Anda di halaman 1dari 21

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Penderita Stroke saat ini menjadi penghuni terbanyak di bangsal atau ruangan pada
hampir semua pelayanan rawat inap penderita penyakit syaraf. Karena, selain menimbulkan
beban ekonomi bagi penderita dan keluarganya, Stroke juga menjadi beban bagi pemerintah
dan perusahaan asuransi kesehatan. Berbagai fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini,
Stroke masih merupakan masalah utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada
umumnya. Di Indonesia diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 orang terkena serangan
stroke dan 125.000 orang meninggal dunia.

Untuk mengatasi masalah krusial ini diperlukan strategi penangulangan stroke


yangmencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi, dan promotif. Keberadaan unit Stroke di
rumah sakit tak lagi sekadar pelengkap, tetapi sudah menjadi keharusan, terlebih bila
melihat angka penderita stroke yang terusmeningkat dari tahun ke tahun di Indonesia.
Karena penanganan stroke yang cepat,tepat dan akurat akan meminimalkan kecacatan yang
ditimbulkan.

1.2. RUMUSAN MASALAH

a. Konsep medis stroke

b. Konsep keperawatan stroke

1.3. TUJUAN

Mengetahui dan mengerti konsep medis dan konsep keperawatan tentang kegawatdaruratan
pada penyakit stroke.
BAB II KONSEP MEDIS

2.1. DEFINISI

Stroke = Cerebro Vascular Accident (CVA) = Cerebro VascularDisease (CVD) =


Apoplexy adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah
dalam otak yang dapat timbul secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat
(dalam beberapa jam) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu.
Cedera serebrovaskular atau stroke meliputi awitan tiba-tiba defisit neurologis
karena insufisiensi suplai darah ke suatu bagian dari otak. Insufisiensi suplai darah
disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder terhadap arterisklerosis, terhadap embolisme
berasal dari tempat lain dalam tubuh, atau terhadap perdarahan akibat ruptur arteri
(aneurisma). (Lynda Juall Carpenito, 1995).
Menurut WHO. (1989) Stroke adalah disfungsi neurologi akut yang disebabkan
oleh gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai
dengan daerah fokal pada otak yang terganggu.

2.2. ETIOLOGI

 Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu empat
kejadian yaitu:
a. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
b. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain.
c. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak
d. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke
dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.
Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke otak yang
menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori, bicara,
atau sensasi.
Faktor resiko terjadinya stroke menurut Mansjoer (2000) adalah:
a. Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat stroke,
penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium.
b. Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan alkohol
dan obat, kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.

 Secara garis besar, stroke di bagi dalam 2 kategori besar, yaitu :


1. Stroke Non-Haemorrhagic (SNH) Iskemik ;
a. Emboli.
b. Aterotrombotik (penyakit pembuluh darah sedang-besar).
c. Malformasi arteri-vena.
d. Trombosis
e. Migren.
f. Hiperkoagulasi darah.Penyalahgunaan obat (kokain atau amfetamin).
g. Kelainan darah.

2. Stroke Haemorraghic (SH) ;

a. Infark otak (80%).

b. Perdarahan intracerebral (15%).

c. Perdarahan sub arachnoid (5%).

2.3. FAKTOR RESIKO

 Faktor-faktor resiko stroke dapat dikelompokkan sebagai berikut :


1. Akibat adanya kerusakan pada arteri, yairtu usia, hipertensi dan DM.
2. Penyebab timbulnya thrombosis, polisitemia.
3. Penyebab emboli MCI. Kelainan katup, heart tidak teratur atau jenis penyakit
Jantung lainnya.
4. Penyebab haemorhagic, tekanan darah terlalu tinggi, aneurisma pada arteri dan
penurunan faktor pembekuan darah (leukemia, pengobatan dengan anti koagulan)
5. Bukti-bukti yang menyatakan telah terjadi kerusakan pembuluh darah arteri
sebelumnya yaitu penyakit jantung angina, TIA., suplai darah menurun pada
ektremitas.

 Dari hasil data penelitian di Oxford,Inggris bahwa penduduk yang mengalami stroke
disebabkan kondisi - kondisi sebagai berikut :
1. Tekanan darah tinggi tetapi tidak diketahui 50-60%
2. Iskemik Heart Attack 30%
3. TIA 24%
4. Penyakit arteri lain 23%
5. Heart Beat tidak teratur 14%
6. DM 9%

 Kemudian ada yang menunjukan bahwa yang selama ini dianggap berperan dalam
meningkatkan prevalensi stroke ternyata tidak ditemukan pada penelitian tersebut
diantaranya, adalah:
1. Merokok, memang merokok dapat merusak arteri tetapi tidak ada bukti kaitan
Antara keduanya itu.
2. Latihan, orang mengatakan bahwa latihan dapat mengurangi resiko terjadinyastroke.
Namun dalam penelitian tersebut tidak ada bukti yang menyatakan hal tersebut
berkaitan secara langsung. Walaupun memang latihan yang terlaluberat dapat
menimbulkan MCI.
3. Seks dan seksual intercouse, pria dan wanita mempunyai resiko yang sama terkena
serangan stroke tetapi untuk MCI jelas pria lebih banyak dari pada wanita.
4. Obesitas. Dinyatakan kegemukan menimbulkan resiko yang lebih besar, namuntidak
ada bukti secara medis yang menyatakan hal ini.
5. Riwayat keluarga.
2.4. KLASIFIKASI

1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu :

a. Stroke Haemorhagic, (SH)

Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan


oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya
saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat.
Kesadaran pasien umumnya menurun.

b. Stroke Non Haemorhagic (SNH)

Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah
lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder . Kesadaran umummnya baik. SNH terjadi Menurut perjalanan penyakit atau
stadiumnya disebabkan :

a. TIA ( Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama
beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan
spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.

b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan
neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan24 jam
atau beberapa hari.

c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah


menetapataupermanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali
olehserangan TIA berulang
2.5. PATOFISIOLOGI
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang terjadi pada
stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan permanen yang
terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh darah yang paling sering
terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada otak
melalui empat mekanisme, yaitu :
a. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga aliran
darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibat-
kan perubahan - perubahan iskemik otak.

b. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke kejaringan


(hemorrhage).

c. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan otak.

d. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial jaringan otak.

Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan pada aliran
darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis terjadi pengurangan
darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu area
dimana jaringan otak normal sekitarnya yang masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha
membantu suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi
pada korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena, penurunan
kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema
pada daerah ini. Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi
sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan darah arteri. Berkurang-
nya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan memulai serangkaian gangguan fungsi
neural dan terjadi kerusakan jaringan secara permanen.

2.6. MANIFESTASI KLINIS

a). Stroke non-haemorrhagic (SNH/iskemik) gejala utamanya adalah timbulnya defisit


neurologis. Secara mendadak/subakut, didahului gejala prodromal, terjadi pada waktu
istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak menurun, kecuali bila embolus
cukup besar.Biasanya terjadi pada usia > 50 tahun.

b). Stroke Heamorrhagic menurut WHO diklasifikasikan menjadi :

1. Perdarahan intracerebral

Mempunyai gejala prodromal yang tidak jelas, kecualinyeri kepala karena hipertensi.
Serangan seringkali siang hari, saat aktifitas atau emosi/marah. Sifat nyeri kepalanya
hebat sekali. Mual dan muntah sering terdapat pada permulaan serangan. Kesadaran
biasanya cepat menurun dan cepat masuk coma (65% terjadi kurangdari ½ jam, 23%
antara ½ - 2 jam, dan 12% terjadi setelah 2 jam – 19 hari).

2. Perdarahan subarachnoid

Gejala prodromal berupa nyeri kepala hebat dan akut.Kesadaran sering terganggu
dan sangat bervariasi. Ada gejala/tanda rangsangan meningeal. Edema papil dapat
terjadi bilaada perdarahan subhialoid karena pecahnya aneurisma pada arteri
komunikans anterior atau arteri carotis interna.Gejala neurologis yang timbul
bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya.
Manisfestasi klinis stroke akut dapat berupa :

1. Hemiparesis kelumpuhan wajah atau anggota badan yangtimbul mendadak.

2. Hemisensorik gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan.

3. Perubahan mendadak status mental confusion, delirium,letargi, stupor, coma.

4. Afasia bicara tidak lancar, kurangnya ucapan, atau kesulitanmemahami ucapan.

5. Disartria bicara pelo atau cadel.

6. Hemianopia / monokuler atau diplopia gangguan penglihatan.

7. Ataksia trunkal atau anggota badan.

8. Vertigo, mual dan muntah atau nyeri kepala


2.7. DIAGNOSA KLINIS

a. Anamnesis klinis dan pemeriksaan fisis-neurologis

b. Sistem score untuk membedakan jenis stroke.

c. CT Scan merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan infark dengan


perdarahan.

d. MRI lebih sensitif dari CT Scan dalam mendeteksi infark cerebri dini dan infark batang
otak.

2.8. PENATALAKSANAAN

 Stoke akut di Unit Gawat DaruratWaktu adalah otak yang merupakan ungkapan yang
menunjukkan betapa pentingnya pengobatan stroke sedini mungkin,karena“jendela
terapi” dari stroke hanya 3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat
memegang peranan besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan. Hal yang harus
dilakukan adalah :
a. Stabilitas klien dengan tindakan Air way, Breathing dan Circulating.
b. Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor atau coma atau gagal nafas.
c. Infus intavena dengan cairan normasalin 0,9% 20 ml/jam, jangan pakai cairan
hipotonis edema otak.
d. Berikan oksigen 2-4 liter/menit.
e. Pertimbangkan pemberian nutrisi melalui NGT.
f. EKG.
g. Pemeriksaan darah dan urine.

 Perawatan umum Kebanyakan morbiditas dan mortalitas stroke berkaitan dengan


komplikasi non neurologis,yang dapat diminimalkan seperti berikut ini :
a. Demam.
b. Nutrisi.
c. Hidrasi intravena hipovolemia
d. Glukosa hiperglikemia dan hipoglikemia
e. Perawatan paru
f. Aktifitas immobilisasi.
g. Neurorestorasi dini stimulus sensorik, kongnitif, memory, bahasa, emosi serta
visuospasial.
h. Perawatan vesica .

 Pencegahan
a. Pencegahan primer
1. Kampanye nasional terintegrasi
2. Memasyarakatkan gaya hidup sehat bebas stroke ;

a). Menghindari rokok, stress mental, alkohol, kegemukan,konsumsi garam


berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.

b). Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan.

c). Mengendalikan hipertensi, DM, penyakit jantung danpenyakit vascular lainnya.

d). Menganjurkan konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur.

b. Pencegahan sekunder

1. Modifikasi gaya hidup beresiko stroke dan faktor resiko.

2. Melibatkan peran keluarga seoptimal mungkin.

3. Obat-obatan yang digunakan.

4. Tindakan invasive.

 Neurorestorasi dan Neurorehabilitasi


a). Kerjasama tim yang dipimpin oleh dokter spesialis syaraf dan dibantu oleh perawat
khusus stroke,pertugas terapi fisik dan okupasional,petugas terapi wicara serta ahli
gizi dengan melibatkan peran keluarga dan petugas sosial (bila ada).
b). Harus dilaksanakan sedini mungkin dengan memperhatikanfaktor-faktor gangguan
motorik, sensorik, kognitif, komunikasi, visual dan emosi.
c). Mobilisasi aktif sedini mungkin secara bertahap sesuai toleransi setelah kondisi
neurologis dan hemodinamik stabil.
2.9. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer & Bare (2002)
adalah:
a. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak.
Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan.
Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada
tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
b. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan
integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus menjamin
penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan
hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral
dan potensi meluasnya area cedera.
c. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat
berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak
dan selanjutnya akan menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan
curah jantung tidak konsisten dan penghentian trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat
menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

3.1. PENGKAJIAN
1). Pengkajian primer
Airway : pengkajian mengenai kepatenan jalan. Kaji adanya obstruksi pada jalan napas
karena dahak, lendir pada hidung, atau yang lain.
Breathing : kaji adanya dispneu, kaji pola pernapasan yang tidak teratur, kedalaman
napas, frekuensi pernapasan, ekspansi paru, pengembangan dada.
Circulation : meliputi pengkajian volume darah dan kardiac output serta perdarahan.
Pengkajian ini meliputi tingkat kesadaran, warna kulit, nadi, dan adanya
perdarahan.
Disability : yang dinilai adalah tingkat kesadran serta ukutan dan reaksi pupil.
Exposure/ kontrol lingkungan : penderita harus dibuka seluruh pakaiannya.

2). Pengkajian sekunder


Pengkajian sekunder adalah pemeriksaan kepala sampai kaki (head to toe) termasuk
reevaluasi pemeriksaan TTV.
A. Anamnesis
Setiap pemeriksaan yang lengkap memerlukan anamnesis mengenai riwayat
perlukaan. Riwayat “AMPLE” (alergi, medikasi, past illness, last meal, event/
environment) perlu diingat.

B. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan evaluasi kepala akan adanya luka, kontusio atau
fraktur. Pemeriksaan maksilofasialis, vertebra sevikalis, thoraks, abdomen, perineum,
muskuloskeletal dan pemeriksaan neurologis juga harus dilakukan dalam secondary
survey. Selama secondary survey, mungkin akan dilakukan pemeriksaan diagnostik
yang lebih spesifik seperti foto tambahan dari tulang belakang serta ekstremitas, CT-
Scan kepala, dada, abdomen dan prosedur diagnostik lain.
C. Reevaluasi
Monitoring tanda vital dan haluaran urin penting dilakukan.

3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI


1). Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
oedema serebral.
Tujuan ; kesadaran penuh, tidak gelisah
Kriteria hasil : - tingkat kesadaran membaik
- tanda-tanda vital stabil
- tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensi ;
1. Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala koma glascow
Rasional : Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran.
2. Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah
Rasional: autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan.
3. Pertahankan keadaan tirah baring.
Rasional : aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan Tekanan Intra Kranial
(TIK).
4. Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi anatomis (netral).
Rasional : menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkat-
kan sirkulasi/perfusi serebral.
5. Berikan obat sesuai indikasi : contohnya antikoagulan (heparin)
Rasional : meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebral dan selanjutnya dapat
mencegah pembekuan..

2). Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan.


Tujuan ; dapat melakukan aktivitas secara minimum
Kriteria hasil : - mempertahankan posisi yang optimal,
- meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena,
- mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan aktivitas.
Intervensi;
1. Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
Rasional : mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan dapat memberikan informasi
bagi pemulihan
2. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)
Rasional : menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia jaringan.
3. Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas
Rasional : meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah
kontraktur.
4. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan
ekstremitas yang tidak sakit.
Rasional : dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak menjadi lebih
terganggu.
5. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien.
Rasional : program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang
berarti/ menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi, dan
kekuatan.

3). Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.


Tujuan ; dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya.
Kriteria hasil ; - Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan tepat,
- terjadi kesapahaman bahasa antara klien, perawat dan keluarga
Intervensi ;
1. Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi
Rasional : Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari derajat
gangguan serebral
2. Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana
Rasional : melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik
3. Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut
Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik
4. Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa isyarat)
Rasional : bahasa isyarat dapat membantu untuk menyampaikan isi pesan yang
dimaksud
5. Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.
Rasional : untuk mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan terapi.

4). Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan stress psikologis.


Tujuan ; tidak ada perubahan perubahan persepsi.
Kriteria hasil : - mempertahankan tingkat kesadarann dan fungsi perseptual,
- mengakui perubahan dalam kemampuan.
Intervensi;
1. Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin, tajam/ tumpul, rasa
persendian.
Rasional : penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan kinetic
berpengaruh buruk terhadap keseimbangan.
2. Catat terhadap tidak adanya perhatian pada bagian tubuh
Rasional : adanya agnosia (kehilangan pemahaman terhadap pendengaran,
penglihatan, atau sensasi yang lain)
3. Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien suatu benda untuk
menyentuh dan meraba.
Rasional : membantu melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan
persepsi dan interprestasi stimulasi.
4. Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi bagian
tubuh tertentu.\
Rasional : penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalam
mengintergrasikan kembali sisi yang sakit.
5. Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan kalimat yang pendek.
Rasional : pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang perhatian atau
masalah pemahaman.
5). Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan
kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot
Tujuan ; kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil : klien bersih dan klien dapat melakukan kegiatan personal hygiene secara
minimal.
Intervensi;
1. Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam perawatan diri.
Rasional : Jika klien tidak mampu perawatan diri perawat dan keluarga membantu
dalam perawatan diri
2. Bantu klien dalam personal hygiene.
Rasional : Klien terlihat bersih dan rapi dan memberi rasa nyaman pada klien
3. Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian klien setiap hari
Rasional : Memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat rapi
4. Libatkan keluarga dalam melakukan personal hygiene
Rasional: ukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam program peningkatan aktivitas
klien
5. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ ahli terapi okupasi
Rasional : memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi

6). Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perseptual
kognitif.
Tujuan; tidak terjadi gangguan harga diri
Kriteria hasil : - mau berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan
perubahan yang terjadi,
- mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri
dalam situasi.
Intervensi;
1. Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat ketidak-
mampuannya.
Rasional : penentuan faktor-faktor secara individu membantu dalam
mengembankan perencanaan asuhan/ pilihan intervensi.
· 2. Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.
Rasional : membantu peningkatan rasa harga diri dan kontrol atas salah satu bagian
kehidupan.
3. Berikan dukungan terhadap perilaku/ usaha seperti peningkatan minat/ partisipasi
dalam kegiatan rehabilitasi.
Rasional : mengisyaratkan kemampuan adaptasi untuk mengubah dan memahami
tentang peran diri sendiri dalam kehidupan selanjutnya.
4. Dorong orang terdekat agar member kesempatan pada melakukan sebanyak
mungkin untuk dirinya sendiri.
Rasional : membangun kembali rasa kemandirian dan menerima kebanggan diri dan
meningkatkan proses rehabilitasi.
5. Rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan/ atau konseling sesuai kebutuhan.
Rasional : dapat memudahkan adaptasi terhadap perubahan peran yang perlu untuk
perasaan/ merasa menjadi orang yang produktif.
7). Resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler/
perseptual.
Tujuan ; kerusakan dalam menelan tidak terjadi.
Kriteria hasil : - mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi individual
dengan aspirasi tercegah,
- mempertahankan berat badan yang diinginkan.
Intervensi;
1. Tinjau ulang patologi/ kemampuan menelan pasien secara individual.
Rasional : intervensi nutrisi/ pilihan rute makan ditentukan oleh faktor-faktor ini.
2. Letakkan pasien pada posisi duduk/ tegak selama dan setelah makan
Rasional : menggunakan gravitasi untuk memudahkan proses menelan dan
menurunkan resiko terjadinya aspirasi.
3. Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk meminum cairan.
Rasional : menguatkan otot fasiel dan otot menelan dan menurunkan resiko
terjadinya aspirasi.
4. Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan/ kegiatan.
Rasional : meningkatkan pelepasan endorphin dalam otak yang meningkatkan
perasaan senang dan meningkatkan nafsu makan.
5. Berikan cairan melalui intra vena dan/ atau makanan melalui selang.
Rasional : memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika pasien tidak
mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.

8). Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan


Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat.
Tujuan ; klien mengerti dan paham tentang penyakitnya
Kriteria hasil : berpartisipasi dalam proses belajar
Intervensi;
1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien
Rasional : untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien
2. Berikan informasi terhadap pencegahan, faktor penyebab, serta perawatan.
Rasional : untuk mendorong kepatuhan terhadap program teraupetik dan
meningkatkan pengetahuan keluarga klien
3. Beri kesempatan kepada klien dan keluarga untuk menanyakan hal- hal yang belum
jelas.
Rasional: memberi kesempatan kepada orang tua dalam perawatan anaknya
4. Beri feed back/ umpan balik terhadap pertanyaan yang diajukan oleh keluarga/ klien
Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman klien atau keluarga
5. Sarankan pasien menurunkan/ membatasi stimulasi lingkungan terutama selama
kegiatan berfikir
Rasional : stimulasi yang beragam dapat memperbesar gangguan proses berfikir.
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Menurut WHO. (1989) Stroke adalah disfungsi neurologi akut yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai
dengan daerah fokal pada otak yang terganggu

B. SARAN
Untuk penderita tekanan darah tinggi biasanya tidak diberikan antikoagulan dan juga pada
pasien dengan perdarahan otak, karena akan menambah risiko terjadinya perdarahan kedalam
otak. Selain itu, penderita stroke biasanya diberikan oksigen dan dipasang infuse untuk
memasukkan cairan dan zat makanan. Pada stoke in evolution, diberikan antikoagulan
(misalnya heparin), tetapi obat ini tidak diberikan jika telah terjadi komplikasi.Pada
completed stroke, beberapa jaringan otak telah mati. Memperbaiki aliran darah kedaerah
tersebut tidak akan dapat mengembalikan fungsinya. Karena itu biasanya tidak dilakukan
pembedahan.
Pengangkatan sumbatan pembuluh darah yang dilakukan setelah stroke ringan
atau transient ischemic attack, ternyata bisa mengurangi risiko terjadinya stroke di masa yang
akan datang. Sekitar 24,5% pasien mengalami stroke berulang. Untuk mengurangi
pembengkakan dan tekanan di dalam otak pada penderita stroke akut, biasanya diberikan
manitol atau kortikosteroid. Penderita stroke yang sangat berat mungkin memerlukan
respirator (alat bantu bernapas) untuk mempertahankan pernafasan yang adekuat. Di samping
itu, perlu perhatian khusus kepada fungsi kandung kemih, saluran pencernaan dan kulit
(untuk mencegah timbulnya luka) di kulit karena penekanan.
DAFTAR PUSTAKA

http://id.scribd.com/doc/28329428/Laporan-Pendahuluan-Asuhan-Keperawatan-Klien-Dengan
Strokehttp://www.scribd.com/ssuke/d/76934100-Askep-
Strokehttp://perawatgk.blogspot.com/2012/05/askep-stroke-
Hemoragik.htmlhttp://sriharyatijc.blogspot.com/2012/05/askep-
Stroke.htmlhttp://www.kapukonline.com/2011/09/askepstrokenonhemoragic.htmlhttp://ntennur
e.blogspot.com/2012/03/askep-stroke-non-hemoragik.html
http://akhmadrapiuddin.blogspot.com/2009/06/makalah-medula-spinalis.html.
Carpenito, L.J & Moyet. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 10. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN
SISTEM PERSARAFAN ; STROKE

Kelompok 2 :

1. Asih Nurmalasari
2. Cucu Maryana
3. Dedin Juhedin
4. Dinal Perdana Muda
5. Ega Novriani

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FALETEHAN
SERANG 2016

Anda mungkin juga menyukai