Anda di halaman 1dari 14

Megamendung dan Aplikasinya

Sejak dahulu Cirebon dikenal sebagai kota transit, dengan sebutan kota
udang. Pada awalnya masyarakat Cirebon hidup dari hasil laut dan pengolahan
tanah, sebagai nelayan dengan komoditi ikan-ikan laut, ikan asin, terasi, petis,
garam, dll. Laut bagi masyarakat Cirebon selain tempat mata pencaharian juga
sebagai media penghubung mereka dengan seluruh penjuru nusantara maupun
bangsa-bangsa lain. Tidak mengherankan jika pedagang dan pendatang dari
Sumatera, Jawa, Sulawesi, juga pendatang dari Asia, China, Eropa, India dan
Jepang telah menetap disana dan mengambil peranan penting dalam proses
pembentukan masyarakat, dengan segala aspek kehidupannya baik ketatanegaraan,
ekonomi, teknologi, social, dan budaya.
Dengan berkembangnya kehidupan masyarakat Cirebon yang disertai
perkembangan teklnologi inilah, kota Cirebon menjelma menjadi kota pelabuhan,
perdagangan, industri dan juga sebagai kota pariwisata dan pertukaran budaya.
Tidak banyak yang tahu bahwa daerah ini menyimpan banyak potensi. Daerah
wisatanya tidak hanya sekedar gua-gua yang penuh legenda, kerajinannya pun tidak
hanya lukisan kaca tetapi juga batik tulis yang berkembang di daerah Trusmi.
Dengan posisi geografis seperti inilah kota Cirebon didiami oleh masyarakat dari
berbagai macam ras dan agama. Bisa dikatakan Cirebon merupakan miniatur dari
keberagaman masyarakat Indonesia.
Prulalisasi dari mulai orang Jawa, China, Arab dan India membuat warna
budaya Cirebon sangat khas dan berkembang sangat cepat. Namun dalam
perkembangannya sekarang, kemajemukan tersebut pulalah yang menghambat
masyarakat Cirebon dalam membangun potensi budayanya sendiri. Terlalu sering
terjadi konflik disebabkan oleh kemajemukan tersebut, hal itu terutama disebabkan
masing masing pendatang membentuk kantung-kantung yang didiami oleh mereka
yang merasa satu latar belakang daerah. Tidak adanya tokoh pemersatu masyarakat
turut mempersulit kebudayaan Cirebon berkembang manjadi lebih moderen. Ini pula
terjadi dalam perkembangan batik Cirebon sendiri. Diungkapkan oleh Bapak Katura,
salah seorang sesepuh batik di desa Trusmi, telah terjadi perbedaan pandangan
antara pemilik showroom batik dengan pengrajin batik. Tuntutan pemilik showroom
(batik) untuk menekan harga batik dari pengrajin untuk mendapatkan keuntungan
setinggi-tingginya, membuat perkembangan pola ornamen batik hanya berputar dari
bentuk-bentuk yang telah ada.
Dari permasalahan diatas perlu adanya usaha untuk mengembangkan
ornamen-ornamen khas Cirebon kearah perkembangan yang lebih moderen tanpa
menghilangkan ciri khas dari bentuk dasarnya. Salah satunya adalah ornamen Mega

1
Mendung yang merupakan ornamen kebanggaan kota Cirebon. Motif Megamendung
yang digunakan oleh masyarakat Cirebon sebagai motif dasar batik sudah tidak
asing lagi bagi masyarakat Indonesia pecinta batik, begitupula bagi masyarakat
pecinta batik di luar negeri. Bukti ketenaran motif Megamendung berasal dari kota
Cirebon pernah dijadikan sebagai cover sebuah buku batik terbitan luar negeri yang
berjudul Batik Design karya Pepin Van Roojen seorang berkebangsaan Belanda.
Sedangkan pada kenyataannya, penggunaan batik Mega Mendung sangat terbatas
pengolahannya. Pelaku seni di Cirebon hanya mengadopsi ornamen mega mendung
dari bentukan yang telah ada sejak dahulu kala. Sedangkan pada kenyataannya
motif Mega Mendung sangat fleksibel, memungkinkan untuk diolah atau digabung
dengan bentuk-bentuk lain.
Penulis pada kesempatan ini akan mencoba mengolah motif mega mendung
untuk diolah menjadi bentukan yang lebih fleksibel dan moderen. Proses yang
dimaksud bisa berupa membentuk visual baru menggunakan motif mega mendung.
Ataupun menggabungkan motif mega mendung dengan bentuk moderen sehingga
dapat menghasilkan bentukan baru yang lebih unik. Maksud dari penelitian ini adalah
melihat kemungkinan-kemungkinan bentuk baru dari penggunaan motif mega
mendung, karena pada dasarnya motif tersebut sangatlah fleksibel untuk diolah.
Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah mem-beri gambaran kepada masyarakat
Cirebon bahwa motif mega mendung dapat dikembangkan lebih jauh, sehingga
dapat memperkaya kreasi dengan memanfaat-kan bentuk dasar motif mega
mendung.

Batik Cirebon
Pada dasarnya batik-batik yang dihasilkan oleh sentra-sentra kerajinan batik
di berbagai daerah pada umumnya bagus-bagus serta memiliki corak motif batik
yang beragam. Dengan demikian sifat khas dan keunikan batik-batik daerah tersebut
tidak bisa dikatakan batik yang satu lebih baik dari daerah lainnya. Keunikan motif
serta corak yang dihasilkan dari batik-batik di berbagai daerah merupakan kekuatan
dan kekayaan yang sangat luar biasa, khususnya bagi kebudayaan batik Indonesia.

Belum ada di negara manapun yang memiliki kekayaan desain motif batik
seperti yang di miliki oleh bangsa Indonesia. Yang sangat membanggakan kita
semua adalah, pada tiap-tiap daerah memiliki desain serta motif-motif yang khas
dengan penamaan motif yang menggunakan bahasa daerahnya masing-masing.
Misalnya saja motif batik dari Aceh ada Pintu Aceh, Cakra Doenya, Bungong
Jeumpa. Dari Riau ada Itik Pulang Petang, Kuntum Bersanding, Awan Larat dan

2
Tabir. Batik dari Jawa diantaranya Jelaprang (Pekalongan), Sida Mukti, Sida Luhur
(Solo), Patran Keris, Paksinaga Liman, Sawat Penganten (Cirebon), dll.

Untuk mengetahui tentang bukti banyaknya kekayaan desain motif-motif batik


Indonesia contoh yang paling sederhana bisa dilihat di wilayah Jawa Barat, di
wilayah ini terdapat puluhan sentra batik diantaranya dari wilyah paling Timur ada
Cirebon, wilayah bagian Utara ada Indramayu, kemudian ke arah bagian Barat dan
Selatan terdapat Kabupaten Ciamis, Kabupaten dan Kota Tasikmalaya, Kabupaten
Garut. Walaupun masih dalam satu propinsi dan kultur budaya yang sama (budaya
Sunda), namun bisa kita temui adanya perbedaan motif dan ragam hias batik yang
jauh berbeda antara satu kabupaten dengan kabupaten lainnya. Seperti pada daerah
Cirebon dengan Indramayu memiliki karakter dan desain motif yang berbeda,
terlebih lagi antara daerah Cirebon dan Garut memiliki perbedaan motif, corak serta
ragam hias yang sangat signifikan perbedaannya. Perbedaan itu dipengaruhi oleh
kultur budaya dan tingkat keahlian dari para pengrajin batiknya. Bahan-bahan yang
digunakan untuk membuat batik relatif sama baik dari bentuk canting, bentuk cap
maupun jenis lilinnya. Namun ketika proses produksi berjalan ada kalanya kondisi
unsur air tanah dengan kualitas PH yang berbeda-beda bisa mempengaruhi hasil
pewarnaan akhir. Demikian pula dengan sifat kesabaran dan keuletan pengrajin
batik di tiap-tiap daerah, juga akan bisa mempengaruhi kualitas akhir batik yang
dihasilkannya.

Daerah sentra produksi batik Cirebon berada di desa Trusmi Plered Cirebon
yang konon letaknya di luar Kota Cirebon sejauh 4 km menuju arah barat atau
menuju arah Bandung. Di desa Trusmi dan sekitarnya terdapat lebih dari 1000
tenaga kerja atau pengrajin batik. Tenaga kerja batik tersebut berasal dari beberapa
daerah yang ada di sekitar desa Trusmi, seperti dari desa Gamel, Kaliwulu, Wotgali
dan Kalitengah.

Secara umum batik Cirebon termasuk kedalam kelompok batik Pesisiran,


namun juga sebagian batik Cirebon termasuk dalam kelompok batik keraton. Hal ini
dikarenakan Cirebon memiliki dua buah keraton yaitu Keratonan Kasepuhan dan
Keraton Kanoman, yang konon berdasarkan sejarah dari dua keraton ini muncul
beberapa desain batik Cirebonan Klasik yang hingga sekarang masih dikerjakan
oleh sebagian masyarakat desa Trusmi diantaranya seperti motif Mega Mendung,
Paksinaga Liman, Patran Keris, Patran Kangkung, Singa Payung, Singa Barong,
Banjar Balong, Ayam Alas, Sawat Penganten, Katewono, Gunung Giwur, Simbar

3
Menjangan, Simbar Kendo dan lain-lain.

Beberapa hal penting yang bisa dijadikan keunggulan atau juga merupakan
ciri khas yang dimiliki oleh batik Cirebon adalah sbb:

a. Desain batik Cirebonan yang bernuansa klasik tradisional pada umumnya


selalu mengikut sertakan motif wadasan (batu cadas) pada bagian-bagian
motif tertentu. Disamping itu terdapat pula unsur ragam hias berbentuk awan
(mega) pada bagian-bagian yang disesuaikan dengan motif utamanya.
b. Batik Cirebonan klasik tradisional selalu bercirikan memiliki warna pada
bagian latar (dasar kain) lebih muda dibandingkan dengan warna garis pada
motif utamanya.
c. Bagian latar atau dasar kain biasanya nampak bersih dari noda hitam atau
warna-warna yang tidak dikehendaki pada proses pembuatan. Noda dan
warna hitam bisa diakibatkan oleh penggunaan lilin batik yang pecah,
sehingga pada proses pewarnaan zat warna yang tidak dikehendaki meresap
pada kain.
d. Garis-garis motif pada batik Cirebonan menggunakan garis tunggal dan tipis
(kecil) kurang lebih 0,5 mm dengan warna garis yang lebih tua dibandingkan
dengan warna latarnya. Hal ini dikarenakan secara proses batik Cirebon
unggul dalam penutupan (blocking area) dengan menggunakan canting
khusus untuk melakukan proses penutupan, yaitu dengan menggunakan
canting tembok dan bleber (terbuat dari batang bambu yang pada bagian
ujungnya diberi potongan benang-benang katun yang tebal serta dimasukkan
pada salah satu ujung batang bambu).
e. Warna-warna dominan batik Cirebonan klasik tradisional biasanya memiliki
warna kuning (sogan gosok), hitam dan warna dasar krem, atau berwarna
merah tua, biru tua, hitam dengan dasar warna kain krem atau putih gading.
f. Batik Cirebonan cenderung memilih sebagian latar kainnya dibiarkan kosong
tanpa diisi dengan ragam hias berbentuk tanahan atau rentesan (ragam hias
berbentuk tanaman ganggeng). Bentuk ragam hias tanahan atau rentesan ini
biasanya digunakan oleh batik-batik dari Pekalongan.

Masih dengan batik Cirebonan, namun mempunyai ciri yang berbeda dengan
yang sebelumnya yaitu kelompok batik Cirebonan Pesisiran. Batik Cirebonan
Pesisiran sangat dipengaruhi oleh karakter masyarakat pesisiran yang pada
umumnya memiliki jiwa terbuka dan mudah menerima pengaruh budaya asing.

4
Perkembangan pada masa sekarang, pewarnaan yang dimiliki oleh batik Cirebonan
lebih beraneka warna dan menggunakan unsur-unsur warna yang lebih terang dan
cerah, serta memiliki bentuk ragam hias yang bebas dengan memadukan unsur
binatang dan bentuk-bentuk flora yang beraneka rupa.

Pada daerah sekitar pelabuhan biasanya banyak orang asing yang singgah,
berlabuh hingga terjadi perkawinan etnis yang berbeda (asimilasi), maka batik
Cirebonan Pesisiran lebih cenderung menerima pengaruh budaya dari luar yang
dibawa oleh pendatang. Sehingga batik Cirebon yang satu ini lebih cenderung untuk
bisa memenuhi atau mengikuti selera konsumen dari berbagai daerah (lebih kepada
pemenuhan komoditas perdagangan dan komersialitas), sehingga warna-warna
batik Cirebonan Pesisiran lebih atraktif dengan menggunakan banyak warna.
Produksi batik Cirebonan pada masa sekarang terdiri dari batik Tulis, batik Cap dan
batik kombinasi tulis cap. Pada tahun 1990 – 2000 ada sebagian masyarakat
pengrajin batik Cirebonan yang memproduksi kain bermotif batik Cirebonan dengan
teknik sablon tangan (hand printing), namun belakangan ini teknik sablon tangan
hampir punah, dikarenakan kalah bersaing dengan teknik sablon mesin yang dimiliki
oleh perusahaan-perusahaan yang lebih besar. Pertumbuhan batik Trusmi nampak
bergerak dengan cepat mulai tahun 2000, hal ini bisa dilihat dari bermunculan
showroom-showroom batik yang berada di sekitar jalan utama desa Trusmi dan
Panembahan. Pemilik showroom batik Trusmi hampir seluruhnya dimiliki oleh
masyarakat Trusmi asli walaupun ada satu atau dua saja yang dimiliki oleh pemilik
modal dari luar Trusmi.

Motif Mega Mendung


Motif Megamendung yang digunakan oleh masyarakat Cirebon sebagai motif
dasar batik sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia pecinta batik,
begitupula bagi masyarakat pecinta batik di luar negeri. Bukti ketenaran motif
Megamendung berasal dari kota Cirebon pernah dijadikan sebagai cover sebuah
buku batik terbitan luar negeri yang berjudul Batik Design karya Pepin Van Roojen
bangsa Belanda.
Sejarah timbulnya motif Megamendung yang diadopsi oleh masyarakat
Cirebon yang diambil dari berbagai macam buku dan literature selalu mengarah
pada sejarah kedatangan bangsa China yang datang ke wilayah Cirebon. Tercatat
dengan jelas dalam sejarah bahwa Sunan Gunungjati menikahi Ratu Ong Tien dari
negeri China. Beberapa benda seni yang dibawa dari negeri China diantaranya
adalah keramik, piring, kain yang berhiasan bentuk awan. Bentuk awan dalam

5
beragam budaya melambangkan dunia atas bilamana diambil dari faham Taoisme.
Bentuk awan merupakan gambaran dunia luas, bebas dan mempunyai makna
transidental (Ketuhanan). Konsep mengenai awan ini juga berpengaruh pada dunia
kesenirupaan Islam pada abad 16 yang digunakan oleh kaum Sufi untuk ungkapan
dunia besar atau alam bebas.

Nilai-nilai dasar dalam Megamendung


Nilai-nilai dasar dalam seni apapun termasuk dalam seni batik motif megamendung
bisa didekati dengan cara sbb:

a. Nilai Penampilan (appearance) atau nilai wujud yang melahirkan benda seni.
Nilai ini terdiri dari nilai bentuk dan nilai struktur. Nilai bentuk yang bisa dilihat secara
visual adalah motif megamendung dalam sebuah kain yang indah terlepas dari
penggunaan bahan berupa kain katun atau kain sutera. Sementara dalam nilai
struktur adalah dihasilkan dari bentuk-bentuk yang disusun begitu rupa berdasarkan
nilai esensial. Bentuk-bentuk tersebut berupa garis-garis lengkung yang disusun
beraturan dan tidak terputus saling bertemu.

b. Nilai Isi (Content) yang dapat terdiri atas nilai pengetahuan (kognisi), nilai rasa,
intuisi atau bawah sadar manusia, nilai gagasan, dan nilai pesan atau nilai hidup
(values) yang dapat terdiri dari atas moral, nilai sosial, nilai religi, dsb.

Pada bentuk Megamendung bisa kita lihat garis lengkung yang beraturan
secara teratur dari bentuk garis lengkung yang paling dalam (mengecil) kemudian
melebar keluar (membesar) menunjukkan gerak yang teratur harmonis. Bisa
dikatakan bahwa garis lengkung yang beraturan ini membawa pesan moral dalam
kehidupan manusia yang selalu berubah (naik dan turun) kemudian berkembang
keluar untuk mencari jati diri (belajar/menjalani kehidupan sosial agama) dan pada
akhirnya membawa dirinya memasuki dunia baru menuju kembali kedalam
penyatuan diri setelah melalui pasang surut (naik dan turun) pada akhirnya kembali
ke asalnya (sunnatullah). Sehingga bisa kita lihat bentuk megamendung selalu
terbentuk dari lengkungan kecil yang bergerak membesar terus keluar dan pada
akhirnya harus kembali lagi menjadi putaran kecil namun tidak boleh terputus.
Terlepas dari makna filosofi bahwa Megamendung melambangkan kehidupan
manusia secara utuh sehinga bentuknya harus menyatu. Dilihat dari sisi produksi
memang mengharuskan kalau bentuk garis lengkung megamendung harus bertemu
pada satu titik lengkung berikutnya agar pada saat pemberian warna pada proses

6
yang bertahap (dari warna muda ke warna tua) bisa lebih memudahkan.
Bilamana kita cermati, maka akan kita dapatkan bahwa bentuk
Megamendung banyak sekali variasinya. Ada yang berbentuk lancip pada ujungnya
dan ada yang berbentuk bulat tumpul pada ujungnya. Ada pula yang memiliki
lekukan berbentuk menyudut pada bagian bentuk lengkungannya. Dengan
sendirinya bagi pendesain batik pemula yang tidak terbiasa dengan proses
membatik dan tidak mengerti makna filosofi Megamendung, bilamana menggambar
Megamendung akan sedikit mengalami kesulitan serta kemungkinan akan terjadi
kesalahan. Yang harus diperhatikan lagi adalah motif Megamendung hampir mirip
dengan motif Wadasan. Akan tetapi tidak sama penempatannya dengan motif
Wadasan (perlu dipelajari secara khusus).

c. Nilai Pengungkapan (presentation) yang dapat menunjukkan adanya nilai bakat


pribadi seseorang, nilai ketrampilan, dan nilai medium yang dipakainya. Ungkapan
yang ditampilkan oleh senimannya berupa proses batik yang begitu indah dengan
memberikan goresan lilin lewat alat yang dinamakan canting terbuat dari bahan
tembaga tipis yang dibentuk secara hati-hati sehingga lilin panas yang melewati
ujung canting bisa mengalir dengan lancar. Paduan unsur warna yang harmonis
dengan penuh makna bagi siapa yang melihatnya. Unsur warna biru yang kita kenal
dengan melambangkan warna langit yang begitu luas, bersahabat dan tenang.
Ditambah lagi dengan ada yang mengartikan bahwa biru melambangkan kesuburan
sehinga warna batik Megamendung pada awalnya selalu memberikan unsur warna
biru diselingi dengan warna dasar merah.

Perkembangan dunia batik yang semakin berkembang ditambah dengan


permintaan batik yang demikian beragamnya, maka motif-motif Megamendung
banyak dimodifikasi dengan pendekatan berbagai macam, sbb:

1. Bentuk Motif
Bentuk motif Megamendung pada saat sekarang sudah banyak berubah dan
dimodifikasi sesuai dengan permintaan pasar diantaranya oleh komunitas perancang
busana (fashion designer). Tidak dipungkiri bahwa kelompok perancang busana
memberikan andil yang sangat besar bagi kemajuan dunia batik termasuk untuk
mengangkat motif Megamendung. Motif Megamendung sudah dikombinasi dengan
motif-motif bentuk hewan, bunga atau unsur motif lainnya. Sesungguhnya
keberadaan motif Megamendung yang digabungkan dengan motif lain sudah ada
sejak dahulu dan telah dibuat oleh seniman batik tradisional. Namun belakangan ini

7
setelah diangkat secara total oleh perancang busana maka motif batik
Megamendung semakin berkembang pesat.

2. Proses Produksi
Proses produksi batik Megamendung yang dahulunya dikerjakan secara batik
tulis dan batik cap, sekarang dikembangkan pula dengan proses produksi sablon
(print). Dengan demikian harga produksi bisa ditekan lebih murah. Walaupun kain
bermotif Megamendung yang dibuat dengan proses sablon tidak bisa kita namakan
batik, namun secara komersil motif Megamendung merupakan sasaran empuk bagi
produsen tekstil yang bisa menghasilkan banyak keuntungan.

3. Bentuk Produksi
Wujud benda produksi pada masa sekarang ini yang mengenakan motif
Megamendung tidak lagi dalam wujud kain batik. Motif Megamendung digunakan
sebagai hiasan dinding lukisan kaca, pada produk interior berupa ukiran kayu,
adapula yang dijadikan sebagai produk-produk sarung bantal, sprei, taplak meja
(household) dan lain-lain.

Pengolahan Bentuk
Seperti yang telah diungkapkan di atas, penggunaan motif Megamendung
memungkinkan kita untuk dapat mengolah beragam bentuk yang menarik. Alasan ini
didukung oleh begitu luwesnya cara pembuatan motif Megamendung, dimana
lengkungan garis, bentukan sudut, serta tebal tipisnya dapat dimanfaatkan untuk
membuat bentuk yang menarik. Secara konsepsi Megamendung adalah pegam-
baran dari alam yang sangat luas, sebagai pegambaran dari bentuk awan. Bentukan
awan yang luwes dalam tiap detiknya dapat berubah, hal ini disebabkan bahan dasar
dari awan adalah air yang menguap dan tertahan di udara, membentuk kumpulan
uap air yang siap akan turun lagi ke bumi berupa hujan. Disaat kecil kita bersama
teman-teman selalu membayangkan bentuk awan sebagai bentuk2 benda yang ada
di sekitar kita, bisa binatang, alat-alat rumah tangga, muka manusia, dll.
Dari pegambaran tersebut peneliti dapat menyimpulkan dengan meman-
faatkan kelebihan motif Mega mendung, baik sacara fisik maupun konsepsi, kita
dapat menghasilkan bentukan baru yang menarik tanpa menghilangkan ciri khas
Megamendung tersebut. Lengkungan pada Megamendung dapat kita manfaatkan
untuk bentuk yang lembut, elastis, fleksibel, dll. Bentuk tebal tipis dapat kita manfaat-
kan untuk menunjukan penegasan dari bentuk yang akan kita buat. Sedangkan ben-
tuk yang melancip dapat kita manfaatkan menjadi bentuk yang menyudut, keras,

8
perubahan arah orientasi, dll.

Pada gambar contoh yang dibuat oleh peneliti akan terlihat begitu mudahnya
membentuk rambut yang dipadukan dengan gambar muka wanita. Penggambaran
ini terinspirasi oleh kegiatan peneliti saat kecil ketika memperhatikan bentuk awan.
Lengkungan dan bentuk menyudut sangat pas untuk menggambarkan bentuk
rambut yang luwes. Sedangkan poin-poin pewarnaan pada bentuk rambut tersebut
memberi penegasan secara estetis, serta memberi keseimbangan bentuk secara
keseluruhan. Begitu pula pada gambar contoh yang kedua, peneliti menggabungkan
bentuk realis dari motor trail dengan debu yang dihasilkan oleh gesekan ban motor
dengan tanah. Debu tersebut merupakan bentukan tanah bercampur dengan udara
yang secara konsepsi merupakan bentuk yang luwes. Dengan menggunakan motif
Megamendung penggambaran tersebut sangat memungkinkan tanpa menghilang-
kan keunikan dan ciri khas dari motif tersebut.

9
Dengan menelaah serta mengamati kelebihan dari motif Megamendung
maka kita dapat menghasilkan bentuk baru yang lebih moderen tanpa
menghilangkan esensi dari motif tersebut. Keluwesan serta nilai estetis dari
Megamendung memudahkan kita untuk membuat komposisi yang pas dan bernilai
estetis tinggi, yang secara tidak langsung turut melestarikan kekayaan ornamen
yang dimiliki Indonesia. Semoga penulisan ini pula dapat memberi gambaran nyata

10
untuk masyarakat maupun pekerja seni di kota Cirebon khususnya maupun
Indonesia umumnya, bahwa ornamen Mega mendung sangat memungkinkan kita
manfaatkan untuk membuat bentuk yang lebih moderen. Penulis juga tidak menutup
kemungkinan dari kesalahan serta kekuranga dari penulisan ini, dan membuka
selebar-lebarnya kritik yang membangun untuk penulis. Sebagai penutup penulis
menyamapaikan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah banyak
membantu dalam penulisan penelitian motif Megamendung ini, terimakasih.

• Penulis pengajar mata kuliah Desain Komunikasi Visual di STISITelkom


• Art Director di Hakuhodo Indonesia (2003-2008)
• Memenangkan beberapa penghargaan di ajang iklan nasional
• Sebagian tulisan dikutip dari tulisan H. Komarudin Kudiya S.IP, M.Ds.
(http://netsains.com/2009/02/motif-batik-megamendung-nilai-seni-dan-filosofinya/)

• Data Visual olahan bersama Pak Katura salah seorang Seniman Batik Tradisi di daerah Trusmi
(Batik Katura)

Motif Megamendung

11
Aplikasi

12
13
14

Anda mungkin juga menyukai