ISI TERBARU 1 (Repaired) FIX
ISI TERBARU 1 (Repaired) FIX
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Penyakit diabetes melitus (DM) saat ini hampir merambah seluruh dunia
menurut data organisasi kesehatan dunia (WHO), penderita DM di dunia
pada masyarakat usia 20-79 tahun pada tahun 2013 adalah 382 juta orang.
Pada tahun 2007 Indonesia masuk ke dalam sepuluh negara dengan jumlah
kasus DM terbanyak di dunia. Indonesia berada pada peringkat keempat pada
tahun 2000 dengan jumlah kasus sebesar 8,4 juta orang dan diprediksi akan
meningkat pada tahun 2030 menjadi 21,3 juta orang. Berdasarkan data
Riskesdas pada tahun 2007, prevalensi diabetes melitus di Pulau Jawa
khususnya di provinsi DKI Jakarta sebesar 1,8%, di provinsi Jawa Barat
sebesar 0,8%.
Diabetes mellitus merupakan kondisi kronis yang ditandai dengan
peningkatan konsentrasi glukosa darah disertai munculnya gejala utama
yakni urin yang berasa manis dalam jumlah yang besar. Kelainan yang
menjadi penyebab mendasar dari diabetes mellitus adalah defisiensi relatif
atau absolut dari hormon insulin. Insulin merupakan satu-satunya hormon
yang dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah. (1)
DM muncul karena tidak tercukupi hormon insulin dalam tubuh. Hormon
itu berperan menjaga keseimbangan kadar glukosa dalam darah, yaitu sekitar
70 hingga 110 mg/dl pada waktu puasa dan di bawah 140 mg/dl 2 jam
sesudah makan pada orang normal. Insulin dihasilkan olah kelenjar pankreas
yang terletak di lekukan usus 12 jari. Jika terjadi gangguan pada kerja
insulin, karena jumlahnya tidak mencukupi atau kualitas tidak memadai,
kadar glukosa darah cenderung naik. Penderita diabetes mellitus biasanya
akan mengalami lesu, kurang tenaga, selalu merasa haus, sering buang air
kecil, karena glukosa tidak diubah menjadi energi, hal ini mengakibatkan
glukosa dalam darah menjadi meningkat.(10)
1
2
Mengetahui dosis jus buah pare yang efektif untuk menurunkan kadar
glukosa darah.
Mengetahui lama kerja jus buah pare yang efektif terhadap kadar
glukosa darah.
1.5 Orisinalitas
Tabel 1. Orisinalitas Penelitian
PePeneliti Judul Desain, Tahun Hasil
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.4 Patofisiologi
Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin normal malah mungkin
lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan
sel yang kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang
kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang
kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak,
tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang
masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar
(glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat. Dengan
demikian keadaan ini sama dengan pada DM tipe 1. Perbedaannya adalah
12
DM tipe 2 disamping kadar glukosa tinggi juga kadar insulin tinggi atau
normal. Keadaan ini disebut resistensi insulin (13)
Sebagian besar patologi diabetes melitus dapat dihubungkan dengan
efek utama kekurangan insulin yaitu (13) :
a) Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, yang
mengakibatkan peningkatan konsentrasi glukosa darah sampai
setinggi 300 sampai 1200 mg per 100 ml.
b) Peningkatan mobilisasi lemak dan daerah penyimpanan lemak
sehingga menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun
pengendapan lipid pada dinding vaskuler.
c) Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.
Keadaan patologi tersebut akan berdampak :(13)
1. Hiperglikemia
Hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa darah
yang tinggi daripada rentang kadar puasa normal 80-90 mg/100 ml
darah, atau rentang non puasa sekitar 140-160 mg/100 ml darah. (8)
Dalam keadaan insulin normal asupan glukosa atau
produksi glukosa dalam tubuh akan difasilitasi (oleh insulin) untuk
masuk ke dalam sel tubuh. Glukosa itu kemudian diolah untuk
menjadi bahan energi. Apabila bahan energi yang dibutuhkan
masih ada sisa akan disimpan sebagai glikogen dalam sel-sel hati
dan sel-sel otot (sebagai massa sel otot). Proses glikogenesis
(pembentukan glikogen dari unsur glukosa ini dapat mencegah
hiperglikemia). Pada penderita diabetes melitus proses ini tidak
dapat berlangsung dengan baik sehingga glukosa banyak
menumpuk di darah (hiperglikemia). (13)
Secara rinci proses terjadinya hiperglikemia karena defisit
insulin tergambar pada perubahan metabolik sebagai berikut :(13)
a) Transport glukosa yang melintasi membran sel-sel berkurang.
b) Glukogenesis (pembentukan glikogen dari glukosa) berkurang
dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah.
13
2.1.7 Penatalaksanaan
2.6.2.1 non-farmakologi
a. Diet
Pola makan adalah makanan yang seimbang antara zat gizi
karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Makanan yang
seimbang adalah makanan yang tidak mementingkan salah satu zat
gizi tertentu dan dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan. (13)
Pengaturan diet pada penderita diabetes mellitus merupakan
pengobatan yang utama pada penatalaksanaan diabetes mellitus
yaitu mencakup pengaturan dalam: (13)
1. Jumlah Makanan
Syarat kebutuhan kalori untuk penderita diabetes
mellitus harus sesuai untuk mencapai kadar glukosa normal dan
mempertahankan berat badan normal. Komposisi energi adalah
19
2.1.7.2 farmakologi
Empat kategori obat anti diabetik oral: insulin secretagogue
(sulfonilurea, meglitinid, derivate D-fenilalanin), biguanid,
tiazolindinedion, dan inhibitor α-glukosida. Sulfonilurea dan
biguanid sebagai pilihan terapi inisial untuk diabetes tipe 2. Kelas
baru insulin secretagogue yang bekerja cepat, yaitu meglitinid dan
derivat D-fenilalanin merupakan alternatif untuk menggantikan
sulfonilurea yang bekerja singkat. Tiazolindinedion merupakan
obat yang sangat efektif mengurangi resistensi insulin. Inhibitor
alfa-glukosidase memiliki efek antidiabetik yang relatif lemah dan
efek samping yang cukup bermakna, serta digunakan terutama
sebagai terapi tambahan pada individu yang tidak dapat mencapai
target kadar gula darahnya dengan obat-obatan lain. (8)
1. Sulfonilurea
Efek utama sulfonilurea adalah meningkatkan pelepasan
insulin dari pankreas dua mekanisme tambahan kerja obat ini
22
cm, rasanya pahit. Warna buah hijau, bila masak menjadi oranye yang
pecah dengan tiga katup. Biji banyak, coklat kekuningan, bentuknya
pipih memanjang, keras. (9)
Obat
Jus buah pare Olahraga Diet
(OHO)
Meglitinid Sulfonylurea
Sel β
pankreas
Kadar glukosa
Insulin
darah
2.5 Hipotesis
Pemberian jus buah pare sebelum diberikan larutan gula berpengaruh
terhadap perubahan kadar glukosa darah pada Tikus galur Wistar.
32
BAB III
METODE PENELITIAN
5. Sonde oral
6. Pipet tetes
7. Gelas ukur
8. Juicer
9. Handscoon
10. Masker
11. Glucotest One touch
Bahan :
1. Hewan coba berupa tikus galur wistar
2. Larutan gula 1,35gr/200grBB Tikus
3. Aquadest
4. Preparat glibenklamid
5. Jus buah pare diberikan pada Tikus secara oral, dengan
dosis yang sudah ditentukan.
3.7.2 Prosedur Penelitian
1. Penelitian menggunakan 24 ekor tikus yang menggalami
masa adaptasi selama 7 hari di laboratorium Farmakologi
UNPAD, diberi makan secara ad libitum menggunakan
pelet 551 sebanyak 50mg 1x/hari.
2. Puasakan tikus selama 16 jam.
3. Setelah tikus menjalani adaptasi dan dipuasakan, tikus yang
hidup dan sehat akan masuk ke dalam tahap selanjutnya.
4. Tikus akan dibagi menjadi empat kelompok, dimana satu
kelompok terdiri dari 6 ekor dan tikus dari masing-masing
kelompok akan diberi kandang perekor.
5. Setiap kelompok tikus masing-masing akan dilakukan
pengukuran kadar glukosa (pretest)
6. Buah pare didapatkan di pasar, untuk pembuatan jus buah
pare dilakukan langkah sebagai berikut :
a. Buah pare yang masih utuh dicuci bersih.
b. Dikupas dan diambil dagingnya tanpa biji
36
Ditunggu 15 menit
BAB IV
HASIL
300
250
200
150
100
50
0
pretest menit 0 menit 30 menit 60 menit 90 menit 120
aquadest
glibenklamid
2,5 ml aquadest
+ 2,5 ml jus pare
5 ml jus pare
42
Tabel 4. Berdasarkan uji normalitas Shapiro-Wilk terdapat nilai p value < 0,05
sehingga distribusi data dianggap tidak normal, oleh karena itu uji selanjutnya
menggunakan uji Wilcoxon.
43
K1 67 129 0.028
(aquadest)
K2 81 122 0.028
(Glibenklamid)
P1 67 82 0.028
P2 69 126 0.028
(5 ml Jus Pare)
Tabel 5 pada menit ke-0 setelah pembebanan glukosa, terjadi peningkatan kadar
glukosa darah secara signifikan pada semua kelompok (p = 0,028)
K1 67 154 0.028
(aquadest)
K2 81 199,59 0.027
(Glibenklamid)
P1 67 124 0.028
P2 69 175,5 0.028
(5 ml Jus Pare)
Tabel 6 pada menit ke-30 setelah pembebanan glukosa, terjadi peningkatan kadar
glukosa darah secara signifikan pada semua kelompok (p < 0,05)
44
K1 67 154 0.028
(aquadest)
K2 81 216 0.028
(Glibenklamid)
P1 67 121,5 0.028
P2 69 129,5 0,028
(5 ml Jus Pare)
Tabel 7 pada menit ke-60 setelah pemberian perlakuan dan pembebanan glukosa,
kadar glukosa darah masih meningkat secara signifikan pada semua kelompok (p <
0,05)
Tabel 8. Hasil uji Wilcoxon antara pretest dengan menit ke-90
Kelompok Median Median P
Pretest Menit ke – 90
K1 67 118,5 0.028
(aquadest)
K2 81 207 0.028
(Glibenklamid)
P1 67 75 0.046
P2 69 115,5 0.028
(5 ml Jus Pare)
Tabel 8 pada menit ke-90 setelah pemberian perlakuan dan pembebanan glukosa,
terjadi peningkatan kadar glukosa darah secara signifikan pada semua kelompok (p <
0,05)
45
K1 67 126 0.028
(aquadest)
K2 81 196,5 0.046
(Glibenklamid)
P1 67 119 0.028
P2 69 148,5 0.028
(5 ml Jus Pare)
Tabel 9 dibandingkan kondisi pretest dalam menit ke-120 menit kadar gula darah
meningkat secara signifikan diseluruh kelompok (p < 0,05).
Tabel 10. Hasil uji Wilcoxon antara menit ke-0 dengan menit ke-30
Kelompok Median Median P
menit ke-0 Menit ke – 30
(aquadest)
(Glibenklamid)
P1 82 124 0.028
(5 ml Jus Pare)
Tabel 11. Hasil uji Wilcoxon antara menit ke-30 dengan menit ke-60
Kelompok Median Median P
Menit ke – 30 Menit ke – 60
(aquadest)
(Glibenklamid)
(5 ml Jus Pare)
Tabel 11 berdasarkan hasil uji wilcoxon pemberian perlakuan dan beban glukosa,
terjadi penurunan kadar glukosa pada menit ke-60 pada kelompok 3 dan 4, akan
tetapi belum signifikan (p > 0,05)
Tabel 12. Hasil uji Wilcoxon antara menit ke-30 dengan menit ke-90
Kelompok Median Median P
Menit ke – 30 Menit ke – 90
(aquadest)
(Glibenklamid)
P1 124 75 0.027
(5 ml Jus Pare)
Tabel 12 pada kelompok 3, terjadi penurunan kadar glukosa darah pada menit ke-90,
dengan nilai signifikan (p = 0,027)
47
Tabel 13. Hasil uji Wilcoxon antara menit ke-30 dengan menit ke-120
Kelompok Median Median P
Menit ke – 30 Menit ke – 120
(aquadest)
(Glibenklamid)
(5 ml Jus Pare)
Tabel 13 berdasarkan hasil uji wilcoxon antara menit ke - 30 dengan menit ke - 120
didapatkan nilai yang tidak signifikan karena P Value >0.05 pada kelompok kontrol.
48
BAB V
PEMBAHASAN
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
Jus pare berpengaruh terhadap kadar glukosa darah tikus yang diberi
beban glukosa.
Tidak terdapat perbedaan kadar glukosa darah dari tiap kelompok
pada menit ke 0, 30, 60, 90 dan 120 kecuali pada kelompok 3 menit
ke-90.
Dosis jus buah pare yang memiliki pengaruh terhadap perubahan
kadar glukosa darah Tikus galur Wistar yaitu 2,5 ml jus pare yang
dicampur dengan aquadest 2,5 ml.
Lama kerja jus buah pare dalam menurunkan kadar glukosa darah
merupakan hasil yang signifikan (P=0,027) pada menit ke-90.
6.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
6. Ganong, William F. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 22. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC ; 2008
7. Guyton A C, Hall J E. buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC ; 2012
8. Marta S. Nolte & John H. Karam. Farmakologi Dasar Dan Klinik editor
Bertram G. Katzung. Jakarta : Buku Kedokteran EGC ; 2011
10. Nugroho A.E., Andrie M., Warditiani N.K., Siswanto E., Pramono S.,
Lukitaningsih E. Antidiabetic and antihiperlipidemic effect of
Andrographispaniculata (Burm. f.) Nees and andrographolide in high-
fructose-fat-fed rats. Indian Journal of Pharmacology ; 2012
12. Purnamasari D. Buku Ajar Penyakit Dalam Edisi V Jilid III. Jakarta : Interna
Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009
13. Suyono S. Buku Ajar Penyakit Dalam Edisi V Jilid III. Jakarta : Interna
Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009
15. Sylvia A. Price and Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit. Edisi 6. Vol. 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC ; 2006