1
A. Bacalah uraian berikut, untuk dapat memahami dengan baik munakahat
dan dalam hadis yang lain dari Anas bin Malik ra disebutkan:
Ada tiga orang mendatangi keluarga Nabi shallallahu „alaihi wa sallam.
Mereka bertanya tentang ibadah yang dilakukan Nabi. Ketika diberitahu,
mereka merasa sangat jauh dari apa yang dilakukan Nabi. Mereka berkata:
“Kami jauh sekali dari apa yang dilakukan Nabi, padahal beliau sudah
diampuni dari segala dosa”. Satu orang dari mereka berkata: “Kalau begitu,
saya akan shalat sepanjang malam selamanya”. Yang lain berkata: “Saya akan
berpuasa setahun penuh selamanya”. Orang ketiga berkata: “Saya akan
menjauhi perempuan dan tidak akan menikah”. Kemudian Rasulullah
shallallahu „alaihi wa sallam datang dan berkata: “Apakah kamu yang berkata
ini dan itu tadi? Demi Allah, akulah orang yang paling takut kepada Allah dan
paling bertakwa di antara kamu, tetapi aku tetap kadang berpuasa dan kadang
2
tidak berpuasa, ada waktu untuk shalat dan ada waktu untuk tidur istirahat, dan
aku juga menikah dengan perempuan. Siapa yang enggan dengan sunnahku, ia
tidak termasuk golongan ummatku. (Riwayat Bukhari)
c. Untuk mendapat kehidupan yang tenteram (sakinah), dengan cinta dan kasih
sayang (mawaddah dan rahmah), sebagaimana yang terdapat dalam Al Quran
surah Ar-Ruum [30] ayat 21
e. Untuk mengendalikan nafsu syahwat, sebagaimana hadis Nabi dari Ibn Mas‟ud
ra.:
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda: “Wahai para pemuda, siapa
di antara kalian yang memiliki kemampuan, maka menikahlah, karena menikah
itu bisa menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan siapa yang tidak
mampu, berpuasalah karena puasa itu bisa menjadi kendali baginya. (Riwayat
Bukhari).
3
Mendapatkan wanita sholehah penting untuk mewujudkan tujuan perkawinan, Nabi
Muhammad saw mengingatkan dalam sebuah hadis beliau:
Hadis di atas sejalan sekaligus merupakan penegasan dari peringatan Allah bagi
calon suami yang beriman untuk memilih calon istri yang sholehah, sebagaimana
yang terdapat dalam Al Quran surah An Nisa [4] ayat 34
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan
karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu
maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh Karena Allah telah memelihara (mereka)
Dari Abu Hurairah radliyallahu „anhu dari Nabi Shallallahu „Alaihi Wa Sallam,
beliau bersabda : “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya,
keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan yang
beragama niscaya kamu bahagia.” (Muttafaqun „Alaihi)
Hadis di atas sesuai dengan peringatan Allah untuk tidak memilih wanita musyrik
dan wanita yang keji, sebagaimana yang terdapat dalam ayat berikut:
Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik,
walaupun dia menarik hatimu…
4
Dan dalam surah An Nur [24] ayat 26
Nabi Muhammad saw menginginkan agar umat Islam menjadi kuat, berkualitas dan
dan jumlahnya banyak, oleh sebab itu peran seorang ibu yang mampu mendidik dan
melahirkan banyak anak sangat penting.
3. Masih gadis
Untuk keutuhan pasangan hidup nabi menganjurkan memilih calon isteri yang
sekufu, hal ini dimaksudkan agar dalam berumah tanggal ketika terjadi perselisihan
tidak mengungkit kekurangan isteri atau suami. Sekufu yang dimaksud nabi adalah
antara lain dalam hal; status perkawinan, usia, dll. Dalam sebuah hadis nabi
bersabda:
Dari Jabir, dia berkata, saya telah menikah maka kemudian saya mendatangi Nabi
Shallallahu „Alaihi Wa Sallam dan bersabda beliau Shallallahu „Alaihi Wa Sallam :
“Apakah kamu sudah menikah ?” Jabir berkata, ya sudah. Bersabda Rasulullah :
“Perawan atau janda?” Maka saya menjawab, janda. Rasulullah bersabda :
“Maka mengapa kamu tidak menikahi gadis perawan, kamu bisa bermain
dengannya dan dia bisa bermain denganmu.”
b. Khitbah (Peminangan)
Khitbah atau pinangan adalah penyampaian keinginan untuk menikahi oleh seorang laki-
laki kepada calon istrinya. Para ulama berpendapat hukumnya sunat karena nabi
melakukannya. Diantara ketentun khitbah ini adalah:
5
1. Dilarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain, Nabi
bersabda:
"Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda: "…Dan seorang laki-laki tidak
boleh meminang pinangan saudaranya sehingga ia menikahi atau meninggalakan
(wanita tersebut)" (HR. Bukhari Muslim).
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang
yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Apabila ditinjau dari kaidah dasar muamalat adalah ibahah (boleh), oleh karena
itu asal hukum melakukan perkawinan dilihat dari kaidah hukum Islam adalah ibahah
(boleh). Akan tetapi para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan hukum nikah
berdasarkan dalil di atas dan dalil yang lainnya, namun demikian menurut jumhur
ulama hukum nikah itu berbeda sesuai dengan niat, kesiapan dan kemampuan
seseorang melakukan pernikahan, yaitu:
6
a. Sunnah, apabila seseorang telah dipandang siap secara mental maupun jasmani,
telah memiliki keinginan berumah tangga, telah memiliki kemampuan memberi
nafkah.
b. Wajib, apabila seseorang telah dipandang siap secara mental maupun jasmani,
telah memiliki keinginan berumah tangga, telah memiliki kemampuan memberi
nafkah dan ada kekhawatiran berbuat zina bila tidak menikah.
c. Makruh, apabila dilakukan oleh seseorang yang belum siap secara mental
maupun jasmani, atau belum memiliki keinginan berumah tangga, atau belum
memiliki kemampuan memberi nafkah
d. Haram, apabila pernikahan dilakukan dengan niat yang dilarang agama atau
bermaksud zalim atau tidak sesuai dengan tujuan pernikahan.
a. Rukun menikah
7
(5) tidak dalam haji/umroh
(4) bukan mahram calon istri
d. Syarat wali
Bagi calon istri hendaklah memiliki wali yang bertindak untuk menikahkannya,
sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw:
Tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua orang saksi yang adil, jika wali-wali itu menolak
jadi wali nikah maka sulthan (wali hakim) bertindak sebagai wali bagi orang yang tidak
mempunyai wali (Hr. Daruqutni).
(1) Wali nasab, terdiri dari empat kelompok dalam urutan kedudukan, kelompok
yang satu didahulukan dan kelompok yang lain sesuai erat tidaknya susunan
kekerabatan dengan calon mempelai wanita, yaitu:
(a) kelompok kerabat laki-laki garis lurus keatas yakni ayah, kakek dari pihak
ayah dan seterusnya.
(b) kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah,
dan keturunan laki-laki mereka.
(c) kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara
seayah dan keturunan laki-laki mereka.
(d) kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah dan
keturunan laki-laki mereka. (sumber KHI)
Ada beberapa ketentuan lagi yang berkaitan dengan kelompok dalam urutan
kedudukan di atas, yaitu:
(a) Apabila dalam satu kelompok wali nikah terdapat beberapa orang yang
sama-sama berhak menjadi wali, maka yang paling berhak menjadi wali
ialah yang lebih dekat derajat kekerabatannya dengan calon mempelai
wanita.
(b) Apabila dalam satu kelompok sama derajat kekerabatannya maka yang
paling berhak menjadi wali nikah ialah karabat kandung dari kerabat yang
seayah.
(c) Apabila dalam satu kelompok, derajat kekerabatannya sama yakni sama-
sama derajat kandung atau sama-sama dengan kerabat seayah, mereka sama-
sama berhak menjadi wali nikah, dengan mengutamakan yang lebih tua dan
memenuhi syarat-syarat wali.
8
(2) Wali hakim ialah wali nikah yang ditunjuk oleh Menteri Agama atau pejabat
yang ditunjuk olehnya, yang diberi hak dan kewenangan untuk bertindak
sebagai wali nikah. Wali hakim dapat bertindak sebagai wali nikah apabila:
(a) wali nasab tidak ada
(b) ada tetapi tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat
tinggalnya
(c) enggan
e. Syarat saksi
Saksi nikah adalah orang yang dihadirkan untuk menyaksikan secara langsung
akad nikah. Syarat untuk dapat ditunjuk menjadi saksi dalam akad nikah adalah:
(1) seorang laki-laki muslim
(2) diketahui bersifat adil
(3) berakal (aqil)
(4) baligh
(5) sedang tidak tgerganggu ingatannya
(6) tidak tuna rungu atau tuli
9
adalah wali wanita melakukan ijab dan calon suami yang melakukan qabul. Apabila
wali wanita bertindak sebagai mujib maka sigatnya adalah:
“aku nikahkan anakku yang bernama …. binti …. dengan maskawinnya ….
tunai/hutang”.
Maka sighat qabil dari calon suami adalah:
“aku terima nikahnya …. binti …. dengan maskawinnya …. tunai/hutang”.
Dan menurut sunnah sebelum dilaksanakan aqad nikah diadakan khutbah yang
dinamakan Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat.
g. Larangan menikah
Dalam Islam terdapat ketentuan larangan untuk menikahi wanita atau wanita
yang haram dinikahi (muhrim), terdiri dari:
(1) Karena pertalian nasab, yaitu:
(a) dengan seorang wanita yang melahirkan atau yang menurunkannya atau
keturunannya
(b) dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu
(c) dengan seorang wanita saudara yang melahirkannya
(2) Karena pertalian kerabat, yaitu:
(a) dengan seorang wanita yang melahirkan istrinya atau bekas istrinya;
(b) dengan seorang wanita bekas istri orang yang menurunkannya;
(c) dengan seorang wanita keturunan istri atau bekas istrinya, kecuali putusnya
hubungan
(d) perkawinan dengan bekas istrinya itu qobla al dukhul;
(e) dengan seorang wanita bekas istri keturunannya.
(3) Karena pertalian sesusuan, yaitu:
(a) dengan wanita yang menyusui dan seterusnya menurut garis lurus ke atas;
(b) dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus ke
bawah;
(c) dengan seorang wanita saudara sesusuan, dan kemanakan sesusuan ke
bawah;
(d) dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke atas;
(e) dengan anak yang disusui oleh istrinya dan keturunannya.
(4) Karena pertalian pernikahan, yaitu:
(a) Calon istri masih terikat satu perkawinan dengan pria lain;
10
(b) Calon istri masih berada dalam masa iddah dengan pria lain;
(c) Calon istri yang tidak beragama islam.
(d) Calon suami memadu istrinya dengan seoarang wanita yang mempunyai
hubungan pertalian nasab atau sesusuan dengan istrinya, yaitu:
- saudara kandung, seayah atau seibu atau keturunannya
- wanita dengan bibinya atau kemenakannya
(e) Calon suami sedang mempunyai 4 (empat) orang istri yang keempat-
empatnya masih terikat tali perkawinan
(f) Calon suami menikahi mantan istrinya:
- telah ditalak tiga kali, kecuali sudah pernah menikah dengan laki-laki
lain
- ditalak kerena li‟an (dituduh berbuat zina) (sumber KHI)
11
2. Sesuatu yang dapat diambil upahnya ( jasa).
Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman,
“Berkatalah dia (Syu‟aib), „Sesungguhnya Aku bermaksud menikahkan kamu dengan
salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku
delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan)
dari kamu, Maka Aku tidak hendak memberati kamu. dan kamu insya Allah akan
mendapatiku termasuk orang- orang yang baik‟.” (Qs. Al-Qoshosh: 27)
12
mahar dengan mengajarkan al-Qur‟an yang telah dihafalnya kepada wanita yang hendak
dinikahi.
Mahar ada yang disebutkan (ditentukan) ketika akad nikah dan ada yang tidak
disebutkan ketika akad nikah. Jika mahar tersebut disebutkan dalam akad nikah, maka
wajib bagi suami untuk membayar mahar yang tersebut. Apabila mahar tidak disebutkan
dalam akad nikah namun tidak ada kesepakatan untuk menggugurkan mahar, maka
wajib bagi suami untuk memberikan mahar semisal mahar kerabat wanita istrinya,
seperti ibu atau saudara-saudara perempuannya (mahar mitsl).
Mahar dianjurkan dibayar tunai, namun boleh juga ditunda pembayarannya
(hutang), dengan persetujuan si wanita, baik keseluruhan maupun sebagian dari mahar
tersebut. Jika mahar tersebut adalah mahar yang dihutang baik yang telah disebutkan
jenis dan jumlahnya sebelumnya maupun yang tidak, maka harus ada kejelasan waktu
penangguhan atau pencicilannya. Tidak diperbolehkan seorang suami ingkar terhadap
mahar istrinya, karena hal tersebut merupakan khianat. Rasulullah shallallahu „alaihi
wa sallam bersabda; “Syarat yang paling berhak kamu penuhi adalah persyaratan yang
dengannya kalian menghalalkan farji (seorang wanita).” (HR. Bukhari)
13
3. "Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya
mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan orang-orang
miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan walimah,
maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya". (Hr. Muslim dan Baihaqi)
14
B. Bacalah uraian berikut, untuk dapat memahami dengan baik tentang
pereraian!
b. Talak
Talak adalah memutuskan atau melepaskan ikatan perkawinan yang dilakukan
oleh seorang suami terhadap istrinya dengan ucapan, baik menggunakan kalimat sharih
(tegas) maupun dengan kalimat kinayah (sindiran). Untuk sampai pada perceraian talak
harus tiga kali.
Hukum talak awalnya adalah makruh, akan tetapi dapat saja berbeda sesuai
dengan keadaan dan niat. Nabi bersanbda tentang ini:
Perbuatan yang halal tetapi dibenci oleh Allah adalah talak (Hr. Abu Daud dan Ibnu
Majah)
Talak dibedakan menjadi dua:
(1) Talak raj‟i atau talak boleh rujuk (kembali), yaitu talak satu dan dua yang
dilakukan oleh suami
(2) Talak bain atau talak yang tidak boleh rujuk, yaitu talak tiga
c. Fasakh
Fasakh adalah pembatalan pernikahan karena sebab-sebab tertentu, seperti;
(1) Suami/ istri masih dalam keadaan kafir atau murtad
(2) Perempuan masih dalam status istri orang lain
(3) Perempuan tidak dapat melaksanakan kewajiban sebagai seorang istrikarena cacat,
sakit, dll.
(4) Ada unsur penipuan dalam pernikahan
(5) Suami dinyatakan hilang
15
d. Khulu
Khulu adalah talak yang dijatuhkan oleh suami kepada istri karena permintaan
istri. Apabila khulu dilakukan maka istri harus mengembalikan mahar/ mas kawin
kepada suami. Khulu dimaksudkan agar istri yang merasakan ketidaknyamanan atau
kebahagiaan dalam kehidupan keluarga dapat melepaskan diri dari ikatan pernikahan.
Hal ini sesuai firman Allah surah Al Baqarah [2] ayat 229, berbunyi:
Istri yang telah di khulu tidak dapat dirujuk (kembali), namun dpat dinikahi
kembali.
e. Lian
Lian adalah sumpah suami yang menuduh istrinya berzina, sumpah ini dilakukan
karena suami tidak dapat mengajukan empat orang saksi untuk menuduh istri berzina.
Apabila lian dilakukan maka terjadilah perceraian suami atas istrinya. Allah berfirman
dalam surah An Nur [24] ayat 6-7
6. Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada
mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu ialah
empat kali bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya dia adalah termasuk orang-
orang yang benar.
7. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-
orang yang berdusta
16
f. Ila
Ila adalah sumpah suami yang tidak akan melakukan hubungan suami istri
selama beberapa waktu. Al Quran memberi batas waktu empat bulan, Allah berfirman
dalam Al Quran surah Al Baqarah [2] ayat 226
Kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya).
Kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), Maka Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
Apabila sampai batas waktu yang disebutkan suami tidak kembali pada istrinya
maka terjadilah perceraian dengan istrinya, hal ini dijelaskan dalam Al Quran surah Al
Baqarah [2] ayat 227
Kecuali sebelum waktu yang ditentuan ia kembali pada istrinya dan membayar
kifarat (denda sumpah) kepada istrinya.Adapaun kifaratnya adalah memilih salah satu
hal berikut:
a. Memberi makan sepuluh orang miskin, masing-masing ¾ liter
b. Memberi pakaian layak kepada sepuluh orag miskin
c. Memerdekakan hamba sahaya
g. Zihar
Zihar adalah ucapan suami yang menyatakan bahwa istrinya mirip ibunya. Maka
seharusnya dia mentalak isrinya, jika tidak wajib membayar kifarat dan haram
berhubungan suami istri sebelum membayar kifarat.
Kifarat zihar itu tertib urutannya adalah:
a. Memerdekan hamba sahaya
b. Kalau tidak mampu puasa dua bulan berturut-turut
c. Kalau tidak mampu memberi makan enam puluh orang fakir miskin, masing-
masing 5/6 liter beras
17
Iddah adalah masa menunggu bagi seoran isteri untuk boleh
2. Iddah
menikah kembali setelah terjadi perceraian, baik karena suaminya
meninggal dunia ataupun disebabkan talak.
Iddah istri dimaksudkan untuk mengetahui dengan pasti apakah si wanita yang
telah dicerai hamil atau tidak, sedangkan bagi suami menjadi masa untuk diperbolehkan
kembali (rujuk)
18