Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN BAHAN PENYEGAR

ACARA I
PENGOLAHAN TEH

KELOMPOK IV ROMBONGAN I

Penanggung Jawab:
Fadhil Alfiyanto Rahman A1F015071

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman serta teknologi, sekarang ini banyak

ditemui industri pengolahan teh dengan menghasilkan berbagai macam produk akhir

seperti halnya teh kering, teh celup, dan bahkan teh dalam kemasan botol yang mana

semuanya dapat memberikan kemudahan bagi kita untuk mengkonsumsinya secara

praktis. Teh merupakan salah satu minuman yang terpopuler di dunia karena selain

nikmat sekaligus sangat bermanfaat untuk kesehatan. Kombinasi antara kenikmatan

dan kesehatan itulah yang menjadikan teh memiliki daya saing kuat dibandingkan

minuman kesegaran lainnya.

Teh, kopi, coklat, dan tembakau merupakan beberapa contoh bahan penyegar

yang dapat tumbuh baik di Indonesia. Bahan penyegar biasanya selalu memiliki aroma,

bau dan rasa yang khas dari tiap-tiap komoditasnya. Bahan Penyegar merupakan

sebutan bagi bahan yang memiliki kandungan alkaloid yang mampu memberikan

stimuli berupa peningkatan kerja jantung bagi pemakainya. Selain ditinjau dari

komponen aktifnya, bahan penyegar juga memiliki ciri khas tersendiri.

Teh (Camellia sinensis L.) merupakan salah satu tanaman minuman penyegar

yang banyak disukai orang karena rasa dan aromanya yang khas. Selain itu, teh

merupakan tanaman perkebunan yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi dan

dapat dikembangkan lebih luas. Teh memberikan kontribusi yang cukup besar bagi
perekonomian nasional. Teh merupakan salah satu subsektor pertanian yang memiliki

peranan penting dalam menghasilkan komoditas ekspor dari sektor non migas

Indonesia setelah kelapa sawit dan kakao. Teh (Camellia sinensis) merupakan jenis

tanaman yang tumbuh baik di dataran tinggi. bagian yang paling banyak dimanfaatkan

dari tanaman teh adalah bagian daunya. Senyawa utama yang dikandung daun teh

adalah katekin, yaitu suatu zat mirip tanin terkondensasi disebut juga polifenol karena

banyaknya gugus fungsi hidroksil yang dimilikinya. Teh mengandung alkaloid kafein

yang bersama-sama dengan polifenol teh akan membentuk rasa yang menyegarkan.

Selain memiliki rasa yang menyegarkan, kandungan teh pun mempunyai banyak

manfaat bagi kesehatan. Manfaat teh antara lain adalah sebagai antioksidan,

memperbaiki sel-sel yang rusak, menghaluskan kulit, melangsingkan tubuh, mencegah

kanker, mencegah penyakit jantung, mengurangi kolesterol dalam darah, melancarkan

sirkulasi darah.

Pada umumnya, jenis teh dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok utama

yakni teh hitam, teh olong dan teh hijau. Teh hijau, teh putih maupun teh hitam berasal

dari tanaman yang sama, yaitu Camellia sinensis, yang membedakannya adalah cara

penanganan pascapemetikan. Kualitas daun teh yang baik adalah yang berasal dari

pucuk daun atau daun teh muda yang belum mekar (Mangan, 2003).

Perbedaan antara jenis teh tersebut dikarenakan perbedaan cara produksi, iklim

lokal, tanah dan kondisi pengolahan (Spilance, 2002). Proses pengolahan dan analisa

mutu merupakan hal penting untuk menentukan tingkat kualitas teh. Kualitas teh dapat

ditentukan dari daun teh yang dipetik, semakin muda daun teh maka mutu yang
dihasilkan akan semakin baik, begitu sebaliknya. Perbedaan umur daun teh ini juga

menentukan kandungan senyawa polifenol pada daun teh, yang akan berpengaruh juga

pada rasa, aroma, dan warna. Identifikasi dan pengendalian mutu teh sebagai bahan

utama suatu produk merupakan syarat mutlak agar dihasilkan produk yang berkualitas

baik.

Pengolahan teh dimaksudkan untuk mengubah komponen kimia daun teh segar

sehingga menjadi hasil olahan yang memiliki sifat-sifat yang dikehendaki pada air

seduhannya seperti warna, rasa, dan aroma yang baik dan disukai. Kesadaran

masyarakat yang semakin meningkat akan manfaat dari meminum teh bagi kesehatan

tubuh, mendorong para pengolah teh untuk dapat menghasilkan teh yang bermutu

tinggi yaitu hanya dapat diperoleh dari proses pengolahan dan pengendalian mutu yang

baik sehingga mampu menghasilkan teh yang memenuhi standar yang telah dibakukan.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum acara ini adalah:

1. Mengklasifikasikan jenis teh berdasarkan variasi lama fermentasi dan sifat

sensori teh yang dihasilkan.

2. Melakukan pengamatan terhadap rendemen, kadar air, dan sifat sensori (warna,

aroma, rasa, dan kesukaan).

3. Menganalisis variasi proses pengolahan terhadap karakteristik fisikokimia dan

sensori dari produk yang dihasilkan.


II. TINJAUAN PUSTAKA

Teh adalah bahan minuman yang secara universal dikonsumsi di banyak negara

serta berbagai lapisan masyarakat (Tuminah, 2004). Teh juga mengandung banyak

bahan-bahan aktif yang bisa berfungsi sebagai antioksidan maupun antimikroba

(Gramza et al., 2005). Teh juga merupakan suatu produk yang dibuat dari daun muda

(pucuk daun) dari tanaman teh Camellia sinensis L. Daun teh mengalami beberapa

proses pengolahan untuk dapat menjadi produk seperti teh hitam dan teh hijau.

Tanaman teh membutuhkan iklim yang lembab, dan tumbuh baik pada

temperatur yang berkisar antara 10 – 30 °C pada daerah dengan curah hujan 2.000 mm

per tahun dengan ketinggian 600 – 2000 m dpl. Tanaman teh di perkebunan ditanam

secara berbaris dengan jarak tanam satu meter. Tanaman teh yang tidak dipangkas akan

tumbuh kecil setinggi 50–100 cm dengan batang tegak dan bercabang-cabang

(Setyamidjaja, 2000).

Pohon teh mampu menghasilkan teh yang bagus selama 50–70 tahun, namun

setelah 50 tahun hasil produksinya akan menurun. Oleh karena itu, perlu dilakukan

penggantian tanaman tua agar produktivitas tanaman teh tetap bagus. Pohon yang tua

diganti dengan bibit yang masih muda yang telah ditumbuhkan di perkebunan khusus

untuk pembiakan tanaman muda (Setyamidjaja, 2000).

Daun teh memiliki senyawa bioaktif yang kompleks, salah satunya adalah

polifenol. Pada teh hijau kandungan polifenolnya sebesar 36 persen. Katekin

merupakan senyawa dominan dari polifenol teh hijau dan terdiri dari epikatekin (EC),
epikatekin gallat (ECG), epigallokatekin (EGC), epigallokatekin gallat (EGCG),

katekin dan gallokatekin (GC). Dalam daun teh terdapat sekitar 14 glikosida mirisetin,

kuersetin yang dapat mencegah kanker dan kolesterol. Flavonol merupakan zat

antioksidan utama pada daun teh yang terdiri atas kuersetin, kaempferol dan mirisetin.

Sekitar 2-3 persen bagian teh yang larut dalam air merupakan senyawa flavonol

(Alumniits, 2009).

Senyawa utama yang dikandung teh adalah katekin, yaitu suatu turunan tannin

terkondensasi yang juga dikenal sebagai senyawa polifenol karena banyaknya gugus

fungsional hidroksil yang dimilikinya. Tannin merupakan senyawa yang sangat

penting karena hampir semua karakteristik mutu teh berkaitan erat dengan perubahan

yang terjadi pada tannin selama pengolahan teh. Tannin yang terkandung dalam teh

merupakan turunan galat dan dikenal dengan katekin (Ramayanti, 2003).

Pada daun the segar, kadar tannin pada tahap pengolahan teh hitam secara

berturut-turut semakin kecil konsentrasinya, sedangkan pada teh hijau terdapat

sebaliknya. Meskipun semua komponen tannin dari hasil berbagai penelitian diketahui

mempunyai kemampuan untuk penyembuhan penyakit ginjal, namun tannin dalam

bentuk epigalokatekin galat, merupakan tannin predominan dari teh hijau yang paling

berkhasiat. Tannin memiliki rasa yang sepat sehingga mudah untuk dideteksi

(Ramayanti, 2003).

Selain itu, teh juga mengandung alkaloid kafein yang bersama-sama dengan

polifenol teh akan membentuk rasa yang menyegarkan. Beberapa vitamin yang

dikandung teh diantaranya adalah vitamin C, vitamin B, dan vitamin A yang diduga
akan menurun kadarnya akibat pengolahan, namun masih dapat dimanfaatkan oleh

peminumnya. Beberapa jenis mineral juga terkandung dalam teh, terutama fluorida

yang dapat memperkuat struktur gigi (Kustamiyati, 2006).

Lebih dari satu jenis produk teh yang dihasilkan dari berbagai cara pengolahan.

Daun teh Camellia sinensis segera layu dan mengalami oksidasi kalau tidak segera

dikeringkan setelah dipetik. Proses pengeringan membuat daun menjadi berwarna

gelap, karena terjadi pemecahan klorofil dan terlepasnya unsur tannin. Proses

selanjutnya berupa pemanasan basah dengan uap panas agar kandungan air pada daun

menguap dan proses oksidasi bisa dihentikan pada tahap yang sudah ditentukan.

Pengolahan daun teh sering disebut sebagai "fermentasi" walaupun sebenarnya

penggunaan istilah ini tidak tepat. Pengolahan teh tidak menggunakan ragi tetapi terjadi

secara alami dan tidak menghasilkan etanol seperti layaknya proses fermentasi pada

umumnya. Pengolahan teh yang tidak tepat dapat menyebabkan teh ditumbuhi jamur

yang mengakibatkan terjadinya proses fermentasi. Teh yang sudah mengalami

fermentasi dengan jamur harus dibuang, karena mengandung unsur racun dan bersifat

karsinogenik (Kustamiyati, 2006).

Tahap pembuatan teh hijau: daun teh segar  pelayuan  penyangraian 

penggulungan  pengeringan  daun teh hijau kering. Sedangkan tahap pembuatan

teh oolong sebagai berikut: daun teh segar  pelayuan  penggulungan  fermentasi

sebagian  penyangraian  pengeringan  daun teh oolong kering. Dan tahap

pembuatan teh hitam sebagai berikut: daun teh segar  pelayuan  penggulungan 

fermentasi penuh  pengeringan  daun teh hitam kering.


Dalam proses pembuatan ketiga teh tersebut tahapnya mendekati sama, namun

terdapat perbedaan pada proses fermentasi. Namun secara keseluruhan adalah sama.

Pelayuan terjadi karena air-air dalam daun secara perlahan akan menguap dan lambat

laun daun akan menjadi layu. Proses pelayuan akan berpengaruh terhadap kualitas dari

teh kering yang dihasilkan. Jika daun terlalu cepat layu, teh kering yang dihasilkan

akan memiliki karakteristik aroma yang kurang harum. Sebaliknya jika daun terlalu

lama layu, teh kering akan memiliki karakteristik rasa yang kurang sedap. Daun teh

layu yang baik memiliki ciri kering namun tidak putus dan tidak ada suara retak jika

digenggam.

Penggulungan dilakukan dengan tujuan memecahkan sel-sel daun, mengeluarkan

cairan sel, dan merusak jaringan daun yang menyebabkan unsur-unsur di dalamnya

termasuk polifenol dan enzim bergabung menjadi satu. Penggulungan juga

memengaruhi hasil teh seduhan yang dihasilkan. Daun yang terlalu lama digulung akan

menghasilkan teh kering yang sangat pekat, kental, namun aromanya kurang harum

(Aji, 2011).

Proses fermentasi sangat menentukan kandungan polifenol di dalam daun teh.

Pada proses ini terjadi perubahan komponen polifenol karena terjadi proses oksidasi

secara enzimatis. Kandungan catechin (polifenol monomer) akan mengalami oksidasi

secara enzimatis membentuk senyawa kompleks Tf dan Tr pada tahap proses

fermentasi produksi teh oolong dan hitam. Pada produksi teh hijau proses oksidasi

enzimatis tidak dilakukan dengan menginaktifkan enzim dengan menggunakan panas

atau uap air panas. Dengan demikian, catechin tidak mengalami oksidasi secara
enzimatis sehingga kandungannya paling tinggi dibandingkan dengan jenis teh yang

lain. Catechin banyak mendapat perhatian karena aktivitas antioksidannya yang tinggi.

Proses oksidasi catechin dapat dilakukan sebagian maupun maksimal sesuai dengan

produk teh yang diinginkan.

Teh oolong diproduksi dengan melakukan fermentasi sebagian, sedangkan teh

hitam diproduksi dengan melakukan fermnetasi penuh. Senyawa kompleks Tf dan Tr

yang terbentuk dari proses oksidasi catechin menentukan mutu teh hitam. Tf

berpengaruh terhadap citarasa teh dan kuning keemasan teh, sedangkan Tr

berkontribusi terhadap warna merah dan juga memperkaya rasa teh hitam. Walaupun

kedua kelompok senyawa tersebut sangat menentukan mutu teh, namun hubungan

tingkat Tr dan mutu teh belum banyak diungkap. Senyawa Tr merupakan polimer

proantocyanidin, pigmen coklat asam, yang terbentuk dari degradasi oksidatif senyawa

Tf. Banyak juga yang melaporkan bahwa Tr merupakan turunan asam theaflavat yang

terbentuk selama proses fermentasi. Lama fermentasi sangat menentukan mutu teh

yang dihasilkan. Fermentasi yang kurang atau melebihi akan menyebabkan mutu teh

yang dihasilkan tidak baik. Demikian pula suhu media fermentasi juga menentukan

terbentuknya Tf selama fermentasi. Jadi optimasi suhu dan lama fermentasi perlu

dilakukan untuk setiap varietas teh maupun jenis teh yang ingin diproduksi (Antara,

2015).

 Teh hijau
Teh hijau merupakan teh yang tidak mengalami proses fermentasi dan banyak

dikonsumsi orang karena nilai medisnya. Teh hijau kerap digunakan untuk membantu

proses pencernaan dan juga karena kemampuannya dalam membunuh bakteri.

Kandungan polifenol yang tinggi dalam teh hijau dimanfaatkan untuk membunuh

bakteri-bakteri perusak dan juga bakteri yang menyebabkan penyakit di rongga mulut

(penyakit periodontal). Konsumsi teh hijau juga dipercayai memiliki efek untuk

menurunkan angka mortalitas pasien-pasien dengan penyakit pneumonia (Wan, 2009).

Komposisi senyawa-senyawa dalam teh hijau sangatlah kompleks yaitu protein (15-

20%); asam amino seperti teanine, asam aspartat, tirosin, triptofan, glisin, serin, valin,

leusin, arginin (1-4%); karohidrat seperti selulosa, pectin, glukosa, fruktosa, sukrosa

(5-7%); lemak dalam bentuk asam linoleat dan asam linolenat; sterol dalam bentuk

stigmasterol; vitamin B,C,dan E; kafein dan teofilin; pigmen seperti karotenoid dan

klorofil; senyawa volatile seperti aldehida, alkohol, lakton, ester, dan hidrokarbon;

mineral dan elemen-elemen lain seperti Ca, Mg, Mn, Fe, Cu, Zn, Mo, Se, Na, P, Co,

Sr, Ni, K, F, dan Al (5%) (Carnevale, 2001).

 Teh oolong

Teh oolong merupakan teh yang dalam pembuatannya mengalami oksidasi sebagian.

Untuk menghasilkan teh oolong, daun teh dilayukan dengan cara dijemur atau diangin-

angin, kemudian diayak agar daun teh mengalami oksidasi sesuai dengan tingkatan

yang diinginkan. Teh yang telah selesai dioksidasi lantas dikeringkan, kemudian

diproses hingga memiliki bentuk yang khas, yaitu seperti daun terpilin. Proses terakhir
adalah pengeringan kembali. Hal itu dilakukan untuk memastikan daun benar-benar

kering dan tidak ada lagi oksidasi yang terjadi. Teh oolong memiliki empat kategori

berdasar tingkat oksidasi, yaitu 5-15 persen, 20-30 persen, 30-40 persen, dan 60-70

persen. Semakin tinggi tingkat oksidasi, semakin gelap warna teh-nya.

 Teh hitam

Pada daun teh segar, kadar tannin pada tahap pengolahan teh hitam secara berturut-

turut semakin kecil konsentrasinya, sedangkan pada teh hijau terdapat sebaliknya.

Meskipun semua komponen tannin dari hasil berbagai penelitian diketahui mempunyai

kemampuan untuk penyembuhan penyakit ginjal, namun tannin dalam bentuk

epigalokatekin galat, merupakan tannin predominan dari teh hijau yang paling

berkhasiat. Tannin memiliki rasa yang sepat sehingga mudah untuk dideteksi

(Ramayanti, 2003 dalam Lubis, 2010). Tannin merupakan senyawa yang sangat

penting karena hampir semua karakteristik mutu teh berkaitan erat dengan perubahan

yang terjadi pada tannin selama pengolahan teh. Tannin yang terkandung dalam teh

merupakan turunan asam galat dan dikenal dengan katekin (Ramayanti, 2003 dalam

Lubis, 2010).
III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

1. Alat

- Wadah plastik - Wadah untuk menyeduh teh

- Penggorengan tanah liat - Gelas plastik untuk organoleptik

- Soled kayu - Form organoleptik

- Kompor gas - Timbangan analitik

- Tampah - Oven memert

- Plastik PP - Oven biasa

- Sendok

2. Bahan

- Daun teh segar

- Air

- Gula
B. Prosedur Kerja

Pucuk teh dipetik dengan metode p+2 dan p+4

Dilayukan dengan diangin-anginkan hingga daun lemas (indikator: daun dapat


digulung tanpa patah dan setelah menggulung daun tidak dapat membuka kembali

a. Difermentasi 0 menit: langsung disangrai diatas wajan tanah pada kompor


api kecil atau di steam untuk inaktivasi enzim (layu optimal: bagian
permukaan agak kering)
b. Difermentasi selama 30 menit: digulung dengan tangan kemudian
langsung disangrai diatas wajan tanah pada kompor api kecil atau di steam
hingga enzim inaktif (layu optimal: bagian permukaan agak kering)
c. Difermentasi selama 60 menit: digulung dengan tangan kemudian
langsung disangrai diatas wajan tanah pada kompor api kecil atau di steam
hingga enzim inaktif (layu optimal: bagian permukaan agak kering)

Setelah Dikeringkan dengan oven hingga kering patah

Setelah dingin, dimasukkan kedalam plastik PP dan disimpan dalam toples

Dianalisis sifat fisikokimia dan sensori (2% dalam 5% larutan gula)


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Data Pengamatan Teh

Kode
Parameter
P00 P30 P60 B00 B30 B60
Berat awal daun teh
200,18 200,17 200,00 200,10 200,002 216,90
(g)
Berat daun teh kering
88,00 74,2 56,26 64,30 61,38 66,09
(g)
Rendemen teh kering
43,96 37,07 28,13 32,13 30,68 30,45
(%)
Kadar air daun teh
6,41 8,35 7,96 8,78 7,68 9,23
kering (%)

Keterangan :

P00 : P + 2 fermentasi 0 menit B00 : P + 4 fermentasi 0 menit

P30 : P + 2 fermentasi 30 menit B30 : P + 4 fermentasi 30 menit

P60 : P + 2 fermentasi 60 menit B60 : P + 4 fermentasi 60 menit

2. Data Pengamatan Kadar Air Teh

Cawan + Cawan +
Berat Sampel Sampel
Kode sampel ke- sampel ke-
Cawan (g) Awal (g) Akhir
1 (g) 2 (g)
P00 39,015 2,0000 40,9038 40,8933 1,8783
P30 43,7913 2,0020 45,6494 45,6389 1,8476
P60 46,9660 2,0007 48,8414 48,8238 1,8578
B00 41,4008 2,0001 43,2386 43,2394 1,8386
B30 52,1133 2,0023 53,9824 53,9727 1,8594
B60 39,4610 2,0017 41,3019 41,2935 1,8325
Keterangan :

P00 : P + 2 fermentasi 0 menit B00 : P + 4 fermentasi 0 menit

P30 : P + 2 fermentasi 30 menit B30 : P + 4 fermentasi 30 menit

P60 : P + 2 fermentasi 60 menit B60 : P + 4 fermentasi 60 menit

3. Data Uji Organoleptik

a. Warna air seduhan

Kode
Panelis
200 230 260 400 430 460
1 2 4 1 2 2 2
2 2 2 4 2 3 3
3 2 4 4 2 2 2
4 2 4 4 4 2 2
5 2 4 4 2 2 2
6 1 2 4 4 2 2
7 1 2 4 2 2 3
8 1 4 4 2 2 2
9 1 2 4 2 2 3
10 1 4 4 2 2 4
11 1 3 3 1 2 3
12 1 2 2 3 4 4
13 1 2 3 3 2 3
14 1 3 3 2 2 2
15 1 1 3 3 2 2
Jumlah 20 43 51 36 33 39
Rerata 1,33 2,86 3,4 2,4 2,2 2,6

b. Warna ampas seduhan

Kode
Panelis
200 230 260 400 430 460
1 1 1 1 1 1 1
2 1 1 1 1 1 1
3 1 1 1 1 1 1
4 1 1 1 1 1 1
5 1 1 1 1 1 1
6 1 1 1 1 1 1
7 1 1 1 1 1 1
8 1 1 1 1 1 1
9 1 1 1 1 1 1
10 1 1 1 1 1 1
11 1 1 1 1 1 2
12 1 1 1 1 1 1
13 1 1 1 1 1 1
14 1 1 1 1 1 1
15 1 1 1 1 1 2
Jumlah 15 15 15 15 15 17
Rerata 1 1 1 1 1 1,13

c. Warna teh kering

Kode
Panelis
200 230 260 400 430 460
1 1 1 1 1 1 1
2 1 1 1 1 1 1
3 1 1 1 1 1 1
4 1 1 1 1 1 1
5 1 1 1 1 1 1
6 1 1 1 1 1 1
7 1 1 1 1 1 1
8 1 1 1 1 1 1
9 1 1 1 1 1 1
10 1 1 1 1 1 1
11 1 1 1 1 1 1
12 1 1 1 1 1 1
13 1 1 1 1 1 1
14 1 1 1 1 1 1
15 1 1 1 1 1 1
Jumlah 15 15 15 15 15 15
Rerata 1 1 1 1 1 1

d. Kekuatan aroma

Kode
Panelis
200 230 260 400 430 460
1 1 2 3 3 1 1
2 1 2 3 4 1 1
3 1 2 3 3 2 1
4 1 2 3 3 1 2
5 1 2 3 3 1 1
6 1 2 3 4 1 1
7 2 2 2 4 1 2
8 1 2 3 3 1 1
9 1 2 3 3 2 1
10 1 2 2 3 2 4
11 1 2 2 3 2 5
12 1 1 3 3 2 3
13 1 2 3 2 1 1
14 2 2 3 3 1 1
15 1 2 2 2 1 1
Jumlah 17 29 41 46 20 26
Rerata 1,13 1,93 2,73 3.06 1,33 1,73

e. Tingkat kesukaan

Kode
Panelis
200 230 260 400 430 460
1 1 4 4 4 2 2
2 1 1 4 4 1 1
3 1 3 4 4 1 1
4 1 3 1 4 1 2
5 1 3 4 4 1 1
6 2 1 2 1 1 3
7 2 3 3 2 1 2
8 1 3 2 4 1 2
9 2 3 1 1 2 3
10 1 2 4 2 2 3
11 1 1 1 3 1 3
12 1 1 2 4 1 1
13 1 2 2 4 1 1
14 1 2 1 4 3 1
15 1 2 4 5 2 1
Jumlah 18 34 39 50 21 27
Rerata 1,2 2,267 2,6 3,33 1,4 1,8

f. Kekuatan rasa pahit sepat

Kode
Panelis
200 230 260 400 430 460
1 1 3 3 4 1 1
2 1 2 3 4 5 1
3 2 3 4 3 4 1
4 2 3 5 3 5 1
5 1 3 3 4 1 1
6 2 3 4 4 4 1
7 2 3 4 4 4 1
8 1 3 4 4 1 1
9 1 2 3 4 1 1
10 3 3 5 5 5 1
11 3 3 2 3 1 1
12 3 2 3 3 1 1
13 2 1 3 3 4 1
14 2 2 4 4 4 1
15 2 2 3 3 4 1
Jumlah 28 38 53 55 45 15
Rerata 1,86 2,53 3,54 3,67 3 1

g. Kekuatan rasa asam

Kode
Panelis
200 230 260 400 430 460
1 1 4 4 3 1 1
2 1 2 2 4 2 1
3 1 1 4 4 1 1
4 1 4 4 4 1 1
5 1 3 4 4 2 1
6 1 4 4 4 2 1
7 1 2 3 3 1 1
8 1 4 4 3 1 1
9 1 1 2 4 1 1
10 1 2 1 2 3 1
11 1 2 3 4 2 1
12 1 1 2 2 3 2
13 1 2 2 2 1 1
14 1 2 3 2 1 1
15 1 2 4 2 1 1
Jumlah 15 36 46 47 23 16
Rerata 1 2,4 3,07 3,1 1,5 1,07
Keterangan Kode:

200 : P + 2 fermentasi 0 menit 230 : P + 2 fermentasi 30 menit


260 : P + 2 fermentasi 60 menit 430 : P + 4 fermentasi 30 menit

400 : P + 4 fermentasi 0 menit 460 : P + 4 fermentasi 60 menit

Keterangan Panelis:

1. Fadhil 6. Windy 11. Laily F

2. Annisa W 7. Adinda Arin 12. Elizabeth P

3. Alya 8. Tarsinih 13. Natalia C

4. Fathimah 9. Novia Tri L 14. Riski Ramadhani

5. Ismaninda 10. Puji Aristi 15. Pradika

4. Perhitungan rendemen teh kering

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
% 𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = × 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙
88,0
P00 = × 100% = 43,96%
200,18

74,2
P30 = × 100% = 37,07%
200,17

56,26
P60 = × 100% = 28,13%
200,00

64,30
B00 = × 100% = 32,13%
200,10

61,38
B30 = × 100% = 30,68%
200,002

66,09
B60 = × 100% = 30,45%
216,99
5. Perhitungan kadar air daun teh kering

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝑤𝑎𝑙 − 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝑘ℎ𝑖𝑟


% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 = × 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝑘ℎ𝑖𝑟
2,0000 − 1,8618
P00 = × 100% = 6,41%
1,8618

2,0020 − 1,8476
P30 = × 100% = 8,35%
1,8476

2,0007 − 1,8578
P60 = × 100% = 7,96%
1,8578

2,0001 − 1,8386
B00 = × 100% = 8,78%
1,8386

2,0023 − 1,8594
B30 = × 100% = 7,68%
1,8594

2, 0017 − 1,8325
B60 = × 100% = 9,23%
1,8325

B. Pembahasan

Teh adalah tumbuhan yang bagian daunnya dapat dijadikan sebagai minuman.

Teh mengandung kafein atau sebuah infuse yang dibuat dengan cara menyeduh daun,

pucuk daun, atau tangkai daun yang dikeringkan dari tanaman Camellia sinensis

dengan air panas.

Menurut Wan et al. (2009), teh digolongkan menjadi tiga jenis berdasarkan

perbedaan cara pengolahannya, khususnya tingkat fermentasi, yaitu teh hijau (tanpa
fermentasi), teh oolong (fermentasi sebagian), dan teh hitam (fermentasi penuh).

Gondoin et al. (2010) menambahkan bahwa terdapat jenis teh lain, yaitu teh putih.

Daun teh yang dipetik pada pengolahan teh putih hanya daun paling ujung yang belum

terbuka atau masih kuncup dan masih mengandung bulu-bulu halus, sedangkan

pengolahan yang dilakukan menyerupai pengolahan teh hijau.

Selama fermentasi, reaksi enzimatik akan bertanggung jawab terhadap

pengembangan karakteristik warna dan flavor dari tiap jenis teh, terutama teh hitam.

Fermentasi enzimatis teh hitam akan menghasilkan pembentuk warna dan pigmen yang

khas, yaitu theaflavin, thearubigin, dan theasinensis. Substrat dari enzim polifenol

oksidase selama fermentasi terdiri dari katekol dan grup pyrogallol, dan produk

oksidasi primernya adalah o-quinon yang diikuti oleh kondensasi menjadi senyawa

polimer yaitu theaflavin dan thearubigin (Ullah, 2001). Theaflavin terbentuk melalui

reaksi oksidasi berpasangan antara katekin jenis katekol (epikatekin dan epikatekin

galat) dan katekin jenis pyrogallol (epigalokatekin dan epigalokatekin galat) (Tanaka

et al 2009). Oleh karena itu, kandungan katekin, meliputi katekol (epikatekin (EC) dan

epikatekin galat (ECG)) serta pyrogallol (epigalokatekin (EGC) dan epigalokatekin

galat (EGCG)) pada teh hitam jauh lebih rendah daripada teh hijau. Fermentasi asam-

asam amino dan lipid pada daun teh segar juga akan menghasilkan komponen-

komponen volatil yang akan mempengaruhi flavor teh, mengurangi rasa pahit,

meningkatkan rasa sepat, serta menghasilkan senyawa dan flavor kompleks lainnya

termasuk asam organik (Balentine & Paerau-Robinson di dalam Mazza & Oomah

2003).
Beberapa hal yang harus diperhatikan agar kualitas pucuk tersebut tetap terjaga:

1. Dalam pengangkutan daun segartidak boleh terlalu ditekan, agar tidak terjadi pra

fermentasi yang tidak diinginkan.

2. Harus dihindari dari terik sinar matahari, agar tidak terjadi perubahan kimia

seperti daun berwarna kemerah-merahan atau mengering.

3. Tidak boleh terlalu lama ditumpuk sebelum dilayukan.

Senyawa tanin / katekin merupakan senyawa yang sangat kompleks dan tidak

berwarna dan paling penting pada daun teh karena dapat menentukan kualitas daun teh.

Hampir semua sifat produk teh termasuk didalamnya warna, rasa dan aroma secara

langsung maupun tidak langsung, dihubungkan dengan modifikasi pada katekin ester

menjadi katekin non ester dapat menurunkan rasa pahit dan sepat dari teh hijau

(Setyamidjaja, 2000).

Perubahan Selama Fermentasi Teh

1. Kimiawi

Proses produksi dalam pembuatan teh menyebabakan perubahan-perubahan

kosentrasi nutrisi maupun komponen bioaktif dalam teh. Perubahan ini disebabkan oleh

adanya perlakuan fisik, perombakan secara enzimatis dan oksidasi. Perubahan

komponen kimiawi dalam teh menyebabkan terjadinya perubahan aroma, rasa serta

bioaktivitas dari teh.

Seiring dengan perubahan-perubahan komponen volatile, kandungan poliamin

pada teh putresin (Put), Spermidin (Spd), dan Spermin (Spm) juga mengalami

penurunan selama proses produksi. Komponen bioaktif pada teh juga mengalami
perubahan, sehingga aktivitas antioksidan dari teh mengalami penurunan, seperti yang

terlihat pada penurunan aktivitas antioksidan pada teh oolong dan teh hitam bila

dibandingkan dengan teh hijau (green tea) yang tidak mengalami proses fermentasi.

Polipenol pada green tea (unfermented), lebih tinggi dibandingkan dengan teh hitam

(full fermented) dan puerh tea (post-fermented). Namun sebaliknya dengan kafein.

Kosentrasi kafein pada pada pu-erh tea lebih tinggi dibandingkan dengan black tea dan

green tea. Ini menunjukan adanya penurunan kosentrasi polifenol dan kenaikan kafein

selama proses fermentasi.

2. Fisik

Adanya perubahan komponen kimiawi pada teh yang disebabkan oleh adanya

faktor fisik selama pengolahan, aktivitas enzimatis dan oksidasi, berpengaruh terhadap

kondisi fisik dan flavour (aroma dan rasa) pada teh. Rasa yang terbentuk pada teh lebih

dipengaruhi oleh adanya kandungan katekin/tanin. Katekin teh memiliki sifat tidak

berwarna, larut dalam air, serta membawa sifat pahit dan sepat pada seduhan teh.

Hampir semua sifat produk teh termasuk didalamnya warna, rasa dan aroma secara

langsung maupun tidak langsung, dihubungkan dengan modifikasi pada katekin ester

menjadi katekin non ester yang dapat menurunkan rasa pahit dan sepat dari teh hijau.
Sifat Fisikokimia dan Organoleptik

1. Rendemen

Rendemen hasil pengolahan adalah perbandingan antara berat teh setelah

diproses dengan berat teh awal. Rendemen semakin turun pada waktu sangrai yang

semakin lama. Rendemen juga dipengaruhi oleh susut berat daun teh selama

penyangraian. Semakin tinggi kadar air daun teh dan semakin lama waktu

penyangraian menyebabkan rendemen menjadi lebih kecil (Sivetz and Foote, 2000).

Berdasarkan analisis rendemen pada 6 perlakuan pengolahan teh, maka

didapatkan hasil rendemen untuk perlakuan p+2 fermentasi 0 menit (P00) yaitu 43,

96%, p+2 fermentasi 30 menit (P30) yaitu 37, 07%, p+2 fermentasi 60 menit (P60)

yaitu 28, 13%, perlakuan p+4 fermentasi 0 menit (B00) yaitu 32, 13% , p+4 fermentasi

30 menit (B30) yaitu 30, 68%, dan p+4 fermentasi 60 menit (B60) yaitu 30, 45%.

Rendemen paling tinggi terdapat pada perlakuan p+2 fermentasi 0 menit yaitu sebesar

43, 96%, sedangkan rendemen paling rendah terdapat pada perlakuan p+2 fermentasi

60 menit yaitu sebesar 28, 13%. Hasil tersebut tidak sesuai dengan literatur Sivetz and

Foote (2000) yang menyatakan bahwa Semakin tinggi kadar air daun teh dan semakin

lama waktu penyangraian menyebabkan rendemen menjadi lebih kecil, karena kadar

air paling tinggi terdapat pada perlakuan p+4 fermentasi 60 menit yang seharusnya

memiliki rendemen yang paling rendah. Hal tersebut disebabkan karena kemungkinan

pengamatan kadar air yang kurang teliti sehingga hasilnya kurang akurat, lama

penyangraian yang tidak dikontrol, dan factor lain yang menyebabkan hasil tersebut

kurang sesuai.
2. Kadar Air Teh Kering

Pelayuan dapat mengurangi kadar air daun teh hingga 70% (Foodinfo, 2009).

Berdasarkan SNI 01-3836-2013, kadar air maksimal teh kering adalah sebesar 8%.

Berdasarkan hasil analisis kadar air teh kering pada 6 perlakuan, maka

didapatkan kadar air teh kering untuk perlakuan p+2 fermentasi 0 menit (P00) yaitu 6,

47%, p+2 fermentasi 30 menit (P30) yaitu 8, 35%, p+2 fermentasi 60 menit (P60) yaitu

7, 59%, perlakuan p+4 fermentasi 0 menit (B00) yaitu 8, 78% , p+4 fermentasi 30 menit

(B30) yaitu 7, 68%, dan p+4 fermentasi 60 menit (B60) yaitu 9, 23%. Berdasarkan

literatur yang ada, sebagian besar teh memiliki kadar air berada dikisaran kurang lebih

8%, dimana 8% merupakan angka maksimal kadar air yang dianjurkan oleh SNI untuk

teh kering. Untuk perlakuan p+4 fermentasi 60 menit (B60) memiliki kadar air 9, 23%

masih dapat dikatakan layak karena kadar air yang terkandung tidak terlalu jauh dengan

standar yang telah ditentukan.

3. Uji Organoleptik

Warna air seduhan sampel 200 (p+2 fermentasi 0 menit) nilai rata rata menurut

25 panelis adalah 1, 33 atau hijau kekuningan. Sampel 230 (p+2 fermentasi 30 menit)

mempunyai warna air seduhan dengai nilai 2, 86 kuning kemerahan. Nilai rata – rata

warna air seduhan teh sampel 260 (p+2 fermentasi 60 menit) adalah 3, 4 memiliki

niai yang tertinggi diantara yang lain menurut 25 panelis yaitu merah kekuningan.

Sampel 400 (p+4 fermentasi 0 menit) rata – rata nilai warna air seduhan nya adalah

2, 4 kuning kemerahan, sampel 430 (p+4 fermentasi 30 menit) memiliki nilai rata –
rata warna air seduhan yaitu 2, 2 kuning kemerahan dan sampel 460 (p+4 fermentasi

60 menit) dengan nilai rata – rata warna air seduhan 2, 6 kuning kemerahan.

Warna ampas seduhan untuk sampel 200 (p+2 fermentasi 0 menit), sampel 230

(p+2 fermentasi 30 menit), sampel 260 (p+2 fermentasi 60 menit), sampel 400 (p+4

fermentasi 0 menit), dan sampel 430 (p+4 fermentasi 30 menit) nilai rata – ratanya

adalah 1, sedangkan untuk sampel 460 (p+4 fermentasi 60 menit) menunjukan bahwa

ampas seduhan teh dari semua perlakuan berwarna hijau kekuningan.

Nilai rata - rata warna teh kering adalah untuk semua perlakuan adalah 1

menunjukan bahwa warna teh kering untuk semua perlakuan hijau kekuningan

Setelah dilakukan analisis terhadap organoleptik teh yang dihasilkan, didapat

bahwa teh yang memiliki kekuatan aroma, kekuatan rasa pahit sepat, dan kekuatan

rasa asam yang paling tinggi adalah teh dengan perlakuan daun P+4 dengan

fermentasi 0 menit, . Menurut lama waktu fermentasinya, teh dengan perlakuan 0

menit fermentasi termasuk dalam teh hijau. Hasil yang didapat pada praktikum kali

ini adalah semakin cepat waktu fermentasi yang terjadi atau tanpa fermentasi, maka

akan semakin meningkatkan rasa pahit sepat, kekuatan aroma, dan rasa asam dari

seduhan teh yang dihasilkan. Hasil ini tidak sesuai dengan hasil yang didapat oleh

Silaban (2008), yang memberikan hasil bahwa semakin lama fermentasi yang

dilakukan, maka skor pada uji organoleptik untuk parameter rasa pahit, aroma, dan

rasa asam akan menurun. Hal tersebut disebabkan karena hasil bias atau error saat

uji organoleptic karena pada saat pelaksanaan uji organoleptik ada keterlambatan

waktu yang sudah ditentukan dan mendekati waktu makan siang sehingga hasilnya
bias atau error. Selain itu, dapat disebabkan kondisi fermentasi yang tidak sesuai atau

factor lainnya yang menyebabkan hasil uji organoleptik tidak sesuai.

Senyawa yang menyebabkan teh memiliki rasa pahit dan sepat atau asam adalah

tanin. Tanin yang ada di dalam teh akan memberikan rasa sepat atau khas (ketir).

Katetin merupakan penyusun tanin dimana katekin ini mempunyai sifat antioksidatif

yang berperan dalam melawan radikal bebas yang sangat berbahaya bagi tubuh

(Bungsu, 2012). Katekin teh larut dalam air, tidak berwarna serta membawa sifat

pahit dan sepat pada seduhan teh (Sibuea, 2003).

Untuk parameter kesukaan diuji menggunakan uji hedonik. Panelis akan

memberikan skor terhadap sampel yang diberikan. Panelis akan memberikan respon

dengan memberikan skor dari sampel yang paling tidak disukai (1) sampai yang

paling disukai (5). Teh dengan perlakuan P+4 dengan waktu fermentasi 0 menit

merupakan teh dengan tingkat kesukaan yang paling tinggi.


V. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Jenis teh berdasarkan variasi lama fermentasikan dapat diklasifikasikan

menjadi 3 jenis yaitu teh hijau, teh oolong, teh hitam.

2. Selama pengolahan daun the segar, terdapat perubahan yaitu perubahan secara

kimiawi seperti perubahan-perubahan komponen volatile yang terkandung

dalam teh dan juga perubahan fisik seperti warna, bentuk, dan tekstur dari daun

teh.

3. Rendemen, kadar air dan sifat sensori dari tiap – tiap perlakuan yang paling

disukai adalah p+4 fermentasi 0 menit.

B. Saran

1. Sebaiknya praktikan lebih teliti saat melakukan pengamatan kadar air teh

kering.

2. Sebaiknya pelaksanaan uji organoleptik harus tepat waktu agar hasilnya tidak

bias atau error

3. Pada saat pengolahan teh harus lebih teliti dalam proses penyangraian dan

fermentasi agar hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.


DAFTAR PUSTAKA

Antara, N. S. 2015. Fermentasi pada Pengolahan Teh. Universitas Udayana Bali.

Balentine DA and Paerau-Robinson. 2003. Tea as a source of dietary antioxidants with


a potential role in prevention of chronic diseases. Di dalam: Mazza G and
Oomah BD (eds.). Herbs, Botanicals, and Tea. USA: CRC Press, pp 265-288.

BSN. 2013. Standar Mutu Teh Kering. SNI 01-3836-2013.


http://sisni.bsn.go.id/index.php/sni_main/sni/detail_sni/4255 (Online). Diakses 8
Desember 2017.

Bungsu, P. 2012. Pengaruh Kadar Tanin pada teh Celup terhadap Anemia Gizi Besi
(AGB) pada Ibu Hamil di UPT Puskesmas Citeureup Kabupaten Bogor Tahun
2012. Tesis. Program magister Epidemiologi Komunitas Fakultas Kesehatan
masyarakat Universitas Indonesia.

Carnevale S, Rodríguez MI, Santillán G, Labbé JH, Cabrera MG, Bellegarde


EJ,Velásquez JN, Trgovcic JE, Guarnera EA. 2001. Immunodiagnosis ofhuman
fascioliasis by an Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)and a micro-
ELISA .Clin Diag Lab Immun 8:174 - 177.

Damayanti, E., et al. 2008. Studi Kandungan dan Turunannya sebagai Antioksidan
alami Serta Karakteristik Organoleptik Produk Teh Murbei dan Teh Camellia-
Murbei. Media Gizi & Keluarga, Juli 32 (1): 95-103.

Food-info, 2009. Produksi Teh. http://www.food-info.net (Online). Diakses 9


Desember 2017.

Gondoin A, Grussu D, Stewart D, McDougall GJ. (2010). White and green tea
polyphenols inhibit pancreatic lipase in vitro. Journal of Food Research
International 43: 1537-1544.

Lubis, M. I. 2010. Mempelajari pengaruh letak daun dan lama pelayuan terhadap
kualitas teh daun jeruju (Achantus illicifolicus L). Skripsi. Teknologi Hasil
Pertanian. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Mangan, Y. 2003. Cara Bijak Menaklukan Kanker. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Sembiring, Netti V. N. 2009. Pengaruh Kadar Air dari Bubuk Teh Hasil Fermentas
terhadap Kapasitas Produksi pada Stasiun Pengeringan di Pabrik Teh PTPN IV
Unit Kebun Bah Butong. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatra Utara.

Setyamidjaja, Djohana. 2000. Teh Budi Daya dan Pengolahan Pascapanen.


Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hal 11-12.

Silaban, M. 2008. Pengaruh Jenis Teh dan Lama Fermentasi pada Proses Pembuatan
teh Kombucha. Skripsi. Fakultas pertanian Universitas Sumatera Utara.

Sivetz, M. & H.E. Foote. 2000. Coffee Processing Technology. Vol I. The AVI Publ.
Inc., Connecticut.

Spilance, James, 2002. Komoditi Teh Peranannya dalam Perekonomian Indonesia.


Kanisius, Yogyakarta.

Tanaka T, Matsuo Y, Kouno I. 2009. Chemistry of Secondary Polyphenols Produced


during Processing of Tea and Selected Foods. Int J Mol Sci. Vol. 11: 14-34.

Ullah MR. 2001. Tea. Di dalam Fox PF (ed.). Food Enzymology Volume 2. London
and New York: Elvisier Applied Science, pp 163-177.

Wan X, Li D, Zhang Z. 2009. Green tea and black tea. Di dalam: Ho CT, Lin JK,
Shahidi F. (eds.). Tea and Tea Product:Chemistry and Health-Promoting
Properties. USA: CRC Press, Taylor and Francis Group, pp 1-8.

Yulianto, M. E., D. Ariwibowo, F. Arifan, H. Kusumayani, F.S. Nugraheni, Senin.


2007. Model Perpindahan Massa Proses Steaming Inaktivasi Enzim Polifenol
Oksidase dalam Pengolahan Teh Hijau. Jurnal Gema Teknologi Vol 15 No 1.
Universitas Diponegoro Semarang.
LAMPIRAN

No Gambar Keterangan

Daun teh yang tersedia diambil


pucuknya, dipetik dengan
1 rumus P+2 dan P+4. Lalu
ditimbang sebanyak 200 gram.

Daun teh yang sudah layu


diberi perlakuan:
a. Daun teh difermentasi
selama 0 menit: daun teh
langsung disangrai
menggunakan wajan tanah
b. Daun teh difermentasi 30
menit : daun teh yang sudah
layu digulung dengan
tangan kemudian didiamkan
2
selama 30 menit. Setelah itu
disangrai menggunakan
wajan tanah.
c. Daun teh difermentasi 60
menit : daun teh yang sudah
layu digulung dengan
tangan kemudian didiamkan
selama 60 menit. Setelah itu
disangrai menggunakan
wajan tanah.
Daun teh yang telah disangrai
kemudian dikeringkan
3 meggunakan oven hingga
kering patah.

Hasil yang telah di keringkan


4
ditimbang.

Diambil cawan yang telah


dipanaskan di oven, dan
5
masukan cawan ke dalam
desikator.

Timbang cawan yang akan


6
digunakan.
Masukan 2 gram daun teh
7
kering ke dalam cawan.

Masukan cawan yang telah


8 diisi daunteh kering kedalam
oven.

Sisa daun teh kering di


9 masukan ke dalam plastik PP
dan disimpan.

Daun teh yang sudah jadi


kemudian diseduh dan
dianalisis sifat fisikokimia
10
serta sensorinya (2% dalam 5%
larutan gula)

Anda mungkin juga menyukai