Anda di halaman 1dari 3

2.

Syarat Sahnya Transaksi Terapeutik

Pada umumnya, perjanjian atau kontrak telah diterima sebagai sumber dari hubungan antara
dokter dan pasian, sehingga transaksi terapeutik disebut pula dengan istilah Perjanjian atau
Kontrak Terapeutik. Perjanjian Terapeutik (transaksi terapeutik) bertumpu pada 2 (dua)
macam hak asas, yaitu hak untuk menentukan nasib sendiri (the right to self determination),
dan hak untuk mendapatkan informasi (the right to information). Didasarkan kedua hak
tersebut, maka dalam menentukan tindakan medik yang dilakukan oleh dokter terhadap
pasien, harus ada informed consent (persetujuan yang didasarkan atas informasi atau
penjelasan, yang di Indonesia diterjemahkan sebagai persetujuan tindakan medik. Dalam
Nuremberg Code dikemukakan 4 (empat) syarat sahnya persetujuan yang harus diberikan
secara sukarela, yaitu:

1) Persetujuan harus diberikan secara sukarela;


2) Diberikan oleh yang berwenang hukum;
3) Diberitahukan; dan
4) Dipahami

Dengan adanya Nuremberg Code tercetuslah deklaraso Helsinki, yaitu:

1) Melindungi otonomi pasien, karena pasien menguasai kehidupannya sendiri;


2) Melindungi martabat manusia, karena pasien bertanggung jawab atas hidupnya;
3) Berfungsi untuk memperlihatkan kepada masyarakat bahwa para subjek tidak
dimanipulasi atau ditipu;
4) Menciptakan suasana kepercayaan antara subjek penelitian dan dokter.

Sehubungan dengan penelitian dan pengembangan kesehatan yang dilakukan oleh dokter
dalam menjalankan profesinya, maka sebagai peraturan pelaksanaan ketentuan Pasal 69
Undang-Undang No. 23 tahun 1992 telah dikeluarkan peraturan pemerintah No. 39 tahun
1995 tentang penelitian dan pengembangan kesehatan. Menurut Pasal 4 peraturan tersebut,
penelitian dan pengembangan kesehatan dilaksanakan berdasarkan standar profesi penelitian
kesehatan. Dalam Pasal 8 peraturan tersebut ditegaskan bahwa penelitian dan pengembangan
kesehatan terhadap manusia hanya dapat dilakukan atas persetujuan tertulis dari manusia
yang bersangkutan. Kemudian menurut Pasal 10 peraturan tersebut, manusai yang
bersangkutan berhak mendapat informasi terlebih dahulu dari penyelenggara penelitian dan
pengembangan kesehatan. Dengan demikian, secara yuridis disyaratkannya informed consent
baik dalam transaksi terapeutik maupun dalam penelitian dan pengembangan kesehatan
dimaksudkan untuk memberikan perlindungan yang seimbang dan objektif baik terhadap
dokter maupun pasien atau masyarakat. Mengenai syarat sahnya Transaksi Terapeutik
didasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, yang menyatakn bahwa untuk sahnya Perjanjian
Diperlukan 4 (empat) syarat sebagai berikut:

1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;


2) Kecakapan untuk membuat perikatan;
3) Suatu hal tertentu;
4) Suatu sebab yang halal.

3. Akibat dari Tranksasi Terapeutik

Apabila transaksi terapeutik dilihat sebagai rangkaian kegiatan dalam pelayanan medik, maka
yang terpenting adalah pelaksanaannya. Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata disebutkan
bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi mereka yang membuatnya
sebagai undang-undang. Oleh karena itu, jika transaksi terapeutik telah memenuhi syarat
sahnya perjanjian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata, maka semua
kewajiban yang timbul mengikat baik dokter maupun pasiennya. Berkaitan dengan tanggung
jawab profesional yang besar dan untuk melindungi para pengguna jasa profesional di bidang
medik, maka di negara-negara maju biasanya digunakan asuransi tanggung jawab profesional
(Professional Liability Insurance). Akan tetapi meskipun asuransi ini dapat melindungi
pelaku profesi dan penerima jasa profesi dalam hal penggantian kerugian, namun dengan
digunakannya asuransi ini maka dapat menyebabkan meningkatnya biaya pelayanan jasa
medik, oleh karena itu, dengan atau tanpa digunakannya asuransi tanggung jawab profesional
ini, para pelaku profesi medik dituntut untuk menjalankan profesinya dengan sebaik-baiknya
didasarka kecermatan dan sikap berhati-hati.

Sehubungan dengan kenyataan tersebut, karena pelayanan medik merupakan bagian pokok
dari kegiatan upaya kesehatan yang tidak dapat terlepas dari sumber daya yang
mendukungnya baik tenaga kesehatan maupun sarananya, maka pemerintah melaksanakan
program menjaga mutu yang didasarkan pada standarisasi rumah sakit dan standar pelayanan
medik. Selanjutnya dalam Pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata dinyatakan bahwa, perjanjian itu
tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan yang
oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Dalam ayat ini terkandung asa kekuatan
mengikat suatu perjanjian yang telah dibuat secara sah, akan tetapi dari ayat ini dapat
diartikan bahwa di satu pihak ketentuan ini memberikan jaminan kekuatan mengikatnya suatu
perjanjian, tetapi di lain pihak juga mengandung pengecualian, yaitu perjanjian yang dibuat,
dapat tidak mengikat jika disepakati oleh kedua belah pihak. Demikian juga halnya dengan
Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang menyatakan bahwa, perjanjian harus dilaksanakan
dengan itikad baik, hal ini berarti bahwa sekalipun telah dibuat perjanjian yang memenuhi
syarat sahnya perjanjian dan mempunyai kekuatan mengikat, namun dapat juga tidak
mengikat jika perjanjian itu dilaksanakan tidak dengan itikad baik. Dari uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa yang terpenting dalam transaksi terapeutik bukan isi dari perjanjian tetapi
tujuan dilakukanya hubungan pelayanan medik tersebut. Selain itu, kenyataan menunjukkan
bahwa kewajiban yang timbul dari perjanjian itu semakin lama tidak ditentukan oleh
kesepakatan, melainkan oleh apa yang dianggap layak atau patut oleh masyarakat. Dengan
kata lain, timbulnya kewajiban pemberian pertolongan pelayanan medik, tidak ditentukan
oleh saat terjadinya transaksi terapeutik.

Anda mungkin juga menyukai