Anda di halaman 1dari 28

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemajuan masyarakat modern dewasa ini, tidak mungkin dapat
dicapai tanpa kehadiran institusi pendidikan sebagai organisasi yang
menyelenggarakan pendidikan secara formal. Kegiatan pendidikan yang
berlangsung menempatkan institusi ini sebagai salah satu institusi sosial
yang tetap eksis sampai sekarang (Syaparuddin & Nasution, 2000). Proses
pendidikan yang berlangsung, mempunyai ukuran standarisasi dalam
menilai sejauh mana pengetahuan dan keterampilan mahasiswa tercapai
(Tilaar, 2006). Secara umum perwujudannya berupa nilai-nilai yang
diperoleh mahasiswa melalui proses belajar mengajar (Muhari, 2002).
Mahasiswa dalam kaitannya dengan dunia pendidikan, merupakan
salah satu substansi yang perlu diperhatikan, karena mahasiswa
merupakan penerjemah terhadap dinamika ilmu pengetahuan, dan
melaksanakan tugas mendalami ilmu pengetahuan tersebut (Harahap,
2006). Mahasiswa secara umum merupakan subjek yang memiliki potensi
untuk mengembangkan pola kehidupannya, dan sekaligus menjadi objek
dalam keseluruhan bentuk aktifitas dan kreatifitsnya. Sehingga diharapkan
mampu menunjukkan kualitas daya yang dimilikinya (Baharuddin &
Makin, 2004).
Prestasi akademik merupakan perubahan dalam hal kecakapan
tingkah laku ataupun kemampuan yang dapat bertambah selama beberapa
waktu yang tidak disebabkan proses pertumbuhan, tetapi adanya situasi
belajar. Sehingga dipandang sebagai bukti usaha yang diperoleh
mahasiswa (Sobur, 2006).
Untuk meraih prestasi akademik yang baik, banyak orang
berpendapat perlunya memiliki intelegensia yang tinggi sebagai bekal
potensial yang akan memudahkan dalam belajar, dan pada akhirnya
menghasilkan prestasi yang optimal (Kamaluddin, 2005). Dalam situasi
2

belajar yang sifatnya kompleks dan menyeluruh serta melibatkan interaksi


beberapa komponen, sering ditemukan mahasiswa yang tidak dapat meraih
prestasi akademik yang setara dengan kemampuan intelegensianya. Karena
pada dasarnya prestasi akademik merupakan hasil interaksi dari berbagai
faktor yang berbeda antara satu individu dengan individu lainnya (Baiquni,
2007).
Perbedaan individual dari faktor kepribadian cenderung
menentukan penyesuaian diri dan kualitas prestasi akademik mahasiswa.
Faktor kepribadian seperti self image, kesadaran diri, ideal diri, motivasi,
pengendalian dan harga diri memerlukan harmonisasi dalam proses
belajar, yang akan mendukung terhadap hasil belajar (Wahyuni, 2007).
Persepsi yang positif terhadap kepribadian akan mempengaruhi konsep diri
kearah yang positif, dan mendorong individu untuk meraih prestasi
(Sahlan, 2000).
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep keperawatan jiwa pada anak dan remaja,
dewasa dan lansia.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui konsep tumbuh kembang
b. Untuk mengetahui konsep keperawatan jiwa pada anak dan remaja
c. Untuk mengetahui konsep konsep keperawatan jiwa pada dewasa
dan lansia.
d. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan jiwa pada anak dan
remaja, dewasa dan lansia.
e. Untuk mengetahui intervensi diagnose keperawatan jiwa pada
anak dan remaja, dewasa dan lansia.
f. Untuk mengetahui analisis pemecahan masalah keperawatan jiwa
pada anak dan remaja, dewasa dan lansia.
g. Untuk mengetahui strategi pemecahan masalaha keperawatan jiwa
pada anak dan remaja, dewasa dan lansia.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Tumbuh Kembang


1. Pertumbuhan
Tumbuh adalah berbeda dengan berkembangan. Pribadi yang
tumbuh mengandung arti yang berbeda dengan pribadi yang
berkembangan. Oleh karena itu dibedakan antara pertumbuhan dan
perkembangan. Dalam pribadi manusia, baik yang jasmaniah maupun
rohaniah, terdapat dua bagian yang berbeda sebagai kondisi yang
menjadikan pribadi manusia berubah menuju arah kesempurnaan.
Adapun dua bagian kondisional pribadi manusia itu meliputi :
a. Bagian pribadi material yang kuantitatif
b. Bagian pribadi fungsional yang kualitatif
Bagian pribadi material yang kuantitatif mengalami
pertumbuhan, sedangkan bagian pribadi fungsional mengalami
perkembangan. Uraian ini kiranya cukup memberikan bayangan
tentang perbedaan pengertian antara pertumbuhan dan
perkembangan.
Pertumbuhan dapat diartikan sebagai perubahan kuantitatif
pada material sesuatu sebagai akibat dari adanya pengaruh
lingkungan. Perubahan kuantitatif ini dapat berupa pembesaran
atau pertambahan dari tidak ada menjadi ada, dari kecil menjadi
besar, dari sedikit menjadi banyak, dari sempit menjadi luas, dan
sebagainya. Ini tidak berarti bahwa pertumbuhan itu hanya berlaku
pada hal-hal yang bersifat kuantitatif. Material dapat terdiri dari
bahan-bahan kuantitatif seperti misalnya atom, sel, kromosom,
rambut, molekul, dan lain-lain. Dapat pula material terdiri dari
bahan-bahan kualitatif seperti misalnya kesan, keinginan, ide,
gagasan, pengetahuan, nilai, dan lain-lain.
4

2. Perkembangan
Perkembangan merupakan suatu perubahan, dan perubahan ini
tidak bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif. Perkembangan ini tidak
ditekankan pada segi material, melainkan pada segi fungsional.
Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan kualitatif daripada
fungsi-fungsi.
Perubahan suatu fungsi adalah disebabkan oleh adanya proses
pertumbuhan material yang memungkinkan adanya fungsi itu, dan
disamping itu disebabkan oleh karena perubahan tingkah laku hasil
belajar. Fungsi-fungsi kepribadian manusia berhubungan dengan aspek
jasmaniah dan aspek kejiwaan. Fungsi-fungsi kepribadian yang
jasmaniah misalnya :
a. Fungsi motorik pada bagian-bagian tubuh
b. Fungsi sensoris pada alat-alat indra
c. Fungsi neurotik pada sistem saraf
d. Fungsi seksual pada bagian-bagian tubuh yang erotis
e. Fungsi pernafasan pada alat pernafasan
f. Fungsi peredaran darah pada jantung dan urat-urat nadi
g. Fungsi pencernaan makanan pada alat pencernaan
Sedangkan fungsi-fungsi kepribadian yang bersifat kejiwaan
misalnya :
a. Fungsi perhatian
b. Fungsi pengamatan
c. Fungsi tanggapan
d. Fungsi ingatan
e. Fungsi fantasi
f. Fungsi pikiran
g. Fungsi perasaan
h. Fungsi kemauan
Setiap fungsi yang disebutkan, baik yang jasmaniah maupun
kejiwaan dapat mengalami perubahan. Perubahan pada fungsi-fungsi
5

tersebut tidak secara kuantitatif, melainkan lebih bersifat kualitatif.


Perubahan yang kualitatif tidak dapat dikatakan sebagai pertumbuhan,
melainkan perkembangan. Oleh karena itu, perkembangan
menyangkut berbagai fungsi, baik jasmaniah maupun rohaniah, maka
akan salah apabila kita beranggapan bahwa perkembangan adalah
semata-semata sebagai perubahan atau proses psikologis.
Adapun istilah perkembangan adalah suatu proses perubahan
yang lebih dapat mencerminkan sifat-sifat mengenai gejala psikologis
yang tampak. Hal ini sengaja dipakai sebagaimana dikehendaki oleh
Herbert Sorenson dalam psychology in education dan juga Prof. Dr.
F.J. Monks dan kawan-kawan dalam “Psikologi Perkembangan”.
Walaupun demikian, perlu disadari bahwa pertumbuhan fisik itu
mempengaruhi perkembangan psikis seseorang.
Adapun fase-fase dalam perkembangan ini menurut Freud
adalah :
1) Fase oral : dari 0 samai 1
Pada fase ini mulut merupakan daerah pokok aktivitas dinamis.
2) Fase anal : dan tahapan terpusat pada fungsi pembuangan kotoran.
3) Fase falis : dari kira-kira 3 sampai 5
Pada fase ini alat kelamin merupakan daerah erogen terpenting.
4) Fase laten : dari kira-kira 5 samapi 13
Pada fase ini impuls-impuls cenderung untuk ada dalam keadaan
mengendap.
5) Fase pubertas : dari kira-kira 13 sampai 20
Pada fase ini impuls-impuls menonjol kembali.
6) Fase genital : individu yang telah mencapai fase ini tetap siap
untuk terjun ke dalam kehidupan masyarakat orang dewasa.
B. Konsep Keperawatan Jiwa Pada
1. Anak
Gangguan jiwa pada anak-anak merupakan hal yang banyak
terjadi, yang umumnya tidak terdiagnosis dan pengobatannya kurang
6

adekuat. Masalah kesehatan jiwa terjadi pada 15% sampai 22% anak-
anak dan remaja, namun yang mendapatkan pengobatan jumlahnya
kurang dari 20% ( keys, 1998 ). Gangguan hiperaktivitas-defisit
perhatian (ADHD / Attention Deficit-Hyperactivety) adalah gangguan
kesehatan jiwa yang paling banyak terjadi pada anak-anak, dimana
indensinya diperkirakan antara 6% sampai 9%.
Diagnosis gangguan jiwa pada anak-anak dan remaja adalah
perilaku yang tidak sesuai dengan tingkat usianya, menyimpang bila
dibandingkan dengan norma budaya, yang mengakibatkan kurangnya
atau terganggunya fungsi adaptasi (Townsend, 1999). Dasar untuk
memahami gangguan yang terjadi pada bayi, anak-anak, dan remaja
adalah sdengan menggunakan teoi perkembangan. Penyimpangan dari
norma-norma perkembangan merupakan tanda bahaya penting adanya
suatu masalah.
Gangguan spesifik dengan awitan pada masa kanak-kanak
meliputi redartasi mental, gangguan perkembangan, gangguan eliinasi,
gangguan perilaku disruptif, dan gangguan ansietas. Gangguan yang
terjadi pada anak-anak dan juga terjadi pada masa dewasa adalah
gangguan mood dan gangguan psikotik. Gejala-gejala gangguan jiwa
pada anak-anak atau remaja berbeda dengan orang dewasa yang
mengalami gangguan serupa.
Jenis Gangguan Jiwa Anak-anak
a. Retardasi mental
Muncul sebelum usia 18 tahun dan dicirikan dengan keterbatasan
sustandar dalam berfungsi, yang dimanifestasikan dengan fungsi
intelektual secarasignifikan berada dibawah rata-rata (mis., IQ
dibawah 70) dan keterbatasan terkait dalam dua bidang ketrampilan
adaptasi atau lebih (mis., komunikasi, perawatan diri, aktivitas
hidup sehari-hari, ketrampilan sosial, fungsi dalam masyarakat,
pengarahan diri, kesehatan dan keselamatan, fungsi akademis, dan
bekerja.
7

b. Autisme
Dicirikan dengan gangguan yang nyata dalam interaksi sosial dan
komunikasi, serta aktivitas dan minat yang terbatas (Johnson,
1997). Gejala-gejalanya meliputi kurangnya responsivitas terhadap
orang lain, menarik diri dan berhubungan sosial, kerusakan yang
menonjol dalam komunikasi, dan respon yang aneh terhadap
lingkungan (mis., tergantung pada benda mati dangerakan tubuh
yang berulang-ulang seperti mengepakkan tangan, bergoyang-
goyang, dan memukul-mukul kepala).
c. Ganguan perkembangan spesifik
Dicirikan dengan keterlambatan perkembanga yang mengarah pada
kerusakan fungsional pada bidang-bidang, seperti membaca,
aritmatika, bahasa, dan artikulasi verbal.

2. Remaja
Remaja merupakan masa transisi, suatu masa dimana periode
anak-anak sudah terlewati dan disatu sisi belum dikatakan dewasa
(Stuart and Sundeen, 2006). Steinberg (2002) menyatakan masa remaja
sebagai masa peralihan dari ketidakmatangan pada masa kanak-kanak
menuju kematangan pada masa dewasa. Ia juga menyatakan masa
remaja merupakan periode transisi yang meliputi segi-segi biologis,
fisiologis, sosial dan ekonomis yang didahului oleh perubahan fisik
(bentuk tubuh dan proporsi tubuh) maupun fungsi fisiologis
(kematangan organ-organ seksual). Lazimnya masa remaja dimulai
saat anak-anak secara seksual menjadi matang. Masa remaja
berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun dan terbagi menjadi masa
remaja awal usia 12-15 tahun, masa remaja pertengahan usia 15-18
tahun, dan masa remaja akhir usia 18-21 tahun (Monks, dkk., 2002).
Tahap perkembangan remaja menurut Wong (2009) dibagi
menjadi 3 bagian yaitu :
a. Tahap remaja awal (12-15 tahun)
1) Lebih dekat dengan teman sebaya
8

2) Ingin bebas
3) Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai
berpikir abstrak.
b. Tahap remaja tengah (15-18 tahun)
1) Mencari identitas diri
2) Timbulnya keinginan untuk kencan
3) Mempunyai rasa cinta yang mendalam
4) Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak
5) Berkhayal tentang aktifitas seks.
c. Tahap remaja akhir (18-21 tahun)
1) Pengungkapan identitas diri
2) Lebih selektif dalam mencari teman sebaya
3) Mempunyai citra jasmani dirinya
4) Dapat mewujudkan rasa cinta
5) Mampu berpikir abstrak.
Perkembangan kognitif remaja
Masa remaja adalah suatu periode kehidupan dimana kapasitas
untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan secara efisien
mencapai puncaknya. Ditinjau dari perspektif teori kognitif Piaget,
maka pemikiran masa remaja telah mencapai tahap pemikiran
operasional formal (formal operational thought), yakni suatu tahap
perkembangan kognitif yang dimulai pada usia kira-kira 11 atau 12
tahun dan terus berlanjut sampai remaja mencapai masa tenang atau
dewasa. (Mussen, dkk., 1969; dalam Desmita 2007).
Pada tahap ini remaja sudah dapat berpikir secara abstrak dan
hipotesis. Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual,
serta pengalaman yang benar-benar terjadi. Dengan mencapai tahap
operasi formal, remaja dapat berpikir dengan fleksibel dan kompleks.
Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau
penjelasan tentang suatu hal. Hal ini memungkinkan remaja berpikir
9

secara hipotetis. Remaja sudah mampu memikirkan suatu situasi yang


masih berupa rencana atau suatu bayangan (Santrock, 2003).
Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada
saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang. Dengan
demikian, seorang remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari
tindakannya, termasuk adanya kemungkinan yang dapat
membahayakan dirinya. Namun, tidak semua remaja berpikir secara
operasional formal sepenuhnya. Sejumlah pakar perkembangan
berpendapat bahwa tahap operasional formal terdiri dari dua tahap
kecil yaitu awal dan akhir (Broughton, 1983; dalam Santrock, 2003).
Pada cara berpikir operasional formal tahap awal (early formal
operational thought), peningkatan kemampuan remaja untuk berpikir
dengan menggunakan hipotesis membuat mereka mampu berpikir
bebas dengan kemungkinan tak terbatas. Pada masa awal ini, cara
berpikir operasional formal mengalahkan realitas dan telalu banyak
terjadi asimilasi sehingga dunia dipersepsi secara terlalu subjektif dan
idealistis. Pemikiran operasional formal ini tumbuh pada tahun-tahun
masa remaja menengah (Santrock, 2003).
Cara berpikir operasional formal akhir (late formal operational
thought) mengembalikan keseimbangan intelektual. Remaja pada
tahap ini mengujikan hasil penalarannya pada realitas dan terjadi
pemantapan cara berpikir operasional formal. Keseimbangan
intelektual terjadi kembali sejalan dengan usaha remaja untuk
mengakomodasi gejolak kognitif yang dialaminya. Pemikiran
operasional formal ini akan tercapai sepenuhnya di akhir masa.
Perkembangan sosial remaja
Menurut Dacey dan Kenny (1997), yang dimaksud dengan
kognisi sosial adalah kemampuan untuk berpikir secara kritis
mengenai isu-isu dalam hubungan interpersonal yang berkembang
sejalan dengan usia dan pengalaman, serta berguna untuk memahami
orang lain dan menentukan bagaimana melakukan interaksi dengan
10

mereka. Pada masa remaja muncul keterampilan-keterampilan


kognitif baru, salah satunya munculnya kemampuan berpikir abstrak
pada masa remaja. Kemampuan berpikir abstrak ini kemudian
menyatu dengan pengalaman sosial sehingga pada gilirannya
menghasilkan suatu perubahan besar dalam cara-cara remaja
memahami diri mereka sendiri dan orang lain (Desmita, 2007).
Salah satu bagian penting dari perubahan perkembangan aspek
kognisi sosial remaja ini adalah apa yang diistilahkan oleh psikolog
Elkind dengan egosentrisme yakni kecenderungan remaja untuk
menerima dunia (dan dirinya sendiri) dari perspektifnya sendiri.
Egosentrisme remaja menggambarkan meningkatnya kesadaran diri
remaja yang terwujud pada keyakinan mereka bahwa orang lain
memiliki perhatian amat besar, sebesar perhatian mereka terhadap diri
mereka, dan terhadap perasaan akan keunikan pribadi mereka
(Santrock, 2003).
Menurut Elkind (1978) dalam Santrock (2003), egosentrisme
remaja dapat dibagi atas dua jenis berpikir sosial yaitu penonton
imajiner (imaginary audience) dan dongeng pribadi (personal fable).
Penonton imajiner menggambarkan peningkatan kesadaran remaja
yang tampil pada keyakinan mereka bahwa orang lain memiliki
perhatian yang amat besar terhadap diri mereka, sebesar perhatian
mereka sendiri. Gejala penonton imajiner mencakup berbagai perilaku
untuk mendapatkan perhatian yaitu keinginan agar kehadirannya
diperhatikan, disadari oleh orang lain dan menjadi pusat perhatian.
Dongeng pribadi adalah bagian egosentrisme remaja berkenaan
dengan perasaan keunikan pribadi yang dimilikinya. Perasaan ini
mendorong perilaku merusak diri (self-destructive) oleh remaja yang
berpikir bahwa diri mereka secara magis terlindung dari bahaya,
misalnya remaja menganggap tidak akan sakit jika merokok. Remaja
biasanya menganggap bahwa hal-hal itu hanya terjadi pada orang lain,
bukan pada dirinya. Hal ini diyakini merupakan penyebab perilaku
11

beresiko yang dilakukan remaja termasuk merokok dan hubungan


seksual pranikah (Papalia, dkk., 2001).
Tugas perkembangan remaja
Pada setiap tahapan perkembangan, manusia dituntut untuk
mencapai suatu kemampuan tertentu atau yang disebut dengan tugas
perkembangan. Tugas perkembangan berisi kemampuan-kemampuan
yang harus dikuasai, agar seseorang dapat mengatasi permasalahan
yang akan timbul dalam fase perkembangan tersebut. Penguasaan
terhadap tugas perkembangan akan menentukan keberhasilan
seseorang dalam setiap fase kehidupannya.( Hurlock, 1999).
Havighurst (1972) dalam Hurlock (1999) mengidentifikasi
tugas-tugas perkembangan yang harus diselesaikan selama masa
remaja, diantaranya :
a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman
sebaya baik pria maupun wanita.
b. Mencapai peran sosial pria dan wanita.
c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif.
d. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang
dewasa.
e. Mempersiapkan pernikahan dan berkeluarga.
f. Mempersiapkan karir ekonomi.
g. Memperoleh perangkat-perangkat nilai dan sistem etis sebagai
pegangan untuk berperilaku dan mengembangkan ideology.

3. Dewasa dan Lansia

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia ,lanjut usia


dikelompokkan menjadi:
a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59
tahun.
b. Lanjut usia (elderly) : antara 60 dan 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) : antara 75 dan 90 tahun
12

d. Usia sangat tua (very old) : diatas 90 tahun


Lansia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti died
dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak
dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang diderita.
Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya
penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling
berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi
menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan
jiwa secara khusus pada lansia.
Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat
mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:
1. Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai
dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda
(multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, enerji menurun,
kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dan
sebagainya. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah
memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat
ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan
fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat
menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.
Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi
fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan
fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau
tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang
bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu
mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur,
istirahat dan bekerja secara seimbang.
13

2. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual


Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia
sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti :
Gangguan jantung, gangguan metabolisme, misal diabetes
millitus, vaginitis, baru selesai operasi : misalnya prostatektomi,
kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu
makan sangat kurang, penggunaan obat-obat tertentu, seperti
antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.
3. Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia
mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi
kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman,
pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi
dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi
psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang
berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan. Dengan adanya
penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami
perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan
kepribadian lansia.
4. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa
pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia
dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam
kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering
diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan,
peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang
memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model
kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di
atas.
14

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan


Faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan adalah (Nugroho,
2000:19):
 Hereditas = ketuaan genetik
 Nutrisi = makanan
 Status kesehatan
 Pengalaman hidup
 Lingkungan
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia
1. Perubahan-perubahan Fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai ke semua sistem organ
tubuh diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan,
kardio vaskuler, sistem pengaturan temperatur tubuh, sistem
respirasi, muskuloskletal, gastrointestinal, genitourinaria, endokrin
dan integumen.
2. Perubahan-perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
 Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
 Kesehatan umum
 Tingkat pendidikan
 Keturunan (Hereditas)
 Lingkungan
 Gangguan saraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian
 Gangguan gizi akibat kehilakngan jabatan
 Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan denga
teman-teman dan family
 Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik : perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.
15

Penyakit yang sering dijumpai pada lansia


Menurut "The national Old People's Welfare Council" Di
Inggris mengemukakan bahwa penyakit atau gangguan umum pada
lanjut usia ada 12 macam, yakni (Nugroho, 2000: 42):
1. Depresi mental
2. Gangguan pendengaran
3. Bronkitis kronis
4. Gangguan pada tungkai / sikap berjalan
5. Gangguan pada koksa / sendi panggul
6. Anemia
7. Demensia
Gangguan yang paling banyak diderita adalah gangguan depresi,
demensia, fobia, dan gangguan terkait penggunaan alkohol. Lansia
dengan usia di atas 75 tahun juga beresiko tinggi melakukan bunuh
diri. Banyak gangguan mental pada lansia dapat dicegah, diperbaiki,
bahkan dipulihkan.
1) Gangguan demensia
Faktor resiko demensia yang sudah diketahui adalah usia, riwayat
keluarga, dan jenis kelamin wanita. Perubahan khas pada
demensia terjadi pada kognisi, memori, bahasa, dan kemampuan
visuospasial, tapi gangguan perilaku juga sering ditemui,
termasuk agitasi, restlessness, wandering, kemarahan, kekerasan,
suka berteriak, impulsif, gangguan tidur, dan waham.
2) Gangguan depresi
Gejala yang sering muncul pada gangguan depresif adalah
menurunnya konsentrasi dan fisik, gangguan tidur (khususnya
bangun pagi terlalu cepat dan sering terbangun [multiple
awakenings]), nafsu makan menurun, penurunan berat badan, dan
masalah-masalah pada tubuh.
16

3) Gangguan kecemasan
Termasuk gangguan panik, ketakutan (fobia), gangguan obsesif-
kompulsif, gangguan kecemasan yang menyeluruh, gangguan
stres akut, dan gangguan stres pasca trauma. Tanda dan gejala
ketakutan (fobia) pada lansia tidak seberat daripada yang lebih
muda, tetapi efeknya sama. Gangguan kecemasan mulai muncul
pada masa remaja awal atau pertengahan, tetapi beberapa dapat
muncul pertama kali setelah usia 60 tahun. Pengobatan harus
disesuaikan dengan penderita dan harus diperhitungkan pengaruh
biopsikososial yang menghasilkan gangguan. Farmakoterapi dan
psikoterapi dibutuhkan.
4) Skizofrenia
Psikopatologi berkurang sesuai usia pasien. Tanda dan gejala,
termasuk emosi yang tumpul, penarikan diri dari kehidupan
sosial, tingkah laku yang esentrik, dan pemikiran yang tidak logis.
Delusi (waham) dan halusinasi jarang muncul. Biasanya mulai
pada masa remaja lanjut atau dewasa muda dan berlangsung
seumur hidup. Wanita lebih sering mengalami serangan
skizofrenia yang terlambat (late onset of schizophrenia) daripada
pria. Sekitar 20% orang dengan skizofrenia tidak menunjukkan
gejala aktif sampai usia 65 tahun. Lansia dengan gejala
skizofrenia berespon baik terhadap obat antipsikotik. Pengobatan
sebaiknya lebih terencana, dan dosis yang lebih rendah dari dosis
biasanya lebih efektif pada penderita lansia.
5) Gangguan waham
Dapat terjadi pada tekanan fisik atau tekanan mental dan
kemungkinan dapat dipercepat oleh kematian pasangan hidupnya,
kehilangan pekerjaan, masa pensiun, penyakit yang berat atau
riwayat operasi, penglihatan yang berkurang, dan ketulian.
Biasanya muncul diantara usia 40 dan 55 tahun. Waham dapat
dilihat dalam pelbagai bentuk, yang paling sering muncul adalah
17

perasaan disiksa, dimana penderita percaya bahwa dirinya


diawasi, diikuti, dan diracuni. Etiologi, Mungkin akibat dari
pengobatan yang diresepkan atau tanda-tanda awal dari tumor
otak.
C. Diagnosa Keperawatan Jiwa Pada
1. Anak dan Remaja
Diagnosa keperawatan jiwa :
a. Isolasi social menarik diri berhubungan dengan tidak efektifnya
koping individu.
b. Tidak efektifnya koping individu berhubungan dengan harga diri
rendah.
c. Tidak efektifnya penatalaksanaan program terapeutik
berhubungan dengan ketidakmampuan keluaga merawat klien di
rumah.
d. Kerusakan komunikasi vebal berhubungan dengan waham.
2. Dewasa dan Lansia
Diagnosa keperawatan jiwa :
a. Ketidakmampuan perawatan diri : personal toilet sehubungan
dengan keselamatan fungsi fisik, ditandai dengan tidak mampu
membersihkan salah satu bagian tubuh, mengguyurkan air,
mengenali suhu air yang sesuai, tidak mampu pergi ke toilet tidak
mampu berjalan sendiri, tidak mampu menggunakan pispot.
b. Ketidakmampuan berjalan, bergerak, sehubungan dengan
imobilisasi fisik yang ditandai dengan tidak mampu berjalan
sendiri, tidak mampu melakukan aktifitas seperti biasa.
c. Potensial injuri, sehubungan penurunan penglihatan, yang ditandai
dengan penglihatan kabur.
d. Perubahan nutrisi sehubungan dengan nyeri, rasa tak enak,
discomfort, yang ditandai dengan gigi ompong, nafsu makan
berkurang, kelemahan neuro muscular.
18

e. Potensial suicide, sehubungan dengan harga diri rendah, ditandai


denggan isolasi sosial, penurunan kekuatan dan ketahanan.
f. Gangguan konsep diri sehubungan dengan proses ketuaan ditandai
dengan kulit keriput, gigi ompong, penurunan penglihatan,
penurunan pendengaran dan kelemahan fungsi fisik.
D. Intervensi Masalah Keperawatan Jiwa
1. Anak dan Remaja
Intervensi Keperawatan Jiwa :
a. Kembangkan hubungan terapeutik
b. Tawarkan dorongan, dukungan, dan bantuan
c. Jelaskan kepada klien bahwa anda percaya ia dapat berubah
d. Kurangi waktu klien secara bertahap untuk melakukan perilaku
ritual.
e. Diskusikan fungsi ritual dalam kehidupan klien, tanpa penilaian.
f. Klien menggunakan teknik perilaku imajinasi, relaksasi
progresif,menghentikan pikiran, dan meditasi untuk mengurangi
ansietas.
g. Klien meminum obat-obatan yang diprogramkan dengan aman
h. Klien mengatakan keinginannya untuk tetap meneruskan terapi
i. Klien melakukan kembali aktivitas social, keluarga dan pekerjaan
j. Keluarga memperlihatkan penurunan partisipasi dalam secondary
gain klien yang terkait dengan perilaku OCD dan meningkatkan
perhatian selama aktivitas non-OCD.
2. Dewasa dan Lansia
a. Ketidakmampuan perawatan diri : personal toilet sehubungan
dengan keselamatan fungsi fisik, ditandai dengan tidak mampu
membersihkan salah satu bagian tubuh, mengguyurkan air,
mengenali suhu air yang sesuai, tidak mampu pergi ke toilet tidak
mampu berjalan sendiri, tidak mampu menggunakan pispot.
19

Tujuan : Pasien akan melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari


tanpa pembatasan fungsional dengan kriteria kemampuan
perawatan diri meningkat.
Intervensi :
1) Sediakan fasilitas toilet
2) Kembalikan kemampuan perilaku toilet, dengan mengingatkan
untuk sering toilet, hindarkan menahan BAK terlalu lama untuk
mencegah retensi urine.
3) Libatkan keluarga untuk membantu perawatan sehari-hari.
b. Ketidakmampuan berjalan, bergerak, sehubungan dengan imobilisasi
fisik yang ditandai dengan tidak mampu berjalan sendiri, tidak
mampu melakukan aktifitas seperti biasa.
Tujuan : Pasien mampu melaksanakan aktifitas sesuai kemampuan.
Intervensi :
1) Beri support untuk mempertahankan kemampuan
2) Awasi pasien berjalan sejauh 50 m
3) Awasi pasien berjalan didaerah yang licin/bertangga
4) Anjurkan berhenti jika tidak kuat
5) Atur perabotan rumah serapi mungkin
c. Potensial injuri, sehubungan penurunan penglihatan, yang ditandai
dengan penglihatan kabur.
Tujuan : mencegah terjadinya injuri kriteria pasien tidak jatuh.
Intervensi :
1) Atur ruangan
2) Beri penerangan yang cukup
3) Lantai jangan terlalu licin
4) Beri alat bantu berjalan
5) Awasi pasien dalam melaksanakan aktifitas dan motivasi untuk
beraktifitas secara optimal.
20

d. Perubahan nutrisi sehubungan dengan nyeri, rasa tak enak,


discomfort, yang ditandai dengan gigi ompong, nafsu makan
berkurang, kelemahan neuro muscular.
Tujuan : nutrisi pasien tercukupi.
Intervensi :
1) Awasi pasien dalam makan dan kemungkinan tersedak
2) Awasi pasien saat memegang alat-alat makan
3) Awasi pasien memasukkan makanan ke mulut
4) Kolaborasi ahli gizi untuk pemberian makanan enak
5) Kolaborasi dengan dokter gigi untuk pemasangan gigi palsu
e. Potensial suicide, sehubungan dengan harga diri rendah, ditandai
dengan isolasi sosial, penurunan kekuatan dan ketahanan.
Tujuan : bunuh diri dapat dihindari.
Intervensi :
1) Motivasi untuk mempertahankan kemampuannya
2) Jauhkan dari barang yang membahayakan
3) Lakukan pendekatan pada pasien
4) Beri support pada pasien untuk pendekatan religious.
f. Gangguan konsep diri sehubungan dengan proses ketuaan ditandai
dengan kulit keriput, gigi ompong, penurunan penglihatan,
penurunan pendengaran dan kelemahan fungsi fisik.
Tujuan : konsep diri positif.
Intervensi :
1) Berikan motivasi tentang perubahan fisik yang terjadi
2) Awasi turgor kulit/perubahan fisik yang terjadi
3) Ajarkan pasien komunikasi non verbal
4) Kolaborasi dokter untuk pemasangan alat bantu
dengar/penglihatan
5) Kolaborasi dokter gigi untuk pemasangan gigi palsu.
21

BAB III
PEMBAHASAN

A. Analisis Pemecahan Masalah


1. Analisis Pemecahan Masalah Pada Anak dan Remaja
Diagnosis gangguan jiwa pada anak-anak dan remaja adalah
perilaku yang tidak sesuai dengan tingkat usianya, menyimpang bila
dibandingkan dengan norma budaya, yang mengakibatkan kurangnya
atau terganggunya fungsi adaptasi (Townsend, 1999). Dasar untuk
memahami gangguan yang terjadi pada bayi, anak-anak, dan remaja
adalah sdengan menggunakan teoi perkembangan. Penyimpangan dari
norma-norma perkembangan merupakan tanda bahaya penting adanya
suatu masalah.
Tinjauan terhadap rencana asuhan keperawatan perlu dilakukan
secara berkala untuk memperbaiki situasi, catatan perkembangan dan
mempertimbangkan masalah baru. Sangat penting untuk mengkaji dan
mengevaluasi proses keperawatan pada remaja. Implementasi kegiatan
perawat meliputi: (Ermawati,dkk.2009)
a. Pendidikan pada remaja dan orang tua
Perawat adalah tenaga kesehatan yang paling tepat untuk
memberikan informasi mengenai kesehatan berkaitan dengan
penggunaan obat terlarang, masalah seks, pencegahan bunuh diri,
dan tindakan kejahatan, begitu pula informasi mengenai perilaku
remaja dan memahami konflik yang dialami mereka, orang tua,
guru dan masyarakat akan lebih suportif dalam menghadapi
remaja, bahwakan dapat membantu mengembangkan fungsi
mandiri remaja dan orang tua mereka, akan menimbulkan
perubahan hubungan yang positif.
b. Terapi keluarga
Terapi keluarga khususnya diperlukan bagi remaja dengan
gangguan kronis dalam interaksi keluarga yang mengakibatkan
22

gangguan perkembangan pada remaja. Oleh karena itu perawat


perlu mengkaji tingkat fungsi keluarga dan perbedaan yang
terdapat didalamnya untuk menentukan cara terbaik bagi perawat
berinteraksi dan membantu keluarga.
c. Terapi kelompok
Terapi kelompok memanfaatkan kecenderungan remaja untuk
mendapat dukungan dari teman sebaya.
d. Terapi individu
Terapi individu oleh perawat spesialis jiwa yang berpengalaman
dan mendapat pendidikan formal yang memadai. Terapi individu
terdiri atas terapi yang bertujuan singkat dan terapi penghayatan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan perawat ketika berkomunikasi
dengan remaja antara lain penggunaan teknik berdiam diri,
menjaga kerahasiaan, negativistic, resistens, berdebat, sikap
menguji perawat, membawa teman untuk terapi, dan minta
perhatian khusus.

2. Analisis Pemecahan Masalah Pada Dewasa dan Lansia


1. Gangguan Kecemasan
Gangguan kecemasan mulai muncul pada masa remaja awal atau
pertengahan, tetapi beberapa dapat muncul pertama kali setelah
usia 60 tahun. Pengobatan harus disesuaikan dengan penderita dan
harus diperhitungkan pengaruh biopsikososial yang menghasilkan
gangguan. Farmakoterapi dan psikoterapi dibutuhkan.
2. Gangguan Depresi
Gejala yang sering muncul pada gangguan depresif adalah
menurunnya konsentrasi dan fisik, gangguan tidur (khususnya
bangun pagi terlalu cepat dan sering terbangun [multiple
awakenings]), nafsu makan menurun, penurunan berat badan, dan
masalah-masalah pada tubuh.
23

3. Gangguan Waham
Biasanya muncul diantara usia 40 dan 55 tahun. Waham dapat
dilihat dalam berbagai bentuk, yang paling sering muncul adalah
perasaan disiksa, dimana penderita percaya bahwa dirinya diawasi,
diikuti, dan diracuni. Etiologi, mungkin akibat dari pengobatan
yang diresepkan atau tanda-tanda awal dari tumor otak.
4. Skizofrenia
Sekitar 20% orang dengan skizofrenia tidak menunjukkan gejala
aktif sampai usia 65 tahun. Lansia dengan gejala skizofrenia
berespon baik terhadap obat antipsikotik. Pengobatan sebaiknya
lebih terencana, dan dosis yang lebih rendah dari dosis biasanya
lebih efektif pada penderita lansia.
5. Gangguan Demensia
Perubahan khas pada demensia terjadi pada kognisi, memori,
bahasa, dan kemampuan visuospasial, tapi gangguan perilaku juga
sering ditemui, termasuk agitasi, restlessness, wandering,
kemarahan, kekerasan, suka berteriak, impulsif, gangguan tidur,
dan waham.
B. Strategi Pemecahan Masalah
Berkaitan dengan masalah yang sering dialami oleh orang yang
berusia lanjut dapat di tempuh melalui hal-hal sebagai berikut :
1. Berhubungan dengan Kesahatan Lansia ( fisik) :
 Orang yang telah lanjut usia identik dengan menurunnya daya
tahan tubuh dan mengalami berbagai macam penyakit. Lansia akan
memerlukan obat yang jumlah atau macamnya tergantung dari
penyakit yang diderita.
 Pemberian nutrisi yang baik dan cukup sangat diperlukan lansia,
misalnya pemberian asupan gizi yang cukup serta mengandung
serat dalam jumlah yang besar yang bersumber pada buah, sayur
dan beraneka pati, yang dikonsumsi dengan jumlah bertahap.
24

2. Berhubungan dengan masalah intelektual


Sulit untuk mengingat atau pikun dapat diatasi pada saat
mudah dengan hidup sehat, yaitu dengan cara :

 Jadikan Olahraga sebagai kebutuhan dan rutinitas harian


 Hendaknya Anda membiasakan diri dengan tidur yang cukup.
 Berhati-hatilah dengan Suplemen penambah daya ingat.
 Kendalikan rasa stress yang menyelimuti pikiran.
 Segera obati depresi.
 Hendaknya Anda selalu mengawasi obat-obatan yang dikonsumsi.
 Cobalah dengan melakukan permainan yang berhubungan dengan
daya ingat.
 Jangan pernah berhenti untuk terus belajar dan mengasah
kemampuan otak.
 Hendaknya berusaha meningkatkan konsentrasi dan memfokuskan
pikiran.
 Tumbuhkan rasa optimis dalam diri .
3. Berhubungan dengan Emosi :
 Lebih mendekatkan diri kepada ALLAH dan menyerahkan diri kita
sepenuhnya kepadaNya. Hal ini akan menyebabkan jiwa dan
pikiran menjadi tenang.
 Hindari stres, hidup yang penuh tekanan akan merusak kesehatan,
merusak tubuh dan wajahpun menjadi nampak semakin tua. Stres
juga dapat menyebabkan atau memicu berbagai penyakit seperti
stroke, asma, darah tinggi, penyakit jantung dan lain-lain.
 Tersenyum dan tertawa sangat baik, karena akan memperbaiki
mental dan fisik secara alami. Penampilan kita juga akan tampak
lebih menarik dan lebih disukai orang lain. Tertawa membantu
memandang hidup dengan positif dan juga terbukti memiliki
kemampuan untuk menyembuhkan. Tertawa juga ampuh untuk
mengendalikan emosi kita yang tinggi dan juga untuk melemaskan
otak kita dari kelelahan.
25

 Rekreasi untuk menghilangkan kelelahan setelah beraktivitas


selama seminggu maka dilakukan rekreasi. Rekreasi tidak harus
mahal, dapat disesuaikan denga kondisi serta kemampuan.
 Hubungan antar sesama yang sehat, pertahankan hubungan yang
baik dengan keluarga dan teman-teman, karena hidup sehat bukan
hanya sehat jasmani dan rohani tetapi juga harus sehat sosial.
Dengan adanya hubungan yang baik dengan keluarga dan teman-
teman dapat membuat hidup lebih berarti yang selanjutnya akan
mendorong seseorang untuk menjaga, mempertahankan dan
meningkatkan kesehatannya karena ingin lebih lama menikmati
kebersamaan dengan orang-orang yang dicintai dan disayangi.
4. Berhubungan dengan Spiritual
 Lebih mendekatkan diri kepada Tuhan dan menyerahkan diri kita
sepenuhnya kepadaNya. Hal ini akan menyebabkan jiwa dan
pikiran menjadi tenang.
 Intropeksi terhadap hal-hal yang telah kita lakukan, serta lebih
banyak beribadah.
 Belajar secara rutin dengan cara membaca kitab suci secara teratur.
26

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gangguan obsesif-kompulsif merupakan suatu kondisi yang
ditandai dengan adanya pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif,
dimana membutuhkan banyak waktu (lebih dari satu jam perhari) dan
dapat menyebabkan penderitaan (distress). Untuk menegakkan diagnosis
pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan komplusif, atau kedua-duanya,
harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya 2 minggu berturut-turut.
Ada beberapa terapi yang bisa dilakukan untuk penatalaksanaan gangguan
obsesif-kompulsif antara lain terapi farmakologi (farmakoterapi) dan terapi
tingkah laku. Prognosis pasien dinyatakan beik apabila kehidupan sosial
dan pekerjaan baik, adanya stressor dan gejala yang bersifat periodik.
Lansia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti died dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan
yang diderita. Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai
adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling
berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi
menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa
secara khusus pada lansia.
Menurut "The national Old People's Welfare Council" Di Inggris
mengemukakan bahwa penyakit atau gangguan umum pada lanjut usia ada
12 macam, yakni (Nugroho, 2000: 42):
1. Depresi mental
2. Gangguan pendengaran
3. Bronkitis kronis
4. Gangguan pada tungkai / sikap berjalan
5. Gangguan pada koksa / sendi panggul
27

6. Anemia
7. Demensia
B. Saran
Diharapkan mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan
jiwa sebagai bekal ketika praktek belajar lapangan jiwa (PBL Jiwa) di
rumah sakit jiwa, dan mampu melakukannya secara komperhensif dan
sesuai teori.
28

DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin & Makin, M. (2004). Pendidikan Humanistik. Jakarta : AR-RUZZ


Media.

Baiquni. (2007). Intelegensia bukan satu-satunya. Dapat dibuka Pada situs


http://www.e-psikologi.com/intelegensia/acs34/html.

Muhari. (2002). Teknik Mengajar Secara Sistematis. Jakarta : Rineka Cipta.

Wahyuni, A. (2007). Kegiatan Belajar Tehadap Prestasi Yang Dicapai. Dapat


dibuka Pada Situs http://www.achievement.com/90mn/mnh/98er/html.

Anda mungkin juga menyukai