Anda di halaman 1dari 11

Jurnal POLITEIA|Vol.4|No.

1|Januari 2012 ISSN: 0216-9290


Mhd. Syahminan Pemikiran dan Gerakan Politik Islam Indonesia

Pemikiran dan Gerakan


Politik Islam Indonesia
MHD. SYAHMINAN

Fakultas Ushuluddin IAIN Sumatera Utara, Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate, 20371,
Telp: (061) 6615683-6622925 Fax. (061) 661583

Diterima tanggal 1 Juni 2011/Disetujui tanggal 4 Oktober 2011

There are many things that affect to the political thinking in Indonesia. Especially the muslims
leader. They are strongly influenced by various types of political thought from the muslim coun-
try. Middle east, India, Afrika, Turki are the source of Islamic political thought. At that place
there are some thinker such as: Muhammad Rasyid Ridha, Abu Al-A’la Al-Maududy, Muham-
mad Qutb, Ahmad Lufti Sayyid, Thaha Husein, Ali Abd Al- Raziq, Muhammad Abduh and Mu-
hammad Hu-sein Haikal. This study describes the political thought of Islam in Indonesia and its
relation to Islamic political movements. Base on data from literature and documents, this study
has conclusions that Islamic political thought in Indonesia due to three factors: First, the
ukhuah Islamiyah principle is the foundation of relationships in the Islamic world, also in the
muslim movement; Second, anti-colonial generation is born because the influence of Islam;
Third, the debate about the foundations of the country affected by Islamic political thought.

Keywords: Political thinking, Islamic political thought, polical movement.

Pendahuluan masalah Islam Politik (nasionalisme), dengan


itu aktivis Islam menggalang persatuan dan
Kondisi dunia Islam abad 20, tidak terlepas upaya memisahkan diri dari kolonialisme dan
dari rangkaian situasi dari abad-abad sebe- Imperialisme Barat.
lumnya, bahkan jauh kemasa-masa pertenga-
han Islam dan klasik Islam dimana bentuk- Abad 18 sering dipandang sebagai abad ke-
bentuk pemikiran Islam, sosial, politik masih gelapan sejarah Islam (dark age). Gambaran
tumbuh dan berkembang. Dalam beberapa ini berpangkal pada perpecahan yang terjadi
hal fenomena yang terlihat mensintesis, atau dalam pemerintahan kesultanan serta keme-
hilang dari tradisi umat, bahkan mengambil rosotan secara umum dunia Islam. Persepsi
bentuk-bentuk baru yang tidak ada sebelum- ini dipengaruhi oleh pengetahuan mengenai
nya. Sejarah Islam terangkai dengan sifat sebagian dari pengalaman Islam, karena abad
khususnya, suatu perkembangan yang me- ini merupakan periode hilangnya kekuasaan
ngagumkan pada masa klasik, dimasa perte- Islam dan mereka berada dibawah kekuasaan
ngahan mundur secara mengejutkan bahkan pemerintahan kolonial Barat.1
jatuh dibawah kekuasaan kolonial sejak abad
18 hingga akhir abad 19. Hadirnya kekua- Kesadaran eksistensi Umat Islam mem-
saan imperialis Barat melahirkan interaksi peroleh momentumnya meski berada dalam
dalam berbagai persoalan. Dengan sentuhan tekanan politik dinegerinya sendiri, Umat
pemikiran Barat Umat Islam melihat dunia Islam terobsesi dengan sejarahnya dimasa
Islam yang sangat mundur, sosial, ekonomi,
1
budaya, agama. Khususnya politik sehingga John Obert Noll, Politik Islam: Kelangsungan
isu besar yang mencuat pada abad 19 adalah dan Perubahan di Dunia Modern, (Jakarta:
Penerbit Ilahi Press, tanpa tahun), hal. 59.

1
Jurnal POLITEIA|Vol.4|No.1|Januari 2012 ISSN: 0216-9290
Mhd. Syahminan Pemikiran dan Gerakan Politik Islam Indonesia

klasik Islam, dengan meneliti sebab-sebab kembai Islam sebagai mekanisme utama yang
kemerosotan Umat Islam dan sebab-sebab mengkoordinasikan masyarakat. Berdirinya
kemajuan Barat yang spektakuler, sehingga Negara Islam, merupakan tujuan paling penting
Bangsa-Bangsa Barat mampu menaklukkan bagi para tokoh kebangkitan Islam. Namun ini
dunia Islam dan menguasainya dengan kuat tidaklah berarti bahwa semua tokoh kebangkitan
secara politik. Keperihatinan ini melahirkan Islam berpandangan sama mengenai apa itu
pemikir Islam yang melihat betapa seriusnya Negara Islam dan bagai mana menjalankannya.4
persoalan Umat Islam dalam tekanan politik
kaum kolonial Barat. Perkembangan sosial politik dan agama yang
demikian luar biasa, ditandai dengan seren-
Jamaluddin Al Afghani (1839-1897) M, melihat tetan upaya modernisasi pemikiran Islam,
bahwa keadaan itu merupkan malapetaka bagi usaha pemikiran dan reformasi pandangan
umat Islam, bagaimana bangsa-bangsa Barat Islam ini tumbuh dan berkembang di dunia
melakukan campurtangan terhadap masalah- Islam dengan keterlibatan sejumlah tokoh
masalah Umat Islam dinegerinya sendiri. Al dan pemikir serta gagasan mereka. Gagasan
Afghani memperhatikan hal ini dinegerinya itu lahir sebagai reaksi dan keprihatinan yang
sendiri Afghanistan, kemudian India, Mesir, mendalam terhadap situasi sosial, politik dan
Iran ia menyaksikan hal yang serupa, yang agama yang telah terkubur dan hampir tidak
menebalkan keyakinannya, bahwa Dunia memiliki dinamika lagi. Selama abad 19 – 20
Islam sedang menjadi permainan politik itu muncul ide-ide baru yang diinspirasikan oleh
bangsa penjajah dari Barat, khususnya keadaan Islam dan dengan semangat pemikiran
Inggris dan merupakan ancaman yang serius barat,5 namun tetap konsekuen terhadap Islam.
bagi Dunia Islam.2 Para pemimpin bekerja keras untuk menghadapi
berbagai tantangan dengan memperbaiki
Kekhawatiran Al Afghani cukup beralasan struktur pemerintahan dan meningkatkan
dilihat dari posisi Umat Islam yang dalam peranannya dalam masyarakat untuk mengatasi
beberapa hal sangat lemah dan merupakan masalah-masalah baru. Teknik-teknik dan
aspek kemunduran kaum muslimin. Para metode digunakan oleh para penguasa yang
tokoh kebangkitan Islam menyebutkan empat tidak dilakukan oleh tradisi masa lalu, mereka
sebab utama. Pertama, erosi nilai-nilai Islam ingin melakukan penyesuaiaan dan mengadopsi
dan ketidakpedulian pemerintah untuk me- segala sesuatu yang potensial untuk memperkuat
nerapkan peraturan sosio-ekonomi dan etika pemerintahan mereka dan dalam mencapai
Islam. Kedua, sikap diam dan kerja sama tujuan-tujuannya. Pada abad 19 sumber-sumber
lembaga ulama dengan pemerintah yang pemikiran dan tipe pembaharuan ini adalah
pada hakikatnya tidak Islami. Ketiga, korupsi Barat.
dan kezaliman kelas penguasa dengan keter-
gantungannya pada kekuatan imperialis yang Selama abad ke 19-20-an dunia Islam
tidak Islami.3 Rumusan-Rumusan yang mun- menampakkan pergolakan dengan corak-corak
cul pada fase pertama kebangkitan Islam pemikiran, baik yang mengacu ke pemikiran
dilanjutkan dengan upaya-upaya bagai mana awal (klasik Islam) yang menginginkan
menumbuhkan kekuatan politik Islam yang akomodasi antara Islam dan pemikiran Barat
mampu mengangkat isu-isu politik dan aga- (modern) dan yang bercorak sekuler,
ma dalam kondisi ketertekanan Islam itu khususnya dalam masalah politik (negara)
sendiri, serta menumbuhkan kesadaran ideo- dan agama. Dalam hubungan ini dikenal
logi. Kebangkitan Islam di negeri-negeri bentuk simbiosis mutualisme, yakni adanya
Islam selama fase pertama, manifestasinya hubungan ketergantungan yang kuat antara
ditandai dengan bangkitnya perhatian terha- agama dan Negara, demikian sebaliknya,
dap Islam sebagai ideologi yang memiliki hubungan yang didalamnya terdapat
kekuatan pembebas. Fase penyiapan pondasi contradiktif-antagonistic dan hubungan yang
ini diikuti dorongan untuk menyatakan bersifat lentur, fleksibel-akomodatif atau
reciprocal critis, hubungan yang saling
2
Dewan Redaksi, Ensiklopedia Islam, (Jakarta:
PT Ichtiar Baru Van Hove, 1999), hal. 80.
3 4
Ali Rahmena, ed., Para Perintis Zaman Baru Ibid., hal. 10.
5
Islam, (Bandung: Mizan, 1996), hal. 11. John Ober Noll, op.cit., hal. 125.

2
Jurnal POLITEIA|Vol.4|No.1|Januari 2012 ISSN: 0216-9290
Mhd. Syahminan Pemikiran dan Gerakan Politik Islam Indonesia

memahami antara potensi keduanya (agama- beragam dalam menanggapi perkembangan


negara). Dalam konteks dunia Islam muncul politik dunia Islam. Tipologi pemikiran
tipologi politik Islam dalam tiga tipologi politik pertama terwakili oleh beberapa
sebagai mana yang disebutkan Ma’mun pemikir seperti Muhammad Rasyid Ridha,
Murod al-Brebesy. Abu Al-A’la Al-Maududy serta Muhammad
Qutb dengan Ikhwanul Muslimin, meski
Pertama, aliran pemikiran politik yang ber- perumusannya diantara tokoh memiliki
pendirian bahwa Islam bukanlah agama perbedaan-perbedaan tetapi tampaknya ada
sebagai mana dalam pengertian Barat yaitu kesamaan arah, Muhammad Rasyid Ridho
hanya mengatur hubungan manusia dengan misalnya, masih mempunyai keinginan untuk
Tuhan, sebaliknya Islam merupakan agama mengikat umat Islam lewat jamaah Islamiyah
yang paripurna yang mengatur segal aspek (pan Islamisme), sementara Abu Al A’la al-
kehidupan manusia, termasuk menyangkut Maududy mendasarkan pemikirannya pada
kehidupan bernegara. Didalamnya terdapat tiga hal. Pertama, Islam adalah agama
pula sistem ketatanegaraan. Karenanya paripurna, lengkap dengan petunjuk untuk
menurut aliran ini dalam bernegara umat mengatur kehidupan manusia termasuk
Islam hendaknya kembali kepada sistem kehidupan politik. Kedua, kekuasaan atau
ketatanegaraan Islam dan tidak perlu atau kedaulatan tertinggi hanya di tangan Allah dan
bahkan jangan meniru sistem ketatanegaraan umat Islam hanyalah pelaksana kekuasaan
sebagai mana diterapkan di dunia Barat. Allah atau khalifah Allah dimuka bumi. Ketiga,
Sistem tata negara yang harus diteladani sistem politik Islam ialah sistem politik yang
adalah sebagai mana yang pernah dijalankan universal dan tidak mengenal batas wilayah
Rasulullah Muhammad SAW dan keempat ikatan geografis, bahasa dan kebangsaan.7 Al-
sahabatnya. Kedua, tipologi pemikiran politik Maududy memandang Islam sebagai ideologi
yang berpendirian Islam sebagai agama dalam holistik seperti ideologi Barat yang dianut
pengertian Barat yang tidak berkaitan dengan oleh pemimpin intlektual muslim, bukan saja
urusan kenegaraan. Kehadiran Muhammad ideologi Barat itu asing bagi pandangan
sebagai rasul tidak pernah dimaksudkan untuk dunia muslim, tapi juga tidak memadai bagi
mendirikan ataupun mengepalai suatu negara, kepentingan muslim dan bahkan mengancam
disebut dengan sekularisme, yaitu suatu faham kepentingan muslim.8 Tampaknya pemikiran
politik yang berusaha untuk memisahkan politik al Maududy berakar kepada konsep
persoalan-persoalan keagamaan dengan per- Tauhid.
soalan kenegaran atau politik. Ketiga, alliran
pemikiran politik yang menolak pandangan Ia menganggap bahwa konsep itu merupakan
Islam sebagai agama yang serba lengkap dan konsep tentang Tuhan yang benar dan asli
bahwa dalam Islam terdapat sistem ketata- sebagai mana yang diterangkan semua nabi dan
negaraan, namun berbeda dengan aliran kedua, rasul Allah. Bagian pertama dari kepercayaan
aliran ini menolak Islam sebagai agama dalam Islam adalah Tidak ada Tuhan melainkan
pengertian barat. Aliran yang berpendirian Allah, suatu penyataan yang tampaknya
bahwa dalam al-quran tidak terdapat sistem mengakui dengan kukuh tentang keesaan sang
politik tetapi terdapat seperangkat nilai, etika pencipta. Konsepsi tentang Tuhan dengan
bagi kehidupan dan keberlangsungan suatu penekanan sebagai satu-satunya zat yang
sistem politik.6 berkuasa dan memberi hukum, memberikan
prinsip pokok otoritas. Tunduk dan patuh
Tipologi pemikiran politik tersebut terlihat kepada Tuhan berarti membawa seantero hidup
diberbagai wilayah kekuasaan Islam, Mesir, manusia dengan kemauan Tuhan sesuai dengan
Turki, India/Pakistan adapun beberapa wilayah yang diwahyukan. Adapun manusia sebagai
seperti Tunisia, Maroko, Al Jazair tampaknya makhluk Tuhan, ia harus tunduk dan patuh
mengacu kepada kawasan diatas dan Asia kepada-NYA, bukan hanya itu, Tuhan telah
Tenggara khususnya Indonesia terlihat lebih memilih manusia sebagai mana yang

6
Ma’mun Murod al-Brebesy, Menyingkap Pe- 7
Ibid., hal. 5. Bandingkan dengan Mukti Ali,
mikiran Politik Gusdur dan Amin Rais Tentang Alam Pikiran Islam Modern di Indonesia dan
Negara, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Pakistan, (Bandung: Mizan, 1996), hal. 249.
8
1999), hal. 4-8. Ali Rahmena, op.cit., hal. 109.

3
Jurnal POLITEIA|Vol.4|No.1|Januari 2012 ISSN: 0216-9290
Mhd. Syahminan Pemikiran dan Gerakan Politik Islam Indonesia

disebutkan dalam al-Quran sebagai wakil Abdu al-Raziq belajar ke Universitas Oxford
Tuhan di bumi dalam kapasitasnya sebagai Inggris. Thaha Husein melihat al-Quran tidak
wakil Tuhan di bumi ia juga harus mengatur sistem pemerintahan, baik secara
mengikatkan diri kepada yang diwakili.9 umum maupun khusus. Dengan demikian
Sedangkan Muhammad Qutb, berpendapat, baik pemerintahan pada masa Rasulullah
Pertama, dunia Islam merupakan kesatuan maupun khalifah-khalifah sesudahnya bukanlah
sistem politik dibawah pemerintahan supra pemerintahan yang didasarkan pada wahyu,
nasional dengan sistem sentralisasi. Kedua, melainkan pemerintahan insani, sehingga tidak
adanya persamaan hak. Ketiga, pemerintahan pantas dianggap sakral. Seandainya
dalam Islam didasarkan atas tiga asas yaitu pemerintahan itu berdasarkan wahyu Allah,
keadilan penguasa, asas kedaulatan rakyat dan tentunya tidak seorangpun akan diajak
asas permusyawaratan antara penguasa dan musyawarah oleh nabi maupun keempat
rakyat.10 khalifah penggantinya.12 Umat Islam sadar
terhadap suatu prinsip yang sekarang ini telah
Sebagai mana yang dikutip Ali Rahmena diakui secara universal bahwa sistem politik
dalam buku Al Adalah al Ijtimaiyyah fi al dan agama itu dua hal yang terpisah.13 Thaha
Islam (1949) perhatian liberal dipadukan Husein melihat bahwa sistem pemerintahan
dengan perhatian orang yang cemas melihat merupakan suatu hal yang bersifat rasional
kondisi masyarakat Islam, namun dalam dan praktis, dengan memisahkan pemerinta-
tulisannya dikemudian hari Qutb semakin han dari agama merupakan kebutuhan ala-
bergerak ke posisi dimana keadaan posisi ini miah. Adapun agama adalah sesuatu yang
dan otoritas yang mendukung eksistensinya lain, begitupun pemerintahan adalah sesuatu
harus lebih diutamakan atas pertimbangan yang lainnya.14 Dalam hal ini umat Islam
lainnya. Dibawah logika argumennya sendiri tidak harus mencontoh pola pemerintahan
pada saat ia menulis Ma’alim fi ath Thariq, klasik Islam, melainkan kebebasan untuk
Qutb meninggalkan gagasan individu yang memilih sistem pemerintahan yang memaju-
pada mulanya dianutnya dan semakin kan, untuk itu perlu memisahkan antara
bergeraak keposisi dimana umat secara logis agama dan Negara sebagai solusi terhadap
dan etis mendahului semua individu yang persoalan-persoalan antara keduanya.
membentuk umat itu. Implikasi ini bagi visi
politik Qutb ada dua, Pertama, politik kini Tipologi ketiga diwakili oleh Muhammad
kira-kira tak kurang dari menciptakan Abduh (1849-1905) M. dan Muhammad Hu-
keserasian Ilahiah di dunia. Kedua, berpolitik sein Haikal (1888-1956)M. Visi politik
berarti menagkap secara intuitif pengetahuan Abduh terlihat bahwa dalam Islam tidak ada
tentang kebenaran mutlak, pola dan otoritas final selain otoritas Allah dan Nabi,
keselarasannya diikuti dengan pembentukan dalam Islam tidak ada otoritas kecuali
kembali secara radikal masyarakat manusia mengajak kepada kebenaran dan mencegah
yang sesuai dengan ritmenya.11 kemungkaran, inilah otoritas yang diberikan
oleh Allah kepada orang-orang yang rendah
Tipologi pemikiran politik kedua terlihat dari hati diantara kaum muslimin. Dengan
pemikiranm-pemikiran seperti, Ahmad Lufti otoritas ini mereka menghadapi orang yang
Sayyid (1872-1963) M, Thaha Husein (1889- paling angkuh. Otoritas ini juga diberikan
1973) M, M. Ali Abd Al- Raziq (1888- kepada orang terkemuka diantara mereka.
1966)M. Mesir yang dikenal sebagai Bingkai pemikiran Abduh ini masih
kampiun demokrasi, sejak awal dari mencirikan pemerintahan Islam dari pemikiran
kedatangan Barat telah mengenal pemikiran- gurunya al Afghani, yang melihat Al-Quran
pemikiran Barat yang sekuler, sehingga tidak mengkonsepsikan bentuk pemerintahan,
pemikir-pemikir yang muncul west oriented, melainkan seperangkat nilai-nilai yang termuat
sejak pemerintahan Muhammad Ali Pasa,
telah mengirimkan mahasiswa ke Barat. 12
Ma’min Murod al Brebesy, op.cit., hal. 67.
Thaha Husein sendiri belajar ke Paris dan Ali 13
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara,
Ajaran Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: UI
9
Ibid, hal. 244 Press, 1998), hal. 138-139.
10
Ma’mun Murod al-Brebesy, op.cit., hal. 5-6. 14
John L. Esposito, Ancaman Islam Mitos atau
11
Ali Rahmena, op.cit., hal. 165-166. Realitas, (Bandung: Mizan, 1994), hal. 73.

4
Jurnal POLITEIA|Vol.4|No.1|Januari 2012 ISSN: 0216-9290
Mhd. Syahminan Pemikiran dan Gerakan Politik Islam Indonesia

didalamnya tetapi tidak pula memisahkan agama terhadap sejarah politik Islam, sejak masa
dari Negara seperti yang dipraktekkan Bangsa- Nabi hingga masa-masa khalifah–khalifah
bangsa Barat. Ciri pemikiran Islam adalah Islam, khususnya khalifah rasyidah yang
bersifat simbiosismutualisme, adanya saling menyingkapkan perbedaan-perbedaan dalam
ketergantungan antara keduanya. Dalam hal ini pemikiran dan praktek politik, tetapi tidak
tidak pula berbentuk pemerintahan agama, melepaskan unsur syura (musyawarah) dan
semacam kepausan yang dalam jabatannya setelah masa Daulat Bani Umawiyah dan
berpadu peranan keagamaan dan sipil. Syariat Abbasiyah hingga kesultanan Turki sampai
menggariskan bahwa hak maupun batasan bagi terjadinya disintegrasi, tidak adanya kesatuan
kekuasaan otoritas tertinggi dalam Islam, seperti politik Islam menggambarkan hilangnya
penguasa ataupun khalifah dan sultan. acuan politik Islam yang asasi, sumber ajaran
Pemikiran politik Abduh terlihat berada diantara Islam tidak lagi menjadi acuan kenegaraan,
klaim yang melihat adanya bentuk pemerintahan melainkan kehendak dan kebijakan sultan,
agama dan bentuk sekuler. jika kemunduran Islam disebabkan hal yang
demikian dan kemajuan Barat dengan sistem
Pemikiran Haikal tentang politik (kenegaraan) demokrasi dan bentuk nasionalismenya, bu-
sebagaimana yang dikutip Munawir Sjadzali, kan tidak mustahil umat Islam menirunya,
kita dapat melihatnya dalam buku al- jika hal itu dapat memajukan umat Islam.
Hukumiyah al-Islamiyah (pemerintahan Islam) Karena itu pemikiran politik yang dianggap
bahwa prinsip-prinsip dasar kehidupan sekulerpun, seperti Mustafa Kemal, Ali Abdu
kemasyarakatan dalam dua ayat Al-Quran yang al Raziq dan Thaha Husein tidaklah dapat
memerintahkan agar umat Islam berkonsultasi dikatakan tidak Islami, karena mereka masih
satu sama lain dalam sosal-soal bersama (surat komit terhadap Islam. Pemisahan keduanya
Ali Imran; 159 dan As-Syura; 38), itu tidak terletak pada sistem penataan dan penge-
diturunkan dalam kaitan sistem pemerintahan. lolaan pemerintahan, sedang pelaksanaannya
Pemikiran Haikal tentang politik bercorak adalah orang Islam. Meskipun demikian tetap
liberal, umat Islam tidak perlu kembali kembali menjadi perbincangan yang tidak ada habis-
melihat bentuk pemerintahan klasik Islam, habisnya dan mengalir kebelahan dunia
sebab sangat beragam dan berifat situasional lainnya sampai ke Asia Tenggara khususnya
(kontekstual), umat Islam harus melihat yang Indonesia. Oleh sebab itu studi ini akan
terbaik bagi dirinya pada saat ini, yang dapat membahas perkembangan politik Islam di
menjamin hak-hak dan kewajiban dengan Indonesia dalam kaitannya dengan gerakan
prinsip-prinsip Islam yang berangkat dari politik Islam Indonesia.
ketauhidan, keadilan, kemerdekaan dan
persamaan derajat. Dengan kata lain menurut Pendekatan dan Metode
Haikal; sistem pemerintahan yang sesuai
dengan ketentuan-ketentuan Islam adalah Studi ini dilakukan dengan pendekatan
sistem yang menjamin kebebasan dan Sejarah. Selain itu menggunakan pendekatan
berasaskan prinsip, bahwa pengangkatan pendekatan tradisional (pendekatan filsafat
kepala negara dan kebijaksanaannya harus dan etika). Metode pengumpulan data meng-
dengan persetujuan rakyat, rakyat berhak gunakan studi pustaka dan dokumen-dokumen.
mengawasi pelaksanaan pemerintahan dan Analisis data menggunakan metode analisis
meminta pertanggung jawaban.15 sejarah (melihat perkembangan pemikiran
politik Islam di Indonesia dan kaitannya dengan
Tipologi pemikiran politik yang terlihat dari gerakan politik Islam).
pemikir-pemikir Islam secara umum meng-
gambarkan ideologi dan konsistensi yang Politik Islam Masa Kolonial di Indonesia
sama terhadap Islam, perbedaan mereka
terletak pada hubungan antara Islam dan Akhir abad ke 20-an, bergaung keinginan
politik (negara) dan bagaimana posisi Islam umat Islam untuk mendirikan pemerintahan
sebagai pandangan hidup antara tekstual dan sendiri, hal ini dilihat penjajah sebagai
kontekstual, begitupun pandangan mereka tantangan untuk mempertahankan dominasi
kolonial mereka atas tanah jajahan yang
notabene umat Islam, kecaman terhadap
15
Sjadzali, op.cit., hal. 188-189.

5
Jurnal POLITEIA|Vol.4|No.1|Januari 2012 ISSN: 0216-9290
Mhd. Syahminan Pemikiran dan Gerakan Politik Islam Indonesia

politik liberal yang diterapkan di Indonesia dijajah.16 Dalam konteks asosiasi ini oleh
seiring dengan gerakan Pan Islamisme yang Christian Snouch Horgronje diperjuangkan
telah mendapat perhatian besar dinegeri- untuk memberikan peluang bagi orang-orang
negeri muslim, maka sejak tahun 1870 M, Indonesia yang secara akademis mendapat
sistem tanam paksa (culture stel sel) dalam pendidikan Barat, dan secara teoritis men-
politik liberal, yang merupakan politik eks- dapat tujuan asosiasi, bukan saja untuk
ploitasi tak etis oleh perusahaan-perusahaan menarik simpati pribumi melainkan sekaligus
swasta dihentikan, kecaman itu muncul dari upaya kristenisasi dan untuk menguatkan
kaum sosialis Belanda dan ini mendapat kekuasaan kolonialis di Indonesia. Menurut
perhatian dari pemerintah kolonial Belanda, Hurgronje akan menjamin kekalnya loyalitas
disamping munculnya Jepang sebagai ke- jajahan. Ditegaskan pula bahwa asosiasi akan
kuatan tandingan, memaksa pemerintah ko- menghilangkan cita-cita Pan Islamisme dari
lonial Belanda mengubah sistem politiknya segala kekuatannya. Tetapi asosiasi yang
dinegeri jajahan. diterapkan tidak serta merta menyeluruh bagi
pribumi khususnya dalam pendidikan.
Permulaan abad ini mencatat apa yang Kolonialis Belanda memilih golongan yang
dinamakan politik etis pemerintah yang tidak memang selama ini dimana pengaruh mereka
melihat Indonesia semata-mata sebagai da- telah tertanamkan, dan karena itu hanya
erah yang dieksploitasikan demi kepentingan menyentuh segelintir masyarakat Indonesia,
Negeri Belanda saja, melainkan juga untuk terutama mereka yang berafiliasi dengan
kemakmuran penduduk jajahan, meski secara perkumpulan Nederlandsch Indiche Vrijzinningen
faktual politik etis tidak pernah terwujud, Bond (Kesatuan Kaum Liberal Hindia Be-
namun secara teoritis telah mengubah peta landa)17 dan anak-anak bangsawan. Dalam
politik pemerintah kolonial. Istilah-istilah program ini pula kalangan bangsawan diha-
barupun muncul seperti unifikasi dan asi- rapkan Horgronje mampu menjadi pewaris
milasi. pola asosiasinya, untuk selanjutnya menjadi
partner dalam kehidupan sosial budaya.18
Unifikasi merupakan suatu istilah hukum dan Dasar pemikiran pemilihan sasaran asosiasi
bukan pengertian tentang hubungan sosial dalam pendidikan ini terlihat atas pertim-
pada umumnya. Mulanya pengertian unifikasi bangan bahwa lapisan pribumi yang berke-
berarti hapusnya peraturan-peraturan yang budayaan lebih tinggi ini relatif jauh dari
berbeda bagi daerah yang bermacam-macam pengaruh Islam, sedangkan pengaruh Barat
seperti; struktur hukum, proses hukum dan yang mereka miliki akan mempermudah da-
pajak. Setelah tahun 1900, istilah ini mulai lam mempertemukannya dengan pemerintah
mengandung suatu usaha untuk mendirikan Eropa19.
suatu sistem legislatif, seperti dalam bidang
administrasi kepegawaian, pendidikan, pajak Politik asosiasi dalam pendidikan, meski
dan sebagainya untuk semua golongan pen- terlihat sepenuhnya bertujuan kepada ke-
duduk baik Eropa maupun Indonesia dengan pentingan kolonialisme, namun telah mem-
didasarkan kepada ukuran yang berlaku bagi buka babak baru bagi bangsa Indonesia,
golongan Eropa. dalam hal meningkatkan sumberdaya manu-
sianya. Secara akademis membuka wawasan
Asimilasi mengandung arti bahwa keperluan- berpikir serta identitas dirinya. Diantara ka-
keperluan Hindia akan dipenuhi dengan der terdidik ini ada yang telah mencapai
syarat-syarat Barat (sedang) asosiasi, me- gelar doktor yakni Hosein Djajadiningrat
ngandung maksud, bagaimana mengikat ne- dengan prestasi Cumlaude di Leiden, se-
geri jajahan dengan negeri penjajah. Dalam hingga secara resmi dibiayai pemerintah
hubungan ini kebudayaan dianggap me-
rupakan sarana yang paling efektif, manfaat 16
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di
kebudayaan negeri penjajah akan terbuka Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES, 1982),
untuk dipergunakan oleh negeri yang hal. 181-182.
17
Aqib Sumitro, Politik Islam Hindia Belanda,
(Jakarta: LP3ES, 1985), hal. 40.
18
Deliar Noer, op.cit., hal. 182.
19
Aqib Sumitro, op.cit., hal. 41-43.

6
Jurnal POLITEIA|Vol.4|No.1|Januari 2012 ISSN: 0216-9290
Mhd. Syahminan Pemikiran dan Gerakan Politik Islam Indonesia

Belanda sampai tahun 1931, yang kemudian Kenyataan ini membuktikan tidak terisola-
oleh pemerintah Belanda melakukan pemba- sinya umat Islam diwilayah ini dari dunia
tasan sehubungan dengan kondisi sosio- luar.21 Kemudian dikuatkan lagi dengan para
ekonominya. jamaah haji yang setiap tahun kontak dengan
Upaya asosiasi pendidikan yang dilakukan dunia Islam yang merupakan pertemuan
pemerintah Belanda untuk mengukuhkan universal, disana mereka membicarakan ber-
pemerintahan kolonial diharapkan dapat bagai masalah menyangkut perkembangan
menjinakkan peribumi, disamping upaya dinegeri masing-masing.
menjauhkan mereka dari rasa kebangsaan
dan ke Islamannya, ternyata tidak berhasil Pertambahan jamaah haji setiap tahun me-
seperti prediksi dan asumsi mereka, ningkat pada pertengahan abad ke 19 setelah
kesadaran agama dan kebangsaan itu muncul menggunakan kapal uap sebagai media
lebih besar bersama ruh Islam yang begitu transportasi dan diperlancar lagi dengan
kuat, rasa ukhuah Islamiyah dan rasa agama setelah dibukanya terusan Suez tahun 1869
yang tinggi dari agama lain membuat umat sehingga tahun 1939 jamaah haji Indonesia
Islam lebih merapatkan barisan dan Islam mencapai 10.883 orang,22 hal ini cukup
menjadi pemersatu dalam menghadapi kaum memberikan pengaruh khususnya arah pe-
penjajah dan kaum Kristen yang dalam mikiran dalamm menyoroti kondisi kebera-
pandangan umat Islam adalah kaum Kafir, gamaan menyangkut praktek singkritis
khususnya dikalangan santri dan kaum agama dan budaya, khurafat dan bid’ah
tradisional. Islam menjadi identitas yang disamping pemikiran tentang Islam dalam
membedakan mereka dari penjajah (Kristen). hubungannya dengan kemodrenan, ini tidak
terlepas dari kontak jemaah haji dengan
Hal lain yang mendukung dinamika pergerakan perkembangan modern khususnya dari
pemikiran di Indonesia adalah, perkembangan jemaah haji Indonesia yang telah bermukim
yang terjadi di level Internasional khususnya di Arab Saudi, Karena itu pemerintah
perkembangan yang terjadi di negeri-negeri kolonial melakukan pengawasan dan
Arab, gaung Pan Islamisme mengalir dengan pembatasan secara halus terhadap jemaah
derasnya, betapapun hubungan umat Islam haji Indonesia dan bagi Hurgronje masih
dikepulauan ini dengan dunia Islam tidak bisa membedakan antara jemaah haji biasa
dihindarkan. Pada tahun 1924, bahkan datang dengan jemaah haji Indonesia yang telah
utusan panitia khilafah dari India bernama bermukim disana yang sering disebut dengan
Husein Mardini Damsyik. Kedatangannya justru koloni Jawa, ini merupakan reservoir bagi
dalam rangka mempropagandakan Pan Islam di Indonesia, mereka terus menanamkan
Islamisme,20 dan mendirikan jam’iatul ittihadi pengaruh dalam kehidupan beragama terhadap
al Islami atau de Islamitische eenheid. orang-orang sekampungnya, baik melalui
Kehadiran Husein Mardini ini merupakan pergaulan langsung dengan para jemaah haji di
realisasi keputusan konfrensi Islam di Mekkah atau melalui hubungan surat-menyurat
Bombay pada pertengahan Maret 1923 yang dengan saudara seagamanya ditanah air.
juga dihadiri ulama dari Indonesia. Setelah pulang mereka sering memainkan
peranan penting dalam kehidupan beragama
20
Sehubungan dengan Pan Islamisme, telah dalam lingkungannya23
diadakan beberapa kongres, seperti kongres dunia
Islam di Kairo Tanggal, 13-19 Mei yang di Kenyataan ini menggambarkan bahwa per-
prakarsai oleh Raja Fuad. Kongres khalifah kembangan politik kolonial (politik etis)
Tanggal 1 Juni 1926 di Mekkah atas prakarsa khususnya asosiasi kebudayaan, pendidikan
Raja Ibnu Saud. Indonesia mengirim HOS secara internal adalah awal dari keterbukaan
Tjokro aminoto (SI) dan KH. Mas Mansyur
pribumi untuk memunculkan orang-orang
(Muhammadiyah). Tahun 1927 kongres kedua di
Mekkah, Indonesia diwakili H. Agussalim. terdidik secara Barat dan gerakan yang
Sejauh ini Kongres Khilafah selalu menghadapi timbul ditingkat internasional Islam dengan
kegagalan. Tahun 1930, berkat kongres Palestina, semangat Pan Islamisme, meski tidak berhasil
terbentuklah Organisasi Muktamar Alam Islami
21
diketuai oleh H. Amin Al Husaini dari palestina Ibid., hal. 92.
22
dan H. Abdul Kahar Muzakar dari Indonesia Sumitro., loc.cit.
23
sebagai sekretaris. Ibid., hal. 95.

7
Jurnal POLITEIA|Vol.4|No.1|Januari 2012 ISSN: 0216-9290
Mhd. Syahminan Pemikiran dan Gerakan Politik Islam Indonesia

tetapi telah membentuk semacam solidaritas Yang pertama tumbuh dikalangan ulama
diantara Negara-negara Muslim . Dari politik yang melihat Islam sebagai aspirasi politik
asosiasi inilah yang melahirkan kaum dan menjadikan Islam sebagai sarana dalam
nasionalis netral agama selebihnya merupakan mewujudkan tujuan politiknya, hal ini terlihat
alumni Timur Tengah dan lulusan-lulusan dalam kelompok Masyumi yang telah berdiri
pesantren di tanah air. sejak 7 nopember 1945 di Yokyakarta. Dalam
Masyumi tergambar unsur-unsur dari umat
Pergulatan Idealisme Politik di Era Pra Islam yang membentuk lintas golongan.
Kemerdekaan
Susunan Dewan Partai (Majelis Syuro) yang
Detik terahir kekuasaan Jepang mengubah pertama dan pengurus besar pertama
arah kebijakan mereka, meski banyak mem- memang menunjukkan bahwa Masyumi
beri dukungan pada para pemimpin kubu mencakup berbagai golongan dalam Umat
nasionalis24 yang sebelumnya mendekati Islam. Ketua Majelis Syura adalah Hasyim
kubu Islam, sehingga dibentuknya Kantor As’Ari dan salah seorang wakil ketua adalah
Urusan Agama (Shumubu), Majelis Syura putranya. Wahid Hasyim keduanya adalah
Muslimin Indonesia dan Hisbullah, akan dari lingkungan NU termasuk a Syekh
tetapi saat-saat terahir menjelang kekalahan Djamil Jambek salah satu dari pembaharu
militer Jepang mereka berpaling kepada Islam di Sumatera. Pengurus Besar terdiri
kelompok nasionalis dan membentuk badan dari politisi karir dari Masyumi dimasa
untuk persiapan kemerdekaan Indonesia di- datang seperti Sukiman juga Abi Kusno
serahkan bukannya ke kelompok Islam, Tjokrosujoso (PSII), selanjutnya Muhammad
seperti Badan Penyelidik Usaha-Usaha Per- Natsir, Muhammad Roem dan Karto Suwirjo
siapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu pemimpin Darul Islam yang kemudian
Zumbi Tyoosakai) (BPUPKI) diserahkan ke- memberontak.
pada kelompok nasionalis, sehingga pergu-
latan ideologi kembali terbuka yang terjadi Kahin menyifatkan para pemimpin Masyumi
sejak tahun 30-an. yang progresif sebagai kaum sosialis agama
yang banyak mengambil ilhamnya dari ajaran-
Pergulatan Idioligi pada masa-masa pemben- ajaran Muhammad Abduh, ia menyebut nama
tukan suatu negara selalu cendrung kepada Muhammad Natsir Syafaruddin Prawira
pemusatan idealisme, filosofis disebabkan Negara, Muhammad Roem, Yusuf Wibisono,
pembentukan asas-asas fundamental bagi ter- dan Abu Hanifah. Dipihak lain pemimpin
bentuknya suatu negara. Karena itu berbagai agama generasi tua yang bersifat konserfatif
elemen-elemen yang ada cendrung menon- merupakan sayap kanannya berpangkalan pada
jolkan gagasan itu sebagai akibat logis dari Nahdatul Ulama dan unsur-unsur Muham-
perdebatan pemikiran yang berkembang madiyah yang lebih konservatif. Sebagai
dalam masyarakat suatu bangsa. Secara his- golongan menengah ia menyebutkan Sukiman
toris Indonesia telah dipengaruhi berbagai dan Prawoto Mangunkusumo, sayap kiri dalam
pemikiran dari dunia internasional, khusus- Masyumi sendiri (misalnya Muhammad Natsir
nya dunia Islam, kekuatan itu telah mem- dan Abu Hanifah).25
bentuk suatu arus yang secara sistematis
mempolakan gagasan yang kuat bagi aspirasi Kedua, golongan nasionalis yang netral
politik Bangsa Indonesia, meski kenyataan- agama merupakan hasil sistem pendidikan
nya memiliki perbedaan dalam aktualisasi Belanda di Indonesia terutama pemikiran
politik itu. Sesuai dengan arah pemikiran Snouch Hurgronje untuk memajukan (eman-
yang bermacam dalam berbagai tipologi sipasi) orang-orang Indonesia. Banyak dari
yang telah dikemukakan sebelumnya. Disisi kalangan mereka yang berpendidikan Barat
lain terlihat tipologi yang tumbuh sejak yang tidak memenuhi harapan Hurgronje
politik etis colonial yang cendrung ke Barat. untuk berasosiasi dengan negeri Belanda.
Para intlektual ini bergabung dengan para
24
Bachtiar Effendy, Islam dan Negara,
Transformasi Pemikiran dan Praktek Politik
25
Islam di Indonesia, (Jakarta: Paramadina, 1998), B. J. Bolan, Pergumulan Islam di Indonesia,
hal. 84. 1945-1970, (Jakarta: Grafiti Press, 1985), hal. 45.

8
Jurnal POLITEIA|Vol.4|No.1|Januari 2012 ISSN: 0216-9290
Mhd. Syahminan Pemikiran dan Gerakan Politik Islam Indonesia

nasionalis yang ingin melenyapkan Belanda kebesaran kepada membusukkan, memper-


dari Indonesia, walaupun mereka merupakan hinakan dan merusakkan tanah air orang lain,
produk Barat, ini bukan saja karena latar dengan tidak mengingati hak dan keadilan.28
belakang pendidikan mereka, melainkan juga
karena pikiran politik mereka yang bersifat Bentuk nasionalisme (persatuan) yang di-
sekuler tanpa penyertaan dan penghayatan inginkan oleh Agussalim tidak semata-mata
ajaran agama.26 nasionalisme itu sendiri sebagai eksisten-
sinya, karena hal yang demikian manusia
Pergulatan ideologi yang membuka gagasan- biasa diperbudak dan menciptakan paradoksi
gagasan tentang sosialisme dan dasar negara dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan itu
terlihat dalam dua fase. Fase pertama, sendiri, karena fanatisme dan cinta yang
semenjak tahun 30-an setelah terbentuknya berlebihan kepada ibu atau negeri itu sen-
Partai Nasionalis Indonesia (PNI) pada 1927 diri, pada gilirannya dapat mengaggap supe-
oleh Soekarno, Syahrir dan Muhammad rioritas nationnya dan merendahkan nation
Hatta bergabung untuk membentuk cikal orang lain. Selanjutnya, Agussalim men-
bakal gerakan nasionalis Indonesia dengan jelaskan sebagai mana yang dikutip Bakhtiar
faham kebangsaan (nasionalisme) sebagai Effendi dalam buku Islam dan Negara.
kekuatan utamanya membangun panggung Pandangan ini memperbudak manusia menjadi
konfrontasi ideologi antara para pemimpin penyembah tanah air. Pandangan ini akan
dan aktivis Islam politik, terutama dalam soal mencairkan keyakinan tauhid seseorang dan
hubungan antara agama (Islam) dan negara mengurangi bakti seseorang kepada Tuhan.
dalam sebuah negara Indonesia merdeka. Karena alasan itu Agussalim dengan tegas
Dalam konteks historis ini dua kelompok menyatakan bahwa nasionalisme harus
yang saling bertentangan muncul dalam diletakkan dalam kerangka pengabdian kita
diskursus politik Indonesia: (1).golongan kepada Allah. Dan sejalan dengan itu menurut-
Islam; (2).golongan nasionalis.27 nya maka prinsip yang dinomorsatukan
adalah Islam. Senada dengan itu Ahmad
Pada fase pertama ini terlihat kontroversi Hasan (persis), mengkritik nasionalisme se-
ideologi, berada sekitar ideologi tentang bagi sesuatu yang berwatak chauvenistik
nasionalisme, apa dan bagaimana wujud (ashabiyah).29
(eksistensi) nasionalisme itu. Perumusan
bentuk nasionalisme terlihat dalam pemikiran Selanjutnya Soekarno menjelaskan dengan
H. Agussalim (SI) yang dijawab Soekarno menjawab tulisan Agussalim dengan menge-
(PNI). Agussalim menjelaskan: atas nama mukakan watak nasionalisme. Menurut
tanah air yang oleh beberapa bangsa Soekarno, nasionalisme itu tidak berwatak
disifatkan Dewi atau Ibu. Bangsa Prancis agresif, tetapi berwatak ketimuran, bukan
dengan gembira menurunkan Lodewijk XIV nasionalisme ke Baratan. Nasionalisme kita
penganiaya dan penghisap darah rakyat itu. adalah nasionalisme yang membuat kita men-
Atas nama tanah air kerajaan Prusian me- jadi perkakasnya Tuhan dan membuat kita
rubuhkan Otenrijk dari pada derajat ke- menjadi hidup dalam roh.30
muliaannya itu. Atas nama tanah air Bangsa
Prancis menuntut Napoleon. Atas nama tanah Fase kedua pada awal 40-an polemik diatas
air Pemerintah Jerman sebelum perang besar berkembang jauh melampaui masalah-
dan dalam masa perang itu menarik segala masalah nasionalisme. Polemik-polemik itu
anak laki-laki yang sehat dan kuat dari pada menyentuh masalah yang lebih penting
ibu bapanya untuk mengalahkan, menak- yakni; Hubungan politik antara Islam dan
lukkan dunia. Demikian kita lihat betapa ma- Negara. Dalam periode ini tidak berlebihan
nusia menghambakan dirinya kepada berhala jika dikatakan bahwa tidak ada tokoh yang
tanah air, yang mendekatkan kepada persa-
ingan, perebutan kekayaan, kemegahan dan 28
Soekarno, Dibawah Bendera Revolusi, jilid I,
(Jakarta: Panitia Penerbit Dibawah Bendera
Revolusi, 1969), hal. 110-111.
26 29
Deliar Noer, op.cit., hal. 339. Bachtiar Effendy, op.cit., hal. 71.
27 30
Bachtiar Effendy, op.cit., hal. 70. Soekarno, op.cit., hal., 112.

9
Jurnal POLITEIA|Vol.4|No.1|Januari 2012 ISSN: 0216-9290
Mhd. Syahminan Pemikiran dan Gerakan Politik Islam Indonesia

begitu sering terlibat dalam berbagai perdebatan maksud untuk merumuskan konsep-konsep
kecuali Soekarno dan Natsir.31 yang siap pakai mengenai hubungan antara
agama dan Negara. Keduanya hanya ingin
Pemikiran Soekarno yang kental dengan sifat memajukan preposisi-preposisi ideologis
sekuler tidak saja bersumber dari pemikiran politis masing-masing,33 yang muncul adalah
Barat yang memisahkan urusan agama dan kontroversi hingga dibadan bentukan Jepang,
politik. Negara-negara Barat yang maju Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
dengan sains dan teknologi secara tegas Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), itu me-
terlihat dilandasi dengan sekularisme dan rupakan ajang kontroversi ideologis hingga
merupakan alur sejarah yang bersifat linear, tahun 50-an. Dalam masa ini hingga peng-
teori sejarah yang dikemukakan Augus. hujung tahun 60-an merupakan kondisi yang
Comte dengan tiga fase perkembangan tidak stabil dari sudut politik dan ekonomi
sejarah, juga seiring dengan perkembangan Indonesia, gejolak sosial menggoyangkan
Islam kontemporer, ideologi politik Soekarno pemerintahan Soekarno atas beberapa sebab
dipengaruhi pemikiran Kemal Ataturk dari yang kontra produktif. Soekarno bertindak
Turki, Amir Ali dari India dan Ali Abdu al diluar batas-batas demokrasi, berobahnya
Raziq dari Mesir.32 sistem pemerintahan ke demokrasi terpim-
pin, dibubarkannya partai Masyumi dan pem-
Sedang M. Natsir melihat sebaliknya bahwa berontakan PKI (G30/S PKI tahun 1965 me-
urusan agama dan Negara merupakan kesatuan nyebabkan jatuhnya pemerintahan Soekarno
yang tidak terpisahkan, negara merupakan yang kelak kemudian munculnya pemerin-
media agama untuk dapat berjalannya hukum- tahan Soeharto yang menamakan dirinya
hukum Tuhan, disebabkan hukum-hukum Orde Baru dengan arah kebijakan moder-
Tuhan itu tidak dapat berjalan sendirinya, nisasi pembangunan dengan syarat stabilitas
melainkan negara menguasai hukum-hukum pemerintahan, melaksanakan Pancasila se-
itu. Adapun pemikiran politik M. Natsir cara konsekuen dan lain-lain dengan pola
diinspirasikan oleh pemikir-pemikir Islam pembangunan yang nantinya membangkit-
kontemporer seperti, Muhammad Abduh kan satu kelompok intlektual yang berbasis
dari Mesir, meski ia sendiri berpendidikan santri dan mengenyam pendidikan Barat
Barat, tetapi banyak bergaul dengan tokoh- modern.
tokoh Islam, seperti Agussalim, Hassan
Bandung, dan tokoh-tokoh Syarikat Islam Penutup
Muhammadiyah di tanah air.
Pemikiran politik Islam di Indonesia seiring
Polemik Soekarno dan Muhammad Natsir dengan perkembangan yang terjadi didunia
berkembang dalam fase kedua dan terlihat Islam, disebabkan beberapa faktor: Pertama:
menjurus kepada sifat mutlak-mutlakan, Islam Indonesia memiliki hubungan dengan
terbelah dari politik kelompok nasionalis dunia Islam yang secara esensial bersumber
Soekarno, tidak ada kompromi antara kedua dari ajaran Islam itu sendiri, yakni adanya
kelompok nasionalis itu yang mengindika- prinsip ukhuah Islamiyah, yang berpandangan
sikan betapa sulitnya meletakkan kerangka setiap umat Islam dimanapun berada me-
pikir yang dapat diterima semua pihak. rupakan saudara bagi umat Islam lainnya.
Polemik Soekarno-Natsir masih bersifat Secara politis komunikasi lokal dan inter-
eksploratif, sejak awal keduanya tidak ber- nasional, merupakan fundasi komunikasi
politik yang luar biasa dalam politik Islam,
31
yang secara esensial, melekat dalam ajaran
Bachtiar Effendy, op.cit., hal. 75. Islam itu sendiri; Kedua, Politik etis kolonial
32
Untuk melihat alur pemikiran politik Soekarno, ia
Belanda, dalam hal ini asosiasi budaya yang
banyak mendasarkan pemikirannya dari negeri-
negeri muslim dan mengambil tokoh-tokoh yang diterapkan di Indonesia dalam pendidikan
ideologi pemikirannya bercorak sekuler, ia mampu ternyata tidak memenuhi harapan kolonial.
mengadakan perbandingan secara netral dari tokoh- Alumni-alumni pendidikan Belanda berkola-
tokoh sebaliknya. Pembahasan Soekarno dalam hal borasi dengan alumni timur tengah dan
ini Lihat Soekarno, op.cit., hal. 369-402. Khusus
pandangan Soekarno tentang Turki, lihat halaman
33
403. Bachtiar Effendy, op.cit., hal. 81.

10
Jurnal POLITEIA|Vol.4|No.1|Januari 2012 ISSN: 0216-9290
Mhd. Syahminan Pemikiran dan Gerakan Politik Islam Indonesia

pesantren di tanah air, memerdekakan bangsa


dari penjajah manapun (Belanda ataupun
Jepang). Islam sebagai alat pemersatu, seka-
ligus identitas kaum pergerakan, yang mem-
bentuk pandangan politik yang cinta tanah
air, sehingga pada masa itu muncul suatu
slogan hubbul wathan minal Iman (cinta ta-
nah air adalah sebagian dari iman. Tidak he-
ran jika Masyumi menjadi motor politik yang
besar selepas kemerdekaan; Ketiga, Persete-
ruan politik pada pembentukan Indonesia
merdeka, diwarnai dengan argumentasi
idealis-filosofis tentang asas atau fondasi
negara yang akan didirikan.

Daftar Pustaka

Ali, Mukti. 1996. Alam Pikiran Islam Modern di


Indonesia dan Pakistan. Bandung: Mizan.
Bolan, B. J.. 1985. Pergumulan Islam di
Indonesia, 1945-1970. Jakarta: Grafiti Press.
Dewan Redaksi. 1999. Ensiklopedia Islam.
Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hove.
Effendy, Bachtiar. 1998. Islam dan Negara,
Transformasi Pemikiran dan Praktek Politik
Islam di Indonesia. Jakarta: Paramadina.
Esposito, John L.. 1994. Ancaman Islam Mitos
atau Realitas. Bandung: Mizan.
Murod al-Brebesy, Ma’mun . 1999. Menyingkap
Pemikiran Politik Gusdur dan Amin Rais
Tentang Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Noer, Deliar. 1982. Gerakan Modern Islam di
Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES.
Noll, John Obert. Tanpa tahun. Politik Islam:
Kelangsungan dan Perubahan di Dunia
Modern. Jakarta: Penerbit Ilahi Press.
Rahmena, Ali, ed.. 1996. Para Perintis Zaman
Baru Islam. Bandung: Mizan.
Sjadzali, Munawir. 1998. Islam dan Tata Negara,
Ajaran Sejarah dan Pemikiran. Jakarta: UI
Press.
Soekarno. 1969. Dibawah Bendera Revolusi. Jilid
I. Jakarta: Panitia Penerbit Dibawah Bendera
Revolusi.
Sumitro, Aqib. 1985. Politik Islam Hindia
Belanda. Jakarta: LP3ES.

11

Anda mungkin juga menyukai