Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TINGGI
Disusun oleh :
Dosen Pembina
Iman Mukhaimin, S.T., M.T.
PROGRAM SARJANA
MATA KULIAH KIMIA ANALISA
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2016
BAB I
DASAR TEORI
Pemisahan dengan HPLC dapat dilakukan dengan fase normal (jika fase diamnya lebih
polar dibanding dengan fase geraknya) atau fase terbalik (jika fase diamnya kurang non
polar dibanding dengan fase geraknya). Berdasarkan pada kedua pemisahan ini, sering
kali HPLC dikelompokkan menjadi HPLC fase normal dan HPLC fase terbalik.
Selain klasifikasi di atas, HPLC juga dapat dikelompokkan berdasarkan pada sifat fase
diam dan atau berdasarkan pada mekanisme sorpsi solut, dengan jenis-jenis HPLC sebagai
berikut
1. Kromatografi Adsorbsi
Prinsip kromatografi adsorpsi telah diketahui sebagaimana dalam kromatografi kolom dan
kromatografi lapis tipis. Pemisahan kromatografi adsorbsi biasanya menggunakan fase
normal dengan menggunakan fase diam silika gel dan alumina, meskipun demikian sekitar
90% kromatografi ini memakai silika sebagai fase diamnya. Pada silika dan alumina
terdapat gugus hidroksi yang akan berinteraksi dengan solut. Gugus silanol pada silika
mempunyai reaktifitas yang berbeda, karenanya solut dapat terikat secara kuat sehingga
dapat menyebabkan puncak yang berekor. [3]
Kebanyakan fase diam kromatografi ini adalah silika yang dimodifikasi secara kimiawi
atau fase terikat. Sejauh ini yang digunakan untuk memodifikasi silika adalah hidrokarbon-
hidrokarbon non-polar seperti dengan oktadesilsilana, oktasilana, atau dengan fenil. Fase
diam yang paling populer digunakan adalah oktadesilsilan (ODS atau C18) dan kebanyakan
pemisahannya adalah fase terbalik. Sebagai fase gerak adalah campuran metanol atau
asetonitril dengan air atau dengan larutan bufer. Untuk solut yang bersifat asam lemah atau
basa lemah, peranan pH sangat krusial karena kalau pH fase gerak tidak diatur maka solut
akan mengalami ionisasi atau protonasi. Terbentuknya spesies yang terionisasi ini
menyebabkan ikatannya dengan fase diam menjadi lebih lemah dibanding jika solut dalam
bentuk spesies yang tidak terionisasi karenanya spesies yang mengalami ionisasi akan
terelusi lebih cepat. [3]
KCKT penukar ion menggunakan fase diam yang dapat menukar kation atau anion
dengan suatu fase gerak. Ada banyak penukar ion yang beredar di pasaran, meskipun
demikian yang paling luas penggunaannya adalah polistiren resin.
Kebanyakan pemisahan kromatografi ion dilakukan dengan menggunakan media air karena
sifat ionisasinya. Dalam beberapa hal digunakan pelarut campuran misalnya air-alkohol dan
juga pelarut organik. Kromatografi penukar ion dengan fase gerak air, retensi puncak
dipengaruhi oleh kadar garam total atau kekuatan ionik serta oleh pH fase gerak. Kenaikan
kadar garam dalam fase gerak menurunkan retensi solut. Hal ini disebabkan oleh penurunan
kemampuan ion sampel bersaing dengan ion fase gerak untuk gugus penukar ion pada
resin.
Kromatografi pasangan ion juga dapat digunakan untuk pemisahan sampel-sampel ionik
dan mengatasi masalah-masalah yang melekat pada metode penukaran ion. Sampel ionik
ditutup dengan ion yang mempunyai muatan yang berlawanan. [4]
Kromatografi ini disebut juga dengan kromatografi permiasi gel dan dapat digunakan
untuk memisahkan atau menganalisis senyawa dengan berat molekul > 2000 dalton.
Fase diam yang digunakan dapat berupa silika atau polimer yang bersifat porus sehingga
solut dapat melewati porus (lewat diantara partikel), atau berdifusi lewat fase diam.
Molekul solut yang mempunyai BM yang jauh lebih besar, akan terelusi terlebih dahulu,
kemudian molekul-molekul yang ukuran medium, dan terakhir adalah molekul yang jauh
lebih kecil. Hal ini disebabkan solut dengan BM yang besar tidak melewati porus, akan
tetapi lewat diantara partikel fase diam. Dengan demikian, dalam pemisahan dengan
eksklusi ukuran ini tidak terjadi interaksi kimia antara solut dan fase diam seperti tipe
kromatografi yang lain.
6. Kromatografi Afinitas
Dalam kasus ini, pemisahan terjadi karena interaksi-interaksi biokimiawi yang sangat
spesifik. Fase diam mengandung gugus-gugus molekul yang hanya dapat menyerap sampel
jika ada kondisi-kondisi yang terkait dengan muatan dan sterik tertentu pada sampel yang
sesuai (sebagaimana dalam interaksi antara antigen dan antibodi).
Kromatografi jenis ini dapat digunakan untuk mengisolasi protein (enzim) dari campuran
yang sangat kompleks. [4]
Prinsip kerja HPLC adalah pemisahan komponen analit berdasarkan kepolarannya, artinya
komponen pada suatu analit (sampel) akan terpisah berdasarkan sifat kepolaran masing-
masing komponen dalam sampel, apakah kepolarannya lebih mirip dengan fasa diam, maka
dia akan tertinggal di fasa diam atau bergerak lebih lambat, ataukah kepolarannya lebih
mirip dengan fasa gerak sehingga dia akan bergerak terdistribusi lebih jauh dan lebih cepat.
Dengan bantuan pompa, fasa gerak cair dialirkan melalui kolom detektor. Cuplikan
(sampel) dimasukkan ke dalam aliran fasa gerak dengan cara penyuntikan. Di dalam kolom
terjadi pemisahan komponen-komponen campuran. Karena perbedaan kekuatan interaksi
antara solut-solut terhadap fasa diam. Solut-solut yang kurang kuat interaksinya dengan
fasa diam, maka komponen tersebut akan keluar lebih lama. Setiap campuran
komponennya) yang keluar kolom dideteksi oleh detektor kemudian direkam dalam bentuk
kromatogram. [5]
Mekanisme kromatografi cair kinerja tinggi pada dasarnya terdiri atas: wadah fase gerak,
pompa, alat untuk memasukkan sampel (tempat injeksi), kolom, detektor, wadah
penampung buangan fase gerak, dan suatu komputer atau integrator atau perekam.
Diagram skematik sistem kromatografi cair seperti ini :
.
1. Fase gerak
Fase gerak biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara
keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan
oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen
sampel. Untuk fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak), kemampuan elusi
meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase
diam kurang polar dari pada fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya
polaritas pelarut. Fase gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk
menghindari partikel-partikel kecil ini. Selain itu, adanya gas dalam fase gerak juga harus
dihilangkan, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa
dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis. Elusi dapat dilakukan dengan cara
isokratik (komposisi fase gerak tetap selama elusi) atau dengan cara bergradien (komposisi
fase gerak berubah-ubah selama elusi) yang analog dengan pemograman suhu pada
kromatografi gas. Elusi bergradien digunakan untuk meningkatkan resolusi campuran yang
kompleks terutama jika sampel mempunyai kisaran polaritas yang luas. [6]
Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik adalah
campuran larutan bufer dengan metanol atau campuran air dengan asetonitril.Untuk
pemisahan dengan fase normal, fase gerak yang paling sering digunakan adalah campuran
pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut yang terklorisasi atau menggunakan pelarut-
pelarut jenis alkohol.Pemisahan dengan fase normal ini kurang umum dibanding dengan
fase terbalik. [4]
2. Pompa
Pompa yang cocok digunakan untuk Kromatografi cair kinerja tinggi adalah pompa yang
mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni: pompa harus inert terhadap
fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, Teflon,
dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai
5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 mL/menit. Untuk
tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak dengan
kecepatan 20 mL/menit.
Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk menjamin
proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas
dari gangguan. Ada dua jenis pompa dalam Kromatografi cair kinerja tinggi yaitu: pompa
dengan tekanan konstan, dan pompa dengan aliran fase gerak yang konstan. Tipe pompa
dengan aliran fase gerak yang konstan sejauh ini lebih umum dibandingkan dengan tipe
pompa dengan tekanan konstan.[7]
Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang
mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari
tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop)
internal atau eksternal.
Ada dua jenis kolom pada Kromatografi cair kinerja tinggi yaitu kolom konvensional dan
kolom mikrobor. Kolom merupakan bagian Kromatografi cair kinerja tinggi yang mana
terdapat fase diam untuk berlangsungnya proses pemisahan solut/analit.
Kolom mikrobor mempunyai tiga keuntungan yang utama dibanding dengan kolom
konvensional, yakni:
1. Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih kecil dibanding dengan
kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih
lambat (10 -100 μl/menit).
2. Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal jika
digabung dengan spektrometer massa.
3. Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat, karenanya jenis
kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas misal sampel klinis.
Meskipun demikian, dalam prakteknya kolom mikrobor ini tidak setahan kolom
konvensional dan kurang bermanfaat untuk analisis rutin. [3]
Kebanyakan fase diam pada Kromatografi cair kinerja tinggi berupa silika yang
dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren
dan divinil benzen. Permukaan silika adalah polar dan sedikit asam karena adanya residu
gugus silanol (Si-OH). Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi dengan menggunakan
reagen-reagen seperti klorosilan. Reagen-reagen ini akan bereaksi dengan gugus silanol dan
menggantinya dengan gugus-gugus fungsional yang lain. Oktadesil silika (ODS atau C 18)
merupakan fase diam yang paling banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa-
senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi. Oktil atau rantai alkil yang
lebih pendek lagi lebih sesuai untuk solut yang polar. Silika-silika aminopropil dan
sianopropil (nitril) lebih cocok sebagai pengganti silika yang tidak dimodifikasi. Silika
yang tidak dimodifikasi akan memberikan waktu retensi yang bervariasi disebabkan karena
adanya kandungan air yang digunakan.
4.Injector Sample
Sampel-sampel cair dan larutan disuntikan secara langsung ke dalam fase gerak yang
mengalir dibawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari
tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop)
internal atau eksternal.
Salah satu jenis penyuntik untuk memasukan sampel ke dalam sistem (kolom)
kromatografi adalah penyuntik loop. Dalam prakteknya, loop tidak perlu diisi penuh, tapi
bila tidak diisi penuh akan mengakibatkan lebih jeleknya presisi hasil eksperimen dan
ketergantungan presisi tersebut kepada bagaimana operator menggunakan penyuntik. Perlu
diingat, bahwa penyuntik tidak boleh dicabut sebelum pegangan (handle) penyuntik diputar
dari posisi load “pengisap” ke posisi inject “suntik”. Karena sampel akan mengalir ke
saluran pembuangan. Hal yang terakhir ini tentunya tidak diinginkan, pegangan penyuntik
harus diputar cepat agar pemutusan aliran ke dalam diinginkan. Pegangan penyuntik harus
diputar cepat agar pemutusan aliran ke dalam kolom, antara posisi pengisian (load) dan
posisi penyuntikan (inject) berlangsung cepat.
Yang menjadi faktor ketidak tepatan pengukuran Kromatografi cair kinerja tinggi salah
satunya terletak pada keterulangan pemasukan cuplikan kedalam paking kolom.
Masalahnya kebanyakan memasukan cuplikan kedalam kolom dapat menyebabkan band
broadening. Oleh karena itu cuplikan yang dimasukkan harus sekecil beberapa puluh
mikroliter.
5. Detektor
Detektor pada Kromatografi cair kinerja tinggi dikelompokkan menjadi dua golongan
yaitu: detektor universal yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik,
dan tidak bersifat selektif seperti detektor indeks bias dan detektor spektrometri massa dan
golongan detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan
selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan elektrokimia.
Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel.
b. Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar
yang sangat kecil.
c. Stabil dalam pengopersiannya.
d. Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita.
e. Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang
luas (kisaran dinamis linier).
f. Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak.[4]
6. Derivatisasi
Derivatisasi melibatkan suatu reaksi kimia antara suatu analit dengan suatu reagen untuk
mengubah sifat fisika-kimia suatu analit. Tujuan utama penggunaan derivatisasi
pada HPLC adalah untuk:
1. Meningkatkan deteksi
2. Merubah struktur molekul atau polaritas analit sehingga akan menghasilkan puncak
kromatografi yang lebih baik
3. Merubah matriks sehingga diperoleh pemisahan yang lebih baik
4. Menstabilkan analit yang sensitif. [8]
Detektor yang paling banyak digunakan dalam HPLC adalah detektor UV-Vis sehingga
banyak metode yang dikembangkan untuk memasang atau menambahkan gugus kromofor
yang akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu. Di samping itu, juga
dikembangkan suatu metode untuk menghasilkan fluorofor (senyawa yang mampu
berfluoresensi) sehingga dapat dideteksi dengan fluorometri. [9]
Suatu reaksi derivatisasi harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut, yakni: produk
yang dihasilkan harus mampu menyerap baik sinar ultraviolet atau sinar tampak atau dapat
membentuk senyawa berfluoresen sehingga dapat dideteksi dengan spektrofluorometri;
proses derivatisasi harus cepat dan menghasilkan produk yang sebesar mungkin (100 %);
produk hasil derivatisasi harus stabil selama proses derivatisasi dan deteksi; serta sisa
pereaksi untuk derivatisasi harus tidak menganggu pemisahan kromatografi. [9]
Tabel 1 berbagai macam bahan penderivat telah tersedia antara lain
Gugus Reagen untuk dapat dideteksi dengan UV- Reagen untuk dapat dideteksi
fungsional Vis dengan Fluoresen
Asam-asam p-nitrobenzil-N,N’-diisopropilisourea 4-bromometil-7-asetoksikumarin;
kaboksilat; (PNBDI); 3,5-dinitrobenzil-N,N’- 4-bromometil-7-metoksikumarin;
asam-asam diisopropilisourea (DNBDI); p-
lemak;asam- bromofenasil bromida (PBPB)
asam fosfat
Alkohol 3,5-dinitrobenzil klorida (DNBC); 4-
dimetilaminiazobenzen-4-sulfinil (Dabsyl-
Cl); 1-naftilisosianat (NIC-1).
Aldehid; keton p-nitrobenziloksiamin hidroklorida Dansil hidrazin
(PNBA); 3,5-dinitrobenziloksiamin
hidroklorida (DNBA);
Amin primer Fluoresamin
o-ftalaldehid (OPA)
Amin primer 3,5-dinitrobenzil klorida (DNBC); N- 7-kloro-4-nitrobenzo-2-oksa-1,3-
o
(1 ) dan suksinimidil-p-nitrofenilasetat (SNPA); N- diazol (NBD-Cl); 7-fluoro-4-
sekunder (2o) suksinimidil-3,5-dinitrofenilasetat nitrobenzo-2-oksa-1,3-diazol
(SDNPA); 4-dimetilaminiazobenzen-4- (NBD-F); Dansil klorida
sulfinil (Dabsyl-Cl); 1-naftilisosianat
(NIC-1).
Asam-asam 4-dimetilaminiazobenzen-4-sulfinil Fluoresamin
amino (peptida) (Dabsil-Cl) o-ftalaldehid (OPA)
7-kloro-4-nitrobenzo-2-oksa-1,3-
diazol (NBD-Cl); 7-fluoro-4-
nitrobenzo-2-oksa-1,3-diazol
(NBD-F);
7. Pengolahan Data
Komponen yang terelusi mengalir ke detektor dan dicatat sebagai puncak-puncak yang
secara keseluruhan disebut sebagai kromatogram.
Rt
Area
H
W 1 / 2
H 1 / 2
Guna kromatogram :
1. Kualitatif
Waktu retensi selalu konstan dalam setiap kondisi kromatografi yang sama dapat
digunakan untuk indentifikasi.
2. Kuantitatif
Luas puncak proposional dengan jumlah sampel yang diinjeksikan dan dapat
digunakan untuk menghitung konsentrasi.
3. Kromatogram dapat digunakan untuk mengevaluasi efesiensi pemisahan dan kinerja
kolom.
BAB II
METODE KERJA ALAT
Mula-mula solven diambil melalui pompa. Solven kemudian masuk ke dalam katup
injeksi berputar, yang dipasang tepat pada sampel loop. Dengan pertolongan
mikrosiring, sampel dimasukkan ke dalam sampel loop yang kemudian bersama-sama
dengan solven masuk ke dalam kolom. Hasil pemisahan dideteksi oleh detektor, yang
penampakannya ditunjukkan oleh perekam (recorder). Tekanan solven diatur dengan
pengatur dan pengukur tekanan. Pompa memasok solven pada tekanan konstan hingga
tekanan + 4500 psi dengan laju alir rendah, yakni beberapa milliliter
permenit.Rekorder menghasilkan kromatogram zat-zat yang dipisahkan dari suatu
sampel. Dibawah ini merupakan contoh kromatogram hasil pemisahan dengan HPLC.
[1]
Tehnik pemisahan dalam kromatografi melibatkan dua fasa, yakni fasa diam yaitu padat
atau cairan yang terikat pada padatan pendukung, dan fasa gerak yang berupa gas dan cair.
Proses pemisahan dalam kromatografi di dasarkan pada perbedaan laju migrasi masing-
masing komponen dalam sistem kromatografi. Perbedaan laju migrasi dari masing-masing
komponen merupakan akibat dari perbedaan keseimbangan distribusi masing-masing
komponen diantara fasa gerak dan fasa diam. Metode kromatografi dibedakan dalam
beberapa macam, berdasar pada fasa gerak, fasa diam, mekanisme, dan teknik yang
digunakan dan salah satu diantaranya adalah Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(HPLC).Dalam kromatografi cair Kinerja tinggi ini fasa gerak yang digunakan berupa
cairan, sedangkan fasa diamnya berupa padatan (silica gel) yang ditempatkan pada kolom
tertutup (melekat secara kimia dalam kolom tersebut). Maksud dan tujuan analisis dengan
kromatografi yaitu didapatnya pemisahan yang baik demikian halnya dalam HPLC
diharapkan pemisahannya baik dan dalam waktu proses yang relative singkat. Untuk
mencapai Tujuan analisis ini, maka dipilih pelarut pengembang yang sesuai dengan
komponen yang dipisahkan, kolom yang digunakan juga harus diperhatikan, dan detektor
yang memadai.
Parameter baik atau tidaknya suatu kromatografi didasarkan pada lima faktor, yaitu waktu
retensi, faktor kapasitas, efisiensi kolom, resolusi, dan faktor ikutan.
a. Waktu retensi didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan untuk membawa keluar suatu
komponen dari dalam kolom kromatografi sehingga yang keluar dari kolom adalah tepat
konsentrasi maksimum.
b . Faktor kapasitas (k’) juga merupakan ukuran retensi suatu komponen dalam kolom.
Jika nilai k’ kecil, maka komponen tertahan sebentar dalam kolom. Dan jika nilai k’
yang lebih besar, maka pemisahan baik tetapi waktu yang dibutuhkan untuk analisis
lebih lama dan dan puncaknya melebar. Sehingga ditentukanlah nilai k’ optimum, yaitu
antara 1 sampai 10. Kolom dinyatakan baik jika cukup selektif artinya mampu menahan
berbagai komponen dengan kekuatan yang cukup berbeda. Agar terjadi pemisahan yang
baik maka nilai selektivitas (α) harus lebih besar daripada 1, dimana semakin besar nilai
α maka pemisahannya akan semakin baik. Nilai α dapat diubah-ubah dengan cara,
mengubah fasa gerak (misal: memperbesar polaritas); mengubah fasa diam; mengubah
temperature, karena pada umumnya kenaikan temperature akan memperkecil waktu
retensi; dan mengubah bentuk komponen.
c. Efisiensi kolom merupakan kemampuan kolom mengeluarkan hasil yang diinginkan
dengan hasil yang memuaskan dan dalam waktu yang singkat.
d. Keterpisahan antara dua puncak kromatogram dinyatakan dengan resolusi ‘R’ (ukuran
besar kecilnya pemisahan). Jika nilai R ≥ 1,5 maka senyawa terpisah dengan baik.
e. Sedangkan faktor terikutan (Tf) merupakan ukuran kesimetrisan suatu puncak. Dengan
catatan nilai Tf < 2,0.
Perkembangan HPLC berkembang dari asas proses pemisahan adsorpsi dan partisi ke arah
yang lebih luas, yaitu proses pemisahan yang berasaskan afinitas. Filtrasi gel dan ion yang
berpasangan., akan tetapi proses pemisahannya tetap dilaksanakan di dalam kolom disertai
pemakaian pelarut pengembang dengan tekanan tinggi . [10]
Teknik HPLC merupakan satu teknik kromatografi cair–cair yang dapat digunakan baik
untuk keperluan pemisahan maupun analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif dengan teknik
HPLC didasarkan kepada pengukuran luas atau area puncak analit dalam kromatogram,
dibandingkan dengan luas atau area larutan standar. Kegunaan umum HPLC adalah untuk
pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis; analisis
ketidakmurnian (impurities); analisis senyawa-senyawa mudah menguap (volatile);
penentuan molekul-molekul netral, ionic, maupun zwitter ion; isolasi dan pemurnian
senyawa; pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hampir sama; pemisahan
senyawa- senyawa dengan jumlah sekelumit (trace elements), dalam jumlah yang banyak,
dan dalam skala proses industry.
2.2 Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
1. Metode kuantitatif
Metode kuantitatif hasil pengembangan dapat kita bagi dalam lima langkah. Masing-
masing langkah bergantung pada langkah yang mendahuluinya, dan kualitas metode
ditentukan oleh langkah yang paling lemah. Kelima langkah tersebut ialah sebagai
berikut :
1. Pencuplikan;
2. Pemisahan kromatografi;
3. Pengukuran fisika;
4. Pengubahan sinyal menjadi susunan;
5. Analisis statiska.
Sekarang kita akan membahas kelima langkah dia atas :
1. Pencuplikan
Penculikan dapat betul-betul menjadi masalah jika kita menangani zat padat tak
homogen, seperti tanah, partikel kecil-kecil, dan butiran makanan. Cuplikan sangat
sering direaksikan untuk membuat turunannya. Ini dilakukan untuk memperbesar
kepekaan atau memperbaiki perilaku kromatografi. Dalam hal itu, reaksi harus
kuantitatif dan tidak boleh menimbulkan gangguan.
2. Pemisahan kromatografi
Proses pemisahan dapat mengakibatkan banyak galat. Pembusukan dan atau
penguraian cuplikan dapat terjadi selam pemisahan. Pada kromatografi ekslusi-
kekurangan, polimer dapat bergeser dengan kecepatan aliran yang tinggi. Bahan
yang mudah bereaksi, misalnya hidroperoksida, dapat mengalami tata ulang katalis
oleh titik-titik asam pada permukaan silika gel. Menyuntikan pelarut cuplikan
merupakan keharusan pula karena pelarut dapat mengandung sesepora cemara yang
dapat menimbulkan puncak. Pelarut yang dipilih harus memenuhi persyaratan
berikut:
a. Sangat murni sehingga puncak palsu tidak timbul;
b. Dapat bercampur dengan pelarut pengelusi;
c. Lebih baik jika tanggapnnya terhadap detektor kecil.
3. Pengukuran fisika
Pendeteksian dan pemerkuat merupakan langkah penting dalam proses
pengkuantitatifan. Karena tidak mengenal elektronika, kimiawan sering kali
melukapkan spesifikasi yang penting, seperti waktu tanggap, pita mati, kelinieran,
kepekaan, dan kespesifikan. Laju alir kolom, elektronika detektor, dan fluktasi suhu
mempengaruhi ketelitian dan ketepatan. Pada umumnya, analisis tidak dapat berbuat
apa-apa untuk memperbaiki perilaku detektor. Akan tetapi, ada beberapa parameter
yang dapat dikendalikan, yaitu:
a. Pastikan bahwa detektor dijalankan dalam rentang liniernya;
b. Pastikan bahwa keserapan (absorbans) latar belakang pelarut rendah;
c. Lindungi kolom dan detektor dan aliran udara yang dapat mempengaruhi detektor
yang peka terhadap suhu;
d. Sel aliran harus bersih (jika pelarut sering dibersihkan).
Mengukur luas puncak, timggi puncak diukur sebagai jarak dari garis alas ke
maksimum puncak terlihat dalam gambar berikut;
5. Analisi statistika
Pada tahap ini kita harus mendefinisikan beberapa istilah kerja dasar.
a. Ketelitian
Ketelitian pengukuran menyatakan perbedaan antara harga yang diamati dan
harga sebenarnya. Ketelitian hanya dapat dinyatakan jika harga yang sebenarnya
diketahui. Suatu metode dikatakan mempunyai ketelitian rendah jika harga yang
diamati (diukur) jauh berbeda dengan harga sebenarnya. Galat atau % galat
dipakai untuk menyatakan ketelitian.
b. Ketepatan
Ketepatan serangkaian pengukuran jumlah (kuantitas) tertentu menyatakan
perbedaan antara masing-masing pengukuran itu sendiri; jika hasil sangat
berdekatan, pengukuran tersebut ketepatannya tinggi.
c. Keterulangan
Keterulangan ialah ketepatan sejumlah operator yang melakukan analisis yang
sama dengan memakai alat yang berbeda. Keterulangan adalah ketepatan antar
laboratorium. Metode yang terulang sudah pasti terulangkan secara perorangan,
tetapi hal yang sebaliknya tidak selalu benar.
2.Analisis Kualitatif
HPLC adalah alat yang sangat bermanfaat dalam analisis. Prinsip dasar dari HPLC adalah
memisahkan setiap komponen dalam sample untuk selanjutnya diidentifikasi (kualitatif)
dan dihitung berapa konsentrasi dari masing-masing komponen tersebut
(kuantitatif).Sebetulnya hanya ada dua hal utama yang menjadi krusial point dalam metode
HPLC. Yang pertama adalah proses separasi/pemisahan dan yang kedua adalah proses
identifikasi. Dua hal ini menjadi faktor yang sangat penting dalam keberhasilan proses
analisa.
Aplikasi analisis HPLC adalah untuk penentuan kualitatif dan penentuan kuantitatif.
a. Penentuan Kualitatif
HPLC digunakan untuk analisa kualitatif didasarkan pada waktu retensi untuk
identifikasi. Identifikasi dapat diandalkan apabila waktu retensi sampel dibandingkan
dengan larutan standar.
b. Penentuan Kuantitatif
Beberapa hal yang harus diperhatikan agar HPLC dapat dipergunakan untuk penentuan
secara kuantitatif adalah:
Kesulitan biasanya dihadapi ketika akan mengidentifikasi suatu kromatogram yang terdiri
atas banyak peak. Untuk mengetahui peak mana yang merupakan milik analat (zat target
analisa) kromatogram dibandingkan dengan kromatogram standard. Cara yang paling
umum untuk mengidentifikasi adalah dengan melihat Retention time (RT). Peak yang
mempunyai RT yang sama dengan standard umumnya akan langsung di vonis sebagai peak
milik analat. Memang senyawa/zat yang sama akan mempunyai RT yang juga sama,
dengan catatan sample dan standard dijalankan dengan kondisi dan sistem HPLC yang
sama. Namun bukan berarti RT yang sama pasti merupakan zat/senyawa yang sama.
Disinilah para analis biasanya terkecoh. Jadi, melihat RT sebetulnya belumlah cukup untuk
mengidentifikasi suatu zat. Hal lain yang perlu dilihat adalah spektrum 3D dari signal
kromatogram. Zat yang sama akan mempunyai spektrum 3D yang juga sama. Sehingga jika
spektrum 3D antara dua zat berbeda, maka kedua zat tersebut juga dipastikan adalah zat
yang berlainan, meskipun memiliki RT yang sama.
Area yang berada dibawah puncak sebanding dengan jumlah X yang melalui detektor, dan
area ini dapat dihitung secara otomatis melalui layar komputer. Area dihitung sebagai
bagian yang
berwarna hijau dalam gambar (sangat sederhana). Jika larutan X kurang pekat, area
dibawah puncak akan berkurang meskipun waktu retensi akan sama. Misalnya,
Dalam gambar, area di bawah puncak Y lebih kecil dibanding dengan area dibawah puncak
X. Ini mungkin disebabkan oleh karena Y lebih sedikit dari X, tetapi dapat sama karena Y
mengabsorbsi sinar UV pada panjang gelombang lebih sedikit dibanding dengan X. Ini
mungkin ada jumlah besar Y yang tampak, tetapi jika diserap lemah, ini akan hanya
memberikan puncak yang kecil.
3. Contoh Analisa
Analisis Diazepam dalam darah
Diazepam (Valium) merupakan Senyawa golongan psikotropika. Senyawa ini berbentuk
kristal agak kekuningan yang tidak larut dalam air, rumus kimia C23H27N. Diazepam
termasuk obat antiansietas, antikonvulsan, dan sedatif. Mempunyai Indikasi untuk status
epileptikus, ansietas atau insomnia, konvulsi akibat keracunan, kejang demam, dan sebagai
obat penenang. Prinsip cara uji diazepam ini adalah dengan mengekstraksi menggunakan
pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Kemudian sampel yang sudah melalui proses
preparasi selanjutnya diinjeksikan ke sistem HPLC.
BAB IV
CONTOH PENELITIAN
4.1 Penelitian 1
Judul : Penentuan Kadar Glukosa dan Fruktosa Pada Madu Randu dan Madu Kelengkeng
Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Oleh : K. Ratnayani, N. M. A. Dwi Adhi S., dan I G. A. M. A. S. Gitadewi
Dari : Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran
ABSTRAK
Kadar gula penyusun madu menurut SII selama ini ditentukan berdasarkan total gula pereduksi
sehingga belum bisa diketahui kadar masing-masing gula penyusun madu tersebut. Madu mengandung
berbagai jenis gula pereduksi yaitu glukosa, fruktosa, dan maltosa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kadar glukosa dan fruktosa dengam metode KCKT terhadap dua jenis madu dari jenis bunga yang berbeda.
Kondisi operasional KCKT diatur pada suhu kolom 80ºC dan laju alir 1 mL/menit, menggunakan
kolom metacarb 87C dan eluen air deionisasi. Deteksi dilakukan dengan menggunakan detektor indeks bias,
dimana glukosa dan fruktosa dipisahkan pada waktu retensi masing-masing sekitar 6 dan 7 menit. Prosedur
tersebut digunakan untuk penentuan kadar glukosa dan fruktosa pada sampel madu yaitu madu randu dan
madu kelengkeng.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar glukosa pada madu randu adalah sebesar 27,13 % dan
pada madu kelengkeng sebesar 28,09 %. Kadar fruktosa pada madu randu sebesar 40,99 % dan pada madu
kelengkeng sebesar 40,03 %. Hal ini menunjukkan bahwa masing- masing sampel yang diteliti memiliki
kadar glukosa dan fruktosa yang sesuai dengan syarat mutu madu nasional dimana kandungan gula pereduksi
(glukosa dan frukosa) total adalah minimal 60%. Kadar gula pereduksi total pada madu randu adalah sebesar
68,12 % sedangkan pada madu kelengkeng sebesar 68,12 %.
Honey is composed of reducing sugars i.e. glucose, fructose, and maltose. The concentration of sugar
honey is determined as total reducing sugars, so the concentration of each sugar which compose the honey is
not known. The research aims to determine the concentrations of glucose and fructose of honey from different
cotton tree honey and longan honey HPLC using.
The HPLC operational condition was as follows 80oC of column temperature and 1 mL/minutes of
flow rate, using metacarb 87C column and deionized watr as eluent. The detection was carried out by using
refractive index detector, where glucose and fructose can be separated at retention times of 6 and 7 minutes.
The result of research showed that the concentration of glucose in cotton tree honey was 27.13 %
and in longan honey was 28.09 %. the concentration of fructose in cotton tree honey was 40.99 % and in
longan honey was 40.03 %. Thees results showed that the quality standard on the total concentration of
reducing sugar ( 60 %) was met by both types of honey. The total concentration of reducing sugar of cotton
tree honey was 68.12 % and of longan honey was 68.12 %.
Keywords : glucose, fructose, maltose, HPLC, honey
PENDAHULUAN
Sejak ribuan tahun yang lalu sampai sekarang ini, madu telah dikenal sebagai salah
satu bahan makanan atau minuman alami yang mempunyai peranan penting dalam
kehidupan dan kesehatan. Madu merupakan produk alam yang dihasilkan oleh lebah untuk
dikonsumsi, karena mengandung bahan gizi yang sangat essensial. Madu bukan hanya
merupakan bahan pemanis, atau penyedap makanan, tetapi sering pula digunakan untuk
obat-obatan. Madu dapat digunakan untuk menghilangkan rasa lelah dan letih, dan dapat
pula digunakan untuk menghaluskan kulit, serta pertumbuhan rambut (Purbaya, 2002;
Murtidjo, 1991).
Madu dihasilkan oleh lebah madu dengan memanfaatkan bunga tanaman. Madu
memiliki warna, aroma dan rasa yang berbeda-beda, tergantung pada jenis tanaman yang
banyak tumbuh di sekitar peternakan lebah madu. Sebagai contoh madu mangga (rasa yang
agak asam), madu bunga timun (rasanya sangat manis), madu kapuk/randu (rasanya manis,
lebih legit dan agak gurih), madu lengkeng (rasa manis, lebih legit dan aromanya lebih
tajam). Selain itu dikenal pula madu buah rambutan, madu kaliandra dan madu karet
(Sarwono, 2001; Suranto, 2004).
Madu yang baik harus dapat memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Standar
Industri Indonesia (SII) tahun 1977 dan 1985. Kadar yang sesuai dengan standar SII hanya
mungkin terdapat pada madu murni, yaitu madu yang belum diberi campuran dengan
bahan-bahan lain. Di pasaran dalam negeri, jaminan akan keaslian dan mutu madu masih
belum ada, oleh karenanya kecurigaan akan kepalsuan madu selalu ada (Suranto, 2004;
Sujatmaka, 1988).
Standar mutu madu salah satunya didasarkan pada kandungan gula pereduksi
(glukosa dan fruktosa) total yaitu minimal 60 %. Sedangkan, jenis gula pereduksi yang
terdapat pada madu tidak hanya glukosa dan fruktosa, tetapi juga terdapat maltosa dan
dekstrin. Sementara itu proses produksi madu oleh lebah itu sendiri merupakan proses yang
kompleks, sehingga kemungkinan besar terjadi perbedaan kadar dan komposisi gula
pereduksi di antara berbagai jenis madu yang beredar di masyarakat.
Komposisi gula pereduksi tiap-tiap madu kemungkinan dapat mempengaruhi khasiat madu
terutama dalam proses pengobatan (Purbaya, 2002; Jarvis, 1995).
Glukosa yang terdapat di dalam madu berguna untuk memperlancar kerja jantung
dan dapat meringankan gangguan penyakit hati (lever). Glukosa dapat diubah menjadi
glikogen yang sangat berguna untuk membantu kerja hati dalam menyaring racun-racun
dari zat yang sering merugikan tubuh. Selain itu, glukosa merupakan sumber energi untuk
seluruh sistem jaringan otot. Sedangkan, fruktosa disimpan sebagai cadangan dalam hati
untuk digunakan bila tubuh membutuhkan dan juga untuk mengurangi kerusakan hati
(Purbaya, 2002; Sarwono, 2001) . Fruktosa dapat dikonsumsi oleh para penderita diabetes
karena transportasi fruktosa ke sel-sel tubuh tidak membutuhkan insulin, sehingga tidak
mempengaruhi keluarnya insulin. Di samping itu, kelebihan fruktosa adalah memiliki
kemanisan 2,5 kali dari glukosa (Winarno, 1982; Lehninger, 1990).
Penentuan gula pereduksi selama ini dilakukan dengan metode pengukuran
konvensional seperti metode osmometri, polarimetri, dan refraktometri maupun
berdasarkan reaksi gugus fungsional dari senyawa sakarida tersebut (seperti metode Luff-
Schorl, Seliwanoff, Nelson-Somogyi dan lain-lain). Hasil analisisnya adalah kadar gula
pereduksi total dan tidak dapat menentukan gula pereduksi secara individual. Untuk
menganalisis kadar masing-masing dari gula pereduksi penyusun madu dapat dilakukan
dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Metode ini
mempunyai beberapa keuntungan antara lain dapat digunakan pada senyawa dengan bobot
molekul besar dan dapat dipakai untuk senyawa yang tidak tahan panas (Gritter, et al.,
1991; Dira Swantara,
1995).
Penentuan kadar glukosa dan fruktosa dengan kromatografi ini juga harus
mempertimbangkan berbagai hal antara lain pemilihan detektor, kolom, pemilihan eluen,
laju alir eluen serta suhu kolom. Ini disebabkan karena hal-hal tersebut dapat
mempengaruhi resolusi dari tiap-tiap komponen. Bila dua puncak kromatogram dari dua
komponen terpisah sempurna maka dikatakan resolusi dua komponen tersebut sempurna.
Pemisahan masing-masing komponen dengan menggunakan alat KCKT harus dilakukan
pada kondisi optimum. Pemisahan yang baik adalah bila kromatogram masing-masing
komponen tidak saling tumpang tindih (Adnan, 1997; Noller, 1990).
Penelitian yang dilakukan oleh Dira Swantara (1995) menyatakan bahwa pemisahan
dan analisis senyawa mono- dan disakarida pada madu dan bahan sejenis lainnya dapat
dilakukan dengan menggunakan teknik KCKT. Kolom yang digunakan adalah µBondapak-
NH 2 dan eluen campuran asetonitril:air (75 : 25) yang mengandung 1,0 x 10 -5 M
etanolamin. Laju alir ditentukan pada 0,6 mL/menit menggunakan detektor UV pada
panjang gelombang 195 nm. Namun dalam penelitian tersebut tidak dilihat pengaruh suhu
kolom terhadap pemisahan masing-masing komponen madu.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dipandang perlu dilakukan penelitian
untuk menentukan kadar glukosa dan fruktosa dalam madu dari jenis bunga yang berbeda
dengan metode KCKT. Sehingga kadar glukosa dan fruktosa dari kedua jenis madu tersebut
dapat dibandingkan. Penentuan kadar dilakukan dengan mengatur laju alir eluen dan suhu
kolom dengan menggunakan eluen air deionisasi, kolom Metacarb 87C dan dideteksi
dengan menggunakan detektor indeks bias. Kadar glukosa dan fruktosa yang diukur adalah
kadar dari dua jenis madu yang telah memenuhi ketentuan SII (kadar gula pereduksi
minimal 60 %) yaitu madu kelengkeng dan madu randu. Madu-madu tersebut berasal dari
satu merk tertentu yang beredar di masyarakat.
MATERI DAN METODE
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : air deionisasi,
larutan standar glukosa 5 % dan larutan standar fruktosa 5 %. Sampel penelitian adalah
madu randu dan madu kelengkeng yang telah memenuhi standar SII dari merk yang sama.
Tiap jenis madu digunakan dua buah sampel dan tiap sampel dilakukan pengukuran
sebanyak dua kali.
Peralatan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Seperangkat alat KCKT
(buatan ICI Instruments) yang dilengkapi dengan detektor indeks bias (Shodex RI SE-61)
serta integrator merek Shimadzu CR6A Chromatopac; labu ukur 20 mL, 25 mL, 50 mL,
pipet volume 1,0 mL, 2,5 mL, 5 mL, 10 mL, 25 mL, 2,5 mL, alat sentrifugasi, kertas saring
0,45 µm.
Cara Kerja
a = y b. x n
b 2
= n xy x. y n x ( x)
2
x
dimana : = konsentrasi rata-rata larutan standar terukur
µ = konsentrasi larutan standar (konsentrasi sebenarnya)
b. Ketelitian
Prosedurnya sama dengan prosedur ketepatan, kemudian data yang didapat dihitung
simpangan bakunya (SB) dan % koefisien variansi (KV) dengan rumus :
(x i
- x )²
SB
n-1
S
Kv xB x 100 %
c. Batas Deteksi
Batas deteksi merupakan kadar analit yang memberikan kadar analit yang memberi
signal sebesar signal blanko ditambah 3 kali simpang blanko.
y = yB + 3 sB
dimana : yB = signal blanko
sB = simpang baku blanko
Dari persamaan regresi yang telah dibuat, dapat dihitung batas deteksi untuk alat dengan
mengasumsikan :
yB =
a
sB = Sy/x
YiY
2 12
dimana : Sy/x =
n2
Uji Statistik
Untuk menguji ada tidaknya variasi yang nyata pada kadar glukosa dan fruktosa
dari tiap sampel madu, maka akan dilakukan uji statistik BNT terhadap data hasil analisis
(kadar glukosa dan fruktosa) . Uji stastistik dilakukan dengan menggunakan metode uji F.
Tabel 1. Hubungan antara laju alir dan waktu retensi dari masing-masing komponen
Laju Alir
Komponen Konsentrasi (%) (mL/menit) WR (menit)
GLUKOSA 5 1 6,025
FRUKTOSA 5 1 7,822
Tabel 1 menunjukkan bahwa glukosa muncul sebagai puncak pada waktu retensi
yang lebih cepat daripada fruktosa. Hal ini disebabkan karena adanya interaksi yang lebih
kuat antara fruktosa (yang mengandung gugus keton) dengan fase diam daripada interaksi
antara glukosa (yang mengandung gugus aldehid) dengan fase diam. Semakin mirip sifat
kepolaran antara senyawa yang dipisahkan dengan fase diam, maka interaksinya akan
semakin kuat, sehingga waktu retensi dari senyawa tersebut akan semakin lama.
Penentuan Kondisi KCKT untuk Pemisahan Glukosa dan Fruktosa
Kondisi analisis untuk penentuan kandungan glukosa dan fruktosa pada sampel
madu adalah pada kondisi pemisahan yang terbaik. Kondisi tersebut tercapai jika hasil
kromatogram masing-masing komponen tidak tumpang tindih satu dengan yang lain.
Kromatogram yang tidak tumpang tindih tersebut salah satunya dapat dicapai dengan
mengatur suhu kolom dan laju alir dari eluen.
Tabel 2. Hubungan antara laju alir, suhu dan waktu retensi dari campuran senyawa
standar(glukosa dan fruktosa)
Tabel 2 menunjukkan bahwa jika laju alir dipercepat atau suhu kolom ditingkatkan,
maka komponen akan keluar sebagai puncak pada waktu retensi yang lebih pendek.
Sedangkan jika laju alir diperlambat atau suhu kolom diturunkan, maka komponen akan
keluar sebagai puncak pada waktu retensi yang lebih lama.
Penelitian ini dilakukan pada laju alir 1 mL/menit dengan suhu kolom 80°C karena
pada saat tersebut diperoleh pemisahan yang baik. Kedua komponen (glukosa dan fruktosa)
dapat terpisahkan satu dengan yang lain sampai garis alas. Pada kondisi ini glukosa dan
fruktosa muncul pada waktu retensi yang relatif cepat daripada kondisi-kondisi lainnya
sehingga memerlukan eluen yang tidak terlalu banyak sehingga lebih efisien. Selain itu,
pada kondisi tersebut diperoleh resolusi yang terbaik.
Resolusi diartikan untuk menjelaskan bagaimana dua buah pita / puncak dapat
terpisah satu sama lain. Bila dua puncak kromatogram dari dua senyawa terpisah sempurna
maka dikatakan dua senyawa tersebut terpisah secara sempurna atau resolusi dua senyawa
tersebut sempurna. Resolusi antara dua puncak merupakan fungsi dari tiga faktor yaitu :
retensi, selektifitas, dan efisiensi kolom. Retensi dan selektifitas merupakan fungsi sifat
kimia fasa gerak dan fasa diam. Retensi dapat dinyatakan melalui beberapa cara yakni
waktu retensi absolut, waktu retensi terkoreksi atau faktor kapasitas. Selektifitas merupakan
ukuran kemempuan fasa diam untuk membedakan dua senyawa. Efisiensi kolom
merupakan ukuran seberapa luas pita-pita komponen menyebar dalam perjalanannya
sepanjang kolom. Suatu kolom yang lebih efisien akan menghasilkan puncak yang lebih
sempit dari kolom yang kurang efisien, untuk waktu retensi yang sama.
Penelitian yang dikerjakan oleh Dira Swantara (1995) menyatakan bahwa
pemisahan dan analisis senyawa mono- dan disakarida pada madu dan bahan sejenisnya
dapat dilakukan dengan teknik KCKT. Dalam penelitian tersebut, sampel madu diambil
secara acak tanpa melihat jenis bunganya. Pada penelitian yang dilakukan, sampel madu
adalah madu yang diambil dari jenis bunga yang berbeda yaitu randu dan kelengkeng.
Kolom yang digunakan dalam penelitian ini adalah kolom Metacarb 87oC dengan
eluen air deionisasi. Kolom tersebut dipilih karena menggunakan eluen air deionisasi yang
relatif murah dan tidak beracun. Penelitian sebelumnya menggunakan kolom µBondapak-
NH2 dan eluen campuran asetonitril:air (75 : 25) yang mengandung 1,0 x 10 -5 M
etanolamin. Eluen yang digunakan pada penelitian tersebut relatif mahal. Selain itu dalam
penelitian ini juga dilihat pengaruh suhu kolom dan laju alir, sedangkan dalam penelitian
sebelumnya hanya dilihat pengaruh laju alir terhadap pemisahan masing-masing komponen.
Evaluasi Kuantitatif
Pembuatan Kurva Standar
Kurva standar untuk glukosa dan fruktosa disiapkan dengan pengukuran luas
areakromatogram dari masing-masing senyawa standar yang diperoleh dengan
menyuntikkan larutan standar campuran pada sistem kromatografi yang bekerja pada
kondisi pemisahan terbaik. Sistem kromatografi tersebut adalah sebagai berikut :
Dari persamaan regresi linier diatas, maka dapat dibuat kurva standar glukosa dan
fruktosa yang disajikan pada Gambar 1. dan Gambar 2.
1200000
1000000
800000
Luas Area
600000
400000
200000
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Konsentrasi (%)
1000000
800000
Luas Area
600000
400000
200000
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Konsentrasi (%)
Batas Deteksi
Batas deteksi didefinisikan sebagai kadar analit terendah yang dapat menghasilkan
signal sebesar signal blanko ditambah tiga kali simpang bakunya.
Pengukuran batas deteksi dengan menggunakan detektor indeks bias untuk glukosa
dan fruktosa masing-masing sebesar 0,104 % dan 0,136 %. Ini berarti bahwa kadar glukosa
terendah yang dapat dideteksi oleh alat KCKT yang digunakan adalah sebesar 0,104 %.
Sedangkan untuk fruktosa, kadar terendah yang dapat dideteksi oleh alat KCKT adalah
0,136 %.
Sampel Kadar ( % )
Madu Glukosa Fruktosa
Keterangan :
R1 = Madu randu (sampel 1) R2 = Madu randu (sampel 2)
K1 = Madu kelengkeng ( sampel 1) K2 = Madu kelengkeng (sampel 2)
Hasil pada Tabel 5 terlihat bahwa pada semua sampel madu, kadar fruktosa lebih
tinggi daripada glukosa. Jika dilihat dari nilai rata-rata kadar glukosa, maka kadar glukosa
pada madu kelengkeng lebih tinggi daripada madu randu. Sedangkan nilai rata-rata kadar
fruktosa pada madu randu lebih tinggi daripada kadar fruktosa pada madu kelengkeng. Ini
berarti bahwa madu randu memiliki rasa yang lebih manis daripada madu kelengkeng
karena fruktosa memiliki kemanisan 2,5 kali dari glukosa.
Pada ketentuan SII ditetapkan bahwa kadar gula pereduksi (glukosa dan fruktosa)
total minimal 60 %. Tabel 5 menunjukkan bahwa sampel madu yang dianalisis telah
memenuhi ketentuan SII, dimana kadar gula pereduksi total pada madu randu sebesar 68,12
% dan pada madu kelengkeng sebesar 68,12 %. Pada madu palsu, madu tersebut tidak
memenuhi ketentuan SII, seperti kadar air yang cukup tinggi, kadar sukrosa yang melebihi
ketentuan atau total gula pereduksi yang kurang dari 60 %. Hal ini disebabkan karena pada
madu palsu sering dilakukan pengenceran atau ditambah dengan komponen lain seperti
pemanis buatan, gula pasir, dan pewarna makanan. Pada beberapa kasus madu palsu, kadar
total gula pereduksi (glukosa dan fruktosa) masih dapat memenuhi ketentuan SII. Ini
disebabkan karena jika proses penyimpanan madu cukup lama, maka sukrosa yang terdapat
pada madu akan mengalami peruraian membentuk glukosa dan fruktosa.
Penelitian yang dilakukan oleh Dira Swantara (1995) menunjukkan bahwa kadar
total glukosa dan fruktosa pada madu diperoleh sekitar 79 %, dimana kadar fruktosa lebih
besar daripada kadar glukosa. Penelitian tersebut juga melihat kadar sukrosa dari masing-
masing sampel. Namun, kadar sukrosa jauh lebih rendah daripada glukosa dan fruktosa.
Pada beberapa madu yang diduga palsu, ternyata kadar sukrosa lebih tinggi daripada kadar
glukosa dan fruktosa.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Pemisahan dan analisis kadar glukosa dan fruktosa pada madu randu dan madu
kelengkeng dapat dilakukan menggunakan teknik KCKT. Kolom yang digunakan
adalah kolom metacarb 87C dengan eluen air deionisasi. Kondisi operasional yang
terbaik diperoleh pada suhu kolom 80ºC dan laju alir 1 mL/menit dengan menggunakan
detektor indeks bias.
2. Kadar glukosa pada madu randu adalah sebesar 27,31 % dan pada madu kelengkeng
sebesar 28,09 %. Sedangkan kadar fruktosa pada madu randu sebesar 40,99 % dan pada
madu kelengkeng sebesar 40,03 %.
3. Kadar glukosa dan fruktosa dari tiap-tiap sampel madu telah memenuhi syarat mutu
madu nasional (SII) dimana kadar gula pereduksi total pada madu randu sebesar 68,12
% dan pada madu kelengkeng sebesar 68,12 %.
Saran
Sesuai hasil penelitian, dapat dikemukakan saran sebagai berikut :
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kandungan senyawa sakarida lain selain
glukosa dan fruktosa dalam madu seperti sukrosa, maltosa,dan laktosa.
2. Perlu dilakukan penelitian mengenai syarat mutu madu selain glukosa dan fruktosa
untuk menentukan kualitas madu seperti enzim, dan kadar dekstrin.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, M., 1997, Teknik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan, Edisi Pertama,
Andi, Yogyakarta
Day, R. A. dan A. L. Underwood, 1993,
Quantitative Analysis , Sixth Edition, Prantice-Hall of India Private Limited, New
Delhi
Dira Swantara, I M., 1995, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Beberapa Senyawa Mono-
dan Disakarida Serta Penerapannya Untuk Analis Madu dan Bahan Jenis Lainnya,
Tesis, Universitas Padjadjaran, Bandung
Gritter, R. J., Bobbit, J. M., Schwarting, A. E., 1991, Pengantar Kromatografi, Edisi Kedua,
a.b. Kosasih Padmawinata, ITB, Bandung
Jarvis M. D. D. C., 1995, Pengobatan Tradisional Dengan Madu dan Apel / Folk Medicine,
Pionir Jaya, Bandung
Lehninger, A. L., 1990, Dasar-dasar Biokimia, Jilid I, a.b. M. T. Awidjaja, Erlangga,
Jakarta
Murtidjo, B. A. , 1991, Memelihara Lebah Madu, Kanisius, Yogyakarta
Nollet, L. M. L., Ed, 1990, Food Analysis by HPLC, Industriele Huges School Van Heet,
Gemeen Schap Sonder Wijs, C. T. L., Marcel Dekker Inc., Printed in USA, p. 257-
271
Nur, M. A., Juwana H. A., dan Kosasih, 1992,
Teknik Laboratorium, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, IPB Bogor
Purbaya, J. R. ,2002, Mengenal dan Memanfaatkan Khasiat Madu Alami, Pionir Jaya,
Bandung
Sarwono, B. , 2001, Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Lebah Madu, Agromedia
Pustaka, Tangerang.
Sujatmaka, 1988, Menghasilkan Madu Berkualitas Tinggi, Trubus, 4 (I) : 24-25
Suranto, A. , 2004, Khasiat dan Manfaat Madu Herbal , Agromedia Pustaka, Tangerang
Winarno, F. G. , 1982, Madu Teknologi, Khasiat dan Analisa, Ghalia Indonesia, Bogor
BAB V
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI ALAT
1. Kromatografi kertas
Kromatografi kertas adalah suatu metode pemisahan campuran dari substansinya menjadi
komponen-komponennya berdasarkan distribusi suatu senyawa pada dua fase, yaitu fase
diam dan fase gerak.Fasa diam dalam kromatografi berupa air yang terikat pada selulosa
kertas, sedangkan fasa geraknya berupa pelarut organik non polar (pelarut yang
sesuai).Kromatografi kertas sering dipakai untuk memisahkan zat-zat warna penyusun tinta
atau bahan perwarna lainnya.Kromatografi kertas yaitu suatu pemisahan dimana fase diam
berupa zat cair yang menggunakan zat padat untuk menyokong fase diam yaitu kertas,
kemudian diletakkan dalam bejana tertutup yang berisi uap jenuh larutan. Ini adalah
merupakan jenis dari sistem partisi di mana fase diam adalah air, disokong oleh molekul-
molekul selulosa dari kertas, dan fase bergerak biasanya merupakan campuran dari satu
atau lebih pelarut-pelarut organik dan air. Kromatografi kertas adalah metode analitik yang
digunakan untuk memisahkan zat atau bahan kimia yang berwarna terutama pigmen.Hal ini
juga dapat digunakan untuk menganalisis warna primer atau sekunder pada percobaan tinta.
Kelebihan:
a. Dapat digunakan untuk analisis dan aplikasi preparative
b. Digunakan untuk menentukan jumlah komponen campuran
c. Digunakan untuk memisahkan dan purifikasi substansi
Kekurangan:
a. Untuk mempersiapkan kolom dibutuhkan kemampuan teknik dan manual
b. Metode ini sangat membutuhkan waktu yang lama (time consuming)
3. KROMATOGRAFI GAS
Bagaimana kecepatan suatu senyawa tertentu bergerak melalui mesin, akan bergantung
pada seberapa lama waktu yang dihabiskan untuk bergerak dengan gas dan sebaliknya
melekat dengan cairan dengan jalan yang sama.
Dalam kromatografi gas, fase yang bergerak (atau "mobile phase") adalah sebuah operator
gas, yang biasanya gas murni seperti helium atau yang tidak reactive seperti gas nitrogen.
Stationary atau fasa diam merupakan tahap mikroskopis lapisan cair atau polimer yang
mendukung gas murni, di dalam bagian dari sistem pipa-pipa kaca atau logam yang disebut
kolom. Instrumen yang digunakan untuk melakukan kromatografi gas disebut gas
chromatograph (atau "aerograph", "gas pemisah").
Senyawa gas yang sedang dianalisis berinteraksi dengan dinding kolom yang dilapisi
dengan berbagai tahapan stationary. Ini menyebabkan setiap kompleks ke elute di waktu
yang berbeda, yang dikenal sebagai ingatan waktu yang kompleks. Perbandingan dari
ingatan kali yang memberikan kegunaan analisis GC-nya.
Kromatografi gas yang pada prinsipnya sama dengan kromatografi kolom (serta yang
lainnya bentuk kromatografi, seperti HPLC, TLC), tapi memiliki beberapa perbedaan
penting. Pertama, proses memisahkan compounds dalam campuran dilakukan antara
stationary fase cair dan gas fase bergerak, sedangkan pada kromatografi kolom yang
seimbang adalah tahap yang solid dan bergerak adalah fase cair. (Jadi, nama lengkap
prosedur adalah "kromatografi gas-cair", merujuk ke ponsel dan stationary tahapan,
masing-masing.) Kedua, melalui kolom yang lolos tahap gas terletak di sebuah oven
dimana temperatur gas yang dapat dikontrol, sedangkan kromatografi kolom (biasanya)
tidak memiliki kontrol seperti suhu. Ketiga, konsentrasi yang majemuk dalam fase gas
adalah hanya salah satu fungsi dari tekanan uap dari gas.
Kromatografi gas juga mirip dengan pecahan penyulingan, karena kedua proses
memisahkan komponen dari campuran terutama berdasarkan titik didih (atau tekanan uap)
perbedaan. Namun, pecahan penyulingan biasanya digunakan untuk memisahkan
komponen campuran pada skala besar, sedangkan GC dapat digunakan pada skala yang
lebih kecil yakni microscale.
Kromatografi gas terkadang juga dikenal sebagai uap-tahap kromatografi (VPC), atau
gas-cair kromatografi partisi (GLPC)
Kelebihan:
a. Waktu analisis yang singkat dan ketajaman pemisahan yang tinggi.
b. Dapat menggunakan kolom lebih panjang untuk menghasilkan efisiensi pemisahan
yang tinggi.
c. Gas mempunyai vikositas yang rendah.
d. Kesetimbangan partisi antara gas dan cairan berlangsung cepat sehingga analisis relatif
cepat dan sensitifitasnya tinggi.
e. Pemakaian fase cair memungkinkan kita memilih dari sejumlah fase diam yang sangat
beragam yang akan memisahkan hampir segala macam campuran.
Kekurangan:
a. Teknik Kromatografi gas terbatas untuk zat yang mudah menguap.
b. Kromatografi gas tidak mudah dipakai untuk memisahkan campuran dalam jumlah
c. besar. Pemisahan pada tingkat mg mudah dilakukan, pemisahan pada tingkat gram
mungkin dilakukan, tetapi pemisahan dalam tingkat pon atau ton sukar dilakukan
kecuali jika ada metode lain.
d. Fase gas dibandingkan sebagian besar fase cair tidak bersifat reaktif terhadap fase
diam dan zat terlarut.
.
4. KROMATOGRAFI CAIR TENAGA TINGGI
Kromatografi Cair Tenaga Tinggi (KCKT) atau biasa juga disebut dengan High
Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan metode yang tidak destruktif dan
dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. HPLC secara mendasar
merupakan sebuah perkembangan tingkat tinggi dari kromatografi kolom. Selain dari
pelarut yang menetes melalui kolom di bawah pengaruh gravitasi, HPLC didukung oleh
pompa yang dapat memberikan tekanan tinggi sampai dengan 400 atm. Hal ini membuat
HPLC dapat memisahkan komponen sampel lebih cepat. Saat ini, HPLC merupakan teknik
pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam
suatu sampel dalam berbagai bidang, antara lain : farmasi, lingkungan, bioteknologi,
polimer, dan industri-industri makanan. Beberapa perkembangan HPLC terbaru antara
lain : miniaturisasi sistem HPLC, penggunaan HPLC untuk analisis asam-asam nukleat,
analisis protein, analisis karbohidrat, dan analisis senyawa-senyawa kiral.
Dibandingkan dengan kromatografi gas, kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT atau
HPLC = High Performance Liquid Chromatography) mempunyai beberapa kelebihan.
Beberapa
. Kekurangan :
a. Memerlukan biaya yang banyak untuk proses pemisahannya
b. Memerlukan orang yang trampil dalam pemisahannya