Anda di halaman 1dari 5

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Kebututuhan teknologi material belakangan ini mengarah kepada pengembangan material


ringan dan kuat, dengan mampu bentuk yang tinggi, dan komposisi kimia yang sederhana.
Hal in dipicu oleh meningkatnya harga bahan bakar dan keterbatasan persedian logam.
Keterbatasan persediaan logam memicu penghematan penggunaan logam, sehingga cara
pemaduan logam untuk meningkatkan kekuatannya pada saat ini menjadi kurang efektif.
Salah satu dari sekian banyak bahan non ferrous yang mempunyai banyak penggunaan
adalah aluminum. Aluminum sudah banyak dipergunakan dalam bidang industri dan
transportasi karena memiliki banyak sifat yang menguntungkan serta teknologi pengolahan
yang ekonomis, hal tersebut menyebabkan aluminum memiliki penggunaan yang semakin
luas. Penggunaan aluminum yang sering dijumpai di pasaran adalah dalam bentuk paduan.
Sebagai tambahan terhadap kekuatan mekaniknya, aluminum dapat dipadukan dengan Cu,
Mg, Si, Mn, Ni dan sebagainya, secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Hal ini dapat
memberikan sifat-sifat yang menguntungkan sebagai contoh diantaranya, yaitu :
meningkatkan kekerasan, benda bertambah ringan, ketahanan terhadap beban impak, tahan
aus, koefisien muai yang rendah dan sebagainya.
Kekuatan paduan aluminum yang berkisar antara 83-310 Mpa dapat ditingkatkan melalui
beberapa cara, yaitu : menambahkan unsur paduan, pengerjaan dingin dan heat treatment
sehingga dapat diperoleh paduan aluminum dengan kekuatan melebihi 700 Mpa (B.H.
Amstead : 1995). Di pasaran dapat diperoleh dengan mudah paduan aluminum dalam
berbagai bentuk, antara lain bentuk pelat dan lembaran. Hampir semua paduan aluminum
adalah mampu bentuk (wrought alloys) sehingga dapat ditempa, dibentuk sambil dirol,
diregang dan dicetak-tekan.
Pada proses industri aluminum hasil pengerjaan dingin memberikan dampak berkurangnya
deformasi plastis karena mengalami pengerasan regangan (strain hardening). Sehingga
pada pengerjaan berikutnya aluminum menjadi keras, kurang ulet sehingga memerlukan
lebih banyak daya untuk pembentukan selanjutnya dan besar kemungkinan terjadi retak.
Oleh karena itu, si klus pengerjaan dingin (cold working) dilanjutkan annealing
rekristalisasi banyak digunakan untuk membantu proses produksi. Dengan annealing
rekristalisasi maka pengerasan regangan dapat hilang seiring terbentuknya butir-butir baru
sekaligus menaikkan keliatan bahan (Van Vlack : 1992).
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini penulis memilih material paduan
aluminium (Al -Fe) bentuk pelat hasil proses pembentukan yang banyak beredar di pasaran
dan dengan cara perlakuan panas annealing untuk 3 mengetahui sejauh mana pengaruh
sebelum dan sesudah mengalami annealing pada sifat fisis dan mekanisnya.

1.2 Tujuan

Mahasiswa manpu menganalisa hasil uji tarik beberapa jenis logam sebagia respon
mekanis terhadap deformasi dari luar dan manpu menganalisis karakteristik perpatahan yang
dihasilkan.
BAB II

TEORI DASAR

2.1 Landasan Teori

Landasan teori Surdia (2009), aluminum ditemukan oleh Sir Humphrey Davy padaoleh
H. C.Oersted tahun 1825. Secara industri tahun 1886, Paul heroult dierancis dan C. M. Hall di
Amerika Serikat secara terpisah telahmemperoleh logam aluminum dari alumina dengan cara
elektrolisa dari garamnya yang terfusi. Sampai sekarang proses Heroult Hall masih dipakai untuk
mereduksi aluminum.Pemakaian aluminum semakin meluas akhir–akhir ini karena beberapa
faktor yang menguntungkan baik produsen maupun konsumen, antara lain karena ringan dan
kuat, konduktifitas yang baik, daya hantar listrik yang cukup tinggi, reflektor yang baik dan juga
dapat dilakukan hampir semua perlakuan permukaan, tidak bersifat magnetik, tidak memercik
dan tidak bersifat racun. Aluminum diproduksi dengan cara mereduksi aluminum klorida. Bahan
baku pengolahan aluminum adalah bauksit, yang terdiri dari :

 60 % Alumina / Aluminum Oksida ( Al2O3 ).


 34 % Oksida besi ( FeO3 )
 2,5 % Oksida Titan ( TiO2 )
 3,2 % Asam Keizel – Anhydriet ( SiO2 )

Bijih bauksit didapat dalam bentuk batu kecil dengan warna merah tua dan mengandung air
sampai 30 %. Pengolahan Al2O3 menjadi aluminum menggunakan oven elektrolis yaitu proses
dimana tanah aluminum bersama soda dicairkan dibawah tekanan pada suhu 160 °C dan terjadi
persenyawaan aluminum dan sodanya ditarik sehingga berubah menjadi oksida aluminum yang
masih mempunyai titik cair tinggi (2200 °C), titik cair turun menjadi sebesar 1000 °C jika
dicampur kriolit, proses cair oksida aluminum yang terjadi dalam sebuah dapur listrik yang
terdiri atas sebuah bak baja plat, di bagian dalam dilapisi dengan arangmurni, dan diatasnya
terdapat batang - batang arang yang dicelupkan kedalam campuran tersebut.Arus listrik yang
mengalir akan mengangkat kriolit menjadi cairoleh panas yang terjadi karena arus listrik yang
mengangkat dalam cairan kriolit tersebut adalah sebagai bahan pelarut untuk oksida aluminum.
Al didapat dalam keadaan cair dengan elektrolisa, umumnya mencapai kemurnian 99,85 % berat.
Dengan dielektrolisa kembali dapat dicapai kemurnian 99,99 %.Aluminum mempunyai sifat fisik
hantaran listrik yang tinggi sepertiterlihat pada tabel 2.1. Hantaran listrik aluminum kira–kira 65
% dari hantaran listrik tembaga, tetapi massa jenisnya kira – kira sepertiganya sehingga
memungkinkan untuk memperluas penampangnya. Oleh karena itu aluminum dapat digunakan
untuk kabel tenaga. Ketahanan korosi berubah menurut kemurniannya, pada umumnya untuk
kemurnian 99,0 % atau di atasnya dapat dipergunakan di udara dan tahan dalam waktu bertahun–
tahun.

2.2 sifat fisik dan mekanik pada aluminium

2.1 Sifat fisik aluminium

Aluminum mempunyai sifat fisik hantaran listrik yang tinggi sepertiterlihat pada tabel
2.1. Hantaran listrik aluminum kira–kira 65 % darihantaran listrik tembaga, tetapi massa jenisnya
kira – kira sepertiganyasehingga memungkinkan untuk memperluas penampangnya. Oleh
karenaitu aluminum dapat digunakan untuk kabel tenaga. Ketahanan korosiberubah menurut
kemurniannya, pada umumnya untuk kemurnian 99,0 %atau di atasnya dapat dipergunakan di
udara dan tahan dalam waktubertahun–tahun.

Tabel 2.1 sifat-sifat fisik aluminium

Nama, Simbol, dan Nomor Aluminium, Al, 13

Sifat Fisik

Wujud Padat

Massa jenis 2,70 gram/cm3

Massa jenis pada wujud cair 2,375 gram/cm3

Titik lebur 933,47 K, 660,32 oC, 1220,58 oF

Titik didih 2792 K, 2519 oC, 4566 oF

Kalor jenis (25 oC) 24,2 J/mol K

Resistansi listrik (20 oC) 28.2 nΩ m

Konduktivitas termal (300 K) 237 W/m K

Pemuaian termal (25 oC) 23.1 µm/m K

Modulus Young 70 Gpa

Modulus geser 26 Gpa

Poisson ratio 0,35

Kekerasan skala Mohs 2,75


Kekerasan skala Vickers 167 Mpa

Kekerasan skala Brinnel 245 Mpa

2.2Sifat mekanik aluminium

Untuk sifat mekanik sendiri seperti terlihat pada tabel 2.2 tergantung dari seberapa besar
kemurnian aluminum itu sendiri, karenauntuk mendapatkan aluminum dengan kekuatan mekanik
yang baik, dapat menambahkan unsur logam lain sebagai paduannya, antara lain : Cu, Mg,Zn, Si,
Mn, Ni dan sebagainya baik secara satu persatu maupunersama–sama. Berikut adalah tabel sifat
– sifat mekanis dan fisisaluminum.

Anda mungkin juga menyukai