PENDAHULUAN
(1)
Dimana V adalah volume dan n adalah jumlah mol partikel. Rumus di atas dapat diubah lagi
dengan mensubstitusikan nilai dan dari persamaan berikut
(2)
(3)
(4)
(5)
Dengan adalah massa molar. Satuan volume molar dalam SI adalah meter kubik/mol
(m3/mol), meskipun lebih sering digunakan satuan liter/mol atau dm kubik/mol (dm3/mol)
untuk gas dan sentimeter kubik/mol (cm3/mol) untuk liquid dan solid (Wahyuni, 2003).
Koefisian reaksi menyatakan perbandingan mol-mol dari zat-zat yang ada dalam reaksi.
Dalam hal reaksi gas,koefisien reaksi juga menyatakan perbandingan volume gas yang terlibat
reaksi awal pada P,T yang sama (menurut Hukum Gay-Lussac). Hubungan antara volume gas
standar dengan jumlah mol. Hubungan volume molar gas menunjukkan volume 1 mol gas
pada keadaan standar ( Wahyuni, 2003).
Hukum – hukum yang berkaitan dengan gas meliputi :
1. Hukum Boyle
Boyle mengatakanbahwa jika suhu dijaga konstan maka volume (v) sampel gas berkurang
seiring dengan bertambahnya tekanan luar,yakni tekanan atmosfer plus tekanan akibat
penambahan air raksa. Pernyataan Hukum Boyle volume gas pada suhu tetap berbanding
terbalik secara proporsional dengan tekanannya. Hasil tekanan dan volume suatu gas pada
suhu tetap adalah konstan.
2. Hukum Charles dan Gay Lussac
Jeagues Charless dan Gay Lussac mengamati bahwa tekanan tetap suatugas akan
mengembang bila dipanaskan dan sebaliknya menyusut bila didinginkan. Hukum Charless dan
Gay Lussac berbunyi “volume suatu gas pada tekanan tetap proporsional dengan suhu
absolutnya”.
3. Hukum Avogadro
Berdasarkan hasil penyelidikan Boyle,Charless dan Gay Lussac Amedeo Avogadro
mennagjukan hipotesis bahwa “pada suhu dan tekanan yang sama,semua gas mengandung
jumlah molekul (atom) yang sama.”oersamaan umum gas : empat kuantitas (variabel) yang
secara lengkap sejumlah tertentu gas:M,V,T dan P. Banyaknya yang ada juga dapat
dinyatakan dalam banyaknya mol (n) sebagai ganti massanya. Volume suatu gas sebanding
langsung dengan banyaknya mol yang ada. Jumlah mol n pada temperatur yang mutlak
berbanding terbalik dengan P. Gabungannya dalam satu pernyataan dari hukum
Boyle,Charless,Gay Lussac dan Avogadro ini disebut hukum gas ideal,secara matematis
(Pudjaatmaka, 1998).
Gas melakukan tekanan pada permukaan apapun ketika saling bersentuhan, karena
molekul – molekul gas senantiasa dalam keadaan bergerak. Atmosfer yang mengelilingi bumi
adalah campuran dari berbagai gas. Tekanan atmosfer adalah tekanan yang diberikan oleh
atmosfer bumi. Nilai sesungguhnya dari tekanan atmosfer tergantung pada letak, suhu, dan
reaksi cuaca. Barometer merupakan alat yang paling lazim digunakan untuk mengukur
tekanan atmosfer. Definisi mula – mula dari standar atmosfer sama dengan tekanan yang
dilakukan kolom air raksa setinggi 760 mmHg pada permukaan air laut dan pada temperatur
0oC.
1 atm = 760 mmHg
Satuan Internasional (SI) tekanan adalah Pascal (Pa) didefinisikan 1 newton (satuan
Internasional untuk gaya) per meter persegi.
1 Pa = 1 N/m2
(Pudjaatmaka, 1998).
Pada kondisi temperatur dan tekanan standar (T = 273 K dan P = 1atm), volume molar gas
ideal adalah 22,4 liter/mol. Pada kondisi ruangan (Room Temperature and Pressure, dimana T
= 298 K dan P = 1 atm), volume molar gas ideal adalah 24 liter/mol. Hal ini dapat dibuktikan
dengan memasukkan nilai T dan P ke dalam persamaan gas ideal.
(6)
(7)
(8)
Pada kondisi standar, dengan dan ,
(9)
Pada kondisi ruang, dengan dan ,
(10)
(Pudjaatmaka, 1998).
Hipotesis Avogadro menyebutkan bahwa pada suhu dan tekanan yang sama, semua gas
dengan volume yang sama akan mengandung jumlah partikel yang sama pula. Oleh karena 1
mol setiap gas mempunyai jumlah molekul yang sama, maka pada suhu dan tekanan yang
sama pula, 1 mol setiap gas mempunyai volume yang sama. Volume per mol gas disebut
volume molar dan dilambangkan Vm.
V = n × Vm
dengan:
V = volume gas (liter)
n = jumlah mol (mol)
Vm = volume molar (liter/mol)
(Oxtoby, 2001).
BAB 2. METODE PRAKTIKUM
1 g KClO3
- dimasukkan dalam erlenmeyer yang telah diset seperti gambar pada literatur
- dipanaskan pelan-pelan dan diamati kondisi setimbang air didalam buret
- dicatat volume O2 yang tertampung
- dicatat juga temperatur dan tekanan barometer saat percobaan dilakukan
- diulangi 3 kali untuk mendapatkan volume rata-rata O2 yang dilepaskan
Hasil
- dimasukkan dalam erlenmeyer yang telah diset seperti gambar pada literatur
- ditimbang kuvet dan diisi dengan H2SO4 pekat 3,5 mL dan dimasukkan dalam
erlenmeyer tadi
- digoyangkan pelan-pelan hingga keduanya bereaksi sempurna dan dicatat
volume gas CO2 yang dihasilkan
- dicatat pula temperatur dan tekanan barometer pada saat percobaan dilakukan
- diulangi 3 kali untuk mendapatkan volume rata-rata CO2 yang dilepaskan
Hasil
BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Penentuan volume molar gas O2
Massa setelah
Percobaan Massa T Volume O2 h Perbedaan Tinggi
o dipanaskan +
ke- KClO3 (g) ( C) (mL) (cm) (cm)
erlenmeyer (g)
1 1 80 28 29,8 47 68,395
2 1 80 26 27,7 45,5 68,447
3 1 80 28 29,8 47 68,395
Skala awal air didalam buret sebelum dilakukan pemanasan adalah 6 mL, sedangkan skala
akhir ketika dilakukan pemanasan sampai suhu 80 ⁰C (yang pertama sampai ketiga secara
berturut-turut) adalah 34 mL, 32 mL dan 34 mL. Pada percobaan kedua dan ketiga angka
selisih penurunannya hanya 2 mL. Berdasarkan hasil yang diperoleh setelah dilakukan
pengulangan sebanyak 3 kali, tekanan pada percobaan pertama kedua dan ketiga adalah
sebesar 22,12 mmHg. Tekanan gas yang terkoreksi pada barometer dapat dihitung setelah
tekanan gas masing-masing percobaan ditentukan. Faktor koreksi barometer (C) memiliki nilai
yang berbeda pada masing masing suhu dan tekanannya. Setelah diperoleh tekanan total maka
besarnya P gas dapat ditentukan dengan cara mengurangkan P total terhadap P air yang
dikalikan kelembaban reaktif. Faktor kelembaban perlu diperhatikan karena dalam hal ini gas
yang ditampung masih mengandung uap air yang berasal dari alat yang digunakan.
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh volume molar gas O2 yaitu sebesar 0,063 L/mol. Hasil
ini jauh berbeda dengan literatur. Berdasarkan literatur diketahui bahwa volume molar gas
oksigen adalah 22,393 L/mol dan seharusnya volume molar gas dari tiga kali pengulangan
tersebut memiliki nilai yang sama karena dilakukan pada suhu sama.
Percobaan kedua yaitu menentukan volume gas CO2 dengan cara mereaksikan 0,25 gram
Na2CO3 dengan 3,5 mL H2SO4. Cara penentuannya sama dengan percobaan sebelumnya yang
menggunakan KClO3 yaitu menekan cairan yang berada dalam barometer sebagai akibat
adanya gas karbondioksida hasil reaksi. Perbedaan antara percobaan satu dan kedua ini adalah
percobaan kedua dilakukan tanpa pemanasan. Na2CO3 dimasukkan ke dalam erlenmeyer
sedangkan H2SO4 terlebih dahulu dimasukkan ke dalam kuvet yang juga dimasukkan ke dalam
erlenmeyer. Larutan H2SO4 dalam kuvet tersebut tidak boleh sampai tumpah sebelum
erlenmeyer ditutup rapat dan dihubungkan dengan selang agar gas yang dihasilkan dapat
terukur dengan optimal. Reaksi yang terjadi dapat dituliskan sebagai berikut :
Na2CO3 (s) + H2SO4 (aq) Na2SO4 (aq) + H2O (l) + CO2 (g)
Skala awal air dalam buret adalah 6 mL. Pada percobaan pertama diperoleh data skala
akhir air mencapai maksimal yaitu 46 mL pada suhu 36⁰ C, pada percobaan kedua diperoleh
data skala akhir air mencapai 39 mL pada suhu 30⁰ C, pada percobaan ketiga diperoleh data
skala akhir air mencapai 37 mL pada suhu 30⁰ C. Berdasarkan hasil yang diperoleh setelah
dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali, tekanan pada percobaan pertama diperoleh sebesar
36,8 mmHg, tekanan pada percobaan kedua diperoleh sebesar 29,5 mmHg dan tekanan pada
percobaan ketiga diperoleh sebesar 29,5 mmHg. Tekanan total pada percobaan ini dicari
dengan cara mengurangkan tekanan bar terhadap faktor koreksi barometer sehingga diperoleh
tekanan total. Pada pengulangan pertama kedua dan ketiga dihasilkan tekanan total sebesar
36,36 mmHg, 29,09 mmHg dan 29,09 mmHg. P gas dapat diperoleh dengan mencari selisi
antara P total dan P air dengan memperhatikan faktor kelembaban. Dengan menganggap gas
sebagai gas ideal maka diperoleh volume molar gas CO2 sebesar 0,4 L/mol. Hasil ini tidak
sesuai dengan literatur. Berdasarkan literatur diketahui bahwa volume molar gas CO2 adalah
22,262 L/mol. Berdasarkan literatur tersebut maka didapatkan hasil yang cukup jauh
perbedaannya, namun apabila dilihat dari hasil kedua pengulangan tersebut hasil yang
diperoleh pada percobaan ini sudah sesuai dengan teori yang ada, yaitu pada saat temperatur
naik, maka tekanan juga akan naik.
Hasil yang diperoleh pada percobaan ini tidak sesuai dengan literatur. Ketidaksesuaian
hasil ini disebabkan oleh beberpa faktor seperti: erlemeyer yang digunakan tidak tertutup
dengan rapat atau lubang untuk selang dan termometer masih ada yang belum tertutupi dengan
vaselin sehingga terjadi kebocoran gas. Kebocoran gas tersebut dapat membuat tekanan yang
mendorong air pada barometer semakin kecil sehingga membuat volume gas yang terukur
semakin sedikit. Hal ini juga dapat mempengaruhi volume gas yang diperoleh sehingga nilai
volume gas yang terhitung menjadi negatif. Sedikitnya gas yang terukur mungkin disebabkan
ada sejumlah sampel yang masih belum bereaksi dengan reaktan untuk membentuk gas.
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Volume molar adalah volume 1 mol dari suatu unsur atau senyawa kimia pada temperatur
dan tekanan tertentu. Volume molar setiap unsur atau senyawa tidak dipengaruhi oleh rumus
molekulnya, namun oleh tekanan dan temperatur dimana zat tersebut diukur. Gas mempunyai
sifat khusus yaitu peka terhadap perubahan tekanan dan temperatur. Terdapat empat variabel
penting yang mempengaruhi sifat-sifat fisis gas yakni suhu, tekanan, volume dan jumlah gas.
Berdasarkan percobaan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa untuk menentukan volume
molar O2 dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan gas ideal pada suhu dan tekanan
standar.
4.2 Saran
Diharapkan untuk praktikum selanjutnya agar asisten selalu mendampingi para praktikan
sehingga kesalahan di dalam praktikum dapat diminimalisir dan dapat menghemat waktu yang
tersedia.
DAFTAR PUSTAKA
Brady, James, E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jakarta : Binarupa Aksara.
Oxtoby, David, W.H.P, dkk. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern Edisi Ke-4 Jilid 1. Jakarta :
Erlangga.
Purwoko, Agus, Abh. 2006. Kimia Dasar 1. NTB : Mataram University Press.
2. Menentukan p total
C
ptotal pbar ( )
9
p1 22,12 0,44
21,7 mmHg
p 2 22,21 0,44
21,7 mmHg
p3 22,21 0,44
21,7 mmHg
3. Menentukan p gas
p gas ptotal p H 2O 1 r
p1 21,7 55,31 0,8
10,64 mmHg
0,014 atm
p 2 21,7 55,31 0,8
10,64 mmHg
0,014 atm
p3 21,7 55,31 0,8
10,64 mmHg
0,014 atm
pbar 2 gh
2. Menentukan p total
C
ptotal pbar ( )
9
pada suhu 36 C
p1 36,8 0,44
36,36 mmHg
pada suhu 30 C
p 2 29,5 0,41
29,09 mmHg
pada suhu 30 C
p3 29,5 0,41
29,09 mmHg
3. Menentukan p gas
p gas ptotal p H 2O 1 r
pada suhu 36 C
p1 36,36 44,51 0,8
27,46 mmHg
0,036atm
pada suhu 30 C
p 2 29,09 31,81 0,8
22,73 mmHg
0,03 atm
pada suhu 30 C
p3 29,09 31,81 0,8
22,73 mmHg
0,03 atm
𝑚 𝑁𝑎2 𝑆𝑂4
𝑛 𝑁𝑎2 𝑆𝑂4 =
𝑀𝑟 𝑁𝑎2 𝑆𝑂4
0,5 𝑔
𝑛 𝑁𝑎2 𝑆𝑂4 = = 4,72 . 10−3 𝑚𝑜𝑙
105,99 𝑔/𝑚𝑜𝑙
𝑚 𝑁𝑎2 𝑆𝑂4
𝑛 𝑁𝑎2 𝑆𝑂4 =
𝑀𝑟 𝑁𝑎2 𝑆𝑂4
0,25 𝑔
𝑛 𝑁𝑎2 𝑆𝑂4 = = 2,36 . 10−3 𝑚𝑜𝑙
105,99 𝑔/𝑚𝑜𝑙
𝑚 𝑁𝑎2 𝑆𝑂4
𝑛 𝑁𝑎2 𝑆𝑂4 =
𝑀𝑟 𝑁𝑎2 𝑆𝑂4
0,25 𝑔
𝑛 𝑁𝑎2 𝑆𝑂4 = = 2,36 . 10−3 𝑚𝑜𝑙
105,99 𝑔/𝑚𝑜𝑙