Anda di halaman 1dari 3

Nama: Adib Abdillah Assad

NPM: 14120000139

TEMPO Interaktif, Mazar-e-Sharif – Tujuh pekerja PBB tewas dibunuh di Mazar-e- Sharif,
Afganistan. Dua di antaranya dipenggal oleh demonstran yang protes pembakaran Al-Quran di
gereja Florida, Amerika Serikat.
Berdasarkan laporan harian The Telegraph, Sabtu (2/4), korban serangan paling keji kepada
pekerja PBB itu termasuk lima petugas keamanan dari Nepal, dan pekerja sipil dari Norwegia,
Swedia, dan Rumania. Dalam peristiwa itu, selain pekerja PBB, empat penduduk lokal juga ikut
terbunuh.
Pejabat PBB kepada Daily Telegraph menyatakan jumlah korban kemungkinan bertambah
hingga 20 orang. Dalam peristiwa itu, beredar kabar bahwa seorang Kepala Asisten Militer PBB
juga ikut terluka. Namun kabar ini belum dapat dipastikan. Penduduk setempat menyatakan
sekitar 2.000 orang demonstran menyerang penjaga keamanan PBB di luar Unama. Demonstran
merampas senjata mereka, lalu menggunakannya untuk menembaki polisi.
Juru bicara Kepolisian menyatakan pendemo memenggal kepala dua penjaga keamanan dan
menembak penjaga lainnya. Mereka kemudian mendorong tembok anti-pelindung ledakan untuk
menjatuhkan menara keamanan lalu membakar gedung.
Para pendemo mulai berkumpul ketika sejumlah pemimpin agama di masjid di pusat kota
mendesak para jemaah meminta PBB mengambil langkah dalam peristiwa pembakaran Al-Quran
yang dilakukan pendeta Wayne Sapp di Gainesville Florida pada 20 Maret 2011 lalu.
Sekretaris Jenderal PBB Ban-Ki-Moon menyatakan tindakan para pendemo itu merupakan
perilaku yang memalukan dan pengecut. Sementara Presiden Amerika Serikat Barrack Obama
mengutuk tindakan itu.
THE TELEGRAPH| AQIDA SWAMURTI
( Tempo-Interaktif: Sabtu, 2 April 2011 | 11.21 WIB )
Analisisnya
Kasus diatas merupakan kasus hukum internasional karena menyangkut warga negara Nepal,
Norwegia, Swedia, dan Rumania yang notabene warga negara asing di Afghanistan dengan
pendemo yang merupakan warga negara Afghanistan itu sendiri.
Pertanyaan yang muncul adalah negara mana yang berhak mengadili perkara tersebut?
Untuk menentukan negara mana yang berhak mengadili suatu perkara internasional,
diciptakanlah asas-asas hukum yang menjelaskan negara yang berhak mengadili suatu perkara
internasional, salah satu asas tersebut adalah asas Yurisdiksi Negara.

1. Prinsip Teritorial :
Prinsip ini lahir dari pendapat bahwa sebuah negara memiliki kewenangan absolut terhadap
orang, benda dan kejadian-kejadian di dalam wilayahnya sehingga dapat menjalankan
yurisdiksinya terhadap siapa saja dalam semua jenis kasus hukum (kecuali dalam hal adanya
kekebalan yurisdiksi seperti yang berlaku kepada para diplomat asing).
2. Asas Nasionalitas :
Atau disebut juga “hubungan fundamental antara individu dengan negaranya”. Dalam hukum
internasional, hubungan antara individu sebagai warga negara dengan negara adalah sebuah hal
yang paling mendasar (fundamental). Sebuah negara dapat menjalankan yurisdiksi kriminal dan
privat terhadap warga negaranya meskipun yang bersangkutan sedang berada di negara lain.
Contoh, di Inggris dalam kasus Joyce v. Director of Public Prosecutions (1946) dan Amerika
Serikat dalam kasus Iran Hostages Crisis (1979-1980). Permasalahan akan timbul dalam hal
penentuan “kewarganegaraan” yang terkadang cukup rumit. Dalam Nottebohm Case (1955) ICJ
memutuskan bahwa dalam menentukan kewarganegaraan seseorang, pengadilan harus
memperhatikan ”genuine connection” yang menunjukkan keterikatan seseorang dengan
penduduk sebuah negara. Prinsip ini dikenal dengan effective nationality atau dominant
nationality.
3. Asas Personalitas Pasif :
Prinsip ini memberikan hak pelaksanaan yurisdiksi kepada sebuah negara untuk menghukum
kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, oleh pelaku dari warga negara asing, yang
korbannya adalah warga negara dari negara tersebut. Beberapa ahli hukum internasional
menganggap pelaksanaan yurisdiksi ini tidak memiliki dasar yang kuat. Hal ini karena membuat
pelaku dari kejahatan ini untuk tunduk pada sistem hukum lain yang tidak harus dipatuhinya.
Oleh karena itu, beberapa ahli berpendapat bahwa penerapan prinsip ini hanya terbatas pada
kejahatan yang secara umum diakui oleh negera-negara dunia sebagai kejahatan seperti
pembunuhan dan pencurian.
Contoh kesulitan dari pelaksanaan Pasive Personality Principle ini adalah seperti tergambar
dalam peristiwa pembajakan kapal pesiar Achille Lauro (1985) oleh beberapa orang Palestina
yang berakhir diperairan Mesir.
4. Asas Protektif :
Atau biasa juga disebut sebagai yurisdiksi yang timbul berdasarkan adanya kepentingan
keamanan sebuah negara. Dalam banyak sistem hukum mengakui bahwa negara-negara memiliki
yurisdiksi terhadap kejahatan yang dilakukan oleh orang asing, diluar wilayahnya, yang
mengancam keamanan negara tersebut atau mengancam jalannya pemerintahan negara tersebut.
Contoh dari pelaksanaan prinsip ini adalah, kasus United States v. Archer (1943) yang
diputuskan bahwa hukum Amerika dapat menghukum warga negara asing yang melakukan
perjury terhadap diplomat Amerika di luar negeri. Contoh lain, Israel di tahun 1972 membuat
peraturan perundangan yang memberikan yurisdiksi kepada pengadilan Israel untuk mengadili
setiap orang yang melakukan kejahatan di luar negeri yang mengancam keamanan, ekonomi,
transportasi atau komunikasi dari negara Israel.
5. Asas Universal :
Berbeda dengan prinsip-prinsip sebagaimana dibahas diatas, dimana harus ada “hubungan”
antara kejahatan yang dilakukan dengan negara pelaksana yurisdiksi – prinsip universal tidak
membutuhkan hubungan seperti itu. Prinsip ini didasarkan pada fakta bahwa sebuah negara
menjalankan yurisdiksinya karena seseorang berada dalam kekuasaannya (custody), karena
melakukan kejahatan berdasarkan hukum nasional negara lain ataupun kejahatan berdasarkan
hukum internasional. Bila seseorang tersebut melakukan kejahatan berdasarkan hukum nasional
negara lain, maka sebuah negara hanya dapat menjalankan yurisdiksinya bila negara lain tersebut
menolak untuk menjalankan yurisdiksinya. Pelaksanaan yurisdiksi terhadap kejahatan
berdasarkan hukum internasional lebih diterima oleh negara-negara dunia. Hal ini karena
beberapa kejahatan yang diatur dalam hukum internasional dapat mengganggu masyarakat
internasional secara luas.

Anda mungkin juga menyukai