Mite (Mitos) adalah cerita prosa rakyat yang ditokohi para dewa atau makhluk
setengah dewa yang terjadi di dunia lain (kayangan) dan dianggap benar – benar
terjadi oleh empunya cerita atau penganutnya.
1. Telaga Bidadari
Dahulu kala, ada seorang pemuda yang tampan dan gagah. Ia bernama Awang
Sukma. Awang Sukma mengembara sampai ke tengah hutan belantara. Ia tertegun
melihat aneka macam kehidupan di dalam hutan. Ia membangun sebuah rumah
pohon di sebuah dahan pohon yang sangat besar.
Kehidupan di hutan rukun dan damai. Setelah lama tinggal di hutan, Awang Sukma
diangkat menjadi penguasa daerah itu dan bergelar Datu. Sebulan sekali, Awang
Sukma berkeliling daerah kekuasaannya dan sampailah ia di sebuah telaga yang
jernih dan bening. Telaga tersebut terletak di bawah pohon yg rindang dengan buah-
buahan yang banyak. Berbagai jenis burung dan serangga hidup dengan riangnya.
"Hmm, alangkah indahnya telaga ini. Ternyata hutan ini menyimpan keindahan yang
luar biasa," gumam Datu AwangSukma.
"Mungkinkah mereka itu para bidadari?" pikir Awang Sukma. Tujuh gadis cantik itu
tidak sadar jika mereka sedang diperhatikan dan tidak menghiraukan selendang
mereka yang digunakan untuk terbang, bertebaran di sekitar telaga. Salah satu
selendang tersebut terletak di dekat Awang Sukma.
"Wah, ini kesempatan yang baik untuk mendapatkan selendang di pohon itu,"
gumam Datu Awang Sukma.
Mendengar suara dedaunan, para putri terkejut dan segera mengambil selendang
masing-masing. Ketika ketujuh putri tersebut ingin terbang, ternyata ada salah
seorang putri yang tidak menemukan pakaiannya. Ia telah ditinggal oleh keenam
kakaknya. Saat itu, Datu Awang Sukma segera keluar dari persembunyiannya.
"Jangan takut tuan putri, hamba akan menolong asalkan tuan putri sudi tinggal
bersama hamba," bujuk Datu Awang Sukma. Putri Bungsu masih ragu menerima
uluran tangan Datu Awang Sukma. Namun karena tidak ada orang lain maka tidak
ada jalan lain untuk Putri Bungsu kecuali menerima pertolongan Awang Sukma.
Datu Awang Sukma sangat mengagumi kecantikan Putri Bungsu. Demikian juga
dengan Putri Bungsu. Ia merasa bahagia berada di dekat seorang yang tampan dan
gagah perkasa. Akhirnya mereka memutuskan untuk menjadi suami istri. Setahun
kemudian lahirlah seorang bayi perempuan yang cantik dan diberi nama Kumalasari.
Kehidupan keluarga Datu Awang Sukma sangat bahagia.
Namun, pada suatu hari seekor ayam hitam naik ke atas lumbung dan mengais padi
di atas permukaan lumbung. Putri Bungsu berusaha mengusir ayam tersebut. Tiba-
tiba matanya tertuju pada sebuah bumbung bambu yang tergeletak di bekas kaisan
ayam. "Apa kira-kira isinya ya?" pikir Putri Bungsu. Ketika bumbung dibuka, Putri
Bungsu terkejut dan berteriak gembira. "Ini selendangku!, seru Putri Bungsu.
Selendang itu pun didekapnya erat-erat. Perasaan kesal dan jengkel tertuju pada
suaminya. Tetapi ia pun sangat sayang pada suaminya.
Datu Awang Sukma terpana melihat kejadian itu. Ia langsung mendekat dan minta
maaf atas tindakan yang tidak terpuji yaitu menyembunyikan selendang Putri
Bungsu. Datu Awang Sukma menyadari bahwa perpisahan tidak bisa dielakkan.
"Kanda, dinda mohon peliharalah Kumalasari dengan baik," kata Putri Bungsu
kepada Datu Awang Sukma." Pandangan Datu Awang Sukma menerawang kosong
ke angkasa. "Jika anak kita merindukan dinda, ambillah tujuh biji kemiri, dan
masukkan ke dalam bakul yang digoncang-goncangkan dan iringilah dengan
lantunan seruling. Pasti dinda akan segera datang menemuinya," ujar Putri Bungsu.
Pesan moral : Legenda Telaga Bidadari mengajarkan kita, jika kita menginginkan
sesuatu hendaknya dengan cara halal. Kita tidak boleh mencuri, merampok harta
milik orang lain, karena sewaktu-waktu dapat menjadi batu sandungan dalam meraih
cita-cita. Kitapun tidak boleh menyimpan perbuatan busuk, karena pada suatu saat
akan ketahuan juga.
2. joko tingkir
Banyubiru adalah nama desa terpencil di suatu kota di Jawa Tengah. Alamnya
sangat indah dan tanahnya subur. Di desa itu tinggal seorang yang amat saleh dan
bijaksana, bernama Ki Buyut Banyubiru.
Pada suatu sore, datanglah seorang pemuda yang ingin berguru padanya. Pemuda
itu bernama Joko Tingkir.
Apakah benar, saya sedang berhadapan dengan Ki Buyut Banyubiru?" tanya Joko
Tingkir dengan penuh hormat kepada laki-laki setengah tua di hadapannya.
"Benar, akulah Ki Buyut Banyubiru dan aku tahu keperluanmu sehingga kau datang
kemari," jawab Ki Buyut Banyubiru. Maksud kedatangan Joko Tingkir adalah ingin
memohon ampunan dari Sultan Demak untuk menebus kesalahannya karena telah
membunuh Dadungawuk.
Di rumah Ki Buyut Banyubiru selain Joko Tingkir, ternyata ada pemuda lain bernama
Mas Manca yang tinggal di sana. la berasal dari Desa Kalpitu di lereng Gunung
Lawu. Setiap hari kedua pemuda itu menerima berbagai ilmu untuk menambah
kesaktian.
"Mulai tengah malam ini kalian harus bertahan berendam di air sungai yang dingin
ini," kata Ki Buyut Banyubiru kepada kedua pemuda itu.
"Dengan cara ini kalian akan mampu menguasai diri dan mengendalikan hawa
nafsu," lanjut Ki Buyut Banyubiru. Kedua pemuda itu menjalankan perintahnya tanpa
mengeluh.
Tak terasa Joko Tingkir telah berguru di Desa Banyubiru selama tiga bulan. Pada
suatu hari ia dipanggil oleh Ki Buyut Banyubiru untuk diberi nasihat dan perintah.
"Anakku Joko Tingkir, sudah tiba saatnya kau menampakkan diri di hadapan Sultan
Demak. Ini, terimalah segenggam tanah. Bila kelak kau berjumpa dengan
banteng, masukkan tanah ini ke dalam mulutnya. Banteng itu akan mengamuk dan
lari ke Alun-Alun Prawata. Saat itulah Sultan akan memanggilmu," kata Ki Buyut
Banyubiru. Joko Tingkir mendengarkan
Joko Tingkir ditemani oleh Mas Manca, Ki Wuragil dan Ki Wila menempuh
perjalanan dengan menyusuri sungai menggunakan rakit.
"Awas, ada buaya!" teriak Joko Tingkir. Mereka tidak menyadari ternyata rakitnya
telah dikerumuni oleh sekawanan buaya yang langsung menyerangnya dengan
buas. Dengan gagah berani mereka melawan dan mengalahkan buaya-buaya itu.
Bahkan Joko Tingkir berhasil mengalahkan raja buaya di sungai itu. Sebagai
pengakuan kekalahannya maka sebanyak empat puluh ekor buaya berbaris
menopang rakit yang ditumpangi Joko Tingkir dan kawan-kawannya. Rakit itu pun
meluncur cepat tanpa perlu mereka dayung lagi.
Akhirnya mereka tiba di tepi sungai dan segera memasuki hutan belantara. Tiba-tiba
mereka melihat seekor banteng ganas yang siap menyerang. Koko Tingkir segera
memasukkan tanah yang diberikan oleh Ki Buyut Banyubaru ke dalam mulut
banteng. Seketika itu juga banteng mengamuk dan lari ke Alun-Alun Prawata.
Peristiwa yang menghebohkan itu akhirnya didengar oleh Sultan Demak. Beliau
sangat cemas memikirkan keselamatan penduduknya. Tiba-tiba ia melihat Joko
Tingkir yang sedang berdiri di pinggir alun-alun menyaksikan banteng mengamuk
itu. Segera Joko Tingkir dipanggil menghadapnya.
“Lihat, Joko Tingkir akan menghadapi banteng itu. la tampak gagah dan tak gentar
sedikit pun!" teriak seorang prajurit Demak yang terkagum-kagum meiihatnya.
Joko Tingkir segera memasuki tengah alun-alun dan siap untuk bertempur.
Terjadilah pertarungan yang seru antara banteng dan Joko Tingkir. Ketika banteng
itu akan menyeruduk perut Joko Tingkir, tiba-tiba tangan kanan Joko Tingkir
menghantam kepala banteng itu. Seketika kepala banteng itu pecah dan tubuhnya
roboh tak berdaya. Darah mengucur dari kepalanya dan membasahi tanah
sekitarnya.
Kemenangannya disambut dengan sorak-sorai penduduk yang menyaksikan
keberaniannya. Setelah berhasil memenangkan pertarungan itu Joko Tingkir kembali
menghadap Sultan Demak.
Dongeng legenda
Legenda adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi yang
ceritanya dihubungkan dengan tokoh sejarah, telah dibumbui dengan keajaiban,
kesaktian, dan keistimewaan tokohnya
1. Telaga Warna
Akhirnya Raja memutuskan untuk bersemedi. Dia pergi ke gunung dan menemukan
sebuah gua. Disanalah dia bersemedi, berdoa kepada Tuhan supaya dikaruniai
keturunan. Setelah berhari-hari Prabu Suwartalaya berdoa, suatu hari tiba-tiba
terdengar suara gaib.
“Benarkah kau menginginkan keturunan Prabu Suwartalaya?” kata suara gaib
tersebut.
“Ya! Saya ingin sekali memiliki anak!” jawab Prabu Suwartalaya.
“Baiklah! Doamu akan terkabul. Sekarang pulanglah!” kata suara gaib.
Maka Prabu Suwartalaya pun pulang dengan gembira. Benar saja beberapa minggu
kemudian, Ratu pun mengandung. Semua bersuka cita. Terlebih lagi ketika
sembilan bulan kemudian Ratu melahirkan seorang putri yang cantik. Dia diberi
nama Putri Gilang Rukmini. Prabu Suwartalaya mengadakan pesta yang meriah
untuk merayakan kelahiran putri mereka. Putri Gilang Rukmini pun menjadi putri
kesayangan rakyat Kutatanggeuhan.
Beberapa tahun telah berlalu, putri Gilang Rukmini tumbuh menjadi gadis yang
cantik jelita. Sayang putri Gilang Rukmini sangat manja dan berperangai tidak baik,
mungkin karena Prabu dan Ratu sangat memanjakannya. Maklumlah anak semata
wayang. Apapun yang diminta oleh putri pasti segera dituruti. Jika tidak putri akan
sangat marah dan bertindak kasar. Namun rakyat tetap mencintainya. Mereka
berharap suatu hari perangai putri akan berubah dengan sendirinya.
Seminggu lagi putri Gilang Rukmini akan berusia tujuh belas tahun. Prabu
Suwartalaya akan mengadakan pesta syukuran di istana. Semua rakyat boleh
datang dan memberikan doa untuk putri Gilang Rukmini. Rakyat berkumpul dan
merencanakan hadiah istimewa untuk putri kesayangan mereka. Akhirnya disepakati
bahwa mereka akan menghadiahkan sebuah kalung yang sangat indah. Kalung itu
terbuat dari emas terbaik dan ditaburi batu-batu permata yang beraneka warna.
Maka rakyat dengan sukarela menyisihkan uang mereka dan mengumpulkannya
untuk biaya pembuatan hadiah tersebut. Mereka memanggil pandai emas terbaik di
kerajaan untuk membuatnya.
Kini danau itu masih bisa kita temui di daerah Puncak, Jawa Barat. Danau itu
dinamakan Telaga Warna, karena jika hari cerah, airnya akan memantulkan cahaya
matahari hingga tampak berwarna-warni. Katanya, itu adalah pantulan warna yang
berasal dari kalung putri Gilang Rukmini.
Ia memiliki senjata yang sangat sakti bernama Bandung, dengan begitu ia sangat
terkenal dengan sebutan Bandung Bondowoso. Tidak hanya mempunyai senjata
yang sakti, Bandung Bondowoso juga memiliki pasukan tentara berupa jin. Bala
tentara jin tersebut ia gunakan untuk membantunya dalam menyerang kerajaan lain
dan juga memenuhi segala keinginannya.
Suatu Ketika Raja Pengging memerintahkan Bandung Bondowoso untuk menyerang
Kerajaan Prambanan. Esok harinya, bandung Bondowoso memanggil seluruh bala
tentara jinnya dan berangkat ke Kerajaan Prambanan.
Kabar keberhasilan Bandung Bondowoso didengar oleh Raja Pengging dan merasa
sangat bahagia. Raja Pengging pun mengutus Bandung Bondowoso untuk
menempati Kerajaan Prambanan dan mengurus segala isi Kerajaan tersebut
termasuk keluarga Raja Baka.
Mendengar syarat yang diberikan oleh Roro Jonggrang, Bandung Bondowoso pun
langsung menyetujuinya. Syarat yang Roro Jonggrang berikan, ia anggap sangat
mudah karena ia mempunyai balatentara jin yang sangat banyak dan akan
membantunya.
Pada malam hari, Bandung Bondowoso mengumpulkan semua bala tentara jinnya.
Dalam waktu yang singkat, semua bala tentaranya sudah berkumpul. Setelah
mendengar perintah dari Bandung Bondowoso, semua bala tentaranya kengsung
membuat sumur dan membangun seribu candi dengan sangat cepat.
Melihat kecepatan bala tentara Bandung Bondowoso dalam membangun candi dan
membuat sumur, membuat Roro Jonggrang merasa ketakutan dan gelisah. Dalam
dua per tiga malam, hanya tinggal tiga buah candi dan satu sumur yang belum
terselesaikan.
Roro Jonggrang pergi untuk mengumpulkan para dayang-dayang yang ada di dalam
istana Prambanan. Para dayang-dayang tersebut ia beri tugas untuk membakar
jerami, membunyikan lesung dan menaburkan bunga berbau semerbak mewangi.
Melihat langit berwarna kemerahan, lesung berbunyi dan bau harum bunga,
membuat bala tentara jin Bandung Bondowoso pergi meninggalkan pekerjaan.
Mereka berpikir bahwa hari telah beranjak pagi, dan mereka pun harus segera pergi.
Dengan kesaktian yang dimiliki oleh Bandung Bondowoso, Roro Jonggang pun
menjadi arca keseribu dari Candi seribu yang ia syaratkan kepada Bandung
Bondowoso. Keseribu candi ini berada di Candi Prambanan, dan arca Roro
Jonggrang dikenal dengan candi Roro Jonggarang diantara seribu candi lainnya
yang diberi nama candi sewu.
Dongeng sage
1. Si Pahit Lidah
Serunting dan Aria Tebing masing-masing memiliki ladang, letak ladang mereka
bersebelahan yang hanya dipisahkan pepohonan. Dan di bawah pepohonan itu
tumbuh tanaman Cendawan. Namun, Cendawan yang tumbuh itu menghasilkan hal
yang jauh berbeda. Jika diamati Cendawan yang menghadap ke arah ladang milik
Aria Tebing tumbuh menjadi logam emas.
"Tapi, tapi aku tidak pernah berbuat curang," sahut Aria Tebing. Serunting tidak
memperdulikannya, ia tetap menantangnya untuk berduel. Aria Tebing kebingungan.
la tahu bahwa kakak iparnya itu adalah orang yang sakti, setelah lama berpikir,
akhirnya Aria Tebing mendapat ide.
la kemudian menceritakan kejadian itu dan membujuk kakak kandungnya yang tak
lain adalah istri dari serunting untuk memberitahukan rahasia kelemahan Serunting.
"Maaf adikku, aku tak mau mengkhianati suamiku, aku tak bisa memberi tahumu,"
jawab istri serunting keberatan.
"Percayalah kak, ini demi adikmu! Jika aku mengetahui kelemahan suamimu, aku
tidak akan membunuhnya," bujuk Aria tebing lagi.
Akhirnya istri Serunting iba melihat adiknya yang terus memohon, kemudian ia
memberitahukan bahwa kesaktian Serunting berada pada tumbuhan ilalang yang
bergetar meskipun tak tertiup angin.
Serunting mengetahui bahwa istrinya lah yang memberi tahu Aria Tebing tentang
kelemahannya, merasa dikhianati akhirnya Serunting pergi mengembara, ia bertapa
di Guning Siguntang.
Saat sedang bertapa, ia mendengar suara Hyang Mahameru, "Wahai Serunting! Aku
akan menurunkan ilmu kekuatan gaib kepadamu, apakah kau maul' tanya Hyang
Mahameru.
"Aku mau kekuatan gaib itu, wahai Hyang Mahameru, aku mau kekuatan itu," jawab
Serunting.
"Tapi, ada satu syarat yaitu kau harus bertapa di bawah pohon bambu. Setelah
tubuhmu ditutupi oleh daun-daun dari pohon bambu itu, maka kamu berhasil
mendapatkan kekuatan itu," ucap Hyang Mahameru.
Dua tahun berlalu, Serunting masih bertapa, akhirnya daun-daun dari pohon bambu
sudah menutupinya. Kini ia memiliki kesaktian yaitu setiap perkataan yang keluar
dari mulutnya akan menjadi kenyataan dan kutukan.
Sepasang kakek dan nenek itu sangat ramah dan baik hati. Ternyata sudah lama
mereka ingin dikaruniai seorang anak untuk membantu mereka bekerja. Serunting
pun mengabulkannya.
Ketika melihat ada sehelai rambut yang rontok menempel pada baju sang nenek,
Serunting mengambilnya lalu mengubah rambut itu menjadi seorang bayi. Pasangan
tua itu bahagia dan berterima kasih kepada Serunting.
Serunting bahagia bisa membantu orang lain. Di sisa perjalanannya, Serunting
belajar untuk membantu dan berusaha menolong orang yang kesulitan. Namun
meskipun kalimat yang keluar dari mulutnya adalah kalimat baik dan untuk
membantu orang yang membutuhkan, tetap saja orang-orang masih menjulukinya
dengan nama Si Pahit Lidah.
Hati si Pitung geram sekali. Sore ini ia kembali melihat kesewenang-wenangan para
centeng Babah Liem. Babah Liem atau Liem Tjeng adalah tuan tanah di daerah
tempat tinggal si Pitung. Babah Liem menjadi tuan tanah dengan memberikan
sejumlah uang pada pemerintah Belanda, Selain itu, ia juga bersedia membayar
pajak yang tinggi pada pemerintah Belanda. Itulah sebabnya, Babah Liem
mempekerjakan centeng-centengnya untuk merampas harta rakyat dan menarik
pajak yang jumlahnya mencekik Ieher.
Si Pitung bertekad, ia harus melawan para centeng Babah Liem. Untuk itu ia berguru
pada Haji Naipin, seorang ulama terhormat dan terkenal berilmu tinggi. Haji Naipin
berkenan untuk mendidik si Pitung karena beliau tahu wataknya. Ya, si Pitung
memang terkenal rajin dan taat beragama. Tutur katanya sopan dan ia selalu patuh
pada kedua orangtuanya, Pak Piun dan Bu Pinah.
Beberapa bulan kemudian, si Pitung telah menguasai segala ilmu yang diajarkan
oleh Haji Naipin. Haji Naipin berpesan, "Pitung, aku yakin kau bukan orang yang
sombong. Gunakan ilmumu untuk membela orang-orang yang tertindas. Jangan
sekali-kali kau menggunakannya untuk menindas orang lain." Si Pitung mencium
tangan Haji Naipin lalu pamit. Ia akan berjuang melawan Babah Liem dan centeng-
centengnya.
"Lepaskan mereka!" teriak si Pitung ketika melihat centeng Babah Liem sedang
memukuli seorang pria yang melawan mereka.
"Hai Anak Muda, siapa kau berani menghentikan kami?" tanya salah satu centeng
itu.
"Kalian tak perlu tahu siapa aku, tapi aku tahu siapa kalian. Kalian adalah para
pengecut yang bisanya hanya menindas orang yang lemah!" jawab si Pitung.
Sejak saat itu, si Pitung menjadi terkenal. Meskipun demikian ia tetaplah si Pitung
yang rendah hati dan tidak sombong.
Sejak kejadian dengan para centeng Babah Liem, si Pitung memutuskan untuk
mengabdikan hidupnya bagi rakyat jelata. Ia tak tahan menyaksikan kemiskinan
mereka, dan ia muak melihat kekayaan para tuan tanah yang berpihak pada
Belanda.
Apalagi banyak perampok lain yang bertindak atas nama si Pitung, padahal mereka
bukanlah anggota si Pitung. Pemerintah Belanda kemudian mengeluarkan perintah
untuk menangkap si Pitung. Meskipun menjadi buronan, si Pitung tak gentar. Ia
tetap merampok orang-orang kaya, dengan cara berpindah tempat agar tak mudah
tertangkap.
Kesal karena tak bisa menangkap si Pitung, pemerintah Belanda menggunakan cara
yang licik. Mereka menangkap Pak Piun dan Haji Naipin. Salah satu pejabat
pemerintah Belanda yang bernama Schout Heyne mengumumkan bahwa kedua
orang tersebut akan dihukum mati jika si Pitung tak menyerah. Berita itu sampai juga
ke telinga si Pitung. Ia tak ingin ayah dan gurunya mati sia-sia. Ia lalu mengirim
pesan pada Schout Heyne. Si Pitung bersedia menyerahkan diri jika ayah dan
gurunya dibebaskan. Schout Heyne menyetujui permintaan si Pitung. Pak Piun
dibebaskan, tapi Haji Naipin tetap disandera sampai si Pitung menyerahkan diri.
Akhirnya si Pitung muncul. "Lepaskan Haji Naipin, dan kau bebas menangkapku,"
kata si Pitung. Schout Heyne menuruti permintaan tersebut. Haji Naipin pun
dilepaskan.
"Pitung, kau telah meresahkan banyak orang dengan kelakuanmu itu. Untuk itu, kau
harus dihukum mati," kata Schout Heyne.
"Kau tidak keliru? Bukannya kau dan para tuan tanah itu yang meresahkan orang
banyak? Aku tidak takut dengan ancamanmu," jawab si Pitung.
"Huh, sudah mau mati masih sombong juga. Pasukan, tembak dia!" perintah Schout
Heyne pada pasukannya.
Pak Piun dan Haji Naipin berteriak memprotes keputusan Schout Heyne. "Bukankah
anakku sudah menyerahkan diri? Mengapa harus dihukum mati?" ratap Pak Piun.
Namun Schout Heyne tak perduli, baginya si Pitung telah mengancam jabatannya.
Dongeng Fabel
Fabel adalah cerita yang menceritakan kehidupan hewan yang berperilaku
menyerupai manusia. Cerita tersebut tidak mungkin kisah nyata.
1. Katak dan Tikus
Ketika seekor tikus muda yang mencari petualangan baru, berjalan menyusuri
pinggiran kolam di mana di kolam tersebut tinggallah seekor katak. Saat katak
tersebut melihat tikus, dia berenang menuju ke tepi kolam dan berkata:
"Maukah kamu mengunjungi saya? Saya berjanji kamu akan senang."
Sang Tikus tidak berpikir panjang lagi, karena dia sangat ingin berpetualang ke
seluruh dunia dan melihat segala yang ada di dunia. Tetapi walaupun dia bisa
berenang sedikit, dia tidak berani untuk masuk dan berenang di kolam tanpa
bantuan.
Sang katak memiliki akal, agar sang Tikus bisa yakin bahwa katak akan dapat selalu
membantu sang Tikus saat berenang di kolam, dia mengikat kaki tikus tersebut ke
kakinya sendiri dengan seutas tali. Lalu dia melompat ke dalam kolam, sambil
menarik teman jalannya yang bodoh bersamanya.
Sang tikus yang terbawa-bawa berenang bersama katak akhirnya merasa cukup dan
ingin kembali ke pinggiran kolam; tetapi sang Katak yang jahat memiliki rencana lain.
Dia kemudian menarik Sang Tikus masuk ke dalam air dan menenggelamkannya
sehingga meninggal. Tetapi sebelum sempat melepaskan tali yang mengikat dia
dengan tikus yang telah meninggal, seekor elang terbang menyambar ke bawah,
menangkap tikus dan membawanya pergi, bersama Sang Katak yang tergantung-
gantung pada kaki tikus. Saat itulah, Sang Elang sadar bahwa dengan sekali sambar
mendapatkan dua makanan sekaligus untuk makan siangnya.
Pada zaman dahulu terdapat sebuah pekan kecil yang sangat cantik terletak di kaki
bukit. Pekan tersebut di kenali Hamelyn. Penduduk di pekan tersebut hidup dengan
aman damai, tetapi sikap mereka tidak perihatin terhadap kebersihan. Pekan
tersebut penuh dengan sampah sarap. Mereka membuang sampah di merata-rata
menyebabkan pekan tersebut menjadi tempat pembiakan tikus. Semakin hari
semakin banyak tikus membiak menyebabkan pekan tersebut dipebuhi oleh tikus-
tikus. Tikus-tikus berkeliaran dengan banyaknya dipekan tersebut. Setiap rumah
tikus-tikus bergerak bebas tanpa perasaan takut kepada manusia. Penduduk di
pekan ini cuba membela kucing untuk menghalau tikus dan ada diantara mereka
memasang perangkap tetapi tidak berkesan kerana tikus terlampau banyak. Mereka
sungguh susah hati dan mati akal bagaimana untuk menghapuskan tikus-tikus
tersebut.
Musibah yang menimpa pekan tersebut telah tersebar luas ke pekan-pekan lain
sehinggalah pada suatu hari seorang pemuda yang tidak dikenali datang ke pekan
tersebut dan menawarkan khidmatnya untuk menghalau semua tikus dengan syarat
penduduk pekan tersebut membayar upah atas kadar dua keping wang emas setiap
orang. Penduduk di pekan tersebut berbincang sesama mereka diatas tawaran
pemuda tadi. Ada diantara mereka tidak bersetuju oleh kerana mereka tidak
sanggup untuk membayar upah yang sangat mahal. Setelah berbincang dengan
panjang lebar akhirnya mereka bersetuju untuk membayar upah seperti yang diminta
oleh pemuda itu kerana mereka tidak mempunyai pilihan lain.
Kini pekan Hamelyn telah bebas daripada serangan tikus dan penduduk bersorak
dengan gembiranya. Apabila pemuda tadi menuntut janjinya, penduduk tersebut
enggan membayar upah yang telah dijanjikan kerana mereka mengangap kerja yang
dibuat oleh pemuda tadi tidak sepadan dengan upah yang diminta kerana hanya
dengan meniupkan seruling sahaja. Pemuda tadi sangat marah lalu dia menuipkan
seruling saktinya sekali lagi. Irama yang keluar dari seruling itu sangat memikat hati
kanak-kanak menyebabkan semua kanak-kanak berkumpul di sekelilingnya. Satelah
semua kanak-kanak berkumpul pemuda tadi berjalan sambil meniupkan seruling dan
diikuti oleh semua kanak-kanak. Pemuda itu membawa kanak-kanak tersebut keluar
dari pekan Hamelyn. Setelah Ibu Bapa menyedari bahawa mereka akan kehilangan
anak-anak, mereka mulai merasa cemas kerana kanak-kanak telah meninggalkan
mereka dan mengikuti pemuda tadi. Mereka mengejar pemuda tadi dan merayu
supaya menghentikan daripada meniup seruling dan memulangkan kembali anak-
anak mereka. Merka sanggup memberi semua harta benda yamg ada asalkan
pemuda tersebut mengembalikan anak-anak mereka.
Rayuan penduduk tidak diendahkan oleh pemuda tadi lalu mereka membawa kanak-
kanak tersebut menuju ke suatu tempat dan apabila mereka sampai disitu muncul
sebuah gua dengan tiba-tiba. Pemuda tadi masuk ke dalam gua itu dan diikuti oleh
kanak-kanak. Setelah semuanya masuk tiba-tiba gua tersebut ghaib dan hilang
daripada pandangan penduduk pekan tersebut. Mereka tidak dapat berbuat apa-apa
oleh kerana mereka telah memungkiri janji yang mereka buat. Merka menyesal
diatas perbuatan mereka tetapi sudah terlambat. Sesal dahulu pendapatan sesal
kemudian tidak berguna.
Sehingga hari ini penduduk pekan Hamelyn tidak melupakan kesilapan yang
dilalukan oleh nenek moyang mereka. Menepati janji adalah pegangan yang kuat
diamalkan oleh penduduk pekan Hamelyn sehingga hari ini.
Dahulu kala di daerah Lombok, hiduplah seorang raja yang bijak dan pemberani.
Baginda Raja memiliki Sepasang sandal dari kulit kerbau. Sandal kanan berasal dari
kulit kerbau jantan dan sandal kiri dari kulit kerbau betina.
Konon, kedua Sandal itu merupakan suami istri. Sandal jantan bernama Pogon dan
sandal betina bernama Pigin. Kedua sandal itu bisa bercakap-cakap, walaupun
hanya bisa didengar oleh mereka berdua saja.
Sandal ini sangat disayang Raja. Ke mana-mana, Raja selalu memakainya. Sandal
tersebut kuat dan tahan air.
Setiap malam, seekor tikus serakah selalu mengintai sandal itu. Tampaknya si Tikus
tergiur dengan bau sandal kulit tersebut.
“Istriku!” panggil sandal jantan kepada istrinya, “jika kita selalu diintip tikus yang
kelaparan, kita bisa jadi mangsanya. Bagaimana kalau kita berdoa kepada dewa
agar dijadikan tikus saja?”
“Kalau kita jadi tikus, semua makanan sisa yang ada di dapur istana bisa kita santap
berdua,” tambah sandal jantan lagi. Sandal betina setuju dengan usul suaminya itu.
Mereka pun berdoa. Doa mereka terkabul. Berubahlah mereka menjadi dua ekor
tikus besar. Kedua tikus itu sangat disegani oleh tikus-tikus lainnya.
Sepasang tikus itu selalu berkejaran di atap istana sehingga Raja merasa
terganggu. Beliau lalu mencari kucing untuk menangkap tikus-tikus itu.
Sepasang tikus jelman itu mulai ketakutan. Akhirnya mereka berdoa di jadikan
kucing saja . Doa mereka terkabul lagi. Berubahlah sepasang tikus itu menjadi
kucing yang elok. Ratu sangat menyayangi kedua hewan itu.
Beberapa waktu kemudian, kedua kucing itu merasa iri pada anjing karena selalu
diajak berburu. Akhirnya setelah berdoa, mereka pun menjadi sepasang anjing.
Setelama lama menjadi sepasang anjing berburu, mereka mereka merasa lelah dan
bosan. Mereka berdoa mereka. Kini, keduanya menjadi raja dan ratu. Mereka
mendirikan kerajaan yang lebih besar. Akan tetapi, mereka belum puas juga.
Keduanya ingin menguasai seluruh lombok.
Pendirian kerajaan baru ini terdengar oleh sang raja tempat mereka mengabdi dulu.
Beliau merasa tersaingi dan terancam. Oleh karna itu, disusunlah rencana untuk
menyerang kerajaan baru itu. Akhirnya, terjadilah pertempuran. seru
Kerajaan baru ternyata kalah . Mereka berdoa lagi agar dijadikan tikus kembali.
Akan tetapi, dewa akhirnya mengubah mereka menjadi Sepasang sandalseperti
semula.
Setelah berfikir cukup lama, akhirnya ia mendapat ide, ia menanam wang itu
dibelakang rumahnya, lalu memasang papan peringatan dengan tulisan yang sangat
besar "TIDAK ADA WANG DISINI!". Ternyata temannya Pak Pandir yang bernama
Si Luncai melihat apa yang dilakukan Pandir.
Setelah lewat tengah malam, Luncai pun menggali tanah itu untuk mengambil wang
tesebut. Setelah ia mendapatkan wang itu dan supaya tidak dicurigai, maka Luncai
mengganti tulisan yang ditulis Pandir dengan ayat "BUKAN LUNCAI YANG AMBIL!".
dipendekkan cerita..
hari dijanji telah tiba..
pak pandir pun sudah menunggu seawal subuh di lapangan terbang..