Anda di halaman 1dari 28

KORUPSI

DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH FILSAFAT DAN


NILAI BUDAYA

Pengampu : Drs. Suyono, M.Pd

Disusun oleh :

Nama : Feby Fitrotul Janah

NIM : 201533250

Kelas : E

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MURIA KUDUS

TAHUN PELAJARAN 2015/2016


PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan filsafat
yang bertemakan KORUPSI dengan baik meskipun banyak kekurangan
didalamnya.

Semoga buku sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya buku yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan di masa depan.

JEPARA,23 Desember 2015

Penyusun
DAFTAR ISI
JUDUL........................................................................................................
DATA PENULIS........................................................................................
PRAKATA .................................................................................................
DAFTAR ISI ..............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ................................................................
1.1. Latar Belakang .........................................................................
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................
1.3. Tujuan ......................................................................................
1.4. Manfaat .....................................................................................
BAB II PEMBAHASAN .................................................................
2.1. Pengertian Korupsi ..................................................................
2.2. Tindak Pidana Korupsi Dalam Perspektif Normatif.............
2.3. Penyebab Korupsi....................................................................
2.4. Ciri-ciri dan Jenis Korupsi.......................................................
2.5. Dampak Korupsi.......................................................................
2.6. Upaya Mengatasi Korupsi........................................................
2.7. Cara Mencegah dan Membrantas Korupsi............................
BAB III PENUTUP .........................................................................
3.1. Kesimpulan ...............................................................................
3.2. Saran ..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan
keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagaisuatu
proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan
masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukan oleh
dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-orang yang terlibatsejak dari
perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantaradua faktor
tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya.Indonesia merupakan salah
satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya
alamnya. Tetapi ironisnya, negaratercinta ini dibandingkan dengan negara lain di
kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk
negara yang miskin.Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya
kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi
pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan
kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat
penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi.Korupsi di Indonesia
dewasa ini sudah merupakan patologi social (penyakit social) yang sangat
berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang
sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan
dan pengurasankeuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan
anggotalegislatif dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan
lainsebagainya di luar batas kewajaran. Bentuk perampasan dan pengurasan
keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air. Hal
itumerupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang
menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. Persoalannya adalah dapatkah
korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain kalau kita ingin maju, adalah korupsi
harus diberantas. Jika kita tidak berhasil memberantas korupsi,atau paling tidak
mengurangi sampai pada titik nadir yang paling rendahmaka jangan harap Negara
ini akan mampu mengejar ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk
menjadi sebuah negara yang maju. Karenakorupsi membawa dampak negatif yang
cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud korupsi?
2. Apa yang menyebabkan terjadinya korupsi?
3. Apa saja ciri-ciri dan jenis korupsi?
4. Dampak apa saja terjadinya korupsi?
5. Apa saja upaya untuk mengatasi korupsi?
6. Bagaimana cara mencegah dan membrantas korupsi?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian korupsi.
2. Untuk mengetahui penyebab atau latar belakang terjadinya korupsi.
3. Untuk mengetahui ciri-ciri dari korupsi.
4. Untuk mengetahui dampak adanya korupsi.
5. Untuk mengetahui upaya mengatasi korupsi
6. Untuk mengetauhi cara mencegah dan membrantas korupsi.

1.4 Manfaat
1. Dapat mengetahui pengertian korupsi.
2. Dapat mengetahui penyebab atau latar belakang terjadinya korupsi.
3. Dapat mengetahui ciri-ciri dari korupsi.
4. Dapat mengetahui dampak adanya korupsi.
5. Dapat mengetahui upaya mengatasi korupsi
6. Dapat mengetahui cara mencegah dan membrantas korupsi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Korupsi secara Teoritis


Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya
busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Menurut Dr. Kartini
Kartono,korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan
jabatan guna mengeduk keuntungan, dan merugikan kepentingan umum. Korupsi
menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari
norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini
ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat disimpulkan
korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas
dengan berbagai macam modus.
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jika dilihat dari
struktrur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya
mempunyai makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi
tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk
keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi
merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan
pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan
wewenang dan kekuatankekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum dan
kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan
yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan
mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim
(dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan
tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan
mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan
si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiahdalam bentuk
balas jasa juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim menambahkan
bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat
untuk diteruskan kepada keluarganya atau partainya/ kelompoknya atau orang-
orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai
korupsi. Dalam keadaan yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling menonjol di
dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar azas pemisahan antara
kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi
dengan masyarakat.

2.2. Tindak Pidana Korupsi Dalam Perspektif Normatif


Memperhatikan Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Undang-undang
Nomor 20 tahun 2001,maka tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat dari dua segi
yaitu korupsi Aktif dan Korupsi Pasif, Adapun yang dimaksud dengan Korupsi
Aktif adalah sebagai berikut :
1) Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
Korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
Negara (Pasal 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999).
2) Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau Korporasi
yang menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau dapat merugikan
keuangan Negara,atau perekonomian Negara (Pasal 3 Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999).
3) Memberi hadiah Kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi
hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut
(Pasal 4 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999).
4) Percobaan pembantuan,atau pemufakatan jahat untuk melakukan Tindak
pidana Korupsi (Pasal 15 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001).
5) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau
Penyelenggara Negara dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5
ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001).
6) Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara negara karena
atau berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya
dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya(Pasal 5 ayat (1) huruf a
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001).
7) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili
(Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001).
8) Pemborong,ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan atau
penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan
bangunan,melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan
keamanan orang atau barang atau keselamatan negara dalam keadaan
perang (Pasal (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001).
9) Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan
bahan bangunan,sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana
dimaksud dalam huruf a (Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor
20 tahun 2001).
10) Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara
nasional Indonesia atau Kepolisian negara Reublik Indonesia melakukan
perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam
keadaan perang (Pasal 7 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 20 tahun
2001).
11) Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan
Tentara nasional indpnesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia
dengan sengaja mebiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam
huruf c (pasal 7 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001).
12) Pegawai negeri atau selain pegawai negeri yyang di tugaskan menjalankan
suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara
waktu,dengan sengaja menggelapkan uang atau mebiarkan uang atau surat
berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu
dalam melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8 Undang-undang Nomor 20
tahun 2001).
13) Pegawai negeri atau selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu,dengan
sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar khusus pemeriksaan
administrasi (Pasal 9 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001).
14) Pegawai negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang diberi tugas
menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk
sementara waktu dengan sengaja menggelapkan
menghancurkan,merusakkan,atau mebuat tidak dapat dipakai
barang,akta,surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau
membuktikan di muka pejabat yang berwenang yang dikuasai karena
jabatannya atau membiarkan orang lain
menghilangkan,menghancurkan,merusakkan,attau membuat tidak dapat
dipakai barang, akta, surat atau daftar tersebut (Pasal 10 Undang-undang
Nomor 20 tahun 2001).
15) Pegawai negeri atau Penyelenggara Negara yang:Dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau
dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan
sesuatu atau menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan
sesuatu bagi dirinya sendiri (pasal 12 e Undang-undang Nomor 20 tahun
2001).
16) Pada waktu menjalankan tugas meminta,menerima atau memotong
pembayaran kepada pegawai Negeri atau Penyelenggara negara yang lain
atau kas umum tersebut mempunyai hutang kepadanya padahal diketahui
bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang (huruf f).
Pada waktu menjalankan tugas meminta atau menerima pekerjaan atau
penyerahan barang seplah-olah merupakan hutang pada dirinya,padahal
diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang (huruf g)
Pada waktu menjalankan tugas telah menggunakan tanah negara yang di
atasnya terdapat hak pakai,seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan,telah merugikan orang yang berhak,apadahal diketahuinya bahwa
perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
atau baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam
pemborongan,pengadaan,atau persewaan yang pada saat dilakukan
perbuatan,untuk seluruhnya atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya (huruf i).
17) Memberi hadiah kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi
hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu (Pasal
13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999).

Sedangkan Korupsi Pasif adalah sebagai berikut :


1) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau
janji karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya (pasal 5 ayat (2) Undang-undang
Nomor 20 tahun 2001).
2) Hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili
atau untuk mepengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan berhubung
dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 6
ayat (2) Undang-undang nomor 20 Tahun 2001).
3) Orang yang menerima penyerahan bahan atau keparluan tentara nasional
indonesia, atau kepolisisan negara republik indonesia yang mebiarkan
perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau c
Undang-undang nomor 20 tahun 2001 (Pasal 7 ayat (2) Undang-undang
nomor 20 tahun 2001).
4) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji
padahal diketahui atau patut diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau
janji tersebut diberikan utnuk mengerakkan agar melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya,atau sebaga akibat atau disebabkan karena telah melakukan
atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya (pasal 12 huruf a dan huruf b Undang-undang nomor 20 tahun
2001)
5) Hakim yang enerima hadiah atau janji,padahal diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan
perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (pasal 12 huruf c Undang-
undang nomor 20 tahun 2001).
6) Advokat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut
diduga,bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasihat
atau pendapat uang diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan
kepada pengadilan untuk diadili (pasal 12 huruf d Undang-undang nomor
20 tahun 2001).
7) Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi
yang diberikan berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan
kewajiban atau tugasnya (pasal 12 Undang-undang nomor 20 tahun 2001).

2.3. Penyebab Korupsi

1. Beberapa kondisi yang mendukung munculnya korupsi yaitu :


1) Konsentrasi kekuasaan di pengambil keputusan yang tidak
bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat
di rezim-rezim yang bukan demokratik.
2) Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah.
3) Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih
besar dari pendanaan politik yang normal.
4) Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
5) Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan
"teman lama".
6) Lemahnya ketertiban hukum.
7) Lemahnya profesi hukum.
8) Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
9) Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
10) Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal
memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau
"sumbangan kampanye".

2. Aspek-aspek penyebab seseorang melakukan korupsi


1) Dr. Sarlito W. Sarwo, tidak ada jawaban yang persisi, tetapi ada dua
hal yang jelas, yaitu :
a Dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak, dan
sebagainya).
b Rangsangan dari luar (dorongan dari teman, adanya kesempatan,
kurang kontrol dan sebagainya).
2) Dr. Andi Hamzah dalam disertainya menginventarisasi beberapa
penyebab koruopsi yaitu:
a Gaji pegawai negeri yangh tidak sebanding dengan kebutuhan
yang semakin tinggi
b Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan
sumber atau sebab meluasnya korupsi.
c Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan
efesien, yang memberikan peluan untuk korupsi.
d Modernisasi pengembangbiakan korupsi.
3) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam
bukunya berjudul “Strategi Pemberantasan Korupsi,” antara lain :
a Sifat Tamak Manusia
Kemungkinan orang melakukan korupsi bukan karena
orangnya miskin atau penghasilan tak cukup. Kemungkinan orang
tersebut sudah cukup kaya, tetapi masih punya hasrat besar untuk
memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam
itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus.

b Moral yang Kurang Kuat


Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah
tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari
atasan, teman setingkat, bawahanya, atau pihak yang lain yang
memberi kesempatan untuk itu.

c Tingkat upah dan gaji pekerja di sector public


Penghasilan seorang pegawai dari suatu pekerjaan
selayaknya memenuhi kebutuhan hidup yang wajar. Bila hal itu
tidak terjadi maka seseorang akan berusaha memenuhinya dengan
berbagai cara. Tetapi bila segala upaya dilakukan ternyata sulit
didapatkan, keadaan semacam ini yang akan memberi peluang
besar untuk melakukan tindak korupsi, baik itu korupsi waktu,
tenaga, pikiran dalam arti semua curahan peluang itu untuk
keperluan di luar pekerjaan yang seharusnya.
d Kebutuhan Hidup yang Mendesak
Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang
mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu
membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas
diantaranya dengan melakukan korupsi.

e Gaya Hidup yang Konsumtif


Kehidupan di kota-kota besar acapkali mendorong gaya
hidup seseong konsumtif. Perilaku konsumtif semacam ini bila
tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan membuka
peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan untuk
memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah
dengan korupsi
.
f Malas atau Tidak Mau Bekerja
Sebagian orang ingin mendapatkan hasil dari sebuah
pekerjaan tanpa keluar keringat alias malas bekerja. Sifat semacam
ini akan potensial melakukan tindakan apapun dengan cara-cara
mudah dan cepat, diantaranya melakukan korupsi.

g Tidak Menerapkan ajaran Agama


Indonesia dikenal sebagai bangsa religius yang tentu akan
melarang tindak korupsi dalam bentuk apapun. Kenyataan di
lapangan menunjukkan bila korupsi masih berjalan subur di tengah
masyarakat. Situasi paradok ini menandakan bahwa ajaran agama
kurang diterapkan dalam kehidupan.

3. Bentuk-bentuk penyalahgunaan
Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah
seperti penggelapan dan nepotisme, juga penyalahgunaan yang
menghubungkan sektor swasta dan pemerintahan seperti penyogokan,
pemerasan, campuran tangan, dan penipuan.

 Penyogokan: penyogok dan penerima sogokan


Korupsi memerlukan dua pihak yang korup: pemberi sogokan
(penyogok) dan penerima sogokan. Di beberapa negara, budaya
penyogokan mencakup semua aspek hidup sehari-hari, meniadakan
kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan.
Negara-negara yang paling sering memberikan sogokan pada
umumnya tidak sama dengan negara-negara yang paling sering menerima
sogokan.
Duabelas negara yang paling minim korupsinya, menurut survey
persepsi (anggapan tentang korupsi oleh rakyat) oleh Transparansi
Internasional pada tahun 2001 adalah sebagai berikut:

 Australia  Finlandia
 Kanada  Islandia
 Denmark  Luxemburg
 Belanda  Swedia
 Selandia Baru  Swiss
 Norwegia  Israel
 Singapura

Menurut survei persepsi korupsi , tigabelas negara yang paling korup


adalah:

 Azerbaijan  Nigeria
 Bangladesh  Pakistan
 Bolivia  Rusia
 Kamerun  Tanzania
 Indonesia  Uganda
 Irak  Ukraina
 Kenya
Namun, nilai dari survei tersebut masih diperdebatkan karena ini
dilakukan berdasarkan persepsi subyektif dari para peserta survei tersebut,
bukan dari penghitungan langsung korupsi yg terjadi (karena survey
semacam itu juga tidak ada)

 Sumbangan kampanye dan "uang haram"


Di arena politik, sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi,
namun lebih sulit lagi untuk membuktikan ketidakadaannya. Maka dari
itu, sering banyak ada gosip menyangkut politisi.
Politisi terjebak di posisi lemah karena keperluan mereka untuk
meminta sumbangan keuangan untuk kampanye mereka. Sering mereka
terlihat untuk bertindak hanya demi keuntungan mereka yang telah
menyumbangkan uang, yang akhirnya menyebabkan munculnya tuduhan
korupsi politis.

2.4. Ciri-ciri dan Jenis Korupsi


1. Ciri-Ciri Korupsi
 Menurut Syed Hussein Alatas
a Korupsi senantiasa melibatkan lebih dai satu orang
b Korupsi pada umumnya melibatkan keserbarahasiaan.
c Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal
balik.
d Mereka yang mempraktikkan cara-cara korupsi biasanya berusaha
menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik
pembenaran hukum.
e Mereka yang terlibat korupsi adalah mereka yang menginginkan
keputusan-keputusan yang tegas dan mereka yang mampu untuk
memengaruhi keputusan-keputusan itu.
f Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada
badan publik atau masyarakat umum.
g Setiap bentuk korupsi adalah suatu penghianatan kepercayaan.

2. Jenis Tindak Pidana Korupsi


a Memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan)
b penggelapan dalam jabatan
c Pemerasan dalam jabatan
d Ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara
negara)
e Menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

2.5. Dampak Korupsi


1. Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di
dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan
yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal.
Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi
akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di
sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di
pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan
masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari
pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan
pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat
yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai
demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.

2. Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan
membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private,
korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran
ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan
risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang
menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan
mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan
bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-
aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi
ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan".
Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai
hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik
dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang
mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin
menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan
praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan.
Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan,
lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi
kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan
tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor
keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di
Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan
perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri,
bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang
sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di
Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering
mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih
memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur,
ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dariUniversitas Massachussetts
memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30
negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang
luar negeri mereka sendiri. (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau
kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh
ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya
adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan
baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari
korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk
kekayaan mereka di luar negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi di
masa depan.

3. Kesejahteraan umum Negara


Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman
besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan
pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas.
Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang
melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan
kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan
pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar
kepada kampanye pemilu mereka.
4. Dampak Lingkungan
Korupsi dalam pengadaan barang dan jasa dapat mengakibatkan
dampak buruk bagi lingkungan. Karena proyek-proyek yang dikerjakan
biasanya tidak mengikuti standarisasi lingkungan negara tersebut (atau
internasional). Akibat dari penolakan mengikuti standarisasi tersebut akan
berdampak kerusakan parah pada lingkungan dalam jangka panjang dan
tentunya berimplikasi pada tingginya resiko masalah kesehatan.
5. Dampak pada Kesehatan dan Keselamatan Manusia
Resiko kerusakan dapat terjadi pada kesehatan dan keselamatan
manusia berbagai akibat kualitas lingkungan yang buruk, penanaman
modal yang anti-lingkungan atau ketidakmampuan memenuhi standarisasi
kesehatan dan lingkungan. Korupsi akan menyebabkan kualitas
pembangunan buruk, yang dapat berdampak pada kerentanan bangunan
sehingga memunculkan resiko korban.

6. Dampak pada Inovasi


Korupsi membuat kurangnya kompetisi yang akhirnya mengarah
kepada kurangnya daya inovasi. Perusahaan-perusahaan yang bergantung
pada hasil korupsi tak akan menggunakan sumber dayanya untuk melaku
kan inovasi. Hal ini akan memicu perusahaan-perusahaan yang tidak
melakukan korupsi untuk tidak merasa harus menanamkan modal
berbentuk inovasi karena korupsi telah membuat mereka tidak mampu
mengakses pasar.

7. Erosi Budaya
Ketika orang menyadari bahwa tidak jujurnya pejabat publik dan
pelaku bisnis, serta lemahnya penegakan hukum bagi pelaku-pelaku
korupsi, akan menyebabkan masyarakat meninggalkan budaya kejujuran
dengan sendirinya dan membentuk kepribadian masyarakat yang tamak.
Hal serupa juga terjadi pada pelaku bisnis yang akan menyadari bahwa
menawarkan harga dan kualitas yang kompetitif saja, tak akan cukup
untuk memenuhi persyaratan sebagai pemenang tender
.
8. Menurunnya Tingkat Kepercayaan Kepada Pemerintah
Ketika orang menyadari bahwa pelaku korupsi dilingkungan
pemerintahan tidak dijatuhi hukuman, mereka akan menilai bahwa
pemerintah tak dapat dipercaya. Kemudian secara moral, masyarakat
seakan mendapat pembenaran atas tindakannya mencurangi pemerintah
karena dianggap tidak melanggar nilai-nilai kemanusiaan.

9. Kerugian Bagi Perusahaan yang Jujur


Jika peserta tender yang melakukan korupsi tidak mendapat
hukuman, hal ini akan menyebabkan peserta yang jujur akan mengalami
kerugian karena kehilangan kesempatan melakukan bisnisnya. Meski
sesungguhnya hasil pekerjaanya jauh lebih baik dibanding perusahaan
korup yang mengandalkan korupsi untuk mendapatkan tender dengan
kualitas pekerjaan yang dapat dipastikan buruk.

2.6. Upaya Mengatasi Korupsi


Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak
korupsi di Indone-sia, antara lain sebagai berikut :
1. Upaya pencegahan (preventif).
1) Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan
pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal,
informal dan agama.
2) Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan
teknis.
3) Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan
memiliki tang-gung jawab yang tinggi.
4) Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada
jaminan masa tua.
5) Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang
tinggi.
6) Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung
jawab etis tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
7) Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang
mencolok.
8) Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi
pemerintahan mela-lui penyederhanaan jumlah departemen beserta
jawatan di bawahnya.

2. Upaya penindakan (kuratif).


Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti
melanggar dengan dibe-rikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak
terhormat dan dihukum pidana. Beberapa contoh penindakan yang
dilakukan oleh KPK :
a. Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple
Rostov Rusia milik Pemda NAD (2004).
b. Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia
diduga melekukan pungutan liar dalam pengurusan dokumen
keimigrasian
c. Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada
Pemda DKI Jakarta (2004).
d. Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang
merugikan keuang-an negara Rp 10 milyar lebih (2004).
e. Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan
placement deposito dari BI kepada PT Texmaco Group melalui
BNI (2004).
f. Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK
(2005).
g. Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
h. Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
i. Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai
tersangka dalam kasus korupsi Bandara Loa Kolu yang
diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 15,9 miliar (2004).
j. Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).

3. Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa.


a. Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan
kontrol sosial terkait dengan kepentingan publik.
b. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
c. Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari
pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional
d. Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang
penyelenggaraan peme-rintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.
e. Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan
aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan
masyarakat luas.

4. Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).


Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-
pemerintah yang meng-awasi dan melaporkan kepada publik mengenai
korupsi di Indonesia dan terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki
komitmen untuk memberantas korupsi me-lalui usaha pemberdayaan
rakyat untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW la-hir di Jakarta pd tgl
21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang meng-hendaki
pemerintahan pasca-Soeharto yg bebas korupsi.
Transparency International (TI) adalah organisasi internasional
yang bertujuan memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai
organisasi nirlaba se-karang menjadi organisasi non-pemerintah yang
bergerak menuju organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI
yang terkenal adalah Laporan Korupsi Global. Survei TI Indonesia yang
membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) In-donesia 2004 menyatakan
bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia, disu-sul
Surabaya,Medan,Semarang dan Batam. Sedangkan survei TI pada 2005,
In-donesia berada di posisi keenam negara terkorup di dunia. IPK
Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak,
Libya dan Usbekistan, ser-ta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya,
Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti & Myanmar.
Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.

2.7. Cara Mencegah dan Membrantas Korupsi


1. Strategi Preventif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada
hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang
terindikasi harus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan
penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapat
meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya ini
melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan
mampu mencegah adanya korupsi.

2. Strategi Deduktif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan
diarahkan agar apabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka
perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam waktu yang sesingkat-
singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan
tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi,
sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang
cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi.
Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu
hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.

3. Strategi Represif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan
diarahkan untuk memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat
dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar
pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap penyelidikan,
penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk
dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan
tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun
implementasinyaharus dilakukan secara terintregasi. Bagi pemerintah
banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak
dilaksanakan.

Adapula strategi pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara


represif antara lain :

1. Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di


Indonesia saat ini perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan
mengefektifkan gerakan rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan
Muhammadiyah ataupun ormas yang lain perlu bekerjasama dalam upaya
memberantas korupsi, serta kemungkinan dibentuknya koalisi dari partai
politik untuk melawan korupsi. Selama ini pemberantasan korupsi hanya
dijadikan sebagai bahan kampanye untuk mencari dukungan saja tanpa ada
realisasinya dari partai politik yang bersangkutan. Gerakan rakyat ini
diperlukan untuk menekan pemerintah dan sekaligus memberikan
dukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas korupsi.
2. Gerakan “Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat hukum
(Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan
bertanggungjawab serta memiliki komitmen yang tinggi dan berani
melakukan pemberantasan korupsi tanpa memandang status sosial untuk
menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini dapat dilakukan dengan
membenahi sistem organisasi yang ada dengan menekankan prosedur
structure follows strategy yaitu dengan menggambar struktur organisasi
yang sudah ada terlebih dahulu kemudian menempatkan orang-orang sesuai
posisinya masing-masing dalam struktur organisasi tersebut.
3. Gerakan “Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa
korupsi adalah kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat
dan martabat manusia. Melalui gerakan moral diharapkan tercipta kondisi
lingkungan sosial masyarakat yang sangat menolak, menentang, dan
menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima, mendukung, dan
menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini antara lain dapat dilakukan
melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan
masyarakat terutama generasi muda sebagai langlah yang efektif
membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral korup.
4. Gerakan “Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah
pegawai dalam pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan
jalan menempatkan orang yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya.
Dan apabila masih ada pegawai yang melakukan korupsi, dilakukan
tindakan tegas dan keras kepada mereka yang telah terbukti bersalah dan
bilamana perlu dihukum mati karena korupsi adalah kejahatan terbesar bagi
kemanusiaan dan siapa saja yang melakukan korupsi berarti melanggar
harkat dan martabat kehidupan.

Negara mengeluarkan 3 produk hukum tentang pemberantasan tindak pidana


korupsi yaitu:

a. UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


b. UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
c. UU No 28 Tahun 1999 tentang enyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Kesimpulan dari ketiga UU yang menyangkut pemberantasan tindak pidana
korupsi ini merupakan lex specialis generalis. Materi substansi yang terkandung
didalamnya antara lain :
1. Memperkaya diri/orang lain secara melawan hokum (Pasal 2 ayat (1) UU No.31
Tahun 1999). Jadi, pelaku tindak pidana korupsi tersebut adalah setiap orang baik
yang berstatus PNS atau No-PNS serta korporasi yang dapat berbentuk badan
hokum atau perkumpulan.
2. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi.
3. Dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.
4. Adanya oenyakahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana (Pasal 3 UU N0.31
Tahun 1999).
5. Menyuap PNS atau Penyelenggara Negara (Pasal 5 UU No.20 Tahun 2001).
6. Perbuatan curang (Pasal 7 UU No. 20 Tahun 2001).
7. Penggelapan dalam jabatan (Pasal 6 UU No. 20 Tahun 2001).

Oleh karena itu, keberadaan produk regulasi yang diberikan Negara untuk
menyelamatkan keuangan Negara dari perilaku korupsi, sangatlah dituntu kepada
para aparat penegak hokum lainnya untuk semkasimal mungkin dapat memahami
rumusan delik yang terkait dan menyebar di setiap pasal yang ada agar tepat dalam
menerapkan kepadapara pelaku.selain itu juga diperlukan strategi pemberantasan
korupsi yang sangat jitu dan tepat.
Penerapan sangsi normatif mengenai korupsi kepada para pelakunya
tidakakan bermanfaat dan bernilai penyesalan bilamana tidak diikutkan juga
beberapa strategi. Ada 3 hal yang harus dilakukan guna mengurangi sifat dan
perilaku masyarakat untuk korupsi, anatara lain;
a Menaikkan gaji pegawai rendah dan menengah.
b Menaikkan moral pegawai tinggi.
c Legislasi pungutan liar menjadi pendapat resmi atau legal.
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara langsung
merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi
meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan
kedudukannya dan aspek penggunaan uang Negara untuk kepentingannya.Adapun
penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan pemimpin,kelemahan
pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan rendahnya pendidikan,
kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaan lingkungan yang
subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya manusia, serta struktur
ekonomi.Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu bentuk, sifat,dan
tujuan. Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang diantaranya, bidang
demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara.

B. Saran

Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini.Dan


pencegahan korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil.
DAFTAR PUSTAKA

Jur. Andi Hamzah, 2007. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana


Nasional dan Internasional. Penerbit PT Raja Grafindo Persada : Jakarta.

Anonim, 2014, Korupsi, http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi diakses tanggal 16


Mei 2014

Anonim, 2014, Dampak dan akibat Korupsi dalam Pengadaan barang dan jasa,
http://pattirosemarang.org/media-hari-ini/read/dampak-dan-akibat-korupsi-dalam-
pengadaan-barang-dan-jasa/ diakses tanggal 16 Mei 2014

anonim, 2013, Upaya Pembe rantasan Korupsi,


http://blogstoryaboutme.blogspot.com/2012/11/makalah-upaya-pemberantasan-
korupsi-di.html diakses tanggal 16 Mei 2014

Muzadi, H. 2004. MENUJU INDONESIA BARU, Strategi Pemberantasan


Tindak Pidana Korupsi. Malang : Bayumedia Publishing.
Lamintang, PAF dan Samosir, Djisman. 1985. Hukum Pidana Indonesia .Bandung
: Penerbit Sinar Baru.
Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia.Jakarta :
GhaliaIndonesia
SUMBER: http://kumpulanmakalah-cncnets.blogspot.com/2012/02/makalah-
korupsi.html

Anda mungkin juga menyukai