Anda di halaman 1dari 2

KONSEKUENSI LOGIS HAKIM SEBAGAI PNS/ASN

Dalam Kuliah umum bertajuk Urgensi Keterlibatan Komisi Yudisial dalam RUU Jabatan Hakim di Aula
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Medan, Kamis (02/03) Ketua Komisi Yudisial (KY)
Aidul Fitriciada Azhari menyatakan bahwa dalam RUU Jabatan Hakim yang sekarang dalam proses
legislasi, terkait dengan masalah status jabatan hakim antara pegawai negeri sipil atau pejabat negara,
KY mengusulkan agar jabatan atau status tetap sebagai pegawai negeri tetapi jabatan fungsionalnya
sebagai hakim, mirip seperti dosen nantinya sehingga hakim juga bisa berkarir.

Terhadap pernyataan tersebut tampaknya Ketua KY tidak menyadari bahwa usulannya tersebut selain
ahistoris juga berpotensi mengancam eksistensi lembaga yang dipimpinnya.

Sejarah Hakim sebagai Pejabat Negara

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan setingkat Undang-Undang yang berlaku sekarang


seperti Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman (UU KK) dan Undang-Undang tentang
Aparatur Sipil Negara (UU ASN), hakim dikategorikan sebagai pejabat negara. Penyematan status
pejabat negara ini sebenarnya adalah salah satu amanat reformasi atas refleksi selama orde baru dan
orde lama ternyata hakim yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) tidak mampu bersikap
independen dan mudah diintervensi terutama oleh penguasa sehingga putusan-putusannya
cenderung mengakomodir status quo bukan putusan demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa sebagaimana amanat konstitusi.

Namun pada waktu itu disadari dengan adanya rencana disematkannya status hakim sebagai pejabat
negara yang berarti pula sistem pengawasan terhadap hakim yang saat itu menggunakan sistem
pengawasan PNS akan tidak berlaku lagi kepada hakim, maka perlu dibentuk lembaga yang menjadi
pengawas para hakim. Walhasil atas kesadaran itu dalam amandemen ketiga UUD 1945 dibentuk KY
yang salah satu tugasnya adalah menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta
perilaku hakim.

Pasca orde baru tumbang, dalam Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian untuk pertama kali diatur
bahwa hakim pada semua badan peradilan adalah pejabat negara. Meskipun demikian, setelah orde
reformasi berjalan hampir 2 dekade dan bahkan beberapa Undang-Undang turut pula mengukuhkan
status hakim sebagai pejabat negara, tetapi perlakuan terhadap hakim pada kenyataannya masih
perlakuan sebagaimana layaknya pada pegawai negeri sipil lainnya kecuali dalam hal-hal tertentu
seperti masalah kesejahteraan yang sekarang sudah lebih baik dibanding beberapa jabatan pns
lainnya. Masih diperlakukannya hakim sebagai PNS salah satu sebabnya adalah karena dalam
peraturan perundang-undangan dibawah Undang-Undang seperti salah satunya Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil, hakim
masih termasuk jabatan yang tercakup dalam PP tersebut yang berarti secara tidak langsung masih
mendudukan hakim sebagai PNS. Selain itu ada beberapa hal lain yang membuat hakim masih
diperlakukan sebagai PNS yaitu gaji pokok hakim masih mengikuti gaji pokok PNS dan pada setiap
hakim masih tersemat Nomor Induk Pegawai (NIP) yang merupakan nomor registrasi yang
diperuntukan untuk PNS.

Oleh karena itu, alasan Bergulirnya RUU Jabatan Hakim sampai pada proses legislasi seperti sekarang
ini salah satunya berasal dari niatan untuk menyelesaikan disparitas antara status pejabat negara yang
disandang hakim berdasar Undang-Undang dengan perlakuan dalam keseharian tugas hakim yang
ternyata lebih nyata sebagai PNS atas dasar beberapa Peraturan Pemerintah yang ada.
Tujuan utama dari penyelesaian terhadap masalah itu melalui RUU JH adalah terbentuknya hakim-
hakim yang berkarakter independen dan bermental negarawan yang loyal terhadap hukum dan
keadilan sebagaimana amanat reformasi. Bukan hakim-hakim yang bermental birokratis sebagaimana
yang diharapkan dari sosok aparatur sipil negara. Berdasarkan hal itu pula maka adalah keliru jika ada
yang berprasangka motif utama dari pengukuhan hakim sebagai pejabat negara itu adalah
kesejahteraan.

Berdasarkan sejarah yang demikian, usulan KY yang meminta agar status hakim dikembalikan menjadi
pegawai negeri sipil bukan hanya kemunduran sejarah tetapi juga pengkhianatan terhadap salah satu
amanat reformasi.

Pengawasan Hakim

Selain itu, dengan adanya UU ASN, ketika hakim diberi status sebagai PNS sedangkan PNS adalah
termasuk dalam kategori ASN maka dengan sendirinya hakim harus tunduk dengan UU ASN. Hal ini
memberi konsekuensi hukum untuk hakim bahwa segala aturan mengenai ASN yang diatur dalam UU
ASN juga mengikat hakim

Anda mungkin juga menyukai