Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

HUBUNGAN AGAMA DAN IPTEK


Disusun Guna Melengkapi Tugas Mata Kuliah Sejarah Pemikiran

Disusun oleh:
VERI SETIAWAN (09406241002)
TB UMAR SYARIF H (09406241008)
ANDREAN EKA S (09406241011)
SRI SUMARTINI (09406241024)

PENDIDIKAN SEJARAH REGULER


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2012
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah Hubungan Agama dan IPTEK. Makalah ini kami susun
sebagai tugas mata kuliah Sejarah Pemikiran.
Kami ucapkan terimakasih kepada Ibu Taat Wulandari, M. Pd selaku
dosen pembimbing mata kuliah Seajarah Pemikiran. Teman-teman Prodi
Pendidikan Sejarah angkatan tahun 2009 dan semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya tugas penyusunan makalah ini. Kami berharap semoga
penyusunan makalah ini dapat dijadikan sebagai acuan tugas-tugas berikutnya.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini masih banyak
kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Kritik maupun saran dari pembaca
sangat kami harapkan guna perbaikan kualitas makalah kami selanjutnya. Selain
itu kami mengharapkan bimbingan dari Ibu Taat Wulandari, M. Pd selaku dosen
pembimbing mata kuliah Sejarah Pemikiran agar penyusunan makalah berikutnya
bisa lebih baik dari tugas sebelumnya.

Yogyakarta, Mei 2012

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama secara keseluruhan berarti serangkaian kaidah-kaidah kehidupan
yang harus dipegang dan dijadikan rujukan oleh setiap pemeluk dan penganutnya
dalam menjalankan segala aktivitas kehidupan.1 Cakupan aktivitas kehidupan ini
meliputi seluruh aktivitas kehidupannya tanpa kecuali, meliputi bidang sosial,
ekonomi, budaya, politik, dan lain-lain. Hal ini berarti agama berperan sebagai
petunjuk bagi manusia supaya ia tidak tersesat dalam pencapaian tujuan hakiki
dari kehidupan yang sedang dijalaninya.
Penampakan ungkapan pengamalan keagamaan yang bercoak tindakan
atau praktek terlihat dalam bentuk ritual atau peribadatan. Apa yang dipahami
sebagai realitas tertinggi akan disembah melelui suatu tingkah laku pemujaan.
Melalui ritus itu manusia berusaha melakukan komunikasi dengan Tuhan dan
menetralisasi kekurangan-kekurangan dirinya yang kotor. Hal ini berarti ritual
atau peribadatan merupakan mekanisme untuk melakukan pensucian.
Secara psikologis maupun sosiologis, fungsi agama memberikan
cakrawala pandang yang lebih luas tentang Tuhan maupun ‘dunia lain’ yang tak
terjangkau secara empirik. Fungsi psikologis maupun sosial yang diperankan oleh
agama sangat mendasar. Teori fungsional memandang sumbangan agama
terhadap manusia dan kebudayaan berdasarkan karakteristik pentingnya yakni
transedensi pengalaman sehari-hari.
Manusia membutuhkan suatu referensi transendental. Sedikitnya terdapat
tiga hal yang mendasari hal tersebut. Pertama, manusia hidup dalam kondisi serba
ketidakpastian. Manusia tidak dapat memberikan jaminan kepada dirinya sendiri
tentang keamann dan keselamatannya. Kedua, manusia hidup dalam kondisi
ketidakberdayaan. Beban kesanggupan manusia untuk mengendalikan dan
mempengaruhi hidupnya, walaupun kesanggupan itu kian meningkat tetapi pada

1
Ajat Sudrajat, dkk, Din Al-Islam, (Yogyakarta: UNY Press, 2008), hlm. 28.
dasarnya tetap terbatas. Ketiga, manusia harus hidup dalam suatu tatanan
masyarakat yang teratur dari berbagai fungsi, fasilitas, dan ganjaran. 2
Permasalahan yang tengah dihadapi manusia tersebut menuntut adanya
suatu pegangan. Terutama saat ilmu pengatahuan dan teknologi tidak mampu
menawarkan adaptasi atau mekanisme penyesuaian yang dibutuhkan. Dalam hal
ini agama memberikan dukungan moral dan sarana emosional, pelipur lara, dan
rekonsiliasi di saat manusia menghadapi ketidakastian dan frustasi.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan agama?
2. Apakah yang dimaksud dengan IPTEK?
3. Bagaimana hubungan antara agama dan IPTEK?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian agama.
2. Mengetahui pengertian IPTEK.
3. Mengetahui hubungan antara agama dan IPTEK.

2
Ibid, hlm. 29.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Agama
Kata agama mengandung berbagai macam pengertian, tergantung dari
sudut mana melihatnya. Sebuah pendapat mengatakan, agama berasal dari bahasa
Hinduisme atau Sanskerta yang termasuk rumpun Indo-Jerman. Ada bermacam
teori mengenai sejarah kata ini. Salah satunya menjelaskan, kata agama berasal
dari kata gam, mendapat awalan a dan akhiran a, menjadi agama. Pendapat lain
mengatakan kata gam mendapat awalan i dan akhiran a menjadi igama. Ada pula
yang mengatakan kata gam mendapat awalan u dan akhiran a menjadi ugama.
Sementara dalam bahasa Belanda dan Inggris ditemukan kata ga dan gaan
(Belanda) serta go (Inggris) yang pengertiannya sama dengan gam, yaitu pergi.
Setelah mendapat awalan dan akhiran a pengertiannya berubah menjadi jalan.3
Makna perkataan tersebut dalam bahasa Bali memiliki arti masing-masing.
Agama berarti peraturan, tatacara, upacara hubungan antara manusia dengan raja.
Igama berarti peraturan, tatacara, upacara dalam berhubungan dengan para Dewa.
Ugama berarti peraturan, tatacara dalam berhubungan antar manusia. ketiga kata
tersebut kini digunakan dalam tiga bahasa. Agama dalam bahasa Indonesia, Igama
dalam bahasa Jawa, dan Ugama dalam bahasa Melayu (Malaysia) dengan
pengertian yang sama.4
Pengertian jalan sebagai perubahan arti pergi terdapat pula dalam agama
Shinto (Jepang). Sementara Budha menyebut undang-undang pokoknya: jalan.
Jesus Kristus menyuruh agar pengikutnya mengikuti jalannya. Islam terdapat
istilah syari’at dan tarikat yang artinya jalan. Agama Hindu dan Budha
menyebarkan kata agama di kepulauan Nusantara yang kemudian diambil alih
oleh bahasa Melayu dan dilanjutkan oleh Bahasa Indonesia.5

3
Sidi Gazalba, Ilmu, Filsafat, dan Islam tentang Manusia dan Agama, (Jakarta: Bulan Bintang,
1978), hlm. 114.
4
M. Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 35.
5
Ibid, hlm. 36
Suatu padanan kata yang menarik dari kata agama ditemukan dalam
bahasa Jawa, yaitu kata ageman, ugeman, dan gaman. Kata ageman berarti
pakaian yang memiliki fungsi untuk melindungi tubuh. Fungsi perlindungan ini
dapat berarti lahiriyah maupun batiniyah. Kata ugeman berarti pegangan atau
kaidah hidup. Seseorang yang ingin berhasil dan selamat dalam kehidupannya
dituntut untuk taat dan patuh pada kaidah kehidupan. Sedangkan kata gaman
berarti alat. Fungsi dari gaman adalah sebagai alat perlindungan maupun alat
untuk mencari nafkah yang pada akhirnya memberikan keselamatan dan
kesejahteraan kapada pemiliknya.6
Sementara kata religi diadopsi dari kata religion (Inggris) dan religie
(Belanda) yang berasal dari bahasa Latin, yang berakar dari kata religere dan
religare. Kata religere menurut Cicero berarti to treat carefully yang artinya
melakukan perbuatan dengan penuh kehati-hatian serta penderitaan, kata religere
juga mengandung arti mengumpulkan atau membaca. Maksudnya, agama ialah
kumpulan cara mengabdi kepada Tuhan yang biasa dibaca dalam kitab suci agama
tersebut. Selain itu agama berasal dari kata A diartikan tidak dan Gama diartikan
kocar-kacir atau berantakan. Jadi secara harfiah agama berarti tidak berantakan
atau hidup teratur. Agama yang dimaksud adalah bahwa agama memberikan
serangkaian aturan kehidupan kepada para penganutnya sehingga hidupnya tidak
berantakan. Berangkat dari pengertian tersebut, agama dapat dirumuskan sebagai
“seperangkat aturan atau ketentuan hidup yang melekat dalam diri manusia agar
hidupnya teratur yang merupakan cara menuju suatu kehidupan yang selamat”.7
Definisi lain tentang agama yaitu, ‘agama adalah suatu sistem yang
diwarnai oleh kebudayaan dan alam serta sebaliknya, dari prinsip-prinsip
kepercayaan dan tingkah laku manusiawi, aturan-aturan kepercayaan manusiawi
dan gambaran-gambaran, pendirian-pendirian yang berkaitan dengan kepercayaan
dan tingkah laku itu, mengenai kehidupan masa lampau, sekarang, dan masa
depan, serta perintah sistem itu dianggap disebabkan otoritas yang adikodrati’.8

6
Ajat Sudrajat, dkk, Din Al-Islam, (Yogyakarta: UNY Press, 2008), hlm. 7.
7
Ibid, hlm. 6-8.
8
Burhanudin Daya & Herman Leonard Beck, Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia dan
Belanda, (Jakarta: INIS, 1992), hlm. 50.
B. Pengertian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Ilmu berasala dari kata ‘ilm, jika dilihat dari sudut kebahsaan berarti
penjelasan, jika dipandang dari akar katanya berarti kejelasan. 9 Menurut Kamus
besar Bahasa Indonesia, ilmu pengetahuan adalah gabungan berbagai pengetahuan
yang disusun secara logis dan tersistem dengan memperhitungkan sebab akibat.
Sedangkan teknologi adalah kemampuan teknik berlandaskan pengetahuan ilmu
eksakta yang berdasarkan proses teknis. Dapat dirumuskan bahwa teknologi
merupakan ilmu tentang cara menerapkan sains untuk memanfaatkan alam bagi
kesejahteraan dan kenyamanan manusia.10
Akal yang merupakan wadah dari ilmu merupakan suatu keistimewaan
pada manusia. tercermin dalam kisah Adam ketika ditanya oleh Allah tentang
nama-nama benda. Adam mampu memberitahukan dengan menyebut nama-nama
benda kepada malaikat dan iblis di hadapan Tuhan. Berdasarkan keterangan
tersebut, manusia sejak diciptakan telah berpotensi memiliki ilmu dan
mengembangkan ilmunya.
Pada abad ke-20 ini bertemu kembali tujuan ilmu yang diusahakan oleh
orang Barat dengan dikehendaki oleh orang Timur.11 Yaitu dianjurkan agar orang
memajukan ilmu yang berhubungan dengan maslahat kemanusiaan dan
mempertinggi derajatnya. Hendakalah ilmu sama majunya dengan kemanusiaan.
Janganlah ilmu maju sementara kemanusiaan mundur. Ilmu sarat akan nilai. Oleh
karena itu para ilmuwan harus menambahkan nilai rabbani pada ilmu
pengetahuan.
Memiliki pengetahuan merupakan sifat Illahi dan mencari pengetahuan
merupakan kewajiban bagi setiap orang yang beriman. Baik laki-laki maupun
perempuan, tua dan muda, dewasa maupun anak-anak wajib menuntut ilmu sesuai
dengan keadaan, bakat, dan kemampuan masing-masing. Carilah ilmu sampai ke
negeri Cina, mulai dari ayunan sampai ke liang lahad. Ungkapan tersebut
bermakna bahwa semua ilmu wajib dituntut dimanapun ilmu itu berada, selama
hayat masih dikandung badan.

9
Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 383.
10
Ibid, hlm. 395.
11
Hamka, Falsafah Hidup, (Jakarta: Umminda, 1983), hlm. 53.
Perumpamaan tentang ahli ilmu dari Ali bin Abi Thalib adalah demikian:
“merekalah kaum yang sedikit bilangannya tetapi besar harganya”. Dengan
perantara merekalah Tuhan memeliharakan hujjah agama-Nya, sehingga tidak
sanggup si keras kepala melawannya. Ilmu meningkatkan derajat seseorang,
sehingga merekalah yang menjadi bintang dalam masyarakat. 1000 orang bodoh
mati dalam sehari tidak ada orang yang tahu, tetapi kematia seorang yang berilmu
akan menggegerkan dunia. Kematian 100.000 kuli dihimpit tanah pada satu
tambang arang akan bertemu di dalam kabar kawat dengan huruf-huruf kecil yang
tidak penting, tetpi kematian seorang ahli ilmu akan meimbulkan ratap bertahun-
tahun.12

C. Hubungan Antara Agama dan IPTEK


Ada dua keinginan yang tidak pernah terpuaskan, yaitu keinginan
menuntut ilmu dan keinginan mencari harta. Hal tersebut mendorong manusia
untuk untuk terus menuntut ilmu dan mengembangkan teknologi. Kini ilmu
pengetahuan dan teknologi menjadi lapangan kegiatan yang terus berkembang
karena bermanfaat bagi kehidupan manusia. Berkat hasil dari pengetahuan dan
teknologi, banyak segi kehidupan yang semakin dipermudah.
Melihat begitu besar manfaat yang dihasilkan, laju teknologi tidak
mungkin dibendung. Namun, satu hal yang harus dilakukan adalah mengarahkan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan hidup dan
kehidupan manusia. Pengarahnya adalah agama dan moral yang selaras dengan
ajaran agama. Terkait dengan pengembangan ilmu dan penerapan teknologi,
agama mampu menjadi pemandu dan pemadu antara agama dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Mampu memadukan iman dan takwa (imtak) dengan
ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Itulah salah satu letak hubungan antara
agama yang bersumber dari Illahi dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
bersumber dari akal dan penalaran manusia.13
Tidak diragukan lagi bahwa ilmu harus lebih dahulu dari amal. Ibarat
seorang pelukis yang hendak mulai melukiskan gambarnya, lebih dahulu telah ada

12
Ibid, hlm. 69.
13
Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 399.
rupa gambar tersebut dalam otaknya. Tetapi agama atau kepercayaan lebih tua
pula dari ilmu. Agama menjadi dasar daripada ilmu. Itulah sebabnya para Nabi
lebih dahulu menanamkan iman daripada menyiarkan ilmu. Awalnya iman
didengarkan dengan telinga, setelah mafhum dari pendengaran barulah diikrarkan
dengan lidah. Apabila telah diikrarkan dengan lidah, maka iman yang telah ada
akan semakin teguh. Barulah iman yang telah teguh itu ditambah dengan ilmu,
sebanyak-banyaknya. Pendengaran dengan telinga dan ucapan dengan mulut tidak
akan bermanfaat jika urat keyakinan dan ma’rifat yang ada dalam hati tidak
tertanam dengan kuat. Maka, dari sanalah kumpulan sumber ilmu, yaitu dari mata
lahir serta mata batin.
Einstein mengatakan, “Ilmu tanpa agama akan pincang”.14 Kalimat
tersebut menunjukkan bahwa bagi manusia yang benar-benar berilmu akan
menyadari akan pentingnya sebuah pengendali dari ilmu yang dimilikinya agar
tidak berdampak buruk bagi kehidupan atau bahkan menyesatkan. Dapat ditarik
suatu gagasan pula bahwa antara ilmu dan agama memiliki keterkaitan yang erat.
Dua hal tersebut saling melengkapi satu sama lain. Kebanyakan agama
menganggap kedudukan ilmu sangat penting dan sentral dalam agama tersebut, di
sisi lain ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan suatu pengendali untuk
mengarahkan laju perkembangan iptek, dalam hal ini ialah agama.
Perlu didingat bahwa ilmu tidak akan lekat dalam hati dan jiwa jika tidak
ditanamkan serta dimatangkan dalam pemanfaatannya. Tidak dianjurkan
penggunaan ilmu yang setengah matang. Seperti, dimbilnya ilmu akan menjadi
luka penjerat orang sehingga yang termasuk ke dalamnya tiada harapan akan ke
luar lagi. Digunakannya ilmu untuk memutus tali kasih sayang atau diambilnya
ilmu menjadi kuda-kuda pencapai kemegahan dan mencari nama. Ilmu yang
demikian lantaran terletak pada batin yang rusak dan tentu akan menghasilkan
kerusakan pula. Oleh sebab itu, pengembangan ilmu hendaknya diikuti dengan
pendalaman agama. Jika ilmu tidak didimbangi dengan iman, pendapat baru tidak
dikungkung oleh ingat akan kemanusiaan dan Tuhan, apalah jadinya dunia ini?

14
Ajat Sudrajat, dkk, Din Al-Islam, (Yogyakarta: UNY Press, 2008), hlm. 29.
Ilmu yang didukung iman, yang menghargai kehidupan setelah kehidupan
yang sekarang, itulah pangkal bahagia. Setelah ilmu yang bersemangat iman itu
tumbuh dengan teguh, hendaklah diiringi dengan amal, kerja, dan usaha. Karena
ilmu yang ridak didukung dengan amal, tidak akan ada gunanya bagi kehidupan.
Ilmu hendaklah membekas ke luar diri dan kepada yang lain.15

15
Hamka, Falsafah Hidup, (Jakarta: Umminda, 1983), hlm. 71.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Agama dapat dirumuskan sebagai “seperangkat aturan atau ketentuan
hidup yang melekat dalam diri manusia agar hidupnya teratur yang merupakan
cara menuju suatu kehidupan yang selamat”. Definisi lain tentang agama yaitu,
‘agama adalah suatu sistem yang diwarnai oleh kebudayaan dan alam serta
sebaliknya, dari prinsip-prinsip kepercayaan dan tingkah laku manusiawi, aturan-
aturan kepercayaan manusiawi dan gambaran-gambaran, pendirian-pendirian yang
berkaitan dengan kepercayaan dan tingkah laku itu, mengenai kehidupan masa
lampau, sekarang, dan masa depan, serta perintah sistem itu dianggap disebabkan
otoritas yang adikodrati’.
Ilmu berasala dari kata ‘ilm, jika dilihat dari sudut kebahsaan berarti
penjelasan, jika dipandang dari akar katanya berarti kejelasan. Menurut Kamus
besar Bahasa Indonesia, ilmu pengetahuan adalah gabungan berbagai pengetahuan
yang disusun secara logis dan tersistem dengan memperhitungkan sebab akibat.
Sedangkan teknologi adalah kemampuan teknik berlandaskan pengetahuan ilmu
eksakta yang berdasarkan proses teknis.
Laju teknologi tidak mungkin dibendung. Namun, satu hal yang harus
dilakukan adalah mengarahkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
untuk kemaslahatan hidup dan kehidupan manusia. Pengarahnya adalah agama
dan moral yang selaras dengan ajaran agama. Terkait dengan pengembangan ilmu
dan penerapan teknologi, agama mampu menjadi pemandu dan pemadu antara
agama dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mampu memadukan iman dan
takwa (imtak) dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Itulah salah satu
letak hubungan antara agama yang bersumber dari Illahi dengan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang bersumber dari akal dan penalaran manusia. Setelah ilmu yang
bersemangat iman tumbuh, hendaklah diiringi dengan amal, kerja, dan usaha.
Ilmu hendaklah membekas ke luar diri dan kepada yang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Ajat Sudrajat, dkk. 2008. Din Al-Islam. Yogyakarta: UNY Press.


Ary Ginanjar Agustian. 2009. Emotional Spiritual Quotient (ESQ). Jakarta:
ARGA Publishing.
Burhanudin Daya & Herman Leonard Beck. 1992. Ilmu Perbandingan Agama di
Indonesia dan Belanda. Jakarta: INIS.
Hamka. 1983. Falsafah Hidup. Jakarta: Umminda.
M. Daud Ali. 2002. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sidi Gazalba. 1978. Ilmu, Filsafat, dan Islam tentang Manusia dan Agama.
Jakarta: Bulan Bintang.
Zakiyah Daradjat. 1976. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.

Anda mungkin juga menyukai