Kelompok : 4 (Empat)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Iodometri dan Iodimetri”.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Dasar-dasar Kimia Analitik
pada Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Lampung. Penulis mengharapkan agar makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca. Dan penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan
dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu penulis mengharapakan kritik dan
saran yang sifatnya membangun.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................2
II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Iodo-Iodimetri .........................................................................
2.2 Prinsip Iodo-Iodimetri ...............................................................................
2.3 Indikator pada Iodo-Iodimetri ...................................................................
2.4 Standarisasi Larutan Iodium .....................................................................
2.5 Natrium Tiosulfat sebagai Titran .............................................................
2.6 Standarisasi Larutan tiosulfat ...................................................................
2.7 Penentuan dengan Iodometri dan Iodimetri ..............................................
2.8 Percobaan pada Iodometri dan Iodimetri ..................................................
2.9 Contoh soal Iodometri dan Iodimetri .......................................................
III.PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA
1
I. PENDAHULUAN
Titrasi iodometri dan iodimetri adalah salah satu metode titrasi yang
didasarkan pada reaksi oksidasi reduksi. Metode ini lebih banyak
digunakan dalam analisa jika dibandingkan dengan metode lain. Alasan
dipilihnya metode ini karena perbandingan stoikometri yang sederhana
pelaksanannya praktis dan tidak benyak masalah dan mudah.
Dalam bidang farmasi metode ini digunakan untuk menentukan kadar zat-
zat yang mengandung oksidator misalnya Cl2, Fe (III), Cu (II) dan
sebagainya, sehingga mengetahui kadar suatu zat berarti mengetahui mutu
dan kualitasnya. Oleh karena itu, untuk memahami lebih jelas mengenai
Iodometri dan Iodimetri maka dibuatlah makalah ini.
2
II. PEMBAHASAN
3
2. Pengertian Iodimetri
4
Iodida adalah reduktor lemah dan dengan mudah akan teroksidasi jika
direaksikan dengan oksidator kuat. Iodida tidak dipakai sebagai titran, hal ini
disebabkan karena faktor kecepatan reaksi dan kurangnya jenis indikator yang
dapat dipakai untuk iodida. Oleh sebab itu titrasi kembali merupakan proses
titrasi yang sangat baik untuk titrasi yang melibatkan iodida. Senyawa iodida
umumnya KI ditambahkan secara berlebih pada larutan oksidator sehingga
terbentuk I2. I2 yang terbentuk adalah ekuivalen dengan jumlah oksidator yang
akan ditentukan. Jumlah I2 ditentukan dengan menitrasi I2 dengan larutan
standar tiosulfat (umumnya yang dipakai adalah Na2S2O3) dengan indikator
amilum, jadi perubahan warnanya dari biru tua kompleks amilum-I2 sampai
warna ini tepat hilang.
Reaksi yang terjadi pada titrasi iodometri untuk penentuan iodat adalah
sebagai berikut:
Jadi, prinsip dasar dari titrasi iodometri adalah zat uji (oksidator) mula-mula
direaksikan dengan ion iodida berlebih, kemudian iodium yang dihasilkan
dititrasi dengan larutan tiosulfat.
Oksidator + KI → I2 + 2e
I2 + Na2S2O3 → NaI + Na2S4O6
5
Sedangkan prinsip dasar dari titrasi iodimetri adalah zat uji (reduktor)
langsung dititrasi dengan larutan iodium. dimana I2 sebagai larutan
standardnya.
Namun demikian, suatu larutan (penyebaran koloidal) dari kanji lebih umum
dipergunakan, karena warna biru gelap dari kompleks iodin-kanji bertindak
sebagai suasana tes yang amat sensitif untuk iodin. Mekanisme pembentukan
kompleks yang berwarna ini tidak diketahui, namun ada pemikiran bahwa
molekul-molekul iodin tertahan di permukaan 𝛽-amylose,suatu konstituen
dari kanji. Larutan-larutan kanji dengan mudah didekomposisinya oleh
bakteri, dan biasanya sebuah substansi, speperti asam borat, ditambahkan
sebagai bahan pengawet.
Namun demikian, suatu larutan (penyebaran koloidal) dari kanji lebih umum
digunakan, karena warna biru gelap dari kompleks iodin-kanji bertindak
sebagai tes yang sensitif untuk iodin.
tidak stabil pada suspensi dengan air, karenanya dalam proses pembuatannya
harus dibantu dengan pemanasan.
2. Larutan kanji yang telah rusak akan memberi warna violet yang sulit
hilang warnanya, sehingga akan mengganggu penitaran.
3. Pemberian kanji terlalu awal, dapat menyebabkan iodium menguraikan
amilum dan hasil peruraian mengganggu perubahan warna pada titik
akhir.
4. Penambahan KI harus berlebih, karena I2 yang dihasilkan sukar larut
dalam air tetapi mudah larut dalam KI, jadi KI yang ditambahkan selain
mereduksi analit juga melarutkan I2 hasil reaksi.
5. Larutan tiosulfat (H2S2O3) dapat terdekomposisi, pada suasana yang
sangat asam dapat menguraikan larutan tiosulfat menjadi belerang.
7
Nilai konstanta kesetimbangan untuk reaksi ini adalah 0,17; karena itu reaksi
ini tidak berjalan sampai selesai pada titik ekivalen. Namun demikian, jika
konsentrasi ion hidrogen diturunkan, reaksi dipaksa bergeser ke kanan
sehingga bisa digunakan untuk titrasi. Biasanya larutannya disangga pada pH
sedikit diatas 8 menggunakan natrium bikarbonat.
Kelemahan larutan iod adalah :
1. Larutan iod adalah oksidator lemah, tak stabil karena mudah menguap.
2. Dapat mengoksidasi karet, gabus dan zat-zat organik lainnya.
3. Dipengaruhi oleh udara dengan reaksi sebgai berikut :
4 I- + O2 + 4H+ 2I2 + 2H2O
4. Tidak dapat dilakukan pada suasana basa yakni pada Ph > 9 karena akan
terjadi reaksi :
I2 + OH- HOI + 2H2O
3HOI + 3OH- 2I- + IO3- + 3H2O
Reaksinya berjalan cepat, sampai selesai dan tidak ada reaksi sampingan.
Berat ekivalen dari Na2S2O3. 5H2O adalah berat molekularnya, 248,17; karena
satu elektron per satu molekul hilang. Jika pH dari larutan diatas 9, tiosulfat
teroksidasi secara parsial menjadi sulfat :
4I2 + S2O32- + 5H2O 8I- + 2SO42- + 10H+
Dalam larutan yang netral atau sedikit alkalin, oksidasi menjadi sulfat tidak
muncul, terutama jika iodin digunakan sebagai titran. Banyak agen
pengoksidasi kuat, seperti garam permanganat, garam dikromat, dan garam
serium (IV), mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat, namun reaksinya tidak
kuantitatif.
Kerugian utama dari kedua garam ini sebagai standar primer adalah berat
ekivalnnya yang kecil. Dalam setiap kasus berat ekivalen adalah
seperenam dari berat molekular, dimana berat ekivalen KIO3 adalah 35,67
dan KBrO3 adalah 27,84. Untuk menghindari kesalahan yang besar dalam
9
Pada reaksi di atas valensinya adalah 6 karena 1 mol KIO₃ setara dengan 3
mol I₂, sedangkan 1 mol I₂ setara dengan 2e. Sehingga 1 mol KIO₃ setara
dengan 6e akibatnya BE KIO₃ sama dengan BM/6.
Cu2+ + e Cu+
Adalah +0,15 V, sehingga iodin, E˚ = +0,53 V, adalah agen pengoksidasi
yang lebih baik dibandingkan ion Cu(II). Namun demikian, ketika ion
iodida ditambahakan ke dalam larutan Cu(II), endapan CuI terbentuk,
2Cu2+ + 4I- 2Cu(s) + I2
Reaksi dipaksa bergeser ke kanan oleh pembentukan endapan dan oleh
penambahan ion iodida berlebih. pH dari larutan harus dijaga oleh sistem
penyangga antara 3 dan 4.
Prosedur percobaan
1. Pembuatan larutan Na2S2O3 0,1 N dan standaisasinya
a. Menimbang 3,96 gram kristal ntrium iosulfat pentahidrat,
kemudian dilarutkan dalam 250 mL
b. Mengambil 25 mL larutan standar K2Cr2O7 0,1 M standar primer,
lalu menambahkan 6 mL HCL pekat dan 20 mL KI 1M
c. Menitrasi iodium yang dibebaskan dengan larutan tiosulfat standar
yang dibuat dengan indikator amilum sampai warna biru hilang.
d. Mencatat volume titran yang digunakan
e. Menghitung normalitas larutan tiosulfat dengan rumus:
(𝑉 𝑥 𝑁)𝐾2𝐶𝑟2𝑂7
Ntio = 𝑉𝑡𝑖𝑜
(𝑉 𝑥 𝑁)𝑡𝑖𝑜 𝑥 𝐴𝑟 𝐶𝑢
Kadar Cu = 𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Hasil Percobaan
Berdasarkan percobaan diperoleh hasil sebagai berikut:
13
Hasi Perhitungan:
a. Pembuatan Larutan Na2S2O3 0,1 N dan standarisasinya
= 20 mmol
3
mmol I2 = 6 x 2 mmol
= 10 mmol
2
mmol S2O32- = x mmol I2
1
= 2 x 10 mmol
= 20 mmol
2 𝑚𝑚𝑜𝑙 𝑒𝑘
mmol ek. S2O32- = x 20 mmol
2 𝑚𝑚𝑜𝑙
= 20 mmol
2 𝑚𝑚𝑜𝑙 𝑒𝑘
N S2O32- = 𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛
2 𝑚𝑚𝑜𝑙 𝑒𝑘
= 128 𝑚𝐿
= 0,156 N
b. Penentuan kadar Cu
1 𝑚𝑚𝑜𝑙
mmol I2 = x 15,6 mmol
2 𝑚𝑚𝑜𝑙
= 7,8 mmol (dalam 10 mL)
2 𝑚𝑚𝑜𝑙
mmol Cu2+ = x 7,8 mmol (dalam 25 mL)
2 𝑚𝑚𝑜𝑙
25 𝑚𝐿
mmol Cu = x 7,8 mmol
10 𝑚𝐿
= 19,5 mmol
= 1,24 g
Pembahasan
Percobaan ini adalah percobaan iodometri (titrasi tidak langsung) dimana
pada percobaan ini digunakan Kalium Kromat yang direaksikan dengan KI
dalam suasana asam untuk menghasilkan iodium dari ion iodida yang berasal
dari larutan KI. Kalium Kromat mengalami oksidasi dan ion iodida dari
larutan KI mengalami oksidasi sehingga menghasilkan iodium yang
kemudian bereaksi dengan Natrium Tiosulfat. Pada percobaan digunakan
Na2S2O3 sebegai titran yang merupakan larutan standar sekunder yang perlu
distandarisasi dengan larutan standar primer K2Cr2O7. Selain sebagai standar
primer K2Cr2O7 juga berfungsi sebagai oksidator bagi ion iodida dalam
larutan KI untuk menghasilkan iodium. Pada percobaan dilakukan
penambahan HCl sebagai penyedia suasana asam, pada pH <8 setelah iodium
terbentuk, iodium mengalami reduksi dan Na2S2O3 akan teroksidasi menjadi
S4O62-. Pada percobaan dilakukan penambahan amilum sebelum titik akhir
titrasi hal ini dikarenakan agar iodium tidak seluruhnya diadsorpsi oleh
amilum sehingga kita dapat mengetahui titik akhir titrasi. Amilum sebagai
pendeteksi adanya kelebihan iodium dalam larutan tersebut.
Adapun reaksi yang terjadi pada percobaan ini adalah:
HASIL PENGAMATAN
Berdasarkan percobaan diperoleh hasil sebagai berikut:
Data perhitungan
1. Penetapan kadar Vitamin C
BE Vitamin C = ½ BM Vitamin C
mgrek Vitamin C = mgrek I2
mg/BM = N x V
mg Vitamin C = N I2 x V I2 x BE Vitamin C
mg Vitamin C = 0,0960 x 22 x 88,065
=185,99238 mg
= 0,1859 g
0,1859g
Jadi, % kadar Vitamin C = x 100 %
0,688 g
= 27,01 %
Pembahasan
Pada percobaan ini, adalah penetapan kadar Vitamin C dengan metode
iodimetri.Iodimetri merupakan titrasi dengan I2 sebagai peniter. menggunakan
kanji sebagai indikator. Indicator kanji lebih lazim digunakan, karena warna
biru tua kompleks pati-iod berperan sebagai uji kepekaan terhadap iod. Kanji
bereaksi dengan iod, dengan adanya iodide membentuk suatu kompleks yang
berwarna biru kuat, yang akan terlihat pada konsentrasi-konsentrasi iod yang
sangat rendah.Larutan kanji tidak boleh ditambahkan tepat sebelum titik akhir
dicapai. Jika larutan kanji ditambahkan ketika konsentrasi iod tinggi, sedikit
iod akan tetap teradsorpsi bahan pada titik akhir titrasi.
Iod merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat (lemah) , sehingga hanya zat-
zat yang merupakan reduktor kuat yang dapat dititrasi. Indikator yang
digunakan adalah amilum yang akan memberikan warna biru pada titik akhir
18
CH2OH CH2OH
CHOH CHOH
O + I2 O + 2 HI
=O =O
OH OH O O
PEMBAHASAN :
Reaksi titrasi Iodometri
DAFTAR PUSTAKA
Basset J. dkk. Buku Ajar Vogel Kimia Analitik Kuantitatif Anorganik. Penerbit
Buku kedokteran EGC: Jakarta,1994.