Anda di halaman 1dari 42

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Agensi

Teori keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk memahami

corporate governance. Teori keagenan menyangkut hubungan kontraktual antara

anggota-anggota di perusahaan. Menurut Jensen dan Smith (1984:7) teori agensi

adalah konsep yang menjelaskan hubungan kontraktual antara prinsipal dengan

agen. Principal adalah pihak yang memberikan mandate kepada pihak lain yaitu

agen, untuk melakukan semua kegiatan atas nama prinsipal dalam kapasitasnya

sebagai pengambil keputusan.

Dalam teori agensi baik principal maupun agen merupakan pelaku utama

dan keduanya mempunyai bargaining position masing-masing dalam

menempatkan posisi, peran dan kedudukannya. Prinsipal sebagai pemilik modal

memiliki akses dan informasi internal perusahaan, sedangkan agen mempunyai

informasi tentang operasi dan kinerja perusahaan secara riil dan menyeluruh. Posisi,

fungsi, situasi, tujuan, kepentingan dan latar belakang prinsipal dan agen yang

berbeda akan menimbulkan pertentangan dan tarik menarik kepentingan satu sama

lain.

Teori agensi menyatakan bahwa pengelolaan perusahaan selalu ada konflik

kepentingan antara manajer dengan pemilik perusahaan, manajer dan bawahannya,

serta antara pemilik perusahaan dan kreditur (Brigham dan Gapenski, 1996).

Aktivitas pihak-pihak tersebut dinilai melalui kinerja keuangannya yang tercermin

12
13

dalam laporan keuangan. Untuk itu, pemilik perusahaan membutuhkan auditor

untuk memverifikasi informasi yang diberikan manajemen kepadapihak

perusahaan, sebaliknya manajemen memerlukan auditor untuk memberikan

legitimasi atas kinerja yang mereka lakukan. Di sisi lain kreditur membutuhkan

auditor untuk memastikan bahwa dana yang mereka kucurkan untuk membiayai

kegiatan perusahaan bener-benar digunakan sesuai persetujuan yang ada sehingga

kreditur mendapatkan bunga atas pinjaman yang diberikan dan terdapat jaminan

bahwa perusahaan akan dapat mengembalikam pinjaman dimasa yang akan datang.

Hal tersebut bisa dikatakan sebagai asimetris informasi, dimana ada informasi yang

tidak diungkapkan oleh pihak internal manajemen kepada pihak eksternal

manajemen.

Untuk memperkecil asimetris informasi, maka pengelolaan perusahaan

harus diawasi dan dikendalikan untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan

dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku.

Upaya ini menimbulkan apa yang disebut sebagai agency costs, yang menurut teori

ini harus dikeluarkan sedemikian rupa sehingga biaya untuk mengurangi kerugian

yang timbul karena ketidakpatuhan setara dengan peningkatan biaya

pelaksanaannya.

Agency cost ini mencakup biaya pengawasan oleh pemegang saham, biaya

yang dikeluarkan oleh manajemen untuk menghasilkan laporan yang transparan,

termasuk biaya audit yang indeoenden dan pengendalian internal, serta biaya yang

disebabkan karena menurunnya nilai kepemilikan pemegang saham sebagai bentuk

‘bonding expenditures’ yang diberikan kepada manajemen dalam bentuk opsi dan
14

berbagai manfaat untuk tujuan menyelaraskan kepentingan manajemen dengan

pemegang saham.

2.1.2 Auditing

2.1.2.1 Pengertian Audit

Terdapat beberapa definisi audit yang dikemukakan oleh beberapa ahli

akuntansi, diantaranya:

Menurut Arens et al., (2010) adalah sebagai berikut:

“Suatu proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang


informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang
dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan
dan melaporkan kesesuaian informasi dengan kriteria-kriteria yang telah
ditetapkan.”

Menurut Mulyadi (2002) definisi audit menururtnya adalah:

“Suatu proses sistematik untuk memperolehh dan mengevaluasi bukti


secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan ekonomi
dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian
antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah
ditetapkan serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang
berkepentingan.”

2.1.2.2 Pengertian Audit Berbasis Risiko

Risiko audit (audit risk) adalah risiko memberikan opini audit yang tidak

tepat (expressing an inappropriate audit opinion) atas laporan keuangan yang

disalahsajikan secara material (Tuanakotta, 2014). Tujuan audit adalah menekan


15

risiko audit ini ke tingkat serendah mungkin yang dapat diterima oleh auditor (to

reduce this audit risk to an acceptably low level). Dan auditor seperti yang

dijelaskan barusan, auditor tidak dapat benar-benar menghilangkan risiko audit ke

titik nol.

2.1.2.3 Jenis Audit

Auditing terdiri atas beberapa jenis, menurut Sukrisno Agoes (2012:10),

Jenis auditing dapat dibedakan atas :

1. Ditinjau dari luasnya pemeriksaan, audit dapat dibedakan atas:

a. Pemeriksaan Umum

Suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan

oleh KAP independen dengan tujuan untuk bias memberikan

pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan secara

keseluruhan.

b. Pemeriksaan Khusus

Suatu Pemeriksaan terbatas (sesuai dengan permintaan auditee)

yang dilakukan oleh KAP yang independen, dan akhir

pelaksanaannya auditor tidak perlu memberikan pendapat terhadap

kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.

2. Ditinjau dari jenis pemeriksaan, audit dapat dibedakan atas:

a. Management Auditee

Suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan,

termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional yang telah


16

ditentukan oleh manajemen, untuk mengetahui apakah kegiatan

operasi tersebut sudah dilakukan secara efektif, efisien dan

ekonomis.

b. Pemeriksaan Ketaatan

Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan

sudah mentaati peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang

berlaku, baik yang ditetapkan oleh pihak intern perusahaan

(Manajemen, Dewan Komisaris) maupun pihak eksternal

(Pemerintah, Bapepam-LK, Bank Indonesia, Direktorat Jendral

Pajak, dll).

c. Pemeriksaan Intern

Pemeriksaan yang dilakukan bagian internal audit perusahaan, baik

terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi maupun ketaatan

terhadap kebijakan manajemen yang telah ditentukan.

d. Computer Audit

Pemeriksaan oleh KAP terhadap perusahaan yang memproses data

akuntansinya dengan menggunakan sistem Electronic Data

Processing (EDP).

Sedangkan jenis auditing manurut Elder, Beasley, Arens, Jusuf (2012:6)

adalah sebagai berikut :

1. Audit Laporan Keuangan

Audit yang berkaitan dengan kegiatan memperoleh data mengevaluasi bukti

tentang laporan-laporan entitas dengan maksud agar dapat memberikan


17

pendapat apakah laporan-laporan tersebut telah disajikan secara wajar

sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan , yaitu prinsip-prinsip akuntansi

yang berlaku umum.

2. Audit Kepatuhan

Audit yang berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan memeriksa bukti-

bukti untuk menetapkan apakah kegiatan keuangan atau operasi suatu

entitas telah sesuai dengan persyaratan, ketentuan, dan peraturan tertentu.

3. Audit Operasional

Audit yang berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan mengevaluasi bukti-

bukti tentang efisiensi dan efektivitas kegiatan operasi entitas dalam

hubungannya dengan pencapaian tujuan tertentu.

2.1.2.4 Standar Audit berbasis International Standard on Auditing (ISA)

Standard Audit (SA) mengatur tentang standar yang digunakan oleh praktisi

saat melaksanakan kegiatan audit atas laporan keuangan historis. Dilakukannya

adopsi standar internasional yang ditetapkan oleh IFAC membuat standar audit

pada SPAP 31 Maret 2011 yang selama ini digunakan dengan berbasis US GAAS,

berubah menjadi SPAP berbasis International Standard on Auditing (ISA).

Berbeda dengan standar audit sebelumnya, SPAP berbasis ISA tidak

membagi standar audit kedalam tiga kategori yakni, Standar Umum, Standar

Pekerjaan Lapangan, dan Standar Pelaporan. Namun standar-standar yang disajikan

dalam SPAP berbasis ISA sudah mencerminkan proses pengerjaan auditing yang

dibagi kedalam enam bagian dan 36 standar (Tuanakotta, 2014).


18

A. 200-299: Prinsip-Prinsip Umum dan Tanggung Jawab


1. SA 200 : Tujuan keseluruhan auditor independen dan pelaksanaan
suatu audit berdasarkan standar perikatan audit.
2. SA 210: Persetujuan atas syarat-syarat perikatan audit.
3. SA 220: Pengendalian Mutu untuk audit atas laporan keuangan.
4. SA 230: Dokumentasi audit.
5. SA 240: Tanggunng jawab auditor terkait dengan kecurangan dalam
suatu audit atas laporan keuangan.
6. SA 250: pertimbangan atas peraturan perundang-undangan dalam
audit laporan keuangan.
7. SA 260: Komunikasi dengan pihak yang bertanggung jawab atas tata
kelola.
8. SA 265: Pengomunikasian definisi dalam pengendalian internal
kepada pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola dan
manajemen.

B. 300-499: Penilaian Resiko dan Respon Terhadap Resiko Yang Telah


Dinilai
9. SA 300: Perencanaan suatu audit atas laporan keuangan.
10. SA 315: Pengidentifikasian dan penilaian resiko salah saji material.
11. SA 320: Materialitas dalam perencanaan dan pelaksanaan audit.
12. SA 330: Respons auditor terhadap resiko yang telah dinilai.
13. SA 402: Pertimbangan audit terkait dengan entitas yang
menggunakan suatu organisasi jasa.
14. SA 450: Pengevaluasian atas salah saji yang diidentifikasi selama
audit.

C. 500-599: Bukti Audit


15. SA 500: Bukti audit.
16. SA 501: Bukti audit-pertimbangan spesifikasi atas unsur pilihan.
17. SA 505: Konfirmasi eksternal.
19

18. SA 510: Perikatan audit tahun pertama-saldo awal.


19. SA 520: Prosedur analitis.
20. SA 530: Sampling audit.
21. SA 540: Audit atas estimasi akuntansi, termasuk estimasi akuntansi
nilai wajar, dan pengungkapan yang bersangkutan.
22. SA 550: Pihak berelasi
23. SA 560: Peristiwa kemudian.
24. SA 570: Kelangsungan usaha.
25. SA 580: Representasi tertulis.

D. 600-699: Penggunaan Pekerjaan Pihak Lain


26. SA 600: Pertimbangan khusus-audit atas laporan keuangan grup
(termasuk pekerjaan auditor komponen).
27. SA 610: Penggunaan pekerjaan auditor internal.
28. SA 620: Penggunaan pekerjaan seorang pakar auditor.

E. 700-799: Kesimpulan Audit dan Pelaporan


29. SA 700: Perumusan suatu opini dan pelaporan atas laporan
keuangan.
30. SA 705: Modifikasi terhadap opini dalam laporan auditor
independen.
31. SA 706: Paragraf penekanan suatu hal dan paragraf hal lain dalam
laporan auditor independen.
32. SA 710: Informasi komparatif-angka korespondensi dan laporan
keuangan komparatif
33. SA 720: Tanggung jawab auditor atas informasi lain dalam dokumen
yang berisi laporan keuangan auditan.

F. 800-899: Area-area Khusus


34. SA 800: Pertimbangan khusus-audit atas laporan keuangan yang
disusun sesuai dengan kerangka bertujuan khusus.
20

35. SA 805: pertimbangan khusus-audit atas laporan keuangan tunggal


dan unsur, akun, atau pos spesifik dalam suatu laporan keuangan.
36. SA 810: Perikatan untuk melaporakan ikhtisar laporan keuangan.

2.1.2.5 Makna Audit Berbasis Risiko

Terdapat beberapa makna “audit berbasis risiko” melalui pemahaman

beberapa konsep dasar yang saling berkaitan. (Tuanakotta, 2014)

1. Reasonable assurance (Asurans yang layak)

Dalam ISA 200, maksud dari asurans yang layak adalah asurans yang tinggi,

tetapi bukan pada tingkat tinggi yang mutlak (absolute level of assurance). Hal

ini dikatakan layak dicapai ketika auditor memperoleh bukti yang cukup dan

tepat (sufficient appropriate audit evidance) untuk menekan risiko audit.

Dengan bukti yang cukup dan tepatm auditor sudah menekan risiko audit.

Namun, tidak sampai ketingkat nol, karena adanya risiko bawaan dalam setiap

audit.

2. Inherent limitations (Risiko bawaan)

Tabel 2.1
Kendala Bawaan Audit

Kendala Alasan

Sifat Pelaporan Pembuatan laporan keuangan memerlukan:


Keuangan  Judgment manajemen dalam menerapkan kerangka
pelaporan keuangan; dan
 Keputusan atau penilaian subjektif (seperti estimasi)
oleh manajemen dalam memilih berbagai tafsiran atau
judgement yang akseptabel

Sifat bukti audit Bukti yang didapat auditor cenderung bersifat persuasif, dan
yang tersedia tidak konklusif.
21

Bukti audit terutama diperoleh memalui pelaksanaan audit.


Bukti ini juga meliputi informasi yang diperoleh dari
sumber lainnya: seperti audit yang lalu; prosedur kendali
mutu dalam rangka menerima/melanjutkan hubungan
dengan klien; catatan pembukuan entitas; dll.

Sifat prosedur Bagaimanapun bagusnya rancangan prosedur audit, ia tidak


audit akan mampu mendeteksi setiap salah saji, jika:

 Setiap sampel (kurang dari 100%) mengandung risiko


bahwa salah saji tidak akan terdeteksi;
 Manajemen/pihak lain (sengaja/tidak) mungkin tidak
memberikan semua informasi yang diminta;
 Kecurangan yang canggih, disembunyikan dengan rapi;
 Prosedur audit untuk mengumpulkan bukti audit
mungkin tidak mendeteksi informasi yang hilang.

Pelaporan Relevansi/nilai informasi keuangan cenderung menurun


keuangan tepat dengan lewatnya waktu. Oleh karena itu, perlu adanya
waktu keseimbangan antara keandalan informasi dengan biayanya.

3. Audit scope (Lingkup audit)

Laporan auditor yang tidak dimodifikasi (unmodified auditor’s report) atau

opini wajar tanpa pengecualian (WTP) tidak menjamin keberhasilan dan daya

bertahan entitas dimasa mendatang. WTP juga tidak mencerminkan apakah

manajemen mengelola entitas secara efektif dan efisien

Setiap perluasan dari tanggung jawab audit yang utama, seperti yang

mungkin ditetapkan dalam ketentuan perundang-undangan, mewajibkan

auditor untuk melaksanakan pekerjaan tambahan dan memodifikasi atau

memperluas laporan auditor sesuai dengan perluasan tanggung jawabnya.


22

4. Material misstatement (Salah saji yang material)

Salah saji yang material terjadi jika secara layak dapat diharapkan, akan

mempengaruhi keputusan ekonomis pemakai laporan keuangan.

Salah saji material bisa:

 Terjadi secara sendiri-sendiri atau bersama. Contoh, laporan keuangan

mencantumkan pabrik senilai Rp.10 miliar. Pabrik itu tidak pernah

dibangun atau dibeli. Laporan keuangan tersebut mengandung satu salah

saji yang material.

 Berupa salah saji yang tidak dikoreksi, misalnya yang ditemukan oleh

auditor dan dikomunikasikan kepada kepala bagian pembukuan, dan

diakui sebagai salah saji, namun kepala bagian pembukuan tidak

bersedia mengoreksinya.

 Berupa pengungkapan yang menyesatkan dalam laporan keuangan, atau

pengungkapan yang tidak dicantumkan dalam laporan keuangan.

 Berupa kesalahan (error) atau kecurangan (fraud).

5. Assertions (Asersi)

Asersi adalah pernyataan yang diberikan manajemen secara eksplisit

maupun implisit, yang tertanam di dalam atau merupakan bagian dari laporan

keuangan. Asersi berhubungan dengan pengakuan, pengukuran, penyajian, dan

pengungkapan dari berbagai unsur laporan keuangan.


23

2.1.2.6 Opini audit

Pendapat atau opini audit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

laporan audit. Laporan audit penting sekali dalam suatu audit atau proses atestasi

lainnya karena laporan tersebut menginformasikan pemakai informasi tentang apa

yang dilakukan auditor dan kesimpulan yang diperolehnya. Opini audit diberikan

oleh auditor melalui beberapa tahap audit sehingga auditor dapat memberikan

kesimpulan atas opiniyang harus diberikan atas laporan keuangan yang diauditnya.

Menurut ISA 700, bentuk opini terbagi menjadi 2:

1. Opini tanpa modifikasi: Opini yang dinyatakan oleh auditor ketika auditor

menyimpulkan bahwa laporan keuangan disusun, dalam semua hal yang

material sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku.

Perumusan opini audit atas laporan keuangan, menurut ISA 700

mengharuskan auditor:

 Menyatakan opini apakah laporan keuangan disajikan, dalam semua hal

yang material, sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang

berlaku.

 Menyimpulkan apakah ia telah memperoleh keyakinan memadai

tentang apakah laporan keuangan secara keseluruhan bebas dalam

kesalahan penyajian material, baik yang disebabkan oleh kecurangan

maupun kesalahan.

2. Opini modifikasian (SA 705), Opini ini terbagi menjadi 3 Jenis Opini

1. Opini Wajar dengan Pengecualian:


24

 Kesalahan penyajian, baik secara individual atau kolektif, adalah

material, tetapi tidak pervasif, terhadap laporan keuangan.

 Auditor tidak dapat memporoleh bukti audit yang cukup dan tepat

yang mendasari opini auditor, tetapi auditor menyimpulkan bahwa

kemungkinan damppak kesalahan penyajian yang tidakterdeteksi

terhadap laporan keuangan, jika ada, dapat bersifat material, tetapi

tidak pervasif.

2. Opini Tidak Wajar:

 Auditor, berdasarkan bukti audit yang cukup dan tepat yang telah

diperoleh, menyimpulkan bahwa kesalahan penyajian, baik secara

individual maupun kolektif, adalah material, tetapi pervasif terhadap

laporan keuangan.

3. Opini tidak menyatakan pendapat:

 Auditor tidak dapat memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat

yang mendasari opini auditor, dan auditor menyimpulkan bahwa

kemungkinan dampak kesalahan penyajian yang tidak terdeteksi

terhadap laporan keuangan, jika ada, dan bersifat material dan

pervasif.

 Dalam kondisi yang sangat jarang terjadi dan melibatkan lebih dari

satu ketidakpastian, auditor menyimpulkan bahwa meskipun telah

meperoleh bukti audit yang cukup dan tepat tentang setiap

ketidakpastian tersebut, adalah tidak mungkin untuk merumuskan

opini atas laporan keuangan karena interaksi yang potensial dari


25

ketidakpastian tersebut dengan kemungkinan dampak kumulatif dari

ketidakpastian tersebut terhadap laporan keuangan.

Sedangkan menurut Johnstone, Gramling, Rittenberg (2014), terdapat 5


jenis opini audit, yaitu :

1. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)


Opini audit tersebut dapat dikeluarkan untuk perusahaan jika:
a. Tidak ada pelanggaran material GAAP.
b. Pengungkapan yang memadai.
c. Auditor mampu melakukan semua prosedur yang diperlukan.
d. Tidak ada perubahan dalam prinsip akuntansi yang memiliki
pengaruh material terhadap laporan keuangan.
e. Auditor tidak memiliki keraguan signifikan kepada klien mengenai
going concern.
f. Auditor independen
2. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragraf Penjelasan
(Unqualified Opinion with Explanatory Language)
Keadaan tertentu mungkin mengharuskan auditor menambahkan
suatu paragraf penjelasan (atau bahasa penjelasan yang lain) dalam
laporan auditnya. Auditor mengeluarkan pendapat ini jika:
a. Kurang konsistensinya suatu entitas dalam menerapkan GAAP.
b. Keraguan substansial tentang kelangsungan usaha klien.
c. Laporan audit yang melibatkan auditor lain.
3. Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion)
a. Tidak sesuai dengan GAAP.
b. Pengungkapan yang tidak memadai dan tidak sesuai.
c. Keterbatasan ruang lingkup yang mengakibatkan tidak terdeteksinya
salah saji dan hal tersebut bisa bersifat material
26

4. Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion)


Pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan tidak
menyajikan secara wajar laporan posisi keuangan, hasil usaha, dan arus
kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
di Indonesia.
5. Pernyataan Tidak Memebrikan Pendapat (Disclaimer of Opinion)
Pernyataan tidak memberikan pendapat menyatakan bahwa auditor
tidak memberikan pendapat atas laporan keuangan. Opini ini
dikeluarkan ketika auditor memiliki keterbatasan ruang lingkup dan
mempunyai keraguan yang substansial dalam kelangsungan usaha klien
tersebut.

2.1.2.7 Proses audit atas laporan keuangan

Dalam melaksanakan audit berbasis resiko terbagi menjadi 3 langkah,

antara lain:

1. Risk Assesment (menilai resiko). Merencanakan prosedur penilaian resiko

untuk mengidentifikasi dan menilai resiko salah saji yang material dalam

laporan keuangan. Kutipan dari ISA 315.3 mengenai tujuan auditor dalam

proses audit tahap 1:

“Tujuan auditor adalah memhidentifikasi dan menilai salah saji yang

material, karena kecurangan atau kesalahan, pada tingkat laporan

keuangan dan asersi, melalui pemahaman terhadap entitas dan

lingkungannya, termasuk pengendalian intern entitas, yang memberikan

dasar untuk merancang dan mengimplementasikan tanggapan terhadap

resiko (salah saji yang material) yang dinilai”


27

Keharusan dalam tahap Risk Assesment:

 Sejak awal, dilibatkannya auditor senior

Partner (yang memimpin) penugasan dan anggota inti tim audit harus

terlibat aktif dalam merencanakan audit, serta dalam merencanakan dan

berpartisipasi dalam diskusi antara anggota tim audit. Keterlibatan mereka

sejak awal memastikan perencanaan audit memanfaatkan pengalaman dan

insight anggota tim senior.

 Tekankan skeptisme profesional

Auditor tidak dapat diharapkan mengabaikan pengalaman masa lalunya

mengenai integritas dan kejujuran manajemen dan TCWG (Those Charged

with Governance). Namun kepercayaan bahwa manajemen dan TCWG

jujur dan mempunyai integritas, tidak membebaskan auditor dari keharusan

mempertahankan skeptisme profesional.

 Rencanakan auditnya

Waktu yang digunakan dalam perencanaan audit (mengembangkan strategi

audit) akan memastikan bahwa tujuan audit sudah dipenuhi dengan benar,

dan pekerja staf audit terfokus pada pengumpulan bukti pada hal-hal yang

paling kritikal untuk terjadinya salah saji.

 Laksanakan diskusi tim audit dan komunikasi berkelanjutan

Diskusi/pertemuan perencanaan tim dengan partner penugasan merupakan

forum yang sangat baik untuk:

1. Menginformasikan kepada staf tentang klien secara umum dan

membahas area yang berpotensi mengandung resiko.


28

2. Membahas efektifnya strategi audit menyeluruh dan rencana audit,

dan jika perlu, membuat perubahan.

3. Bertukar pikiran mengenai bagaimana kecurangan mungkin akan

terjadi dan kemudian merancang tanggapan yang tepat

4. Menetapkan tanggung jawab audit kepada staf dan menetapkan

waktu penyelesaian tugas mereka

 Fokus pada identifikasi resiko

Langkah terpenting dalam proses penilaian resiko adalah mengidentifikasi

semua resiko yang relevan.

 Evaluasi secara cerdas tanggapan manajemen mengenai resiko

Bagaimana manajemen merancang/melaksanakan pengendalian untuk

memitigasi resiko (salah saji material dalam laporan keuangan) yang sudah

diidentifikasi oleh manajemen (sendiri) dan/atau auditor.

 Gunakan kearifan profesional

ISA mengharuskan penggunaan dan kemudian pendokumentasian kearifan

profesional (Professional Judgment) yang penting oleh auditor selama

audit.

2. Risk Response (Menanggapi Resiko). Merancang dan melaksanakan

prosedur audit selanjutnya yang menanggapi resiko (salah saji material)

yang telah diidentifikasi dan dinilai, pada tingkat laporan keuangan dan

asersi. Kutipan ISA 330.3 mengenai tujuan auditor dalam proses audit tahap

2:
29

“Tujuan auditor adalah memperoleh bukti audit yang cukuo dan tepat

tentang resiko (salah saji material) yang dinilai, dengan merancang dan

mengimplementasikan tanggapan yang tepat terhadap resiko tersebut”.

Dalam tahap ini auditor:

 Menilai resiko bawaan dan resiko pengendalian pada tingkat

laporan keuangan dan pada tingkat asersi (untuk setiap jenis

transaksi, saldo akun, dan pengungkapan).

 Mengembangkan prosedur aktif responsif, yakni prosedur audit

yang menanggapi resiko yang dinilai.

Tanggapan auditor terhadao resiko yang dinilai untuk resiko salah saji

material, didokumentasikan dalam suatu rencana audit yang:

 Berisi tanggapan menyeluruh atas resiko yang diidentifikasi

pada tingkat laporan keuangan.

 Menangani area laporan keuangan yang material

 Berisi sifat, luasnya, dan penjadwalan prosedur audit spesifik

untuk menanggapi resiko salah saji material, pada tingkat asersi

Prosedur selanjutnya umumnya terdri atas prosedur audit substantif

seperti uji rincian (test of details), prosedur analitikal (analytical

procedures), dan uji pengendalian (test of controls). Uji

pengendalian lazimnya digunakan jika ada ekspektasi bahwa

pengendalian tersebut berfungsi dengan efektif dalam periode

berjalan.
30

3. Reporting (Pelaporan). Kutipan dari ISA 700.6 mengenai tujuan auditor

dalam proses audit tahap 3:

Tujuan auditor adalah:

 Merumuskan opini mengenai laporan keuangan berdasarkan

evaluasi atau kesimpulan yang ditarik atas bukti yang diperoleh.

 Memberikan opini dengan jelas, melalui laporan tertulis, yang

juga menjelaskan dasar (untuk memberikan) pendapat tersebut.

Tahap terakhir dalam audit adalah menilai bukti audit yang diperlukan

dan menentukan apakah bukti itu cukup dan tepat untuk menekan resiko

audit ke tingkat rendah yang dapat diterima.

Dalam tahap ini sangatlah penting untuk menentukan:

 Setiap perubahan dalam tingkat resiko yang senilai

 Apakah kesimpul yang ditarik dari pekerjaan audit sudah tepat

 Apakah ada situasi yang mencurigakan akan dialami

 Resiko tambahan (yang sebelumnya tidak teridentifikasi) sudah

dinilai dengan tepat dan prosedur audit selanjutnya sudah

dilaksanakan sebagaimana diwajibkan (ISA)

Jika semua prosedur sudah dilaksanakan dan kesimpulan dicapai, maka:

 Temuan audit dilaporkan kepada manajemen dan TCWG

 Opini audit dirumuskan dan keputusan mengenai redaksi yang

tepat untuk laporan auditor, harus dibuat


31

2.1.3 Going Concern

2.1.3.1 Pengertian Going Concern

International Federation of Accountants (IFAC) telah mengeluarkan ISA

570 tentang “Going Concern” yang menegaskan bahwa tanggung jawab auditor

eksternal hanya melakukan pertimbangan atas ketetapan asumsi going concern

yang digunakan oleh manajemen dalam menyusun laporan keuangan. Going

concern entitas yang diaudit harus dapat bertahan paling tidak dua belas bulan

setelah tanggal neraca. ISA 570.10 menjelaskan jika tidak terdapat penjelasan

mengenai adanya ketidakpastian oleh auditor eksternal pada opininya, tidaklah

menjadi jaminan bahwa kelangsungan hidup perusahaan tidak akan bermasalah.

Namun bila terdapat hal-hal yang berkenaan dengan kelangsungan hidup

perusahaan yang diaudit, umumnya auditor akan menambahkan paragraf penjelasan

(modifikasi kata) setelah paragraf opini laporan keuangan. Auditor akan membuat

penilaian mengenai kondisi perusahaan pada awalnya sebagai bagian dari

perencanaan, tetapi bisa saja mengubah hasil penilaian bila ada informasi baru.

Misalnya, penilaian atas kelangsungan usaha akan direvisi bila ada temuan auditor,

selama masa audit, bahwa perusahaan tidak dapat membayar utang, kehilangan

konsumen utama atau memutuskan untuk menjual aset penting untuk membayar

utang. Auditor menggunakan prosedur analitis, mendiskusikan dengan manajemen

mengenai kemungkinan adanya kesulitan keuangan, dan mengumpulkan informasi

mengenai bisnis klien selama masa audit agar dapat memberikan penilaian terhadap

kesulitan keuangan pada tahun yang akan datang.


32

ISA 570 telah menjadi petunjuk bagi para auditor mengenai tanggung jawab

auditor dengan penggunaan asumsi “Usaha Berkesinambungan” dan penilaian

manajemen mengenai kemampuan entitas untuk melanjutkan usahanya sebagai

usaha berkesinambungan. Didalam ISA 570.2, dalam hal asumsi usaha

berkesinambungan, suatu entitas dianggap mempunyai usaha yang

berkesinambungan dalam waktu dekat dimasa mendatang.

Laporan keuangan yang bertujuan umum dibuat dengan dasar

kesinambungan usaha, kecuali jika manajemen mempunyai niat/rencana

melikuidasi entitas itu atau berhenti beroperasi, atau tidak ada alternatif lain yang

realistis kecuali membubarkannya. Laporan keuangan yang bertujuan khusus dapat

atau dapat tidak dibuat dengan kerangka pelaporan keuangan dimana dasar

kesinambungan usaha itu relevan. Tujuan auditor dalam audit kesinambungan

usaha sendiri menurut ISA 570.9 antara lain:

1. Memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat tentang tepat/tidaknya

penggunaan asumsi kesinambungan usaha oleh manajemen dalam

membuat laporan keuangan;

2. Menyimpulkan, berdasarkan bukti audit yang diperoleh, apakah ada

ketidakpastian yang material mengenai peristiwa atau kondisi yang

mungkin menimbulkan keraguan mengenai kemampuan entitas

untuk melanjutkan usahanya sebagai usaha yang

berkesinambungan;

3. Menentukan implikasinya terhadap laporan auditor


33

Dalam pelaksanaan prosedur audit auditor dapat mengidentifikasi informasi

mengenai kondisi atau peristiwa tertentu yang jika dipertimbangkan secara

keseluruhan, menunjukan tanda-tanda kebangkrutan serta kesangsian besar tentang

kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka

waktu yang pantas. Indikator yang menggambarkan keraguan besar mengenai

asumsi kesinambungan usaha antara lain : 1.) Indikator keuangan; 2.) Indikator

Operasional; 3.) Lain-lain.

Peristiwa atau kondisi dapat diidentifikasi sebagai sebab timbulnya kerugian

besar mengenai kemampuan entitas dalam melanjutkan usahanya secara

berkesinambungan. Ketidakpastian material terjadi jika besaran dampak potensial

yang dalam suatu pendapat seorang auditor harus ada pengungkapan yang tepat

mengenai sifat dan implikasi dari ketidakpastian agar tercapai sebuah penyajian

yang wajar dari laporan keuangan.

Rencana manajemen untuk tindakan di masa mendatang mengenai masalah

kesinambungan usaha yang berkaitan erat dengan peristiwa/kondisi di atas

umumnya membahas satu atau beberapa strategi tentang: melikuidasi aset;

meminjam uang atau merestrukturisasi utang; mengurangi atau menunda

pengeluaran; merestrukturisasi operasi, termasuk produk dan jasa; mengupayakan

merger atau acquisition; meningkatkan modal.

2.1.3.2 Opini audit dengan modified paragraf mengenai going concern

Going concern adalah salah satu konsep yang mendasari pelaporan

keuangan. Pihak manajemen bertanggung jawab untuk menentukan kelayakan dari


34

persiapan laporan keuangan menggunakan dasar going concern dan auditor

bertanggung jawab untuk menyakinkan dirinya bahwa penggunaan dasar going

concern oleh perusahaan adalah layak dan diungkapkan secara memadai dalam

laporan keuangan (W Prymaranti, 2014)

Standar Profesional Akuntan Publik (2011) memberikan pedoman kepada

auditor tentang dampak kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan

kelangsungan usahanya terhadap opini auditor sebagai berikut:

a. Auditor mempertimbangkan apakah hasil prosedur yang dilaksanakan

dalam perencanaan, pengumpulan bukti audit untuk berbagai tujuan

audit dan penyelesaian auditnya, dapat mengidentifikasi keadaan atau

peristiwa yang, secara keseluruhan, menunjukan adanya kesangsian

besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan

kelangsungan usahanya dalam jangka waktu yang pantas. Mungkin

diperlukan untuk memperoleh informasi tambahan mengenai kondisi

dan peristiwa beserta bukti-bukti yang mendukung informasi yang

mempengaruhi kesangsian auditor.

b. Jika auditor yakin terdapat kesangsian besar mengenai kemampuan

entitas dalam mempertahankan kelangsungan usahanya dalam jangka

waktu yang pantas, ia harus:

1. Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang

ditunjukan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa

tersebut, dan
35

2. Menentukan apakah kemungkinan bahwa renacna tersebut dapat

secara efektif dilaksanakan.

c. Setelah auditor mengevaluasi rencana manajemen, ia mengambil

kesimpulan apakah ia masih memiliki kesangsian besar mengenai

kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan usahanya

dalam jangka waktu yang pantas.

2.1.3.3 Prosedur Audit dalam Menilai Going Concern

Auditor tidak perlu merancang prosedur audit dengan tujuan tunggal untuk

mengidentifikasi kondisi going concern, menurut SPAP (2011):

a. Prosedur analitik.

b. Review peristiwa kemudian.

c. Review terhadap kepatuhan dan terhadap syarat-syarat utang dan

perjanjian penarikan utang.

d. Pembacaan notulen rapat pemegang saham, dewan komisaris, dan

komite atau panitia yang dibentuk.

e. Permintaan keterangan kepada penasihat hukum auditee tentang perkara

pengadilan, tuntutan dan pendapatnya mengenai hasil suatu perkara

pengadilan yang melibatkan entitas tersebut.

f. Konfirmasi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa

dan pihak ketiga mengenai rincian perjanjian penyediaan pemberian

bantuan keuangan.
36

2.1.4 Debt Default

Debt default didefinisikan sebagai kegagalan debitor (perusahaan) dalam

membayar utang pokok dan atau bunganya pada waktu jatuh tempo. Manfaat status

default hutang yang sebelumnya telah diteliti oleh Chen dan Church (1992), yang

menemukan hubungan yang kuat status default dengan opini going concern.

terdapat tiga indikator yang digunakan dalam menilai apakah perusahaan termasuk

dalam kondisi debt default, yaitu :

1) perusahaan tidak dapat atau lalai dalam membayar hutang pokok atau

bunga;

2) perusahaan melanggar penjanjian hutang;

3) perusahaan dalam proses negoisasi restrukturiasasi hutang yang jatuh

tempo.

Dalam ISA 570, menyatakan bahwa posisi hutang atau hutang lancar bersih

merupakan salah satu peristiwa atau kondisi yang dapat menimbulkan keraguan

atas kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidup mereka.

Oleh karena itu kegagalan dalam mememuhi kewajiban hutang dan atau bunga

suatu perusahaan merupakan indikator going concern yang banyak digunakan

auditor dalam menilai kelangsungan hidup suatu perusahaan. Manfaat status default

hutang sebelumnya diteliti oleh Juniarti dan Praptitorini 2011 dalam Ni Luh

Juniasih, dkk (2016) yang menemukan hubungan yang kuat status default hutang

terhadap opini going concern. Dapat dikatakan bahwa status hutang perusahaan

merupakan faktor pertama yang akan diperiksa oleh auditor untuk mengukur

kesehatan keuangan perusahaan. Dapat dikatakan bahwa status hutang perusahaan


37

merupakan faktor pertama yang akan diperiksa oleh auditor untuk mengukur

kesehatan keuangan perusahaan. Ketika jumlah hutang perusahaan sudah sangat

besar, maka aliran kas perusahaan tentunya banyak dialokasikan untuk menutupi

hutangnya, sehingga akan mengganggu kelangsungan operasi perusahaan. Apabila

hutang ini tidak mampu dilunasi, maka kreditor akan memberikan status default.

Ketika jumlah hutang perusahaan sudah sangat besar, maka aliran

keperusahaan tentunya akan banyak dialokasikan untuk menutupi hutangnya,

sehingga akan mengganggu kelangsungan operasi perusahaan. Apabila hutang ini

tidak mampu dilunasi, maka kreditor akan memberikan status default. Hal ini

menunjukan bahwa dengan adanya status debt default, semakin besar pula

kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern.

2.1.5 Pertumbuhan Perusahaan

Pertumbuhan perusahaan adalah dampak atas arus dana perusahaan dari

perubahan operasional yang disebabkan oleh pertambahan atau penerunan volume

usaha helfert 1997 dalam Amran (2010). Pertumbuhan perusahaan

mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan

usahanya. Perusahaan yang mengalami pertumbuhan menunjukkan aktivitas

operasional perusahaan berjalan dengan semestinya sehingga perusahaan dapat

mempertahankan posisi ekonominya dan kelangsungan hidupnya, sedangkan

perusahaan dengan negative growth mengindikasikan kecenderungan yang lebih

besar ke arah kebangkrutan Altman 1968 dalam Karina (2013).


38

Pertumbuhan perusahaan merupakan suatu harapan yang diinginkan oleh

pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan, baik internal perusahaan

yaitu manajemen maupun eksternal perusahaan seperti investor dan kreditor.

Pertumbuhan ini diharapkan dapat memberikan aspek positif bagi perusahaan

seperti adanya suatu kesempatan berinvestasi di perusahaan tersebut. Pertumbuhan

perusahaan juga mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan

kelangsungan usahanya.

Pertumbuhan perusahaan mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam

mempertahankan kelangsungan hidup usahanya. Salah satu cara untuk mengetahui

pertumbuhan perusahaan adalah dengan menghitung rasio pertumbuhan penjualan.

Rasio ini ditujukan untuk mengukur dari seberapa baik perusahaan

mempertahankan posisi ekonomi dalam industri maupun kegiatan ekonomi secara

keseluruhan, Setyarno dkk 2006 dalam (Lintang dan Ni Nyoman Alit, 2015).

Perusahaan yang mengalami pertumbuhan menunjukan aktivitas operasional

perusahaan berjalan dengan semestinya sehingga perusahaan dapat

mempertahankan posisi ekonominya dan kelangsungan hidup usahanya. Sementara

perusahaan dengan rasio pertumbuhan penjualan negatif berpotensi besar

mengalami penurunan laba sehingga manajemen perlu mengambil tindakan

perbaikan agar tetap dapat mempertahankan kelangsungan hidup usahanya.

Penjualan merupakan kegiatan operasi utama perusahaan. Penjualan

perusahaan yang meningkat dari tahun ke tahun memberi peluang perusahaan untuk

memperoleh peningkatan laba. Oleh karena itu, semakin tinggi rasio pertumbuhan
39

perusahaan akan semakin kecilkemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit

going concern Setyarno dkk 2006 dalam Lintang dan Ni Nyoman Alit (2015).

2.1.6 Reputasi Kantor Akuntan Publik

Craswell et al., (1995) menyatakan bahwa klien biasanya mempersepsikan

bahwa kantor auditor yang berasal dari KAP besar dan memiliki afiliasi dengan

KAP internasional-lah yang memiliki kualitas yang lebih tinggi karena auditor

tersebut memiliki karakteristik yang dapat dikaitkan dengan kualitas, seperti

pelatihan, pengakuan internasional, serta adanya peer review.

DeAngelo 1981 dalam Karina (2013) menyimpulkan bahwa Kantor

Akuntan Publik (KAP) yang lebih besar dapat diartikan menghasilkan kualitas audit

yang lebih baik dibandingkan kantor akuntan kecil. Selain itu, KAP skala besar

memiliki insentif yang lebih besar untuk menghindari kritikan kerusakan reputasi

dibandingkan KAP skala kecil. KAP skala besar lebih cenderung untuk

mengungkapkan masalah-masalah yang ada karena mereka lebih kuat menghadapi

risiko proses pengadilan.

Dalam riset ini KAP yang memiliki reputasi diproksikan dengan Big 4.

Reputasi KAP dapat dikelompokan menjadi dua yaitu KAP yang terafiliasi dengan

Big 4 dan KAP yang tidak terafiliasi dalam Big 4 atau disebut KAP Kecil.

Perusahaan akan berupaya untuk menggunakan KAP yang memiliki kredibilitas

tinggi dengan tujuan agar kredibilitas laporan keuangan di mata pemakai laporan

keuangan akan meningkat Halim 1997 dalam Damayanti dan Sudarna (2007).
40

KAP Big 4 adalah empat perusahaan akuntansi internasional terbesar dan

perusahaan jasa profesional yang bergerak dalam bidang audit, dan konsultasi untuk

perusahaan perdagangan dan swasta. Adapun yang termasuk dalam Big Four adalah

Pricewaterhouse Coopers, Deloitte Touche Tohmatsu, Ernst & Young, dan

Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG). Sedangkan KAP Indonesia yang

berafiliasi dengan Big 4 adalah:

1. KAP Purwanto, Sarwoko, Sandjaja – Berafiliasi dengan E & Y

2. KAP Osman Bing Satrio – Berafiliasi dengan Deloitte

3. KAP Sidharta, Widjaja – Berafiliasi dengan KPMG

4. KAP Haryanto Sahari – Berafiliasi dengan PwC

Perusahaan yang diaudit oleh KAP Big 4 cenderung akan tetap

mempertahankan auditornya untuk menjaga kualitas audit karena KAP yang besar

(Big 4) dianggap dapat menyediakan kualitas audit yang tinggi dan dapat

mempertahankan reputasi yang tinggi dalam lingkungan bisnis. Dengan demikian

KAP yang tergabung dalam Big 4 akan berusaha untuk selalu mempertahankan

independensinya untuk menjaga reputasi mereka.

2.1.7 Opini Audit Tahun Sebelumnya

Menurut Mutchler (1985):

In particular, a company with going concern qualification in the prior year


was likely to receive the same qualification in the current year

Hasil penelitian dari Mutchler (1985) menyimpulkan:

The model with the ratios and prior year opinion variable had the highest
overall predictive accuracy. The rate for the entire sample (238 companies)
was 89.9% and for the smaller sample set (companies that had received the
41

qualification for the first time) it was 83%. While the going concern opinion
does not appear to have additional information content for the majority of
companies, that are specific cases in which the qualification has marginal
information content. But each case appears unique, which presents
modeling difficulties.

Mutchler (1985) menguji pengaruh ketersediaan informasi publik terhadap

prediksi opini audit going concern, yaitu tipe opini audit yang telah diterima

perusahaan. Hasilnya menunjukan bahwa model diskriminan analisis yang

dimasukan tipe opini audit tahun sebelumnya mempunyai akurasi prediksi

keseluruhan yang paling tinggi sebesar 89.9 persen dibanding model yang lain. Hal

tersebut menegaskan bahwa opini audit tahun sebelumnya mempengaruhi

pertimbangan auditor dalam memberikan opin audit going concern pada tahun

sebelumnya.

Dalam penelitian Lintang dan Ni Nyoman Alit (2015) Opini audit tahun

sebelumnya adalah opini audit yang diterima oleh perusahaan pada tahun

sebelumnya atau 1 tahun sebelum penelitian. Opini audit going concern tahun

sebelumnya ini akan menjadi faktor pertimbangan penting auditor untuk

mengeluarkan kembali opini audit going concern pada tahun berikutnya. Menurut

Kartika (2012) apabila auditor menerbitkan opini audit going concern tahun

sebeumnya akan semakin besar kemungkinan perusahaan akan menerima kembali

opini audit going concern pada tahun berjalan. Dan menurut penelitian Yashinta

Putri (2013) juga yang memperkuat bukti mengenai opini audit going concern yang

diterima tahun sebelumnya dengan opini audit going concern tahun berjalan,

dimana akan semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan kembali opini

audit going concern pada tahun berikutnya jika pada tahun sebelumnya auditee
42

menerima audit going concern. Dari penelitian terdahulu tersebut, dapat

disimpulkan bahwa auditor dalam memberikan opini audit akan

mempertimbangkan opini audit tahun sebelumnya.

2.2 Penelitian Sebelumnya

Tabel 2.2
Penelitian Sebelumnya

No Nama Judul Variabel Hasil Penelitian


Peneliti Penelitian Penelitian
Lintang dan Analisis 1. Kondisi  Indikator
1 Ni Nyoman Indikator yang keuangan keuangan
Alit (2015) mempengaruhi 2. Pertumbuhan perusahaan (debt
auditor dalam perusahaan default) dan
memberikan 3. Debt default indikator
opini going 4. Rasio Likuiditas operasional lain-
concern pada 5. Rasio lain perusahaan
suatu perusahaan Profitabilitas (Opini audit
dengan 6. Opini audit tahun
pendekatan ISA tahun sebelumnya)
570 sebelumnya mempunyai
7. Kepatuhan pengaruh
perusahaan pada terhadap
hukum dan pemberian audit
peraturan going concern.
 Indikator
keuangan
perusahaan
(Kondisi
keuangan,
pertumbuhan
perusahaan,
rasio lancar,
return on asset)
dan indikator
operasional lain-
43

lain perusahaan
(kepatuhan
perusahaan
terhadap hukum
dan peraturan)
tidak
berpengaruh
terhadap
pemberian opini
audit going
concern.

Ni Pengaruh  Financial
2 LuhJuniasih, financial 1. Financial Distress
I Putu Mega, distress, debt distress perpengaruh
I Kadek default dan 2. debt default positif dalam
Satria opinion 3. Opinion penerimaan
(2016) shopping pada Shopping opini audit
penerimaan going concern
opini audit going  Debt default
concern tidak
berpengaruh
terhadap
penerimaan
opini audit
going concern
 Opinion
Shopping
berpengaruh
negatif terhadap
penerimaan
opini audit
going concern

Triseptya Faktor-faktor 1. Audit Tenure  Reputasi KAP


3 (2014) yang 2. Debt default dan kondisi
mempengaruhi 3. Reputasi KAP keuangan
penerimaan 4. Kondisi berpengaruh
opini audit going keuangan terhadap
concern penerimaan
44

opini audit
going concern.
 Audit tenure,
debt default,
leverage dan
ukuran
perusahaan
tidak
berpengaruh
terhadap
penerimaan
opini audit
going concern

Yashinta Pengaruh ukuran 1. Opini audit  Ukuran


4 Putri (2013) perusahaan, going concern perusahaan
pertumbuhan 2. ukuran berpengaruh
perusahaan, dan perusahaan negatif terhadap
opini audit tahun 3. pertumbuhan opini audit
sebelumnya perusahaan going concern.
terhadap opini 4. opini audit tahun  Pertumbuhan
audit going sebelumnya perusahaan
concern tidak
berpengaruh
terhadap opini
audit going
concern.
 Opini audit
tahun
sebelumnya
berpengaruh
terhadap opini
audit going
concern

Ibrahim Pengaruh audit 1. Audit lag  Audit lag, rasio


5 (2014) lag, rasio arus 2. Rasio leverage leverage, rasio
kas, opini audit 3. Rasio arus kas arus kas, tidak
tahun berpengaruh
sebelumnya dan terhadap
45

financial distress 4. Opini audit penerimaan


terhadap tahun opini going
penerimaan sebelumnya concern
opini audit going 5. Financial  Opini audit
concern distress tahun
sebelumnya dan
financial
distress
berpengaruh
terhadap
penerimaan
opini audit
going concern

Putri (2014) Pengaruh 1. Opinion Shoping  Opinion


6 opinion shoping, 2. Reputasi auditor shoping,
reputasi auditor, 3. Disclosure reputasi auditor,
Disclosure, dan 4. Ukuran disclosure, dan
ukuran perusahaan ukuran
perusahaan perusahaan
terhadap secara statistik
penerimaan berpengaruh
opini audit going signifikan
concern terhadap
penerimaan
opini audit
going concern

Ira Kristiana Pengaruh ukuran 1. Opini audit  Ukuran


7 (2012) perusahaan, going concern perusahaan
profitabilitas, 2. ukuran tidak
likuiditas, perusahaan berpengaruh
pertumbuhan 3. profitabilitas terhadap opini
perusahaan 4. likuiditas audit going
terhadap opini 5. pertumbuhan concern.
audit going perusahaan  Profitabilitas,
concern likuiditas dan
pertumbuhan
perusahaan
berpengaruh
46

negatif
terhadap opini
audit going
concern.

2.3 Kerangka Pemikiran

2.3.1 Pengaruh Debt default terhadap opini audit going concern

Debt default didefinisikan sebagai kegagalan debitor (perusahaan) dalam

membayar utang pokok dan atau bunganya pada waktu jatuh tempo. Manfaat status

default hutang yang sebelumnya telah diteliyi oleh Chen dan Church (1992), yang

menemukan hubungan yang kuat status default dengan opini going concern.

Dalam ISA 570, menyatakan bahwa posisi hutang atau hutang lancar bersih

merupakan salah satu peristiwa atau kondisi yang dapat menimbulkan keraguan

atas kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidup mereka.

Oleh karena itu kegagalan dalam mememuhi kewajiban hutang dan atau bunga

suatu perusahaan merupakan indikator going concern yang banyak digunakan

auditor dalam menilai kelangsungan hidup suatu perusahaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Lintang dan Ni Nyoman Alit (2015),

Setyarno dkk (2006), Susanto (2009) dan Siti Nur Halimah (2015) menyatakan

bahwa debt default berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going

concern.

Menurut penelitian yang dilakukan Lintang dan Ni Nyoman Alit (2015),

pengaruh debt default dengan opini audit going concern adalah positif. Ketika

jumlah hutang perusahaan sudah sangat besar, maka aliran keperusahaan tentunya
47

akan banyak dialokasikan untuk menutupi hutangnya, sehingga akan mengganggu

kelangsungan operasi perusahaan. Apabila hutang ini tidak mampu dilunasi, maka

kreditor akan memberikan status default. Hal ini menunjukan bahwa dengan adanya

status debt default, semakin besar pula kemungkinan perusahaan menerima opini

audit going concern.

2.3.2 Pengaruh pertumbuhan perusahaan terhadap opini audit going

concern

Pertumbuhan perusahaan adalah dampak atas arus dana perusahaan dari

perubahan operasional yang disebabkan oleh pertambahan atau penerunan volume

usaha helfert 1997 dalam Amran (2010). Pertumbuhan perusahaan

mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan

usahanya. Perusahaan yang mengalami pertumbuhan menunjukkan aktivitas

operasional perusahaan berjalan dengan semestinya sehingga perusahaan dapat

mempertahankan posisi ekonominya dan kelangsungan hidupnya, sedangkan

perusahaan dengan negative growth mengindikasikan kecenderungan yang lebih

besar ke arah kebangkrutan Altman 1968 dalam Karina (2013).

Penjualan merupakan kegiatan operasi utama perusahaan. Penjualan

perusahaan yang meningkat dari tahun ke tahun memberi peluang perusahaan untuk

memperoleh peningkatan laba. Oleh karena itu, semakin tinggi rasio pertumbuhan

perusahaan akan semakin kecil kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit

going concern Setyarno dkk 2006 dalam Lintang dan Ni Nyoman Alit (2015).
48

Beberapa penelitian yang dilakukan oleh oleh Rizki Azizah (2014),

Yashinta Putri (2013), Muttaqin dan Sudarno (2012), dan Ira Kristiana (2013)

menjelaskan adanya hubungan negatif antara pertumbuhan perusahaan dengan

opini audit going concern.

2.3.3 Pengaruh reputasi KAP terhadap opini audit going concern

Craswell et. al., (1995) menyatakan bahwa klien biasanya mempersepsikan

bahwa kantor auditor yang berasal dari KAP besar dan memiliki afiliasi dengan

KAP internasional-lah yang memiliki kualitas yang lebih tinggi karena auditor

tersebut memiliki karakteristik yang dapat dikaitkan dengan kualitas, seperti

pelatihan, pengakuan internasional, serta adanya peer review. Perusahaan akan

berupaya untuk menggunakan KAP yang memiliki kredibilitas tinggi dengan tujuan

agar kredibilitas laporan keuangan di mata pemakai laporan keuangan akan

meningkat Halim 1997 dalam Damayanti dan Sudarna (2007).

Auditor yang berasal dari KAP besar akan memiliki reputasi yang baik

sehingga kualitas akan hasil auditnya akan dianggap lebih baik dan akan

memberikan opini yang sesuai keadaan perusaahan daripada auditor yang berasal

dari KAP yang reputasinya masih kecil. Opini yang akan diberikan haruslah

berkualitas yang ditunjukan dengan semakin andal dan transparannya informasi

keuangan perusahaan. KAP yang memiliki kredibilitas tinggi dengan tujuan agar

kredibilitas laporan keuangan di mata pemakai laporan keuangan akan meningkat

Halim 1997 dalam Damayanti dan Sudarna (2007).


49

Penelitian yang dilakukan oleh Triseptya (2014) yang menyatakan bahwa

terdapat pengaruh positif antara reputasi KAP dengan opini going concern dan

berhasil membuktikan bahwa reputasi KAP berpengaruh signifikan terhadap

penerimaan opini audit going concern. Pengaruh reputasi KAP dengan opini going

concern adalah positif. Dimana KAP yang berafiliasi dengan big four cenderung

akan menerbitkan opini going concern apabila auditor yakin klien mendapat

masalah yang berkaitan dengan going concern.

2.3.4 Pengaruh opini audit tahun sebelumnya terhadap opini audit going

concern

Mutchler (1985) menguji pengaruh ketersediaan informasi publik terhadap

prediksi opini audit going concern, yaitu tipe opini audit yang telah diterima

perusahaan. Hasilnya menunjukan bahwa model diskriminan analisis yang

dimasukan tipe opini audit tahun sebelumnya mempunyai akurasi prediksi

keseluruhan yang paling tinggi sebesar 89.9 persen dibanding model yang lain. Hal

tersebut menegaskan bahwa opini audit tahun sebelumnya mempengaruhi

pertimbangan auditor dalam memberikan opin audit going concern pada tahun

sebelumnya. Menurut penelitian Kartika (2012) apabila auditor menerbitkan opini

audit going concern tahun sebeumnya akan semakin besar kemungkinan

perusahaan akan menerima kembali opini audit going concern pada tahun berjalan.

Dari teori dan penelitian terdahulu tersebut, dapat disimpulkan bahwa auditor

dalam memberikan opini audit akan mempertimbangkan opini audit tahun

sebelumnya.
50

Penelitian Lintang dan I Nyoman (2015), Yashinta Putri (2013), Ibrahim

(2014), Eka Andhita (2015), dan Siti Nurhalimah (2014) membuktikan bahwa opini

tahun sebelumnya berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan opini

audit going concern.

Dalam penelitian Yashinta Putri (2013), pengaruh opini audit sebelumnya

terhadap opini going concern adalah ketika perusahaan mendapatkan opini going

concern pada tahun sebelumnya maka kemungkinan akan menerima opini going

concern pada tahun berjalan akan semakin besar, karena opini audit sebelumnya

menjadi landasan dalam pemberian opini tahun berjalan.

2.3.5 Pengaruh debt default, pertumbuhan perusahaan, reputasi KAP, opini

audit tahun sebelumnya terhadap opini audit going concern

Debt default didefinisikan sebagai kegagalan debitor (perusahaan) dalam

membayar utang pokok dan atau bunganya pada waktu jatuh tempo. Manfaat status

default hutang yang sebelumnya telah diteliyi oleh Chen dan Church (1992), yang

menemukan hubungan yang kuat status default dengan opini going concern.

Dalam ISA 570, menyatakan bahwa posisi hutang atau hutang lancar bersih

merupakan salah satu peristiwa atau kondisi yang dapat menimbulkan keraguan

atas kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidup mereka.

Oleh karena itu kegagalan dalam mememuhi kewajiban hutang dan atau bunga

suatu perusahaan merupakan indikator going concern yang banyak digunakan

auditor dalam menilai kelangsungan hidup suatu perusahaan.


51

Pertumbuhan perusahaan mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam

mempertahankan kelangsungan hidup usahanya. Salah satu cara untuk mengetahui

pertumbuhan perusahaan adalah dengan menghitung rasio pertumbuhan penjualan.

Rasio ini ditujukan untuk mengukur dari seberapa baik perusahaan

mempertahankan posisi ekonomi dalam industri maupun kegiatan ekonomi secara

keseluruhan, Setyarno dkk 2006 dalam Lintang dan Ni Nyoman Alit (2015).

Perusahaan yang mengalami pertumbuhan menunjukan aktivitas operasional

perusahaan berjalan dengan semestinya sehingga perusahaan dapat

mempertahankan posisi ekonominya dan kelangsungan hidup usahanya. Sementara

perusahaan dengan rasio pertumbuhan penjualan negatif berpotensi besar

mengalami penurunan laba sehingga manajemen perlu mengambil tindakan

perbaikan agar tetap dapat mempertahankan kelangsungan hidup usahanya.

Auditor yang berasal dari KAP besar akan memiliki reputasi yang baik

sehingga kualitas akan hasil auditnya akan dianggap lebih baik dan akan

memberikan opini yang sesuai keadaan perusaahan daripada auditor yang berasal

dari KAP yang reputasinya masih kecil. Opini yang akan diberikan haruslah

berkualitas yang ditunjukan dengan semakin andal dan transparannya informasi

keuangan perusahaan. KAP yang memiliki kredibilitas tinggi dengan tujuan agar

kredibilitas laporan keuangan di mata pemakai laporan keuangan akan meningkat

Halim 1997 dalam Damayanti dan Sudarna (2007).

Opini audit going concern tahun sebelumnya ini akan menjadi faktor

pertimbangan penting auditor untuk mengeluarkan kembali opini audit going

concern pada tahun berikutnya. Menurut Kartika (2012) apabila auditor


52

menerbitkan opini audit going concern tahun sebeumnya akan semakin besar

kemungkinan perusahaan akan menerima kembali opini audit going concern pada

tahun berjalan.

Berdasarkan pada penjelasan dari kerangka pemikiran tersebut, maka

peneliti juga dapat memberikan gambaran mengenai paradigma penelitian yang

mana ditampilkan dalam gambar berikut ini:

Debt Default
(X1)

Pertumbuhan
Perusahaan (X2)

Penerimaan Opini
Audit Going Concern
Reputasi Kantor (Y)
Akuntan Publik (KAP)
(X3)

Opini Audit Tahun


Sebelumnya (X4)

Simultan (X5)

Gambar 2.1
Paradigma Penelitian
53

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pada uraian yang telah disajikan pada kerangka pemikiran

mengenai keterkaitan antara debt default, pertumbuhan perusahaan, reputasi KAP,

dan opini tahun sebelumnya terhadap penerimaan opini audit going concern, maka

hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H1 : Debt default berpengaruh positif terhadap opini audit going concern.

H2 : Pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif pada opini audit going

concern

H3 : Reputasi KAP berpengaruh positif pada opini audit going concern.

H4 : Opini audit sebelumnya berpengaruh positif pada opini audit going concern

H5 : Debt default, pertumbuhan perusahaan, reputasi KAP, dan opini audit tahun

sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap opini audit going concern

Anda mungkin juga menyukai