Anda di halaman 1dari 14

TUGAS HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK

HUBUNGAN ANTARA HUKUM DENGAN KEBIJAKAN PUBLIK DALAM


PEMERINTAHAN DAERAH

Oleh :
PUTU AGUS HENDRA WIRAWAN
NPM. 1710123002

PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER ILMU HUKUM
UNIVERSITAS WARMADEWA
DENPASAR
2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai konsep kebijakan publik, kita
perlu mengkaji terlebih dahulu mengenai konsep kebijakan atau dalam bahasa
inggris sering kita dengar dengan istilah policy, dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kebijakan diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi
garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan,
dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dsb); pernyataan cita-cita,
tujuan, prinsip, dan garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai
sasaran.1
Carl J. Federick sebagaimana dikutip Leo Agustino (2008: 7) mendefinisikan
kebijakan sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang,
kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu di mana terdapat
hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kesempatankesempatan terhadap
pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Pendapat ini juga menunjukan bahwa ide kebijakan melibatkan perilaku yang
memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang penting dari definisi kebijakan,
karena bagaimanapun kebijakan harus menunjukan apa yang sesungguhnya
dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu
masalah.2
Lingkup dari studi kebijakan publik sangat luas karena mencakup berbagai
bidang dan sektor seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, dan sebagainya.

1
Taufiqurokhman, 2014, Kebijakan Publik Pendelegasian Tanggungjawab Negara
Kepada Presiden Selaku Penyelenggara Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Moestopo Beragama Pers, Jakarta, h.2
2
Ibid.
Di samping itu dilihat dari hirarkinya, kebijakan publik dapat bersifat nasional,
regional maupun lokal seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan
presiden, peraturan menteri, peraturan pemerintah daerah/provinsi, keputusan
gubernur, peraturan daerah kabupaten/kota, dan keputusan bupati/walikota. Secara
terminologi pengertian kebijakan publik ( public policy) itu ternyata banyak sekali,
tergantung dari sudut mana kita mengartikannya.
Easton memberikan definisi kebijakan publik sebagai the authoritative
allocation of values for the whole society atau sebagai pengalokasian nilai-nilai
secara paksa kepada seluruh anggota masyarakat. Laswell dan Kaplan juga
mengartikan kebijakan publik sebagai projected program of goal, value, and practice
atau sesuatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dalam praktek-praktek yang
terarah. Pressman dan Widavsky sebagaimana dikutip Budi Winarno (2002: 17)
mendefinisikan kebijakan public sebagai hipotesis yang mengandung kondisi-kondisi
awal dan akibat-akibat yang bisa diramalkan. Kebijakan public itu harus dibedakan
dengan bentuk-bentuk kebijakan yang lain misalnya kebijakan swasta. Hal ini
dipengaruhi oleh keterlibatan factor-faktor bukan pemerintah. Robert Eyestone
sebagaimana dikutip Leo Agustino (2008 : 6) mendefinisikan kebijakan publik
sebagai “hubungan antara unit pemerintah dengan lingkungannya”. Banyak pihak
beranggapan bahwa definisi tersebut masih terlalu luas untuk dipahami, karena apa
yang dimaksud dengan kebijakan publik dapat mencakup banyak hal. Menurut
Nugroho, ada dua karakteristik dari kebijakan publik, yaitu: 1) kebijakan publik
merupakan sesuatu yang mudah untuk dipahami, karena maknanya adalah hal-hal
yang dikerjakan untuk mencapai tujuan nasional; 2) kebijakan publik merupakan
sesuatu yang mudah diukur, karena ukurannya jelas yakni sejauh mana kemajuan
pencapaian cita-cita sudah ditempuh3
Kebijakan publik adalah produk politik, sehingga unsur unsur politik ikut
mewarnai kebijakan yang dihasilkan. Menjadi persoalan jika warna politik itu tidak
proporsional, misalnya didominasi oleh warna dan kepentingan tertentu atau hasil
‘dagang sapi’, sehingga muncul warna dominan di pasal tertentu dan warna

3
Ibid, h.3
dominan lain dan pasal yang lain. Sebagai produk politik, memang sarat dengan
kepentingan politik golongan atau kelompok, namun proporsionalitas kepentingan
dan harmoni menjadi sesuatu yang sangat penting diperhatikan untuk menghasilkan
kebijakan yang baik. Kebijakan yang baik bukan sebuah kebijakan yang dihasilkan
dengan suara mayoritas sederhana (50 +1), bukan pula dengan mayoritas mutlak
atau aklamasi karena ia hanya cara untuk mengambil keputusan. Kebijakan yang
baik adalah kebijakan yang diambil melalui sebuah sistem yang yang baik dan
proses yang baik pula. Jika sebuah kebijakan publik adalah sebuah produk
kompromi politik dalam arti politik dagang sapi, maka sejak dilahirkan kebijakan itu
telah membawa cacat bawaan atau menciptakan sejumlah lubang jebakan
(loopholes).4
Hukum dan kebijaksanaan publik merupakan variabel yang memiliki
keterkaitan yang sangat erat, sehingga telaah tentang kebijaksanaan pemerintah
semakin dibutuhkan untuk dapat memahami peranan hukum saat ini. Kompleksnya
persoalan ekonomi, sosial, dan politik merupakan sebab kebutuhanya, serta sangat
berperan bagi pemerintah dalam menemukan alternatif kebijaksanaan dan
bermanfaat bagi masyarakat. Peran pemerintah dapat semakin menonjol jikalau kita
pahami pembangunan itu adalah sesuatu kegiatan yang membawa perubahan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah hubungan hukum dan kebijakan publik dalam pemerintahan


daerah ?
2. bagimana peranan hukum dalam pembentukan kebijakan publik ?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan penulisan ini


dimaksudkan untuk :

4
H. Budiman Rusli, 2013, Kebijakan Publik Membangun Pelayanan Publik Yang Responsif,
Hakim Publishing, Bandung, h.6
1. Mengetahui hubungan antara hukum dengan kebijakan publik
dalam pemerintahan daerah
2. Mengetahui peranan hukum dalam pembentukan kebijakan publik

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasrkan permasalah dan tujuan tersebut, kegunaan penulisan ini


diharapkan sebagai berikut :

1. Secara teoritis dapat dijadikan bahan kajian terhadap


perkembangan yang terjadi berkitan dengan hubungan hukum
dengan kebijakan publik serta peranan hukum dalam pembentukan
kebijakan publik

2. Secara praktis diharapkan dapat memberikan informasi tentang


hubungan hukum dengan kebijakan publik serta peranan hukum
dalam pembentukan kebijakan publik

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Hubungan Hukum dan Kebijakan Publik dalam
Pemerintahan Daerah
Pembuatan kebijakan publik harus didasarkan pada hukum karena dalam
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
ditentukan bahwa “ Negara Indonesia adalah negara hukum”. Menurut Immanuel
Kant, negara hukum merupakan salah satu tujuan negara, maksudnya :
Negara harus menjamin tata tertib dari perseorangan yang menjadi
rakyatnya. Ketertiban hukum perseorangan ialah syarat utama dari tujuan
suatu negara. Tujuan negara ialah pembentukan dan pemeliharaan hukum di
samping dijamin daripada kebebasan dan hak-hak warganya. Rakyat harus
mentaati undang-undang yang dibuat dengan persetujuannya sendiri. Lain
daripada itu perseorangan dilihat oleh Kant sebagai pihak yang sama
derajatnya dengan negara sendiri. Baik negara maupun perseorangan adalah
subyek-subyek hukum, yang harus memandang satu dengan lain sebagai
sesamanya, sebagai pihak-pihak yang memegang hak-hak dan kewajiban.
Hal ini berarti bahwa negara tidak dapat memandang perseorangan sebagai
obyek yang tak bernyawa dan tak mempunyai hak apa-apa” 5

Dengan demikian, dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah maka


tindakan yang dilakukan baik oleh Pemerintah Daerah maupun warga
masyarakatnya harus didasarkan pada hukum. Dasar hukum bagi Pemerintah
Daerah dalam melakukan tindakannya ini dapat dilihat dari dua sisi yakni pada satu
sisi, memberikan keabsahan bagi tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah
yang sekaligus memberikan perlindungan hukum jika terjadi gugatan yang dilakukan
oleh warga masyarakat. Oleh karena itu, maka salah satu inti hakikat hukum
administrasi adalah melindungi administrasi negara itu sendiri. 6 Maksudnya,
kebijakan publik yang dibuat oleh Pemerintah Daerah akan mendapat perlindungan
hukum jika kebijakan itu dibuat berdasarkan pada peraturan perundang-undangan.
Pada sisi lain, melalui dasar hukum dilakukan pembatasan terhadap kekuasaan yang
dimiliki oleh Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

5
Didi Nazmi Yunas, 1992, Konsepsi Negara Hukum, Angkasa Raya, Padang, h.26
6
Sjachran Basah, 1992, Perlindungan Hukum terhadap sikap tindak Administrasi Negara,
Alumni, Bandung, h.6
Pembatasan ini perlu dilakukan karena “sekecil apa pun kekuasaan yang digenggam
satu lembaga atau seseorang, seperti yang sudah dibuktikan dalam keseharian kita,
ia tetap problematik ketika tidak diatur”.
Seperti diketahui, hukum tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan
keberadaannya bukan sebagai suatu lembaga yang berdiri sendiri namun sebagai
lembaga yang bekerja sama dengan lembaga-lembaga lain untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan dalam kebijakan publik. Untuk menghindari terjadinya
penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah maka hukum dapat
dipergunakan sarana untuk mencapai tujuan tersebut karena secara teknis hukum
dapat melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Hukum merupakan suatu sarana untuk menjamin kepastian dan
memberikan prediktabilitas di dalam kehidupan masyarakat
2. Hukum merupakan sarana Pemerintah untuk menerapkan sanksi
3. Hukum sering dipakai oleh Pemerintah sebagai sarana untuk melindungi
melawan kritik
4. Hukum dapat digunakan sebagai sarana untuk mendistribusikan sumber-
sumber daya.7

Berdasarkan uraian sebelumnya dapat dikatakan bahwa hukum dapat


digunakan sebagai sarana bagi kebijakan publik untuk mewujudkan tujuan yang
telah ditetapkan melalui proses politik. Hasil utama dari sistem politik adalah hukum.
Oleh karena itu, maka “constitution, statutes, administrative orders and executive
orders are indicators of policy. Law also sets the framework for public policy” (Sigler,
Beede and Rutgers, 1977 : 4). Dengan demikian, dasar bagi suatu pembuatan
kebijakan publik oleh Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah harus didasarkan pada hukum baik hukum tertulis maupun hukum tidak
tertulis. Hukum tertulis sebagai hukum positif merupakan hukum yang ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang.

Bambang Sunggono, 1994, Hukum dan Kebijaksanaan Publik, Sinar Grafika, Jakarta, h. 76-77
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat dikatakan bahwa pada dasarnya,
kebijakan publik umumnya harus “dilegalisasikan dalam bentuk hukum , karena
sebuah hukum adalah hasil dan kebijakan publik. Dari pemahaman dasar ini kita
dapat melihat keterkaitan di antara keduanya dengan sangat jelas. Bahwa
sesungguhnya antara hukum dan kebijakan publik itu pada tataran praktek tidak
dapat dipisah-pisahkan. Keduanya berjalan seiring, sejalan dengan prinsip saling
mengisi”. Jika dikaji berdasarkan logika, dapat dikatakan bahwa “sebuah produk
hukum tanpa ada proses kebijakan publik di dalamnya maka produk hukum itu akan
kehilangan makna substansinya. Demikian pula sebaliknya, sebuah proses kebijakan
publik tanpa adanya legalisasi dari hukum tentu akan sangat lemah dimensi
operasionalisasi dari kebijakan publik tersebut. 8

2.2 Peranan Hukum dalam Pembentukan Kebijakan Publik

Antara hukum dan kebijakan publik memiliki kesamaan, karena


ketika melihat antara proses pembentukan hukum dengan proses
formulasi kebijakan publik kedua-duanya sama-sama berangkat dari
realita yang ada di tengah masyarakat dan berakhir pada penetapan
sebuah solusi atas realitas tersebut. Bahwa produk hukum, seperti
undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan
daerah haruslah memberikan sebuah kekuatan dan kemapanan dari
kandungannya. Sedangkan kebijakan publik pada dasarnya berorientas
kepada kepentingan dan kemashlahatan untuk dan bagi publik.
Contohnya, dalam penyelenggaraan peranan Pemerintah Daerah, maka
tindakan kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah , maupun
masyarakatnya, haruslah didasarkan pada hukum. Dalam hal ini, dasar
hukum Pemerintah Daerah dalam melakukan tindakannya ini dapat
dilihat dari dua sisi , sisi pertama memberikan keabsahan bagi tindakan

8
Eddi Wibowo, 2004, Hukum dan Kebijakan Publik, Yayasan Pembaruan Administrasi
Publik Indonesia, Yogyakarta, h. 32
yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, sisi berikutnya adalah sekaligus
juga memberikan perlindungan jika terjadi gugatan yang dilakukan oleh
warga masyarakat atau kelompok masyarakat, atau organisasi
masyarakat.
Walaupun disadari bawa kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh
para aktor dan faktor dari luar pemerintah. Dalam konteks modul ini
kebijakan publik dipahami sebagai pilihan kebijakan yang dibuat oleh
pejabat atau badan pemerintah dalam bidang tertentu, misalnya bidang
pendidikan, politik, ekonomi, pertanian, industri, pertahanan, dan
sebagainya. Dalam padangan David Easton ketika pemerintah membuat
kebijakan publik, ketika itu pula pemerintah mengalokasi nilai-nilai
kepada masyarakat, karena setiap kebijakan mengadung seperangkat
nilai di dalamnya (Dikutip Dye, 1981). Sebagai contoh, ketika pemerintah
menetapkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, nilai yang akan dikejar
adalah penghormatan terhadap nilai demokrasi dan pemberdayaan
terhadap masyarakat dan pemerintah daerah. Harrold Laswell dan
Abraham Kaplan berpendapat bahwa kebijakan publik hendaknya berisi
tujuan, nilai-nilai, dan praktika-praktika sosial yang ada dalam
masyarakat (Dikutip Dye, 1981). Ini berarti kebijakan publik tidak boleh
bertentangan dengan nilai-nilai dan praktek-praktek sosial yang ada
dalam masyarakat. 9

Ketika kebijakan publik berisi nilai-nilai yang bertentangan dengan


nilainilai yang hidup dalam masyarakat, maka kebijakan publik tersebut
akan mendapat resistensi ketika diimplementasikan. Sebaliknya suatu
kebijakan publik harus mampu mengakomodasi nilai-nilai dan praktika-
praktika yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Lingkup
kebijakan publik sangat luas karena mencakup berbagai sektor atau
bidang pembangunan, seperti kebijakan publik di bidang pendidikan,

9
Taufiqurokhman, op.cit. h. 13
pertanian, kesehatan, transportasi, pertahanan, dan sebagainya. Di
samping itu, dilihat dari hirarkinya, kebijakan publik dapat bersifat
nasional, regional, maupun lokal, seperti Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Pemerintah Propinsi, Peraturan Pemerintah
Kabupaten/Kota, dan keputusan Bupati/Walikota.
Bila dikaitkan hubungan hukum dengan kebijakan publik, dapat
dikatakan bahwa setiap produk hukum pada dasarnya adalah hasil dan
proses kebijakan publik. Hal ini dapat dilihat pada proses pembentukan
hukum. Dimana pada proses pembentukan hukum sebagai alur dan tahap
dilalui sampai pada terciptanya sebuah peraturan hukum.
Hukum merupakan sarana untuk merealisasikan kebijakan
pemerintah. Hukum memberikan legitimasi bagi pelaksanaan kebijakan
pemerintah dalam rangka menata masyarakat maupun mengarahkan
masyarakat sesuai dengan tujuan yang dikehendaki, maka penggunaan
hukum sebagai instrumen kebijakan mempunyai arti yang penting, oleh
Dror dikatakan bahwa ”.. consideration of whle relevan legal system is an
essential requisite for effective use of law as an instrumen of directed
social change … the legal system being a sub system of society,
consideration of legal policy instruments in abstractions from other social
instrumen is misleading ..” Penggunaan hukum sebagai sarana kebijakan
publik dikarenakan hukum memiliki beberapa kelebihan, yaitu bersifat
rasional, integratif, memiliki legitimasi, didukung oleh adanya mekanisme
pelaksanaan dan memiliki sanksi. (Bambang Sunggono, 1994: 78)

Menurut Bilhelm Aubert dalam rangka pencapaian tujuan kebijakan


diperlukan adanya sarana berupa hukum, karena secara teknis hukum
dapat memberikan / melakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Hukum merupakan suatu sarana untuk menjamin kepastian dan


memberikan prediktabilitas di dalam kehidupan masyarakat;
2. Hukum merupakan sarana pemerintah untuk menerapkan sanksi;

3. Hukum sering dipakai oleh pemerintah sebagai sarana untuk


melindungi melawan kritik;

4. Hukum dapat digunakan sebagai sarana untuk mendistribusikan


sumber daya yang ada

Hukum adalah produk dari politik, sedangkan hukum itu sendiri


merupakan indikasi adanya kebijakan agar dapat diimplementasikan,
maka semakin nampak keterkaitan antara hukum dan kebijakan
sebagaimana disebutkan oleh sigler (dalam Esmi W. 2005), bahwa
“Constitutions, statues, administrative orders and executive orders are
indicators of policy” . Hubungan antara kebijakan dengan hukum semakin
jelas, sebagaimana disebutkan oleh R Dye, bahwa “Government lends
legitimacy to policies. Governmental policies are generally regarded as
legal obligations which command the loyalty of citizens” . Selanjutnya
dikatakan oleh Sigler bahwa hukum merupakan suatu bagian yang
integral dari kebijakan. Keadaan seperti itu menyebabkan hukum menjadi
kebutuhan bagi masyarakat dan hukum dipandang sebagai elemen
penting bagi perkembangan politik. Pada dasarnya hukum merupakan
perlengkapan masyarakat untuk menjamin agar kebutuhan-kebutuhan
dalam masyarakat dapat dipenuhi secara teratur. Hukum harus mampu
menjadi sarana agar tujuan kebijakan pemerintah dapat terwujud dalam
masyarakat.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan
1. Pada dasarnya, kebijakan publik umumnya harus dilegalisasikan dalam
bentuk hukum , karena sebuah hukum adalah hasil dan kebijakan publik.
Dari pemahaman dasar ini kita dapat melihat keterkaitan di antara keduanya
dengan sangat jelas. Bahwa sesungguhnya antara hukum dan kebijakan
publik itu pada tataran praktek tidak dapat dipisah-pisahkan. Keduanya
berjalan seiring, sejalan dengan prinsip saling mengisi. Jika dikaji
berdasarkan logika, dapat dikatakan bahwa sebuah produk hukum tanpa ada
proses kebijakan publik di dalamnya maka produk hukum itu akan kehilangan
makna substansinya. Demikian pula sebaliknya, sebuah proses kebijakan
publik tanpa adanya legalisasi dari hukum tentu akan sangat lemah dimensi
operasionalisasi dari kebijakan publik tersebut

2. Hukum dapat digunakan sebagai sarana bagi kebijakan publik


untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan melalui proses
politik. Hasil utama dari sistem politik adalah hukum. Dengan
demikian, dasar bagi suatu pembuatan kebijakan publik oleh
Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
harus didasarkan pada hukum baik hukum tertulis maupun hukum
tidak tertulis. Hukum tertulis sebagai hukum positif merupakan
hukum yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.

3.2 Saran

1. Hendaknya melalui dasar hukum dilakukan pembatasan terhadap kekuasaan


yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Pembatasan ini perlu dilakukan karena sekecil apa pun kekuasaan
yang digenggam satu lembaga atau seseorang, seperti yang sudah
dibuktikan dalam keseharian kita, ia tetap problematik ketika tidak diatur.
2. Pada dasarnya hukum merupakan perlengkapan masyarakat untuk
menjamin agar kebutuhan-kebutuhan dalam masyarakat dapat
dipenuhi secara teratur. Hendaknya Hukum harus mampu menjadi
sarana agar tujuan kebijakan pemerintah dapat terwujud dalam
masyarakat.

Daftar Pustaka
Basah, Sjachran, Perlindungan Hukum terhadap sikap tindak Administrasi Negara,
Alumni, Bandung, 1992.

Rusli, Kebijakan Publik Membangun Pelayanan Publik Yang Responsif, Hakim


Publishing, Bandung, 2013.

Sunggono, Bambang, Hukum dan Kebijaksanaan Publik, Sinar Grafika, Jakarta,


1994.

Taufiqurokhman, Kebijakan Publik Pendelegasian Tanggungjawab Negara Kepada


Presiden Selaku Penyelenggara Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Moestopo Beragama Pers, Jakarta. 2014.

Wibowo, Eddi, Hukum dan Kebijakan Publik, Yayasan Pembaruan Administrasi Publik
Indonesia, Yogyakarta, 2004.

Yunas, Didi Nazmi, Konsepsi Negara Hukum, Angkasa Raya, Padang, 1992.

Anda mungkin juga menyukai