapun proses biologisnya dari zat organik pada bangunan pengolah

lumpur dapat terjadi melalui 2 atau 3 tahap. Tahap pertama meliputi pemindahan

enzim pada molekul yang seberat molekul tinggi menjadi molekul seberat atom

yang sesuai untuk dipergunakan sebagai sumber energi dan sel karbon.

Tahap kedua meliputi perubahan oleh bakteri dari hasil tahap pertama ke

dalam komponen molekul yang seberat atom sedang. Tahap ketiga meliputi

perubahan oleh bakteri terhadap molekul seberat atom sedang menjadi bahan yang

sederhana yang menghasilkan hasil akhir seperti metan dan CO2.

4.7.3.Proses Pengaturan

Setelah lumpur mengalami pengolahan dengan diambil gas kandungannya,

maka pemanfaatan selanjutnya adalah mengeringkan lumpur tersebut. Sebelum

proses pengeringan dilaksanakan maka lumpur perlu diatur situasinya agar proses

pengurangan air berjalan lancar. Untuk maksud ini perlu dilakukan penambahan

bahan kimia agar partikel yang ada di dalam lumpur menjadi lebih besar. Adapun

ukuran penambahan bahan kimia adalah sama dengan ukuran yang telah diuraikan

pada proses pengentalan. Pada bak tempat pengaturan lumpur ini dibubuhkan zat

polimer yang telah dilarutkan dicampur dengan lumpur dan diaduk oleh pengaduk

supaya merata. Dari bak ini barulah lumpur di angkut ke tempat pengeringan.

4.7.4 Proses Pengeringan

Pada proses ini dipergunakan bak pengering yang menampung lumpur dari

tangki pencernaan. Lumpur diletakkan pada bak pengering dengan ketebalan 200-

300 mm dan dibiarkan sampai kering terkena sinar matahar. Setelah kering

kemudian lumpur dikerok untuk dibuang ke temnpat pembuangan akhir. Bak ini

98
sangat cocok untuk mengeringkan lumpur yang berasal dari bangunan pengolah

air limbah yang kecil, atau sedang dari sebuah kota dengan penduduk 20.000 dan

pada daerah tersebut masih tersedia areal yang cukup luas dengan lebar 6 meter

dan panjang antar 6- 30 meter pada daerah terbuka dan jauh dari tempat

pemukiman + 100 meter. Untuk mempermudah dalam memeprkirakan besarnya

luas areal pengeringan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.5 Luas areal yang diperlukan untuk bak pengering

Jenis Lumpur Areal (m2) setiap Rata-rata muatan lumpur


1.000 orang kering (kg)/m2/ tahun
Pengolahan Pertama 90 – 140 120 – 200

Pengolahan pertama dan 110 – 160 100-160


humus

Pengolahan I dan lumpur 160 – 275 60 – 100


Aktif

Pengolahan I dan lumpur 185 – 230 100-160


Pengendapan bahan kimia

Sumber: Metcalf dan Eddy , 1979.

Hilangnya air dari lumpur adalah melalui gaya berat lumpur karena tertahan oleh

lapisan pasir dan melalui penguapan dari permukaan lumpur oleh udara. Sebagian

besar air meninggalkan lumpur melalui saluran pengering, oleh karena itu

dipergunakan sistem pengering yang baik dengan menggunakan pipa berlubang

yang ditanam di tanah dasar bak pengering. Selain itu pembuatan lapisan dasar

juga harus mematuhi beberapa ketentuan dalam meletakkan susunan lapisan koral,

pasir, pasir halus.

99
4.7.5 Proses Pembuangan

Pembuangan akhir dari lumpur dan zat padat biasanya tergolong dalam

pembuangan di tanah. Sedangkan pembuangan ke laut akan menimbulkan

pencemaran terhadap kehidupan laut. Masalah utama dalam pembuangan ini

adalah terletak pada nilai ekonomis dari produk yang dihasilkannya. Metode yang

biasanya dipergunakan dari pembuangan di tanah adalah dengan menebarkan di

atas tanah, membuat kolam, penimbunan dan pengisian tanah yang cekung (land

filling).

1. Penebaran di atas tanah

Pembuangan lumpur yang telah dikeringkan dapat dibuang dengan cara

menebarkan di atas tanah pertanian untuk kemudian dilakukan pembajakan

setelah kering untuk dicampur, metode ini banyak dipergunakan di beberapa

tempat di inggris dengan rata-rata penaburannya setebal 2,3-5,6 cm/tahun. Dari

penelitian yang dilakukan oleh metrolitan sanitary district of chicago menetapkan

bahwa penebaran dengan rata-rata setebal 5,1 cm/ tahun adalah penebaran yang

baik. Selain itu juga sedang dipelajarai efek sampingan jangka panjang dari

penggunaan lumpur untuk tanah pertanian.

2. Pembuatan kolam

Memasukkan lumpur ke dalam kolam adalah metode pembuangan lainnya

yang juga populer karena cara seperti ini sangat sederhanan dan ekonomis apalagi

jika pabrik penghasil lumpur tersebut berada di sekitar kolamnya. Lumpur cair

yang belum kering ini di diamkan di dasar kolam apabila jumlah cukup banyak

100
dikembalikan ke bangunan pengolah dan apabila sedikit dapat langsung dibuang

ke tempat pembuangan atau ke sungai. Selama proses pengeringan ini terjadi

pencernaan lumpur melalui proses aerobik dan anaerobik sehingga akan

menghasilkan bau yang tidak sedap. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya

haruslah dijauhkan dari tempat tinggal penduduk.

3. Penimbunan atau pemupukan

Pembuangan lumpur yang sudah dipadatkan dan dalam keadaan stabil adalah

sangat cocok menggunakan sistem seperti di atas, karena meskipun hanya

dilakukan penumpukan saja lumpur tersebut sudah tidak menimbulkan gangguan

pada masyarakat di sekitarnya. Termasuk dalam cara ini adalah cocok juga

dipergunakan untuk membuang sisa hasil pengolahan yang berasal dari

incenerator.

4. Pengisian Tanah

Apabila daerah itu merupakan daerah yang nyaman, maka pembuangan lumpur

dengan cara pengisian tanah adalah cara yang paling tepat untuk membuang

lumpur, lemak, pasir serta zat padat lainnya. Dengan demikian pembuangan

dengan cara ini adalah cukup baik untuk membuang semua kotoran yang

dihasilkan oleh masyarakat setempat selain membuang lumpur yang dihasilkan

oleh bangunan pengolah air limbah. Adapun cara pembuangan dengan sistem ini

adalah membuang kotoran padat dan bahan buangan lainnya pada tempat yang

telah ditentukan kemudian dipadatkan dengan traktor atau alat pemadat lainnya

selanjutnya ditutup dengan tanah setebal 30 cm. Pekerjaan seperti ini di lakukan

101
setiap hari sehingga semua sampah tidak akan tercecer dan tidak tampak dari luar.

Dengan demikian gangguan yang berupa bau dan pemandangan yang tidak sedap

dapat dihindarkan melalui pembuangan secara land filling.

4.8 PENYALURAN AIR LIMBAH

Dalam menganalisa sistem penyaluran air limbah komplek pesantren ini

sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik itu jumlah proyeksi penduduk

(santri), periode perencanaan, proyeksi debit air buangan dan kapasitas desain

sistem penyaluran air buangan. Kondisi eksisting juga perlu di perhatikan agar

dalam menganalisa sistem penyalurannya kita sudah mengetahui sistem apa yang

harus disesuaikan dengan kondisi di lapangan agar nantinya kita dapat

menganalisa perhitungan debit dan desain bangunan pengolahan limbah ini

dengan tepat.

4.8.1 Metode Proyeksi Penduduk

Jumlah penduduk adalah faktor penting dalam merancang suatu sistem

penyaluran air buangan. Jumlah penduduk akan menetukan besar kuantitas air

buangan yang akan dialirkan di dalam pipa penyaluran dan bangunan pengolahan

limbah tersebut. Penentuan jumlah penduduk yang akan dilayani pada akhir

peride perencanaan dilakukan dengan metode proyeksi penduduk.

Proyeksi jumlah penduduk untuk jangka waktu 10 tahun mendatang

dihitung berdasarkan dari data penduduk dalam hal ini data santri maupun

santriwati dari tahun 2000 sampai 2010. Metode yang digunakan dalam

perencanaan ini adalah metode bunga berganda dikarenakan agar arah

102
perkembangan komplek pesantren terhadap penduduk (santri) terus meningkat

baik itu fasilitas maupun utilitas.

Pt = Po ( 1+ r)n

Dimana : Pt = Jumlah penduduk pada tahun t

Po = Jumlah penduduk pada tahun awal

r = Rata-rata angka pertumbuhan penduduk

n = Jangka waktu dalam tahun

Tabel 4.6 Jumlah penduduk rata-rata dan kenaikan rata-rata (r)

(Santri dan santriwati) Komplek Pesantren Raudhatul Hasanah

tahun 2005-2010

Tahun Jumlah santri (jiwa) Kenaikan (r)


2005 2100 0
2006 2167 0.030
2007 2235 0.031
2008 2382 0.061
2009 2468 0.035
2010 2587 0.046
Rata-rata 2787.8 0.040

103
Tabel 4.7 Jumlah proyeksi penduduk (santri dan santriwati) komplek pesantren

Raudhatul Hasanah tahun 2010-2020

Tahun Kenaikan rata-rata (r) Jumlah Santri


2010 0.040 2587
2011 0.040 2690.48
2012 0.040 2798.09
2013 0.040 2910.02
2014 0.040 3026.42
2015 0.040 3147.48
2016 0.040 3404.31
2017 0.040 3540.48
2018 0.040 3682.10
2019 0.040 3829.39
2020 0.040 3982.56
Jumlah 35598.33
Rata- rata 3559.83
Sumber data: hasil analisis

4.8.2 Analisa Debit Air Buangan

Dalam menganalisa debit air buangan kita harus mengetahui terlebih

dahulu jumlah penduduk yang akan dilayani. Dan kita harus mengetahui jumlah

air limbah yang dihasilkan per/orang/hari. Menurut Metcalf and Eddy, 1991,

jumlah air limbah yang dihasilkan berkisar antara 50-80% dari pemakaian air

bersih. Untuk perhitungan jumlah air buangan yg dihasilkan oleh daerah

pelayanan ditetapkan 80 % dari konsumsi air bersih. Nilai 80%:20% adalah

perbandingan antara sambungan langsung terhadap hidran umum perkotaan untuk

masyarakat ekonomi sedang (Dinas kimpraswil,2003), sedangkan nilai 30

L/orang/hari adalah standar kebutuhan air bersih untuk hidran umum perkotaan.

Faktor air buangan terhadap air minum 0.5-0.8 (Metcalf & Eddy 1991).

104
Qr = fab x [ (80%*Qam x jumlah penduduk) + (20%*30 L/orang/hari)]
86400 detik/hari

= 0.8 x [ 80%* 200 L/orang/hari x 35598.33] + (20%*30 L/Orang/Hari)]


86400 detik/hari

= 52.738 L/detik

= 0.052 m3/detik

4.8.3 Perhitungan Dimensi Pipa

Dalam perhitungan dimensi pipa kita harus mengetahui terlebih dahulu debit

rata-rata air buangan, kemudian kita juga harus mengetahui debit infiltrasi, debit

puncak yang nantinya diperlukan untuk menentukan kecepatan aliran pada pipa

tersebut. Panjang pipa yang digunakan adalah sebesar 200 m.

1. Debit Puncak

Debit puncak adalah debit pada saat dimana jumlah aliran debit air

buangan mengalir dengan kecepatan yang sangat cepat dan volume air buangan

yang dibawa juga berjumlah sangat besar.

Qpk = Fp x Qrata-rata (m3/detik)

Qpk = 1.5 x 0.052 m3/detik

= 0.08 m3/detik

2. Debit Infiltrasi

Debit infiltrasi adalah debit yang dihitung akibat adanya peresapan air

oleh tanah yang nantinya air tersebut akan masuk kedalam pipa akibat adanya

kebocoran pada pipa.

105
Qinf = fr Qr + L pipa qinf

Fr = 0.2 (untuk daerah ekonomi menengah)

Q inf = 2L/dtk/1000 meter (debit infiltrasi yang umum digunakan )

(hardjosuprapto, 2000)

= (0.2x 52.738) +(200 m x 2 L/dtk/1000 m)

= 10.947 Liter/detik

= 0.0109 m3/detik

3. Debit Desain

Debit desain adalah debit yang timbul akibat adanya penjumlahan dari

debit puncak dengan debit infiltrasi, dengan adanya debit ini maka kita akan

mendapatkan dimensi pipa yang cocok digunakan.

Qd = Qpk + Qinf

= 0.08 m3/detik + 0.0109 m3/detik

= 0.090 m3/detik

4. Dimensi pipa

Dteo = 1.23(Qd) 0.4

= 1.23 (0.090)0.4

= 0.47 x 1000

= 470 mm

Untuk memenuhi kriteria pengaliran hidrolis, maka dipilih pipa dengan

diameter 500 mm

106
4.8.4 Perhitungan Kecepatan Aliran

Perhitungan kecepatan aliran diperlukan karena kita juga harus mengetahui

berapa kecepatan aliran di pipa pada saat debit minimum maupun pada saat debit

puncak yang nantinya diperlukan untuk menentukan slope atau kemiringan yang

ditanam pada pipa. Pipa yang digunakan pipa PVC dengan n Manning = 0.009

1. Perhitungan Slope

Delta Ht = Ht akhir- Ht awal

= 3.25 m – 3.10 m

= 0.15 m

Slope pipa = Delta Ht / panjang pipa

= 0.15/200

= 0.0007

Bila S< 0.001, asumsi slope pipa = 0.002

2. Menghitung Luas Permukaan Pipa

A = 0.25 x (22/7) x (D pasaran)2

= 0.25 x (22/7) x ( 500/1000)2

= 0.19 m2

3. Perhitungan Kecepatan Aliran pada saat debit puncak

Vfull = 1/n R2/3 I1/2

= 1/n (D/4)2/3 I ½

= 1/0.009 ( 0.50/4)2/3 0.002 ½

= 1.24 m /detik

107
Q full = A x Vmax

= 0.16 m2 x 1.24 m/detik

= 0.198 m3/detik

Perbandingan antara debit desain dan debit saat aliran penuh (Qd/Qf)

Qd = 0.090 m3/detik = 0.45 m3/detik


Qfull 0.198 m3/detik

Dari diagram nomogram di dapat d/D dari data Qd/Qf

Qd = 0.45 d = 0.45
Qfull D

Dari diagram nomogram di dapat Vp/Vfull dari data d/D

d = 0.45 Vp = 0.95
D V full

Jadi kecepatan aliran saat debit puncak Vp (m/detik)

Vp = Vp x V full = 0.95 x 1.24 m/detik = 1.18 m/detik


V full

Ketentuan yang harus terpenuhi adalah 0.6 m/detik <Vp<3 m/detik

Vp = 1.18 m/detik berarti slope ok.....

4. Perhitungan Kecepatan Aliran pada saat debit minimum

Qmin = 0.5 Qr

= 0.5 x 0.052 m3/detik

= 0.026 m3/detik

Perbandingan antara debit minimum dan debit saat aliran penuh (Qmin/Qfull)

Qmin = 0.026 m3/detik = 0.13


Qfull 0.0198 m3/detik

108
Dari diagram nomogram di dapat d/D dari data Qd/Qf

Qmin = 0.13 d = 0.27


Qfull D

Dari diagram nomogram di dapat Vp/Vfull dari data d/D

d = 0.27 Vmin = 0.73


D V full

Jadi kecepatan aliran saat debit puncak Vp (m/detik)

Vmin = Vmin xV full = 0.73 x 1.24 m/detik = 0.90 m/detik


V full

Ketentuan yang harus terpenuhi adalah 0.3 m/detik <Vp<3 m/detik

Vmin = 0.90 m/detik berarti slope ok.....

4.8.5 Sumur Pengumpul

Sumur pengumpul berfungsi untuk mengumpulkan air limbah yang

langsung dibuang dari WC maupun kamar mandi.

Kriteria desain:

 Waktu detensi < 10 menit diambil 6 menit

 Tinggi muka air 0.32 m

 Lebar sumur pengumpul, L = 5 m

Perhitungan:

 Volume bak pengumpul (Q minimum)

Vmin = Qmin .td

= 0.026 m3/detik . 6 menit .60 det/menit

= 9.4 m3

109
 Volume Bak pengumpul ( Q maximum)

Vmax = Qmax.td

= 0.198 m3/detik . 6 menit .60 det/menit

= 71.28 m3

 Volume Bak Pengumpul ( Qrata-rata )

Vrata-rata = Q rata rata. td

= 0.052 m3/detik . 6 menit .60 det/menit

= 18.72 m3

 Panjang sumur pengumpul (P), pada saat V min

Vmin 9.4m 3
P   5.8m
hmin .L 0.32m * 5m

 Kedalaman air pada saat V maksimum

Vmax 71.28m 3
hmax    2.45m
P * L 5.8m * 5m

 Kedalaman air pada saat Vrata-rata

Vrata 18.72m 3
hrata  rata    0.6m
P * L 5.8m * 5m

110
Jadi dimensi sumur pengumpul pada saat :

V min = P x L x h ( 5.8 x 5 x 0.32)

Vmax = P x L x h (5.8 x 5 x 2.45)

Vrata-rata = P x L x h ( 5.8 x 5 x 0.6)

Gambar 4.8 Sket sumur pengumpul berbentuk balok

4.8.6 Perhitungan Pompa

Pompa berfungsi untuk menaikkan air limbah yang berasal dari sumur

pengumpul untuk disalurkan ke bak pengendapan I yang kedalamannya berada di

atas dari sumur pengumpul.

Pompa yang digunakan adalah screw pump, dengan pertimbangan:

1. Pompa ini dapat memempakan cairan dengan kapasitas yang berfluktuasi sesuai

dengan taraf muka air pada sumur pengumpul.

2. Pompa ini dapat mengangkat benda-benda kasar yang ada dalam air buangan

serta cairan yang banyak mengandung pasir dan lumpur

111
Perhitungan Pompa:

Tabel 4.8 karakteristik pompa

Sudut
Kemiringan  = 300  = 350  = 380
Spesifikasi Debit Putaran H Debit Putaran H Debit Putaran H
Diameter (mm) (m3/mnt) (rpm) Loss (m3/mnt) (rpm) Loss (m3/mnt) (rpm) Loss
(m) (m) (m)
400 1.62 92 1.41 92 1.32 92
450 2.1 85 1.8 85 1.56 85
500 2.82 82 2.4 80 2.1 80
550 3.54 75 3.06 75 2.7 75
600 4.26 70 4.5 3.6 70 5.2 3.38 70 5.5
700 6.3 64 5.4 64 4.74 64
800 8.52 58 7.32 58 6.42 58
900 11.34 54 9.72 54 8.52 54
1000 14.34 50 12.3 50 10.8 50
1100 17.52 47 14.94 47 13.08 47
1200 21.84 44 18.72 44 16.44 44
1250 23.34 43 5.6 19.86 43 6.4 17.3 43 6.9
1300 25.92 42 22.08 42 19.32 42
1400 31.56 40 27.00 40 23.7 40
1500 36.18 38 30.90 38 27 38
1600 42.96 36.5 36.78 36.5 32.28 36.5
1700 49.44 35 42.30 35 37.14 35
1800 57.00 34 6.8 48.78 34 7.8 42.84 34 8.4
1900 65.04 33 55.68 33 48.9 33
2000 73.56 32 63.00 32 55.26 32
2100 82.5 31 70.62 31 61.98 31
2200 91.8 30 78.60 30 69.00 30
2300 101.4 29 7.4 86.82 29 8.4 76.20 29 9.1
2400 111.94 28 95.22 28 83.58 28
2500 121.26 27 103.8 27 91.08 27
Sumber: Torishima Pump MFC. Co Ltd; ―Screw Pump‖ ; Japan.

Digunakan 2 pompa ulir, dimana 1 buah pompa ulir dengan kemampuan


yang sama dioperasikan untuk memelihara kontinuitas aliran bila terjadi
kerusakan dan satu buah pompa untuk cadangan.

112
Kriteria Desain

 Berat Jenis air buangan ,  : 1.027 kg/liter

 Kapasitas pemompaan, Q : 2.82 m3/mnt

 Head Loss,Hl : 4.5 m

 Diameter pompa : 500 mm

 Sudut kemiringan : 300

 Putaran : 85 rpm

 Efisiensi pompa : 75 %

 Sudut kemiringan : 300

 Tinggi muka air minimum pada sumur pengumpul h:

h1 = 3/4 . D. Cosα

= ¾. 500 mm . Cos 30

= 0.32 m

 Tinggi air maksimum pada outlet screw pump, h2:

h2 = D/4

= 500 mm/4

= 0.125 m

 Total Head, H:

H = Head Loss + h2 –h1

= 4.5 m + 0.125 m – 0.32 m

= 4.305 m

 Daya pompa yang dibutuhkan, P:

0.163    Q  H 0.163 * 1.027kg / l * 2.82 * 4.305


P   2.70 KWH
 0.75

113
4.8.7 Perhitungan Debit Banjir

Perhitungan debit banjir bertujuan untuk meghitung dimensi saluran

drainase yang ada, dimensi saluran drainase tersebut di rencanakan untuk 10 tahun

kedepan.

Adapun langkah-langkah dalam menghitung debit banjir yaitu:

1. Menganalisa Hujan rancangan

2. Menghitung Waktu konsentrasi

3. Menghitung Koefisien pengaliran

4. Menghitung Intensitas hujan rancangan

5. Perhitungan Debit rencana yang berasal dari curah hujan adalah dengan

menggunakan Metode Rasional

1. Analisa Hujan rancangan

Pada analisa hujan rancangan ini akan digunakan 2 metode yaitu metode

log pearson dengan metode gumbel.

A. Metode log pearson

Tabel 4.9 Analisis curah hujan

Curah Log X - Log X -


No
Tahun Hujan ( X Log X - Log Log
Urut
Max ) Log X Log XR Log XR XR^2 XR^3
1 2007 219,00 2,340 2,0685 0,272 0,07395 0,02011
2 2005 190,00 2,279 2,0685 0,210 0,04421 0,00929
3 2001 145,00 2,161 2,0685 0,093 0,00862 0,00080
4 2003 118,00 2,072 2,0685 0,003 0,00001 0,00000
5 2006 117,50 2,070 2,0685 0,002 0,00000 0,00000
6 2000 106,50 2,027 2,0685 -0,041 0,00169 -0,00007
7 2002 99,00 1,996 2,0685 -0,073 0,00531 -0,00039
8 2009 87,00 1,940 2,0685 -0,129 0,01664 -0,00215
9 2008 83,00 1,919 2,0685 -0,149 0,02233 -0,00334
10 2004 76,00 1,881 2,0685 -0,188 0,03523 -0,00661
Total 1241,00 20,685 2,0685 18,616 0,20799 0,01766
Sumber: hasil perhitungan

114
Tabel 4.10 Curah Hujan Maksimum

Rt Log Rr Si G Log Rt R (mm)


2 2,0685 0.333 0.037 2,080 120,226
5 2,0685 0.333 0,85 2,351 224,338
10 2,0685 0.333 1,256 2,486 306,196

B. Metode Gumbel

Tabel 4.11 Analisis Curah Hujan

Periode
Curah Hujan Ulang T =
No Tahun Maksimum X Rank M ( N+1 ) / m X2
1 2007 219,00 1 11,000 47961,00
2 2005 190,00 2 5,500 36100,00
3 2001 145,00 3 3,667 21025,00
4 2003 118,00 4 2,750 13924,00
5 2006 117,50 5 2,200 13806,25
6 2000 106,50 6 1,833 11342,25
7 2002 99,00 7 1,571 9801,00
8 2009 87,00 8 1,375 7569,00
9 2008 83,00 9 1,222 6889,00
10 2004 76,00 10 1,100 5776,00
Total 1241,00 174193,50
Sumber: hasil perhitungan

Tabel 4.12 Curah hujan maksimum

T K Sx X Rn
2 0,967 47,358 124,1 169,895
5 1,703 47,358 124,1 204,751
10 2,632 47,358 124,1 248,746

Tabel 4.13 Rekapitulasi Hujan Rancangan dengan 2 Metode

Periode Ulang Metode


T (tahun) GUMBEL LOG PEARSON
2 169.895 120,226
5 204.751 224,338
10 248.746 306,196
Sumber: Hasil Perhitungan

115
2. Waktu Konsentrasi

Waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh untuk mengalir dari

daerah yang jauh menuju saluran tertentu disebut waktu konsentrasi.

Waktu konsentrasi terdiri dari 2 macam:

a. Waktu masuk (to)

Merupakan waktu aliran air diatas permukaan tanah sampai kesaluran yang di

dapat dengan menggunakan grafik dibawah ini:

Gambar 4.9 Diagram estimasi waktu aliran masuk

b. Waktu aliran (td)

Merupakan waktu air untuk mengalir dari saluran pengumpul ke saluran

pembuangan . Wakru aliran dapat dihitung dengan rumus:

Td = 0.0195 ( L 0.77 )
S0.382

116
Dimana:

L :Panjang saluran (m)

S :Kemiringan dasar saluran (m)

Td :Waktu tempuh air di dalam saluran (menit)

Waktu konsentrasi merupakan waktu total air untuk mengalir dari tempat

jatuhnya hujan ke saluran pembuangan dapat dihitung dengan rumus:

Tc = To +Td

Nilai Tc dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.14 Waktu Konsentrasi

Panjang
CP Saluran (L) m Sloop (S) To (menit) Td (menit) Tc (menit)
1 84.909 0.002 13 6.40 19.4
2 201.504 0.002 13 12.45 25.45
3 76.716 0.002 13 5.92 18.92
4 36.591 0.002 13 3.34 16.34
5 11.891 0.002 13 1.40 14.4
6 61.191 0.002 13 4.97 17.97
7 53.250 0.002 13 4.46 17.46
8 23.040 0.002 13 2.34 15.34
9 4.883 0.002 13 0.71 13.71
10 81.668 0.002 13 6.21 19.21
11 31.880 0.002 13 3.01 16.01
12 59.483 0.002 13 4.86 17.86
13 22.711 0.002 13 2.32 15.32
14 49.143 0.002 13 4.20 17.20
15 48.642 0.002 13 4.16 17.16
16 24.211 0.002 13 2.44 15.44
17 19.799 0.002 13 2.08 15.08
18 48.897 0.002 13 4.18 17.18
19 40.508 0.002 13 3.62 16.62
20 31.628 0.002 13 2.99 15.99
21 38.895 0.002 13 3.50 16.50
22 38.301 0.002 13 3.46 16.46
23 37.873 0.002 13 3.43 16.43
24 19.650 0.002 13 2.07 15.07
25 15.250 0.002 13 1.70 14.70

117
26 30.256 0.002 13 2.89 15.89
27 12.650 0.002 13 1.47 14.47
28 91.715 0.002 13 6.79 19.79
29 21.025 0.002 13 2.18 15.18
30 18.048 0.002 13 1.94 14.94
31 12.845 0.002 13 1.49 14.49
32 20.771 0.002 13 2.16 15.16
33 95.344 0.002 13 6.99 19.99
34 166.897 0.002 13 10.77 23.77
35 36.129 0.002 13 3.31 16.31
36 33.578 0.002 13 3.13 16.13
37 56.748 0.002 13 4.67 17.67
38 44.785 0.002 13 3.91 16.91
39 34.902 0.002 13 3.22 16.22
40 65.275 0.002 13 5.22 18.22
41 134.416 0.002 13 9.11 22.11
42 35.564 0.002 13 3.27 16.27
43 25.647 0.002 13 2.54 15.54
44 65.531 0.002 13 5.24 18.24
45 6.902 0.002 13 0.92 13.92
46 46.416 0.002 13 4.02 17.02
47 47.619 0.002 13 4.10 17.10
48 69.588 0.002 13 5.49 18.49
49 77.760 0.002 13 5.98 18.98
50 56.748 0.002 13 4.69 17.69
51 69.104 0.002 13 5.46 18.46
52 50.816 0.002 13 4.31 17.31
Sumber: Hasil Perhitungan

3. Koefisien Pengaliran (Cs)

Limpasan air hujan diatas permukaan tanah yang akan mengalir kesaluran

darinase dipengaruhi oleh kondisi penggunaan lahan, Jenis tanah, kemiringan

tanah, dan lain-lain. Dalam praktek koefisien pengaliran biasa dihitung dengan

rumus:

Cs = 2 Tc
2 Tc+ Td

118
Dimana : Cs : Koefisien Pengaliran

Tc : Waktu Konsentrasi (menit)

Td : Waktu aliran (menit)

Tabel 4.15 Koefisien Pengaliran

Koef.Runoff To Td Tc Koef.Penampungan
CP (C) (Menit) (menit) (menit) (Cs)
1 0.5 13 6.40 19.4 0.85
2 0.5 13 12.45 25.45 0.80
3 0.5 13 5.92 18.92 0.86
4 0.5 13 3.34 16.34 0.90
5 0.5 13 1.40 14.4 0.95
6 0.5 13 4.97 17.97 0.87
7 0.5 13 4.46 17.46 0.88
8 0.5 13 2.34 15.34 0.92
9 0.5 13 0.71 13.71 0.97
10 0.5 13 6.21 19.21 0.86
11 0.5 13 3.01 16.01 0.91
12 0.5 13 4.86 17.86 0.88
13 0.5 13 2.32 15.32 0.92
14 0.5 13 4.20 17.20 0.89
15 0.5 13 4.16 17.16 0.89
16 0.5 13 2.44 15.44 0.93
17 0.5 13 2.08 15.08 0.93
18 0.5 13 4.18 17.18 0.89
19 0.5 13 3.62 16.62 0.90
20 0.5 13 2.99 15.99 0.91
21 0.5 13 3.50 16.50 0.90
22 0.5 13 3.46 16.46 0.90
23 0.5 13 3.43 16.43 0.90
24 0.5 13 2.07 15.07 0.93
25 0.5 13 1.70 14.70 0.94
26 0.5 13 2.89 15.89 0.92
27 0.5 13 1.47 14.47 0.95
28 0.5 13 6.79 19.79 0.85
29 0.5 13 2.18 15.18 0.93

119
30 0.5 13 1.94 14.94 0.93
31 0.5 13 1.49 14.49 0.95
32 0.5 13 2.16 15.16 0.93
33 0.5 13 6.99 19.99 0.85
34 0.5 13 10.77 23.77 0.81
35 0.5 13 3.31 16.31 0.90
36 0.5 13 3.13 16.13 0.91
37 0.5 13 4.67 17.67 0.88
38 0.5 13 3.91 16.91 0.89
39 0.5 13 3.22 16.22 0.90
40 0.5 13 5.22 18.22 0.87
41 0.5 13 9.11 22.11 0.83
42 0.5 13 3.27 16.27 0.90
43 0.5 13 2.54 15.54 0.92
44 0.5 13 5.24 18.24 0.87
45 0.5 13 0.92 13.92 0.99
46 0.5 13 4.02 17.02 0.89
47 0.5 13 4.10 17.10 0.89
48 0.5 13 5.49 18.49 0.87
49 0.5 13 5.98 18.98 0.86
50 0.5 13 4.69 17.69 0.88
51 0.5 13 5.46 18.46 0.87
52 0.5 13 4.31 17.31 0.88
Sumber: Hasil Perhitungan

4. Intensitas Curah hujan Rancangan

Untuk menentukan Intensitas Curah Hujan Rancangan drainase Komplek

Pesantren Raudhatul Hasanah Medan akan dipergunakan metode Mononobe.

Dimana pendekatan tersebut akan dipilih yang sesuai dengan karakteristik banjir

di daerah yang bersangkutan. Apabila data hujan jangka pendek tak tersedia, yang

ada hanya data hujan harian maka metode mononobe cocok digunakan dalam

menghitung intensitas curah hujan rancangan. Besar intensitas curah hujan dapat

dihitung dengan rumus:

120
I = R24 (24)2/3
24 (tc )

Dimana : I : Intensitas hujan (mm/jam)

R24 : Curah Hujan Maksimum harian selam 24 jam (mm)

Tc : Lama air hujan (mm)

Tabel 4.16 Intensitas curah Hujan

CP luas. Sloop Tc I 2tahun I5 tahun I 10 tahun


(ha) (mm/jam (mm/jam) (mm/jam)
1 0.176 0.002 19.4 125.11 165.08 225.33
2 0.643 0.002 25.45 104.33 137.75 188.03
3 0.133 0.002 18.92 127.13 167.86 229.12
4 0.026 0.002 16.34 140.18 185.10 252.65
5 0.003 0.002 14.4 152.51 201.37 274.86
6 0.841 0.002 17.97 131.57 173.73 237.13
7 0.294 0.002 17.46 134.12 177.09 241.72
8 0.023 0.002 15.34 146.21 193.06 263.51
9 0.103 0.002 13.71 157.58 208.07 284.00
10 0.038 0.002 19.21 125.85 166.17 226.81
11 0.148 0.002 16.01 142.10 187.63 256.11
12 0.179 0.002 17.86 132.11 174.44 238.10
13 0.124 0.002 15.32 146.34 193.23 263.74
14 0.064 0.002 17.20 135.47 178.87 244.15
15 0.052 0.002 17.16 135.68 179.15 244.53
16 0.127 0.002 15.44 145.58 192.22 262.37
17 0.564 0.002 15.08 147.89 195.27 266.53
18 0.019 0.002 17.18 135.57 179.01 244.34
19 0.020 0.002 16.62 138.60 183.01 249.80
20 0.036 0.002 15.99 142.22 187.79 256.32
21 0.015 0.002 16.50 139.72 183.90 251.01
22 0.066 0.002 16.46 139.50 184.20 251.42
23 0.255 0.002 16.43 139.67 184.42 251.72
24 0.014 0.002 15.07 147.95 195.36 266.65
25 0.033 0.002 14.70 150.42 198.62 271.11
26 0.019 0.002 15.89 142.82 188.58 257.40
27 0.012 0.002 14.47 152.0 200.72 273.97
28 0.117 0.002 19.79 123.38 162.91 222.36
29 0.076 0.002 15.18 147.24 194.41 265.36

121
30 0.324 0.002 14.94 148.81 196.49 268.19
31 0.040 0.002 14.49 151.87 200.54 273.72
32 0.024 0.002 15.16 147.37 194.58 265.59
33 0.323 0.002 19.99 122.55 161.82 220.87
34 0.318 0.002 23.77 109.19 144.17 196.79
35 0.318 0.002 16.31 140.35 185.32 252.96
36 0.352 0.002 16.13 141.40 186.70 254.84
37 0.827 0.002 17.67 133.06 175.69 239.80
38 0.102 0.002 16.91 137.02 180.91 246.94
39 0.018 0.002 16.22 140.87 186.01 253.89
40 0.094 0.002 18.22 130.37 172.14 234.95
41 0.069 0.002 22.11 114.59 151.30 206.52
42 0.102 0.002 16.27 140.58 185.63 253.37
43 0.203 0.002 15.54 144.95 191.40 261.25
44 0.040 0.002 18.24 130.27 172.01 234.78
45 0.289 0.002 13.92 155.99 205.97 281.14
46 0.033 0.002 17.02 136.42 180.13 245.87
47 0.003 0.002 17.10 136.00 179.57 245.10
48 0.193 0.002 18.49 129.00 170.46 232.66
49 0.245 0.002 18.98 126.86 167.51 228.64
50 0.176 0.002 17.69 132.96 175.56 239.62
51 0.245 0.002 18.46 129.23 170.64 232.91
52 0.217 0.002 17.31 134.90 178.12 243.12
Sumber: Hasil Perhitungan

5. Debit Hujan Rancangan

Perhitungan Debit rencana yang berasal dari curah hujan adalah dengan

menggunakan Metode Rasional:

Q = 0.00278 CS C Itc A

di mana:

Q : Jumlah debit air dari curah hujan (m³/det)

CS : Koefisien penampungan (coefficient of channel storage)

C : angka koefisien pengaliran (coefficient run off )

122
I tc : Intensitas curah hujan (mm/jam) untuk periode ulang R tahun
dan durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi

A : Luas area drainase (ha)

Tabel 4.17 Debit Hujan Rancangan

Koef. Koef
luas Runoff penampungan I 2tahun I5 tahun I 10 tahun
CP (ha) C (Cs) (mm/jam) (mm/jam) (mm/jam) Q 2 tahun Q 5 tahun Q 10 tahun
1 0.176 0.5 0.85 125.11 165.08 225.33 0.025 0.034 0.046
2 0.643 0.5 0.80 104.33 137.75 188.03 0.074 0.097 0.13
3 0.133 0.5 0.86 127.13 167.86 229.12 0.020 0.026 0.036
4 0.026 0.5 0.90 140.18 185.10 252.65 0.0045 0.006 0.0082
5 0.003 0.5 0.95 152.51 201.37 274.86 0.0006 0.0008 0.001
6 0.841 0.5 0.87 131.57 173.73 237.13 0.13 0.17 0.24
7 0.294 0.5 0.88 134.12 177.09 241.72 0.05 0.063 0.086
8 0.023 0.5 0.92 146.21 193.06 263.51 0.0042 0.0057 0.007
9 0.103 0.5 0.97 157.58 208.07 284.00 0.020 0.028 0.040
10 0.038 0.5 0.86 125.85 166.17 226.81 0.0057 0.0075 0.01
11 0.148 0.5 0.91 142.10 187.63 256.11 0.026 0.035 0.048
12 0.179 0.5 0.88 132.11 174.44 238.10 0.029 0.038 0.052
13 0.124 0.5 0.92 146.34 193.23 263.74 0.023 0.030 0.042
14 0.064 0.5 0.89 135.47 178.87 244.15 0.01 0.011 0.019
15 0.052 0.5 0.89 135.68 179.15 244.53 0.0087 0.011 0.015
16 0.127 0.5 0.93 145.58 192.22 262.37 0.024 0.031 0.043
17 0.564 0.5 0.93 147.89 195.27 266.53 0.10 0.14 0.19
18 0.019 0.5 0.89 135.57 179.01 244.34 0.0031 0.0042 0.0057
19 0.020 0.5 0.90 138.60 183.01 249.80 0.0034 0.0045 0.0062
20 0.036 0.5 0.91 142.22 187.79 256.32 0.0064 0.0085 0.012
21 0.015 0.5 0.90 139.72 183.90 251.01 0.0026 0.0034 0.00047
22 0.066 0.5 0.90 139.50 184.20 251.42 0.11 0.015 0.0020
23 0.255 0.5 0.90 139.67 184.42 251.72 0.0044 0.058 0.0080
24 0.014 0.5 0.93 147.95 195.36 266.65 0.0026 0.0035 0.00048
25 0.033 0.5 0.94 150.42 198.62 271.11 0.0064 0.0085 0.0012
26 0.019 0.5 0.92 142.82 188.58 257.40 0.0035 0.0045 0.0062
27 0.012 0.5 0.95 152.00 200.72 273.97 0.0024 0.0031 0.0043
28 0.117 0.5 0.85 123.38 162.91 222.36 0.017 0.022 0.030
29 0.076 0.5 0.93 147.24 194.41 265.36 0.014 0.020 0.11
30 0.324 0.5 0.93 148.81 196.49 268.19 0.062 0.082 0.11
31 0.040 0.5 0.95 151.87 200.54 273.72 0.008 0.010 0.14
32 0.024 0.5 0.93 147.37 194.58 265.59 0.0045 0.006 0.0082

123
33 0.323 0.5 0.85 122.55 161.82 220.87 0.046 0.062 0.084
34 0.318 0.5 0.81 109.19 144.17 196.79 0.040 0.051 0.070
35 0.318 0.5 0.90 140.35 185.32 252.96 0.055 0.073 0.10
36 0.352 0.5 0.91 141.40 186.70 254.84 0.063 0.083 0.11
37 0.827 0.5 0.88 133.06 175.69 239.80 0.13 0.17 0.24
38 0.102 0.5 0.89 137.02 180.91 246.94 0.017 0.022 0.031
39 0.018 0.5 0.90 140.87 186.01 253.89 0.0032 0.0041 0.0057
40 0.094 0.5 0.87 130.37 172.14 234.95 0.014 0.019 0.026
41 0.069 0.5 0.83 114.59 151.30 206.52 0.0091 0.012 0.016
42 0.102 0.5 0.90 140.58 185.63 253.37 0.018 0.024 0.032
43 0.203 0.5 0.92 144.95 191.40 261.25 0.037 0.050 0.067
44 0.040 0.5 0.87 130.27 172.01 234.78 0.0063 0.0083 0.011
45 0.289 0.5 0.99 155.99 205.97 281.14 0.062 0.068 0.11
46 0.033 0.5 0.89 136.42 180.13 245.87 0.0055 0.0073 0.01
47 0.003 0.5 0.89 136.00 179.57 245.10 0.0005 0.00006 0.0009
48 0.193 0.5 0.87 129.00 170.46 232.66 0.03 0.040 0.054
49 0.245 0.5 0.86 126.86 167.51 228.64 0.037 0.050 0.067
50 0.176 0.5 0.88 132.96 175.56 239.62 0.029 0.037 0.051
51 0.245 0.5 0.87 129.23 170.64 232.91 0.038 0.05 0.068
52 0.217 0.5 0.88 134.90 178.12 243.12 0.035 0.047 0.064
Sumber: Hasil Perhitungan

4.8.8 Perhitungan Dimensi Saluran Drainase Rencana

Pada komplek pesantren ini direncanakan saluran drainase untuk 10 tahun

kedepan dan debit yang digunakan yaitu debit rencana total 10 tahun kedepan

untuk saluran primer.

Perhitungan:

1. Diketahui: Q10 = Qmax = 0.24 m3/det

Diasumsikan: S = 0.0015

n = 0.015

z = 0.25

2. Diminta: Perencanaan dimensi saluran tersebut:

124
3. Penyelesaian:

Direncanakan saluran berpenampang trapesium dengan rumus sebagai berikut:

b z

Gambar 4.10 Penampang Saluran drainase

A = (b+zh)h

P= b+2h√z2+1

R= A/P

Q = A/n R2/3S1/2

V = 1/n R2/3S1/2

Maka:

Q= (b+zh)h [ (b+zh)h] ]2/3 . S1/2


n b+2h√1+z2

0.24 = (bh+zh2) [ (bh+zh2) ]2/3 /(0.0015)1/2


0.015 b+2h(1+z2)1/2

0.24 = (bh+zh2)5/3
[b+2h(1+z2)]2/3

0.24 = (bh+0.099h)5/3
(b+2.125h)2/3

Dari persamaan diatas untuk mencari nilai b dan h dengan menggunakan metode

trial and error, maka diperoleh nilai b = 1,0 m dan h = 0.5 m

125
4.8.9 Perhitungan Bak pengendapan I

Bak pengendapan berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel yang

dikandung oleh air limbah tersebut. Bak pengendapan ini berbentuk empat persegi

panjang yang terdiri dari 3 buah yaitu:

Tabel 4.18 Karakteristik Partikel Diskrit Dalam Air buangan

Kecepatan Mengendap Fraksi Partikel Tersisa


(m/jam) (x 100 %)
3.1 0.63
2.7 0.5
2.2 0.4
1.7 0.3
1.4 0.21
0.7 0.15
Sumber: Metcalf & Eddy, wastewater enggineering 1987

GRAFIK Vs - FRAKSI TERSISA


Fraksi Tersisa (%)

0,8
0,6
0,4
0,2
0
0 1 2 3 4
Vs (m/jam)

Gambar 4.11 Grafik Hubungan Fraksi Tersisa terhadap Vs


 Overall Removal
Xo
1
Vo 0
Xt  (1  Xo )  Vt  dx

dengan Vo = 3 m/mnt, dan Grafik Vs terhadap Fraksi Tersis

126
Tabel 4.19 Partisi Fraksi Tersisa - Vs

Vt (m/jam) dx Vt . dx
3 0.04 0.12
2.9 0.06 0.174
2.8 0.04 0.112
2.7 0.04 0.108
2.6 0.02 0.052
2.5 0.04 0.1
2.3 0.04 0.092
2.1 0.04 0.084
1.9 0.02 0.038
1.7 0.04 0.068
1.4 0.04 0.056
0.8 0.04 0.032
0.3 0.06 0.018
0.1 0.08 0.008
 3.00 1.062
maka :
1.062m / jam
Xt  (1  0.6)   0.754  75.4%
3.0m / jam
Dimensi Bak Pengendap I

 Vs = 3 m/jam = 8.3 . 10-4 m/s.

 Luas permukaan

1
  n
y  1  n  Vs 
 1  
yo  Q 
 A 
1 8.3  10 4 m
Q n  Vs
  8 1
dt  5.42  10 4 m3 / m 2 / dt
A (1  y 
)  1 (1  0.754) 8  1
n
y0

Qr 0.052m 3 /det
As    96m 2
Or 5.42.10 4 m/det

Dimensi:

P:L=3:1

As = 3. l2 = 96 m2

l = 5.6 m diambil 6 m

127
P = 96 / 6

= 16 m

Across Bak pengendap I

Vh = 10.Vs =10 . 8.3 . 10-4 m/s. = 8.3 .10 -3m/det

Across = 0.052 m3/detik = 6.2 m2


8.3 .10 -3m/det

H = Across = 6.2 m2 = 1 m
L 6m

Zona Lumpur Bak pengendap I

 SS Mass Loading = 220.5 mg/l = 0.2205 kg

= 0.2205 kg x 187.2 m3/jam

= 41.278 kg/jam

 Qrata-rata = 0.052 m3/dt.

 Overall Removal SS = 75.4 %.

 Konsentrasi Solid = 4 %.

 Berat Jenis air buangan = 1.027 kg/lt.

 Berat SS yang diendapkan

Weight = % Removal x SS Mass Loading

= 75.4 % x 41.278 kg/jam

= 31.124 kg/jam.

= 746.96 kg/hari.

 Berat Lumpur dalam bak / hari

Weight = 100/4 x 746.96 kg/hari

= 18674 kg/hari.

128
 Volume lumpur / hari.

Volume = 18674 kg/hari / 1.027 kg/l

= 18183 l/hari = 18.183 m3/hari.

 Luas permukaan direncanakan sama dengan Asurface

 Kedalaman zona lumpur

Z = V = 18.183m3 = 0.18 m = 18 cm
As 16 m.6m

Jadi dimensi bak pengendapan I

P x L x h ( 16 m x 6 m x 1 m)

Pipa Pipa

p1 p2 h=1m p3

L=6m

P = 16 m

Gambar 4.12 Bak Pengendapan I

P1 = 5 m (Daerah pemasukan)

P2 = 6 m (Daerah pengendapan)

P3 = 5 m (Daerah Pengeluaran)

129
4.8.10 Dimensi Saluran Pembawa

Fungsi dari saluran pembawa menyalurkan air buangan dari satu unit

pengolahan ke unit pengolahan lainnya, saluran yang digunakan adalah saluran

tertutup yaitu pipa PVC.

Kriteria Disain :
 Perhitungan dimensi saluran pembawa diperoleh melalui persamaan

Kontinuitas dan persamaan Manning:

Q=A.V

2 1
1
V  R3S 2
n

Dimana R = Dpipa/4

 Koefisien kekasaran untuk pipa PVC : 0.009

Data perencanaan

 Q max = 0.198 m3/dt

 Q rata = 0.052 m3/dt

 Q min = 0.026 m3/dt

 V = 0.3 – 0.6 m/dt

 Diameter Pipa dari sumur pengumpul = 500 mm

 Koefisien kekasaran pipa PVC = 0.009

 Kemiringan saluran, S = 0.002 m/m

 Panjang saluran direncanakan 3 m

130
Perhitungan:

 Pada saat Q max = 0.198 m3/dt.

Q = AV

= ¼ π D2 x 1/n x R2/3 x S1/2

= ¼ π D2 x 1/n x D/42/3 x S1/2

= 0.312 D8/3 1/n S1/2

D = [(Q x n)/(0.312 S1/2)]3/8

Maka Dmax = [(0.198 x 0.009)/(0.312 x 0.0021/2)]3/8

Dmax = 460 mm diambil Dmax = 500 mm

Kontrol kecepatan

Q 0.198m 3 / det
V   2.8m / det
A 1 / 4d 2

 Pada saat Q rata-rata = 0.052m3/detik.

Q = AV

= ¼ π D2 x 1/n x R2/3 x S1/2

= ¼ π D2 x 1/n x D/42/3 x S1/2

= 0.312 D8/3 1/n S1/2

D = [(Q x n)/(0.312 S1/2)]3/8

Maka Drata-rata = [(0.052 x 0.009)/(0.312 x 0.0021/2)]3/8

Drata-rata = 280 mm diambil Drata-rata = 300 mm

131
Kontrol kecepatan

Q 0..052m 3 / det
V   0.70m / det
A 1 / 4d 2

 Pada saat Q min = 0.026 m3/detik

Q = AV

= ¼ π D2 x 1/n x R2/3 x S1/2

= ¼ π D2 x 1/n x D/42/3 x S1/2

= 0.312 D8/3 1/n S1/2

D = [(Q x n)/(0.312 S1/2)]3/8

Maka Dmin = [(0.026 x 0.009)/(0.312 x 0.0021/2)]3/8

Dmin = 215 mm diambil Dmin = 250 mm

Kontrol kecepatan

Q 0..026m 3 / det
V   0.52m / det
A 1 / 4d 2

Didapat dimensi pipa untuk:

Qmax → Dmax = 500 mm

Qrata-rata → Drata-rata = 300 mm

Qmin → Dmin = 250 mm

132
4.8.11 Dimensi Bak Pengendapan II

Pada Bak pengendapan II terdiri dari bak pengolahan secara biologis dan

bak pengendapan terakhir dimana bak ini berfungsi untuk mengontrol kandungan

BOD apakah sudah layak atau tidak untuk disalurkan ke drainase.

Data Perencanaan:

 Q rata – rata = 0.052 m3/dt.

 BOD rata – rata air buangan setelah BP I = 230.1 mg/l

 Volatile Suspended Solid yang masuk reaktor diabaikan.

 Rasio MLVSS/MLSS = 0.8

 Konsentrasi Lumpur yang diresirkulasi = 10.000 mg/l SS

 MLVSS = 3500 mg/l

 Mean all residence time = 10 hari

 Effluent mengandung 25 mg/l biological solid dimana 65 % dapat diuraikan.

 BOD5 = 0.68 BODL

 Berat jenis udara = 1.201 kg/m3

 Persentasi O2 = 23.2 % berat udara.

 Transfer oksigen untuk peralatan aerasi = 8 %

133
Perhitungan:
 Konsentrasi BOD5 terlarut pada effluent.

Bagian yang terurai dari effluent biological solid = 0.65 x 25 mg/l

= 16.25 mg/l

BODL = 65 % x 25 mg/l x 1.42 = 23.1 mg/l

BOD5 pada effluent SS = 0.68 BODL = 0.68 x 23.1 mg/l = 15.7 mg/l

 Jika diharapkan effluent mengandung BOD5 sebesar 20 mg/l, maka

Effluent BOD5 = Influent BOD5 terlarut + BOD5 dalam effluent SS

20 mg/l = S + 15.7 mg/l

S = 20 – 15.7 = 4.3 mg/l

 Efisiensi Pengolahan

Efisiensi pengolahan BOD terlarut

So  S 230.1  4.3
Es   100%   100%  98%
S 230.1

Efisiensi pengolahan Keseluruhan

So  S 230.1  20
Es   100%   100%  91.3%
S 230.1

 Dimensi reaktor

c  Qr  Y  ( So  S )
Volume 
X  (1  Kd  c)

10hari  0.052 m 3 / dt  86400dt / hari  0.5  (230.1  4.3)mg / l



3500mg / l  1  (0.06 / hari  10hari)

= 905.78 m3

 Direncanakan 3 bak sehingga Volume tiap bak = 301.92 m3

134
 Detail dimensi Bak Pengendapan II

Kedalaman bak = 3 m

Volume 301.92m 3
Luas permukaan = As    100.64m 2
kedalaman 3m

Direncanakan P : L = 3 :1, maka L = 6 m dan P = 16 m

Jadi dimensi Bak Pengendapan II

p x L x h (16m x 6m x 3m)

p1 = 5 m (Proses biologis)

p2 = 6 m (Pengendapan)

p3 = 5 m (Pengeringan)

Pipa pipa

p1 p2 h = 3m p3

Tekanan udara
L=6m

ptotal = 16 m

Gambar 4.13 Bak Pengendapan II

 Jumlah lumpur yang dibuang tiap hari.

Koefisien pertumbuhan (observed yields):

Y 0.5
Yobs    0.3125
1  ( Kd  c) 1  (0.06 / hari  10hari)

135
 Pertambahan VSS dalam reaktor:

Px (VSS )  Yobs  Q  ( So  S )  10 6 kg  10 3 l  86400 dt


mg m3 hari

= 0.3125.0.052 m3/det.(230.1 – 4.3) mg/l

= 3.66 kg/hari

 Pertambahan Total massa TSS dalam reaktor:

TSS = Px (VSS) = 3.66 kg/hari = 4.57 kg/hari


0.8 0.8

 Jumlah lumpur yang harus dibuang:

TSS yang dibuang = TSS dihasilkan reaktor – TSS dalam effluent BP

= 4.57 kg/hari – (0.052m 3/det.25.86400.10-6)

= 4.45 kg/hari

 Kebutuhan O2

Denman BOD5/BODL = 0.68

Massa BOD5 yang dimanfaatkan:

Qo  ( So  Se)
Massa BOD5 =
BOD5 BODL

0.052 m 3 / dt  ( 230.1  4.3)mg / l


= 0.68

= 17.26 kg/hari

136
 Kebutuhan Oksigen untuk menguraikan zat organik, DO2.

Qo  ( So  Se)
DO2 =  K  PX
BOD5 BODL

0.052 m 3 / dt  (230.1  4.3)mg / l


 1.42  4.45 kg / hari
= 0.68

= 10.95 kg/hari

 Volume udara yang diperlukan


Efisiensi transfer O2 untuk peralatan aerasi = 8 %

Faktor keselamatan = 2

Udara mengandung 23.2 % O2 , dengan  udara = 1.201 kg/m3.

Kebutuhan udara teoritis, Ateo.

KebutuhanO2 19.45kg / hari


Ateo    169.80m3 / hari
udara.FraksiO2 1.201kg / m .0.232
3

Kebutuhan udara aktual, Vact.

Ateoritis 169.80m3 / hari


Vact    2122.5m3 / hari
 0.08

 Rasio resirkulasi.

So 3500mg / l
R   0.78
Sr  So 8000mg / l  3500mg / l

 Hydraulic Retention Time, td.

Vreaktor 905.78 m 3
td    17418 dt  4. jam50menit
Qrata  rata 08.052 m 3 / dt

137
 Rasio Food/Mikroorganisme

F Qo  ( So  Se)
u 
M VX

0.052 m3 / dt  (230.1  4.3)mg / l


  4.4 106 / dt  0.38hari
905.78 m3  3000mg / l

 Kontrol Organik Loading (Volumetric Loading), VL.

Qo  So 0.052 m 3 / dt  230.1mg / l
VL   3
 0.01kgBOD / m 3 .Hari
V 905.78 m 3
VL = 10 mg/l/hari

 Berat lumpur dalam Bak Pengendapan II, W.

Asumsi: Kadar SS dalam lumpur 4 %.

1
W   beratlumpur (12 jam).
kadarSS

 Berat TSS setiap pengerukan.

Catatan: Pengerukan dilakukan 2 kali sehari.

8.68kg / hari
TSS   0.5  1.085kg / pengerukan
4

 Berat lumpur dalam Bak Pengendapan II, Wlumpur.

100
Wlumpur  1.085kg / pengerukan  27.125kg / pengerukan
4

 Volume Lumpur.

Volume = 27.125 kg /hari / 1.027 kg/l

= 26411.8 l /hari

= 26.411 m3/hari

138
4.8.12 Bak Pengeringan

Pada bak pengeringan ini bertujuan untuk mengeringkan lumpur hasil

dari bak pengendapan II. Dengar menggunakan bantuan media saringan pasir, dan

penyinaran matahari yang langsung menyinari bak tersebut.

Kriteria Desain:

 Periode pengeringan = 10 – 15 hari.

 Lapisan pasir = 230 – 300 mm.

 Tebal lumpur = 100 – 300 mm.

 Koefisien keseragaman = 4

 Effective Size = 0.3 – 0.75 mm.

 Kecepatan aliran air di underdrain = 0.75 m/dt

Data Perencanaan:

 Periode pengeringan = 10 hari.

 Tebal lapisan lumpur = 100 mm.

 Tebal pasir halus = 100 mm.

 Tebal pasir kasar = 55 mm.

 Tebal kerikil halus = 55 mm.

 Tebal kerikil sedang = 55 mm.

 Tebal kerikil kasar = 55 mm.

 Kecepatan aliran lumpur ke bidang resapan = > 0.75 m/dt.

 Debit lumpur = 0.22 m3/hari

139
Perhitungan:

 Berat lumpur dari bak Pengendapan II, W.

100
W  0.85  27.125   230.562kg / hari
10

 Volume lumpur/hari, V.

W 230.562kg / hari
V   0.22m 3 / hari
BJ 1.027kg / lt

 Volume Sludge Drying Bed, V.

V  Q  td  0.22m 3 / hari 10hari  2.2m 3 .

 Kandungan solid dalam lumpur = 10 %.

 Kandungan air = 90% = 90%  2.2m 3 / hari  1.98m 3 / hari.

 Kandungan air yang teruapkan = 30 %.

 Kandungan air yang menyerap = 70 %

Qfiltrasi  70% 1.98m 3 / hari  1.38m 3 hari

 Debit effluen air buangan, Q.

Q  Qtotal  Qfiltrasi  1.98m 3 / hari  1.38m 3 / hari  0.6m 3 / hari

140
Pipa D=300 mm, p = 3m, h=1m, z=3m Pipa D=300 mm, p= 3m, h= 1m, z= 3m
Qr = 0.052 m3/det Q= 0.6m3/hari
Bak Bak Drainase
Pengendapan I Pengendapan II 1
z

Dimensi:p= 16m Dimensi: p = 16 m Dimensi: b= 1,0 m


L= 6 m L=6m h= 0,5 m
h=1 m h = 3m

Qr = 0.052 m3/det

Pipa D= 500 mm
p= 200 m
h=3m
z = 3.5 m

Pompa

Sumur Dimensi p= 5.8 m, L= 5 m, h= 2.45 m


Pengumpul

Pipa D= 100mm Pipa D= 100 mm Dimensi p= 5m


p= 10 mm p=2m L= 3m
h = 3 m, h=1m h= 3m
z = 3.5 m z=3m

Qr= 0.052 m3/det Q= 200 L/Orang/hari


Kamar Mandi Septik
Wanita Tank

Pipa D= 500 mm
P= 200 m
h = 2m
Dimensi Pipa D=100mm Pipa D=100 mm z = 3m
p= 3m p= 2m p= 3m
L= 3m h =1m h=2m Q=200 L/Orang Hari
h= 3m z=3m z=3m

Septik Kamar
Tank Mandi Pria

Gambar 4.14 Skema Penyaluran Air Limbah di Komplek Pesantren

141
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah dilakukan studi dan pengamatan terhadap pengolahan air limbah

(IPAL) dan penyalurannya di komplek Pesantren Raudhatul Hasanah maka

didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

 Proyeksi jumlah penduduk ataupun santri yang digunakan adalah Metode

Bunga Berganda dikarenakan agar arah perkembangan komplek pesantren

terus meningkat baik itu fasilitasnya maupun utilitasnya, sehingga didapat

pertambahan penduduk atau santri selama 10 tahun kedepan adalah sebesar

1395 jiwa yang terhitung mulai 2010( 2587 jiwa) – 2020(3982 jiwa).

 Instalasi pengolahan air limbah di Komplek Pesantren Raudhatul Hasanah

menghasilkan air buangan 50% - 80% dari hasil pemakaian air bersih yaitu

sebesar 200 liter /orang/hari.

 Debit yang disalurkan ke drainase Q = 0.6 m3/hari dengan kandungan

BOD = 10 mg/l < 20 mg/l (Standard kualitas air buangan).

 Inventaris dari penyaluran air limbah adalah:

1. Diameter pipa yang digunakan adalah:

- Pipa Persil dengan diameter: 500 mm

- Pipa Lateral dengan diameter: 300 mm

142
2. Dimensi dari sumur pengumpul dan bak pengendapan

- Sumur Pengumpul berbentuk balok

Panjang: 5.8 meter

Lebar: 5 meter

Tinggi: 2.45 meter

- Bak Pengendapan I berbentuk Balok dibagi menjadi 3 bak

Panjang: 16 meter

Lebar: 6 meter

Tinggi: 1 meter

- Bak Pengendapan II berbentuk balok dibagi menjadi 3 bak

Panjang: 16 meter

Lebar: 6 meter

Tinggi: 3 meter

3. Saluran pembawa digunakan saluran tertutup yang berfungsi mengalirkan

Dari 1 bak ke bak yang lain.

Dmax = 500 mm

Drata-rata = 300 mm

Dmin = 250 mm

143
5.2 Saran

Terdapat beberapa saran yang perlu dipertimbangkan setelah tersusunnya

studi dan pengamatan pengolahan air limbah dan penyalurannya, yakni:

1. Diharapkan kepada pihak Komplek Pesantren Raudhatul Hasanah dapat

mengaplikasikan hasil studi ini di lapangan agar kedepannya tidak merusak

lingkungan yang berada di sekitarnya.

2. Perlu dilaksanakannya pemeliharaan rutin pada saluran air limbah baik itu bak

pengendapan maupun sumur pengumpul dan saluran drainase di komplek

pesantren ini.

3. Partisipasi dan kesadaran penduduk (santri dan santriwati ) diharapkan dapat

menjaga saluran yang telah ada untuk tidak membuang sampah dan merusak

saluran tersebut, baik itu saluran air limbah maupun saluran drainase.

144
DAFTAR PUSTAKA

Chow Ven Te, 1991, Hidrolika Saluran Terbuka, Jakarta: Erlangga.

Giles Ranald V, 1996, Mekanika Fluida dan Hidraulika, Jakarta: Erlangga.

Gordon M.Fair,1966 ,Water and Wastewater Enggineering Volume I,


New York:Mc Graw Hill.

Gordon M.Fair,1966, Water and Wastewater Enggineering Volume II,


Yogyakarta:ANDI

I Made Wirartha,2006,Pedoman Penulisan Usulan Penelitian,Skripsi dan Tesis


New York: Mc Graw Hill.

Insani Soraya Dian, 2007, Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan


Domestik Kota Pontianak, Bandung: ITB.

Metcalf & Eddy, 1991, Wastewater Enggineering, New York: McGraw Hill.

Perdana Ginting ,2007, Sistem Pengelolaan Lingkungan dan limbah Industri,


Jakarta:UI.

Ricki E Mulia,2004, Kesehatan Lingkungan, Jakarta:UIEU.

Seyhan Ersin ,1977, Dasar-dasar hidrologi , Editor Soenardi Prawirohatmodjo,


Yogyakarta: UGM Press.

Sugiharto,1987, Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah, Jakarta: UI.

145
ABSTRAK

Komplek pesantren Raudhatul Hasanah merupakan salah satu komplek


pesantren terbesar dan terluas di daerah Sumatera Utara, peningkatan jumlah
santri dan santriwati yang terus bertambah harus disertai oleh peningkatan
kualitas lingkungan hidup dan sanitasi yang memadai. Maka untuk mendukung
hal tersebut diperlukan adanya evaluasi terhadap kualitas air limbah dan
perencanaan penyaluran air limbah tersebut.
Proses pengolahan yang digunakan dalam komplek pesantren ini adalah
proses pengendapan, proses biologis, proses kimiawi dan proses lanjutan. Sistem
penyaluran yang digunakan adalah sistem penyaluran terpisah dimana debit air
limbah dipisah dengan debit air hujan.
Berdasarkan kualitas air buangan, ditentukan unit-unit yang digunakan
untuk mengolah air limbah sehingga mutu air buangan yang di salurkan ke
saluran drainase sudah sesuai dengan MENKLH No.03/MENKLH/II/1991. Unit
itu adalah pengendapan I, aerasi (penambahan oksigen), penyaringan,
pembunuhan kuman, pengendapan II, pengeringan. Sedangkan unit yang
digunakan dalam sistem penyaluran air limbah tersebut yaitu: proyeksi penduduk,
debit air buangan, dimensi sumur pengumpul, dimensi pipa dan dimensi bak
pengendapan.
Dari studi ini didapatkan data-data antara lain: Pertambahan jumlah
penduduk 10 tahun kedepan adalah sebesar 1395 jiwa yang terhitung mulai 2010
(2587 jiwa) – 2020 (3982 jiwa). Instalasi pengolahan air limbah menghasilkan
50% - 80% dari pemakaian air bersih yaitu 200 ltr/org/hari. Sedangkan dimensi
daripada sumur pengumpul yang direncanakan yaitu panjang= 3.8 m, lebar= 5 m
dan kedalaman= 2.32 m, bak pengendapan yang direncanakan terdiri dari 2 bak
dengan panjang= 16 m, lebar =6 m dan kedalaman = 1-3 m, saluran pembawa
yang digunakan adalah saluran tertutup (pipa) dengan diameter = 300 mm. Debit
akhir air buangan yang disalurkan ke saluran drainase adalah 0.6 m3/hari
dengan kandungan BOD 10 mg/l.

146

Anda mungkin juga menyukai