PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia menduduki peringkat keempat dunia dengan penderita diabetes
mellitus terbesar. Total penderita diabetes mellitus di Indonesia berdasarkan data
WHO, saat ini sekitar 8 juta jiwa, dan diperkirakan jumlahnya melebihi 21 juta
jiwa pada tahun 2025 mendatang. Jumlah tersebut menjadikan Indonesia sebagai
negara peringkat keempat penderita diabetes terbesar setelah Cina, India, dan
Amerika.Sementara jumlah penderita diabetes di dunia, mencapai 200 juta
jiwa.Diprediksi angka tersebut terus bertambah menjadi 350 juta jiwa pada tahun
2020 (Kompas, 2009).
Diabetes melitus ialah suatu keadaan yang timbul karena defisiensi insulin
relatif maupun absolut.Insulin, suatu homon yang dihasilkan oleh pankreas,
diperlukan untuk menguraikan gula darah dan mengubahnya menjadi energi.
Apabila tubuh tidak mampu menghasilkan cukup insulin, akan terjadi peningkatan
kadar gula darah.Diabetes dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni diabetes
mellitus tergantung insulin (DM tipe I/IDDM) dan diabetes tidak tergantung
insulin (DM tipe II/NIDDM).
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Mellitus
DM adalah sekumpulan dari gangguan metabolik yang ditandai oleh
hiperglikemi atau abnormalitas metabolisme dari karbohidrat, lemak, dan
protein.Semua hal di atas merupakan hasil defect sekresi insulin baik mutlak
maupun relative, dan berkurangnya senstivitas jaringan terhadap insulin maupun
keduanya.
B. Patofisiologi Diabetes Mellitus
Tipe-tipe diabetes terdiri dari:
a. DM tipe I (IDDM) pada tipe ini terdapat destruksi dari sel 𝛽pankreas, sehingga
tidak memproduksi insulin lagi dengan akibat sel-sel tidak bisa menyerap glukosa
dari darah. Karena itu kadar glukosa darah meningkat di atas 10 mmol/1, yakni
nilai ambang ginjal, sehingga glukosa berlebih dikeluarkan lewat urin bersama
banyak air (glycosuria). DM tipe 1 menghinggapi orang-orang di bawah usia 30
tahun dan paling sering dimulai pada usia 10-13 tahun, penyebab DM tipe satu ini
belum jelas tetapi terdapat indikasi kuat bahwa jenis ini disebabkan oleh suatu
infeksi virus yang menimbulkan reaksi autoimun berlebihan untuk menanggulangi
virus. Akibatnya sel-sel pertahanan tubuh tidak hanya membasmi virus,
melainkan juga turut merusak atau memusnahkan sel-sel Langerhans. Pada tipe
ini faktor keturunan juga memegang peranan.
b. DM tipe 2 (NIDDM) terjadi pada 90% dari semua kasus diabetes dan biasanya
ditandai dengan resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif. Resistensi insulin
ditandai dengan peningkatan lipolisis dan produksi asam lemak bebas,
peningkatan produksi glukosa hepatik, dan penurunan pengambilan glukosa pada
otot skelet. Disfungsi sel 𝛽mengakibatkan gangguan pada pengontrolan glukosa
darah. DM tipe 2 lebih disebabkan karena gaya hidup penderita diabetes
(kelebihan kalori, kurangnya olahraga, dan obesitas) dibandingkan pengaruh
genetik.
2
C. Gejala Klinik Pasien Diabetes Mellitus
1. DM tipe I
a. Individu dengan DM tipe I dapat membuat penderita kurus dan
cenderung menjadi ketoadosis diabetes.
b. Antara 20-40% pasien mengalami ketoadosis setelah beberapa hari
mengalami poliuri,polidipsi,polifagi, dan kehilangan berat badan.
c. Gejala klinik dari sedang sampai berat yang berkembang dengan cepat.
d. Relatif ada kaitannya dengan genetika dan terjadi dibawah usia 30
tahun.
2. DM tipe II
a. Pasien dengan DM tipe II biasa tanpa gejala.
b. Diagnosis DM tipe II harus dipertimbangkan dengan pasien yang obes,
mempunyai faktor keturunan DM.
D. Obat-obat Anti diabetes
1. Golongan Anti Diabetik Oral (ADO)
3
a. Sulfonilurea
Dikenal dua generasi sulfonilurea, generasi 1 terdiri dari tolbutamid,
tolazamid, asetoheksimid dan klorpropamid. Generasi dua yang potensi
hipoglikemik lebih besar antara lain adalah gliburid, glipizid gliklazid dan
glimepirid.
Macam-macam derivat sulfonilurea:
Tolbutamid cepat dan kadar maksimal dicapai dalam 3-5 jam. Dalam
darah tolbutamid terikat protein plasma.Di dalam hati obat ini diubah menjadi
karboksitolbutamid dan dieksresi melalui ginjal.
Asetoheksamid dalam tubuh cepat sekali mengalami biotransformasi,
masa paruh plasma hanya ½- 2 jam. Tetapi dalam tubuh obat ini diubah menjadi
1-hidroksiheksamid yang ternyata lebih kuat efek hipoglikemiknya daripada
asetoheksamid sendiri. Selain itu 1 – hidroheksamid juga memperlihatkan masa
paruh lebih panjang, kira –kira 4 – 5 jam, sehingga efek asetoheksamid lebih
lama dari pada tolbutamid diekskresi melalu empedu dan dikeluarkan bersama
tinja.
Tolazamid diserap lebih lambat di usus daripada sediaan yang lain;
efeknya terhadap kadar glukosa darah belum nyata untuk beberapa jam setelah
obat diberikan. Masa paruh kira-kira 7 jam dalam tubuh tolazamid diubah menjadi
p-karboksitolazamid, 4-hidroksimetilozamid dan senyawa-senyawa lain; beberapa
diantaranya memiliki sifat hipoglikemik yang cukup kuat.
Klorpropamid juga cepat diserap oleh usus, 70–80% dimetabolisme
dalam hati dan metabolitnya cepat diekskresi melalui ginjal.Da lam darah obat ini
terikat albumin; masa paruhnya kira-kira 36 jam sehingga efeknya masih terlihat
beberapa hari setelah pengobatan dihentikan. Efek hipoglikemik maksimal dosis
tunggal terjadi kira-kira 10 jam setelah obat itu diberikan. Efek maksimal
pemberian berulang, baru tercapai setelah 1-2 minggu.Sedangkan ekskresinya
baru lengkap setelah beberapa minggu.
Glipizid, mirip dengan sulfonilurea lainnya dengan kekuatan 100x lebih
kuat daripada tolbutamid, tetapi efek hipoglikemia maksimal mirip dengan
sulfonilurea lain. Dengan dosis tunggal pagi hari terjadi peninggian kadar insulin
selama 3x makan. Tetapi insulin puasa tidak meningkat.Glipizid di arbsorbsi
4
lengkap sesudah pemberian oral dan dengan cepat dimetabolisme dalam hati
menjadi tidak aktif.Metabolit dan kira-kira 10% obat yang utuh dieksresi melalui
ginjal. Reaksi nonterapi terjadi pada 11,8% (N=720). Reaksi kemerahan pada
waktu minum alkohol terjadi pada 4- 15 %.Satu setengah persen penderita
menghentikan obat karena efek samping obat ini.
Gliburid (Glibenklamid)cara kerjanya sama dengan sulfonilurea lainnya.
Obat ini 200x lebih kuat daripada tolbutamid, tetapi efek hipoglikemia maksimal
mirip dengan sulfonilurea lainnya.Pada pengobatan dapat terjadi kegagalan kira-
kira 21% selama 1 ½ tahun.Gliburid dimetabolisme dalam hati, hanya 25%
metabolit diekskresi melalu urin dan sisanya diekskresi melalu empedu dan
tinja.Gliburid efektif dengan pemberiaan dosis tunggal. Bila pemberian dihentikan
obat akan bersih dari serum sesudah 36 jam.
Mekanisme kerja
Sering disebut insulin secretagogues,kerjanya merangsang sekresi insulin
dari granul-granul sel beta langerhans pankreas. Rangsangannya melalui
interaksinya dengan ATP-sensitive K Channel pada membrane sel-sel β yang
menimbulkan depolarisasi membran dan keadaan ini akan membuka kanal Ca.
Dengan terbukanya kanal Ca maka ion Ca akan masuk ke sel β, merangsang
granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin dengan jumlah yang
ekuivalen dengan peptida-C. Selain itu, sulfonilurea dapat mengurangi klirens
insulin di hepar.
Efek Samping
Pada penggunaan jangka panjang atau dosis yang besar dapat menyebabkan
hipoglikemia.
Farmakokinetik
Absorbsi ke saluran cerna cukup efektif. Makanan dan keadaan
hiperglikemia dapat mengurangi absorbsi, karena itu akan lebih efektif bila
diminum 30 menit sebelum makan. Dalam plasma 90% terikat protein plasma
terutama albumin.Ikatan ini paling kecil untuk klorpropamid dan paling besar
untuk gliburid.
Masa paruh asetoheksamid pendek tetapi metabolit aktifnya, 1-
hidroksiheksamid masa paruhnya lebih panjang, sekitar 4-5 jam, sama dengan
5
tolbutamid dan tolazamid. Sebaiknya sediaan ini diberikan dalam dosis
terbagi.Sekitar 10 % metabolitnya dieksresi melalui empedu dan keluar bersama
tinja.
Klorpropamid dalam darah terikat albumin, masa paruhnya panjang, 24-48
jam.Efeknya masih terlihat beberapa hari setelah obat dihentikan.Metabolismenya
di hepar tidak lengkap, 20 % diekskresi utuh di urin.
Mula kerja tolbutamid cepat, masa paruhnya sekitar 4-7 jam.Dalam darah
96 % tolbutamid terikat protein plasma dan di hepar diubah menjadi
karboksitolbutamid.Ekskresinya melalui ginjal.
Tolazamid absorbsinya lebih lambat dari yang lain. Efeknya dalam
glukosa darah belum nyata untuk beberapa jam setelah obat diberikan. Masa
paruh sekitar 7 jam.
Sulfonilurea generasi II umumnya potensi hipoglikemiknya 100x lebih
besar dari generasi I. Meski masa paruhnya pendek, yaitu 3-5 jam, efek
hipoglikemiknya berlangsung 12-24 jam.Cukup diberikan 1x sehari.
Glipizid, absorbsinya lengkap, masa paruh 3-4 jam. Dalam darah 98%
terikat protein plasma, potensinya 100x lebih kuat dari tolbutamid, tetapi efek
hipoglikemik maksimalnya mirip dengan sulfonilurea lain. Metabolismenya di
hepar menjadi metabolit tidak aktif, 10 % diekskresi melalui ginjal dalam keadaan
utuh.
Gliburid (glibenklamid), potensi 200x lebih besar dari tolbutamid, masa
paruhnya sekitar 4 jam.Metabolismenya di hepar.Pada pemberian dosis tunggal
hanya 25 % metabolitnya diekskresi melalui urin, sisanya melalui empedu.Pada
penggunaan dapat terjadi kegagalan primer dan sekunder, dengan seluruh
kegagalan kira-kira 21% selama 1 ½ tahun.
Karena semua sulfonilurea dimetabolisme di hepar dan diekskresi melalui
ginjal, sediaan ini tidak boleh diberikan pada pasien gangguan fungsi hepar atau
ginjal yang berat.
Efek samping
Insidens efek samping generasi I adalah 4 % dan lebih rendah lagi untuk
genarasi II.Dapat timbul hipoglikemia hingga koma. Reaksi ini lebih sering terjadi
6
pada pasien usia lanjut dengan gangguan fungsi hepar dan ginjal, terutama yang
menggunakan sediaan dengan masa kerja panjang.
Efek samping lain yaitu mual, muntah, diare, gejala hematologik, ssp,
mata, dsb. Gangguan saluran cerna tersebut dapat berkurang dengan mengurangi
dosis, menelan obat bersama dengan makanan atau membagi obat dalam beberapa
dosis.Gejala ssp berupa vertigo, bingung, ataksia, dsb. Gejala hematologik seperti
leukopenia,agranulositosis. Efek samping lain yaitu hipotiroidisme, ikterus
obstruktif, yang bersifat sementara dan lebih sering timbul akibat k lorpropamid.
Kecenderungan hipoglikemia pada orang tua disebabkan oleh mekanisme
kompensasi berkurang dan asupan makanan yang cenderung kurang.Selain itu
hipoglikemia tidak mudah dikenali pada orang tua karena timbul perlahan tanpa
tanda akut dan dapat menimbulkan disfungsi otak sampai koma.Penurunan
kecepatan ekskresi klorpropamid dapat meningkatkan hipoglikemia.
Indikasi
Pada umumnya hasil yang baik diperoleh pada pasien yang diabetesnya
mulai timbul pada usia diatas 40 tahun. Kegagalan terapi dengan sala h satu
derivat sulfonilurea mungkin disebabkan oleh perubahan farmakokinetik obat,
misalnya penghancuran obat yang terlalu besar.
Selama terapi pemeriksaan fisik dan laboratorium harus dilakukan secara
teratur.
7
Hubungan Struktur dan Aktivitasnya Sulfonilurea:
Interaksi obat reseptor lebih serasi karena fungsi jarak khas antara atom N
Keterangan:
R1 = gugus alisiklik atau cincin heterosiklik yang terdiri dari 5-7 lebih atom C
8
sehari.
Kontraindikasi : DM tipe 1, koma diabetikum, dekompensasi metabolik diabetik,
kerusakan hati yang parah dan disfungsi hati.
b. Biguanida
9
Dosis awal 2x 500 mg, umumnya dosis pemeliharaan adala h 3x 500 mg,
dosis maksimal adalah 2,5 g. Obat diminum pada waktu makan. Pasien yang tidak
respon terhadap sulfonilurea dapat diatasi dengan metformin atau dapat pula
sebagai kombinasi dengan insulin atau sulfonilurea.
Efek samping
20% pasien mengalami mual, muntah, diare, serta metallic taste, tetapi
dengan menurunkan dosis keluhan-keluhan tersebut segera hilang.Pada beberapa
pasien yang mutlak bergantung pada insulin eksogen, kadang-kadang biguanid
menimbulkan ketosis yang tidak disertai dengan hiperglike mia.Hal ini harus
dibedakan dengan ketosis karena defisiensi insulin.
Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau sistem kardiovaskular,
pemberian biguanid akan menimbulkan peningkatan kadar asam laktat dalam
darah, sehingga hal ini dapat ,mengganggu keseimbangan elektrolit dalam cairan
tubuh.
Indikasi
Sediaan biguanid tidak dapat menggantikan fungsi insulin endogen, dan
digunakan pada terapi diabetes dewasa.Fenformin dilarang dipasarkan di
Indonesia karena dapat menyebabkan asidosis laktat.Fenformin digantikan oleh
metformin yang lebih sedikit menyebabkan asidosis laktat.Dosis metformin
adalah 1-3 g sehari dibagi dalam dua atau 3x pemberian.
Kontraindikasi
Biguanid tidak boleh diberikan pad akehamilan, penyakit hepar berat,
penyakit ginjal dengan uremia dan penyakit jantung kangestif serta penyakiut paru
dengan hipoksia kronik. Pada pasien yang akan diberi zat kontras intravena atau
yang akan dioperasi, pemberian obat ini sebaiknya dihentikan dahulu. Setelah
lebih dari 48 jam, biguanid baru boleh diberikan dengan catatan fungsi ginjal
harus tetap normal.Hal ini untuk mencegah terbentuknya laktat yang berlebihan
dan dapat berakhir fatal akibat asidosis laktat.Insidensi asidosis akibat metformin
kurang dari 0.1 kasus per 1000 pasien dalam setahun.
10
Contoh biguanid yang beredar di pasaran:
GLUCOPHAGE (Merck)
Komponen : Metformin HCl
Indikasi : Pengobatan awal untuk NIDDM dengan berat badan lebih atau
normal dan diet gagal. Terapi tunggal pada kegagalan sulfonilurea primer dan
sekunder. Terapi tambahan pada IDDM untuk menurunkan dosis insulin yang
dibutuhkan.
Dosis :Tablet 500 mg Awal 1 tablet 2 kali sehari. Dosis pemeliharaan 1
tablet 3 kali sehari, maks 1 tablet 3 kali sehari.
Kontraindikasi : DM yang koma, ketoasidosis, kerusakan fungsi ginjal
yang serius, penyakit hati yang kronik, gagal jantung, infark miokard,
alkoholisme, penyakit kronik dan akut yang berhubungan dengan hipoksia
jaringan, riwayat penyakit yang berhubungan dengan asidosis laktat, syok,
hipersensitivitas.
c. Glitazon
11
Tiazolidinedion merupakan antagonis poten dan selektif PPARγ,
mengaktifkan PPARγ membentuk kompleks PPARγ-RXR dan terbentuklah
GLUT baru.Di jaringan adiposa PPARγ mengurangi keluarnya asam lemak
menuju ke otot, dan karenanya dapat mengurangi resistensi insulin.
Selain itu glitazon juga menurunkan produksi glukosa hepar, menurunkan
asam lemak bebas di plasma dan remodeling jaringan adiposa.
Pioglitazon dan rosiglitazon dapat menurunkan HbA1c (1-1.5 %) dan
berkecenderungan meningkatkan HDL, sedang efeknya pada trigliserida dan LDL
bervariasi.
Pada pemberian oral absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan,
berlangsung sekitar 2 jam.Metabolismenya di hepar oleh sitokrom P-
450.Rosiglitazon dimetabolisme oleh isozim 2C8, sedangkan pioglitazon ole h
2C8 dan 3A4.
Ekskresinya melalui ginjal, keduanya dapat diberikan pada insufisiensi
renal, tetapi kontraindikasi pada gangguan fungsi hepar (ALT> 2,5 kali normal).
Meski laporan hepatotoksik baru ada pada tioglitazon, FDA menganjurkan agar
pada awal dan setiap 2 bulan sekali selama 12 bulan pertama penggunaan kedua
preparat di atas dianjurkan pemeriksaan tes fungsi hepar. Penelitian population
pharmacokineticmenunjukkan bahwa usia tidak mempengaruhi kinetiknya.
Glitazon digunakan untuk DM tipe 2 yang tidak berespon terhadap diat
dan latihan fisik, sebagai monoterapi atau ditambahkan pada mereka yang tidak
member respon pada obat hipoglikemik lain (sulfonilurea, metformin) atau
insulin.
Dosis awal rosiglitazon 4 mg, bila dalam 3-4 minggu kontrol glikemia
belum adekuat, dosis ditingkatkan 8 mg/hari, sedangkan pioglitazon dosis awal
15-30 mg bila kontrol glikemia belum adekuat, dosis dapat ditingkatkan sampai
45 mg. Efek klinis maksimalnya tercapai setelah penggunaan 6-12 minggu.
Efek samping antara lain, peningkatan berat badan, edema, menambah
volume plasma dan memperburuk gagal jantung kongestif. Edema sering terjadi
pada penggunaannya bersama insulin.Selain penyakit hepar, penggunaannya tidak
dianjurkan pada gagal jantung kelas 3 dan 4 menurut klasifikasi New York Heart
Association.Hipoglikemia pada penggunaan monoterapi jarang terjadi.
12
Beberapa glitazon yang beredar di pasaran:
ACTOS (Takeda)
Komposisi: Pioglitazon HCl
Indikasi: Kombinasi oral dengan sulfonilurea dan metformin pada
penatalaksanaan DM tipe 2 pada pasien insufiensi kontrol glikemik dengan
monoterapi sulfonilurea atau metformin.
Dosis : Awal 15-30 mg 1x sehari. Jika dikombinasi dengan
sulfonilurea/metformin 15 mg atau 30 mg 1x sehari.
Perhatian: Retensi cairan yang dapat menyebabkan gagal jantung
presipitasi atau eksaserbasi. Disfungsi hepatoselular. Monitor enzim liver. Hamil
dan laktasi.
Efek samping: Sakit kepala, anemia, berat badan meningkat, artralgia,
pusing.
Interaksi obat : Tidak ada interaksi obat dengan digoksin, warfarin,
phenprocoumon, metformin dan sulfonilurea
d. Meglitinide
Repaglinid dan nateglinid merupakan
golongan meglitinid, mekanisme kerjanya sama
dengan sulfonilurea tetapi struktur kimianya
sangat berbeda. Golongan ADO ini merangsang
insulin dengan menutup kanal K yang ATP-
independent di sel β pankreas.
Mekanisme Kerja
Repaglinide merupakan jenis pertama dari
golongan ini. Mekanisme kerja sama dengan sulfonilurea akan tetapi tidak
memiliki efek insulin eksitosis. Onsetnya sangat cepat kira-kira 1 jam setelah
dimakan tetapi durasi obatnya 5-8 jam. Oleh karena itu baik untuk pengendalian
gula postprandial. Di metabolisme di hati oleh CYP3A4. dosis anjuran 0,25-4 mg
maksimal 16 mg. Dapat digunakan monoterapi atau komb inasi dengan biguanide.
13
Karena strukturnya tanpa sulfur maka baik untuk orang yang alergi sulfur atau
sulfonilurea.
Nateglinide merupakan golongan terbaru, mekanisme dengan stimulasi
cepat dan transit pengeluaran insulin dari sel B dengan menutup channelATP-
sensitif K +. Baik untuk pengaturan gula darah postprandial tetapi kurang untuk
gula darah malam dan puasa. Obat ini diserap 20 menit setelah makan dan puncak
dalam 1 jam dimetabolisme dihati oleh CYP2C9 dan CYP3A4 dengan waktu
paruh 1.5 jam. Sangat aman pada penderita gagal ginjal.Beberapa maglitinide
yang beredar di pasaran
Dexanorm
14
G: Repaglinide
I: NIDDM dimana kondisi hiperglikemia tidak dapat dikontrol secara
memuaskan dengan diet dan olahraga saja. Tetapi kombinasi dengan metformin
dan tiazolidindione
KI: Hipersensitivitas terhadap repaglanide atau salah satu komponen obat
ini. Ketoadosis diabetik dengan atau tanpa koma.
D: Dosis awal untuk pasien yang belum pernah menjalani terapi 0,8 mg,
pasien yang menjalani hipoglikemik oral 1 atau 2 mg. Gunakan sebelum makan.
e. α-glukosidase inhibitor (acarbose)
Mekanisme Kerja
Obat golongan penghambat enzim α-glukosidase ini dapat memperlambat
absorpsi polisakarida, dekstrin, dan disakarida di intestine.Dengan menghambat
kerja enzim α-glukosidase di brush border intestine, dapat mencegah peningkatan
glukosa plasma pada orang normal dan pasien DM.
Akarbose, merupakan oligosakarida yang berasal dari mikroba dan
miglitol, secara kompetitif juga menghambat glukoamilase dan sukrase, tetapi
efeknya pada α amylase pankreas lemah.Kedua preparat dapat menurunkan
glukosa plasma postprandial pada DM tipe I dan II.
Efek samping yang bersifat dose-dependent seperti malabsorpsi, flatulen,
diare, dan abdominal bloating.
15
Pemerian acarbose paling efektif bila diberikan dengan makanan yang
berserat, mengandung polisakarida, dengan kandungan sedikit glukosa dan
sukrosa.
Beberapa contoh acarbose yang beredar di pasaran:
16
Mekanisme Kerja:
Insulin merupakan hormon anabolik dan antikatabolik.Insulin be rperan
dalam metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak.Insulin yang diproduksi
secara endogen dipecah dari peptida proinsulin yang lebih besar di sel beta
pankreas ke peptida aktif dari insulin dan peptida-C, yang dapat digunakan
sebagai tanda dari produksi insulin endogen.Semua preparat insulin yang dijual
mengandung hanya peptida insulin yang aktif.
Kegunaan Insulin:
1. Untuk terapi IDDM.
2. Non IDDM yang tidak terkontrol dengan diet dan ADO.
17
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
18