Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I
LAPORAN KASUS

1. Identitas pasien
Nama : Tn. E
Umur : 82 tahun
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Ds. Cibadak/kodya Ciamis
Agama : Islam

2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis
 Keluhan utama: Sesak napas setelah jatuh sejak 2 minggu yang lalu

 Riwayat penyakit sekarang:


Os datang dengan keluhan sesak napas yang dirasakan setelah Os
terjatuh saat sedang berjalan di dekat rumahnya, ± ½ bulan SMRS.
Saat terjatuh, punggung kanan Os menumpu di atas tanah. Selama
beberapa hari setelah terjatuh, Os sempat merasakan nyeri di
punggung kanannya, namun nyeri berangsur-angsur menghilang.
Sejak saat itu pula, Os jadi sering mengalami sesak terlebih jika
berjalan jauh. Awal mulanya sesak tidak begitu dirasakan, lama-
kelamaan sesak bertambah hingga Os dibawa ke RS. Keluarga
mengatakan, sesak dirasakan terus menerus, tidak berkurang sama
sekali. Saat duduk ataupun tidur, sesak dirasakan sama saja. Os tidak
pernah merasakan sesak yang memburuk dengan tidur. Meskipun
sering batuk, Os tidak pernah mengalami batuk berat hingga sesak
napas. Tidak ada memar, lecet ataupun luka-luka akibat jatuh saat itu.
Tidak ada keluhan pusing, mual maupun muntah. Tidak ada keluhan
BAB maupun BAK.

 Riwayat penyakit dahulu


2

Tidak ada riwayat sering nyeri dada ataupun riwayat sesak di malam
hari (saat tidur). Tidak ada riwayat sakit jantung. Terdapat riwayat
merokok dan kadang-kadang mengalami batuk ringan. Tidak ada
riwayat batuk berat hingga sesak. Riwayat asma disangkal.

 Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti yang
dialami Os.

3. Pemeriksaan Fisik

Kesadaran : Somnollen (E3V4M4)

Vital Sign

 Tekanan Darah : 130 / 80 mmHg


 Nadi : 82 x / menit
 Respirasi : 30 x / menit
 Suhu : 37,8oC

Status Generalis

1. Pemeriksaan Kepala

 Bentuk kepala : mesochepal, simetris


 Rambut : warna hitam dan putih, dominan hitam, tidak mudah
dicabut

2. Pemeriksaan Mata
3

 Konjungtiva : ka/ki tidak anemis


 Sclera : ka/ki tidak ikterik, tidak hiperemis
 Pupil : reflek cahaya baik, pupil kana & kiri isokor, d
± 3 mm
 Fungsi penglihatan : tidak di lakukan

3. Pemeriksaan Telinga : tidak ada deformitas

4. Pemeriksaan Hidung : tidak ada deviasi septum, tidak ada napas cuping
hidung, tak ada rinore, tak ada pembesaran konka.

5. Pemeriksaa Mulut : bibir tidak sianosis, tepi tidak hiperemis, bibir


tidak kering, lidah tidak kotor.

6. Pemeriksaan Leher

 Kelenjar tiroid : tidak membesar


 Kelenjar limfonodi : tidak membesar, tidak didapatkan nyeri tekan
 JVP : JVP 5 + 2 cmH2O

7. Pemeriksaan dada

Paru-paru : (Status Lokalis)

Jantung

Inspeksi : IC tak terlihat

Palpasi : IC teraba

Perkusi : Redup, dengan batas:

Kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra

Kiri atas : SIC II linea mid clavikularis sinistra


4

Kanan bawah : SIC V linea mid clavicula dextra

Kiri bawah : SIC V linea axillaries anterior sinistra

Auskultasi : Irregular, S1 lebih keras daripada s2, tidak terdapat bising


maupun gallop

8. Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : tidak ada distensi, tidak ada sikatrik, tidak ada massa,
tidak ada bekas operasi, tidak ada darm countur maupun darm steifung dan tidak
didapatkan adanya hernia

Auskultasi : peristaltik (+) normal, tidak ada metallic sound

Palpasi : supel, tidak ada nyeri tekan di keempat kuadran, hepar


dan

lien tidak teraba

Perkusi : timpani di semua lapang abdomen

Auskultasi : Peristaltik normal

9. Pemeriksaan Ekstremitas

Superior : tak ada deformitas, tak ada jari tabuh, tak ada sianosis, tak ada pucat
ataupun udem, gerakan keduanya aktif

Inferior : tak ada deformitas, tak ada sianosis, tak ada pucat ataupun udem,
gerakan keduanya aktif

Status Lokalis (pulmo)


5

· Inspeksi : bentuk normal, simetris, tidak ada retraksi interkosta,


terdapat ketinggalan gerak lobus paru kanan, tak ada deformitas, tak ada jejas,
hematom, vulnus, pernapasan thorakoabdominal.

· Palpasi : vocal fremitus kanan tidak ada, tak ada nyeri tekan, tak ada
nyeri sumbu ataupun nyeri kompresi kosta, terdapat krepitasi di regio thoraks
kanan anterior, tak ada massa

· Perkusi : sonor di lobus kiri dan hipersonor di lobus kanan

· Auskultasi : suara dasar vesikuler di lobus kiri, terdapat Ronchi Basah


Halus di seluruh lobus kiri, tidak terdapat wheezing. Di lobus kanan tak terdengar
suara vesikuler, Ronchi maupun wheezing

4. Pemeriksaan radiologi

Cor tidak membesar, sinus costofrenikus kanan tumpul


6

Pulmo : Corakan bertambah, infiltrat pada perihiler kanan, perselubungan


homogen di paru kanan bawah setinggi IC-4 yang membentuk gambaran air fluid
level.

Kesan : Hidronefrosis dextra dd/ efusi pleura dextra

Laboratorium

Jenis Pemerikaan Hasil Nilai Rujukan

Globulin 4,39 1,5-1 gr/dL

Albumin 2,97 3,8-5,4 gr/dL

Protein total 7,36 6,2-8,0 gr/dL

5. Diagnosis

Hidropneumotoraks dextra et causa trauma

6. Differensial Diagnosa

Efusi Pleura

7. Penatalaksanaan

 Observasi dan pemberian oksigen


 Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube torakostomi
 Torakotomi

8. Prognosis
7

Quo ad vitam : dubia ad bonam


Quo ad functionam : dubia ad bonam

Bab 1
Pendahuluan

Hidropneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana terdapat udara dan


cairan di dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru.
Hidropneumotoraks spontan sekunder bisa merupakan komplikasi dari TB paru
dan pneumotoraks yaitu dengan rupturnya fokus subpleura dari jaringan nekrotik
pengkejuan sehingga tuberkuloprotein yang ada di dalam masuk rongga pleura
dan udara dapat masuk dalam paru pada proses inspirasi tetapi tidak dapat keluar
paru ketika proses ekspirasi, semakin lama tekanan udara dalam rongga pleura
akan meningkat melebihi tekanan atmosfer, udara yang terkumpul dalam rongga
pleura akan menekan paru sehingga sering timbul gagal napas.
Pneumotoraks yaitu keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam rongga
pleura. Dalam keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru
leluasa mengembang terhadap rongga toraks.
Atelektasis terjadi ketika sebagian atau seluruh paru mengempis atau tidak
mengandung udara. Tidak adanya udara didalam paru terjadi karena seluruh
pernafasan tersumbat sehingga udara dari bronkus tidak dapat masuk kedalam
alveolus, sedangkan udara yang sebelumnya berada di alveolus diserap habis oleh
dinding alveolus yang banyak mengandung kapiler darah.
8

Emfisema pulmonum adalah suatu kelainan anatomik paru yang ditandai


oleh pelebaran secara abnormal saluran napas bagian distal bronkus terminalis,
disertai dengan kerusakan dinding alveolus yang ireversibel.
Pada hakekatnya, pengenalan radiologis dan diagnosis hidropneumotoraks,
pneumotoraks, atelektasis, maupun emfisema pulmonum sangat diperlukan karena
hal ini menentukan terapi dan tatalaksana awal terbaik yang perlu dilakukan untuk
mencegah terjadinya terapi yang tidak sesuai dan komplikasi yang tidak
diharapkan.

Bab 2
Tinjauan Pustaka

2.1.Hidropneumotoraks
2.1.Definisi
Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan cairan di
dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru.1

2.1.2.Etiologi dan Patogenesis


Keadaan fisiologi dalam rongga dada pada waktu inspirasi tekanan intrapleura
lebih negatif dari tekanan intrabronkial, maka paru mengembang mengikuti
gerakan dinding dada sehingga udara dari luar akan terhisap masuk melalui
bronkus hingga mencapai alveol. Pada saat ekspirasi dinding dada menekan
rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi daripada tekanan
udara alveol atau di bronkus akibatnya udara akan ditekan keluar melalui
bronkus.1,2
Tekanan intrabronkial akan meningkat apabila ada tahanan pada saluran
pernafasan dan akan meningkat lebih besar lagi pada permulaan batuk, bersin atau
mengejan. Peningkatan tekanan intrabronkial akan mencapai puncak sesaat
sebelumnya batuk, bersin, dan mengejan. Apabila di bagian perifer bronki atau
9

alveol ada bagian yang lemah, maka kemungkinan terjadinya robekan bronki atau
alveol akan sangat mudah.1,2
Dengan cara demikian dugaan terjadinya pneumotoraks dapat dijelaskana
yaitui jika ada kebocoran di bagian paru yang berisi udara melalui robekan atau
pleura yang pecah. Bagian yang robek tersebut berhubungan dengan bronkus.
Pelebaran alveolus dan septa-septa alveolus yang pecah kemudian membentuk
suatu bula yang berdinding tipis di dekat daerah yang ada proses non spesifik atau
fibrosis granulomatosa. Keadaan ini merupakan penyebab yang paling sering dari
pneumothoraks.1,2
Ada beberapa kemungkinan komplikasi pneumotoraks, suatu “katup bola”
yang bocor yang menyebabkan tekanan pneumotoraks bergeser ke mediastinum.
Sirkulasi paru dapat menurun dan mungkin menjadi fatal. Apabila kebocoran
tertutup dan paru tidak mengadakan ekspansi kembali dalam beberap minggu ,
jaringan parut dapat terjadi sehingga tidak pernah ekspansi kembali secara
keseluruhan. Pada keadaan ini cairan serosa terkumpul di dalam rongga pleura
dan menimbulkan suatu hidropneumotoraks.1,2
Hidropneumotoraks spontan sekunder bisa merupakan komplikasi dari TB
paru dan pneumotoraks yaitu dengan rupturnya fokus subpleura dari jaringan
nekrotik perkejuan sehingga tuberkuloprotein yang ada di dalam masuk rongga
pleura dan udara dapat masuk dalam paru pada proses inspirasi tetapi tidak dapat
keluar paru ketika proses ekspirasi, semakin lama tekanan udara dalam rongga
pleura akan meningkat melebihi tekana atmosfer, udara yang terkumpul dalam
rongga pleura akan menekan paru sehingga sering timbul gagal napas.1,2
Pneumotoraks merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada
kavum pleura. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga
paru-paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada. Udara dalam kavum
pleura ini dapat ditimbulkan oleh :
a. Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari
alveolus akan memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini disebut sebagai
closed pneumotoraks. Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi sebagai
katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum
10

pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara semakin lama semakin banyak
sehingga mendorong mediastinum kearah kontralateral dan menyebabkan
terjadinya tension pneumotoraks.
b. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara
kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari
2/3 diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut
dibanding traktus respiratorius yang seharusnya. Pada saat inspirasi, tekanan
dalam rongga dada menurun sehingga udara dari luar masuk ke kavum pleura
lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru ipsilateral. Saat ekspirasi,
tekanan rongga dada meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar
melalui lubang tersebut. Kondisi ini disebut sebagai open pneumotoraks.1,2
2.1.3.Gambaran Radiologis
Pada gambaran radiologi hidropneumotoraks (gambar 1) merupakan perpaduan
antara gambaran radiologi dari efusi pleura dan pneumotoraks. Pada
hidropneumothorax cairan pleura selalu bersama-sama udara, maka meniscus sign
tidak tampak. Pada foto lurus maka akan dijumpai air fluid level meskipun cairan
sedikit. Pada foto tegak terlihat garis mendatar karena adanya udara di atas cairan.
Gambaran radiologi pada hidropneumotoraks ini ruang pleura sangat translusen
dengan tak tampaknya gambaran pembuluh darah paru, biasanya tampak garis
putih tegas membatasi pleura visceralis yang membatasi paru yang kolaps, tampak
gambaran semiopak homogen menutupi paru bawah, dan penumpukan cairan di
dalam cavum pleura yang menyebabkan sinus costofrenikus menumpul.3,4
11

Gambar 1. Hidropneumotoraks

2.2.Pneumotoraks
2.2.1.Definisi
Pneumotoraks adalah keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam rongga
pleura. Dalam keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru
leluasa mengembang terhadap rongga toraks.1
Masuknya udara ke dalam rongga pleura dibedakan atas:
1. Pneumotoraks spontan: Timbul sobekan subpleura dari bulla sehingga udara
dalam rongga pleura melalui suatu lubang robekan atau katup. Keadaan ini
dapat terjadi berulang kali dan sering menjadi keadaan yang kronis. Penyebab
lain ialah suatu trauma tertutup terhadap dinding dan fistula bronkopleural
akibat neoplasma atau inflamasi.
2. Udara lingkungan luar masuk ke dalam rongga pleura melalui luka tusuk atau
pneumotoraks disengaja (artificial) dengan terapi dalam hal pengeluaran atau
pengecilan kavitas proses spesifik yang sekarang tidak dilakukan lagi. Tujuan
pneumotoraks sengaja lainnya ialah diagnostik untuk membedakan massa
apakah berasal dari pleura atau jaringan paru. Penyebab-penyebab lain ialah
akibat tindakan biopsi paru dan pengeluaran cairan rongga pleura.
12

3. Masuknya udara melalui mediastinum yang biasanya disebabkan trauma pada


trakea atau esophagus akibat tindakan pemeriksaan dengan alat-alat
(endoskopi) atau benda asing tajam yang tertelan. Keganasan dalam
mediastinum dapat pula mengakibatkan udara dalam rongga pleura melalui
fistula antara saluran nafas proksimal dengan rongga pleura.
4. Udara berasal dari subdiafragma dengan robekan lambung akibat suatu trauma
atau abses subdiafragma dengan kuman pembentuk gas. 4

2.1.2.Klasifikasi
Pneumotoraks dapat juga dibagi atas:
1. Pneumotoraks terbuka. Gangguan pada dinding dada berupa hubungan
langsung antara ruang pleura dan lingkungan atau terbentuk saluran terbuka
yang dapat menyebabkan udara dapat keluar masuk dengan bebas ke rongga
pleura selama proses respirasi.
2. Pneumotoraks tertutup. Misal terdapat robekan pada pleura viseralis dan paru
atau jalan nafas atau esofagus, sehingga masuk vakum pleura karena tekanan
vakum pleura negatif.
3. Pneumotoraks valvular. Jika udara dapat masuk ke dalam paru pada proses
inspirasi tetapi tidak dapat keluar paru ketika proses ekspirasi. Akibat hal ini
dapat terjadi peningkatan tekanan intrapleural. Karena tekanan intrapleural
meningkat maka dapat terjadi tension pneumotoraks. 4

2.1.3.Gejala Klinis
Adanya keluhan-keluhan dan gejala-gejala klinis pneumotoraks amat tergantung
pada besarnya lesi pneumotoraks dan ada tidaknya komplikasi penyakit paru.
Beberapa pasien menunjukkan keadaan asimtomatik dan kelainan hanya dapat
ditemukan pada pemeriksaan foto dada rutin. Pada beberapa kasus, pneumotoraks
terluput dari pengamatan. 1
Gejala yang utama adalah berupa rasa sakit yang tiba-tiba dan bersifat
unilateral serta diikuti sesak nafas. Kelainan ini ditemukan pada 80-90% kasus.
Gejala-gejala ini lebih mudah ditemukan bila penderita melakukan aktivitas berat.
13

Tetapi pada sebagian kasus, gejala-gejala masih gampang ditemukan pada


aktivitas biasa atau waktu istirahat. 1
Rasa sakit tidak selalu timbul. Rasa sakit ini bisa menghebat atau menetap
bila terjadi perlengketan antara pleura viseralis dan pleura parietalis. Suatu waktu
perlengketan ini bisa sobek pada tekanan kuat dari pneumotoraks, sehingga terjadi
perdarahan intrapleura (hemato- pneumotoraks). 1
Kadang-kadang gejala klinis dapat ditemukan walaupun kelainan
pneumotoraksnya sedikit, misalnya perkusi yang hipersonar, fremitus yang
melemah sampai menghilang, suara nafas yang melemah sampai menghilang pada
sisi yang sakit. 1
Pada lesi yang lebih besar atau pada tension pneumotoraks, trakea dan
mediastinum dapat terdorong ke sisi kontralateral. Diafragma tertekan ke bawah,
gerakan pernafasan tertinggal pada sisi yang sakit. Fungsi respirasi menurun,
terjadi hipoksemia arterial dan curah jantung menurun. 1
Kebanyakan pneumotoraks terjadi pada sisi kanan (53%), sedangkan sisi
kiri (45%) dan bilateral hanya 2%. Hampir 25% dari pneumotoraks spontan
berkembang menjadi hidropneumotoraks. 1
Disamping keluhan-keluhan dan gejala-gejala klinis tersebut di atas,
diagnosis lebih meyakinkan lagi dengan pemeriksaan sinar tembus dada. 1
2.1.4.Gambaran Radiologis
Bayangan udara dalam rongga pleura memberikan bayangan radiolusen yang
tanpa struktur jaringan paru (avascular pattern) dengan batas paru berupa garis
radioopak tipis yang berasal dari pleura visceral (gambar 2 dan 3).5
14

Gambar 2.

Gambar 3.
Pada foto terlihat bayangan udara dari pneumotoraks yang berbentuk
cembung, yang memisahkan pleura parietalis dengan pleura viseralis. Bila
pneumotoraksnya tidak begitu besar, foto dengan pernafasan dalam (inspirasi
penuh) pun tidak akan menunjukkan kelainan yang jelas. Dalam hal ini dianjurkan
membuat foto dada dengan inspirasi dan ekspirasi penuh. Selama ekspirasi
maksimal udara dalam rongga pleura lebih didorong ke apeks, sehingga rongga
intrapleura di apeks jadi lebih besar. Selain itu terdapat perbedaan densitas antara
15

jaringan paru dan udara intrapleura sehingga memudahkan dalam melihat


pneumotoraks, yakni kenaikan densitas jaringan paru selama ekspirasi tapi tidak
menaikkan densitas pneumotoraks. 1
Suatu hasil rontgen diperoleh sehabis ekspirasi maksimum akan membantu
dalam menetapkan diagnosa, sebab paru-paru kemudian secara relatif lebih
tebal/padat dibanding pneumotoraks itu. Penurunan volume paru terjadi sehabis
ekspirasi tetapi ruang pneumotoraks tidak berubah. Oleh karena itu secara relatif
pneumotoraks lebih berhubungan dengan apru-paru sehabis ekspirasi dibanding
inspirasi dan kiranya pleura viseral lebih kecil berhubungan dengan
pneumotoraks. Sehingga lebih mudah untuk menggambarkannya.1
Foto lateral decubitus pada sisa yang sehat dapat membantu dalam
membedakan pneumotoraks dengan kista atau bulla. Pada pneumotoraks udara
bebas dalam rongga pleura lebih cenderung berkumpul pada bagian atas sisi
lateral. 1
Jika pneumotoraks luas, akan menekan jaringan paru ke arah hilus atau
paru menjadi kuncup/kolaps di daerah hilus dan mendorong mediastinum ke arah
kontralateral. Selain itu sela iga menjadi lebih lebar. Udara dalam ruang pleura
jadi lebih radiolusen dibandingkan paru-paru yang bersebelahan dengan
pneumotoraks tersebut, terutama sekali jika paru-paru berkurang volumenya,
dimampatkan atau terkena penyakit yang meningkatkan kepadatan paru-paru.6,7
Ketika pneumotoraks terjadi pada pasien dengan atelektase lobus, udara
terkumpul dalam ruangan pleura yang dekat dengan paru-paru yang mengempis.
Oleh karena itu distribusi udara yang tidak normal pada pasien ini menyebabkan
pengempisan lobus. Pada tension pneumotoraks pergeseran dari struktur
mediastinal kesan pada paru dan kesan pada diafragma sudah terlihat. Ketika
kehadiran cairan sebagai tambahan dari udara atau gas pada film dengan cahaya
horisontal memperlihatkan tingkat atau batas udara dengan cairan. Ketika udara
intrapleura terperangkap pada posisi yang tidak biasa oleh karena penggabungan
kadang-kadang pneumotoraks bisa terlihat pada subpulmonary, terutama pada
pasien COPD (Chronic Pulmonary Obstruktif Disease) dan penurunan dari fungsi
paru dan juga diobservasi sepanjang permukaan tenagh dari paru bayi yang baru
16

lahir sering diperiksa dengan posisi terlentang. Dalam situasi ini harus dibedakan
dengan pneumomediastinum. Ketika garis sambungan depan terlihat pada
neonatus, yang mengindikasikan pneumotoraks bilateral, karena garis ini biasanya
tidak terlihat pada pasien. Pada bayi neonatus pneumotoraks dapat dievaluasi
dengan foto anteroposterior atau lateral pada saat yang sama.7
Pada orang dewasa yang sakit kritis diuji dengan posisi setengah duduk
atau terlentang, udara dalam ruang pleura mungkin nampak anteromedial
sepanjang medistinum, pada suatu posisi subpulmonary, pada posisi apicolateral
atau posteromedial dalam area paraspinal. Udara mungkin dapat diamati dalam
celah interlobus, terutama sekali di dalam celah kecil sisi kanan pneumotoraks.
Tanda cekungan yang dalam diuraikan oleh Gordon pada foto posisi terlentang
pada pasien pneumotoraks. Foto ini terdiri dari radiolusen yang relatif pada
kedalaman sulcus costophrenicus samping yang menandakan udara dalam area
ini.7
Hasil diagnosa mungkin tidak dapat terlihat dalam foto polos. Oleh karena
itu, CT dapat digunakan jika informasi mengenai kehadiran atau ketidakhadiran
pneumothoraks adalah hal yang sangat penting, karena pneumothoraks relatif
lebih mudah dideteksi pada CT sesuai potongan aksis.7
Secara ringkas, hasil dianogsa pneumothorax mungkin sulit untuk dibuat
dalam pemeriksaan hasil radiografi dada. Terutama sekali pada foto pasien dalam
posisi terlentang, proyeksi samping mungkin bisa untuk ,mengkonfirmasikan
kehadiran pneumothoraks manakala proyeksi dari depan samar-samar. Ketika
pneumothoraks kecil foto pada saat inspirasi seringkali berharga; dan ada kalanya,
ketika lokasi pneumothoraks disekeliling hadir, foto oblique dan foto lateral
diperlukan untuk visualisasi yang nyata. Adakalanya lingkaran radioopak
ditemukan pada hilus atau dibawah pada pasien pneumothoraks yang besar atau
luas.7
17

Bab 3
Kesimpulan

1. Pada gambaran radiologi hidropneumotoraks merupakan perpaduan antara


gambaran radiologi dari efusi pleura dan pneumotoraks. Pada
hidropneumothorax cairan pleura selalu bersama-sama udara, maka
meniscus sign tidak tampak. Pada foto lurus maka akan dijumpai air fluid
level meskipun cairan sedikit. Pada foto tegak terlihat garis mendatar
karena adanya udara di atas cairan. Gambaran radiologi pada
hidropneumotoraks ini ruang pleura sangat translusen dengan tak
tampaknya gambaran pembuluh darah paru, biasanya tampak garis putih
tegas membatasi pleura visceralis yang membatasi paru yang kolaps,
tampak gambaran semiopak homogen menutupi paru bawah, dan
penumpukan cairan di dalam cavum pleura yang menyebabkan sinus
costofrenikus menumpul.
2. Pada gambaran radiologi pneumotoraks, bayangan udara dalam rongga
pleura memberikan bayangan radiolusen yang tanpa struktur jaringan paru
(avascular pattern) dengan batas paru berupa garis radioopak tipis yang
berasal dari pleura visceral.
3. Pada gambaran radiologi atelektasis, menunjukkan tanda-tanda langsung
dan tidak langsung dari suatu atelektasis. Tanda-tanda langsung meliputi
pengurangan volum bagian paru baik bagian lobaris, segmental atau
seluruh paru dengan akibat kurangnya aerasi sehingga memberikan
bayangan lebih suram (densitas tinggi), serta pergeseran fissura interlobar.
Ada pun tanda-tanda tidak langsung meliputi pergeseran mediastinum ke
18

arah atelektasis, elevasi hemidifragma, sela iga menyempit, pergeseran


hilus dan hiperaerasi kompensatori terhadap parenkim paru disekitarnya.
4. Pada gambaran radiologi emfisema pulmonum menunjukkan hiperinflasi
paru, diafragma letak rendah dan mendatar, peningkatan ruang udara
retrosternal, penurunan tanda vaskular/bulla (emfisema), jantung tampak
sempit memanjang, peningkatan bentuk bronchovaskular (bronchitis),
normal ditemukan saat periode remisi (asma).

DAFTAR PUSTAKA

1. Asril Bahar, 1999, Penyakit-penyakit Pleura, Buku Ajar Penyakit Dalam, Jilid
II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
2. Darmanto Djojodibroto, 2009, Respirologi, EGC
3. Sjahriar rasad, 2009, Radiologi diagnostik, jakarta, Balai penerbit FKUI
4. Kahar Kusumawidjaja, 2000, Pleura dan Mediastinum, Radiologi diagnositik,
Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
5. Peter Amstrong, Martin L.W., 1986, X-Ray Diagnosis, Economy Edition, PG
Asian.
6. Joten H.J., Andrew B.C., 1993, Essentials of Radiologic Imaging, Ed. 6, Paul
and Juhl, Clippincott-Raven, Philadelphia.
7. David Sutton, 1987, A Textbook of Radiology and Imaging, Ed. 4, Churchill
Livingstone, Edinburgh, london, Melbourne and New York.
8. Djojodibroto Darmanto. Respirologi ( Respiratory Medicine). Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 231-4
9. Madappa Tarun. Atelectasis. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/296468-overview. Last update :
August 25,2009. Accesed on December 25,2011.
19

10. Soemantri S, Bronkhitis Kronik dan Emfisema Paru dalam : Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid 2, Balai Penerbit FKUI, Jakarta 1990; Hal 754-61.
11. Ganong W.F, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta, 1998, Hal 673.
12. Yunus F, Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruksi, Cermin Dunia
Kedokteran, No. 114, Jakarta, 1997, Hal 28-31.
13. Mangunnegoro H, PPOK Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Jakarta, 2001 Hal 1-24.
14. Boat. T.F, Emfisema and Full Air Fluid, In : Behrman R.E, et.al. (ed), 1993,
Nelson Textbook of pediatrics, fourteenth edition, W.B. Saunders Company,
Philadelphia , page 1013-16

Anda mungkin juga menyukai