BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
ISI
2. Sakarifikasi
Proses ini dilakukan untuk mengatasi rendahnya kadar glukosa pada TCM
(Treated Cane Molasses) melalui sakarifikasi tepung tapioka. Tepung tapioka
dihidrolisis menjadi glukosa oleh enzim α-amilase dan enzim glukoamilase dengan
perbandingan antara TCM dengan tapioka 3:1. Glukosa yang dihasilkan ditambahkan
pada TCM.
3. Fermentasi
Proses fermentasi terjadi karena adanya aktivitas bakteri yang menghasilkan asam
glutamat. PT. Ajinomoto Indonesia menggunakan spesies bakteri Brevibacterium
lactofermentum. Bakteri tersebut digunakan untuk memecah glukosa pada TCM
menjadi asam glutamat. Reaksi yang terjadi selama proses fermentasi adalah :
Pada proses ini juga ditambahkan bahan pembantu fermantasi yaitu amonia (NH3)
sebagai sumber N pada media fermentasi dan juga berfungsi sebagai kontrol pH,
H2PO4 sebagai sumber phosphat (P) pada media, dan juga ditambahkan antifoam sebagai
zat pemecah buih yang dihasilkan pada proses fermentasi. Pada tahap ini juga
dilakukan aerasi.
4. Isolasi
Proses isolasi dilakukan untuk memisahkan produk hasil fermentasi (HB/Hakko
Broth). Dalam tahap isolasi ini terdapat 4 proses, antara lain :
a. Asidifikasi
Proses asidifikasi disebut juga proses kristalisasi I. HB (Hakko Broth) dialirkan
melalui heat exchanger (HE) untuk menurunkan suhu broth dari 40°C menjadi 25°C
ke dalam tangki kristalisasi I. Tangki tersebut dilengkapi agitator untuk
menghomogenkan konsentrasi H2SO4 yang ditambahkan. pH HB dibuat isoelektrik
sekitar 3,2 – 3,4 sehingga diperoleh konsentrat asam glutamat. Kesetimbangan ion
yang terjadi pada kondisi isoelektris menyebabkan menurunnya kelarutan dan
terjadi kristalisasi.
b. Separasi I
Separasi dilakukan dengan alat Super Decanter Centrifuge (SDC). Dimana kristal
asam glutamat yang mempunyai berat jenis besar akan mendapat gaya yang lebih
besar, sehingga akan terpisah ke tepi. Sedangkan cairannya akan berada ditengah.
Hasil pemisahannya disebut GH (Glutamic Hakko) berupa asam glutamat dan larutan
induk GM (Glutamic Mother). Kemudian larutan GM yang masih mengandung sisa
asam glutamat, sisa mikroba serta sisa media fermentasi ini dievaporasi
dengan Falling Film Evaporator (FFE) dua efek sampai total solid kira-kira 30-40%,
setelah dipekatkan cairan ini disebut didinginkan dengan cooling water (CW) dan
dipisahkan lagi dengan Super Decanter Sentrifuge(SDC).
c. Pencucian
Pencucian dilakukan pada kristal asam glutamat (GH) dengan cara penyemprotan
air ke kristal asam glutamat, dan laju air dijaga secara optimal agar menghindari
hilangnya kristal asam glutamat. Selanjutnya, larutan tersebut dipisahkan kembali
dengan Super Decanter Sentrifuge (SDC) untuk memisahkan kristal GH dari air sisa
pencucian (GM). Kemudian pada GM yang masih mengandung asam glutamat dalam
jumlah cukup besar dipekatkan dan dievaporasi menggunakan Falling Film
Evaporator (FFE) tiga efek.
d. Pengubahan Kristal
Mengubah bentuk kristal α pada GH menjadi kristal β. Tujuan pengubahan ini
adalah untuk mengurangi kandungan pengotor (impurities) yang terdapat pada kristal
α. Kristal β berbentuk prisma heksagonal pipih dan berukuran lebih kecil dari pada
kristal α dan juga kristal β memiliki kestabilan yang jauh lebih tinggi daripada kristal
α. Proses pengubahan kristal ini dilakukan dengan cara pemanasan steam 80°C. Pada
kondisi temperatur demikian kristal α akan melarut dan terbentuk kristal β. Kristal
yang keluar masih bertemperatur tinggi, oleh karena itu perlu didinginkan sampai 40-
50°C dengan cara mengalirkan air pendingin, proses ini terjadi di tangki Transform
Crystal Cooling (TCC).
5. Netralisasi
Tujuan dari netralisasi adalah menstabilkan molekul asam amino yang masih
dipengaruhi pH yang asam, dengan cara dinetralkan dengan NaOH 20% hingga
mencapai pH 6,7 – 7,2 dan proses ini dilakukan pada temperatur sekitar 90°C. Pada
proses ini asam glutamat akan diubah menjadi Monosodium Glutamat cair yang
disebut NL (Neutral Liquor), kemudian NL menuju tahap purifikasi.
6. Purifikasi
Pada tahap purifikasi terdapat 3 proses yang digunakan, yaitu :
a. Dekolorisasi
Dekolorisasi merupakan proses penghilangan kotoran yang terdapat pada cairan
NL, dengan cara penambahan aktif karbon sebesar 2% dari massa cairan pada cairan
NL. Pada proses tersebut diperoleh cairan monosodium glutamat bening atau Filtered
Liquor (FL).
b. Kristalisasi II
c. Separasi II
7. Pengeringan
Dalam alat pengering, udara panas dihembuskan dengan bantuan blower hingga
pada akhirnya kadar air kristal telah mencapai ±2% dari kadar air sebelumnya ± 4-
6%. Setelah proses pengeringan selesai, kristal monosodium glutamat didinginkan
terlebih dahulu dalam mesin pendingin dengan suhu antara 30-40°C. Sehingga
diperoleh kristal MSG yang stabil pada suhu ruang dan dilakukan proses pengayakan
pada 3 ukuran kristal,antara lain:
LC (Large Crystal) merupakan kristal MSG yang lolos pada ayakan berukuran 30 mesh
RC (Regular Crystal) merupakan kristal MSG yang lolos pada ayakan berukuran 40 mesh
FC (Fine Crystal) merupakan kristal MSG yang lolos pada ayakan berukuran 100 mesh (Said
,1987).
2.3 Peran enzim dalam Pembuatan Monosodium Glutamat dengan Metode Fermentasi
Dalam proses biokimia selama pembuatan monosodium glutamate tidak lepas dari peran
enzim. Selama proses hidrolisis pati, enzim α-amilase dan enzim glukoamilase memiliki peranan
penting yaitu sebagai katalis dalam pemecahan makromolekul (pati) menjadi molekul yang
lebih sederhana (glukosa) melalui pembentukan ikatan antara sisi aktif enzim dengan pati baik di
bagian dalam molekul oleh enzim α-amilase maupun pada molekul pati oleh
enzim glukoamilase. Pemecahan molekul ini dilakukan karena bakteri Brevibacterium
lactofermentum tidak dapat mencerna pati. Melalui proses hidrolisis pati ini dengan bantuan
enzim proses fermentasi dapat berlangsung.
Selama biosintesis asam L-Glutamat, terdapat enzim yang berperan penting,
yaitu NADP-specifik glutamic acid dehydrogenase. Enzim NADP-specifik glutamic acid
dehydrogenase ini merubah asam α-ketoglutarat menjadi asam glutamate melalui reaksi reduktif
aminasi (penambahan NH3) dan untuk mengaktifkan enzim tersebut di perlukan NADPH2.
Enzim lain yang berperan dalam produksi asam L-gutamat yakni phosphoenol
Carboxylase dan a-ketoglutarat Dehydrolase. Dehydrogenase. Phosphoenol Carboxylase akan
mengkatalis karboksilasi dari fosfofenol piruvat ke dalam bentuk oxaloasetat. Sedangkan α-
Ketoglutarate Dehydrogenase, mengubah α-Ketoglutarat menjadi suksinil KoA.
Efisiensi dari fiksasi karbondioksida oksaloasetat bergantung pada hasil dari
aktivitas Phosphoenol Carboxylase. Asam aspartat menunujukan adanya hambatan dan
tantangan enzim. Penghambatan ini meningkatnya asam α-Ketoglutarat. Oleh karena itu,
endogenus asam aspartat dan asam α-Ketoglutarat harus diminimalkan apabila produk asam L-
glutamat ingin dimaksimalkan. α-Ketoglutarat Dehidrogenase ini penting untuk oksidasi glukosa
menjadi CO2. Enzim ini dicegah oleh cis-akonitat, ssuksinat KoA, NADH, NADPH, piruvat dan
oksalat yang kemudian akan diubah menjadi asetil KoA, kandungan α-Ketoglutarat
dehydrogenase dari bakteri penghasil asam glutamat dari asam α-Ketoglutarat, mencegah
oksidasi asam α-Ketoglutarat menjadi CO2 dan H2O melalui suksinik KoA.
Nilai Km α-Ketoglutarat dehydrogenase untuk asam α-Ketoglutarat adalah sekitar 1 x 17
glutamat dehydrogenase. Enzim ini kemudian mengkatalis formasi asam glutamate lebih banyak.
Akibatnya, konsentrasi endogenus α-Ketoglutarat yang mengatur daur metabolit α-Ketoglutarat
mengikuti biosintesis asam glutamate ataupun oksidasi. Hal ini ditunjukan dengan cukup
tingginya produksi asam glutamate.
BAB III
PENUTUP
Pembuatan monosodium glutamat dengan metode fermentasi terdiri dari beberapa tahap
yaitu dekalsifikasi, sakarifikasi, fermentasi, isolasi, netralisasi, purifikasi, pengeringan. Selama
tahap sakarifikasi terjadi proses biokimia yaitu hidrolisis pati yang melibatkan enzim α-
amilase dan enzim glukoamilase yang memecah pati menjadi glukosa. Dalam tahap fermentasi ,
juga terjadi proses biokimia berupa biosintesis asam glutamate yang melibatkan enzim NADP-
specifik glutamic acid dehydrogenase. Enzim ini merubah asam α-ketoglutarat menjadi asam
glutamate melalui reaksi reduktif aminasi (penambahan NH3) dan untuk mengaktifkan enzim
tersebut di perlukan NADPH2.
DAFTAR PUSTAKA
Coney, W.1979. Fermentation and Enzim Technology, 1 st ed. New York: Jhon Willey and Sons.
Kauffman, George B. 2004. The Monosodium Glutamate Story : The Commercial Production of
MSG and Other Amino Acids-Journal of Chemical Educatio,Vol 81: P348,349,353.
California State University.
Maya Shovitri.2010. Biokomia – Asam Amino , Protein.
Othmer, Kirk. 1976. Encyclopedy of Chemical Technology, Edisi 2, Volume 8. New York : Jhon
Willey and Sons.
Pratiwi, D.A, Maryati, Sri, Srikini Suharo, S. Bambang.2007. Biologi untuk SMA Kelas
XII. Jakarta : Penerbit Erlangga
Said, E. Gumbira. 1987. Bioindustri : Penerapan Teknologi Fermentasi. Jakarta : Mediyatama
Sarana Perkasa.
Tan, Wee Chong and Malin, Bernard. 1964. Biosynthesis of Glutamic Acid : Butler University
Botanical Studies: Vol. 14, Article 12.