Anda di halaman 1dari 4

TINJAUAN PUSTAKA

Pneumocystis Pneumonia pada


Infeksi Human Immunodeficiency Virus
M. Yanuar Fajar
Departemen Paru RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, Indonesia

ABSTRAK
Pneumocystis pneumonia (PCP) merupakan penyakit oportunistik pada infeksi HIV (human immunodeficiency virus) yang disebabkan oleh
Pneumocystis jiroveci. Infeksi Pneumocystis pneumonia terjadi bila kadar CD4 penderita kurang dari 200 sel/mm3. Profilaksis diberikan bila kadar
CD4 pada penderita HIV kurang dari 200 sel/mm3. Obat yang digunakan untuk pengobatan PCP antara lain trimetoprim-sulfametoksazol,
primakuin, klindamisin, atavaquon, pentamidin.

Kata kunci: pneumocystis pneumonia, infeksi oportunistik, HIV, CD4

ABSTRACT
Pneumocystis pneumonia is an opportunistic infection among HIV-positive people caused by Pneumocystis jiroveci. Infection occurs if CD4 level
fell below 200/mm3, so prophylaxis should be given at this stage. Drugs used for treatment are trimetoprim-sulphametoxazol, primaquin,
clindamycin, atavaquon, pentamidine. M. Yanuar Fajar. Pneumocystis Pneumonia in Human Immunodeficiency Virus Infection.

Key words: pneumocystis pneumonia, opportunistic infection, HIV, CD4

PENDAHULUAN jamur. Terdapat perbedaan DNA antara P. insidensnya menurun. Pneumocystis pneumonia
Saat ini lebih dari 150 negara dilaporkan jiroveci (derivat manusia) dan P. carinii (derivat meningkat di negara dengan pendapatan
telah terjadi infeksi HIV-AIDS dari berbagai tikus percobaan) sehingga untuk manusia kapita yang rendah sampai sedang. Sejumlah
penjuru dunia. Data tahun 2000 dilaporkan dinamakan menjadi P. jirovecii pada tahun 38.6% dari 83 penderita HIV di Uganda yang
58 juta penduduk dunia terinfeksi HIV, 22 juta 2002.1-5 dirawat di RS dengan pneumonia dan pada
diantaranya meninggal akibat AIDS. Transmisi pemeriksaan sputum Batang Tahan Asam (BTA)
masih terus berlangsung dengan 16 ribu jiwa Selama dekade 1980-an di Amerika Serikat negatif didiagnosis PCP dengan pemeriksaan
terinfeksi baru setiap harinya. Didapatkan diperkirakan 75% penderita Human Bronchoalveolar lavage (BAL).
sedikitnya 40 juta manusia hidup dengan Immunodeficiency Virus (HIV) akan menderita
AIDS di akhir tahun 2005. Diperkirakan 4,9 juta PCP selama hidupnya. Awal epidemik, insidens PNEUMOCYSTIS PNEUMONIA
manusia terdiagnosis infeksi HIV di tahun 2005 PCP hampir 20 kasus per 100 penderita Pneumocystis pneumonia merupakan koinfeksi
dengan 95% terjadi di Afrika, Eropa Timur dan HIV dengan Cluster of differentiation (CD)4 yang sering ditemukan pada penderita
Asia.2,6 kurang dari 200 sel/mm3. Profilaksis PCP yang HIV dan jarang terjadi pada penderita HIV
dikenalkan pertama kali tahun 1989 dan dengan CD4 lebih dari 200 sel/mm3 atau
Pneumocystis pneumonia (PCP) disebabkan penggunaan kombinasi terapi Anti Retroviral 14% dari hitung limfosit total. Pnemocystis
oleh organisme yang disebut Pneumocystis (ARV) tahun 1996 menurunkan insidens dapat menyebabkan pneumonia yang berat
jiroveci, sebelumnya dikenal dengan nama PCP. Centre for Disease Control and Prevention pada individu dengan sistem imun yang
Pneumocystis carinii. Penyakit ini merupakan (CDC) menyatakan bahwa PCP menurun buruk karena HIV, transplantasi, keganasan,
salah satu penyebab kematian penderita 3,4 % selama periode 1992-1995 dan turun penyakit jaringan. Pada awalnya, Pneumocystis
immunocompromised, antara lain pada 21,5% selama 1996-1998. Studi EuroSIDA dipikirkan sebagai protozoa. Dalam 20
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). mendapatkan insidens PCP turun dari 4.9 kasus tahun terakhir, dengan pemeriksaan biologi
Pneumocystis pertama kali dikemukakan oleh sebelum Maret 1995 menjadi 0,3 kasus per 100 molekular, teknik imunologi dan lainnya,
Chagas pada tahun 1909 dan digolongkan penderita setelah Maret 1998.2 Pneumocystis Pneumocystis digambarkan sebagi suatu
sebagai protozoa. Analisis DNA tahun 1988 pneumonia merupakan infeksi oportunistik jamur. Pneumocystis pada manusia disebabkan
menjelaskan bahwa Pneumocystis adalah serius penderita HIV walaupun dilaporkan oleh Pneumocystis jiroveci.5,7

Alamat korespondensi email: aanyf_dr@yahoo.co.id

CDK-203/ vol. 40 no. 4, th. 2013 253


TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 2 Derajat penyakit PCP11 MANIFESTASI KLINIS


Pneumocystis menyebabkan pneumonia
Derajat Kriteria
pada penderita HIV dengan karakteristik
Berat Sesak napas pada waktu istirahat atau PaO2 kurang dari 50 mmHg dalam suhu ruangan. sesak napas, demam dan batuk yang tidak
Sedang Sesak napas pada latihan ringan, PaO2 antara 50-70 mmHg pada suhu ruangan saat istirahat, AaDO2 produktif. Pneumocystis pneumonia biasanya
lebih dari 30 mmHg atau saturasi oksigen kurang 94%. terjadi pada CD4 kurang 200 sel/mm3 pada
Ringan Sesak napas pada latihan sedang, PaO2 lebih 70 mmHg dalam suhu kamar saat istirahat.
pasien HIV. Pemeriksaan fisis biasanya hanya
didapatkan takipnea, takikardia namun tidak
didapatkan ronkhi pada auskultasi. Takipnea
biasanya berat sehingga penderita mengalami
kesulitan berbicara. Sianosis akral, sentral dan
membran mukosa juga dapat ditemukan.
Foto toraks memperlihatkan infiltrat bilateral
yang dapat meningkat menjadi homogen.
Tanda yang jarang antara lain terdapat nodul
soliter atau multipel, infiltrat pada lobus atas
pada pasien dengan pengobatan pentamidin,
pneumatokel dan pneumotoraks. Efusi pleura
dan limfadenopati jarang ditemukan. Jika
pada foto toraks tidak didapatkan kelainan
maka dianjurkan pemeriksaan high resolution
computed tomography (HRCT).1,2,9-11

Pemeriksaan histopatologi memperlihatkan


gambaran eksudat eosinofil aseluler yang
mengisi alveoli. Diagnosis dapat ditegakkan
dengan pemeriksaan immunofloresen
menggunakan antibodi monoklonal. Pe-
meriksaan ini memiliki sensitivitas 95% dan
spesifisitas 100%. Pemeriksaan lain meng-
gunakan sputum dan BAL dengan hasil di-
dapatkan 97% positif pada 100 pasien HIV.
Pemeriksaan laboratorium darah tidak khas,
Gambar 2 Pemeriksaan BAL12 kecuali peningkatan laktat dehidogenase (LDH)
dan gradien oksigen alveolar-arterial (AaDO2)
dikaitkan dengan prognosis lebih buruk.4,11

DIAGNOSIS
Pneumocystis sulit didiagnosis karena gejala
dan tanda yang tidak spesifik. Diagnosis
ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopis.
Bahan pemeriksaan antara lain berasal dari
sputum, bronchoalveolar lavage (BAL), jaringan
paru. Pneumocystis tidak dapat dikultur. Induksi
sputum menggunakan larutan hypertonic
saline menghasilkan diagnosis 50 sampai
90% dan merupakan prosedur diagnosis
utama. Jika pemeriksaan tersebut negatif,
pemeriksaan dengan BAL dapat dilakukan
(gambar 2).4

Pemeriksaan BAL memiliki sensitivitas lebih


dari 90%. Terdapat dua bentuk PCP, yaitu
tropik dan kistik. Bentuk tropik dapat dilihat
dengan pewarnaan modifikasi Papaniculaou,
Gambar 3 Pewarnaan dengan Gomori methenamin silver12 Wright-Giemsa, atau Gram-Weigert. Bentuk

254 CDK-203/ vol. 40 no. 4, th. 2013


TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 3 Pengobatan PCP4 hipotensi, aritmia, hipoglikemia, gangguan


fungsi ginjal, peningkatan kadar kreatinin dan
Jenis obat Dosis Cara
trombositopenia.1,13
Trimetoprim – 15-20 mg/kg peroral
Sulfametokasazol 75-100 mg/kg Klindamisin dan Primakuin
setiap hari dalam 3 dosis Terapi kombinasi dua obat ini efektif mengobati
Primakuin plus 30 mg setiap hari peroral PCP derajat ringan sampai sedang. Kombinasi
ini digunakan pada pasien yang tidak toleran
Klindamisin 600 mg tiga kali sehari
atau gagal pada pengobatan trimetoprim-
Atovakuon 750 mg dua kali sehari peroral sulfametoksasol atau pentamidin. Efek samping
Pentamidin 4 mg/kg setiap hari intravena yang dapat terjadi antara lain rash, demam,
600 mg setiap hari aerosol neutropenia, gangguan gastrointestinal dan
methemoglobinemia.1,13
Tabel 4 Profilaksis PCP4
Dapson
Jenis obat Dosis Cara pemberian
Kombinasi dapson dengan trimetoprim efektif
Trimetoprim – 1 x 2 tablet setiap hari atau peroral digunakan untuk PCP derajat ringan sampai
Sulfamtoksazol 1 x 1 tablet setiap hari sedang. Efek samping yang dapat terjadi
1 x 2 tablet 3 kali seminggu (alternatif ) berupa methemoglobinemia, hiperkalemia
Dapson 50 mg sekali sehari atau peroral ringan, anemia.1,13
100 mg setiap hari
Atovakuon
Dapson plus 50 mg setiap hari peroral
Merupakan antimalaria yang merupakan
Pirimetamin plus 50 mg setiap minggu
Leukovorin 25 mg setiap minggu
terapi lini kedua pengobatan PCP. Walaupun
ditoleransi lebih baik dibanding trimetoprim-
Pentamidin 300 mg setiap bulan aerosol sulfametoksazol, obat ini kurang efektif. Efek
Atovakuon 1500 mg setiap hari peroral samping yang terjadi yaitu rash, demam,
gangguan gastrointestinal dan gangguan
fungsi hati.1,13

Kortikosteroid
kista dilihat dengan pewarnaan Gomori TATA LAKSANA PCP Kortikosteroid diberikan pada penderita PCP
methenamin silver (gambar 3), cresyl each Obat yang digunakan dalam terapi PCP dapat berat. Kortikosteroid juga dapat menurunkan
violet, toluidin blue O, atau calcofluor white. dilihat pada tabel 3. efek samping Trimetoprim-sulfametoksasol.
Bezzote dkk. menjelaskan efek kortikosteroid
Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) Trimetoprim-Sulfametoksazol akan baik bila diberikan pada penderita derajat
untuk mendeteksi asam nukleat pneumocystis Merupakan obat pilihan terapi PCP. sedang atau berat. Pemberian kortikosteroid
memiliki sensitivitas serta spesifisitas tinggi Penetrasinya baik di jaringan. Studi prospektif dapat meningkatkan insidens herpes virus
(88% dan 85%) dari bahan yang diambil dari membandingkan pemberian trimetoprim- serta oral trush.1,11
induksi sputum dan BAL. Diagnosis definitif sulfametoksasol dengan pentamidin
ditegakkan jika pada pemeriksaan mikroskopis menunjukkan bahwa obat tersebut Pengobatan berdasarkan derajat
ditemukan kista Pneumocystis jirovecii. memperbaiki oksigenasi serta daya tahan penyakit
hidup lebih baik. Pemberian oral pada PCP PCP Berat
Derajat penyakit dijelaskan pada tabel (2). derajat ringan sampai sedang. Efek samping Penderita perlu dirawat dirumah sakit dengan
Sedangkan diagnosis presumtif PCP menurut yang dapat terjadi adalah skin rash dan bantuan ventilator. Obat lini pertama yang
CDC jika ditemukan sebagai berikut :2,4,11 gangguan fungsi hati pada 20% penderita. diberikan adalah kotrimoksazol dosis tinggi
1. Keluhan sesak napas saat aktif atau batuk Tidak dilaporkan efek samping yang dapat intravena (trimetoprim 15 mg/kgBB/hari dan
non produktif dalam tiga bulan terakhir menyebabkan penderita sampai dirawat di sulfametoksasol 75 mg/kgBB/hari selama
2. Gambaran foto toraks berupa infiltrat rumah sakit.1,13 21 hari). Bila tidak ada respons dapat diberi
interstitial difus bilateral atau gambaran lini kedua yaitu pentamidin intravena (3-4
penyakit paru difus bilateral Pentamidin mg/kgBB selama 21 hari). Lini ke tiga adalah
3. Tekanan oksigen (O2) kurang dari 70 Pentamidin digunakan sebagai terapi lini klindamisin (600 mg IV tiap 8 jam) dengan
mmHg pada pemeriksaan analisis gas darah kedua;. merupakan antiprotozoa yang primakuin (15 mg/oral/hari). Pemberian
atau kapasitas difusi rendah (kurang 80% mekanismenya dalam melawan Pneumocystis kortikosteroid direkomendasikan 40 mg se-
prediksi) atau peningkatan AaDO2 belum jelas diketahui. Pentamidin merupakan cara peroral dua kali sehari pada hari pertama
4. Tidak terbukti pneumonia bakterialis. obat toksik dengan efek samping antara lain sampai kelima, 40 mg satu kali per hari selama

CDK-203/ vol. 40 no. 4, th. 2013 255


TINJAUAN PUSTAKA

6-10 hari, 20 mg setiap hari sampai lengkap PCP sering terjadi pada CD4 lebih dari 200 dapat dilihat pada tabel 4.6,14,15
21 hari.6,13 sel/mm3. Pemberian highly active antiretroviral
therapy (HAART) pada penderita HIV dapat SIMPULAN
PCP Sedang menurunkan kejadian infeksi oportunistik. 1. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah
Penderita dianjurkan untuk dirawat di rumah Profilaksis dapat diberikan jika CD4 kurang virus penyebab Acquired Immunodeficiency
sakit. Pengobatan yang dapat diberikan dari 200 sel/mm3 atau limfosit total kurang Syndrome (AIDS).
adalah Trimetoprim-sulfametoksazol 480 mg dari 14% dengan kandidiasis oral atau 2. Pneumocystis pneumonia merupakan
dua tablet tiga kali sehari selama 21 hari.6 demam yang tidak jelas penyebabnya dan penyakit oportunistik HIV yang disebabkan
berlangsung lebih dari dua minggu. Regimen oleh Pneumocystis jiroveci.
PCP Ringan yang diberikan adalah kotrimoksazol dua kali 3. Infeksi Pneumocystis pneumonia terjadi bila
Penderita dapat diberi kotrimoksazol peroral sehari, seminggu dua kali atau dapsone 100 kadar CD4 penderita kurang dari 200/mm3.
480 mg dua tablet sehari selama 21 hari atau mg peroral per hari atau atavaquone 750 mg 4. Profilaksis diberikan bila kadar CD4 pada
cukup 14 hari jika respons membaik.6 peroral dua kali per hari. Profilaksis dihentikan penderita HIV kurang dari 200 sel/mm3
bila CD4 lebih dari 200 sel/mm3 atau limfosit 5. Obat untuk pengobatan PCP antara lain
Profilaksis PCP total lebih dari 14% yang telah berlangsung trimetoprim-sulfametoksazol, primakuin, klin-
Sebelum dikenal pengobatan HAART 10% lebih dari tiga bulan. Pengobatan profilaksis damisin, atovakuon, dan pentamidin.

DAFTAR PUSTAKA
1. Lee SA. A review of Pneumocystis pneumonia. J. Pharm Prac 2006; 19:1-9.
2. Huang L, Moris A, Limper AH, Beck JM. An official ATS workshop summary: recent advences and future directions in Pneumocystis pneumonia (PCP). Am Thorac Soc 2006; 3:655-64.
3. Rodroguez M, Fishman JA. Prevention due to Pneumocystis spp. in human immunodeficiency virus-negative immunocompromised patients. Clin Microbiol Rev 2004; 17:770-82.
4. Thomas CF, Limper AH. Pneumocystis pneumonia. N Engl J Med 2004; 350:2487-98.
5. Miller R, Huang L. Pneumocystis jiroveci infection. Thorax 2004; 59:731-3.
6. Lamprey PR, Johnson JL, Khan M. The global challange of HIV and AIDS. Population Bulletin 2006; 61:1-28.
7. Nasronudin. HIV & AIDS : Pendekatan biologi molekuler klinis dan sosial. Airlangga University Press: 2007.p.1-309.
8. Nahimana A, Rabodonirina M, Bille J, Francioli P. Mutations of Pneumocystis jiroveci dihydrofolate reductase associated with failure of prophylaxis. Antimicrobial agents and chemotherapy
2004; 48:4301-5.
9. World Health Organization. WHO case definitions of HIV for surveillance and revised clinical staging and immunoligical classification of HIV-related disease in adults and children. WHO
press; 2006.p.1-38.
10. Wormser GP. Aids and other manifestations of HIV infection. 4th ed. New York:Elsevier; 2003.p.399-40
11. Y Evy, D Samsuridjal, D Zubairi. Infeksi oportunistik pada AIDS. Balai penerbit FKUI; 2005.p.1-78.
12. Red Book online visual library. [ cited 2007 June 18 ]. Available at http://aapredbook.aappub lications.org/visual.
13. Atzori C, Clerici M, Trabattoni D, Fantoni G, Velerio A, tronconi E, et al. Assessment of immune reconstitution to Pneumocustis carinii in HIV-1 patient under different highly active antiretro-
viral therapy regimens. Jour of Antimicrobial Chemotherapy 2003; 52:276-281.
14. Cruciani M, Marcati P, Malena M, Bosco O, Serpelloni G, Mengoli C. Meta-analisis of diagnostic procedures for Pneumocystis carinii pneumonia in HIV-1-infected patients. Eur Respir J 2002;
20:982-9.
15. RHRC Consortium. HIV/AIDS prevention and control; 2004; 11-31.
16. Hammer SM. Management of newly diagnosed HIV infection. N Engl J Med 2005; 353:1702-10.

256 CDK-203/ vol. 40 no. 4, th. 2013

Anda mungkin juga menyukai