Anda di halaman 1dari 18

Standar Kompetensi :

6. Memahami hukum Islam tentang Hukum Keluarga


Kompetensi Dasar:

6.1. Menjelaskan penegrtian dan tujuan perkawinan

6.2. Menjelaskan ketentuan perkawinan dalam Islam

dan menurut perundang-undangan di Indonesia

6.3. Menjelaskan tentang ketentuan perceraian dalam Islam


dan menurut perundang-undangan di Indonesia

1
A. Bacalah uraian berikut, untuk dapat memahami dengan baik munakahat

Munakahat berarti pernikahan atau


1. Pengertian munakahat
perkawinan, kata dasarnya adalah nikah. An
1.
Nikah atau az zawaj adalah akad yang menghalalkan setiap suami istri untuk bersenang-
senang satu dengan yang lain. Dalam buku Kompilasi Hukum Islam pada pasal 2
disebutkan bahwa pernikahan, adalah akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan
untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Dalam UU
nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, disebutkan Perkawinan adalah ikatan lahir
batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.

Dalam buku Kompilasi Hukum Islam pada


2. Tujuan menikah
pasal 3 disebutkan bahwa perkawinan bertujuan untuk
mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Namun
demikian apabila dicermati dalam Al Quran dan hadis tujuan pernikahan dapat dirinci
sebagai berikut:
a. Memenuhi sunnah Nabi, sesuai dengan hadis dari Aisyah ra,:
bahwa Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda: “Menikah adalah
sunnahku. Siapa yang tidak mengamalkan sunnahku, ia bukan termasuk
ummatku. Menikahlah karena aku akan senang atas jumlah besar kalian di
hadapan umat-umat lain. Siapa yang telah memiliki kesanggupan, menikahlah.
Jika tidak, berpuasalah karena puasa itu bisa menjadi kendali. (Riwayat Ibn
Majah)

dan dalam hadis yang lain dari Anas bin Malik ra disebutkan:
Ada tiga orang mendatangi keluarga Nabi shallallahu „alaihi wa sallam.
Mereka bertanya tentang ibadah yang dilakukan Nabi. Ketika diberitahu,
mereka merasa sangat jauh dari apa yang dilakukan Nabi. Mereka berkata:
“Kami jauh sekali dari apa yang dilakukan Nabi, padahal beliau sudah
diampuni dari segala dosa”. Satu orang dari mereka berkata: “Kalau begitu,
saya akan shalat sepanjang malam selamanya”. Yang lain berkata: “Saya akan
berpuasa setahun penuh selamanya”. Orang ketiga berkata: “Saya akan
menjauhi perempuan dan tidak akan menikah”. Kemudian Rasulullah
shallallahu „alaihi wa sallam datang dan berkata: “Apakah kamu yang berkata
ini dan itu tadi? Demi Allah, akulah orang yang paling takut kepada Allah dan
paling bertakwa di antara kamu, tetapi aku tetap kadang berpuasa dan kadang
2
tidak berpuasa, ada waktu untuk shalat dan ada waktu untuk tidur istirahat, dan
aku juga menikah dengan perempuan. Siapa yang enggan dengan sunnahku, ia
tidak termasuk golongan ummatku. (Riwayat Bukhari)

b. Untuk menyempurnakan agama, karena Nabi Muhammad saw pernah bersabda:


dari Anas radhiyallahu anhu, berkata: Bahwa Nabi shallallahu „alaihi wa
sallam bersabda: “Siapa yang dianugerahi istri shalihah, sungguh ia telah
dibantu dalam separuh urusan agama, maka bertakwalah (kepada Allah) atas
separuh yang lain”. (Riwayat Ibn al-Jawzi)

c. Untuk mendapat kehidupan yang tenteram (sakinah), dengan cinta dan kasih
sayang (mawaddah dan rahmah), sebagaimana yang terdapat dalam Al Quran
surah Ar-Ruum [30] ayat 21

           

        


Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu istri-
istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berfikir.

d. Memperoleh keturunan, Rasulullah Shallallahu „Alaihi Wa Sallam bersabda :


” … kawinilah perempuan penyayang dan banyak anak … .” (HR. Ahmad dan
dishahihkan oleh Ibnu Hibban)

e. Untuk mengendalikan nafsu syahwat, sebagaimana hadis Nabi dari Ibn Mas‟ud
ra.:
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda: “Wahai para pemuda, siapa
di antara kalian yang memiliki kemampuan, maka menikahlah, karena menikah
itu bisa menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan siapa yang tidak
mampu, berpuasalah karena puasa itu bisa menjadi kendali baginya. (Riwayat
Bukhari).

a. Memilih calon istri


2. Anjuran sebelum menikah
Seorang laki-laki apabila ingin
menikah hendaknya memilih calon istri dengan memperhatikan nasihat agama.
Terdapat banyak nasihat agama dalam masalah ini antara lain adalah:

1. memiliki pengetahuan agama dan berakhlak terpuji (sholehah)

3
Mendapatkan wanita sholehah penting untuk mewujudkan tujuan perkawinan, Nabi
Muhammad saw mengingatkan dalam sebuah hadis beliau:

“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita


shalihah.” (HR. Muslim)

Hadis di atas sejalan sekaligus merupakan penegasan dari peringatan Allah bagi
calon suami yang beriman untuk memilih calon istri yang sholehah, sebagaimana
yang terdapat dalam Al Quran surah An Nisa [4] ayat 34

            

        

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan
karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu
maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh Karena Allah telah memelihara (mereka)

Wanita sholehah sebagaimana dimaksud diatas tentunya adalah yang memiliki


pengetahuan agama yang baik dan berakhlak terpuji, dalam sebuah hadis nabi
mengingatkan tentang pentingnya memilih calon istri yang memiliki pengetahuan
agama yang baik:

Dari Abu Hurairah radliyallahu „anhu dari Nabi Shallallahu „Alaihi Wa Sallam,
beliau bersabda : “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya,
keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan yang
beragama niscaya kamu bahagia.” (Muttafaqun „Alaihi)

Hadis di atas sesuai dengan peringatan Allah untuk tidak memilih wanita musyrik
dan wanita yang keji, sebagaimana yang terdapat dalam ayat berikut:

Al Baqarah [2] ayat 221

             
Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik,
walaupun dia menarik hatimu…

4
Dan dalam surah An Nur [24] ayat 26

       

          


Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji
adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah
untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang
baik (pula).

2. Penyayang dan banyak anak.

Nabi Muhammad saw menginginkan agar umat Islam menjadi kuat, berkualitas dan
dan jumlahnya banyak, oleh sebab itu peran seorang ibu yang mampu mendidik dan
melahirkan banyak anak sangat penting.

Dari Anas bin Malik, Rasulullah Shallallahu „Alaihi Wa Sallam bersabda : ” …


kawinilah perempuan penyayang dan banyak anak … .” (HR. Ahmad dan
dishahihkan oleh Ibnu Hibban)

3. Masih gadis

Untuk keutuhan pasangan hidup nabi menganjurkan memilih calon isteri yang
sekufu, hal ini dimaksudkan agar dalam berumah tanggal ketika terjadi perselisihan
tidak mengungkit kekurangan isteri atau suami. Sekufu yang dimaksud nabi adalah
antara lain dalam hal; status perkawinan, usia, dll. Dalam sebuah hadis nabi
bersabda:

Dari Jabir, dia berkata, saya telah menikah maka kemudian saya mendatangi Nabi
Shallallahu „Alaihi Wa Sallam dan bersabda beliau Shallallahu „Alaihi Wa Sallam :
“Apakah kamu sudah menikah ?” Jabir berkata, ya sudah. Bersabda Rasulullah :
“Perawan atau janda?” Maka saya menjawab, janda. Rasulullah bersabda :
“Maka mengapa kamu tidak menikahi gadis perawan, kamu bisa bermain
dengannya dan dia bisa bermain denganmu.”

Anjuran Nabi tentang bagaimana seorang laki-laki memilih istri sebagaimana


uraian di atas tentu saja berlaku bagi seorang perempuan memilih suami.

b. Khitbah (Peminangan)
Khitbah atau pinangan adalah penyampaian keinginan untuk menikahi oleh seorang laki-
laki kepada calon istrinya. Para ulama berpendapat hukumnya sunat karena nabi
melakukannya. Diantara ketentun khitbah ini adalah:

5
1. Dilarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain, Nabi
bersabda:
"Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda: "…Dan seorang laki-laki tidak
boleh meminang pinangan saudaranya sehingga ia menikahi atau meninggalakan
(wanita tersebut)" (HR. Bukhari Muslim).

2. Diperbolehkan melihat wanita yang dipinang, Nabi bersabda:


"Abu Hurairah berkata: "Ketika saya berada di samping Rasulullah saw, tiba-
tiba datang seorang laki-laki yang menghabarkan bahwa ia akan menikahi
seorang wanita dari golongan Anshar. Rasulullah saw bersabda kepadanya:
"Apakah kamu telah melihat wanita tersebut?" Lakilaki itu menjawab: "Tidak",
Rasulullah bersabda: "Pergilah dan lihatlah terlebih dahulu karena pada
penglihatan-penglihatan orang Anshar itu ada sesuatu" (HR. Muslim dan
Nasa'i).

Dalam agama Islam terdapat banyak dalil yang


3. Hukum menikah
berkenaan dengan menikah, diantaranya adalah yang
terdapat dalam Al Quran surah An Nisa[4] ayat 3, yang berbunyi:

             

               
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang
yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

Kemudian juga dalam sebuah hadis Nabi Muhammad saw.:


Wahai pemuda siapa diantara kalian mampu untuk menikah, maka nikahlah karena
menikah itu sesungguhnya memejamkan mata dan memelihara kemaluan. (Hr.
Mutafaqqun „alaih)

Apabila ditinjau dari kaidah dasar muamalat adalah ibahah (boleh), oleh karena
itu asal hukum melakukan perkawinan dilihat dari kaidah hukum Islam adalah ibahah
(boleh). Akan tetapi para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan hukum nikah
berdasarkan dalil di atas dan dalil yang lainnya, namun demikian menurut jumhur
ulama hukum nikah itu berbeda sesuai dengan niat, kesiapan dan kemampuan
seseorang melakukan pernikahan, yaitu:

6
a. Sunnah, apabila seseorang telah dipandang siap secara mental maupun jasmani,
telah memiliki keinginan berumah tangga, telah memiliki kemampuan memberi
nafkah.
b. Wajib, apabila seseorang telah dipandang siap secara mental maupun jasmani,
telah memiliki keinginan berumah tangga, telah memiliki kemampuan memberi
nafkah dan ada kekhawatiran berbuat zina bila tidak menikah.
c. Makruh, apabila dilakukan oleh seseorang yang belum siap secara mental
maupun jasmani, atau belum memiliki keinginan berumah tangga, atau belum
memiliki kemampuan memberi nafkah
d. Haram, apabila pernikahan dilakukan dengan niat yang dilarang agama atau
bermaksud zalim atau tidak sesuai dengan tujuan pernikahan.

Untuk melakukan pernikahan terdapat beberapa


4. Ketentuan pernikahan
ketentuan yang dipatuhi, yaitu:

a. Rukun menikah

Untuk sahnya pernikahan harus memenuhi rukun nikah yaitu:


(1) ada calon suami
(2) ada calon istri
(3) ada wali nikah,
(4) ada dua orang saksi
(5) melakukan akad nikah/ ijab kabul

b. Syarat calon suami


Ada beberapa syarat calon suami, yaitu:
(1) beragama Islam
(2) telah dewasa (19 tahun)
(3) tidak dalam haji/umroh
(4) bukan mahram calon istri

c. Syarat calon istri


Syarat calon istri adalah:
(1) Beragama Islam
(2) Tidak dalam ikatan perkawinan
(3) Telah dewasa (16 tahun)

7
(5) tidak dalam haji/umroh
(4) bukan mahram calon istri

d. Syarat wali
Bagi calon istri hendaklah memiliki wali yang bertindak untuk menikahkannya,
sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw:
Tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua orang saksi yang adil, jika wali-wali itu menolak
jadi wali nikah maka sulthan (wali hakim) bertindak sebagai wali bagi orang yang tidak
mempunyai wali (Hr. Daruqutni).

Wali nikah dibedakan menjadi dua, yaitu:

(1) Wali nasab, terdiri dari empat kelompok dalam urutan kedudukan, kelompok
yang satu didahulukan dan kelompok yang lain sesuai erat tidaknya susunan
kekerabatan dengan calon mempelai wanita, yaitu:
(a) kelompok kerabat laki-laki garis lurus keatas yakni ayah, kakek dari pihak
ayah dan seterusnya.
(b) kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah,
dan keturunan laki-laki mereka.
(c) kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara
seayah dan keturunan laki-laki mereka.
(d) kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah dan
keturunan laki-laki mereka. (sumber KHI)
Ada beberapa ketentuan lagi yang berkaitan dengan kelompok dalam urutan
kedudukan di atas, yaitu:
(a) Apabila dalam satu kelompok wali nikah terdapat beberapa orang yang
sama-sama berhak menjadi wali, maka yang paling berhak menjadi wali
ialah yang lebih dekat derajat kekerabatannya dengan calon mempelai
wanita.
(b) Apabila dalam satu kelompok sama derajat kekerabatannya maka yang
paling berhak menjadi wali nikah ialah karabat kandung dari kerabat yang
seayah.
(c) Apabila dalam satu kelompok, derajat kekerabatannya sama yakni sama-
sama derajat kandung atau sama-sama dengan kerabat seayah, mereka sama-
sama berhak menjadi wali nikah, dengan mengutamakan yang lebih tua dan
memenuhi syarat-syarat wali.

8
(2) Wali hakim ialah wali nikah yang ditunjuk oleh Menteri Agama atau pejabat
yang ditunjuk olehnya, yang diberi hak dan kewenangan untuk bertindak
sebagai wali nikah. Wali hakim dapat bertindak sebagai wali nikah apabila:
(a) wali nasab tidak ada
(b) ada tetapi tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat
tinggalnya
(c) enggan

Adapun syarat wali nikah adalah:


(1) Beragama Islam
(2) Laki-laki
(3) Balihg dan berakal
(4) Merdeka/ bukan hamba sahaya
(5) Bersifat adil
(6) Tidak dalam haji/ umrah

e. Syarat saksi
Saksi nikah adalah orang yang dihadirkan untuk menyaksikan secara langsung
akad nikah. Syarat untuk dapat ditunjuk menjadi saksi dalam akad nikah adalah:
(1) seorang laki-laki muslim
(2) diketahui bersifat adil
(3) berakal (aqil)
(4) baligh
(5) sedang tidak tgerganggu ingatannya
(6) tidak tuna rungu atau tuli

f. Syarat melakukan aqad nikah/ ijab kabul


Akad nikah ialah rangkaian ijab dan kabul yang dihadiri oleh dua orang saksi,
oleh sebab itu akad nikah biasa disebut ijab qabul. Dalam melakukan ijab qabul
disyaratkan Sighat aqad (ucapan ijab dan qabul) jelas terdengar, beruntun dan tidak
berselang waktu. Sangat baik juga disebutkan maharnya, baik kontan atau pun hutang
akan tetapi ini bukan merpakan rukun.
Dalam melakukan aqad nikah orang yang memulai aqad disebut mujib (orang
yang melakukan ijab). Sedangkan dan pihak yang lain disebut qabil (orang
mengucapkan qabul). Dalam hukum Islam diperboleh calon suami yang melakukan ijab
dan wali wanita melakukan qabul, akan tetapi yang umum dilakukan di Indonesia

9
adalah wali wanita melakukan ijab dan calon suami yang melakukan qabul. Apabila
wali wanita bertindak sebagai mujib maka sigatnya adalah:
“aku nikahkan anakku yang bernama …. binti …. dengan maskawinnya ….
tunai/hutang”.
Maka sighat qabil dari calon suami adalah:
“aku terima nikahnya …. binti …. dengan maskawinnya …. tunai/hutang”.

Dan menurut sunnah sebelum dilaksanakan aqad nikah diadakan khutbah yang
dinamakan Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat.

g. Larangan menikah
Dalam Islam terdapat ketentuan larangan untuk menikahi wanita atau wanita
yang haram dinikahi (muhrim), terdiri dari:
(1) Karena pertalian nasab, yaitu:
(a) dengan seorang wanita yang melahirkan atau yang menurunkannya atau
keturunannya
(b) dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu
(c) dengan seorang wanita saudara yang melahirkannya
(2) Karena pertalian kerabat, yaitu:
(a) dengan seorang wanita yang melahirkan istrinya atau bekas istrinya;
(b) dengan seorang wanita bekas istri orang yang menurunkannya;
(c) dengan seorang wanita keturunan istri atau bekas istrinya, kecuali putusnya
hubungan
(d) perkawinan dengan bekas istrinya itu qobla al dukhul;
(e) dengan seorang wanita bekas istri keturunannya.
(3) Karena pertalian sesusuan, yaitu:
(a) dengan wanita yang menyusui dan seterusnya menurut garis lurus ke atas;
(b) dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus ke
bawah;
(c) dengan seorang wanita saudara sesusuan, dan kemanakan sesusuan ke
bawah;
(d) dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke atas;
(e) dengan anak yang disusui oleh istrinya dan keturunannya.
(4) Karena pertalian pernikahan, yaitu:
(a) Calon istri masih terikat satu perkawinan dengan pria lain;

10
(b) Calon istri masih berada dalam masa iddah dengan pria lain;
(c) Calon istri yang tidak beragama islam.
(d) Calon suami memadu istrinya dengan seoarang wanita yang mempunyai
hubungan pertalian nasab atau sesusuan dengan istrinya, yaitu:
- saudara kandung, seayah atau seibu atau keturunannya
- wanita dengan bibinya atau kemenakannya
(e) Calon suami sedang mempunyai 4 (empat) orang istri yang keempat-
empatnya masih terikat tali perkawinan
(f) Calon suami menikahi mantan istrinya:
- telah ditalak tiga kali, kecuali sudah pernah menikah dengan laki-laki
lain
- ditalak kerena li‟an (dituduh berbuat zina) (sumber KHI)

Mahar atau maskawin adalah salah satu dari beberapa


5. Mahar
persyaratan yang harus dipenuhi ketika hendak menikah, mahar
merupakan tanda kesungguhan seorang laki-laki untuk menikahi seorang wanita. Allah
Subhanahu wa Ta‟ala telah berfirman,
“Berikanlah mahar (maskawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian
yang wajib. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mahar itu
dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang
sedap lagi baik akibatnya.” (Qs. An-Nisa‟ : 4)

Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan memberikan mahar kepada wanita


yang hendak dinikahi, maka hal tersebut menunjukkan bahwa mahar merupakan syarat
sah pernikahan. Pernikahan tanpa mahar berarti pernikahan tersebut tidak sah, meskipun
pihak wanita telah ridha untuk tidak mendapatkan mahar.
Adapun mahar dapat berupa:
1. Harta (materi) dengan berbagai bentuknya.
Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman,
“Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak
yang kamu miliki (Allah Telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas
kamu. dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri
dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah
kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya
(dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu
terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar
itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Qs. An-Nisa‟: 24)

11
2. Sesuatu yang dapat diambil upahnya ( jasa).
Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman,
“Berkatalah dia (Syu‟aib), „Sesungguhnya Aku bermaksud menikahkan kamu dengan
salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku
delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan)
dari kamu, Maka Aku tidak hendak memberati kamu. dan kamu insya Allah akan
mendapatiku termasuk orang- orang yang baik‟.” (Qs. Al-Qoshosh: 27)

3. Manfaat yang akan kembali kepada sang wanita, seperti:


(a) Memerdekakan dari perbudakan
(b) Anas bin Malik ra. berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu „alaihi wa
sallam memerdekakan Shafiyah binti Huyayin (kemudian menikahinya) dan
menjadikan kemerdekaannya sebagai mahar.” (Atsar riwayat Imam Bukhari:
4696)
(c) Keislaman seseorang
(d) Hal tersebut sebagaimana kisah Abu Thalhah yang menikahi Ummu Sulaim ra.
dengan mahar keislaman Abu Thalhah. Anas bin Malik ra bekata, “Abu Thalhah
menikahi Ummu Sulaim. Maharnya keislaman Abu Thalhah. Ummu Sulaim
telah masuk Islam sebelum Abu Thalhah, maka Abu Thalhah melamarnya.
Ummu Sulaim mengatakan,‟Saya telah masuk Islam, jia kamu masuk Islam aku
akan menikah denganmu.‟ Abu Thalhah masuk Islam dan menikah dengan
Ummu Sulaim dan keislamannya sebagai maharnya.” (HR. An-Nasa‟I : 3288)
(e) Atau hafalan al-qur‟an yang akan diajarkannya. Sebagaimana Nabi
shallallahu „alaihi wa sallam telah menikahkan salah seorang sahabat dengan
beberapa surat al-qur‟an hafalannya (HR. Bukhari dan Muslim)
Mahar merupakan hak penuh mempelai wanita. Tidak boleh hak tersebut
diambil oleh orang tua, keluarga maupun suaminya, kecuali bila wanita tersebut telah
merelakannya. Wahai saudariku, mahar memang merupakan hak wanita. Kita bebas
menentukan bentuk dan jumlah mahar yang kita inginkan karena tidak ada batasan
mahar dalam syari‟at Islam. Namun Islam menganjurkan agar meringankan mahar.
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda; “Sebaik-baik mahar adalah mahar
yang paling mudah (ringan).” (HR. al-Hakim). Dalam kaitan ini Nabi juga
mengingatkan; Dari „Uqbah bin „Amir ra.; “Sebaik-baik pernikahan adalah yang
paling mudah.” (HR. Abu Dawud dan ath-Thabrani ). Bahkan seandainya seseorang
tidak memiliki harta sedikit pun untuk dijadikan mahar, maka diperbolehkan membayar

12
mahar dengan mengajarkan al-Qur‟an yang telah dihafalnya kepada wanita yang hendak
dinikahi.
Mahar ada yang disebutkan (ditentukan) ketika akad nikah dan ada yang tidak
disebutkan ketika akad nikah. Jika mahar tersebut disebutkan dalam akad nikah, maka
wajib bagi suami untuk membayar mahar yang tersebut. Apabila mahar tidak disebutkan
dalam akad nikah namun tidak ada kesepakatan untuk menggugurkan mahar, maka
wajib bagi suami untuk memberikan mahar semisal mahar kerabat wanita istrinya,
seperti ibu atau saudara-saudara perempuannya (mahar mitsl).
Mahar dianjurkan dibayar tunai, namun boleh juga ditunda pembayarannya
(hutang), dengan persetujuan si wanita, baik keseluruhan maupun sebagian dari mahar
tersebut. Jika mahar tersebut adalah mahar yang dihutang baik yang telah disebutkan
jenis dan jumlahnya sebelumnya maupun yang tidak, maka harus ada kejelasan waktu
penangguhan atau pencicilannya. Tidak diperbolehkan seorang suami ingkar terhadap
mahar istrinya, karena hal tersebut merupakan khianat. Rasulullah shallallahu „alaihi
wa sallam bersabda; “Syarat yang paling berhak kamu penuhi adalah persyaratan yang
dengannya kalian menghalalkan farji (seorang wanita).” (HR. Bukhari)

Walimatul 'urusy adalah acara yang diadakan dalam rangka telah


6. Walimah
terlaksananya pernikahan dengan mengundang keluarga, kerabat,
tetangga atau masyarakat umum dengan maksud memberitahukan bahwa yang
mengundang telah sah menjadi suami istri . Para ulama berbeda pendapat mengenai
pelaksanaan Walimatul 'urusy, ada yang mengatakan wajib namun sebagian besar
ulama (jumhur ulama) berpendapat sunat muakkad meskipun pelaksanaannya
sangat sederhana. Beberapa ajaran nabi tentang Walimatul 'urusy ini antara lain
adalah:
1. Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam pernah melihat bekas kekuningan pada Abdurrahman Ibnu Auf. Lalu
beliau bersabda: "Apa ini?". Ia berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku
telah menikahi seorang perempuan dengan maskawin senilai satu biji emas.
Beliau bersabda: "Semoga Allah memberkahimu, selenggarakanlah walimah
walaupun hanya dengan seekor kambing." (Muttafaq Alaihi dan lafadznya
menurut Muslim).
2. Anas berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah berdiam selama tiga
malam di daerah antara Khaibar dan Madinah untuk bermalam bersama
Shafiyyah (istri baru). Lalu aku mengundang kaum muslimin menghadiri
walimahnya. Dalam walimah itu tak ada roti dan daging. Yang ada ialah beliau
menyuruh membentangkan tikar kulit. Lalu ia dibentangkan dan di atasnya
diletakkan buah kurma, susu kering, dan samin. (Muttafaq Alaihi dan lafadznya
menurut Bukhari).

13
3. "Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya
mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan orang-orang
miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan walimah,
maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya". (Hr. Muslim dan Baihaqi)

Mencermati beberapa hadis di atas, dapat diketahui bahwa berkaitan dengan


Walimatul 'urusy nabi mengajarkan:
1. Sangat menganjurkan (sunat muakkad) melaksanakan walimah
2. mengundang keluarga, kerabat, tetangga atau masyarakat umum tanpa
membedakan status
3. menghadiri Walimatul 'urusy hukumnya wajib
4. Walimatul 'urusy dilaksanakan oleh pihak laki-laki

7. Menikah Beda Agama Dalam pernikahan beda agama Islam


memberikan penjelasan sebagai berikut;
a. Perkawinan Muslimah dengan Lelaki Non-Muslim
Seorang muslimah tidak boleh menikah dengan lelaki non-muslim secara
mutlak apapun agama dan keyakinannya, termasuk ahlul kitab. Kalau hal ini terjadi
maka perkawinannya tidak syah atau batal. Dan tidak mengakibatkan satu hukumpun
dari hukum-hukum perkawinan, sehingga tidak ditetapkan nasab anak kepada bapaknya,
dan tidak saling mewarisi setelah kematian salah satunya. Hal ini sebagaimana dalam
firman Allah Ta'ala : "Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan
wanita-wanita mu'min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min
lebih baik dari orang musyrik, sekalipun dia menarik hatimu. (Al-Baqarah:221)
b. Perkawinan Lelaki Muslim dengan Perempuan Non-Muslim
Demikian pula halnya lelaki muslim tidak boleh menikahi perempuan non-
muslim kecuali ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani), selain itu perkawinannya haram.
Tidak boleh menikahi perempuan penyembah berhala maupun yang murtad dari Islam.

14
B. Bacalah uraian berikut, untuk dapat memahami dengan baik tentang
pereraian!

Ada beberapa sebab terjadinya perceraian atau


1. Sebab perceraian
putusnya pernikahan suami dan isteri, yaitu:
meninggalnya salah satu fihak, talak, fasakh, khulu, lian, ila, zhihar.

a. Meninggalnya salah satu fihak


Perkawinan secara otomatis akan berakhir apabila salah satu fihak meninggal
dunia, dengan demikian berarti pula suami/ istri yang masih hidup dapat melakukan
pernikahan kembali.

b. Talak
Talak adalah memutuskan atau melepaskan ikatan perkawinan yang dilakukan
oleh seorang suami terhadap istrinya dengan ucapan, baik menggunakan kalimat sharih
(tegas) maupun dengan kalimat kinayah (sindiran). Untuk sampai pada perceraian talak
harus tiga kali.
Hukum talak awalnya adalah makruh, akan tetapi dapat saja berbeda sesuai
dengan keadaan dan niat. Nabi bersanbda tentang ini:
Perbuatan yang halal tetapi dibenci oleh Allah adalah talak (Hr. Abu Daud dan Ibnu
Majah)
Talak dibedakan menjadi dua:
(1) Talak raj‟i atau talak boleh rujuk (kembali), yaitu talak satu dan dua yang
dilakukan oleh suami
(2) Talak bain atau talak yang tidak boleh rujuk, yaitu talak tiga

c. Fasakh
Fasakh adalah pembatalan pernikahan karena sebab-sebab tertentu, seperti;
(1) Suami/ istri masih dalam keadaan kafir atau murtad
(2) Perempuan masih dalam status istri orang lain
(3) Perempuan tidak dapat melaksanakan kewajiban sebagai seorang istrikarena cacat,
sakit, dll.
(4) Ada unsur penipuan dalam pernikahan
(5) Suami dinyatakan hilang
15
d. Khulu
Khulu adalah talak yang dijatuhkan oleh suami kepada istri karena permintaan
istri. Apabila khulu dilakukan maka istri harus mengembalikan mahar/ mas kawin
kepada suami. Khulu dimaksudkan agar istri yang merasakan ketidaknyamanan atau
kebahagiaan dalam kehidupan keluarga dapat melepaskan diri dari ikatan pernikahan.
Hal ini sesuai firman Allah surah Al Baqarah [2] ayat 229, berbunyi:

                 

       


… kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.
jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-
hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh
isteri untuk menebus dirinya[144]. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu
melanggarnya…

Istri yang telah di khulu tidak dapat dirujuk (kembali), namun dpat dinikahi
kembali.

e. Lian
Lian adalah sumpah suami yang menuduh istrinya berzina, sumpah ini dilakukan
karena suami tidak dapat mengajukan empat orang saksi untuk menuduh istri berzina.
Apabila lian dilakukan maka terjadilah perceraian suami atas istrinya. Allah berfirman
dalam surah An Nur [24] ayat 6-7

           

              

 
6. Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada
mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu ialah
empat kali bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya dia adalah termasuk orang-
orang yang benar.
7. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-
orang yang berdusta

16
f. Ila
Ila adalah sumpah suami yang tidak akan melakukan hubungan suami istri
selama beberapa waktu. Al Quran memberi batas waktu empat bulan, Allah berfirman
dalam Al Quran surah Al Baqarah [2] ayat 226

             
Kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya).
Kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), Maka Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.

Apabila sampai batas waktu yang disebutkan suami tidak kembali pada istrinya
maka terjadilah perceraian dengan istrinya, hal ini dijelaskan dalam Al Quran surah Al
Baqarah [2] ayat 227

      


dan jika mereka ber'azam (bertetap hati untuk) talak, maka sesungguhnya Allah Maha
mendengar lagi Maha Mengetahui.

Kecuali sebelum waktu yang ditentuan ia kembali pada istrinya dan membayar
kifarat (denda sumpah) kepada istrinya.Adapaun kifaratnya adalah memilih salah satu
hal berikut:
a. Memberi makan sepuluh orang miskin, masing-masing ¾ liter
b. Memberi pakaian layak kepada sepuluh orag miskin
c. Memerdekakan hamba sahaya

g. Zihar
Zihar adalah ucapan suami yang menyatakan bahwa istrinya mirip ibunya. Maka
seharusnya dia mentalak isrinya, jika tidak wajib membayar kifarat dan haram
berhubungan suami istri sebelum membayar kifarat.
Kifarat zihar itu tertib urutannya adalah:
a. Memerdekan hamba sahaya
b. Kalau tidak mampu puasa dua bulan berturut-turut
c. Kalau tidak mampu memberi makan enam puluh orang fakir miskin, masing-
masing 5/6 liter beras

17
Iddah adalah masa menunggu bagi seoran isteri untuk boleh
2. Iddah
menikah kembali setelah terjadi perceraian, baik karena suaminya
meninggal dunia ataupun disebabkan talak.
Iddah istri dimaksudkan untuk mengetahui dengan pasti apakah si wanita yang
telah dicerai hamil atau tidak, sedangkan bagi suami menjadi masa untuk diperbolehkan
kembali (rujuk)

18

Anda mungkin juga menyukai