Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia, seperti makhluk hidup lainnya, berusaha untuk mempertahankan
homeostasis, yang berarti keseimbangan. Otak dan organ tubuh lainnya bekerja sama
untuk mengatur suhu tubuh, keasaman darah, ketersediaan oksigen dan variabel
lainnya. Mengingat bahwa organisme hidup harus mengambil nutrisi dan air, satu
fungsi homeostatis penting adalah eliminasi, atau kemampuan untuk mengeluarkan
bahan kimia dan cairan, sehingga dapat menjaga keseimbangan internal. Sistem
kemih memainkan peran ekskretoris dan homeostatik penting.
Kelangsungan hidup dan berfungsinya sel secara normal bergantung pada
pemeliharaan kosentrasi garam, asam, dan elektrolit lain di lingkungan cairan internal.
Kelangsungan hiduop sel juga bergantung pada pengeluaran secara terus menerus zat-
zat sisa metabolism toksik dan dihasilkan oleh sel pada saat melakukan berbagai
reaksi semi kelangsungan hidupnya.
Traktus urinarius merupakan system yang terdiri dari organ-organ dan struktur-
struktur yang menyalurkan urin dari ginjal ke luar tubuh. Ginjal berperan penting
mempertahankan homeostasis dengan mengatur konsentrasi banyak konstituen
plasma, terutama elektrolit dan air dan dengan mengeliminasi semua zat sisa
metabolisme.
Sistem urin adalah bagian penting dari tubuh manusia yang terutama bertanggung
jawab untuk menyeimbangkan air dan elektrolit tertentu seperti kalium dan natrium,
membantu mengatur tekanan darah dan melepaskan produk limbah yang disebut urea
dari darah.
Sistem kemih terdiri terutama pada ginjal, yang menyaring darah, sedangkan
ureter, yang bergerak urin dari ginjal ke kandung kemih, kandung kemih, yang
menyimpan urin, dan saluran kencing, urin keluar melalui tubuh.
Peran dari sistem urin dengan yang biasa bagi kebanyakan orang adalah bahwa
ekskresi; melalui air seni, manusia membebaskan diri dari air tambahan dan bahan
kimia dari aliran darah. Aspek penting lain dari sistem urin adalah kemampuannya
untuk membedakan antara senyawa dalam darah yang bermanfaat untuk tubuh dan
harus dijaga, seperti gula, dan senyawa dalam darah yang beracun dan harus
dihilangkan.

1
B. Tujuan

a. Tujuan Umum
Mampu mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada sistem perkemihan
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami pengkajian pada sistem perkemihan
2. Mengetahui dan memahami diagnosa keperawatan pada sistem perkemihan
3. Mengetahui dan memahami intervensi pada sistem perkemihan

2
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM PERKEMIHAN

A. Pengkajian
1. Identitas
a) Kaji riwayat pekerjaan, apakah terpapar oleh bahan-bahan kimia seperti
phenol dan ethylene glycol. Bau ammonia dan kimia organic dapat
meningkatkan risiko kanker kandung kemih. Pekerja tekstil, pelukis, peñata
rambut, dan pekerja industri mengalami risiko tinggi terkena tumor kandung
kemih. Seseorang yang lebih sering duduk cenderung mengalami statis urin
sehingga dapat menimbulkan infeksi dan batu ginjal.
b) Laki-laki cenderung mengalami inflamasi prostat kronik atau epididimis
setelah mengangkat barang berat atau mengendarai mobil dengan jarak jauh.
c) Tempat tinggal: Dataran tinggi lebih berisiko terjadi batu saluran kemih
karena kandungan mineral meningkat dalam tanah dan air di daerah dataran
tinggi.

2. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Adanya rasa nyeri, adanya gejala panas atau menggigil, sering lelah,
perubahan berat badan, perubahan nafsu makan, sering haus, retensi cairan,
sakit kepala, pruritus, dan penglihatan kabur.

b) Riwayat kesehatan dahulu


1) Adanya riwayat infeksi traktur urinarius. Terapi atau perawatan rumah
sakit yang pernah dialami untuk menanggani infeksi traktus urinarius,
berapa lama dirawat.
2) Adanya kelainan yang mempengaruhi fungsi ginjal atau traktus urinarius
(diabetes mellitus, hipertensi, trauma abdomen, cedera medula spinalis,
kelainan neurologi lain, lupus eritematosus sistemik, scleroderma, infeksi
streptococcus pada kulit dan saluran napas atas, tuberculosis, hepatitis
virus, gangguan kongenital, kanker, dan hyperplasia prostate jinak).
3) Untuk pasien wanita : kaji jumlah dan tipe persalinan (persalinan
pervaginan, sectio caesarea); persalinan dengan forseps; infeksi vagina,
keputihan atau iritasi; penggunaan kontrasepsi.

3
4) Adanya atau riwayat lesi genital atau penyakit menular seksual.
5) Pernahkah mengalami pembedahan ; pelvis atau saluran perkemihan.
6) Pernahkah menjalani terapi radiasi atau kemoterapi.
7) Kaji riwayat merokok. Merokok dapat mengakibatkan risiko kanker
kandung kemih. Angka kejadian tumor kandung kemih empat kali lebih
tinggi pada perokok daripada bukan perokok.

c) Riwayat kesehatan keluarga


1) Kaji adanya riwayat penyakit ginjal atau kandung kemih dalam keluarga
(polisistik renal, abnormalitas kongenital saluran kemih, sindrom
Alport’s / nephritis herediter).
2) Kaji adanya masalah eliminasi yang dikaitkan dengan kebiasaan keluarga

3. Pemeriksaan Fisik
Umum : Status kesehatan secara umum : lemah, letarghi
Tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu tubuh
 Suhu : Terjadi peningkatan suhu tubuh pada klien dengan gangguan
sistem perkemihan terutama akibat infeksi, mis glomeulinefrits atau
pielonefritis.
 Nadi : Klien dengan gangguan sistem perkemihan biasanya mengalami
peningkatan nadi
 TD : Klien dengan gangguan sisitem perkemihan biasanya mengalami
peningkatan tekanan darah misalnya pada glomerulonefrits dan GGK
 RR : Pada klien dengan gangguan sistem perkemihan bisa mengalami
peningkatan frekuensi nafas terutama pada GGK
Pemeriksaan fisik pada sistem perkemihan
1) Ginjal
I : normalnya keadaan abdomen simetris tidak tampak massa dan tidak ada
pulsasi. Bila tampak massa dan pulsasi kemungkinan ada polikistik,
hidroneprosis ataupun nefroma.
A : normalnya tidak terdengar bunyi naskuler aorta maupun arteri renalis.
Bila ada bunyi desiran kemungkinan adanya RAS (renalis arteri senisis)
nephrosclerotik.

4
P : normalnya tidak menghasilkan nyeri tekan. Bila ada nyeri tekan diduga
ada inflamasi akut. Dan bila dilakukan penekanan pasien mengeluhkan sakit,
hal ini tanda kemungkinan adanya peradangan.
P : bila terdengar bunyi desiran, jangan melakukan perkusi cidera pada
suatu aneurisme dibawah kulit dapat terjadi sebagai akibatnya.
2) Ureter
Ureter tidak bisa dilakukan pemeriksaan di luar, harus digunakan diagnostik
lainnya seperti BNO, IVP, USG, CT renal cyloscopy. Tetapi keluhan pasien
dapat dijadikan petunjuk adanya masalah pada ureternya, seperti pasien
mengeluhkan sakit dibawah abdomen yang menjalar kebawah, hal ini disebut
dengan kolik dan biasanya berhubungan dengan distensi ureter dan spasme
ureter dan adanya obstruksi karena batu.
3) Vesika urinaria (kandung kemih)
I : normalnya kandung kemih terletak dibawah simpisis pubis, tetapi
setelah membesar organ ini dapat dilihat distensi pada area supra pubis.
P : pada kondisi normal urin dapat dikeluarkan secara lengkap dan
kandungan kemih tidak teraba. Bila ada obstruksi dibawah ada produksi urin
normal maka urin tidak dapat dikeluarkan pada kandung kemih sehingga
akan terkumpul pada kandung kemih. Hal ini mengakibatkan distensi
kandung kemih yang bisa di palpasikan didaerah supra pubis.
P : bila kandung kemih penuh maka akan terdengar bunyi redup.
4) Uretra dan meatus uretra
Uretra tidak bisa diperiksa dari luar , perlu pemeriksaan penunjang seperti;
BNO, cystocopy, yang bisa di identifikasi adalah urin yang keluar.
Karakteristik urin :
1) Jumlah perhari
 Oliguri : 100-400cc/hari
 Anuri : urin output sampai 100cc/hari
 Total anuri : urin output 0cc/hari
 Polyuria : urin output lebih dari 1.500cc/hari
2) Dysuria sakit pada saat mengeluarkan urin
3) Warna (merah,kuning)
4) Baunya
5) Pola buang air kecil yang mengalami perubahan
6) Kemampuan mengontrol buang air kecil

5
Urgency : tiba-tiba sangat mendesak ingin bak
 Hesistensy : kesulitan pada saat memulai dan mengakhiri bak
 Dribbling : urin keluar secara menetes
 Ncontinensia urin : urin keluar dengan sendirinya tidak bisa
dikontrol
 Retensi urin
7) Nocturia bak pada malam hari

4. Pemeriksaan Pola Gordon


1. Pola persepsi dan pemeliharan kesehatan
 ada riwayat dan gangguan perkemihan dalam keluarga
 mengkonsumsi alkohol
 ada darah pada BAK
 kurang mengkomsumsi air
 riwayat penyakit kelaminan
 kebersihan diri terutama pada alat genetalia
 nyeri saat berkemih
2. Pola nutrisi metabolik
 ada peningkatan berat badan (edema/penurunan berat badan
(dehidrasi) ,mual,muntah,pendarahan gusi dan penurunan otot
 Meminum minuman yang mengandung alkohol, minuman yang bersifat
diuretic,minuman bersoda
 Catat intake dan output cairan
 Sering mengkonsumsimakanan yang mengandung tinggi garam dan
natrium
3. Pola eliminasi
 Karakteristik urine, warna,frekuensi,bau
 Masalah dalam berkemih: retensi urine,polyori,inkontinensia urine,dsb.
 Ada/tidaknya riwayat penakit ginjal
 Intake cairan,penggunaan alat bantu BAK (kateter)
 Mengansomsi alcohol
4. Pola aktivitas dan latihan
 Kaji adanya kelemahan,kelihatan,malaise
 Penurunan rentang gerak

6
 Keterbatasan aktivitas karena rasa nyeri
5. Pola tidurdan istirahat
 Nokturia (sering terbangun)
 Pola tidur terganggu karena sering terbangun untuk BAK
 Nyeri abdomen
 Disuria
 Poliuria
 Oliguria
 Enuresis
 Kebiasaan minum obat-obat tidur dan pengaruhnya terhadap pasien
 Gangguan tidur /insomia/gelisah/somnolen
6. Pola persepsi kognitif
 Adakah penggunaan alat bantu dalam berkemih
 Adakah kelainan dalam berkemih
 Kantung kemih apakah normal atau tidak
7. Pola persepsi dan konsep diri
 Menurut pasien tentang dirinya
 Pasien puas terhadap terhadap citra diri dan peran dirinya
 Pasien ada perubahan tentang dirinya atau tubuhnya
 Ungkapan yang menunjukan adanya kecemasan
 Pernah merasa putus asa atau frustasi tentang penyakitnya
8. Pola peran dan hubungan dengan sesama
 Rasa malu akan keadaan
 Perilaku menutup diri
 Perubahan dalam hubungan dengan masyarakat
 Peran klien dalam masyarat dan lingkungan kerja
 Klien dengan merasa puas dengan peran tersebut
 Klien merasa tersisihkan dari tetangga diamana kalian tinggal
9. Pola repoduksi seksualitas
 Ada pembesaran pada skorotum dan pasien
 Ada penyakit kelamin menular
 Sakit saat bekemih
 Ada penggunaan alat kontrasepsi
 Ada penyimpangan sekualitas

7
 Adanya menstrausi lancar atau terganggu
 Ada gangguan dalam hubungan seksualitas
10. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
 Adanya cemas pada pasien
 Klien mengatasi jika klien mengalami sulit/sakit saat Bak
 Adanya bentuk dukungan atau bantuan keluarga terhadap klien
11. Pola sistem kepercayaan
 Selama sakit pasien pernah bordoa
 Adanya persepsi/pandangan pasien terhadap penyakitnya
Selama pasien sakit,disekitar tempat tidur terdapat kitap suci atau alat-alat
keagamaan lainnya

5. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Urine
1) Volume biasanya oliguri dan anuri
2) Warna urine keruh, sedimen kotor atau kecokelatan
3) Berat jenis menurun
4) Osmolalitas menurun
5) Klirens kreatinin menurun
6) Natrium meningkat
7) Protein meningkat
b. Darah
1) Serum kreatinin meningkat
2) Blood urea nitrogen meningkat
3) Kadar kalium meningkat
4) Hematokrit menurun
5) Hemoglobin menurun
6) Natrium, kalsium menurun
7) Magnesium/posfat meningkat
8) Protein (khususnya albumin menurun)
2. Radiologi
a) Ultrasound
Ultrasound adalah pemeriksaan USG menggunakan gelombang suara
yang dipancarkan kedalam tubuh untuk mendeteksi abnormalitas. Organ-

8
organ dalam sistem perkemihan akan menghasilkan gambar gambar
ultrasound yang khas. Abnormalitas seperti akumulasi cairan, massa,
malforasi, perubahan ukuran organ maupun obstruksi dapat
diidentifikasi. Pemeriksaan USG merupakan teknik noninfasif yang tidak
memerlukan persiapan khusus kecuali menjelaskan prosedur dan tujuan
kepada pasien. Karena sensitifitasnya, pemeriksaan USG talah
menggantikan banyak prosedur pemeriksaan diagnostik lainnya sebagai
tindakan diagnostik pendahuluan.
b) Pemeriksaan Sinar-X dan Pencitraan Lainnya
1. Kidney, Ureter, and Bladder (KUB).
Pemeriksaan radologi abdomen yang dikenal dengan istilah KUB
dapat dilaksanakan untuk melihat ukuran, bentuk serta posisi ginjal
dan mengidentifikasi semua kelainan seperti batu dalam ginjal atau
traktus urinarius, hidronefrosis (dstensi pelvis ginjal), kista, tumor,
atau pergeseran ginjal akibat abnormalitas pada jaringan sekitarnya.
2. Pemindaian CT dan Mangnetic Resonance Imaging (MRI).
Pemeriksaan pemindaian CT dan MRI merupakan teknik noninvasif
yang akan memberikan gambar penampang ginjal serta saluran
kemih yang sangat jelas. Kedua pemeriksaan ini akan memberikan
informasi tentang luasnya lesi invasif pada ginjal.
3. Urografi Intravena (Ekskretori Unogram atau Intravenous
Pyelogram).
Pemeriksaan urografi intavena yang juga dikenal dengan nama
intravenous pyelogram (IVP) memungknkan visualisasi ginjal,
ureter, dan kandung kemih. Media kontras radiopaque disuntikan
secar intravena dan kemudian dibersihkan dari dalam darah serta
dipekatkan oleh ginjal.Nefrotomogram dapat dilaksanakan sebagai
bagian dari pemeriksaan untuk melihat berbagi lapisan ginjal serta
struktur difus dalam setiap lapisan dan untuk membedakan massa
atau lesi yang padat dari kista didalam ginjal atau traktus urinarius.
Pemeriksaab IVP dilaksanakan sebagai bagian dari pengkajian
pendahulu terhadap setiap masalah urologi yang dicurigai, khususnya
dalam menegakkan diagnosa lesi pada ginjal dan ureter. Pemeriksaan
ini juga memberikan pemeriksaan kasar tehadap fungsi ginjal.
Sesudah media kontras (sodium diatrizoat atau meglumin diatrizoat)

9
disuntikan secara intravena, pembuatan foto rontgen yang multiple
dan serial dilakukan untuk melihat struktur drainase.
Jika pasien mempunyai riwayat alergi, penyuntikan intradermal
media kontras dengan dosis untuk tes alergi dapat dillakukan.
Apabila tidak terjadi reaksi kulit dalam waktu 15 menit, media
kontras dengan dosis untuk tes alergi yang reguler dapat diberikan
secara intravena. Meskipun jarang dijumpai reaksi anafilaksis dapat
saja terjadi sebagai mana halnya pada pemberian intravena setiap
obat.
4. Pielografi Retrograd
Dalam Pielografi retrograd kateter utama dimasukkan lewat ureter
kedalam pelvis ginjal dengan bantuan sistoskopi. Kemudian media
kontras dimasukkan dengan grafitasi atau penyuntikan melalui
kateter. Pielografi retrograd biasanya dilakukan jika pemeriksaan
IVP kurang memperlihatkan dengan jelas sistem pengumpul.
Pemeriksaan Pielografi retrograd jarang dilakukan dengan semakin
majunya teknik teknik yang digunakan dalam urografi ekskretonik.
5. Sistogram
Sebuah kateter dimasukkan ke dalam kandung kemih, dan kemudian
media kontras disemprotkan untuk melihat garis besar dinding
kandung kemih serta membantu dalam mengevaluasi refluks
vesikouretral (aliran balik urin dari kandung kemih kedalam salah
satu atau kedua ureter). Sistogram juga dilakukan bersama dengan
perekaman tekanan yang dikerjakan bersamaan dengan didalam
kandung kemih.
6. Angiografi renal
Prosedur ini memungkinkan visualisasi arteri renalis. Arteri
femoralis (atau aksilaris) ditusuk dengan jarum khusus dan kemudian
sebuah kateter disisipkan melalui arteri femoralis serta iliaka ke
dalam aorta atau arteri renalis. Media kontras disuntikan untuk
menghasilkan opositas suplai arteri rennalis angiografi
memungkinkan evaluasi dinamika alira darah, memperlihatkan
vaskulatur yang abnormal dan membantu membedakan kista renal
dengan tumor renal.

10
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi
2. Nyeri akut b.d agens cedera biologi (mis.,infeksi)
3. Gangguan eliminasi urin b.d infeksi saluran kemih
4. Retensi urin b.d tekenan ureter tinggi

C. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA
NO NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Kelebihan volume  Keseimbangan  Pemantauan
cairan b.d elektrolit asam dan elektrolit
gangguan basa dengan 1. Pantau tingkat serum
mekanisme indikator : elektrolit
regulasi a. Nadi (60-100 kali per 2. Pantau keseimbangan
menit) asam basa
b. Irama jantung reguler 3. Catat kekuatan otot
c. Natrium serum (135-153 4. Pantau tanda dan gejala
mEq/L) hiperkalemia,
d. Kalium serum (8,1-10,4 bradikardi, takikardi,
mg/dl) dan kelemahan
e. Kreatinin (0,6-1,1 mg/dl) 5. Pantau tanda dan gejala
f. Kekuatan otot baik depresi pernafasan
g. gatal – gatal tidak 6. Monitor warna urin
ditemukan 7. Berikan dialisi sesuai
respon klien
 keseimbangan cairan
- tekanan darah IER Manajemen Cairan
- tekanan arteri IER 1. Hitung haluaran
- tekanan vena sentral 2. Pertahankan intake
- tekanan vena yang adekuat
pulmonal 3. Pasang kateter urine
- denyut nadi perifer 4. Monitor status hidrasi
teraba jelas (seperti tambahan
- hpotensi ortostatik mukosa)
tidak ada 5. Monitor TTV

11
- keseimbangan 6. Berikan terapi IV
masukan dan 7. Timbang berat badan
haluaran 24 jam 8. Monitor status nutrisi
- bunyi nafas 9. Memberikan
tambahan tidak ada hypnotherapy dan
- berat badan stabil penkes tentang
- asites tidak ada pembatasan cairan
- tidak ada distensi
vena leher Manajemen elektrolit :
- tidak ada edema hipernatremia
perifer 1. Mengambil specimen
- mata tidak cekung labor untuk analisis
- tidak ada konfusi perubahan kadar
- haus ang abnormal sodium serum (mis:
tidak ada serum dan serum urin,
- hidrasi kulit serum dan kadar
- membrane mukosa klorida urin,
lembab osmolalitas urin dan
- elektrolit serum berat jenis urin)
dalam batas normal 2. Monitor indikasi
- hematokrit dalam dehidrasi
batas normal 3. Pantau kehilangan
berat jenis urin dalam batas cairan yang tidak
normal terlihat
4. Pantau fungsi ginjal
5. Pantau intake dan
output
6. Pantau BB setiap hari
7. Monitor TTV
8. Berikan perawatan
mulut
9. Monitor efek samping
akibat hipernatremia
berkelanjutan (seperti
: edema serebral)

12
10. Pantau indikasi
kelebihan/ kekurangan
cairan
11. Pantau status
hemodinamik
12. Anjurkan pemberian
dyuretik bersamaan
dengan cairan
hipertonik untuk
hipernatremia dengan
komplikasi
hipovolemia jika
diindikasikan
13. Pertahankan integritas
kulit
14. Berikan pembatasan
sodium
15. Hindari pemberian
intake medikasi
sodium yang tinggi
16. Instruksikan
penggunaan pengganti
garam yang tepat jika
perlu
17. Pantau hasil labor
yang berkaitan dengan
hipernatremia
Monitor manifestasi
kardiak terhadap
hipernatremia
2. Nyeri akut b.d  Tingkat Nyeri  Manajemen nyeri
agens cedera - Melaporkan nyeri (1/3) Aktivitas :
biologi - Persentase tubuh yang 1. Lakukan pengakajian
(mis.,infeksi) dipengaruhi (1/3) nyeri secara

- Merintih dan Menangis komprehensif

13
(1/3) termasuk lokasi,
- Lama episode nyeri karakteristik, durasi,
(1/3) frekuensi, kualitas dan
- Ekspresi oral ketika faktor presifasi
nyeri (1/3) 2. Observasi reaksi

- Ekspresi wajah ketika nonverbal dari

nyeri (1/3) ketidaknyamanan

- Posisi tubuh melindungi 3. Gunakan teknik

(1/3) komunikasi terapeutik


untuk mengatahui
- Gelisah (1/3)
pengalaman nyeri
- Kekuatan otot (1/3)
pasien
- Perubahan frekuensi
4. Kai kultrul yang
nafas (1/3)
mempengaruhi respons
- Perubahan frekuensi
nyeri
nadi (1/3)
5. Evaluasi pengalaman
- Perubahan tekanan
nyeri masa lampau
darah (1/3)
6. Evaluasi bersama
- Perubahan ukuran pupil
pasien dan tim
(1/3)
kesehatan lain tentang
- Keringat (1/3) ketidakefektifan
Hilang nafsu makan kontrol nyeri masa
(1/3). lampau
7. Bantu pasien dan
 Pengontrolan Nyeri keluarga untuk
- Menilai faktor penyebab mencari dan
(1/3) menemukan dukungan
- Recognize lamanya 8. Kontrol lingkungan
Nyeri (1/3) yang dapat
- Gunakan ukuran mempengarui nyeri
pencegahan (1/3) seperti suhu ruangan
- Penggunaan mengurangi percahayaan dan
nyeri dengan non kebisingan
analgesic (1/3) 9. Kurangi faktor
- Gunakan tanda – tanda presivitasi nyeri

14
vital memantau 10. Pilih dan lakukan
perawatan (1/3) penanganan nyeri
- Laporkan tanda / gejala 11. Kaji tipe dan sumber
nyeri pada tenaga nyeri untuk
kesehatan professional menentukan intervesi
(1/3) 12. Ajarkan tentang teknik
- Gunakan catatan nyeri nonformakologi
(1/3) 13. Berikan analgetik

- Gunakan sumber yang untuk mengurangi

tersedia (1/3) nyeri

- Menilai gejala dari nyeri 14. Evaluasi keefektifan


(1/3) kontrol nyeri
15. Tingkatkan istrirahat
- Laporkan bila nyeri
16. Kolaborasikan dengan
terkontrol (1/3)
dokter jika ada
keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
17. Monitor penerimaan
pasien tentang
manajement nyeri
18. Pemberian analgesik
19. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
20. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
21. Cek riwayat alergi
22. Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari

15
satu
23. Tentukan pilihan
anagesik tergantung
tipe dan beratnya nyeri
24. Tentukan analgesik
pilihan, rute
pemberian, dan dosis
optimal
25. Pilih rute pemberian
secara IV, IM, untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
26. Monitor vitalsign
sebelum dan sesudah
pemberian nalgesik
pertama kali
27. Berikan analgesik
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
28. Evaluasi aktivitas
analgesik tanda dan
gejala
 Administrasi
analgesic
a. Tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan
derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
b. Cek instruksi
dokter tentang
jenis obat, dosis,
dan frekuensi
c. Cek riwayat alergi

16
d. Pilih analgesic
yang diperlukan
atau kombinasi
dari analgesic
ketika pemberian
lebih dari Satu
e. Tentukan pilihan
analgesic
tergantung tipe dan
berat nyeri
f. Tentukan analgesic
pilihan, rute
pemberian, dan
dosis optimal
g. Pilih rute
pemberian secara
IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
h. Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah pemberian
analgesic pertama
kali
i. Berikan analgesic
tepat waktu
terutama saat nyeri
hebat
j. Evaluasi
evektivitas
analgesic, tanda
dan gejala.
3. Gangguan  Control eliminasi  Manajemen cairan
eliminasi urin b.d - Pola eliminasi (1/3) - Timbang BB tiap hari
infeksi saluran - Bau urin (1/3) - Hitung haluran

17
kemih - Jumlah urin (1/3) - Pertahankan intake
- Warna urin (1/3) yang akurat
- Partikel urin yang - Pasang kateter urin
bebas(1/3) - Monitor status hidrasi
- Kejernihan urin (1/3) (seperti kelebapan
- Pencernaan cairan yang mukosa membrane,
adekuat (1/3) nadi)
- Keseimbangan intake - Monitor TTV
dan output dalam 24 - Monitor adanya
jam(1/3) indikasi
- Urin yang keluar retensi/overload cairan
disertai nyeri (1/3) (seperti :edem, asites,
- Urin yang tak lancar distensi vena leher)
keluar (1/3) - Monitor perubahan
- Urin yang keluar BB klien sebelum dan
dengan tergesa-gesa(1/3) sesudah dialisa
 Pengawasan urin - Monitor status nutrisi
- Pengosongan kandung
kemih dengan
lengkap(1/3)
Tahu akan keluarnya
urin(1/3)
4. Retensi urin - Kontinensia urine - Manajemen eliminasi
b.d tekenan Indikator: urine
ureter tinggi 1. Infeksi saluran kemih Aktivitas:
{SDP (sel darah putih)} 1. Pantau eliminasi urine,
<100.000 meliputi frekuensi,
2. Kebocoran urine konsistensi, bau,
diantara berkemih volume, dan warna,
3. Eliminasi secara mandiri jika perlu.
4. Mempertahankan pola 2. Kumpulkan specimen
berkemih yang dapat urine porsi tengah
diduga untuk urinalisis, jika
5. Menunujukkan perlu
pengetahuan yang 3. Ajarkan pasien tentang

18
adekuat tentang obat tanda dan gejala
yang memengaruhi infeksi saluran kemih
fungsi berkemih 4. Instruksi pasien dan
6. Eliminasi urine tidak keluarga untuk
terganggu; bau, jumlah, mencatat haluaran
dan warna urine dalam urine, bila perlu
rentang yang diharapkan 5. Instruksikan pasien
7. Pengeluaran urine tanpa untuk berespons segera
nyeri, kesulitan diawal terhadap kebutuhan
berkemih, atau urgensi eliminasi, jika perlu
BUN, kreatinin serum 6. Ajarkan pasien untuk
dan berat jenis urine minum 200 ml cairan
dalam batas normal pada saat makan,
Protein, glukosa, keto, pH, diantara waktu makan,
dan elektrolit urine dalam dan diawal petang
batas normal 7. Perhatikan bahwa
lansia akhir umumnya
 Control eliminasi tidak menunjukkan
- Pola eliminasi (1/3) tanda klasik infeksi
- Bau urin (1/3) saluran kemih, dan
- Jumlah urin (1/3) bahwa infeksi saluran
- Warna urin (1/3) infeksi dapat
- Partikel urin yang berkembang cepat
bebas(1/3) menjadi sepsis;
- Kejernihan urin (1/3) lakukan urinalis jika
- Pencernaan cairan yang terjadi perubahan
adekuat (1/3) mendadak pada
- Keseimbangan intake eliminasi urine
dan output dalam 24 8. Beri advis kepada klien
jam(1/3) untuk minum segelas
- Urin yang keluar jus cranberry setiap
disertai nyeri (1/3) hari
- Urin yang tak lancar Perhatikan pada lansia
keluar (1/3) mungkin membutuhkan
- Urin yang keluar waktu lebih lama untuk

19
dengan tergesa-gesa(1/3) ambulansi dari tempat tidur
ke kamar mandi.

 Manajemen cairan
- Timbang BB tiap
hari
- Hitung haluran
- Pertahankan intake
yang akurat
- Pasang kateter urin
- Monitor status
hidrasi (seperti
kelebapan mukosa
membrane, nadi)
- Monitor TTV
- Monitor adanya
indikasi
retensi/overload
cairan (seperti :edem,
asites, distensi vena
leher)
- Monitor perubahan
BB klien sebelum dan
sesudah dialisa
- Monitor status
nutrisi

20
DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Salemba


Medika: Jakarta.
Corwin, E. J. (2009). Patofisiologi : Buku Saku. Jakarta: EGC.
Davey, P. (2006). At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
Djokomoeljanto.(2009). Buku Ajar Tiroidologi Klinik. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Greenberg.(2012). Teks-Atlas Kedokteran Kedaruratan Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
Kowalak, J. P. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015).Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction Jogja.
Riskesdas.(2015). Infodatin. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Rubenstein, D., Wayne, D., & Bradley, J. (2007). Lecture Notes Kedokteran
Klinis. Jakarta: Erlangga.
Smeltzer, S. C. (2006). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth.Jakarta : EGC.
Soewondo,& Cahyanur. (2010). Hipotiroidisme dan Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium Dalam : Penatalaksanaan Penyakit-Penyakit Tiroid bagi Dokter.
Jakarta: Interna Publishing.
William, G. F. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

21

Anda mungkin juga menyukai