Oleh :
PUTU AGUS HENDRA WIRAWAN
NPM. 1710123002
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER ILMU HUKUM
UNIVERSITAS WARMADEWA
DENPASAR
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1
Taufiqurokhman, 2014, Kebijakan Publik Pendelegasian Tanggungjawab Negara
Kepada Presiden Selaku Penyelenggara Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Moestopo Beragama Pers, Jakarta, h.2
2
Ibid.
Di samping itu dilihat dari hirarkinya, kebijakan publik dapat bersifat nasional,
regional maupun lokal seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan
presiden, peraturan menteri, peraturan pemerintah daerah/provinsi, keputusan
gubernur, peraturan daerah kabupaten/kota, dan keputusan bupati/walikota. Secara
terminologi pengertian kebijakan publik ( public policy) itu ternyata banyak sekali,
tergantung dari sudut mana kita mengartikannya.
Easton memberikan definisi kebijakan publik sebagai the authoritative
allocation of values for the whole society atau sebagai pengalokasian nilai-nilai
secara paksa kepada seluruh anggota masyarakat. Laswell dan Kaplan juga
mengartikan kebijakan publik sebagai projected program of goal, value, and practice
atau sesuatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dalam praktek-praktek yang
terarah. Pressman dan Widavsky sebagaimana dikutip Budi Winarno (2002: 17)
mendefinisikan kebijakan public sebagai hipotesis yang mengandung kondisi-kondisi
awal dan akibat-akibat yang bisa diramalkan. Kebijakan public itu harus dibedakan
dengan bentuk-bentuk kebijakan yang lain misalnya kebijakan swasta. Hal ini
dipengaruhi oleh keterlibatan factor-faktor bukan pemerintah. Robert Eyestone
sebagaimana dikutip Leo Agustino (2008 : 6) mendefinisikan kebijakan publik
sebagai “hubungan antara unit pemerintah dengan lingkungannya”. Banyak pihak
beranggapan bahwa definisi tersebut masih terlalu luas untuk dipahami, karena apa
yang dimaksud dengan kebijakan publik dapat mencakup banyak hal. Menurut
Nugroho, ada dua karakteristik dari kebijakan publik, yaitu: 1) kebijakan publik
merupakan sesuatu yang mudah untuk dipahami, karena maknanya adalah hal-hal
yang dikerjakan untuk mencapai tujuan nasional; 2) kebijakan publik merupakan
sesuatu yang mudah diukur, karena ukurannya jelas yakni sejauh mana kemajuan
pencapaian cita-cita sudah ditempuh3
Kebijakan publik adalah produk politik, sehingga unsur unsur politik ikut
mewarnai kebijakan yang dihasilkan. Menjadi persoalan jika warna politik itu tidak
proporsional, misalnya didominasi oleh warna dan kepentingan tertentu atau hasil
‘dagang sapi’, sehingga muncul warna dominan di pasal tertentu dan warna
3
Ibid, h.3
dominan lain dan pasal yang lain. Sebagai produk politik, memang sarat dengan
kepentingan politik golongan atau kelompok, namun proporsionalitas kepentingan
dan harmoni menjadi sesuatu yang sangat penting diperhatikan untuk menghasilkan
kebijakan yang baik. Kebijakan yang baik bukan sebuah kebijakan yang dihasilkan
dengan suara mayoritas sederhana (50 +1), bukan pula dengan mayoritas mutlak
atau aklamasi karena ia hanya cara untuk mengambil keputusan. Kebijakan yang
baik adalah kebijakan yang diambil melalui sebuah sistem yang yang baik dan
proses yang baik pula. Jika sebuah kebijakan publik adalah sebuah produk
kompromi politik dalam arti politik dagang sapi, maka sejak dilahirkan kebijakan itu
telah membawa cacat bawaan atau menciptakan sejumlah lubang jebakan
(loopholes).4
Hukum dan kebijaksanaan publik merupakan variabel yang memiliki
keterkaitan yang sangat erat, sehingga telaah tentang kebijaksanaan pemerintah
semakin dibutuhkan untuk dapat memahami peranan hukum saat ini. Kompleksnya
persoalan ekonomi, sosial, dan politik merupakan sebab kebutuhanya, serta sangat
berperan bagi pemerintah dalam menemukan alternatif kebijaksanaan dan
bermanfaat bagi masyarakat. Peran pemerintah dapat semakin menonjol jikalau kita
pahami pembangunan itu adalah sesuatu kegiatan yang membawa perubahan.
4
H. Budiman Rusli, 2013, Kebijakan Publik Membangun Pelayanan Publik Yang Responsif,
Hakim Publishing, Bandung, h.6
1. Mengetahui hubungan antara hukum dengan kebijakan publik
dalam pemerintahan daerah
2. Mengetahui peranan hukum dalam pembentukan kebijakan publik
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hubungan Hukum dan Kebijakan Publik dalam
Pemerintahan Daerah
Pembuatan kebijakan publik harus didasarkan pada hukum karena dalam
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
ditentukan bahwa “ Negara Indonesia adalah negara hukum”. Menurut Immanuel
Kant, negara hukum merupakan salah satu tujuan negara, maksudnya :
Negara harus menjamin tata tertib dari perseorangan yang menjadi
rakyatnya. Ketertiban hukum perseorangan ialah syarat utama dari tujuan
suatu negara. Tujuan negara ialah pembentukan dan pemeliharaan hukum di
samping dijamin daripada kebebasan dan hak-hak warganya. Rakyat harus
mentaati undang-undang yang dibuat dengan persetujuannya sendiri. Lain
daripada itu perseorangan dilihat oleh Kant sebagai pihak yang sama
derajatnya dengan negara sendiri. Baik negara maupun perseorangan adalah
subyek-subyek hukum, yang harus memandang satu dengan lain sebagai
sesamanya, sebagai pihak-pihak yang memegang hak-hak dan kewajiban.
Hal ini berarti bahwa negara tidak dapat memandang perseorangan sebagai
obyek yang tak bernyawa dan tak mempunyai hak apa-apa” 5
5
Didi Nazmi Yunas, 1992, Konsepsi Negara Hukum, Angkasa Raya, Padang, h.26
6
Sjachran Basah, 1992, Perlindungan Hukum terhadap sikap tindak Administrasi Negara,
Alumni, Bandung, h.6
Pembatasan ini perlu dilakukan karena “sekecil apa pun kekuasaan yang digenggam
satu lembaga atau seseorang, seperti yang sudah dibuktikan dalam keseharian kita,
ia tetap problematik ketika tidak diatur”.
Seperti diketahui, hukum tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan
keberadaannya bukan sebagai suatu lembaga yang berdiri sendiri namun sebagai
lembaga yang bekerja sama dengan lembaga-lembaga lain untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan dalam kebijakan publik. Untuk menghindari terjadinya
penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah maka hukum dapat
dipergunakan sarana untuk mencapai tujuan tersebut karena secara teknis hukum
dapat melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Hukum merupakan suatu sarana untuk menjamin kepastian dan
memberikan prediktabilitas di dalam kehidupan masyarakat
2. Hukum merupakan sarana Pemerintah untuk menerapkan sanksi
3. Hukum sering dipakai oleh Pemerintah sebagai sarana untuk melindungi
melawan kritik
4. Hukum dapat digunakan sebagai sarana untuk mendistribusikan sumber-
sumber daya.7
Bambang Sunggono, 1994, Hukum dan Kebijaksanaan Publik, Sinar Grafika, Jakarta, h. 76-77
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat dikatakan bahwa pada dasarnya,
kebijakan publik umumnya harus “dilegalisasikan dalam bentuk hukum , karena
sebuah hukum adalah hasil dan kebijakan publik. Dari pemahaman dasar ini kita
dapat melihat keterkaitan di antara keduanya dengan sangat jelas. Bahwa
sesungguhnya antara hukum dan kebijakan publik itu pada tataran praktek tidak
dapat dipisah-pisahkan. Keduanya berjalan seiring, sejalan dengan prinsip saling
mengisi”. Jika dikaji berdasarkan logika, dapat dikatakan bahwa “sebuah produk
hukum tanpa ada proses kebijakan publik di dalamnya maka produk hukum itu akan
kehilangan makna substansinya. Demikian pula sebaliknya, sebuah proses kebijakan
publik tanpa adanya legalisasi dari hukum tentu akan sangat lemah dimensi
operasionalisasi dari kebijakan publik tersebut. 8
8
Eddi Wibowo, 2004, Hukum dan Kebijakan Publik, Yayasan Pembaruan Administrasi
Publik Indonesia, Yogyakarta, h. 32
yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, sisi berikutnya adalah sekaligus
juga memberikan perlindungan jika terjadi gugatan yang dilakukan oleh
warga masyarakat atau kelompok masyarakat, atau organisasi
masyarakat.
Walaupun disadari bawa kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh
para aktor dan faktor dari luar pemerintah. Dalam konteks modul ini
kebijakan publik dipahami sebagai pilihan kebijakan yang dibuat oleh
pejabat atau badan pemerintah dalam bidang tertentu, misalnya bidang
pendidikan, politik, ekonomi, pertanian, industri, pertahanan, dan
sebagainya. Dalam padangan David Easton ketika pemerintah membuat
kebijakan publik, ketika itu pula pemerintah mengalokasi nilai-nilai
kepada masyarakat, karena setiap kebijakan mengadung seperangkat
nilai di dalamnya (Dikutip Dye, 1981). Sebagai contoh, ketika pemerintah
menetapkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, nilai yang akan dikejar
adalah penghormatan terhadap nilai demokrasi dan pemberdayaan
terhadap masyarakat dan pemerintah daerah. Harrold Laswell dan
Abraham Kaplan berpendapat bahwa kebijakan publik hendaknya berisi
tujuan, nilai-nilai, dan praktika-praktika sosial yang ada dalam
masyarakat (Dikutip Dye, 1981). Ini berarti kebijakan publik tidak boleh
bertentangan dengan nilai-nilai dan praktek-praktek sosial yang ada
dalam masyarakat. 9
9
Taufiqurokhman, op.cit. h. 13
pertanian, kesehatan, transportasi, pertahanan, dan sebagainya. Di
samping itu, dilihat dari hirarkinya, kebijakan publik dapat bersifat
nasional, regional, maupun lokal, seperti Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Pemerintah Propinsi, Peraturan Pemerintah
Kabupaten/Kota, dan keputusan Bupati/Walikota.
Bila dikaitkan hubungan hukum dengan kebijakan publik, dapat
dikatakan bahwa setiap produk hukum pada dasarnya adalah hasil dan
proses kebijakan publik. Hal ini dapat dilihat pada proses pembentukan
hukum. Dimana pada proses pembentukan hukum sebagai alur dan tahap
dilalui sampai pada terciptanya sebuah peraturan hukum.
Hukum merupakan sarana untuk merealisasikan kebijakan
pemerintah. Hukum memberikan legitimasi bagi pelaksanaan kebijakan
pemerintah dalam rangka menata masyarakat maupun mengarahkan
masyarakat sesuai dengan tujuan yang dikehendaki, maka penggunaan
hukum sebagai instrumen kebijakan mempunyai arti yang penting, oleh
Dror dikatakan bahwa ”.. consideration of whle relevan legal system is an
essential requisite for effective use of law as an instrumen of directed
social change … the legal system being a sub system of society,
consideration of legal policy instruments in abstractions from other social
instrumen is misleading ..” Penggunaan hukum sebagai sarana kebijakan
publik dikarenakan hukum memiliki beberapa kelebihan, yaitu bersifat
rasional, integratif, memiliki legitimasi, didukung oleh adanya mekanisme
pelaksanaan dan memiliki sanksi. (Bambang Sunggono, 1994: 78)
BAB III
3.1 Simpulan
1. Pada dasarnya, kebijakan publik umumnya harus dilegalisasikan dalam
bentuk hukum , karena sebuah hukum adalah hasil dan kebijakan publik.
Dari pemahaman dasar ini kita dapat melihat keterkaitan di antara keduanya
dengan sangat jelas. Bahwa sesungguhnya antara hukum dan kebijakan
publik itu pada tataran praktek tidak dapat dipisah-pisahkan. Keduanya
berjalan seiring, sejalan dengan prinsip saling mengisi. Jika dikaji
berdasarkan logika, dapat dikatakan bahwa sebuah produk hukum tanpa ada
proses kebijakan publik di dalamnya maka produk hukum itu akan kehilangan
makna substansinya. Demikian pula sebaliknya, sebuah proses kebijakan
publik tanpa adanya legalisasi dari hukum tentu akan sangat lemah dimensi
operasionalisasi dari kebijakan publik tersebut
3.2 Saran
Daftar Pustaka
Basah, Sjachran, Perlindungan Hukum terhadap sikap tindak Administrasi Negara,
Alumni, Bandung, 1992.
Wibowo, Eddi, Hukum dan Kebijakan Publik, Yayasan Pembaruan Administrasi Publik
Indonesia, Yogyakarta, 2004.
Yunas, Didi Nazmi, Konsepsi Negara Hukum, Angkasa Raya, Padang, 1992.