“HIV/AIDS”
Oleh:
Hanne Komalaningrum
20120310130
Pembimbing:
dr. Widodo Raharjo, Sp.PD
I. IDENTITAS
Nama : Tn. AM
Usia : 33 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Semare, Glawan, Pabelan, Semarang
Status pernikahan : Menikah
Tanggal masuk RS : 04 Juni 2017
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Demam ± 7 hari.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh demam ± 5hari SMRS. Demam naik turun sejak ± 1 bulan
yang lalu. Batuk berdahak (-), lendir (-), darah (-), nyeri menelan (+), penurunan
nafsu makan (+), penurunan berat badan (+) turun ±6 kilo dalam 1 bulan, dari 52
kg menjadi 46 kg. Pasien juga mengeluh gatal-gatal dibadan, sariawan (+), ketika
malam hari keringat dingin dan sempat menggigil. BAK volume cukup, warna
kuning,nyeri sewaktu BAK (-), BAK berdarah(-). BAB tidak ada keluhan, warna
kuning, riwayat diare lama (-).
Pasien bekerja sebagai chef di salah satu rumah makan di Salatiga. Pasien
tinggal dirumah mertua bersama istri dan anaknya.
A. Keadaan Umum
SpO2 : 98 %
Leher
Inspeksi : Bentuk leher tidak tampak ada kelainan, tidak terdapat pembesaran
limfonodi, tidak tampak deviasi trakea
Palpasi : Trakea teraba di tengah.
D. Thorax
Inspeksi
Bentuk thorax simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernapasan yang
tertinggal, pernapasan torakoabdominal
Tidak tampak retraksi sela iga
Tidak terdapat kelainan tulang iga dan sternum
Tidak terlihat spider navy
Palpasi
Pada palpasi secara umum tidak terdapat nyeri tekan dan tidak teraba benjolan
pada dinding dada
Gerak nafas simetris
Vocal fremitus simetris pada seluruh lapangan paru, friction fremitus (-), thrill
(-)
Teraba ictus cordis pada ics 5 linea midclavicularis kiri , diameter 2 cm, kuat
denyut cukup
Perkusi
Kedua hemithoraks secara umum terdengar sonor
Batas paru-hepar dalam batas normal
Batas kanan bawah paru-jantung pada ics 5 linea sternalis kanan, batas kanan
atas paru-jantung pada ics 3 linea sternalis kanan
Batas kiri paru-jantung pada ics 5 linea midcavicularis kiri, batas atas kiri
paru-jantung pada ics 3 linea parasternalis kiri
Auskultasi
Suara nafas vesikuler +/+, reguler, ronchi -/-, wheezing -/-
BJ I, BJ II regular, punctum maksimum pada linea midclavicula kiri ics 5,
murmur (-), gallop (-)
E. Abdomen
Inspeksi
Bentuk perut tak tampak distensi, pinggang tampak simetris dari anterior dan
posterior
Venektasi (-)
Umbilikus terletak di garis tengah
Tidak tampak pulsasi abdomen pada regio epigastrika
Auskultasi
Bising usus (+) normal
Palpasi
Dinding abdomen teraba distensi, defans muskular (-), turgor kulit baik
Secara umum tidak ditemukan nyeri tekan
Undulasi (-)
Perkusi
Shifting dullness (-)
F. Ekstermitas
Inspeksi
Tidak tampak pembengkakan sendi, kedua extremitas atas dapat bergerak aktif
dan bebas
Tidak ada gerakan involunter.
Palpasi
tidak terdapat nyeri tekan
akral hangat dan kering
pitting edema - -
- -
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan Laboratorium tanggal 02 Juni 2017
Hematologi
Hematokrit 35.8* 40 – 52 %
MCH 24.6* 26 – 34 pg
Golongan darah O
Planning :
- Cek CD4
- VCT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan
kemudian menimbulkan AIDS. Virus ini menyerang organ-organ vital sistem
kekebalan tubuh manusia, seperti sel T4 CD4+ makrofag, dan sel dendritik. HIV
merusak sel T4 CD4+ secara langsung dan tidak langsung, sel T4 CD4+
dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik.
Sejak dilaporkan adanya kasus AIDS yang pertama oleh Gottlieb dkk. di
Los Angeles pada tangal 5 Juni 1981, pada bulan Januari 1983 Luc Montagnier
dkk. menemukan virus penyebab penyakit AIDS ini dan disebut dengan LAV
(Lymphadenopathy Virus). Hasil penelitian Gallo, Maret 1984 di Amerika
menyatakan penyebab penyakit ini adalah Human T Lymphotropic Virus Type III,
disingkat dengan HTLV III dan tahun 1984 berdasarkan hasil penemuannya,
J.Levy menamakan AIDS Related Virus (ARV) sebagai penyebab penyakit ini.
Pada bulan Mei 1986 Komisi Taksonomi Internasional menetapkan nama virus
penyebab AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus, disingkat dengan HIV.
HIV merupakan retrovirus yang terdiri dari sampul dan inti. Virus HIV
terdiri dari 2 sub-tipe, yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 bermutasi lebih cepat
karena replikasi nya lebih cepat. Secara struktural morfologinya, bentuk HIV
terdiri atas sebuah silinder yang dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar.
Pada pusat lingkaran terdapat untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen yang
merupakan komponen fungsional dan struktural yaitu gag (group antigen), pol
(polymerase), dan env (envelope).
Gambar 2.1. Anatomi Virus AIDS18
Dalam tubuh ODHA (Orang Dengan HIV AIDS), partikel virus bergabung
dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur
hidup ia akan tetap terinfeksi. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian
berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi
penderita AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang
yang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian meninggal.
Perjalanan penyakit tersebut menunjukkan gambaran penyakit yang kronis, sesuai
dengan perusakan sistem kekebalan tubuh yang juga bertahap.
Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, ODHA mulai
menampakkan gejala akibat infeksi opurtunistik seperti penurunan berat badan,
demam lama, pembesaran kelenjar getah bening, diare, tuberkulosis, infeksi
jamur, herpes, dll. Virus HIV ini yang telah berhasil masuk kedalam tubuh
seseorang, juga akan menginfeksi berbagai macam sel, terutama monosit,
makrofag, sel-sel mikroglia di otak, sel-sel hobfour plasenta, sel-sel dendrit pada
kelenjar limfa, sel-sel epitel pada usus, dan sel Langerhans di kulit. Efek dari
infeksi pada sel mikroglia di otak adalah encefalopati dan pada sel epitel usus
adalah diare kronis.
2.3 Epidemiologi HIV/AIDS
Berdasarkan data dari Ditjen PP & PL Depkes RI (2009), terdapat 19.973
jumlah kumulatif kasus AIDS dengan 49,07% terdapat pada kelompok umur 20-
29 tahun, 30,14% pada kelompok umur 30-39 tahun, 8,82% pada kelompok umur
40-49 tahun, 3,05% pada kelompok umur 15-19 tahun, 2,49% pada kelompok
umur 50-59 tahun, 0,51% pada kelompok umur > 60 tahun, 2,65% pada kelompok
umur < 15 tahun dan 3,27% tidak diketahui. Rasio kasus AIDS antara laki-laki
dan perempuan adalah 3:1.
Menurut laporan Ditjen PP & PL Depkes RI (2009), 40,2% penderita
AIDS terdapat pada kelompok Pengguna Napza Suntik atau IDU. Kumulatif
kasus AIDS pada Pengguna Napza Suntik di Indonesia hingga tahun 2009 adalah
7.966 kasus, 7.312 kasus adalah laki-laki (91,8%), 605 kasus perempuan (7,6%)
dan 49 kasus tidak diketahui jenis kelaminnya (0,6%). 64,1% terdapat pada
kelompok umur 20-29 tahun, 27,1% pada kelompok umur 30-39 tahun, 3,5% pada
kelompok umur 40-49 tahun, 1,5% pada kelompok umur 15-19 tahun, 0,6% pada
kelompok umur 50-59 tahun, pada kelompok umur 5-14 tahun dan >60 tahun
masing-masing 0,1% dan 2,8% tidak diketahui kelompok umurnya.
Berdasarkan data dari Ditjen PP & PL Depkes RI (2009), tercatat 19.973
kumulatif kasus AIDS terjadi di 32 provinsi dan 300 kabupaten/kota di seluruh
Indonesia. Provinsi dengan rate kumulatif kasus AIDS per 100.000 penduduk
tertinggi adalah Papua (133,07), Bali (45,45), DKI Jakarta (31,67), Kepulauan
Riau (22,23) Kalimantan Barat (16,91), Maluku (14,21), Bangka Belitung (11,36),
Papua Barat dan Jawa Timur (8,93) dan Riau (8,36).
Provinsi yang memiliki proporsi AIDS terbanyak hingga Desember 2009
adalah Jawa Barat (18,01%), Jawa Timur (16,16%), DKI Jakarta (14,16%), Papua
(14,05%), dan Bali (8,09%). Pada kelompok pengguna napza suntik, proporsi
AIDS terbanyak dilaporkan dari Provinsi Jawa Barat 32,99%, DKI Jakarta
25,13%, Jawa Timur 12,82%, Bali 3,27%, Sumatera Barat 2,81%.
2.4 Determinan HIV/AIDS
a) Faktor Host
b) Faktor Agent
Virus HIV secara langsung maupun tidak langsung akan menyerang sel
CD4+. Infeksi HIV akan menghancurkan sel-sel T, sehingga menggangu sel-sel
efektor imun yang lainnya, daya tahan tubuh menurun sehingga orang yang
terinfeksi HIV akan jatuh kedalam stadium yang lebih lanjut.
Selama infeksi primer jumlah limfosit CD4+ dalam darah menurun dengan
cepat. Target virus ini adalah limfosit CD4+ pada nodus limfa dan thymus, yang
membuat individu yang terinfeksi akan terkena infeksi opurtunistik. Jumlah virus
HIV yang masuk sangat menentukan penularan, penurunan jumlah sel limfosit T
berbanding terbalik dengan jumlah virus HIV yang ada dalam tubuh.
AIDS adalah suatu penyakit yang sangat berbahaya karena mempunyai
Case Fatality Rate 100% dalam lima tahun, artinya dalam waktu lima tahun
setelah diagnosis AIDS ditegakkan, semua penderita akan meninggal. Proporsi
kasus AIDS yang dilaporkan telah meninggal di Indonesia hingga Desember 2009
adalah 19,3%.
2.5 Transmisi HIV/AIDS
Transmisi HIV/AIDS terjadi melalui cairan tubuh yang mengandung virus
HIV yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual,
jarum suntik pada pengguna narkotika, transfusi komponen darah dan dari ibu
yang terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkannya. Oleh karena itu kelompok risiko
tinggi terhadap HIV/AIDS dapat diketahui, misalnya pengguna narkotika, pekerja
seks komersial dan pelanggannya, serta narapidana.
2.5.1 Transmisi Seksual
Transmisi HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi
cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau
membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung
lebih berisiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan risiko
hubungan seks anal lebih besar daripada risiko hubungan seks biasa dan seks oral.
Kekerasan seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV karena
pelindung umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap
rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.
Cara hubungan seksual ano-genital merupakan perilaku seksual dengan
risiko tertinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang pasif
menerima ejakulasi semen dari seorang pengidap HIV. Hal ini disebabkan karena
tipisnya mukosa rektum sehingga mudah sekali mengalami perlukaan saat
berhubungan seksual ano-genital. Risiko perlukaan ini semakin bertambah apabila
terjadi perlukaan dengan tangan (fisting) pada anus/rektum. Tingkat risiko kedua
adalah hubungan oro-genital termasuk menelan semen dari mitra seksual
pengidap HIV. Tingkat risiko ketiga adalah hubungan genito-genital/hetero
seksual, biasanya terjadi pada hubungan suami istri yang salah seorang telah
mengidap HIV.
2.5.2 Transmisi Non Seksual
HIV dapat menular melalui transmisi parenteral yaitu akibat penggunaan
jarum suntik dan alat tusuk lainnya seperti alat tindik yang terkontaminasi HIV.
Penggunaan jarum suntik yang berganti-gantian menyebabkan tingginya kasus
HIV/AIDS pada kelompok pengguna napza suntik (IDU). Pada umumnya,
ibukota dan kota-kota metropolitan mempunyai jumlah pengguna napza suntik
yang besar. Di negara berkembang, cara ini juga terjadi melalui jarum suntik yang
dipakai oleh petugas kesehatan. Berbagi dan menggunakan kembali jarum suntik
yang mengandung darah yang terkontaminasi merupakan penyebab sepertiga dari
semua infeksi baru HIV.
Transmisi parenteral lainnya adalah melalui donor/transfusi darah yang
mengandung HIV. Risiko tertular infeksi HIV lewat transfusi darah adalah >90%,
artinya bila seseorang mendapat transfusi darah yang terkontaminasi HIV maka
dapat dipastikan orang tersebut akan menderita HIV sesudah transfusi itu. Di
negara maju resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil, hal
ini dikarenakan pemilihan donor yang semakin bertambah baik dan pengamatan
HIV telah dilakukan. Namun demikian, mayoritas populasi dunia tidak memiliki
akses terhadap darah yang aman. Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi
melalui rahim (in utero) selama masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir
kehamilan dan saat persalinan.
HIV tidak menular melalui peralatan makanan, pakaian, handuk, sapu
tangan, toilet yang dipakai secara bersama-sama, ciuman pipi, berjabat tangan,
hidup serumah dengan penderita HIV yang bukan mitra seksual dan hubungan
sosial lainnya. Air susu ibu pengidap HIV, saliva/air liur, air mata, urin serta
gigitan nyamuk belum terbukti dapat menularkan HIV/AIDS.
2.6 Diagnosis
Gejala dan Tanda Klinis yang Patut Diduga Infeksi HIV
Keterangan :
a. CD4 perlu diperiksa segera terutama untuk penetapan terapi, seperti
pada TB pulmoner dan infeksi bakteri berat
b. Total limfosit 1200/mm3 atau kurang, dapat dipergunakan bila CD4 tak
dapat diperiksa dan infeksi HIV mulai manifest. Tidak diberlakukan pada
asimptomatis, stadium klinis 2
c. Memulai ARV direkomendasi pada infeksi HIV stadium 3 dengan
kehamilan dan CD4 < 350 sel/mm3
d. Memulai ARV direkomendasi pada semua infeksi HIV dengan CD4 <
350 sel/mm3 dengan TB pulmoner.
Mulailah terapi antiretroviral dengan salah satu dari paduan di bawah ini:
Arif, M, 2000, Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II: Jakarta.: Media Aeculapius,
Page 573-585
Disusun oleh:
Nama: Hanne Komalaningrum
No. Mahasiswa: 20120310130
Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal: Selasa / 13 Juni 2017
Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,