Isi-Dapus
Isi-Dapus
Nama : Ny. LW
Umur : 22 tahun
Agama : Islam
No. RM : 682087
I. SUBJEKTIF
ANAMNESIS
Autoanamnesis
KU : Demam
AT :
Dialami sejak ± 7 hari yang lalu, terutama pada sore menjelang malam hari.
Demam tidak terus menerus, turun dengan obat penurun panas (paracetamol).
Pasien juga mengeluhkan nyeri uluh hati sejak 5 hari yang lalu. Pasien mual tapi
tidak sampai muntah. Tidak ada batuk, tidak ada sesak, tidak ada nyeri dada.
mengkonsumsi jajanan dan makanan dari luar rumah, badan terasa lemas. Tidak
ada penurunan berat badan. Tidak ada mimisan dan tidak ada perdarahan gusi.
Riwayat bepergian keluar daerah tidak ada. Riwayat keluarga atau tetangga
Buang air kecil: lancar, volume kesan normal , warna kuning jernih.
Berat Badan : 48 kg
IMT =BB/TB2
= 48/(1,58)2
• Status Vitalis :
T : 110/80 mmHg
N : 80 x/menit
P : 22 x/menit
S : 37,8⁰C, axilla
• Kepala :
Ekspresi : biasa
Deformitas : (-)
Eksoptalmus/Enophtalmus : (-)
Kornea : jernih
• Telinga
Tophi : (-)
• Hidung :
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
• Mulut:
• Leher :
Tumor : (-)
• Dada :
Inspeksi :
Paru
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi :
Perkusi : pekak
Perut
Palpasi : nyeri tekan (+), regio inguinal dextra, massa tumor (-)
Perkusi : timpani
Alat Kelamin
Punggung
Ekstremitas :
Edema : -/-
Laboratorium:
MCV 89 pl 80 – 100 pl
MCH 29,5 pg 27 – 32 pg
Widal
Tubex
Anti Dengue
IgG : Negatif
IgM : Negatif
IV. ASSESSMENT
V. PLANNING
Pengobatan:
- Tirah Baring
- Diet lunak
Rencana Pemeriksaan :
VI. PROGNOSIS
TANGGAL PENYAKIT
27/09/2014 S: P:
WBC : 9,8 x 103 /uL - Nyeri ulu hati (+) NaCL drips 100 cc
Ureum : 15 mg/dL O:
9
OB = 1/160 HB = 1/80 BT : Rh -/- , Wh -/-
normal,
A:
Demam typhoid
10
28/0912014 S: P:
- BAB : frekuensi 2x
sehari
O:
- SS / GK / CM
2 cmH2O
- BP : vesikuler,
BT : Rh -/- , Wh -/-
BT : murmur (-)
11
- Peristaltik (+) kesan
normal
A:
- Demam typhoid
29/09/2014 S: P:
12
- BAB : frekuensi 2x dalam Nacl 0,9% 100 cc
O:
- SS / GC / CM
2 cmH2O
- BP : vesikuler,
BT : Rh -/- , Wh -/-
BT : murmur (-)
normal,
A:
- Demam typhoid
30/09/2014 S: P:
13
N : 90 x/i - Sakit kepala (-) - Diet biasa
berkurang 100 cc
sehari,
O:
- SS/GC/CC
2 cmH2O
- BP : vesikuler,
BT : Rh -/- , Wh -/-
BT : murmur (-)
normal
14
- Lien tidak teraba
A:
- Demam typhoid
21/03/2014 S: P:
berkurang 100 cc
sehari,
O:
- SS/GC/CC
2 cmH2O
- BP : vesikuler,
15
BT : Rh -/- , Wh -/-
BT : murmur (-)
normal
A:
- Demam typhoid
RESUME
Dialami sejak ± 7 hari yang lalu, terutama pada sore menjelang malam hari. Demam
tidak terus menerus, turun dengan obat penurun panas (paracetamol). Pasien juga
mengeluhkan nyeri uluh hati sejak 5 hari yang lalu. Pasien mual tapi tidak sampai
muntah. Tidak ada batuk, tidak ada sesak, tidak ada nyeri dada. Nafsu makan pasien
makanan dari luar rumah, badan terasa lemas. Tidak ada penurunan berat badan.
Riwayat bepergian keluar daerah tidak ada. Riwayat keluarga atau tetangga dengan
16
Buang air besar : konsistensi lunak, frekuensi 2x/hari warna kuning, darah tidak ada,
Buang air kecil: lancar, volume kesan normal , warna kuning jernih.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan : Tanda vital: Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi
80 per menit, pernapasan 22x per menit, suhu axilla 37,8⁰C. Pada pemeriksaan lidah
didapatkan lidah kotor (+), tremor (-), pada pemeriksaan palpasi abdomen didapatkan
nyeri tekan (+) pada regio inguinal dextra, serta nyeri pada epigastrium (+). Hepar
1/160. Tubex : skala 7 (indikasi kuat demam tifoid). Anti dengue : igG : negative,
penunjang yang telah dilakukan maka diagnosis pasien ini adalah demam tifoid.
DISKUSI
Pasien masuk dengan keluhan utama demam. Banyak penyakit yang dapat
tuberkulosis, dan masih banyak lagi. Pada kasus ini, demam disebabkan oleh bakteri
Salmonella typhi berdasarkan: pasien mengalami keluhan demam yang dialami sejak
± 7 hari SMRS, terutama saat sore menjelang malam hari. Demam menurun ketika
mengkonsumsi obat penurun demam (paracetamol) dan naik kembali setelah reaksi
17
obat habis., tidak menggigil. Ada sakit kepala yang dirasakan hilang timbul yang
berdenyut pada seluruh bagian kepala. Tidak ada perdarahan spontan. Batuk dan
sesak tidak ada. Ada nausea tapi tidak sampai vomiting. Ada nyeri epigastrium,
lemah badan, ada penurunan nafsu makan, tidak ada penurunan berat badan. Buang
air besar dan air kecil kesan normal. Riwayat penyakit yang sama sebelumnya tidak
ada. Pada pemeriksaan fisis didapatkan sakit sedang, gizi normal, composmentis.
Tekanan darah = 110/80 mmHg, nadi = 80 x/menit, regular. Pernapasan =22 x/menit,
tipe vesikuler, suhu axilla = 37,8°C. Tidak anemis, ada nyeri epigastrium, hepar dan
lien tidak teraba. Hasil pemeriksaan laboratorium: HGB = 13 g/dL, WBC = 9,8x
GOT = 14 U/L, GPT = 8 U/L, gr/dL, IgM Salomonella = +10, anti dengue IgG
Salmonella typhi. Akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid.
Demam tifoid dapat ditegakkan pada pasien apabila terdapat gejala klinis yang
lengkap atau hampir lengkap serta didukung oleh hasil laboratorium yang
Berdasarkan hasil laboratorium diperoleh skor 7 pada uji Tubex yang menunjukkan
indikasi kuat infeksi tifoid. Uji ini mendeteksi antibodi anti Salmonella typhi O9 pada
18
serum pasien. Selain itu, terdapat pula hasil positif untuk pemeriksaan tes Widal yang
Pasien diberikan terapi farmakologi berupa IVFD NaCl 0,9 % 28 tpm, ceftriaxone
injeksi 3 gram/24 jam/hari drips dalam Nacl 0,9% 100 cc, paracetamol 3 x 500 mg
jika demam.
Ceftriaxone umumnya aktif terhadap kuman gram positif dan negatif termasuk
Salmonella typhi.5 Efek samping yang paling sering adalah rasa hangat di sekitar
tempat injeksi, sakit kepala, berkeringat, dan diare.6 Ceftriaxone memiliki waktu
paruh berkisar 6 hingga 8 jam di dalam tubuh dan sangat cocok untuk pemberian
dosis dalam sehari. Selain itu, ceftriaxone dapat mengurangi waktu terapi hingga 5
ceftriaxone, pencegahan relaps setelah dinyatakan sembuh terhadap pasien lebih baik
dapat menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang serta menurunkan
suhu tubuh.
19
TINJAUAN PUSTAKA
I. `DEFINISI
Demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh Samonella typhi atau
Salmonella paratyphi. Tanda klinis klasik yang muncul pada penderita berupa
demam, malaise, nyeri perut, dan konstipasi. Demam tifoid yang tidak segera
II. `EPIDEMIOLOGI
pada tahun 1990 sebesar 9,2 % dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi
menjadi 15,4 % per 10.000 penduduk. Dari survey berbagai rumah sakit di Indonesia
dari tahun 1981 sampai dengan 1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita
Insiden demam tifoid bervariasi ditiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi
lingkungan. Didaerah rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan
diperkotaan berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang belum memadahi
serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat
kesehatan lingkungan.
20
Case fatality rate (CFR) demam tifoid ditahun 1996 sebesar 1,08% dari seluruh
tangga departemen kesehatan RI (SKRT Depkes RI) tahun 1995 demam tifoid tidak
III. ETIOLOGI
Basil penyebab tifoid adalah Salmonella typhi dan paratyphi dari genus Salmonella.
Basil ini adalah gram negatif, bergerak, tidak berkapsul, tidak membentuk spora,
tetapi memiliki fimbria, bersifat aerob dan anaerob fakultatif. Ukuran antara 2 – 4 x
0,6 mikrometer. Suhu optimum untuk tumbuh adalah 37°C dengan pH antara 6 – 8.
IV. PATOGENESIS
manusia dapat melalui : transmisi oral melalui makanan yang terkontaminasi kuman
Salmonella typhi, transmisi dari tangan ke mulut, dimana tangan yang tidak higienis
21
yang mempunyai Salmonella typhi langsung bersentuhan dengan makanan yang
dimakan serta melalui transmisi kotoran, dimana kotoran individu yang mempunyai
basil Salmonella typhi ke sungai atau dekat dengan sumber air yang digunakan
sebagai air minum yang kemudian langsung diminum tanpa dimasak. Sebagian
kuman dimusnakan dalam lambung, sebagian lolos masuk kedalam usus dan
selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus
kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan
difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup
berkembang biak didalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak peyer ileum
duktus torasikus kuman yang terdapat dalam makrofag ini masuk kedalam sirkulasi
keseluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Diorgan-organ ini
kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak diluar sel atau
ruang sinusoid dan selanjutnya masuk kedalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan
bakteremia yang kedua kalinya disertai tanda-tanda dan gejala penyakit sistemik.
Didalam hati, kuman masuk kedalam kandung empedu, berkembang biak, dan
Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi
setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag
telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagosit kuman Salmonella terjadi pelepasan
22
berbagai mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi
inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut,
Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plak peyer
mononuclear di dinding usus. Proses patologi jaringan limfoid ini dapat berkembang
Endotoksin dapat menempel direseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya
V. GAMBARAN KLINIS
Penegakan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar bisa diberikan terapi
yang tepat dan meminimalkan komplikasi. Pengetahuan gambaran klinis penyakit ini
sangat penting untuk membantu mendeteksi secara dini. Walaupun pada kasus
Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang
timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimptomatik hingga
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa
dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing,
23
nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut,
batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisis hanya didapatkan suhu badan yang
meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan terutama pada sore hingga
malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam,
bradikardi relatif (peningkatan suhu 1oC tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali
permenit), lidah yang berselaput (Kotor ditengah, tepid an ujung merah serta tremor),
Pemeriksaan Rutin
dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis. Leukositosis dapat terjadi
walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu pula dapat ditemukan anemia
ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis sel leukosit dapat terjadi
aneosinofilia maupun limfopenia. Laju endap darah pada demam tifoid meningkat.
SGOT dan SGPT sering kali meningkat, tetapi akan kembali menjadi normal setelah
Pemeriksaan lain yang rutin dilakukan adalah uji widal dan kultur organism. Sampai
sekarang, kultur menjadi standar baku dalam penegakan diagnostic. Selain uji widal,
terdapat beberapa metode pemeriksaan serologi lain yang dapat dilakukan dengan
24
cepat dan mudah serta memiliki sensitivitas dan spesifisitas lebih baik dari antara uji
Uji Widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi antibodi terhadap kuman Salmonella typhi.
Pada uji Widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman Salmonella typhi
dengan antibody yang disebu dengan agglutinin. Antigen yang digunakan pada uji
widal adalah suspense Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah dilaboratorium.
Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya agglutinin dalam serum penderita
tersangka demam tifoid yaitu : aglutinin O pada tubuh kuman, Aglutinin H pada
Dari ketiga agglutinin tersebut hanya agglutinin O dan agglutinin H yang digunakan
untuk diagnosisn demam tifoid. Semakin tinggi titernya maka semakin besar
Pembentukan agglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian
meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu keempat dan tetap tinggi
selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul agglutinin O, kemudian
diikuti dengan agglutinin H. pada orang yang telah sembuh agglutinin O masih tetap
Uji tubex merupakan uji semi-kuantitatif kolometrik yang cepat (beberapa menit) dan
mudah untuk dikerjakan. Uji ini mendeteksi antibody anti-Salmonella typhi O9 pada
serum pasien, dengan cara menghambat ikatan antara IgM anti-O9 yang terkonjugasi
25
pada partikel latex yang berwarna dengan lipopolisakarida Salmonella typhi yang
terkonjugasi pada partikel magnetic latex. Hasil positif ujin tubex ini menunjukkan
terdapat infeksi Salmonellae serogroup D walau tidak secara spesifik menunjuk pada
Salmonella typhi. Infeksi oleh Salmonella paratyphi akan memberikan hasil negatif.
respon imun secara independen terhadap timus dan merangsang mitosis sel B tanpa
bantuan dari sel T. karena sifat-sifat tersebut, respon terhadap antigen O9 berlangsung
cepat sehingga deteksi terhadap anti-O9 dapat dilakukan lebih dini, yaitu pada hari ke
4-5 untuk infeksi primer dan hari ke 2-3 untuk infeksi sekunder. Perlu diketahui
bahwa uji tubex hanya dapat mendeteksi IgM dan tidak dapat mendeteksi IgG
lampau.
mengandung partikel magnetik yang diselubungi dengan antigen O9, reagen B yang
monoklonal spesifik dengan antigen O9. Untuk melakukan prosedur pemeriksaan ini,
satu tetes serum (25 μL) dicampurkan kedalam tabung dengan satu tetes (25 μL)
reagen A. setelah itu dua tetes reagen B (50 μL) ditambahkan kedalam tabung. Hal
diletakkan pada rak tabung yang mengandung magnet dan diputar selama 2 menit
dengan kecepatan 250 rpm. Interretasi hasil dilakukan berdasarkan warna larutan
26
campuran yang dapat bervariasi dari kemerahan hingga kebiruan. Berdasarkan warna
inilah ditentukan skor, yang interpretasinya dapat dilihat pada tabel berikut :
Skor Intrepretasi
dapat disimpulkan.
Ulangi pengujian
apabila masih
meragukan lakukan
pengulangan beberapa
hari kemudian
tifoid aktif
tifoid
27
Konsep pemeriksaan ini dapat diterangkan sebagai berikut. Jika serum tidak
mengandung antibodi terhadap O9, reagen B ini bereaksi dengan reagen A. ketika
diletakkan pada daerah yang mengandung medan magnet , komponen magnet yang
dikandung reagen A akan tertarik pada magnet rak, dengan membawa serta pewarna
yang dikandung oleh reagen B. sebagai akibatnya, terlihat warna merah pada tabung
yang sesungguhnya merupakan gambaran serum yang lisis. Sebaliknya, bila serum
mengandung antibodi terhadap O9, antibodi pasien akan berikatan dengan reagen A
menyebabkan reagen B tidak tertarik pada magnet rak dan memberikan warna biru
pada larutan.
Uji Typhidot
Uji typhidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada protein
membran luar Salmonella typhi. Hasil positif pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari
setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi IgM dan IgG
3terhadap antigen Salmonella typhi. Seberat 50 kD, yang terdapat dalam strip
nitroselulosa.
Didapatkan sensitivitas uji ini sebesar 98%, spesifisitas sebesay 76,6% dan efisiensi
uji sebesar 84% pada penelitian yang dilakukan oleh Gopalakhrisnan dkk (2002) yang
dilakukan pada 144 kasus demam tifoid. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh
Olsen dkk, didapatkan sensitifitas dan spesifisitas uji ini hampir sama dengan uji
28
Pada kasus reinfeksi, respon imun sekunder IgG teraktivasi secara berlebihan
sehingga igM sulit terdeteksi. IgM dapat bertahan sampai 2 tahun sehingga
pendeteksian IgG saja tidak dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi akut
dengan kasus reinfeksi atau konvalesen pada kasus infeksi primer. Untuk mengatasi
masalah tersebut, uji ini kemudian dimodifikasi dengan mengaktivasi total IgG pada
sampel serum. Uji ini yang dikenal dengan nama uji typhidot-M, memungkinkan
ikatan antara antigen dengan IgM spesifik yang ada pada serum pasien. Studi evaluasi
yang dilakukan oleh Khoo Ke dkk pada tahun 1997 terhadap uji typhidot-M
menunjukkan bahwa uji ini bahkan lebih sensitif (sensitivitas mencapai 100%) dan
Uji ini secara khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap Salmonella typhi
pada spesimen serum atau whole blood. Uji ini menggunakan strip yang mengandung
antigen lipopolisakarida (LPS) Salmonella typhi dan antigen IgM (sebagai kontrol),
reagen deteksi yang mengandung antibodi anti IgM yang dilekati dengan lateks
pewarna, cairan membasahi strip sebelum inkubasi dengan reagen dan serum pasien,
tabung uji. Komponen perlengkapan ini stabil disimpan selama 2 tahun pada suhu 4-
inkubasi strip pada larutan campuran reagen deteksi dan serum, selama 3 jam pada
suhu kamar. Setelah inkubasi, strip dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan.
29
membandingkannya dengan reference strip. Garis kontrol harus terwarna dengan
baik.
House dkk, 2001 dan Gasem MH dkk, 2002 meneliti mengenai penggunaan uji ini
sensitivitas sebesar 65-77% dan spesifisitas sebesar 95-100%. Pemeriksaan ini mudah
dan cepat (dalam 1 hari) dilakukan tanpa peralatan khusus apapun, namun akurasi
gejala.
Kultur Darah
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil yang
beberapa hal sebagai berikut: telah mendapatkan terapi dengan ngan antibiotik,
volume darah yang kurang, riwayat vaksinasi, saat pengambilan darah setelah minggu
VII. PENATALAKSANAAN
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid sebagai berikut :
penyembuhan, diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif) dengan tujuan
30
Istirahat dan perawatan
Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah
baring dengan perawatan yang sepenuhnya ditempat seperti makan, minum, mandi,
buang air kecil dan buang air besar akan membantu dan mempercepat masa
penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian,
dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah
dekubitus dan pneumonia ortostatik serta higiene perorangan tetap perlu diperhatikan
dan dijaga.1
Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam
tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi
penderita akan semakin turun dan proses penyembuhannya akan semakin lama.1-3
Dimasa lampau penderita demam tifoid diberi diet bubur saring, kemudian
ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi, yang perubahan diet
perforasi usus. Hal ini disebabkan karena ada pendapat bahwa usus harus
yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran yang
berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasein dengan demam tifoid 1-3
31
Pemberian antimikroba
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah
sebagai berikut:
32
VIII. KOMPLIKASI
Sebagai suatu penyakit sistemik maka hampir sama organ utama tubuh dapat diserang
dan berbagai komplikasi serius dapat terjadi. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi
- Komplikasi ekstraintestinal:
IX. PROGNOSIS
Prognosis dari demam tifoid adalah berdasarkan dari cepat atau lambatnya
penanganan serta penggunaan antibiotik yang tepat. Bila penyakit berat, pengobatan
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Aru WS, Bambang S, Idrus A, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna
Hal 139-141.
3. Islam, Butler, Kabir, Alam. Treatment of Typhoid Fever with Ceftriaxone for 5
Agents and Chemotherapy. Vol. 37. No. 8. Hal 1572-1575. Bangladesh: 1993.
2006.
6. Sulistia GG, Rianto S, Frans D, dkk. Farmakologi dan Terapi. Penerbit Gaya Baru.
13 April 2014.
34
35