Anda di halaman 1dari 7

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)


http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

PREVALENSI PHLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DENGAN


INFUS DI RSUD TUGUREJO SEMARANG

Ika Nur Jannah1), Suhartono2), Mateus Sakundarno Adi3)


1
Mahasiswa Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro
2
Staf Pengajar Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Diponegoro
3
Staf Pengajar Peminatan Epidemiologi dan Penyakit Tropik Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro

ABSTRAK

Infeksi nosokomial sakit adalah infeksi yang diderita pasien setelah ± 72


jam berada di ruang rawat inap. Salah satu infeksi nosokomial adalah infeksi luka
infus atau phlebitis. Phlebitis merupakan daerah bengkak, kemerahan, panas,
dan nyeri pada kulit sekitar tempat kateter intravaskular dipasang (kulit bagian
luar). Data nosokomial luka infus di RSUD Tugurejo yaitu sebesar 2,22% pada
bulan Januari, 4,31% pada bulan Februari, pada bulan Maret 5,55%, menurun
kembali 1,85% pada bulan April, dan meningkat kembali 3,41% di bulan Mei.
Angka kejadian terus meningkat tiap bulannya. Tujuan penelitian yaitu
mengetahui prevalensi phlebitis pada pasien rawat inap di RSUD Tugurejo Kota
Semarang. Metode penelitian adalah deskriptif dengan desain cross sectional
sectional yang menilai angka prevalensi phlebitis pada pasien rawat inap dengan
infus di RSUD Tugurejo dengan subyek 45 orang. Pengukuran proporsi kelas
ruang rawat inap, lama waktu, jenis kelamin, dan usia menggunakan data
sekunder. Hasil pengukuran lama hari, minimal 3 hari dan maksimal 17 hari.
Hasil pengukuran usia, minimal 25 tahun dan maksimal 75 tahun. Hasil pada
kelas ruang rawat inap, mayoritas penderita di ruang rawat inap kelas 3 sebesar
86,7% namun hasil proporsi kelas ruang rawat inap, tertinggi pada ruang rawat
inap kelas 2 dengan persentase 4,5%. Hasil pada jenis kelamin, mayoritas
penderita berjenis kelamin perempuan sebesar 84,4% dan proporsi tertinggi
perempuan sebesar 3,0%, tetapi tidak berbeda jauh dengan proporsi laki – laki
sebesar 2,8%. Hasil prevalensi sebesar 3,0%.

Kata kunci : Phlebitis, Infus, Rawat Inap

PENDAHULUAN menyebabkan infeksi lokal atau


Infeksi nosokomial atau infeksi sistemik.1 Namun perlu diketahui
yang diperoleh dari rumah sakit bahwa infeksi nosokomial tidak
adalah infeksi yang tidak diderita ditemukan tanda-tanda klinis ketika
pasien saat masuk ke rumah sakit pasien tersebut masuk ke rumah
melainkan setelah ± 72 jam berada di sakit. Infeksi nosokomial bukan
tempat tersebut. Infeksi ini terjadi bila merupakan sisa (residu) infeksi
toksin atau agen penginfeksi sebelumnya.2
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Infeksi nosokomial intravaskular dipasang (kulit bagian


menyebabkan 1,4 juta kematian luar). Jika phlebitis disertai dengan
setiap hari di seluruh dunia. tanda-tanda infeksi lain seperti
Presentasi infeksi nosokomial di demam dan pus (keluarnya nanah)
rumah sakit dunia mencapai 9% yang keluar dari tempat tusukan, ini
(variasi 3 – 2 %) atau lebih 1,4 juta digolongkan sebagai infeksi klinis
pasien rawat inap di rumah sakit bagian luar.5 Selain pasien
seluruh dunia mendapatkan infeksi mendapatkan infeksi dari layanan
nosokomial. Suatu penelitian yang kesehatan yang diberikan, prosedur
dilakukan WHO menunjukkan bahwa invasiv juga beresiko bagi tenaga
sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari kesehatan. Tenaga kesehatan dapat
14 negara yang berasal dari Eropa, mengalami cedera tertusuk jarum
Timur Tengah, Asia Tenggara, dan atau kontaminasi pada membran
Pasifik menunjukkan adanya infeksi mukosa atau kulit yang tidak utuh
nosokomial dan untuk Asia Tenggara ketika melakukan prosedur tersebut.6
sebanyak 10,0%.3 `
Lama pasien dirawat
Secara umum faktor yang mempengaruhi kejadian phlebitis.
mempengaruhi terjadinya nosokomial Pasien yang dirawat harus
terdiri atas dua bagian besar, yaitu diperhatikan infusnya. Petugas medis
faktor endogen dan faktor eksogen. harus mengganti set infus secara
Faktor endogen meliputi umur, jenis teratur, area pemasangan infus harus
kelamin, penyakit penyerta, daya dilepas dan diganti setiap 72-96 jam
tahan tubuh dan kondisi-kondisi lokal. atau lebih cepat jika dicurigai terjadi
Faktor eksogen meliputi lama masalah. Hal ini disebabkan oleh
penderita dirawat, kelompok yang bakteri yang masuk melalui cairan
merawat, alat medis, serta infus atau peralatan yang
4
lingkungan. terkontaminasi menggandakan diri
Pasien yang dirawat inap sepanjang waktu, penggantian set
umumnya mengalami penurunan infus secara teratur mengurangi
imunitas karena sakit, oleh sebab itu kemungkinan kontaminasi. Semakin
pihak rumah sakit memberikan infus lama infus dipasang di satu area,
sebagai nutrisi bagi pasien. maka akan semakin besar
Penggunaan alat intravaskular, baik kemungkinan terjadinya infeksi.7,8
melalui vena atau arteri, untuk Kejadian infeksi di rumah sakit rentan
memasukkan cairan steril, obat, atau terjadi pada pasien yang berusia tua,
makanan, dan juga untuk memantau karena beratnya penyakit yang
tekanan darah sentral dan fungsi diderita, dan daya imunitasnya
hemodinamik lainnya telah meningkat berkurang.5
tajam pada dekade terakhir. Ruang rawat inap merupakan
Setengah dari para pasien yang fasilitas pelayanan dari rumah sakit.
dirawat di rumah sakit akan Penelitian yang di lakukan di RSUP
mendapatkan terapi intravena, Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun
menjadikan populasi besar yang 2010, menunjukkan bahwa infeksi
beresiko infeksi baik lokal ataupun nosokomial terbanyak berada pada
sistemik melalui aliran darah.5 ruang perawatan kelas III yaitu 69,1%
Salah satu infeksi nosokomial (Nihi S. 2010). Ruang rawat inap
adalah infeksi luka infus atau adalah ruang untuk pasien yang
phlebitis. Phlebitis merupakan daerah memerlukan asuhan dan pelayanan
bengkak, kemerahan, panas, dan keperawatan dan pengobatan secara
nyeri pada kulit sekitar tempat kateter berkesinambungan lebih dari 24 jam.
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Untuk tiap-tiap rumah sakit akan menunjukan bahwa kasus infeksi


mempunyai tingkat pelayanan dan nosokomial yang tertinggi dan sering
fasilitas yang diberikan oleh pihak terjadi adalah phlebitis.
rumah sakit kepada pasiennya.9 Hasil penelitian pendahuluan
Angka kejadian phlebitis adalah data nosokomial luka infus di RSUD
salah satu infeksi nosokomial yang Tugurejo yaitu sebesar 2,22% pada
dijadikan tolok ukur mutu pelayanan bulan Januari, 4,31% pada bulan
rumah sakit. Izin operasional sebuah Februari, pada bulan Maret 5,55%,
rumah sakit bisa dicabut karena menurun kembali 1,85% pada bulan
tingginya angka kejadian infeksi. April, dan meningkat kembali 3,41%
Bahkan pihak asuransi tidak mau di bulan Mei. Angka kejadian terus
membayar biaya yang ditimbulkan meningkat tiap bulannya.
akibat infeksi yang terjadi di rumah Berdasarkan latar belakang
sakit sehingga pihak penderita sebelumnya kejadian infeksi
sangat dirugikan.10 Kerugian nosokomial sangat mempengaruhi
ekonomi yang ditimbulkan juga citra rumah sakit, bagi pasien dapat
cukup besar, antara lain karena dapat menyebabkan kecacatan,
memperpanjang masa tinggal rawat komplikasi, infeksi penyakit menular
inap pasien di rumah sakit, tinggi, kematian dan dampak
merupakan kontributor terbesar ekonomi hal ini mengakibatkan
untuk kenaikan komponen biaya. kerugian pada pihak pasien. Sejauh
Masa tinggal yang berkepanjangan ini belum ditemukan penelitian
tidak hanya meningkatkan biaya tentang phlebitis dan tidak adanya
langsung kepada pasien tetapi juga informasi lengkap tentang kejadian
biaya tidak langsung karena phlebitis di RSUD Tugurejo, sehingga
kehilangan pekerjaan. Peningkatan pencegahan tidak maksimal akibat
penggunaan obat-obatan, kebutuhan kurangnya informasi. Oleh karena itu,
untuk isolasi, dan penggunaan dilakukan penelitian deskriptif
laboratorium tambahan dan studi berdasarkan kelas ruang rawat inap,
diagnostik lainnya juga berkontribusi lama waktu, jenis kelamin, serta usia
terhadap biaya.3 pasien. Sehingga rumusan masalah
Berbagai faktor meningkatkan penelitian ini adalah berapa
risiko infeksi dari alat-alat Prevalensi Phlebitis Pada Pasien
intravaskular. Misalnya, tingkat Rawat Inap Dengan Infus Di RSUD
infeksi lebih tinggi pada pasien di Tugurejo Semarang?
rumah sakit besar.5 RSUD Tugurejo
adalah rumah sakit pemerintah yang METODE PENELITIAN
terletak di jalur pantai utara. RSUD Penelitian ini adalah
Tugurejo ini merupakan rumah sakit penelitian deskriptif dengan desain
kelas B milik Pemerintah Provinsi cross sectional yang menilai angka
Jawa Tengah, yang terletak di prevalensi phlebitis pada pasien
Semarang Bagian Barat dengan rawat inap dengan infus di RSUD
kapasitas 437 tempat tidur. Hal ini Tugurejo. Populasi dalam penelitian
menempatkan RSUD Tugurejo pada ini adalah seluruh pasien di 3 ruang
rumah sakit berkapasitas besar. rawat inap antara bulan Januari
RSUD Tugurejo dikelilingi sampai Mei tahun 2015 yang tercatat
pemukiman penduduk dan kawasan di RSUD Tugurejo. Data tersebut
industri, sehingga mudah dijangkau diambil dari catatan rekam medis di
masyarakat. Laporan infeksi tiap ruang rawat inap. Pengambilan
nosokomial di RSUD Tugurejo sampel dilakukan dengan cara total
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

sampling, yaitu 45 pasien dari 3 pembanding atau populasi kelas 3


ruang rawat inap dan setiap pasien juga besar sehingga hasil
yang memenuhi kriteria penelitian proporsinya kecil. Frekuensi ruang
dimasukkan dalam penelitian ini. rawat inap kelas 3 yang tinggi dapat
Kriteria inklusi dari penelitian ini diakibatkan karena ruang perawatan
adalah: kelas 3 mempunyai tempat tidur yang
a.
Pasien yang dinyatakan phlebitis lebih banyak dibanding kelas lain,
oleh petugas medis. sehingga interaksi yang terjadi antara
b.
Pasien yang dirawat inap lebih pasien dengan pasien sekamar
dari 3 hari maupun pengunjung relatif lebih
tinggi. Hal ini mempertinggi resiko
HASIL DAN PEMBAHASAN terjadinya infeksil.11 Faktor lainnya
Semua responden didapat dari adalah jam berkunjung, jumlah
data catatan perawat di setiap ruang pengunjung yang masuk ke ruang
rawat inap. Dua dari 3 ruang rawat perawatan, aktifitas pasien, dan
inap merupakan kelas campuran, kebersihan lingkungan. Pada tabulasi
yang artinya dalam satu ruang rawat silang didapat karakteristik ruang
inap terdapat ruangan kelas 1, kelas rawat inap kelas 2 yang tinggi dari
2, dan kelas 3 juga jenis kelaminnya kelas lain adalah terjadi phlebitis
ada laki – laki dan perempuan. dengan rata-rata pada hari ke ± 7,
Sedangkan satu ruang rawat inap merupakan waktu paparan terlama
merupakan ruang rawat inap kelas 3 diantara ruang rawat inap kelas 1 dan
saja dengan jenis kelamin 3. Hal ini yang mungkin dapat
perempuan saja. Hal ini dapat mengakibatkan proporsi pada ruang
mempengaruhi hasil frekuensi, rawat inap kelas 2 lebih tinggi dari
karena perbedaan yang mencolok kelas lain.
antara kelas 1, kelas 2, dan kelas 3, Analisa deskriptif seluruh
dimana pada kelas 3 frekuensinya subyek menunjukkan bahwa pasien
lebih banyak hampir 10 kali lipat yang terpapar phlebitis terjadi rata-
dibanding ruang rawat inap kelas 2. rata pada hari ke 3 hingga hari ke 17
Sama dengan kelas ruang rawat sejak dirawat inap, karena perawatan
inap, jenis kelamin juga mengalami pasien jarang terjadi lebih dari 30
perbedaan mencolok antara laki – hari.11 Pada tabulasi silang ditemukan
laki dan perempun dengan frekuensi bahwa ±7 hari (pada ruang rawat
perempuan lebih banyak. Namun inap kelas 2) adalah waktu rawat inap
dengan kita memproporsikannya dengan proporsi pasien phlebitis
akan didapat hasil yang berbeda, tertinggi diantara ruang rawat inap
sehingga dapat di bandingkan. lain. Lama waktu dihitung mulai dari
Anlisa deskriptif pada penelitian dirawat hingga terpapar phlebitis.
kelas rawat inap yang tertinggi Pada data terlihat semakin lama
adalah ruang rawat inap kelas 2 pasien dirawat inap pasien tersebut
dengan proporsi sebesar 4,5%. mudah terkena phlebitis (proporsi
Berbeda dengan frekuensinya yang penderita terbanyak pada ruang
lebih banyak pada ruang rawat inap rawat inap kelas 2 dengan lama
kelas 3. Walaupun frekuensinya lebih waktu ± 7 hari). Sesuai dengan teori
banyak pada kelas 3, tetapi populasi Darmadi, bahwa semakin lama
tiap kelas juga berbeda. Sehingga seseorang dirawat di rumah sakit,
nilai proporsi akan berbeda pula. kemungkinan untuk mendapatkan
Dalam hal ini kelas 3 mempunyai infeksi nosokomial juga besar sebab
frekuensi paling tinggi, namun pasien dengan kondisi yang lemah
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

semakin lama terpapar mikroba dan menyehatkan.10


lingkungan rumah sakit yang kurang

Tabel 1. Frekuensi Responden Berdasar Kelas Rawat Inap dan Jenis Kelamin
Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%)
1 1 2,2
Kelas Rawat Inap 2 5 11,1
3 39 86,7
Laki-laki 7 15,6
Jenis Kelamin
perempuan 38 84,4
Total 45 100

Tabel 2. Frekuensi Responden Berdasar Lama Waktu dan Usia

(n = 45 orang)

Karakteristik Responden Minimum Median Maksimum Rerata ± SD

Lama Waktu (hari) 3 5 17 6,11 ± 3,23


Usia 25 47 74 46,64 ± 12,07

Tabel 3. Tabulasi Silang Kejadian Phlebitis Berdasar Kelas Ruang rawat inap

Kejadian Phlebitis

Ruang Rawat Inap


Karakteristik
Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3
(n=1) (n=5) (n=39)
Laki – laki 0% (0) 40% (2) 12,82% (5)
1 Jenis Kelamin
Perempuan 100% (1) 60% (3) 87,18% (34)
2 Usia (tahun) rata-rata 53 52,20 ± 15,156 45,77 ± 11,710

3 Lama Waktu (hari) rata-rata 4 6,80 ± 4,658 6,08 ± 3,098

Tabel 4. Tabulasi Silang Kejadian Phlebitis Berdasar Jenis Kelamin


Kejadian Phlebitis
Jenis Kelamin
Karakteristik
Laki – laki (n=7) Perempuan (n=38)
1 Usia (tahun) 49,57 ± 7,569 46,11 ± 12,670
2 Lama Waktu (hari) 4 ± 1,155 6,5 ± 3,343
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Tabel 5. Proporsi dan Prevalensi


Karakteristik Presentasi
Frekuensi Populasi
Responden (%)
Kelas 1 1 34 2,9
Ruang 2 5 112 4,5
Proporsi rawat inap 3 39 1367 2,9
Jenis Laki-laki 7 249 2,8
Kelamin Perempuan 38 1264 3,0
Prevalensi 45 1513 3,0

Analisa deskriptif KESIMPULAN


menunjukkan bahwa pasien yang Sebagian besar responden
menderita phlebitis paling banyak yang terkena phlebitis dirawat di
adalah pasien perempuan dengan ruang rawat inap kelas 3 RSUD
proporsi sebanyak 3,0%. Nilai Tugurejo sebanyak 86,7%. Proporsi
frekuensi jenis kelamin perempuan phlebitis berdasar kelas ruang rawat
tinggi (perempuan 84,4%, laki – laki inap yang terbesar adalah di ruang
15,4%) karena salah satu ruang rawat inap kelas 2 sebesar 4,5%.
rawat inap adalah khusus Lama waktu respoden mulai dirawat
perempuan, sehingga frekuensi tidak hingga terpapar phlebitis berada
dapat dijadikan acuan. Namun hasil pada rentang antara 3 hari sampai
proporsi dapat dijadikan acuan. Hasil 17 hari. Mayoritas pasien yang
proporsi antara perempuan 3,0% terkena phlebitis berjenis kelamin
dengan laki – laki 2,8% tidak berbeda perempuan dengan proporsi 3,0%.
jauh, sehingga tidak terlalu Usia responden berada pada
berpengaruh pada kejadian phlebitis. rentang antara 25 sampai 75 tahun.
Analisa deskriptif Rata-rata usia pasien yang
menunjukkan bahwa usia pasien menderita phlebitis termasuk usia
yang menderita phlebitis berumur 25 produktif. Prevalensi phlebitis
sampai 74. Rata-rata pasien yang sebesar 3,0%, lebih besar dari
menderita phlebitis pada tiap ruang standar Kemenkes Indonesia yaitu
rawat inap termasuk dalam kelompok 1,5%, namun masih dibawah
usia produktif.12 Pada penelitian lain standar WHO yaitu 5%.
juga didapatkan hasil mayoritas
responden berusia dewasa.11,13
Beberapa faktor yang mempengaruhi DAFTAR PUSTAKA
adalah beratnya penyakit yang
diderita, dan daya imunitas.5 1. Adams K, Corrigan JM. Priority
Hasil prevalensi kejadian Areas for National Action:
phlebitis di RSUD Tugurejo sebesar Transforming Health Care
3,0% (total pasien 45 orang dengan Quality. National Academies
populasi 1513 pasien). Angka ini di Press. 2003.
atas standar yang ditetapkan oleh 2. Rohani, Hingawati. Panduan
Kementerian Kesehatan Indonesia Praktik Keperawatan:
yaitu sebesar 1,5%.14 Namun masih Nosokomial. Yogyakarta: Citra
di bawah standar WHO yaitu 5%.3 Aji Pramana. 2010.
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

3. WHO. Prevention of Hospital- Wahidin Sudirohusodo.


Aquired Infections (A Practical Makassar: Universitas
Guide) 2nd Edition. 2002. Hasanuddin. 2010.
4. Parhusip. Faktor-Faktor yang 10. Darmadi. Infeksi Nosokomial
Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Problematika dan
Nosokomial Serta Pengendaliannya. Jakarta:
Pengendaliannya. Sumatra: FK- Salemba Medika. 2008.
USU. 2005. 11. Hasanuddin, Liwang M. Studi
5. Tietjen L, Bossemeyer D, Tenteng Gambaran Infeksi
McIntosh N. Panduan Nosokomial di Bangsal Penyakit
Pencegahan Infeksi. Jakarta: Dalam Lontara I Bawah Rumah
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo
Prawirohardjo. 2004. Makasar. Sulawesi Tengah:
6. Department of Health. Winning Biocelebes UNTAD. 2010.
Ways: Working Together to 12. Kementerian Kesehatan
Reduce Healthcare Associated Indonesia. Profil Kesehatan
Infection in England. London: Indonesia Tahun 2014. Jakarta:
Department of Health Kementerian Kesehatan RI.
Publications. 2003. 2015.
7. Royal College of Nursing: 13. Agustin C. Analisis Faktor Yang
Standards of Infusion Therapy, Berhubungan Dengan Kejadian
3rd edn. London: RCN. 2010. Phlebitis Pada Pasien Yang
8. Department of Health. Saving Terpasang Infus Di Ruang
Lives: High Impact Intervention Medikal Chrysant Rumah Sakit
No 2, Pheriperal intravenous Awal Bros Pekanbaru. Riau:
cannula care bundle. London: Universitas Riau. 2014.
Department of Health 14. Menteri Kesehatan Republik
Publications. 2007. Indonesia. Standar Pelayanan
9. Nihi S. Gambaran Penderita Minimal Rumah Sakit. Jakarta:
Infeksi Nosokomial Pada Pasien Kemenkes RI. 2008.
Rawat Inap Di RSUP Dr.

Anda mungkin juga menyukai