Anda di halaman 1dari 24

IODOMETRI DAN IODIMETRI

(Makalah Dasar-Dasar Kimia Analitik)

Kelompok : 4 (Empat)

1. Anita Amelia (1313023009)


2. Desria Monica (1313023022)
3. Gusti Prida Gumala (1313023022)
4. Jariska Meidhania P (1313023022)
5. M. Ihsan Al-ansori (1313023031)
6. Maisaroh (1313023022)
7. Mery Arisandi Lumbu (1313023038)
8. Shinta Purnama Sari (1313023062)
9. Tumirah (1313023066)

P.S. : Pendidikan Kimia (B)


Mata Kuliah : Dasar-dasar Kimia Analitik
Dosen : Dr. Ratu Beta R, M.Si

Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam


Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung
Bandarlampung
2016
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Iodometri dan Iodimetri”.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Dasar-dasar Kimia Analitik
pada Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Lampung. Penulis mengharapkan agar makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca. Dan penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan
dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu penulis mengharapakan kritik dan
saran yang sifatnya membangun.

Bandar Lampung, 06 Juni 2016

Penulis
iii

DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................2

II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Iodo-Iodimetri .........................................................................
2.2 Prinsip Iodo-Iodimetri ...............................................................................
2.3 Indikator pada Iodo-Iodimetri ...................................................................
2.4 Standarisasi Larutan Iodium .....................................................................
2.5 Natrium Tiosulfat sebagai Titran .............................................................
2.6 Standarisasi Larutan tiosulfat ...................................................................
2.7 Penentuan dengan Iodometri dan Iodimetri ..............................................
2.8 Percobaan pada Iodometri dan Iodimetri ..................................................
2.9 Contoh soal Iodometri dan Iodimetri .......................................................

III.PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA
1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Titrasi iodometri dan iodimetri adalah salah satu metode titrasi yang
didasarkan pada reaksi oksidasi reduksi. Metode ini lebih banyak
digunakan dalam analisa jika dibandingkan dengan metode lain. Alasan
dipilihnya metode ini karena perbandingan stoikometri yang sederhana
pelaksanannya praktis dan tidak benyak masalah dan mudah.

Titrasi iodimetri merupakan titrasi langsung terhadap zat – zat


yangpotensial oksidasinya lebih rendah dari sistem iodium – iodida,
sehingga zattersebut akan teroksidasi oleh iodium. Titrasi iodimetri
digunakan untuk menentukan kadar dari zat-zat uji yang bersifat reduktor
dengan titrasi langsung.Sedangkan Iodometri merupakan titrasi tidak
langsung. Titrasi tidak langsung iodometri dilakukan terhadap zat-zat
oksidator berupa garam-garam besi (III) dan tembaga sulfat dimana zat-zat
oksidator ini direduksi dahulu dengan kalium iodida dan iodin dalam
jumlah yang setara dan ditentukan kembali dengan larutan natrium
tiosulfat baku.

Dalam bidang farmasi metode ini digunakan untuk menentukan kadar zat-
zat yang mengandung oksidator misalnya Cl2, Fe (III), Cu (II) dan
sebagainya, sehingga mengetahui kadar suatu zat berarti mengetahui mutu
dan kualitasnya. Oleh karena itu, untuk memahami lebih jelas mengenai
Iodometri dan Iodimetri maka dibuatlah makalah ini.
2

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah:
1. Pengertian Iodo-Iodimetri
2. Prinsip Iodo-Iodimetri
3. Indikator pada Iodo-Iodimetri
4. Standarisasi Larutan Iodium
5. Natrium Tiosulfat sebagai Titran
6. Standarisasi Larutan tiosulfat
7. Penentuan dengan Iodometri dan Iodimetri
8. Percobaan pada Iodometri dan Iodimetri
9. Contoh soal Iodometridan Iodimetri

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud Iodo-Iodimetri
2. Untuk mengetahui Prinsip Iodo-Iodimetri
3. Untuk mengetahui Indikator pada Iodo-Iodimetri
4. Untuk mengetahui Standarisasi Larutan Iodium
5. Untuk mengetahui Natrium Tiosulfat sebagai Titran
6. Untuk mengetahui Standarisasi Larutan tiosulfat
7. Untuk mengetahui Penentuan dengan Iodometri dan Iodimetri
8. Untuk mengetahui Percobaan pada Iodometri dan Iodimetri
9. Untuk mengetahui Contoh soal Iodometridan Iodimetri

II. PEMBAHASAN
3

2.1 Pengertian Titrasi Redoks


Titrasi reduksi oksidasi (redoks) adalah suatu penetapan kadar reduktor atau
oksidator berdasarkan atas reaksi oksidasi dan reduksi dimana reduktor akan
teroksidasi dan oksidator akan tereduksi.

Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi


kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap
penurunan bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai hilangnya
elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa
di mana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi.
Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan
bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan
saling menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu
kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja.

2.2 Pengertian Iodometri dan Iodimetri


1. Pengertian Iodometri
Iodometri merupakan titrasi tidak langsung yang berkenaan dengan titrasi
dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia,dan digunakan untuk
menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang
lebihbesar dari pada sistem Iodium-Iodida atau senyawa-senyawa yang
bersifat oksidator, seperti CuSO4.5H2O, garam besi (III), dimana zat ini
dapat dianalisis dengan menambahkan KI berlebihan dan mentitrasi
iodium yang dibebaskan, akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan
membentuk iodin. Iodine yang terbentuk akan ditentukan dengan
menggunakan larutan baku tiosulfat..
Oksidasi + KI I2 + 2e
I2 + Na2S2O3 NaI + Na2S4O6

Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan proses iodometrik


adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat
Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan
secara langsung, tetapi harus distandarisasi terhadap standar primer.
Larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Sejumlah
zat padat digunakan sebagai standar primer untuk larutan natrium
tiosulfat. Iodium murni merupakan standar yang paling nyata, tetapi
jarang digunakan karena kesukaran dalam penanganan dan penimbangan.
Lebih sering digunakan pereaksi yang kuat yang membebaskan iodium
dari iodida.

2. Pengertian Iodimetri
4

Iodimetrimengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar.Iodium


merupakan oksidator yang sedikit/relative kuat dengan nilai potensial
oksidasi sebesar +0,535 V. Pada saat reaksi osidasi, iodium akan
direduksi menjadi iodida sesuai dengan reaksi :
I2 + 2e 2I-
Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial
reduksi yang lebih kecil dari pada iodium sehingga dapat dilakukan titrasi
langsung dengan iodium.

2.3 Prinsip Iodo-Iodimetri


Pada titrasi iodometri, analit yang dipakai adalah oksidator yang dapat
bereaksi dengan I- (iodida) untuk menghasilkan I2, I2 yang terbentuk secara
kuantitatif dapat dititrasi dengan larutan tiosulfat. Dari pengertian diatas maka
titrasi iodometri dapat dikategorikan sebagai titrasi kembali.

Iodida adalah reduktor lemah dan dengan mudah akan teroksidasi jika
direaksikan dengan oksidator kuat. Iodida tidak dipakai sebagai titran, hal ini
disebabkan karena faktor kecepatan reaksi dan kurangnya jenis indikator yang
dapat dipakai untuk iodida. Oleh sebab itu titrasi kembali merupakan proses
titrasi yang sangat baik untuk titrasi yang melibatkan iodida. Senyawa iodida
umumnya KI ditambahkan secara berlebih pada larutan oksidator sehingga
terbentuk I2. I2 yang terbentuk adalah ekuivalen dengan jumlah oksidator yang
akan ditentukan. Jumlah I2 ditentukan dengan menitrasi I2 dengan larutan
standar tiosulfat (umumnya yang dipakai adalah Na2S2O3) dengan indikator
amilum, jadi perubahan warnanya dari biru tua kompleks amilum-I2 sampai
warna ini tepat hilang.

Reaksi yang terjadi pada titrasi iodometri untuk penentuan iodat adalah
sebagai berikut:

IO3- + 5 I- + 6H+  3I2 + H2O

I2 + 2 S2O32-  2I- + S4O62-

Jadi, prinsip dasar dari titrasi iodometri adalah zat uji (oksidator) mula-mula
direaksikan dengan ion iodida berlebih, kemudian iodium yang dihasilkan
dititrasi dengan larutan tiosulfat.

Oksidator + KI → I2 + 2e
I2 + Na2S2O3 → NaI + Na2S4O6
5

Sedangkan prinsip dasar dari titrasi iodimetri adalah zat uji (reduktor)
langsung dititrasi dengan larutan iodium. dimana I2 sebagai larutan
standardnya.

Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodimetri), digunakan suatu


larutan iod dalam kalium iodida, dan karena itu spesi reaktifnya adalah ion tri-
iodida, I3-. Untuk tepatnya, semua persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi
iod seharusnya ditulis dengan I3- dan bukan dengan I2, misalnya:

I3- + 2S2O32-  3I- + S4O62-

akan lebih akurat daripada:

I2 + 2S2O32-  2I- + S4O62-

2.4 Indikator Iodo-Iodimetri


Larutan I2 dalam larutan KI encer berwarna coklat muda. Bila 1 tetes larutan
I2 0,1 N dimasukkan kedalam 100 ml aquadest akan memberikan warna
kuning muda, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam suatu larutan yang tidak
berwarna I2 dapat berfungsi sebagai indikator. Warna dari larutan iodin 0,1 N
cukup intens sehingga iodin dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya
sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat-
zat pelarut seperti karbon tetraklorida dan kloroform dan terkadang kondisi
ini digunakan untuk mendeteksi titik akhir titrasi.

Namun demikian, suatu larutan (penyebaran koloidal) dari kanji lebih umum
dipergunakan, karena warna biru gelap dari kompleks iodin-kanji bertindak
sebagai suasana tes yang amat sensitif untuk iodin. Mekanisme pembentukan
kompleks yang berwarna ini tidak diketahui, namun ada pemikiran bahwa
molekul-molekul iodin tertahan di permukaan 𝛽-amylose,suatu konstituen
dari kanji. Larutan-larutan kanji dengan mudah didekomposisinya oleh
bakteri, dan biasanya sebuah substansi, speperti asam borat, ditambahkan
sebagai bahan pengawet.

Namun demikian, suatu larutan (penyebaran koloidal) dari kanji lebih umum
digunakan, karena warna biru gelap dari kompleks iodin-kanji bertindak
sebagai tes yang sensitif untuk iodin.

Komponen utama kanji yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa memiliki


rantai lurus dan memberikan warna biru jika bereaksi dengan iodium.
Amilopektin memiliki rantai bercabang dan memberikan warna merah violet
jika bereaksi dengan iodium.Keuntungan penggunaan kanji adalah harganya
murah, sedangkan kerugiannya adalah tidak mudah larut dalam air dingin,
6

tidak stabil pada suspensi dengan air, karenanya dalam proses pembuatannya
harus dibantu dengan pemanasan.

Penambahan indikator kanji sebaiknya dilakukan pada saat medekati titik


akhir titrasi karena iod dengan kanji membentuk kompleks yang berwarna
biru yang tidak larut dalam air dingin sehingga dikhawatirkan mengganggu
penetapan titik akhir titrasi. Karena adanya kelemahan ini, dianjurkan
pemakaian kanji natrium glukonat yang mana indikator ini tidak higroskopis;
cepat larut dan stabil dalam penyimpanan; tidak membentuk kompleks yang
tidak larut dengan iodium sehingga boleh ditambahkan pada awal titrasi dan
titik akhir jelas; reprodusibel dan tidak tiba-tiba. namun indikator ini
harganya mahal.
Mekanisme reaksi indikator kanji adalah sebagai berikut :
Iodimetri : Amilum (tak berwarna) + I2 → iod-amilum (biru)
Iodometri : Iod-amilum (biru) + Na2S2O3 → 2NaI + Na2S4O6 + amilum
(tak berwarna)

Perbedaan dari iodometri dan iodimetri berdasarkan perbedaan warna pada


titik ekivalennya adalah : pada iodometri perubahan warna pada titik ekivalen
(TE) dari biru menjadi tak berwarna, sedangkan pada iodimetri perubahan
warna pada titik ekivalen (TE) dari tak berwarna menjadi biru.
Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Pada Titrasi Secara Iodometri

1. Reaksi iodometri dilakukan dalam suasana asam sedikit basa (pH<8),


jika terlalu basa, maka akan terjadi reaksi:
I2 + 2OH- IO-(ion hipoiodit) + I- + H2O
3IO  2I- + IO3-(ion iodat)
Sehingga volume tiosufat (titran) berkurang, kesalahan sampai 4%
terjadi pada pH sekitar 11,5

2. Larutan kanji yang telah rusak akan memberi warna violet yang sulit
hilang warnanya, sehingga akan mengganggu penitaran.
3. Pemberian kanji terlalu awal, dapat menyebabkan iodium menguraikan
amilum dan hasil peruraian mengganggu perubahan warna pada titik
akhir.
4. Penambahan KI harus berlebih, karena I2 yang dihasilkan sukar larut
dalam air tetapi mudah larut dalam KI, jadi KI yang ditambahkan selain
mereduksi analit juga melarutkan I2 hasil reaksi.
5. Larutan tiosulfat (H2S2O3) dapat terdekomposisi, pada suasana yang
sangat asam dapat menguraikan larutan tiosulfat menjadi belerang.
7

2.5 Standarisasi Larutan Iodin


Iodin hanya larut sedikit dalam air (0,00134 mol/liter pada 25˚C) namun larut
dalam larutan yang mengandung ion iodida. Iodin membentuk kompleks
triiodida dengan iodida,
I2 + I- I3-
Dengan konstanta kesetimbangan sekitar 710 pada 25˚C. kalium iodida
berlebih ditambahkan untuk meningkatkan kelarutan dan untuk menurunkan
keatsirian iodin.

Larutan-larutan iodin standar dapat dibuat melalui penimbangan langsung


iodin murni dan pengenceran dalam labu volumetrik. Iodin akan dimurnikan
oleh sublimasi dan ditambahkan ke dalam larutan KI yang konsentrasinya
diketahui yang ditimbang secara akurat sebelum dan sesudah penambahan
iodin. Namun demikian, biasanya larutan tersebut distandarisasi terhadap
larutan standar primer seperti As2O3. Kekuatan reduksi dari HAsO2
tergantung pada pH, seperti yang ditunjukkan oleh persamaan di bawah :

HAsO2 + I2 + 2H2O H3AsO4 + 2H+ + 2I-

Nilai konstanta kesetimbangan untuk reaksi ini adalah 0,17; karena itu reaksi
ini tidak berjalan sampai selesai pada titik ekivalen. Namun demikian, jika
konsentrasi ion hidrogen diturunkan, reaksi dipaksa bergeser ke kanan
sehingga bisa digunakan untuk titrasi. Biasanya larutannya disangga pada pH
sedikit diatas 8 menggunakan natrium bikarbonat.
Kelemahan larutan iod adalah :

1. Larutan iod adalah oksidator lemah, tak stabil karena mudah menguap.
2. Dapat mengoksidasi karet, gabus dan zat-zat organik lainnya.
3. Dipengaruhi oleh udara dengan reaksi sebgai berikut :
4 I- + O2 + 4H+ 2I2 + 2H2O
4. Tidak dapat dilakukan pada suasana basa yakni pada Ph > 9 karena akan
terjadi reaksi :
I2 + OH- HOI + 2H2O
3HOI + 3OH- 2I- + IO3- + 3H2O

2.6 Natrium Tiosulfat sebagai Titran


Larutan standar yang umum digunakan dalam proses iodometri adalah
natrium thiosulfat. Natrium tiosulfat biasanya dibeli sebagai pentahidrat,
Na2S2O3. 5H2O dan larutan-larutannya distandarisasi terhadap sebuah larutan
primer. Larutan-larutan tersebut tidak stabil dalam jangka waktu lama,
8

sehingga boraks atau natrium karbonat sering ditambahkan sebagai bahan


pengawet.
Iodin mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetrationat :
I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62-

Reaksinya berjalan cepat, sampai selesai dan tidak ada reaksi sampingan.
Berat ekivalen dari Na2S2O3. 5H2O adalah berat molekularnya, 248,17; karena
satu elektron per satu molekul hilang. Jika pH dari larutan diatas 9, tiosulfat
teroksidasi secara parsial menjadi sulfat :
4I2 + S2O32- + 5H2O  8I- + 2SO42- + 10H+

Dalam larutan yang netral atau sedikit alkalin, oksidasi menjadi sulfat tidak
muncul, terutama jika iodin digunakan sebagai titran. Banyak agen
pengoksidasi kuat, seperti garam permanganat, garam dikromat, dan garam
serium (IV), mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat, namun reaksinya tidak
kuantitatif.

2.7 Standarisasi Larutan Tiosulfat


i. Dengan iodin murni
Iodin murni adalah salah satu standar primer untuk larutan tiosulfat namun
jarang digunakan karena kesulitan dalam penanganan dan
penimbangannya dan yang lebih sering digunakan adalah standar yang
terbuat dari agen pengoksidasi kuat yang akan membebaskan iodin dari
iodida, sebuah proses iodometrik.

ii. Dengan Kalium Iodat dan Kalium bromat


Kedua garam ini mengoksidasi iodida secara kuantitatif menjadi iodin
dalam larutan asam :
IO3- + 5I + 6H+ 3I2 + 3H2O
BrO3- + 6I- + 6H+ 3I2 + Br- + 3H2O

Reaksi iodatnya berjalan cukup cepat, reaksi ini hanya membutuhkan


sedikit kelebihan ion hidrogen untuk menyelesaikan reaksi. Reaksi bromat
berjalan lebih lambat, namun kecepatannya dapat ditingkatkan dengan
menaikkan konsentrasi ion hidrogen. Biasanya sejumlah kecil ammonium
molibdat ditambahkan sebagai katalis.

Kerugian utama dari kedua garam ini sebagai standar primer adalah berat
ekivalnnya yang kecil. Dalam setiap kasus berat ekivalen adalah
seperenam dari berat molekular, dimana berat ekivalen KIO3 adalah 35,67
dan KBrO3 adalah 27,84. Untuk menghindari kesalahan yang besar dalam
9

menimbang, petunjuk-petunjuk biasa mensyaratkan penimbangan sebuah


sampel yang besar, pengenceran di dalam labu volumetrik dan menarik
mundur alikuot. Garam kalium asam iodat, KIO3.HIO3 dapat digunakan
sebagai standar primer namun berat ekivalnnya juga kecil, seperduabelas
dari berat molekularnya, 32,49.

Adapun cara standarisasi larutan tiosulfat dengan kalium iodat dilakukan


dengan cara sebagai berikut : Timbang kurang lebih 150 mg kalium iodat
yang sudah dikeringkan pada suhu 120⁰ C secara seksama, larutkan dalam
25 ml air yang telah dididihkan. Tambahkan 2 gram kalium iodida yang
bebas iodat dan 5 ml HCl pekat dalam erlenmeyer bertutup. Iodium yang
dibebaskan dititrasi dengan natrium tiosulfat yang akan dibakukan sambil
terus dikocok. Bila larutan menjadi kuning pucat tambah 100 ml air dan 3
ml larutan kanji. Titrasi dilanjutkan sampai warna biru tepat hilang (tidak
berwarna).
Pada pembakuan di atas reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

KIO₃ + 5KI + 6HCl → 3I₂ + 6KCl + 3H₂O

I₂ + 2Na₂S₂O₃ → 2NaI + Na₂S₄O₆

Pada reaksi di atas valensinya adalah 6 karena 1 mol KIO₃ setara dengan 3
mol I₂, sedangkan 1 mol I₂ setara dengan 2e. Sehingga 1 mol KIO₃ setara
dengan 6e akibatnya BE KIO₃ sama dengan BM/6.

iii. Dengan Kalium Dikromat


Senyawa ini bisa didapat dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Senyawa
ini memiliki berat ekivalen yang cukup tinggi, tidak higroskopik, padat
serta larutannya stabil. Rekasi dengan iodida dilakukan dalam 0,2 M
sampai 0,4 M asam dan selesai dalam 5 sampai 10 menit.
Cr2O72- + 6I- + 14H+ 2Cr3+ + 3I2 + 7H2O
Berat ekivalen dari kalium dikromat adalah seperenam dari berat
molekularnya, atau 49,03 g/eq. pada konsentrasi asam lebih besar dari 0,4
M, oksidasi udara dari kalium iodida cukup besar. Untuk mendapatkan
hasil terbaik, tambahkan sepotong kecil natrium bikarbonat atau es kering
ke dalam labu titrasi. Karbon dioksida yang dihasilkan akan menggeser
tempat udara.

iv. Dengan Tembaga


Tembaga murni dapat digunakan sebagai standar primer untuk natrium
tiosulfat dan dipakai ketika tiosulfat digunakan untuk menentukan
tembaga. Potensial standar dari pasangan Cu(II)-Cu(I),
10

Cu2+ + e Cu+
Adalah +0,15 V, sehingga iodin, E˚ = +0,53 V, adalah agen pengoksidasi
yang lebih baik dibandingkan ion Cu(II). Namun demikian, ketika ion
iodida ditambahakan ke dalam larutan Cu(II), endapan CuI terbentuk,
2Cu2+ + 4I- 2Cu(s) + I2
Reaksi dipaksa bergeser ke kanan oleh pembentukan endapan dan oleh
penambahan ion iodida berlebih. pH dari larutan harus dijaga oleh sistem
penyangga antara 3 dan 4.

Iodin ditahan oleh adsorpsi pada permukaan oleh endapan tembaga(I)


iodida dan harus dipindahkan untuk mendapatkan hasil yang benar.
Kalium tiosianat biasanya ditambahkan sesaat sebelum titik akhir tercapai
untuk menyingkirkan iodin yang diadsorpsi.

2.8 Penentuan dengan Iodometri dan Iodimetri


a. Penentuan Dengan Iodometri
Ada banyak aplikasi proses iodometrik dalam kimia analisis. Penentuan
iodometrik tembaga banyak digunakan baik untuk bijih maupun
paduannya. Metode ini memberikan hasil yang sempurna dan lebih cepat
daripada penentuan elektrolitik tembaga. Metoda klasik dari Winkler
adalah sebuah metoda sensitif ntuk menentukan oksigen yang dilarutkan
dalam air. Ke dalam sampel air ditambahkan garam mangan(II), natrium
iodida dan natrium hidroksida berlebih. Mn(OH) putih diendapkan dan
secara tepat dioksidasi menjadi Mn(OH)3 coklat. Larutannya kemudian
diasamkan, dan Mn(OH)3 mengoksidasi iodida menjadi iodin, yang
kemudian di titrasi dengan larutan standar dari natrium tiosulfat.
11

b. Penentuan dengan Iodimetri


Penentuan antimon serupa dengan penentuan arseni, kecuali ion-ion tartrat,
C4H4O62-, ditambahkan ke dalam kompleks antimon dan mencegah
pengendapan dari garam-garam sperti SbOCl ketika larutan dinetralkan.
Titrasi dilakukan di dalam sebuah penyangga bikarbonat dengan pH sekitar 8.
Dalam penentuan timah dan sulfit, larutan yang sedang dititrasi harus
dilindungi dari oksidasi oleh udara. Titrasi hidrogen sulfida digunakan untuk
menentukan belerang di dalam besi atau baja.
12

2.9 CONTOH PERCOBAAN IDOMETRI/ IODIMETRI


2.9.1 Percobaan Iodometri
1. Penentuan kadar Cu dalam CuSO4
Prinsip percobaan:
Penentuan kadar kupri sulfat dengan metode Iodometri, dimana kupri
sulfat dilarutkan didalam aquadest lalu ditambahkan asam asetat
kemudian ditambahkan kalium iodida lalu dtitrasi dengan larutan baku
natrium tiosulfat dengan menggunakan indikator kanji, kemudian
dititrasi lagi dengan natrium tiosulfat, dimana titik akhir titrasi
ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi bening.

Prosedur percobaan
1. Pembuatan larutan Na2S2O3 0,1 N dan standaisasinya
a. Menimbang 3,96 gram kristal ntrium iosulfat pentahidrat,
kemudian dilarutkan dalam 250 mL
b. Mengambil 25 mL larutan standar K2Cr2O7 0,1 M standar primer,
lalu menambahkan 6 mL HCL pekat dan 20 mL KI 1M
c. Menitrasi iodium yang dibebaskan dengan larutan tiosulfat standar
yang dibuat dengan indikator amilum sampai warna biru hilang.
d. Mencatat volume titran yang digunakan
e. Menghitung normalitas larutan tiosulfat dengan rumus:

(𝑉 𝑥 𝑁)𝐾2𝐶𝑟2𝑂7
Ntio = 𝑉𝑡𝑖𝑜

2. Penentuan kadar Cu dalam CuSO4


a. Mengambil 10 mL larutan CuSO4 yang netral dan menambahkan
10 mL KI 1 M dan ditambah juga HCl l 2 M
b. Menitrasi larutan tersebut dengan Na2S2O3 yang telah
distandarisasi dengan indikator amilum sebanyak 5 mL
c. Mencatat volume titran yang digunakan
d. Menghitung kadar Cu dalam sampel dengan rumus

(𝑉 𝑥 𝑁)𝑡𝑖𝑜 𝑥 𝐴𝑟 𝐶𝑢
Kadar Cu = 𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

Hasil Percobaan
Berdasarkan percobaan diperoleh hasil sebagai berikut:
13

a. Pembuatan larutan Na2S2O3 0,1 N dan standarisasinya

No Perlakuan Hasil Pengamatan


1 Menimbang 3,9 g Na2S2O3 dan Na2S2O3 berbentuk kristasl berwarna
dilarutkan dan diencerkan putih, setelah diencerkan menjadi
sampai 250 mL larutan bening.

2 Mengambil 25 mL K2Cr2O4 + 5 K2Cr2O7 awalnya berwarna kuning,


mL HCl + 20 mL KI kemudian setelah dicampur dengan HCl dan KI
mentitrasi dengan tiosulfat dan menjadi cokleat. Setelah dititrasi
ditambah indikator amilum lama kelamaan warnanya memudar.
sebelum titik akhir titrasi Sebelum titik akhir titrasi ditambah
amilum menjadi hitam selanjutnya
saat titrasi di lanjutkan lama
kelamaan warna larutan menjadi biru
pudar dengan volume titrasi yang
digunakan sebesar 128 mL.

b. Penentuan Kadar Cu dalam CuSO4


No Perlakuan Hasil Pengamatan
1 Mengambil 10 mL CuSO4 + 10 Warna awal larutan CuSO4 biru,
mL KI 1 M+ 2 mL HCl 2 M kemudian setelah ditambah KI dan
lalu dititrasi dengan tiosulfat HCl menjadi coklat kehijauan. Lalu
yang telah distandarisasi. dititrasi dengan tiosulfat, sebelum
Sebelum titik akhir titrasi titik akhir titrasi ( saat warna coklat
ditambah amilum 5 mL kehijauan sedikit pudar) ditambah
amilum menjadi berwarna hitam.
Lalu titrasi dilanjutkan sampai warna
larutan menjadi putih susu. Titik
akhir titrasi di peroleh dengan
volume titan sebenyak 100 mL.

Hasi Perhitungan:
a. Pembuatan Larutan Na2S2O3 0,1 N dan standarisasinya

mmol Cr2O72- =VxM


= 25 mL x o,1 M
= 2,5 mmol
mmol I- =VxM
= 20 mL x 1 M
14

= 20 mmol
3
mmol I2 = 6 x 2 mmol

= 10 mmol

2
mmol S2O32- = x mmol I2
1

= 2 x 10 mmol
= 20 mmol

2 𝑚𝑚𝑜𝑙 𝑒𝑘
mmol ek. S2O32- = x 20 mmol
2 𝑚𝑚𝑜𝑙

= 20 mmol
2 𝑚𝑚𝑜𝑙 𝑒𝑘
N S2O32- = 𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛

2 𝑚𝑚𝑜𝑙 𝑒𝑘
= 128 𝑚𝐿

= 0,156 N

b. Penentuan kadar Cu

mmol e. S2O32- = 0,156 N x 100 mL


= 15,6 mmol

mmol ek I2 = mmol ek. S2O32-


= 15,6 mmol

1 𝑚𝑚𝑜𝑙
mmol I2 = x 15,6 mmol
2 𝑚𝑚𝑜𝑙
= 7,8 mmol (dalam 10 mL)

2 𝑚𝑚𝑜𝑙
mmol Cu2+ = x 7,8 mmol (dalam 25 mL)
2 𝑚𝑚𝑜𝑙

25 𝑚𝐿
mmol Cu = x 7,8 mmol
10 𝑚𝐿
= 19,5 mmol

Massa Cu = 19,5 mmol x 63,5 mg/mmol


= 1238,25 mg
15

= 1,24 g

Pembahasan
Percobaan ini adalah percobaan iodometri (titrasi tidak langsung) dimana
pada percobaan ini digunakan Kalium Kromat yang direaksikan dengan KI
dalam suasana asam untuk menghasilkan iodium dari ion iodida yang berasal
dari larutan KI. Kalium Kromat mengalami oksidasi dan ion iodida dari
larutan KI mengalami oksidasi sehingga menghasilkan iodium yang
kemudian bereaksi dengan Natrium Tiosulfat. Pada percobaan digunakan
Na2S2O3 sebegai titran yang merupakan larutan standar sekunder yang perlu
distandarisasi dengan larutan standar primer K2Cr2O7. Selain sebagai standar
primer K2Cr2O7 juga berfungsi sebagai oksidator bagi ion iodida dalam
larutan KI untuk menghasilkan iodium. Pada percobaan dilakukan
penambahan HCl sebagai penyedia suasana asam, pada pH <8 setelah iodium
terbentuk, iodium mengalami reduksi dan Na2S2O3 akan teroksidasi menjadi
S4O62-. Pada percobaan dilakukan penambahan amilum sebelum titik akhir
titrasi hal ini dikarenakan agar iodium tidak seluruhnya diadsorpsi oleh
amilum sehingga kita dapat mengetahui titik akhir titrasi. Amilum sebagai
pendeteksi adanya kelebihan iodium dalam larutan tersebut.
Adapun reaksi yang terjadi pada percobaan ini adalah:

1. Reaksi antara larutan standar K2Cr2O7 dengan KI


Reduksi: Cr2O72- + 14H+ + 6e- 2Cr3+ + 7H2O x1
- -
Oksidadi: 2I I2 + 2e x3
2- + - 3+ -
Cr2O7 + 14H + 6I 2Cr + 7H2O + 6e + 3I2

2. Reaksi iodium yang dibebaskan dengan larutan natrium tioslfat standar

Reduksi: I2 + 2e- 2I-


Oksidasi: 2S2O32- S4O62- + 2e-
I2 + 2S2O32- 2I- S4O62-

3. Reaksi antara natrium tiosulfat dengan KI pada percobaan penentuan kadar


Cu dalam CuSO4
Reduksi: I2 + 2e- 2I-
Oksidasi: 2S2O32- S4O62- + 2e-
I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62-

4. Reaksi CuSO4 dengan KI


16

Reduksi: Cu2+ + e- Cu+ x2


Oksidasi: 2I- I2 + 2e- x1
2Cu2+ + 2I 2Cu+ + I2

2.1.2 PERCOBAAN IODIMETRI


Prinsip Percobaan:
Penentuan kadar Vitamin C secara volumetri dengan metode Iodimetri,
dimana Vitamin C sebagai sampel dimasukkan kedalam erlenmyer dan
dilarutkan dengan air bebas karbondioksida kemudian ditambahkan
dengan asam sulfat kemudian dititrasi dengan larutan baku iodindengan
menggunakan indikator kanji yang ditandai dengan perubahan warna dari
bening menjadi biru kehitaman atau biru kehijauan.

Alat dan bahan


1.Alat yang digunakan: g. Pipet tetes
a. Buret 50ml h. Sendok tanduk
b. Corong i. Timbangan analitik
c. Erlenmeyer 250 ml j. Aluminium foil
d. Gelas ukur 50 ml dan 10 2. Bahan yang digunakan:
ml a. Aquadest
e. Gelas kimia 500 ml dan b. Indikator kanji 1%
100 ml c. Larutan baku I2 0,01 N
f. Labu ukur 100 ml d. Jeruk

Prosedur kerja percobaan


1. Penetapan kadar vitamin C
a. Disiapkan alat dan bahan
b. kemudian ditimbang seksama Vitamin C sebanyak 0,6881g, lalu
dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 ml.
c. Selanjutnya dilarutkan dalam akuades sebanyak 20 ml,
d. kemudian ditambahkan 3 ml larutan asam sulfat kedalam erlenmeyer.
Kemudain dititrasi dengan larutan iodin 0,960 N dengan
menggunakan indikator kanji.
e. Lalu diamati perubahan yang terjadi dan dihitung kadar vitamin C
dalam sampel.

HASIL PENGAMATAN
Berdasarkan percobaan diperoleh hasil sebagai berikut:

No. Perlakuan Hasil


17

1. Sampel sebanyak 0,6881 g+ Larutan kekuningan


air 20 ml

2. 5 ml sampel + H2SO4 3ml + Larutan kehijauan agak


amilum 2 mL Dititrasi kebiruan dan volume titran 22
denganiodium 0,96 N mL

Data perhitungan
1. Penetapan kadar Vitamin C
BE Vitamin C = ½ BM Vitamin C
mgrek Vitamin C = mgrek I2
mg/BM = N x V
mg Vitamin C = N I2 x V I2 x BE Vitamin C
mg Vitamin C = 0,0960 x 22 x 88,065
=185,99238 mg
= 0,1859 g
0,1859g
Jadi, % kadar Vitamin C = x 100 %
0,688 g
= 27,01 %

Pembahasan
Pada percobaan ini, adalah penetapan kadar Vitamin C dengan metode
iodimetri.Iodimetri merupakan titrasi dengan I2 sebagai peniter. menggunakan
kanji sebagai indikator. Indicator kanji lebih lazim digunakan, karena warna
biru tua kompleks pati-iod berperan sebagai uji kepekaan terhadap iod. Kanji
bereaksi dengan iod, dengan adanya iodide membentuk suatu kompleks yang
berwarna biru kuat, yang akan terlihat pada konsentrasi-konsentrasi iod yang
sangat rendah.Larutan kanji tidak boleh ditambahkan tepat sebelum titik akhir
dicapai. Jika larutan kanji ditambahkan ketika konsentrasi iod tinggi, sedikit
iod akan tetap teradsorpsi bahan pada titik akhir titrasi.

Iod merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat (lemah) , sehingga hanya zat-
zat yang merupakan reduktor kuat yang dapat dititrasi. Indikator yang
digunakan adalah amilum yang akan memberikan warna biru pada titik akhir
18

titrasi. Larutan I2 dibuat dengan melarutkan I2 murni selanjutnya


distandarisasi dengan Na-tiosulfat. dilarutkan dalam natrium hidroksida dan
kemudian dinetralkan dengan penambahan asam. Disebabkan kelarutan
iodine dalam air nilainya kecil maka larutan I2 dibuat dengan melarutkan I2
dalam larutan KI, dengan demikian dalam keadaan sebenarnya yang dipakai
untuk titrasi adalah larutan I3. Pada saat reaksi oksidasi, iodium akan di
reduksi menjadi iodide sesuai dengan reaksi:
I2 + 2e 2I
Setelah ditambahkan indikator kanji sebanyak 5 tetes dan dititrasi dengan
larutan baku standar I2 0,01 N tetes demi tetes. Hasil yang didapatkan pada
titik akhir titrasi adalah larutan sampel yang semula berwarna kuning setelah
ditambahkan I2 0,1 N berubah menjadi biru tua. Dengan reaksi yang terjadi
pada Indikator :

Reaksi antara vitamin C dengan I2

 CH2OH CH2OH
CHOH CHOH
O + I2 O + 2 HI
=O =O

OH OH O O

2.2 CONTOH SOAL IODOMETRI


19

Untuk menentukan kadar klorin dalam kaporit (Ca(ClO)2) diambil 1 gram


kaporit, kemudian dilarutkan ke dalam air sampai volumenya 100 cm3. Dari
larutan yang terjadi diambil 20 cm3, kemudian diasamkan dan direaksikan
dengan KI berlebih. I2 yang terbentuk dititrasi dengan larutan standar
Na2S2O3 0,2 M dengan indikator amilum. Warna biru hilang setelah volume
Na2S2O3 terpakai 12 mL. Jika Ar Ca = 40, O = 16, dan Cl = 35,5, tentukan
kadar klorin dalam kaporit tersebut

PEMBAHASAN :
Reaksi titrasi Iodometri

2I–(aq) + ClO–(aq) + 2H+(aq) → I2(aq) + Cl–(aq) + H2O(l)


I2(aq) + 2S2O32-(aq) → S4O62-(aq) + 2I–(aq)

Menentukan mol Na2S2O3


n=MxV
n = 0,2 M x 12.10-3L = 2,4 x 10-3 mol
Sehingga didapatkan mol Na2S2O3sebesar 2,4 x 10-3 mol

Berdasarkan perbandingan mol I2 dengan S2O32- melalui perbandingan


koefisien, dari persamaan reaksi berikut:
I2(aq) + 2S2O32-(aq) → S4O62-(aq) → S4O62-(aq) + 2I–(aq)
1,2 x 10-3 mol 2,4 x 10-3 mol
sebagai berikut:
mol I2 = ½ x 2,4 x 10-3 = 1,2 x 10-3 mol
sehingga didapatkan mol I2 sebesar 1,2 x 10-3 mol

Bandingkan kembali koefisien I2 dengan ClO– untuk mendapatkan mol CIO–


2I–(aq) + ClO–(aq) + 2H+(aq) → I2(aq) + Cl–(aq) + H2O(l)
1,2 x 10-3 mol 1,2 x 10-3 mol
mol CIO– = 1 x 1,2 x 10-3 = 1,2 x 10-3 mol
sehingga didapatkan mol CIO–sebesar 1,2 x 10-3 mol

Bandingkan kembali koefisien ClO– dengan Ca(ClO)2untuk mendapatkan


molCa(ClO)2dalam persamaan reaksi berikut:
Ca(ClO)2 (aq) → Ca2+(aq) + 2ClO– (aq)
1,2 x 10-3 mol
Mol Ca(ClO)2 = ½ x 1,2 x 10-3 = 6 x 10-4 mol
Sehingga didapatkan mol Ca(ClO)2sebesar 6 x 10-4 mol
20

Selanjutnya mencari massa Ca(ClO)2 hasil titrasi:


massa = n x Mr = 6 x 10-4 mol x 143 = 0,0858 gram

dan kadarCa(ClO)2 klorin dalam sampel:

DAFTAR PUSTAKA

Basset J. dkk. Buku Ajar Vogel Kimia Analitik Kuantitatif Anorganik. Penerbit
Buku kedokteran EGC: Jakarta,1994.

Harjadi, W.. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Erlangga: Jakarta, 1993.


21

Khopkar S. M. . Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press: Jakarta, 1990.

Rivai, Harrizal, Asas Pemeriksaan Kimia, Universitas Indonesia Press: Jakarta,


1995.
Rohman., Kimia Farmasi Analisis. Pustaka pelajar : Yogyakarta, 2007.
Roth, J., Blaschke, G.,Analisa Farmasi, UGM Press: Yogyakarta, 1988.
Underwood, A.L., Day, RA., Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Edisi VI, Erlangga:
Jakarta, 2002.
Underwood, A.L., day, RA., Analisa Kimia Kuantitatif Edisi V, Erlangga:
Jakarta,1993.

Anda mungkin juga menyukai