Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI BAHAN PENYEGAR

ACARA I
PENGOLAHAN TEH

Kelompok 5

PenanggungJawab:
Destya Choirunisa (A1F015011)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teh merupakan salah satu komoditi perkebunan yang dikategorikan

sebagai bahan penyegar. Selain teh, ada juga kopi, coklat, dan tembakau

merupakan beberapa contoh bahan penyegar yang dapat tumbuh baik di

Indonesia. Bahan penyegar biasanya selalu memiliki aroma, bau dan rasa yang

khas dari tiap-tiap komoditasnya. Bahan penyegar merupakan sebutan bagi bahan

yang memiliki kandungan alkaloid yang mampu memberikan stimuli berupa

peningkatan kerja jantung bagi pemakainya. Selain ditinjau dari komponen

aktifnya, bahan penyegar juga memiliki ciri khas tersendiri.

Teh merupakan salah satu minuman yang terpopuler di dunia karena selain

nikmat sekaligus sangat bermanfaat untuk kesehatan. Kombinasi antara

kenikmatan dan kesehatan itulah yang menjadikan teh memiliki daya saing kuat

dibandingkan minuman kesegaran lainnya. Seiring dengan perkembangan zaman

serta teknologi, sekarang ini banyak ditemui industri pengolahan teh dengan

menghasilkan berbagai macam produk akhir seperti halnya teh kering, teh celup,

dan bahkan teh dalam kemasan botol yang mana semuanya dapat memberikan

kemudahan bagi kita untuk mengkonsumsinya secara praktis.

Teh merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting untuk

lingkup internasional dan termasuk untuk Indonesia. Tanaman teh dibudidayakan

secara luas di berbagai negara dan telah memberikan kontribusi yang tidak sedikit

bagi perekonomian negara-negara tersebut. Negara-negara yang tercatat sebagai


produsen teh terbesar di dunia diantaranya China, India, Sri Lanka, Jepang,

Kenya, Bangladesh dan Indonesia. Selain itu, teh adalah jenis minuman yang

paling banyak dikonsumsi manusia dewasa setelah air putih dan diperkirakan

manusia mengkonsumsi teh tak kurang dari 120 ml setiap harinya (Damayanti,

2008).

Pada umumnya, jenis teh dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok

utama yakni teh hitam, teh olong dan teh hijau. Teh hijau, teh putih maupun teh

hitam berasal dari tanaman yang sama, yaitu Camellia sinensis, yang

membedakannya adalah cara penanganan pasca pemetikan. Kualitas daun teh

yang baik adalah yang berasal dari pucuk daun atau daun teh muda yang belum

mekar (Mangan, 2003). Teh merupakan jenis tanaman yang tumbuh baik di

dataran tinggi. bagian yang paling banyak dimanfaatkan dari tanaman teh adalah

bagian daunya. Senyawa utama yang dikandung daun teh adalah katekin, yaitu

suatu zat mirip tanin terkondensasi disebut juga polifenol karena banyaknya gugus

fungsi hidroksil yang dimilikinya. Teh mengandung alkaloid kafein yang

bersama-sama dengan polifenol teh akan membentuk rasa yang menyegarkan.

Selain memiliki rasa yang menyegarkan, kandungan teh pun mempunyai banyak

manfaat bagi kesehatan. Manfaat teh antara lain adalah sebagai antioksidan,

memperbaiki sel-sel yang rusak, menghaluskan kulit, melangsingkan tubuh,

mencegah kanker, mencegah penyakit jantung, mengurangi kolesterol dalam

darah, melancarkan sirkulasi darah.


B. Tujuan

Tujuan dari praktikum acara ini, yaitu untuk:

1. Mengklasifikasikan jenis teh berdasarkan variasi lama fermentasi dan sifat

sensori teh yang dihasilkan.

2. Melakukan pengamatan terhadap rendemen, kadar air, dan sifat sensori

(warna, aroma, rasa, dan kesukaan).

3. Menganalisis variasi proses pengolahan terhadap karakteristik fisikokimia

dan sensori produk yang dihasilkan.


II. TINJAUAN PUSTAKA

Teh adalah bahan minuman yang secara universal dikonsumsi di banyak

negara serta berbagai lapisan masyarakat (Tuminah, 2004). Teh mengandung

banyak bahan-bahan aktif yang bisa berfungsi sebagai antioksidan maupun

antimikroba (Gramza et al., 2005). Teh juga merupakan suatu produk yang dibuat

dari daun muda (pucuk daun) dari tanaman teh Camellia sinensis L. Daun teh

mengalami beberapa proses pengolahan untuk dapat menjadi produk.

Tanaman teh membutuhkan iklim yang lembab, dan tumbuh baik pada

temperatur yang berkisar antara 10 – 30 °C pada daerah dengan curah hujan 2.000

mm per tahun dengan ketinggian 600 – 2000 mdpl. Tanaman teh di perkebunan

ditanam secara berbaris dengan jarak tanam satu meter. Tanaman teh yang tidak

dipangkas akan tumbuh kecil setinggi 50–100 cm dengan batang tegak dan

bercabang-cabang (Setyamidjaja, 2000).

Daun teh memiliki senyawa bioaktif yang kompleks, salah satunya adalah

polifenol. Pada teh hijau kandungan polifenolnya sebesar 36 persen. Katekin

merupakan senyawa dominan dari polifenol teh hijau dan terdiri dari epikatekin

(EC), epikatekin gallat (ECG), epigallokatekin (EGC), epigallokatekin gallat

(EGCG), katekin dan gallokatekin (GC). Dalam daun teh terdapat sekitar 14

glikosida mirisetin, kuersetin yang dapat mencegah kanker dan kolesterol.

Flavonol merupakan zat antioksidan utama pada daun teh yang terdiri atas

kuersetin, kaempferol dan mirisetin. Sekitar 2-3 persen bagian teh yang larut

dalam air merupakan senyawa flavonol. Katekin (C6H6O2) dalam teh merupakan
komponen utama yang mendominasi sekitar 30% berat kering teh. Katekin

merupakan kerabat tanin terkondensasi yang juga sering disebut polifenol karena

banyaknya gugus fungsi hidroksil yang dimilikinya. Katekin merupakan senyawa

utama yang menentukan mutu, baik cita rasa, kenampakan, maupun warna air

seduhan (Graham, 1992 dalam Yulianto,2006).

Tannin merupakan senyawa yang sangat penting karena hampir semua

karakteristik mutu teh berkaitan erat dengan perubahan yang terjadi pada tannin

selama pengolahan teh. Tannin yang terkandung dalam teh merupakan turunan

galat dan dikenal dengan katekin (Ramayanti, 2003).

Menurut Wan et al. (2009), teh digolongkan menjadi tiga jenis berdasarkan

perbedaan cara pengolahannya, khususnya tingkat fermentasi, yaitu teh hijau

(tanpa fermentasi), teh oolong (fermentasi sebagian), dan teh hitam (fermentasi

penuh). Gondoin et al. (2010) menambahkan bahwa terdapat jenis teh lain, yaitu

teh putih. Daun teh yang dipetik pada pengolahan teh putih hanya daun paling

ujung yang belum terbuka atau masih kuncup dan masih mengandung bulu-bulu

halus, sedangkan pengolahan yang dilakukan menyerupai pengolahan teh hijau.

Dalam proses pembuatan ketiga teh tersebut tahapnya mendekati sama,

namun terdapat perbedaan pada proses fermentasi. Namun secara keseluruhan

adalah sama. Pelayuan terjadi karena air-air dalam daun secara perlahan akan

menguap dan lambat laun daun akan menjadi layu. Proses pelayuan akan

berpengaruh terhadap kualitas dari teh kering yang dihasilkan. Jika daun terlalu

cepat layu, teh kering yang dihasilkan akan memiliki karakteristik aroma yang

kurang harum. Sebaliknya jika daun terlalu lama layu, teh kering akan memiliki
karakteristik rasa yang kurang sedap. Daun teh layu yang baik memiliki ciri

kering namun tidak putus dan tidak ada suara retak jika digenggam.

Macam macam teh berdasarkan jenis pengolahannya, yaitu teh hijau, teh

oolong, dan teh hitam. Teh hijau merupakan teh yang tidak mengalami proses

fermentasi dan banyak dikonsumsi orang karena nilai medisnya. Teh hijau kerap

digunakan untuk membantu proses pencernaan dan juga karena kemampuannya

dalam membunuh bakteri. Kandungan polifenol yang tinggi dalam teh hijau

dimanfaatkan untuk membunuh bakteri-bakteri perusak dan juga bakteri yang

menyebabkan penyakit di rongga mulut (penyakit periodontal) (Kushiyama et al.,

2009). Konsumsi teh hijau juga dipercayai memiliki efek untuk menurunkan

angka mortalitas pasien-pasien dengan penyakit pneumonia (Watanabe et al.,

2009).

Komposisi senyawa-senyawa dalam teh hijau sangatlah kompleks yaitu

protein (15-20%); asam amino seperti teanine, asam aspartat, tirosin, triptofan,

glisin, serin, valin, leusin, arginin (1-4%); karohidrat seperti selulosa, pectin,

glukosa, fruktosa, sukrosa (5-7%); lemak dalam bentuk asam linoleat dan asam

linolenat; sterol dalam bentuk stigmasterol; vitamin B,C,dan E; kafein dan

teofilin; pigmen seperti karotenoid dan klorofil; senyawa volatile seperti aldehida,

alkohol, lakton, ester, dan hidrokarbon; mineral dan elemen-elemen lain seperti

Ca, Mg, Mn, Fe, Cu, Zn, Mo, Se, Na, P, Co, Sr, Ni, K, F, dan Al (5%) (Cabrera et

al., 2006).

Teh oolong merupakan teh yang dalam pembuatannya mengalami oksidasi

sebagian. Untuk menghasilkan teh oolong, daun teh dilayukan dengan cara
dijemur atau diangin-angin, kemudian diayak agar daun teh mengalami oksidasi

sesuai dengan tingkatan yang diinginkan. Teh yang telah selesai dioksidasi lantas

dikeringkan, kemudian diproses hingga memiliki bentuk yang khas, yaitu seperti

daun terpilin. Proses terakhir adalah pengeringan kembali. Hal itu dilakukan untuk

memastikan daun benar-benar kering dan tidak ada lagi oksidasi yang terjadi. Teh

oolong memiliki empat kategori berdasar tingkat oksidasi, yaitu 5-15 persen, 20-

30 persen, 30-40 persen, dan 60-70 persen. Semakin tinggi tingkat oksidasi,

semakin gelap warna tehnya.

Pada daun teh segar, kadar tannin pada tahap pengolahan teh hitam secara

berturut-turut semakin kecil konsentrasinya, sedangkan pada teh hijau terdapat

sebaliknya. Meskipun semua komponen tannin dari hasil berbagai penelitian

diketahui mempunyai kemampuan untuk penyembuhan penyakit ginjal, namun

tannin dalam bentuk epigalokatekin galat, merupakan tannin predominan dari teh

hijau yang paling berkhasiat. Tannin memiliki rasa yang sepat sehingga mudah

untuk dideteksi (Ramayanti, 2003 dalam Lubis, 2010). Tannin merupakan

senyawa yang sangat penting karena hampir semua karakteristik mutu teh

berkaitan erat dengan perubahan yang terjadi pada tannin selama pengolahan teh.

Tannin yang terkandung dalam teh merupakan turunan asam galat dan dikenal

dengan katekin (Ramayanti, 2003 dalam Lubis, 2010).


III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu:


- Wajan tanah liat - Blender - Desikator
- Kompor gas - Oven memmert - Penjepit
- Soled kayu - Oven biasa - Cawan
- Plastik PP - Kabinet dryer - Form organoleptik
- Gelas plastik - Sendok
- Timbangan analitik - Baskom

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu:


1. Dauh teh segar
2. Air
3. Gula
B. Prosedur

Pucuk teh dipetik dengan rumus P+2 dan P+4 (200 gram).

Dilayukan dengan diangin-anginkan hingga daun lemas (indikator: daun dapat


digulung tanpa patah dan setelah menggulung daun tidak dapat membuka
kembali).

a. Difermentasi selama 0 menit: langsung disangrai diatas wajan tanah pada


kompor api kecil atau steam untuk inaktifasi enzim (layu optimal: bagian
permukaan agak kering). Kemudian digulung dengan tangan.
b. Difermentasi 30 menit: Digulung dengan tangan kemudian disangrai
diata wajan tanah pada kompor api kecil atau steam hingga enzim inaktif
(layu optimal: bagian permukaan agak kering).
c. Difermentasi 60 menit: Digulung dengan tangan kemudian disangrai
diata wajan tanah pada kompor api kecil atau steam hingga enzim inaktif
(layu optimal: bagian permukaan agak kering).

Dikeringkan dengan oven hingga kering patah.

Setelah dingin, sisa teh yang sudah dikeringkan dimasukkan ke dalam plastik
PP.

Dianalisis sifat fisikokimia dan sensori (2 % dalam 5 % larutan gula).


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Data pengamatan teh:

Parameter Kode
P00 P30 P60 B00 B30 B60
Berat awal 200,16 200,95 200,18 200,13 200,80 200,24
dauh teh (g)
Berat daun teh 58,88 68,43 64,62 57,84 61,39 61,16
kering (g)
Rendemen teh 29,01 34,05 32,28 28,40 30,57 30,54
kering (%)
Kadar air daun -22,4 11,41 9,21 5,76 4,96 8,94
teh kering (%)
bk

2. Data pengamatan kadar air teh:

Kode Berat Sampel Cawan + Cawan + sampel Sampel


cawan awal sampel ke-1 ke-2 akhir
P00 58,1813 1,8964 60,6101 60,6138 2,4325
P30 42,8761 2,0045 44,6738 44,6753 1,7992
P60 58,0510 2,0011 59,8830 59,8833 1,8323
B00 58,9818 2,0029 60,8699 60,8756 1,8938
B30 60,2828 2,0036 62,1884 62,1969 1,9141
B60 53,9781 2,0673 55,8117 55,8207 1,8426

Keterangan kode:

P00 = P+2, fermentasi 0 menit

P30 = P+2, fermentasi 30 menit

P60 = P+2, fermentasi 60 menit

B00 = P+4, fermentasi 0 menit

B30 = P+4, fermentasi 30 menit

B60 = P+4, fermentasi 60 menit


Perhitungan:
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
1) % Rendemen = x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙

58,08
- P00 = 200,16 x 100% = 29,01%

68,43
- P30 = 200,95 x 100% = 34,05%

64,62
- P60 = 200,18 x 100% = 32,28%

57,84
- B00 = 200,13 x 100% = 29,01%

61,39
- B30 = 200,80 x 100% = 30,57%

61,16
- B60 = 200,24 x 100% = 30,54%

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟


2) % Kadar air (bk) = x 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟

1,8964−2,4325
- P00 = x 100% = -(22,04) %
2,4325

2,0045−1,7992
- P30 = x 100% = 11,41 %
1,7992

2,0011−1,8323
- P60 = x 100% = 9,21 %
1,8323

2,0029−1,8938
- B00 = x 100% = 5,76 %
1,8938

2,0036−1,9141
- B30 = x 100% = 4,69 %
1,9141

2,0673−1,8426
- B60 = x 100% = 8,96 %
1,8426
3. Data uji organoleptik teh:
a) Warna teh kering

Kode
Panelis
002 302 602 004 304 604
P1 1 1 1 1 1 1
P2 4 2 5 1 1 5
P3 1 1 2 4 1 2
P4 1 1 4 1 1 5
P5 1 1 4 1 1 5
P6 1 1 1 1 1 5
P7 1 1 2 1 1 1
P8 1 1 2 1 1 5
P9 1 1 2 1 1 2
P10 1 1 4 1 1 5
P11 1 1 2 1 1 4
P12 1 1 2 1 1 5
P13 1 1 2 1 1 1
P14 1 1 1 1 1 5
P15 1 1 1 1 1 5
Jumlah 18 16 35 18 15 56
Rata – rata 1,2 1,07 2,3 1,2 1 3,7

b) Warna ampas seduhan

Kode
Panelis
002 302 602 004 304 604
P1 1 1 1 1 1 1
P2 4 2 2 1 1 5
P3 1 1 2 1 1 5
P4 1 1 2 1 1 4
P5 1 1 4 1 1 4
P6 1 1 4 1 1 4
P7 1 1 2 1 1 1
P8 1 1 2 1 2 4
P9 1 1 2 1 1 4
P10 1 1 2 1 1 4
P11 1 1 2 1 2 5
P12 1 1 2 1 1 5
P13 1 1 2 1 1 4
P14 1 1 2 1 1 4
P15 1 1 2 1 1 4
Jumlah 18 16 33 15 18 58
Rata – rata 1,2 1,07 2,2 1 1,2 3,86
c) Warna air seduhan

Kode
Panelis
002 302 602 004 304 604
P1 2 2 2 2 2 2
P2 4 3 4 2 2 5
P3 2 4 4 2 2 3
P4 4 4 2 2 2 2
P5 2 4 4 2 2 2
P6 2 4 4 2 2 5
P7 2 2 2 2 2 2
P8 2 4 2 2 2 2
P9 3 4 3 2 2 3
P10 2 3 4 2 2 2
P11 2 3 4 2 2 2
P12 2 2 3 2 2 3
P13 2 3 4 2 2 2
P14 4 4 4 2 2 3
P15 2 2 2 2 2 2
Jumlah 37 48 49 30 30 40
Rata – rata 2,47 3,2 3,27 2 2 2,67

d) Kekuatan aroma teh

Kode
Panelis
002 302 602 004 304 604
P1 1 4 1 2 1 4
P2 1 3 2 3 2 4
P3 4 4 3 4 2 5
P4 2 3 1 3 2 4
P5 2 3 1 4 2 4
P6 2 3 2 2 1 4
P7 1 4 1 1 1 1
P8 1 3 2 3 1 1
P9 1 3 1 3 2 3
P10 2 3 1 2 2 5
P11 1 2 1 3 2 3
P12 2 2 2 3 2 3
P13 2 3 2 3 2 4
P14 2 3 2 3 2 3
P15 2 3 3 3 2 3
Jumlah 26 46 25 42 26 51
Rata – rata 1,73 3,06 1,67 2,8 1,73 3,4
e) Kekuatan rasa pahit sepat

Kode
Panelis
002 302 602 004 304 604
P1 1 4 4 4 3 3
P2 1 4 3 3 3 1
P3 1 4 3 3 3 2
P4 2 4 4 2 2 2
P5 1 4 4 3 3 3
P6 1 4 3 2 2 3
P7 1 4 3 2 2 3
P8 1 4 3 2 3 2
P9 2 4 4 2 3 2
P10 1 4 3 3 3 3
P11 2 4 4 3 3 2
P12 2 4 3 2 3 2
P13 2 4 3 3 3 2
P14 2 4 1 3 3 2
P15 2 4 3 2 3 2
Jumlah 22 60 48 39 42 34
Rata – rata 1,47 4 3,2 2,6 2,8 2,27

f) Kekuatan rasa asam

Kode
Panelis
002 302 602 004 304 604
P1 1 3 2 3 3 4
P2 1 2 3 2 4 1
P3 1 1 2 4 3 4
P4 1 1 1 3 3 4
P5 1 2 2 3 3 4
P6 1 2 1 2 3 4
P7 1 2 1 3 3 4
P8 1 1 1 2 3 4
P9 2 2 2 2 3 4
P10 1 2 2 2 3 4
P11 3 4 2 4 3 1
P12 2 1 2 2 3 1
P13 2 1 1 3 3 3
P14 2 1 1 2 3 4
P15 2 1 1 2 3 1
Jumlah 22 26 24 39 46 47
Rata – rata 1,46 1,73 1,6 2,6 3,06 3,13
g) Tingkat kesukaan

Kode
Panelis
002 302 602 004 304 604
P1 4 4 2 2 2 1
P2 1 5 3 3 4 1
P3 4 2 2 2 3 1
P4 1 5 2 1 1 1
P5 4 5 2 1 2 1
P6 4 5 2 2 2 1
P7 4 5 2 2 2 1
P8 2 5 2 2 1 1
P9 4 2 2 3 2 1
P10 4 3 3 2 3 2
P11 3 3 2 2 3 4
P12 3 3 2 3 3 1
P13 1 5 2 2 3 1
P14 2 3 2 3 3 2
P15 1 2 4 5 2 1
Total 42 57 34 35 36 20
Rata – rata 2,8 3,8 2,67 2,33 2,4 1,33

Keterangan parameter uji sensoris:

 Warna teh kering 5 = Coklat kemerahan

1 = Hijau kekuningan  Warna air seduhan

2 = Kuning kemerahan 1 = Hijau kekuningan

3 = Merah kekuningan 2 = Kuning kemerahan

4 = Merah kecoklatan 3 = Merah kekuningan

5 = Coklat kemerahan 4 = Merah kecoklatan

 Warna ampas seduhan 5 = Coklat kemerahan

1 = Hijau kekuningan  Kekuatan aroma teh

2 = Kuning kemerahan 1 = Tidak kuat

3 = Merah kekuningan 2 = Sedikit kuat

4 = Merah kecoklatan 3 = Agak kuat


4 = Kuat 2 = Sedikit kuat

5 = Sangat kuat 3 = Agak kuat

 Kekuatan rasa pahit sepat 4 = Kuat

1 = Tidak kuat 5 = Sangat kuat

2 = Sedikit kuat  Tingkat kesukaan

3 = Agak kuat 1 = Tidak kuat

4 = Kuat 2 = Sedikit kuat

5 = Sangat kuat 3 = Agak kuat

 Kekuatan rasa asam 4 = Kuat

1 = Tidak kuat 5 = Sangat kuat

B. Pembahasan

Pada praktikum ini, dibuat 6 perlakuan berbeda yaitu P+2 dengan lama waktu

fermentasi 0, 30, dan 60 menit. Serta P+4 dengan lama waktu fermentasi 0, 30,

dan 60 menit. Berdasarkan hasil analisis rendemen pada 6 perlakuan yang berbeda

maka didapatkan hasil rendemennya yaitu 29,01%; 34,05%; 32,28%, 28,40%; 30,

57%; dan 30,54%. Rendemen paling tinggi yaitu pada pengolahan teh dengan

kode P30 atau petikan P+2 fermentasi 30 menit, sementara rendemen paling

rendah yaitu pada pengolahan teh dengan kode P00 atau petikan P+2 fermentasi 0

menit.

Rendemen hasil pengolahan adalah perbandingan antara berat teh setelah

diproses dengan berat teh awal. Suhu pengeringan berpengaruh secara signifikan

terhadap rendemen ekstrak daun kering. Menurut Alf (2004), semakin tinggi suhu
pengeringan, semakin tinggi rendemen ekstrak. Semakin tinggi panas yang

digunakan dalam pengeringan, semakin tinggi kerusakan protein, karbohidrat

termasuk serat selulosa penyusun dinding sel seperti terdapat dalam daun teh.

Rendemen makin turun pada derajat sangrai yang makin lama. Rendemen juga

dipengaruhi oleh susut berat daun teh selama penyangraian. Makin tinggi kadar

air daun teh dan makin lama waktu penyangraian menyebabkan rendemen

menjadi lebih kecil.

Hasil analisis menunjukkan bahwa produksi kering ditentukan dari produksi

basah, dapat dipengaruhi dari beberapa faktor seperti kondisi pucuk di kebun yang

kurang baik karena terserang penyakit tanaman, iklim dan curah hujan, kemarau

panjang, dan ketersediaannya pucuk teh segar tidak tepat waktu. Semakin tinggi

rendemennya maka akan semakin baik, kadar rendemen merupakan persentase

yang dihasilkan. Pabrik harus mengetahui besar jumlah produksi basah pucuk teh

yang akan diolah dalam proses produksi untuk memperoleh jumlah produksi

kering. (Eka, et al., 2013).

Untuk pengamatan kadar air, hasil yang didapatkan untuk kode parameter

P00, P30, P60, B00, B30, dan B60 masing-masing yaitu -22,4%; 11,41%; 9,21%;

5,6%; dan 4,96. Dimana hasil kadar air tertinggi terdapat pada teh dengan kode

P30 yaitu teh petikan P+2 dengan waktu fermentasi 30 menit, dan kadar air

terendah pada teh dengan kode P00 yaitu teh petikan P+2 dengan waktu

fermentasi 0 menit.

Pada teh P00 (P+2 fermentasi 0 menit) berat teh akhirnya lebih tinggi

(meningkat) daripada berat teh awal sebelum dimasukkan ke oven, sehingga hasil
kadar airnya menjadi minus. Hal tersebut dapat terjadi karena pada saat akan

dilakukan proes penimbangan, teh sempat menyerap air saat mengalami kontak

dengan udara. Hal ini sesuai dengan Siswantoro et al. (2012) yang mengatakan

bahwa produk yang mudah menyerap air bila selama penyimpanan

mengalami kontak dengan udara luar yang umumnya untuk lingkungan tropis

mempunyai RH 75%-80%, maka akan mengalami penyerapan uap air yang

selanjutnya akan terjadi perubahan sifat fisiknya. Teh sebagai bahan makanan

kering akan menyerap air dari udara selama penyimpanan. Sehingga teh

disebut sebagai bahan yang bersifat higroskopis yaitu mudah menyerap air.

Penyerapan air dari udara tersebut akan menyebabkan kadar air dan aktivitas

air (aw) bahan makanan meningkat.

Bagian-bagian dari pucuk teh mempunyai kadar air yang berbeda. Dengan

demikian mungkin nampak perbedaan sedikit antara kecepatan pelayuan dari

misalnya daun kesatu dan daun ketiga. Dibawah ini diberi contoh dari kadar air

yang berada di berbagai bagian dari pucuk teh :

Tabel 1. Kadar Air Daun Teh Segar


Letak Kadar air (%)
Jarum pecco 78,5
Daun ke-1 76,5
Daun ke-2 77,0
Daun ke-3 77,6
Daun ke-4 76,6
Sumber : Thio Goan Loo, 1982 dalam Siringoringo, 2012

Perbedaan daun kesatu, kedua dan ketida tidaklah terlalu besar, sedangkan

daun tua mengandung lebih sedikit air daripada daun muda. Air lebih mudah

menguap dari daun daripada tangkai, karena daun memiliki stomata serta
bentunya pipih, sedangkan pelepasan air dari tangkai hanya terjadi melalui daun.

Karena itu pucuk halus lebih mudah melepas air daripada pucuk kasar, dan bila

pelayuan dilakukan dengan cepat, air dari tangkai tiak sempat berpindah ke daun

untuk dapat menguap (Sembiring, 2009).

Tujuan pelayuan adalah untuk mengurangi kadar air daun teh hingga 70%

(persentase ini bervariasi dari satu wilayah dengan yang lain) (Foodinfo, 2009).

Berdasarkan SNI 01-3836-2013, kadar air maksimal teh kering adalah sebesar

8%. Hasil pelayuan yang baik ditandai dengan pucuk layu yang berwarna hijau

kekuningan, tidak mengering, tangkai muda menjadi lentur, bila digengam terasa

lembut dan bila dilemparkan tidak akan buyar serta timbul aroma yang khas

seperti buah masak (Andrianis, 2009). Karena tujuan dari fermentasi teh adalah

untuk mengurangi kadar airnya, maka jika dibandingkan dengan daun teh yang

difermentasi dan tidak di fermentasi maka, kadar air yang seharusnya memiliki

kadar air lebih rendah adalah daun teh yang difermentasi.

Untuk pengujian organoleptik dari teh, sampel yang diamati berjumlah 6.

Masing-masing sampel diberi kode sebagai berikut:

P+2, fermentasi 0 menit = kode sampel 002

P+2, fermentasi 30 menit = kode sampel 302

P+2, fermentasi 60 menit = kode sampel 602

P+4, fermentasi 0 menit = kode sampel 004

P+4, fermentasi 30 menit = kode sampel 304

P+4, fermentasi 60 menit = kode sampel 604


Untuk pengujian yang pertama, dilaksanakan pengujian terhadap tingkat

warna teh kering yang dilakukan dengan pengamatan langsung pada bubuk teh

oleh 15 orang panelis. Terdapat 5 tingkat skor yang dapat dipilih panelis, yaitu 1 :

hijau kekuningan, 2 : kuning kemerahan, 3 : merah kekuningan, 4 : merah

kecoklatan, dan 5 : coklat kemerahan.

Berdasarkan hasil tabulasi data untuk teh kering diperoleh nilai rata – rata

untuk sampel 002 yaitu 1,2 hal ini berarti teh kering dengan rumus petikan P+2

memiliki warna hijau kekuningan. Rata-rata sampel 302 yaitu 1,07 yang berarti

teh kering dengan rumus P+2 berwarna hijau kekuningan. Rata-rata sampel 602

yaitu 2,3 artinya teh kering dengan rumus petikan P+2 memiliki warna kuning

kemerahan. Rata-rata sampel 004 yaitu 1,2 artinya teh kering dengan rumus

petikan P+4 memiliki warna hijau kekuningan. Rata-rata sampel 304 yaitu 1

dimana teh kering dengan rumus petikan P+4 memiliki warna hijau kekuningan.

Rata-rata sampel 604 yaitu 3,7 artinya teh kering dengan rumus petikan P+4

memiliki warna teh kering merah kekuningan.

Warna ampas teh untuk sampel 002 (P+2 fermentasi 0 menit) nilai rata –

ratanya adalah 1,2 menunjukan bahwa ampas dari teh berwarna hijau kekuningan.

Pada sampel 302 (P+2 fermentasi 30 menit) nilai rata-rata warna ampas nya

adalah 1,06 atau hijau kekuningan. Sampel 602 (P+2 fermentasi 60 menit)

memiliki nilai rata-rata ampas teh 2,2 dengan warna kuning kemerahan. Nilai rata

– rata warna ampas ada sampel 004 (P+4 fermentasi 0 menit) 1 atau hijau

kekuningan. Sampel 304 (P+4 fermentasi 30 menit) nilai rata – rata warna ampas

teh nya adalah 1,2 yaitu hijau kekuningan, dan untuk sampel 604 (P+4 fermentasi
60 menit) memiliki nilai 3,86 yang merupakan indikator warna merah

kekuningan.

Untuk warna air seduhan sampel 002 (P+2 fermentasi 0) nilai rata rata

menurut 15 panelis adalah 2,47 atau kuning kemerahan. Sampel 302 (P+2

fermentasi 30 menit) mempunyai warna air seduhan dengai nilai 3,2 atau merah

kekuningan. Nilai rata – rata warna air seduhan teh sampel 602 (P+2 fermentasi

60 menit) 3,27 memiliki nilai yang tertinggi diantara yang lain menurut 15 panelis

yaitu merah kekuningan. Sampel 004 (P+4 fermentasi 0 menit) dan sampel 304

(P+4 fermentasi 0 menit) memiliki rata – rata nilai warna air seduhannya sama,

yaitu 2 yang berarti berwarna kuning kemerahan. Sedangkan sampel 604 (P+4

fermentasi 60 menit) rata-ratanya sebesar 2,67 atau kuning kemerahan.

Berdasarkan pengujian tersebut, dapat disimpulkan bahwa teh hitam

memiliki tingkat warna air seduhan yang lebih tinggi dibanding teh dengan jenis-

jenis lainnya. Hal tersebut dikarenakan, adanya fermentasi yang lebih lama pada

teh hitam menyebabkan terjadinya oksidasi pada berbagai komponen kimiawi

pada pengolahan teh hitam dan menyebabkan penurunan nilai kecerahan dari teh

hitam dibandingkan teh oolong (short fermented) dan teh hijau (unfermented).

Berdasarkan hasil pengujian organoleptik aroma teh diperoleh nilai rata –

rata untuk sampel 002 yaitu 1,73 hal ini berarti teh hijau dengan rumus petikan

p+2 memiliki aroma tidak kuat. Rata-rata sampel 302 yaitu 3,06 artinya teh

oolong dengan rumus petikan p+2 memiliki aroma sedikit kuat. Rata-rata sampel

602 yaitu 1,67 artinya teh hitam dengan rumus petikan p+2 memiliki aroma tidak

kuat. Rata-rata sampel 004 yaitu 2,8 artinya teh hijau dengan rumus petikan p+4
memiliki aroma sedikit kuat. Rata-rata sampel 304 yaitu 1,73 artinya teh oolong

dengan rumus petikan p+4 memiliki aroma tidak kuat. Rata-rata untuk sampel 604

yaitu 3,4 artinya teh hitam dengan rumus petikan p+4 memiliki aroma agak kuat.

Dari beberapa sampel tersebut aroma yang tercium agak kuat yaitu aroma

teh hitam dengan rumus p}+4. Dimana hal tersebut sesuai dengan literatur, yang

berbunyi bahwa proses fermentasi membentuk aroma pada bubuk teh, karena

banyak senyawa yang menguap. Fermentasi yang semakin lama akan

menghasilkan teh dengan aroma yang lebih kuat.

Protein dan Asam-asam amino dalam daun teh berperan besar dalam

pembentukan aroma teh. Diketahui bahwa perubahan utama selama pelayuan

adalah pembongkaran protein menjadi asam-asam amino. Asam amino bersama

dengan karbohidrat dan katekin akan membentuk senyawa aromatis. Asam amino

yang paling berpengaruh adalah alanin, fenilalanin, valin, leusin, dan isoleusin.

Seluruh protein dan asam amino bebas berkisar 1,4-5 % dari berat kering daun.

(Sujitha, 2007). Zat lainnya seperti karotenoid (zat warna jingga) dalam daun teh

dapat menentukan aroma teh, karena oksidasinya menghasilkan substansi yang

mudah menguap yang terdiri atas aldehid dan keton tidak jenuh.

Seiring dengan berlangsungnya tahapan produksi berikutnya, termasuk

fermentasi dapat menyebabkan turunannya berbagai komponen volatile. Namun

total flavor pada produk hasil fermentasi masih lebih tinggi bila dibandingkan

dengan daun teh segar. Kondisi ini lebih disebabkan oleh adanya aktivitas

oksidasi dan berkurangnya secara drastis aktivitas enzim β-D-glukosidase dan β-


galaktosidase. Ini menunjukan bahwa rangkain proses fermentasi memperkuat

aroma pada teh (Venkatesan dan Sujhita, 2007).

Menurut (Stanford, 2009), aroma merupakan salah satu sifat yang penting

bagi penentu kualitas teh, dimana aroma tersebut sangat erat hubungannya dengan

substansi aromatis yang terkandung dalam daun teh. Sunstansi aromatis

pembentuk aroma teh merupakan senyawa volatile (mudah menguap), baik yang

terkandung secara alamiah pada daun teh maupun yang terbentuk sebagai hasil

reaksi biokimia pada proses pengolahan teh (pelayuan, penggulungan, oksidasi

enzimatis, pengeringan). Substansi aromatis yang terkandung secara alamiah

jumlahnya jauh lebih sedikit daripada yang terbentuk selama proses pengolahan

teh.

Selanjutnya, dilakukan analisis organoleptik terhadap kekuatan rasa pahit

sepat pada beberapa sampel teh yang diuji. Senyawa yang menyebabkan teh

memiliki rasa pahit dan sepat adalah senyawa tanin. Tanin yang ada di dalam teh

akan memberikan rasa sepat atau khas (ketir). Katekin merupakan penyusun tanin

dimana katekin ini mempunyai sifat antioksidatif yang berperan dalam melawan

radikal bebas yang sangat berbahaya bagi tubuh (Bungsu, 2012). Katekin teh larut

dalam air, tidak berwarna serta membawa sifat pahit dan sepat pada seduhan teh

(Sibuea, 2003). Senyawa polifenol yang ditemukan di dalam teh termasuk dalam

grup katekin (flavanol). Menurut Hartoyo dan Astuti (2002), kandungan senyawa

polifenol dalam teh hitam yang paling tinggi adalah epigallo katekin.

Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa teh yang memiliki tingkat rasa

pahit sepat terendah adalah teh dengan rumus petikan p+2, lama fermentasi 0
menit atau yang biasa disebut teh hijau berdasarkan lama waktu fermentasinya

tersebut. Dan teh yang memiliki tingkat rasa pahit sepat tertinggi adalah teh

dengan rumus petikan p+2 dengan lama fermentasi 30 menit. Hal ini tidak sesuai

dengan Silaban (2005), yang memberikan pernyataan bahwa semakin lama

fermentasi yang dilakukan, maka skor pada uji organoleptik untuk parameter rasa

pahit akan menurun. Fermentasi asam-asam amino dan lipid pada daun teh segar

juga akan menghasilkan komponen-komponen volatil yang akan mempengaruhi

flavor teh, mengurangi rasa pahit, meningkatkan rasa sepat, serta menghasilkan

senyawa dan flavor kompleks lainnya termasuk asam organik. Adapun senyawa

polifenol yang ditemukan di dalam teh termasuk dalam grup katekin (flavanol).

Teh memiliki kandungan senyawa yaitu tanin, sifat fisik tanin yang ada

pada teh jika dilarutkan kedalam air akan membentuk koloid dan memiliki rasa

asam dan sepat. Rasa asam teh pada kode sampel 002 (P+2, fermentasi 0) nilai

rata rata menurut 15 panelis adalah 1,46 atau rasa asamnya tidak kuat. Sampel 302

(P+2, fermentasi 30 menit) mempunyai rasa asam yang tidak kuat dengan nilai

1,73. Pada teh kode sampel 602 (P+2, fermentasi 60 menit) juga memiliki rasa

asam yang tidak kuat dengan nilai 1,6. Kode sample 004 (P+4, fermentasi 0

menit) mempunyai rasa asam dengan nilai 2,6 atau sedikit kuat. Pada kode sampel

304 (P+4, fermentasi 30 menit) memiliki niai rata-rata rasa asam yaitu 3,06 atau

agak kuat. Sampel 604 (P+4 fermentasi 60 menit) rata – rata rasa asamnya adalah

3,13 atau rasa asamnya agak kuat.

Teh hitam lebih sedikit mengandung katekin daripada teh hijau karena

dalam proses pengolahan teh hitam dirancang agar katekin mengalami oksidasi
untuk memperbaiki warna, rasa, dan aromanya (Yulianto, et al., 2006). Maka dari

itu, skor rasa pahit yang paling tinggi terdapat pada perlakuan P+4 dengan

fermentasi 60 menit dan rasa asam yang paling rendah terdapat juga di perlakuan

P+2 dengan fermentasi 0 menit.

Untuk parameter kesukaan diuji menggunakan uji hedonik. Panelis akan

memberikan skor terhadap sampel yang diberikan. Panelis akan memberikan

respon dengan memberikan skor dari sampel yang paling tidak disukai (1) sampai

yang paling disukai (5). Pada uji organoleptik ini, diketahui bahwa sampel yang

paling disukai oleh panelis berdasarkan nilai rata-ratanya yaitu adalah teh dengan

kode sampel 302 atau sampel dengan rumus petikan P+2 dan lama fermentasi 30

menit dengan nilai sebesar 3,8 (agak suka). Berdasarkan lama waktu

fermentasinya, teh ini masuk dalam golongkan teh jenis teh oolong. Sedangkan

sampel teh yang paling tidak disukai panelis adalah teh dengan kode sampel 604

atau teh dengan rumus petikan P+4 dan lama waktu fermentasi 60 menit. Persepsi

panelis terhadap kesukaan keseluruhan teh lebih kepada parameter rasa

dibandingkan parameter yang lainnya. Hal ini disebabkan adanya kandungan

komponen fenol dalam daun teh segar dan muda mencapai 25-35 % dari

keseluruhan bahan kering daun. Tanin/Katekin dalam teh masih optimal. Tanin /

katekin merupakan senyawa tidak berwarna, merupakan komponen paling penting

pada daun teh karena dapat menentukan kualitas daun teh dimana dalam

pengolahannya, perubahannya selalu dihubungkan dengan semua sifat teh kering

yaitu rasa, warna dan aroma.


V. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Teh berdasarkan lama waktu fermentasinya dibedakan menjadi 3, yaitu teh

hijau teh oolong dan teh hitam.

2. Rendemen dan kadar air dari teh kering yang paling baik secara berurutan

yaitu teh dengan rumus petikan P+2 lama fermentasi 60 menit dan P+2 lama

fermentasi 30 menit.

3. Hasil uji hedonik terhadap kesukaan teh diperoleh pada teh dengan rumus

petikan P+2 dengan lama waktu fermentasi 30 menit.

B. Saran

Sebaiknya untuk kedepannya praktikan dapat lebih teliti dan hati-hati dalam

melakukan praktikum, baik dalam penimbangan sebelum perlakuan, proses

fermentasi, proses penyangraian dan penimbangan setelah perlakuan agar hasil

yang diperoleh bisa lebih valid dan sesuai dengan apa yang di harapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Alf, R. 2004. Tanaman Perkebunan Teh Camelia sinensis L. USU-Press, Medan.

Andrianis, Y. 2009. Pengolahan Teh Hitam. http://www.rumahteh.com (Online).


Diakses 01 Desember 2017.

BSN. 2013. Standar Mutu Teh Kering. SNI 01-3836-2013.


http://sisni.bsn.go.id/index.php/sni_main/sni/detail_sni/4255 (Online). Diakses
01 Desember 2017.

Bungsu P. 2012. Pengaruh Kadar Tanin Pada Teh Celup Terhadap Anemia Gizi
Besi (AGB) Pada Ibu Hamil Di UPT Puskesmas Citeureup Kabupaten Bogor
Tahun 2012. Universitas Indonesia, Jakarta.

Cabrera, C., Artacho, R. & Gimenez, R., 2006. Beneficial Effects of Green Tea—
A Review. J Am Coll Nutr, 25(2): 79- 99.
http://www.jacn.org/content/25/2/79.full.pdf+html. (Online). Diakses 02
Desember 2017.

Damayanti, E., et al. 2008. Studi Kandungan dan Turunannya sebagai


Antioksidan Alami Serta Karakteristik Organoleptik Produk Teh Murbei dan
Teh Camellia-Murbei. Media Gizi & Keluarga, Juli 32 (1): 95-103.

Eka, O. K. et al. 2013. Analisis Jumlah Produksi Optimal dalam Memperlancar


Penjualan (Studi Kasus pada PT. Rumpun Sari Kemuning I, Kabupaten
Karanganyar, Jawa Tengah). Diponegoro Journal of Social and Politic.

Food-info, 2009. Produksi Teh. http://www.food-info.net (Online). Diakses 01


Desember 2017.

Gondoin A, Grussu D, Stewart D, McDougall GJ. 2010. White and green tea
polyphenols inhibit pancreatic lipase in vitro. Journal of Food Research
International 43: 1537-1544.

Gramza, A., K. Pawlak-Lemañska, J. Korczak, E. Wsowicz, and M. Rudzinska.


2005. Tea Extracts as Free Radical Scavengers. Polish Journal of
Environmental Studies Vol. 14 No. 6: 861-867.

Hartoyo A dan Astuti A. 2002. Aktivitas Antioksidan Dan Hipokolestrolemik


Ekstrak Teh Hijau Dan Teh Wangi Pada Tikus Yang Diberi Ransum Kaya
Asam Lemak Tidak Jenuh Ganda. Jurnal Eknologi Dan Industri Pangan 13(1):
78-84.
Kushiyama, M., Shimazaki, Y., Murakami, M., & Yamashita, Y.,2009.
Relationship Between Intake of Green Tea and Periodontal Disease. J
Periodontol, 80:372-377.

Lubis, M. I. 2010. Mempelajari pengaruh letak daun dan lama pelayuan terhadap
kualitas teh daun jeruju (Achantus illicifolicus L). Skripsi. Teknologi Hasil
Pertanian. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Mangan, Y. 2003. Cara Bijak Menaklukan Kanker. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Ramayanti, I. 2003. Pengaruh Derajat Layu dan Lama Penggulungan Terhadap


Mutu Bubuk Teh Hitam. USU-Press, Medan.

Sembiring, Netti V. N. 2009. Pengaruh Kadar Air dari Bubuk Teh Hasil
Fermentasi terhadap Kapasitas Produksi pada Stasiun Pengeringan di Pabrik
Teh PTPN IV Unit Kebun Bah Butong. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sumatra Utara.

Setyamidjaja, Djohana. 2000. Teh Budi Daya dan Pengolahan Pascapanen.


Yogyakarta: Penerbit Kanisius. hal 11-12

Sibuea, P, 2003, Antioksidan Senyawa Ajaib Penangkal Penuaan Dini, Sinar


Harapan, Yogyakarta.

Silaban, Marisi. 2005. Pengaruh Jenis Teh dan Lama Fermentasi pada Proses
Pembuatan Teh Kombucha. Skripsi. Departemen Teknologi Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Siringoringo, Freddy. 2012. Studi Pembuatan Teh Daun Kopi. Skripsi. Ilmu dan
Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Siswantoro, B. Rahardjo, N. Bintoro, dan P. Hastuti. 2012. Pemodelan


Matematik Perubahan Parameter Mutu Selama Penyimpanan Dan Sorpsi-
Isotermi Kerupuk Goreng Pasir. J. Agritech, Vol. 32, No. 3, Agustus 2012.

Tuminah S. 2004. Teh [(Camellia sinensis O.K. var Assamica (Mast)] Sebagai
Salah Satu Sumber Antioksidan. Cermin Dunia Kedokteran No. 144.

Stanford, L. D., S. Salehi, and B. M. Walker. 2009. Odor cue memory for odor-
associated words. Journal of Chemical Perception 2: 59-69.

Wan X, Li D, Zhang Z. 2009. Green tea and black tea. Di dalam: Ho CT, Lin JK,
Shahidi F. (eds.). Tea and Tea Product:Chemistry and Health-Promoting
Properties. USA: CRC Press, Taylor and Francis Group, pp 1-8.

Watanabe A., Imaeda A. I., Sohail A. S., Mahmood S., et al. 2009.
Acetaminopheninduced hepatotoxicity in mice is dependent on Tlr9 and
the Nalp3 inflammasome. The Journal of Clinical Investigation. Volume 119
(2) : 246

Yulianto, M. E., D. Ariwibowo, F. Arifan, H. Kusumayani, F.S. Nugraheni,


Senin. 2006. Model Perpindahan Massa Proses Steaming Inaktivasi Enzim
Polifenol Oksidase dalam Pengolahan Teh Hijau. Jurnal Gema Teknologi Vol
15 No 1. Universitas Diponegoro Semarang.
LAMPIRAN

No. Foto Keterangan


1.
Daun teh dipetik dengan rumus P+2
dan P+4.

2.
Teh ditimbang sebanyak ± 200 gram.

3.
Daun teh dilayukan dengan diangin-
anginkan dan diremas hingga daun
lemas.
4.
Daun teh yang sudah layu diberi

perlakuan fermentasi 0, 30, dan 60

menit. Pada gambar, daun teh

difermentasi (disangrai) selama 30

menit.

5.

Setelah disangrai, daun teh dikering


anginkan.

6.
Daun teh kemudian dikeringkan

meggunakan oven hingga kering patah.

7.
Hasil teh yang sudah kering ditimbang.

8.
Kadar air teh kering ditimbang dengan
menggunakan timbangan analitik.

9.

Sisa teh kering yang tidak digunakan untuk


analisis kadar air disimpan di dalam plastik
untuk pengujian organoleptik.

10.
Panelis melakukan uji organoleptik
terhadap warna, aroma, rasa, dan
kesukaan. Pada gambar di samping,
menunjukkan panelis melakukan uji
organoleptik terhadap parameter aroma.

Anda mungkin juga menyukai