Anda di halaman 1dari 40

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA

TINGGI
Disusun oleh :

Ade Trihastuti Nurpajar 2311151121


Asep Marwan Setiawan 2311151
Fajar Sapura 2311131
Febby Safitri 2311151105
Firda Susan Juliana 2311151103
Muhamad Hasan Basri 2311151120
Safira Kurniawati 2311151084

Dosen Pembina
Iman Mukhaimin, S.T., M.T.

PROGRAM SARJANA
MATA KULIAH KIMIA ANALISA
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2016
BAB I
DASAR TEORI

1.1 Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)

Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan komponen-komponen campuran


yang berdasarkan distribusi diferensial dari komponen-komponen sampel diantara dua fasa,
yaitu fasa gerak dan fasa diam. Salah satu teknik kromatografi yang dimana fasa gerak dan
fasa diamnya menggunakan zat cair adalah HPLC (High Performance Liquid
Chromatography) atau didalam bahasa Indonesia disebut KCKT (Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi). Teknik HPLC merupakan suatu metode kromatografi cair-cair, yang dapat
digunakan baik untuk keperluan pemisahan maupun analisis kuantitatif. Analisis kualitatif
dengan teknik HPLC didasarkan pada pengukuran luas area standar. Pada prakteknya,
metode pembandingan area standar dan sampel kurang menghasilkan data yang akurat bila
hanya melibatkan suatu konsentrasi standar. Oleh karena itu, dilakukan
dengan menggunakan teknik kurva kalibrasi.[1]
Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan
dan efisiensi yang tinggi. Hal ini karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom,
sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif dan beragam. Kromatografi
cair kinerja tinggi mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif maupun
kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran. Kromatografi cair kinerja
tinggi merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian
senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang antara lain; farmasi, lingkungan
dan industri-industri makanan. Kegunaan umum Kromatografi cair kinerja tinggi adalah
untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis
ketidakmurnian (impurities) dan analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap
(nonvolatil). Kromatografi cair kinerja tinggi paling sering digunakan untuk menetapkan
kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat dan protein-
protein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat dan lain-
lain. [2]

1.2 Jenis-Jenis Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Pemisahan dengan HPLC dapat dilakukan dengan fase normal (jika fase diamnya lebih
polar dibanding dengan fase geraknya) atau fase terbalik (jika fase diamnya kurang non
polar dibanding dengan fase geraknya). Berdasarkan pada kedua pemisahan ini, sering
kali HPLC dikelompokkan menjadi HPLC fase normal dan HPLC fase terbalik.
Selain klasifikasi di atas, HPLC juga dapat dikelompokkan berdasarkan pada sifat fase
diam dan atau berdasarkan pada mekanisme sorpsi solut, dengan jenis-jenis HPLC sebagai
berikut

1. Kromatografi Adsorbsi
Prinsip kromatografi adsorpsi telah diketahui sebagaimana dalam kromatografi kolom dan
kromatografi lapis tipis. Pemisahan kromatografi adsorbsi biasanya menggunakan fase
normal dengan menggunakan fase diam silika gel dan alumina, meskipun demikian sekitar
90% kromatografi ini memakai silika sebagai fase diamnya. Pada silika dan alumina
terdapat gugus hidroksi yang akan berinteraksi dengan solut. Gugus silanol pada silika
mempunyai reaktifitas yang berbeda, karenanya solut dapat terikat secara kuat sehingga
dapat menyebabkan puncak yang berekor. [3]

2. Kromatografi fase terikat

Kebanyakan fase diam kromatografi ini adalah silika yang dimodifikasi secara kimiawi
atau fase terikat. Sejauh ini yang digunakan untuk memodifikasi silika adalah hidrokarbon-
hidrokarbon non-polar seperti dengan oktadesilsilana, oktasilana, atau dengan fenil. Fase
diam yang paling populer digunakan adalah oktadesilsilan (ODS atau C18) dan kebanyakan
pemisahannya adalah fase terbalik. Sebagai fase gerak adalah campuran metanol atau
asetonitril dengan air atau dengan larutan bufer. Untuk solut yang bersifat asam lemah atau
basa lemah, peranan pH sangat krusial karena kalau pH fase gerak tidak diatur maka solut
akan mengalami ionisasi atau protonasi. Terbentuknya spesies yang terionisasi ini
menyebabkan ikatannya dengan fase diam menjadi lebih lemah dibanding jika solut dalam
bentuk spesies yang tidak terionisasi karenanya spesies yang mengalami ionisasi akan
terelusi lebih cepat. [3]

3. Kromatografi penukar ion

KCKT penukar ion menggunakan fase diam yang dapat menukar kation atau anion
dengan suatu fase gerak. Ada banyak penukar ion yang beredar di pasaran, meskipun
demikian yang paling luas penggunaannya adalah polistiren resin.
Kebanyakan pemisahan kromatografi ion dilakukan dengan menggunakan media air karena
sifat ionisasinya. Dalam beberapa hal digunakan pelarut campuran misalnya air-alkohol dan
juga pelarut organik. Kromatografi penukar ion dengan fase gerak air, retensi puncak
dipengaruhi oleh kadar garam total atau kekuatan ionik serta oleh pH fase gerak. Kenaikan
kadar garam dalam fase gerak menurunkan retensi solut. Hal ini disebabkan oleh penurunan
kemampuan ion sampel bersaing dengan ion fase gerak untuk gugus penukar ion pada
resin.

4. Kromatografi Pasangan ion

Kromatografi pasangan ion juga dapat digunakan untuk pemisahan sampel-sampel ionik
dan mengatasi masalah-masalah yang melekat pada metode penukaran ion. Sampel ionik
ditutup dengan ion yang mempunyai muatan yang berlawanan. [4]

5. Kromatografi Eksklusi Ukuran

Kromatografi ini disebut juga dengan kromatografi permiasi gel dan dapat digunakan
untuk memisahkan atau menganalisis senyawa dengan berat molekul > 2000 dalton.
Fase diam yang digunakan dapat berupa silika atau polimer yang bersifat porus sehingga
solut dapat melewati porus (lewat diantara partikel), atau berdifusi lewat fase diam.
Molekul solut yang mempunyai BM yang jauh lebih besar, akan terelusi terlebih dahulu,
kemudian molekul-molekul yang ukuran medium, dan terakhir adalah molekul yang jauh
lebih kecil. Hal ini disebabkan solut dengan BM yang besar tidak melewati porus, akan
tetapi lewat diantara partikel fase diam. Dengan demikian, dalam pemisahan dengan
eksklusi ukuran ini tidak terjadi interaksi kimia antara solut dan fase diam seperti tipe
kromatografi yang lain.

6. Kromatografi Afinitas

Dalam kasus ini, pemisahan terjadi karena interaksi-interaksi biokimiawi yang sangat
spesifik. Fase diam mengandung gugus-gugus molekul yang hanya dapat menyerap sampel
jika ada kondisi-kondisi yang terkait dengan muatan dan sterik tertentu pada sampel yang
sesuai (sebagaimana dalam interaksi antara antigen dan antibodi).
Kromatografi jenis ini dapat digunakan untuk mengisolasi protein (enzim) dari campuran
yang sangat kompleks. [4]

1.3 Prinsip Kerja Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Prinsip kerja HPLC adalah pemisahan komponen analit berdasarkan kepolarannya, artinya
komponen pada suatu analit (sampel) akan terpisah berdasarkan sifat kepolaran masing-
masing komponen dalam sampel, apakah kepolarannya lebih mirip dengan fasa diam, maka
dia akan tertinggal di fasa diam atau bergerak lebih lambat, ataukah kepolarannya lebih
mirip dengan fasa gerak sehingga dia akan bergerak terdistribusi lebih jauh dan lebih cepat.
Dengan bantuan pompa, fasa gerak cair dialirkan melalui kolom detektor. Cuplikan
(sampel) dimasukkan ke dalam aliran fasa gerak dengan cara penyuntikan. Di dalam kolom
terjadi pemisahan komponen-komponen campuran. Karena perbedaan kekuatan interaksi
antara solut-solut terhadap fasa diam. Solut-solut yang kurang kuat interaksinya dengan
fasa diam, maka komponen tersebut akan keluar lebih lama. Setiap campuran
komponennya) yang keluar kolom dideteksi oleh detektor kemudian direkam dalam bentuk
kromatogram. [5]

1.4 Kompenen-Komponen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Mekanisme kromatografi cair kinerja tinggi pada dasarnya terdiri atas: wadah fase gerak,
pompa, alat untuk memasukkan sampel (tempat injeksi), kolom, detektor, wadah
penampung buangan fase gerak, dan suatu komputer atau integrator atau perekam.
Diagram skematik sistem kromatografi cair seperti ini :
.

Gambar 1.1 : Diagram Blok KCKT


.

1. Fase gerak

Fase gerak biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara
keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan
oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen
sampel. Untuk fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak), kemampuan elusi
meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase
diam kurang polar dari pada fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya
polaritas pelarut. Fase gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk
menghindari partikel-partikel kecil ini. Selain itu, adanya gas dalam fase gerak juga harus
dihilangkan, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa
dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis. Elusi dapat dilakukan dengan cara
isokratik (komposisi fase gerak tetap selama elusi) atau dengan cara bergradien (komposisi
fase gerak berubah-ubah selama elusi) yang analog dengan pemograman suhu pada
kromatografi gas. Elusi bergradien digunakan untuk meningkatkan resolusi campuran yang
kompleks terutama jika sampel mempunyai kisaran polaritas yang luas. [6]
Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik adalah
campuran larutan bufer dengan metanol atau campuran air dengan asetonitril.Untuk
pemisahan dengan fase normal, fase gerak yang paling sering digunakan adalah campuran
pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut yang terklorisasi atau menggunakan pelarut-
pelarut jenis alkohol.Pemisahan dengan fase normal ini kurang umum dibanding dengan
fase terbalik. [4]

2. Pompa

Pompa yang cocok digunakan untuk Kromatografi cair kinerja tinggi adalah pompa yang
mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni: pompa harus inert terhadap
fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, Teflon,
dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai
5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 mL/menit. Untuk
tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak dengan
kecepatan 20 mL/menit.
Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk menjamin
proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas
dari gangguan. Ada dua jenis pompa dalam Kromatografi cair kinerja tinggi yaitu: pompa
dengan tekanan konstan, dan pompa dengan aliran fase gerak yang konstan. Tipe pompa
dengan aliran fase gerak yang konstan sejauh ini lebih umum dibandingkan dengan tipe
pompa dengan tekanan konstan.[7]

3. Tempat penyuntikan sampel

Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang
mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari
tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop)
internal atau eksternal.

Gambar 1.2 Kolom penyuntikan


a. Posisi pada saat memuat sampel b. Posisi pada saat menyuntik sampel

3. Kolom dan Fase diam

Ada dua jenis kolom pada Kromatografi cair kinerja tinggi yaitu kolom konvensional dan
kolom mikrobor. Kolom merupakan bagian Kromatografi cair kinerja tinggi yang mana
terdapat fase diam untuk berlangsungnya proses pemisahan solut/analit.
Kolom mikrobor mempunyai tiga keuntungan yang utama dibanding dengan kolom
konvensional, yakni:
1. Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih kecil dibanding dengan
kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih
lambat (10 -100 μl/menit).
2. Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal jika
digabung dengan spektrometer massa.
3. Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat, karenanya jenis
kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas misal sampel klinis.
Meskipun demikian, dalam prakteknya kolom mikrobor ini tidak setahan kolom
konvensional dan kurang bermanfaat untuk analisis rutin. [3]

Gambar 1.3 Kolom

Kebanyakan fase diam pada Kromatografi cair kinerja tinggi berupa silika yang
dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren
dan divinil benzen. Permukaan silika adalah polar dan sedikit asam karena adanya residu
gugus silanol (Si-OH). Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi dengan menggunakan
reagen-reagen seperti klorosilan. Reagen-reagen ini akan bereaksi dengan gugus silanol dan
menggantinya dengan gugus-gugus fungsional yang lain. Oktadesil silika (ODS atau C 18)
merupakan fase diam yang paling banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa-
senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi. Oktil atau rantai alkil yang
lebih pendek lagi lebih sesuai untuk solut yang polar. Silika-silika aminopropil dan
sianopropil (nitril) lebih cocok sebagai pengganti silika yang tidak dimodifikasi. Silika
yang tidak dimodifikasi akan memberikan waktu retensi yang bervariasi disebabkan karena
adanya kandungan air yang digunakan.

4.Injector Sample

Sampel-sampel cair dan larutan disuntikan secara langsung ke dalam fase gerak yang
mengalir dibawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari
tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop)
internal atau eksternal.
Salah satu jenis penyuntik untuk memasukan sampel ke dalam sistem (kolom)
kromatografi adalah penyuntik loop. Dalam prakteknya, loop tidak perlu diisi penuh, tapi
bila tidak diisi penuh akan mengakibatkan lebih jeleknya presisi hasil eksperimen dan
ketergantungan presisi tersebut kepada bagaimana operator menggunakan penyuntik. Perlu
diingat, bahwa penyuntik tidak boleh dicabut sebelum pegangan (handle) penyuntik diputar
dari posisi load “pengisap” ke posisi inject “suntik”. Karena sampel akan mengalir ke
saluran pembuangan. Hal yang terakhir ini tentunya tidak diinginkan, pegangan penyuntik
harus diputar cepat agar pemutusan aliran ke dalam diinginkan. Pegangan penyuntik harus
diputar cepat agar pemutusan aliran ke dalam kolom, antara posisi pengisian (load) dan
posisi penyuntikan (inject) berlangsung cepat.

Gambar 1.4 Injektor

Yang menjadi faktor ketidak tepatan pengukuran Kromatografi cair kinerja tinggi salah
satunya terletak pada keterulangan pemasukan cuplikan kedalam paking kolom.
Masalahnya kebanyakan memasukan cuplikan kedalam kolom dapat menyebabkan band
broadening. Oleh karena itu cuplikan yang dimasukkan harus sekecil beberapa puluh
mikroliter.

5. Detektor

Detektor pada Kromatografi cair kinerja tinggi dikelompokkan menjadi dua golongan
yaitu: detektor universal yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik,
dan tidak bersifat selektif seperti detektor indeks bias dan detektor spektrometri massa dan
golongan detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan
selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan elektrokimia.
Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel.
b. Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar
yang sangat kecil.
c. Stabil dalam pengopersiannya.
d. Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita.
e. Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang
luas (kisaran dinamis linier).
f. Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak.[4]

Detektor Sensitifitas Kisaran linier Karakteristik


(g/ml)
Absorbansi Uv-vis
Fotometer filter 5 x 10-10 104 Sensitivitas bagus, paling sering
Spektrofotometer 5 x 10-10 105 digunakan, selektif terhadap gugus-
spektrometer photo-diode > 2 x 10-10 105 gugus dan struktur-struktur yang tidak
array jenuh.
Fluoresensi 10-12 104 Sensitifitas sangat bagus, selektif,
Tidak peka terhadap perubahan suhu
dan kecepatan alir fase gerak.
Indeks bias 5 x 10-7 104 Hampir bersifat universal akan tetapi
sensitivitasnya sedang. Sangat sensitif
terhadap suhu, dan tidak dapat
digunakan pada elusi bergradien
Elektrokimia
Konduktimetri 10-8 104 Peka terhadap perubahan suhu dan
Amperometri 10-12 105 kecepatan alir fase gerak, tidak dapat
digunakan pada elusi bergradien.
Hanya mendeteksi solut-solut ionik.
Sensitifitas sangat bagus, selektif
tetapi timbul masalah dengan adanya
kontaminasi elektroda.

6. Derivatisasi

Derivatisasi melibatkan suatu reaksi kimia antara suatu analit dengan suatu reagen untuk
mengubah sifat fisika-kimia suatu analit. Tujuan utama penggunaan derivatisasi
pada HPLC adalah untuk:

1. Meningkatkan deteksi
2. Merubah struktur molekul atau polaritas analit sehingga akan menghasilkan puncak
kromatografi yang lebih baik
3. Merubah matriks sehingga diperoleh pemisahan yang lebih baik
4. Menstabilkan analit yang sensitif. [8]

Detektor yang paling banyak digunakan dalam HPLC adalah detektor UV-Vis sehingga
banyak metode yang dikembangkan untuk memasang atau menambahkan gugus kromofor
yang akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu. Di samping itu, juga
dikembangkan suatu metode untuk menghasilkan fluorofor (senyawa yang mampu
berfluoresensi) sehingga dapat dideteksi dengan fluorometri. [9]
Suatu reaksi derivatisasi harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut, yakni: produk
yang dihasilkan harus mampu menyerap baik sinar ultraviolet atau sinar tampak atau dapat
membentuk senyawa berfluoresen sehingga dapat dideteksi dengan spektrofluorometri;
proses derivatisasi harus cepat dan menghasilkan produk yang sebesar mungkin (100 %);
produk hasil derivatisasi harus stabil selama proses derivatisasi dan deteksi; serta sisa
pereaksi untuk derivatisasi harus tidak menganggu pemisahan kromatografi. [9]
Tabel 1 berbagai macam bahan penderivat telah tersedia antara lain
Gugus Reagen untuk dapat dideteksi dengan UV- Reagen untuk dapat dideteksi
fungsional Vis dengan Fluoresen
Asam-asam p-nitrobenzil-N,N’-diisopropilisourea 4-bromometil-7-asetoksikumarin;
kaboksilat; (PNBDI); 3,5-dinitrobenzil-N,N’- 4-bromometil-7-metoksikumarin;
asam-asam diisopropilisourea (DNBDI); p-
lemak;asam- bromofenasil bromida (PBPB)
asam fosfat
Alkohol 3,5-dinitrobenzil klorida (DNBC); 4-
dimetilaminiazobenzen-4-sulfinil (Dabsyl-
Cl); 1-naftilisosianat (NIC-1).
Aldehid; keton p-nitrobenziloksiamin hidroklorida Dansil hidrazin
(PNBA); 3,5-dinitrobenziloksiamin
hidroklorida (DNBA);
Amin primer Fluoresamin
o-ftalaldehid (OPA)
Amin primer 3,5-dinitrobenzil klorida (DNBC); N- 7-kloro-4-nitrobenzo-2-oksa-1,3-
o
(1 ) dan suksinimidil-p-nitrofenilasetat (SNPA); N- diazol (NBD-Cl); 7-fluoro-4-
sekunder (2o) suksinimidil-3,5-dinitrofenilasetat nitrobenzo-2-oksa-1,3-diazol
(SDNPA); 4-dimetilaminiazobenzen-4- (NBD-F); Dansil klorida
sulfinil (Dabsyl-Cl); 1-naftilisosianat
(NIC-1).
Asam-asam 4-dimetilaminiazobenzen-4-sulfinil Fluoresamin
amino (peptida) (Dabsil-Cl) o-ftalaldehid (OPA)
7-kloro-4-nitrobenzo-2-oksa-1,3-
diazol (NBD-Cl); 7-fluoro-4-
nitrobenzo-2-oksa-1,3-diazol
(NBD-F);

Derivatisasi ini dapat dilakukan sebelum analit memasuki kolom (pre-column


derivatization) atau setelah analit keluar dari kolom (post-column derivatization).

7. Pengolahan Data

Komponen yang terelusi mengalir ke detektor dan dicatat sebagai puncak-puncak yang
secara keseluruhan disebut sebagai kromatogram.
Rt

Area

H
W 1 / 2
H 1 / 2

Gambar 1.5 Kromatogram

Guna kromatogram :

1. Kualitatif
Waktu retensi selalu konstan dalam setiap kondisi kromatografi yang sama dapat
digunakan untuk indentifikasi.
2. Kuantitatif
Luas puncak proposional dengan jumlah sampel yang diinjeksikan dan dapat
digunakan untuk menghitung konsentrasi.
3. Kromatogram dapat digunakan untuk mengevaluasi efesiensi pemisahan dan kinerja
kolom.
BAB II
METODE KERJA ALAT

2.1 Cara Kerja Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Mula-mula solven diambil melalui pompa. Solven kemudian masuk ke dalam katup
injeksi berputar, yang dipasang tepat pada sampel loop. Dengan pertolongan
mikrosiring, sampel dimasukkan ke dalam sampel loop yang kemudian bersama-sama
dengan solven masuk ke dalam kolom. Hasil pemisahan dideteksi oleh detektor, yang
penampakannya ditunjukkan oleh perekam (recorder). Tekanan solven diatur dengan
pengatur dan pengukur tekanan. Pompa memasok solven pada tekanan konstan hingga
tekanan + 4500 psi dengan laju alir rendah, yakni beberapa milliliter
permenit.Rekorder menghasilkan kromatogram zat-zat yang dipisahkan dari suatu
sampel. Dibawah ini merupakan contoh kromatogram hasil pemisahan dengan HPLC.
[1]

2.2 Teknik Pemisahan dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Tehnik pemisahan dalam kromatografi melibatkan dua fasa, yakni fasa diam yaitu padat
atau cairan yang terikat pada padatan pendukung, dan fasa gerak yang berupa gas dan cair.
Proses pemisahan dalam kromatografi di dasarkan pada perbedaan laju migrasi masing-
masing komponen dalam sistem kromatografi. Perbedaan laju migrasi dari masing-masing
komponen merupakan akibat dari perbedaan keseimbangan distribusi masing-masing
komponen diantara fasa gerak dan fasa diam. Metode kromatografi dibedakan dalam
beberapa macam, berdasar pada fasa gerak, fasa diam, mekanisme, dan teknik yang
digunakan dan salah satu diantaranya adalah Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(HPLC).Dalam kromatografi cair Kinerja tinggi ini fasa gerak yang digunakan berupa
cairan, sedangkan fasa diamnya berupa padatan (silica gel) yang ditempatkan pada kolom
tertutup (melekat secara kimia dalam kolom tersebut). Maksud dan tujuan analisis dengan
kromatografi yaitu didapatnya pemisahan yang baik demikian halnya dalam HPLC
diharapkan pemisahannya baik dan dalam waktu proses yang relative singkat. Untuk
mencapai Tujuan analisis ini, maka dipilih pelarut pengembang yang sesuai dengan
komponen yang dipisahkan, kolom yang digunakan juga harus diperhatikan, dan detektor
yang memadai.
Parameter baik atau tidaknya suatu kromatografi didasarkan pada lima faktor, yaitu waktu
retensi, faktor kapasitas, efisiensi kolom, resolusi, dan faktor ikutan.
a. Waktu retensi didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan untuk membawa keluar suatu
komponen dari dalam kolom kromatografi sehingga yang keluar dari kolom adalah tepat
konsentrasi maksimum.
b . Faktor kapasitas (k’) juga merupakan ukuran retensi suatu komponen dalam kolom.
Jika nilai k’ kecil, maka komponen tertahan sebentar dalam kolom. Dan jika nilai k’
yang lebih besar, maka pemisahan baik tetapi waktu yang dibutuhkan untuk analisis
lebih lama dan dan puncaknya melebar. Sehingga ditentukanlah nilai k’ optimum, yaitu
antara 1 sampai 10. Kolom dinyatakan baik jika cukup selektif artinya mampu menahan
berbagai komponen dengan kekuatan yang cukup berbeda. Agar terjadi pemisahan yang
baik maka nilai selektivitas (α) harus lebih besar daripada 1, dimana semakin besar nilai
α maka pemisahannya akan semakin baik. Nilai α dapat diubah-ubah dengan cara,
mengubah fasa gerak (misal: memperbesar polaritas); mengubah fasa diam; mengubah
temperature, karena pada umumnya kenaikan temperature akan memperkecil waktu
retensi; dan mengubah bentuk komponen.
c. Efisiensi kolom merupakan kemampuan kolom mengeluarkan hasil yang diinginkan
dengan hasil yang memuaskan dan dalam waktu yang singkat.
d. Keterpisahan antara dua puncak kromatogram dinyatakan dengan resolusi ‘R’ (ukuran
besar kecilnya pemisahan). Jika nilai R ≥ 1,5 maka senyawa terpisah dengan baik.
e. Sedangkan faktor terikutan (Tf) merupakan ukuran kesimetrisan suatu puncak. Dengan
catatan nilai Tf < 2,0.

Perkembangan HPLC berkembang dari asas proses pemisahan adsorpsi dan partisi ke arah
yang lebih luas, yaitu proses pemisahan yang berasaskan afinitas. Filtrasi gel dan ion yang
berpasangan., akan tetapi proses pemisahannya tetap dilaksanakan di dalam kolom disertai
pemakaian pelarut pengembang dengan tekanan tinggi . [10]
Teknik HPLC merupakan satu teknik kromatografi cair–cair yang dapat digunakan baik
untuk keperluan pemisahan maupun analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif dengan teknik
HPLC didasarkan kepada pengukuran luas atau area puncak analit dalam kromatogram,
dibandingkan dengan luas atau area larutan standar. Kegunaan umum HPLC adalah untuk
pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis; analisis
ketidakmurnian (impurities); analisis senyawa-senyawa mudah menguap (volatile);
penentuan molekul-molekul netral, ionic, maupun zwitter ion; isolasi dan pemurnian
senyawa; pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hampir sama; pemisahan
senyawa- senyawa dengan jumlah sekelumit (trace elements), dalam jumlah yang banyak,
dan dalam skala proses industry.
2.2 Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

1. Metode kuantitatif
Metode kuantitatif hasil pengembangan dapat kita bagi dalam lima langkah. Masing-
masing langkah bergantung pada langkah yang mendahuluinya, dan kualitas metode
ditentukan oleh langkah yang paling lemah. Kelima langkah tersebut ialah sebagai
berikut :
1. Pencuplikan;
2. Pemisahan kromatografi;
3. Pengukuran fisika;
4. Pengubahan sinyal menjadi susunan;
5. Analisis statiska.
Sekarang kita akan membahas kelima langkah dia atas :
1. Pencuplikan
Penculikan dapat betul-betul menjadi masalah jika kita menangani zat padat tak
homogen, seperti tanah, partikel kecil-kecil, dan butiran makanan. Cuplikan sangat
sering direaksikan untuk membuat turunannya. Ini dilakukan untuk memperbesar
kepekaan atau memperbaiki perilaku kromatografi. Dalam hal itu, reaksi harus
kuantitatif dan tidak boleh menimbulkan gangguan.
2. Pemisahan kromatografi
Proses pemisahan dapat mengakibatkan banyak galat. Pembusukan dan atau
penguraian cuplikan dapat terjadi selam pemisahan. Pada kromatografi ekslusi-
kekurangan, polimer dapat bergeser dengan kecepatan aliran yang tinggi. Bahan
yang mudah bereaksi, misalnya hidroperoksida, dapat mengalami tata ulang katalis
oleh titik-titik asam pada permukaan silika gel. Menyuntikan pelarut cuplikan
merupakan keharusan pula karena pelarut dapat mengandung sesepora cemara yang
dapat menimbulkan puncak. Pelarut yang dipilih harus memenuhi persyaratan
berikut:
a. Sangat murni sehingga puncak palsu tidak timbul;
b. Dapat bercampur dengan pelarut pengelusi;
c. Lebih baik jika tanggapnnya terhadap detektor kecil.

3. Pengukuran fisika
Pendeteksian dan pemerkuat merupakan langkah penting dalam proses
pengkuantitatifan. Karena tidak mengenal elektronika, kimiawan sering kali
melukapkan spesifikasi yang penting, seperti waktu tanggap, pita mati, kelinieran,
kepekaan, dan kespesifikan. Laju alir kolom, elektronika detektor, dan fluktasi suhu
mempengaruhi ketelitian dan ketepatan. Pada umumnya, analisis tidak dapat berbuat
apa-apa untuk memperbaiki perilaku detektor. Akan tetapi, ada beberapa parameter
yang dapat dikendalikan, yaitu:
a. Pastikan bahwa detektor dijalankan dalam rentang liniernya;
b. Pastikan bahwa keserapan (absorbans) latar belakang pelarut rendah;
c. Lindungi kolom dan detektor dan aliran udara yang dapat mempengaruhi detektor
yang peka terhadap suhu;
d. Sel aliran harus bersih (jika pelarut sering dibersihkan).
Mengukur luas puncak, timggi puncak diukur sebagai jarak dari garis alas ke
maksimum puncak terlihat dalam gambar berikut;

Alunan garis alas di imbangi dengan i


4. Pengubah sinyal menjadi susunan
Untuk ini sering digunakan minikomputer saluran tunggal atau pemroses data besar.
Cara apapun yang dipakai, perhitungan untuk memperoleh susunan sama saja.
Seperti pada kromatografi gas, dipakai empat metode:
a. Penormalan luas;
b. Baku dalam;
c. Baku luar;
d. Penambahan senyawa baku.

5. Analisi statistika
Pada tahap ini kita harus mendefinisikan beberapa istilah kerja dasar.
a. Ketelitian
Ketelitian pengukuran menyatakan perbedaan antara harga yang diamati dan
harga sebenarnya. Ketelitian hanya dapat dinyatakan jika harga yang sebenarnya
diketahui. Suatu metode dikatakan mempunyai ketelitian rendah jika harga yang
diamati (diukur) jauh berbeda dengan harga sebenarnya. Galat atau % galat
dipakai untuk menyatakan ketelitian.
b. Ketepatan
Ketepatan serangkaian pengukuran jumlah (kuantitas) tertentu menyatakan
perbedaan antara masing-masing pengukuran itu sendiri; jika hasil sangat
berdekatan, pengukuran tersebut ketepatannya tinggi.
c. Keterulangan
Keterulangan ialah ketepatan sejumlah operator yang melakukan analisis yang
sama dengan memakai alat yang berbeda. Keterulangan adalah ketepatan antar
laboratorium. Metode yang terulang sudah pasti terulangkan secara perorangan,
tetapi hal yang sebaliknya tidak selalu benar.

2.Analisis Kualitatif

2.1 Ciri Waktu Tambat


Volume pelarut yang diperlukan dengan waktu yang diperlukan biasa dipakai untuk
mengidentifikasi puncak pada kromatogram. Waktu tambat atau volume tambat merupakan
ciri khas suatu senyawa, kolom, pelarut, dan kondisi lainnya. Oleh karena itu, waktu tambat
atau volume tambat dapat dipakai untuk mengidentifikasi suatu senyawa dengan cara
membandingkannya dengan waktu tambat atau volume tambat senyawa yang dikenal.
Kondisi analitik yang dipakai untuk memperoleh waktu tambat, yaitu suhu, laju aliran,
beban kolom harus sama.
Dengan membandingkan waktu tambat senyawa pembanding dengan waktu tambat
senyawa yang tak diketahui, kita dapat mengidentifikasi puncak secara kualitatif. Akan
tetapi, pada umumnya identitas dianggap benar jika semua sifat kromatogram sesuai yang
diharapkan.
2.2 Membandingkan dengan Memakai Kolom yang Berbeda
Kita dapat meningkatkan keandalan identifikasi dengan cara membandingkan
kromatogram senyawa dengan senyawa otentik pada dua atau lebih kondisi kromatografi
yang berbeda. Ini biasanya dilakukan dengan memakai kolom yang fase diamnya berbeda
dan karena itu keselektifannya berbeda. Berbagai jenis pemisahan dapat disusun
berdasarkan urutan kesukaran yang makin meningkat sebagai berikut :
a. Pemisahan gugus fungsi
b. Isomer Geometri
c. Ukuran atau panjang rantai
d. Isomer ruang
BAB III
HASIL KERJA ALAT

HPLC adalah alat yang sangat bermanfaat dalam analisis. Prinsip dasar dari HPLC adalah
memisahkan setiap komponen dalam sample untuk selanjutnya diidentifikasi (kualitatif)
dan dihitung berapa konsentrasi dari masing-masing komponen tersebut
(kuantitatif).Sebetulnya hanya ada dua hal utama yang menjadi krusial point dalam metode
HPLC. Yang pertama adalah proses separasi/pemisahan dan yang kedua adalah proses
identifikasi. Dua hal ini menjadi faktor yang sangat penting dalam keberhasilan proses
analisa.

Aplikasi analisis HPLC adalah untuk penentuan kualitatif dan penentuan kuantitatif.

a. Penentuan Kualitatif

HPLC digunakan untuk analisa kualitatif didasarkan pada waktu retensi untuk
identifikasi. Identifikasi dapat diandalkan apabila waktu retensi sampel dibandingkan
dengan larutan standar.

b. Penentuan Kuantitatif

Beberapa hal yang harus diperhatikan agar HPLC dapat dipergunakan untuk penentuan
secara kuantitatif adalah:

a. Parameter percobaan sama antara standar dan sampel


b. Penentuan berdasarkan waktu retensi sampel dan standar yang sama
c. Penentuan kadar dilakukan berdasarkan hubungan (korelasi) dengan menggunakan
larutan standar seri pada waktu retensi tertentu.
1. Hasil Analisa
Hasil analisa HPLC diperoleh dalam bentuk signal kromatogram. Dalam kromatogram
akan terdapat peak-peak yang menggambarkan banyaknya jenis komponen dalam sample.
Sample yang mengandung banyak komponen didalamnya akan mempunyai kromatogram
dengan banyak peak. Bahkan tak jarang antar peak saling bertumpuk (overlap). Hal ini
akan menyulitkan dalam identifikasi dan perhitungan konsentrasi. Oleh karena itu biasanya
untuk sample jenis ini dilakukan tahapan preparasi sample yang lebih rumit agar sample
yang siap diinjeksikan ke HPLC sudah cukup bersih dari impuritis. Sample farmasi
biasanya jauh lebih mudah karena sedikit mengandung komponen selain zat aktif. Sample
ini umumnya hanya melalui proses pelarutan saja.

Gambar 3.1 Contoh kromatogram dengan banyak peak

Kesulitan biasanya dihadapi ketika akan mengidentifikasi suatu kromatogram yang terdiri
atas banyak peak. Untuk mengetahui peak mana yang merupakan milik analat (zat target
analisa) kromatogram dibandingkan dengan kromatogram standard. Cara yang paling
umum untuk mengidentifikasi adalah dengan melihat Retention time (RT). Peak yang
mempunyai RT yang sama dengan standard umumnya akan langsung di vonis sebagai peak
milik analat. Memang senyawa/zat yang sama akan mempunyai RT yang juga sama,
dengan catatan sample dan standard dijalankan dengan kondisi dan sistem HPLC yang
sama. Namun bukan berarti RT yang sama pasti merupakan zat/senyawa yang sama.
Disinilah para analis biasanya terkecoh. Jadi, melihat RT sebetulnya belumlah cukup untuk
mengidentifikasi suatu zat. Hal lain yang perlu dilihat adalah spektrum 3D dari signal
kromatogram. Zat yang sama akan mempunyai spektrum 3D yang juga sama. Sehingga jika
spektrum 3D antara dua zat berbeda, maka kedua zat tersebut juga dipastikan adalah zat
yang berlainan, meskipun memiliki RT yang sama.

2. Interpretasi output kromatografi cair kinerja tinggi

Output akan direkam sebagai rangkaian puncak-puncak, dimana masing-masing puncak


mewakili satu senyawa dalam campuran yang melalui detektor dan menerap sinar UV.
Sepanjang anda mengontrol kondisi kolom, anda dapat menggunakan waktu retensi untuk
membantu mengidentifikasi senyawa yang diperoleh, tentunya, anda sudah mengukur
senyawa-senyawa murninya dari berbagai senyawa pada kondisi yang sama. Anda juga
dapat menggunakan puncak sebagai jalan untuk mengukur kuantitas dari senyawa yang
dihasilkan. Mari beranggapan bahwa tertarik dalam senyawa tertentu, X. Jika anda
menginjeksi suatu larutan yang mengandung senyawa murni X yang telah diketahui
jumlahnya pada instrumen, anda tidak hanya dapat merekam waktu retensi dari senyawa
tersebut, tetapi anda juga dapat menghubungkan jumlah dari senyawa X dengan puncak
dari senyawa yang dihasilkan.

Area yang berada dibawah puncak sebanding dengan jumlah X yang melalui detektor, dan
area ini dapat dihitung secara otomatis melalui layar komputer. Area dihitung sebagai
bagian yang
berwarna hijau dalam gambar (sangat sederhana). Jika larutan X kurang pekat, area
dibawah puncak akan berkurang meskipun waktu retensi akan sama. Misalnya,

Ini berarti dimungkinkan mengkalibrasi instrumen sehingga dapat digunakan untuk


mengetahu berapa jumlah substansi yang dihasilkan meskipun dalam jumlah kecil.
Meskipun demikian, harus berhati-hati. Jika anda mempunyai dua substansi yang berbeda
dalam sebuah campuran (X dan Y), dapatkah anda mengatakan jumlah relatifnya? Anda
tidak dapat mengatakannya jika anda menggunakan serapan UV sebagai metode
pendeteksinya.

Dalam gambar, area di bawah puncak Y lebih kecil dibanding dengan area dibawah puncak
X. Ini mungkin disebabkan oleh karena Y lebih sedikit dari X, tetapi dapat sama karena Y
mengabsorbsi sinar UV pada panjang gelombang lebih sedikit dibanding dengan X. Ini
mungkin ada jumlah besar Y yang tampak, tetapi jika diserap lemah, ini akan hanya
memberikan puncak yang kecil.

3. Contoh Analisa
Analisis Diazepam dalam darah
Diazepam (Valium) merupakan Senyawa golongan psikotropika. Senyawa ini berbentuk
kristal agak kekuningan yang tidak larut dalam air, rumus kimia C23H27N. Diazepam
termasuk obat antiansietas, antikonvulsan, dan sedatif. Mempunyai Indikasi untuk status
epileptikus, ansietas atau insomnia, konvulsi akibat keracunan, kejang demam, dan sebagai
obat penenang. Prinsip cara uji diazepam ini adalah dengan mengekstraksi menggunakan
pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Kemudian sampel yang sudah melalui proses
preparasi selanjutnya diinjeksikan ke sistem HPLC.
BAB IV
CONTOH PENELITIAN

4.1 Penelitian 1
Judul : Penentuan Kadar Glukosa dan Fruktosa Pada Madu Randu dan Madu Kelengkeng
Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Oleh : K. Ratnayani, N. M. A. Dwi Adhi S., dan I G. A. M. A. S. Gitadewi
Dari : Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran

ABSTRAK

Kadar gula penyusun madu menurut SII selama ini ditentukan berdasarkan total gula pereduksi
sehingga belum bisa diketahui kadar masing-masing gula penyusun madu tersebut. Madu mengandung
berbagai jenis gula pereduksi yaitu glukosa, fruktosa, dan maltosa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kadar glukosa dan fruktosa dengam metode KCKT terhadap dua jenis madu dari jenis bunga yang berbeda.
Kondisi operasional KCKT diatur pada suhu kolom 80ºC dan laju alir 1 mL/menit, menggunakan
kolom metacarb 87C dan eluen air deionisasi. Deteksi dilakukan dengan menggunakan detektor indeks bias,
dimana glukosa dan fruktosa dipisahkan pada waktu retensi masing-masing sekitar 6 dan 7 menit. Prosedur
tersebut digunakan untuk penentuan kadar glukosa dan fruktosa pada sampel madu yaitu madu randu dan
madu kelengkeng.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar glukosa pada madu randu adalah sebesar 27,13 % dan
pada madu kelengkeng sebesar 28,09 %. Kadar fruktosa pada madu randu sebesar 40,99 % dan pada madu
kelengkeng sebesar 40,03 %. Hal ini menunjukkan bahwa masing- masing sampel yang diteliti memiliki
kadar glukosa dan fruktosa yang sesuai dengan syarat mutu madu nasional dimana kandungan gula pereduksi
(glukosa dan frukosa) total adalah minimal 60%. Kadar gula pereduksi total pada madu randu adalah sebesar
68,12 % sedangkan pada madu kelengkeng sebesar 68,12 %.

Kata kunci : glukosa, fruktosa, maltosa, KCKT, Madu


ABSTRACT

Honey is composed of reducing sugars i.e. glucose, fructose, and maltose. The concentration of sugar
honey is determined as total reducing sugars, so the concentration of each sugar which compose the honey is
not known. The research aims to determine the concentrations of glucose and fructose of honey from different
cotton tree honey and longan honey HPLC using.
The HPLC operational condition was as follows 80oC of column temperature and 1 mL/minutes of
flow rate, using metacarb 87C column and deionized watr as eluent. The detection was carried out by using
refractive index detector, where glucose and fructose can be separated at retention times of 6 and 7 minutes.
The result of research showed that the concentration of glucose in cotton tree honey was 27.13 %
and in longan honey was 28.09 %. the concentration of fructose in cotton tree honey was 40.99 % and in
longan honey was 40.03 %. Thees results showed that the quality standard on the total concentration of
reducing sugar ( 60 %) was met by both types of honey. The total concentration of reducing sugar of cotton
tree honey was 68.12 % and of longan honey was 68.12 %.
Keywords : glucose, fructose, maltose, HPLC, honey
PENDAHULUAN

Sejak ribuan tahun yang lalu sampai sekarang ini, madu telah dikenal sebagai salah
satu bahan makanan atau minuman alami yang mempunyai peranan penting dalam
kehidupan dan kesehatan. Madu merupakan produk alam yang dihasilkan oleh lebah untuk
dikonsumsi, karena mengandung bahan gizi yang sangat essensial. Madu bukan hanya
merupakan bahan pemanis, atau penyedap makanan, tetapi sering pula digunakan untuk
obat-obatan. Madu dapat digunakan untuk menghilangkan rasa lelah dan letih, dan dapat
pula digunakan untuk menghaluskan kulit, serta pertumbuhan rambut (Purbaya, 2002;
Murtidjo, 1991).
Madu dihasilkan oleh lebah madu dengan memanfaatkan bunga tanaman. Madu
memiliki warna, aroma dan rasa yang berbeda-beda, tergantung pada jenis tanaman yang
banyak tumbuh di sekitar peternakan lebah madu. Sebagai contoh madu mangga (rasa yang
agak asam), madu bunga timun (rasanya sangat manis), madu kapuk/randu (rasanya manis,
lebih legit dan agak gurih), madu lengkeng (rasa manis, lebih legit dan aromanya lebih
tajam). Selain itu dikenal pula madu buah rambutan, madu kaliandra dan madu karet
(Sarwono, 2001; Suranto, 2004).
Madu yang baik harus dapat memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Standar
Industri Indonesia (SII) tahun 1977 dan 1985. Kadar yang sesuai dengan standar SII hanya
mungkin terdapat pada madu murni, yaitu madu yang belum diberi campuran dengan
bahan-bahan lain. Di pasaran dalam negeri, jaminan akan keaslian dan mutu madu masih
belum ada, oleh karenanya kecurigaan akan kepalsuan madu selalu ada (Suranto, 2004;
Sujatmaka, 1988).
Standar mutu madu salah satunya didasarkan pada kandungan gula pereduksi
(glukosa dan fruktosa) total yaitu minimal 60 %. Sedangkan, jenis gula pereduksi yang
terdapat pada madu tidak hanya glukosa dan fruktosa, tetapi juga terdapat maltosa dan
dekstrin. Sementara itu proses produksi madu oleh lebah itu sendiri merupakan proses yang
kompleks, sehingga kemungkinan besar terjadi perbedaan kadar dan komposisi gula
pereduksi di antara berbagai jenis madu yang beredar di masyarakat.
Komposisi gula pereduksi tiap-tiap madu kemungkinan dapat mempengaruhi khasiat madu
terutama dalam proses pengobatan (Purbaya, 2002; Jarvis, 1995).
Glukosa yang terdapat di dalam madu berguna untuk memperlancar kerja jantung
dan dapat meringankan gangguan penyakit hati (lever). Glukosa dapat diubah menjadi
glikogen yang sangat berguna untuk membantu kerja hati dalam menyaring racun-racun
dari zat yang sering merugikan tubuh. Selain itu, glukosa merupakan sumber energi untuk
seluruh sistem jaringan otot. Sedangkan, fruktosa disimpan sebagai cadangan dalam hati
untuk digunakan bila tubuh membutuhkan dan juga untuk mengurangi kerusakan hati
(Purbaya, 2002; Sarwono, 2001) . Fruktosa dapat dikonsumsi oleh para penderita diabetes
karena transportasi fruktosa ke sel-sel tubuh tidak membutuhkan insulin, sehingga tidak
mempengaruhi keluarnya insulin. Di samping itu, kelebihan fruktosa adalah memiliki
kemanisan 2,5 kali dari glukosa (Winarno, 1982; Lehninger, 1990).
Penentuan gula pereduksi selama ini dilakukan dengan metode pengukuran
konvensional seperti metode osmometri, polarimetri, dan refraktometri maupun
berdasarkan reaksi gugus fungsional dari senyawa sakarida tersebut (seperti metode Luff-
Schorl, Seliwanoff, Nelson-Somogyi dan lain-lain). Hasil analisisnya adalah kadar gula
pereduksi total dan tidak dapat menentukan gula pereduksi secara individual. Untuk
menganalisis kadar masing-masing dari gula pereduksi penyusun madu dapat dilakukan
dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Metode ini
mempunyai beberapa keuntungan antara lain dapat digunakan pada senyawa dengan bobot
molekul besar dan dapat dipakai untuk senyawa yang tidak tahan panas (Gritter, et al.,
1991; Dira Swantara,
1995).
Penentuan kadar glukosa dan fruktosa dengan kromatografi ini juga harus
mempertimbangkan berbagai hal antara lain pemilihan detektor, kolom, pemilihan eluen,
laju alir eluen serta suhu kolom. Ini disebabkan karena hal-hal tersebut dapat
mempengaruhi resolusi dari tiap-tiap komponen. Bila dua puncak kromatogram dari dua
komponen terpisah sempurna maka dikatakan resolusi dua komponen tersebut sempurna.
Pemisahan masing-masing komponen dengan menggunakan alat KCKT harus dilakukan
pada kondisi optimum. Pemisahan yang baik adalah bila kromatogram masing-masing
komponen tidak saling tumpang tindih (Adnan, 1997; Noller, 1990).
Penelitian yang dilakukan oleh Dira Swantara (1995) menyatakan bahwa pemisahan
dan analisis senyawa mono- dan disakarida pada madu dan bahan sejenis lainnya dapat
dilakukan dengan menggunakan teknik KCKT. Kolom yang digunakan adalah µBondapak-
NH 2 dan eluen campuran asetonitril:air (75 : 25) yang mengandung 1,0 x 10 -5 M
etanolamin. Laju alir ditentukan pada 0,6 mL/menit menggunakan detektor UV pada
panjang gelombang 195 nm. Namun dalam penelitian tersebut tidak dilihat pengaruh suhu
kolom terhadap pemisahan masing-masing komponen madu.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dipandang perlu dilakukan penelitian
untuk menentukan kadar glukosa dan fruktosa dalam madu dari jenis bunga yang berbeda
dengan metode KCKT. Sehingga kadar glukosa dan fruktosa dari kedua jenis madu tersebut
dapat dibandingkan. Penentuan kadar dilakukan dengan mengatur laju alir eluen dan suhu
kolom dengan menggunakan eluen air deionisasi, kolom Metacarb 87C dan dideteksi
dengan menggunakan detektor indeks bias. Kadar glukosa dan fruktosa yang diukur adalah
kadar dari dua jenis madu yang telah memenuhi ketentuan SII (kadar gula pereduksi
minimal 60 %) yaitu madu kelengkeng dan madu randu. Madu-madu tersebut berasal dari
satu merk tertentu yang beredar di masyarakat.
MATERI DAN METODE

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : air deionisasi,
larutan standar glukosa 5 % dan larutan standar fruktosa 5 %. Sampel penelitian adalah
madu randu dan madu kelengkeng yang telah memenuhi standar SII dari merk yang sama.
Tiap jenis madu digunakan dua buah sampel dan tiap sampel dilakukan pengukuran
sebanyak dua kali.

Peralatan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Seperangkat alat KCKT
(buatan ICI Instruments) yang dilengkapi dengan detektor indeks bias (Shodex RI SE-61)
serta integrator merek Shimadzu CR6A Chromatopac; labu ukur 20 mL, 25 mL, 50 mL,
pipet volume 1,0 mL, 2,5 mL, 5 mL, 10 mL, 25 mL, 2,5 mL, alat sentrifugasi, kertas saring
0,45 µm.

Cara Kerja

Pembuatan Larutan Standar


Larutan standar glukosa dan fruktosa dibuat dengan konsentrasi masing-masing 5 %
b/v. Adapun cara pembuatannya adalah sebagai berikut :
a. Masing-masing senyawa (glukosa dan fruktosa) ditimbang sebanyak 1 g.
b. Senyawa-senyawa tersebut dimasukkan ke
dalam labu ukur 20 mL, kemudian ditambah aquades sampai tanda batas (kadar glukosa
dan fruktosa masing-masing 5 % b/v)
Dari konsentrasi tersebut dapat dibuat campuran dengan konsentrasi masing-masing 1 % ;
0,5 % ; 0,25 % ; dan 0,125 % dengan cara :
a. Campuran glukosa dan fruktosa 1 %.
Ke dalam labu ukur 50 mL, dipipet masing-masing 10,0 mL larutan fruktosa 5 %,
ditambah 10,0 mL larutan glukosa 5 %. Ditambah dengan aquades sampai tanda batas.
b. Campuran glukosa dan fruktosa 0,5 %.
Ke dalam labu ukur 50 mL, dipipet masing-masing 5,0 mL larutan fruktosa 5 %
ditambah 5 mL larutan glukosa 5 %. Kemudian ditambah dengan aquades sampai tanda
batas.
c. Campuran glukosa dan fruktosa 0,25 %.
Ke dalam labu ukur 50 mL, dipipet masing-masing 2,5 mL larutan fruktosa 5 %
ditambah 5 mL larutan glukosa 5 %. Kemudian ditambah dengan aquades sampai tanda
batas.
d. Campuran glukosa dan fruktosa 0,125% Campuran glukosa dan fruktosa 0,25 % pada
(c) dipipet 25,0 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL. Campuran tersebut
ditambah dengan aquades sampai tanda batas.
Masing-masing campuran glukosa dan fruktosa tersebut disaring dengan kertas saring 0,45
µm.
Penentuan Kondisi KCKT untuk Pemisahan Glukosa dan Fruktosa
Kondisi analisis untuk penentuan kandungan glukosa dan fruktosa pada sampel
madu adalah pada kondisi pemisahan yang terbaik. Kondisi tersebut tercapai jika hasil
kromatogram masing-masing komponen tidak tumpang tindih satu dengan yang lain.
Kromatogram yang tidak tumpang tindih tersebut salah satunya dapat dicapai dengan
mengatur suhu kolom dan laju alir dari eluen. Kondisi pemisahan dapat ditentukan pada
saat pengukuran larutan standar, di mana eluen yang digunakan adalah air deionisasi pada
kolom metacarb 87oC dan dideteksi dengan menggunakan detektor indeks bias.

Pembuatan Kurva Standar


Larutan standar glukosa dan fruktosa 0,125 % diinjeksikan sebanyak 20 µL dengan
menggunakan auto syringe injector. Biarkan sampai semua komponen keluar dan terpisah
dari kolom. Waktu retensi untuk masing-masing komponen (glukosa dan fruktosa) dicatat.
Langkah tersebut diulangi dengan menginjeksikan 20 µL larutan standar glukosa dan
fruktosa 0,25 % kemudian dengan larutan standar 0,5 % dan 1 %. Plot hubungan antara
konsentrasi larutan standar dengan luas puncak dari masing -masing komponen. Hubungan
antara konsentrasi dengan luas puncak dapat dibuat persamaan regresi liniernya yaitu y = a
+ bx , dimana :

a = y  b. x n

b 2
= n xy  x. y n x  ( x)
2

Validasi Prosedur Analisis


a. Ketepatan
Ketepatan dari metode yang digunakan ditentukan dengan melakukan beberapa kali
pengukuran konsentrasi dari senyawa standar dengan konsentrasi yang sama. Ketepatan
dinyatakan dengan perbandingan antara nilai konsentrasi yang terukur dengan nilai
konsentrasi yang sebenarnya. Dari data yang diperoleh dicari prosentase kesalahan
relatifnya dengan rumus :
x 
%  x 100 %

x
dimana : = konsentrasi rata-rata larutan standar terukur
µ = konsentrasi larutan standar (konsentrasi sebenarnya)

b. Ketelitian
Prosedurnya sama dengan prosedur ketepatan, kemudian data yang didapat dihitung
simpangan bakunya (SB) dan % koefisien variansi (KV) dengan rumus :

 (x i
- x )²
SB 
n-1

S
Kv  xB x 100 %

dimana : SB = Simpangan baku KV = Koefisien variansi


x = Konsentrasi rata-rata larutan standar terukur

c. Batas Deteksi
Batas deteksi merupakan kadar analit yang memberikan kadar analit yang memberi
signal sebesar signal blanko ditambah 3 kali simpang blanko.
y = yB + 3 sB
dimana : yB = signal blanko
sB = simpang baku blanko
Dari persamaan regresi yang telah dibuat, dapat dihitung batas deteksi untuk alat dengan
mengasumsikan :

yB =
a

sB = Sy/x

YiY
 2 12

dimana : Sy/x =
n2

Penentuan Kadar Glukosa dan Fruktosa Analisis Sampel


Masing-masing madu dipipet 0,5 mL dan diencerkan sampai volumenya tepat 50
mL kemudian disentrifugasi selama 30 menit. Sampel tersebut disaring dengan kertas
saring 0,45 µm. Sampel diinjeksikan sebanyak 20 µL pada alat kromatografi dan sistem
dibuat dengan kondisi pemisahan terbaik, semua komponen dibiarkan terpisah. Hasil yang
diperoleh dilakukan uji kualitatif dan uji kuantitatif (Nur, et al., 1992).

Perhitungan Kadar Glukosa dan Fruktosa


Kromatogram yang dihasilkan berupa puncak-puncak untuk setiap senyawa yang
dianalisis. Luas area diukur secara otomatis oleh alat pengolah data. Uji kualitatif untuk
komponen glukosa dan fruktosa dalam sampel dilakukan dengan mencocokkan waktu
retensi dari masing-masing puncak pada kromatogram sampel dengan waktu retensi
senyawa standar. Untuk uji kuantitatif, luas area komponen-komponen yang dianalisis
diplot ke dalam persamaan regresi linier.

Uji Statistik
Untuk menguji ada tidaknya variasi yang nyata pada kadar glukosa dan fruktosa
dari tiap sampel madu, maka akan dilakukan uji statistik BNT terhadap data hasil analisis
(kadar glukosa dan fruktosa) . Uji stastistik dilakukan dengan menggunakan metode uji F.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini telah melibatkan pengamatan sifat kromatografi senyawa – senyawa


standar secara individual yaitu glukosa dan fruktosa, yang dilanjutkan dengan pemisahan
senyawa-senyawa standar tersebut dalam campurannya dengan menggunakan metode
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.
Kondisi-kondisi pemisahan diperoleh dari pengukuran senyawa-senyawa glukosa
dan fruktosa tersebut kemudian diaplikasikan untuk penentuan kadar senyawa tersebut pada
sampel madu randu dan madu kelengkeng.
Eluen yang digunakan adalah air deionisasi, di samping murah juga tidak beracun.
Air deionisasi memiliki sifat kepolaran yang sesuai dengan karbohidrat dan ternyata dengan
eluen tersebut pemisahan glukosa dan fruktosa menghasilkan resolusi yang baik. Penelitian
ini menggunakan detektor indeks bias karena detektor tersebut sesuai untuk pemisahan
komponen-komponen karbohidrat.

Kromatografi Campuran Senyawa Standar


Untuk kromatografi campuran senyawa standar, dipilih beberapa kondisi yang
diharapkan dapat menghasilkan pemisahan glukosa dan fruktosa dengan resolusi yang baik.

Tabel 1. Hubungan antara laju alir dan waktu retensi dari masing-masing komponen

Laju Alir
Komponen Konsentrasi (%) (mL/menit) WR (menit)
GLUKOSA 5 1 6,025
FRUKTOSA 5 1 7,822

Tabel 1 menunjukkan bahwa glukosa muncul sebagai puncak pada waktu retensi
yang lebih cepat daripada fruktosa. Hal ini disebabkan karena adanya interaksi yang lebih
kuat antara fruktosa (yang mengandung gugus keton) dengan fase diam daripada interaksi
antara glukosa (yang mengandung gugus aldehid) dengan fase diam. Semakin mirip sifat
kepolaran antara senyawa yang dipisahkan dengan fase diam, maka interaksinya akan
semakin kuat, sehingga waktu retensi dari senyawa tersebut akan semakin lama.
Penentuan Kondisi KCKT untuk Pemisahan Glukosa dan Fruktosa
Kondisi analisis untuk penentuan kandungan glukosa dan fruktosa pada sampel
madu adalah pada kondisi pemisahan yang terbaik. Kondisi tersebut tercapai jika hasil
kromatogram masing-masing komponen tidak tumpang tindih satu dengan yang lain.
Kromatogram yang tidak tumpang tindih tersebut salah satunya dapat dicapai dengan
mengatur suhu kolom dan laju alir dari eluen.

Tabel 2. Hubungan antara laju alir, suhu dan waktu retensi dari campuran senyawa
standar(glukosa dan fruktosa)

Konsentrasi Laju Alir Suhu WR (menit) Resolusi


(%) (mL / menit) (°C) Glukosa Fruktosa Pemisahan
75 6,310 7,957 6,76
0,6
80 6,522 7,895 5,40
1
70 6,492 7,823 7,85
1
80 6,212 7,793 9,32

Tabel 2 menunjukkan bahwa jika laju alir dipercepat atau suhu kolom ditingkatkan,
maka komponen akan keluar sebagai puncak pada waktu retensi yang lebih pendek.
Sedangkan jika laju alir diperlambat atau suhu kolom diturunkan, maka komponen akan
keluar sebagai puncak pada waktu retensi yang lebih lama.
Penelitian ini dilakukan pada laju alir 1 mL/menit dengan suhu kolom 80°C karena
pada saat tersebut diperoleh pemisahan yang baik. Kedua komponen (glukosa dan fruktosa)
dapat terpisahkan satu dengan yang lain sampai garis alas. Pada kondisi ini glukosa dan
fruktosa muncul pada waktu retensi yang relatif cepat daripada kondisi-kondisi lainnya
sehingga memerlukan eluen yang tidak terlalu banyak sehingga lebih efisien. Selain itu,
pada kondisi tersebut diperoleh resolusi yang terbaik.
Resolusi diartikan untuk menjelaskan bagaimana dua buah pita / puncak dapat
terpisah satu sama lain. Bila dua puncak kromatogram dari dua senyawa terpisah sempurna
maka dikatakan dua senyawa tersebut terpisah secara sempurna atau resolusi dua senyawa
tersebut sempurna. Resolusi antara dua puncak merupakan fungsi dari tiga faktor yaitu :
retensi, selektifitas, dan efisiensi kolom. Retensi dan selektifitas merupakan fungsi sifat
kimia fasa gerak dan fasa diam. Retensi dapat dinyatakan melalui beberapa cara yakni
waktu retensi absolut, waktu retensi terkoreksi atau faktor kapasitas. Selektifitas merupakan
ukuran kemempuan fasa diam untuk membedakan dua senyawa. Efisiensi kolom
merupakan ukuran seberapa luas pita-pita komponen menyebar dalam perjalanannya
sepanjang kolom. Suatu kolom yang lebih efisien akan menghasilkan puncak yang lebih
sempit dari kolom yang kurang efisien, untuk waktu retensi yang sama.
Penelitian yang dikerjakan oleh Dira Swantara (1995) menyatakan bahwa
pemisahan dan analisis senyawa mono- dan disakarida pada madu dan bahan sejenisnya
dapat dilakukan dengan teknik KCKT. Dalam penelitian tersebut, sampel madu diambil
secara acak tanpa melihat jenis bunganya. Pada penelitian yang dilakukan, sampel madu
adalah madu yang diambil dari jenis bunga yang berbeda yaitu randu dan kelengkeng.
Kolom yang digunakan dalam penelitian ini adalah kolom Metacarb 87oC dengan
eluen air deionisasi. Kolom tersebut dipilih karena menggunakan eluen air deionisasi yang
relatif murah dan tidak beracun. Penelitian sebelumnya menggunakan kolom µBondapak-
NH2 dan eluen campuran asetonitril:air (75 : 25) yang mengandung 1,0 x 10 -5 M
etanolamin. Eluen yang digunakan pada penelitian tersebut relatif mahal. Selain itu dalam
penelitian ini juga dilihat pengaruh suhu kolom dan laju alir, sedangkan dalam penelitian
sebelumnya hanya dilihat pengaruh laju alir terhadap pemisahan masing-masing komponen.

Evaluasi Kuantitatif
Pembuatan Kurva Standar
Kurva standar untuk glukosa dan fruktosa disiapkan dengan pengukuran luas
areakromatogram dari masing-masing senyawa standar yang diperoleh dengan
menyuntikkan larutan standar campuran pada sistem kromatografi yang bekerja pada
kondisi pemisahan terbaik. Sistem kromatografi tersebut adalah sebagai berikut :

Kolom : Metacarb 87oC


Eluen : Air deionisasi
Laju Alir : 1 mL / menit
Suhu
Kolom : 80oC
Detektor : Indeks bias
Tabel 3. Data Kromatogra
luas area dari m
campuran glukosa dan fruktosa
pada
berbagai konsentrasi

Konsentrasi Luas Area


(%) Glukosa Fruktosa
70940 ± 80924 ±
0,125 1103,087 977,222
236790 ± 195161 ±
0,25 958,837 881,055
428752 ± 351812 ±
0,5 10431,946 749,533
1061880 ± 949714 ±
1
2122,028 625,082
Berdasarkan data pada Tabel 3, maka dapat dihitung persamaan regresi linier untuk
glukosa dan fruktosa. Persamaan regresi linier untuk glukosa dan fruktosa adalah sebagai
berikut :

Glukosa : y = -73545,652 + 1116023,791 x


(r = 0,9960)

Fruktosa : y = -69966,565 + 990654,539 x


(r = 0,9918)

Dari persamaan regresi linier diatas, maka dapat dibuat kurva standar glukosa dan
fruktosa yang disajikan pada Gambar 1. dan Gambar 2.

Kurva Standar Glukosa

1200000

1000000

800000
Luas Area

600000

400000

200000

0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Konsentrasi (%)

Gambar 1.Kurva Standar Glukosa

Kurva Standar Fruktosa

1000000

800000
Luas Area

600000

400000

200000

0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Konsentrasi (%)

Gambar 2. Kurva Standar Fruktosa


Validasi Ketepatan dan Ketelitian
Serangkaian validasi metode analisis perlu dilakukan untuk menguji kestabilan dan
validitas alat. Pengujian ini bertujuan agar hasil yang diperoleh dari suatu alat memiliki
ketepatan dan ketelitian yang tinggi sehingga dalam mengambil kesimpulan menjadi tepat.
Ketepatan analisis dapat dilihat dari % kesalahan relatif suatu analisis, dimana % kesalahan
relatif untuk glukosa adalah 1,76 %, sedangkan untuk fruktosa dengan cara yang sama
diperoleh nilai % kesalahan relatif sebesar 2,95 %. Ini berarti data yang diperoleh
berdasarkan hasil pengukuran telah memenuhi kriteria ketepatan analisis, dimana
prosentase kesalahan relatif (% )  5 % (20). Ketelitian analisis dapat dilihat dari nilai
simpangan baku dan % koefisien variansi. Nilai simpangan baku untuk glukosa adalah
1,437x10-3 dan untuk fruktosa adalah 4,950x10-4. Sedangkan nilai prosentase koefisien
variansi untuk glukosa adalah 0,1412 % dan untuk fruktosa adalah 0,0481%. Hal ini
menunjukkan bahwa data yang diperoleh

Tabel 4. Validasi Ketepatan dan Ketelitian


berdasarkan hasil pengukuran telah memenuhi kriteria ketelitian analisis, di mana
prosentase koefisien variansi (% KV) 5 % (Day dan Underwood, 1993).
Konsentrasi Konsentrasi
Komponen Luas Area % SB % KV
(%) Rata-rata
1063380
Glukosa 1 1060379 1,0176 1,76 1,437x10-3 0,1412
1062765
950156
Fruktosa 1 949272 1,0295 2,95 4,950x10-4 0,0481
950238

Batas Deteksi
Batas deteksi didefinisikan sebagai kadar analit terendah yang dapat menghasilkan
signal sebesar signal blanko ditambah tiga kali simpang bakunya.
Pengukuran batas deteksi dengan menggunakan detektor indeks bias untuk glukosa
dan fruktosa masing-masing sebesar 0,104 % dan 0,136 %. Ini berarti bahwa kadar glukosa
terendah yang dapat dideteksi oleh alat KCKT yang digunakan adalah sebesar 0,104 %.
Sedangkan untuk fruktosa, kadar terendah yang dapat dideteksi oleh alat KCKT adalah
0,136 %.

Analisis Kadar Glukosa dan Fruktosa Pada Sampel Madu


(a) Perlakuan Sampel
Sampel madu yaitu madu kelengkeng dan madu randu dipipet sebanyak 0,5 mL.
Sampel diencerkan sampai volumenya 50 mL. Sampel disentrifugasi selama 30 menit.
Tujuan dari sentrifugasi adalah untuk memisahkan komponen yang larut dalam air dengan
yang tidak larut dalam air. Hasil dari sentrifugasi adalah terbentuknya dua lapisan. Lapisan
atas diambil dan dilakukan penyaringan dengan kertas saring 0,45 µm. Filtrat hasil
penyaringan kemudian diambil 20µL dan disuntikkan ke alat KCKT.

(b) Pola Kromatogram Sampel


Kromatogram-kromatogram sampel madu mempunyai pola yang sederhana. Pada
kondisi kromatografi yang digunakan, senyawa standar glukosa dan fruktosa keluar sebagai
puncak dengan waktu retensi masing-masing 6,212 menit dan 7,793 menit.
Berdasarkan pola kromatogram sampel yang dianalisis, terlihat bahwa pemisahan
glukosa dan fruktosa dalam sampel madu dapat dilakukan dengan baik. Pada kromatogram
juga terlihat adanya komponen-komponen lain yang kemungkinan merupakan sakarida-
sakarida lain yang juga menyusun madu seperti sukrosa, maltosa, laktosa dan karbohidrat
lainnya. Namun keberadaan komponen lain tersebut tidak menganggu identifikasi
komponen utama.

(c) Analisis Kuantitatif (Kadar Glukosa dan Fruktosa)


Hasil perhitungan konsentrasi glukosa dan fruktosa dalam sampel madu disajikan
pada Tabel 5 berikut

Tabel 5. Kadar glukosa dan fruktosa dalam sampel madu

Sampel Kadar ( % )
Madu Glukosa Fruktosa

R1 27,57 ± (3,53x10-4) 41,62 ± (7,07x10-5)

R2 27,04 ± (4,60x10-3) 40,37 ± (1,41x10-4)


Rata-
27,13 40,99
Rata
K1 28,23 ± (1,41x10-4) 41,26 ± (1,41x10-4)

K2 27,94 ± (2,83x10-4) 38,79 ± (5,66x10-4)


Rata-
28,09 40,03
Rata

Keterangan :
R1 = Madu randu (sampel 1) R2 = Madu randu (sampel 2)
K1 = Madu kelengkeng ( sampel 1) K2 = Madu kelengkeng (sampel 2)

Hasil pada Tabel 5 terlihat bahwa pada semua sampel madu, kadar fruktosa lebih
tinggi daripada glukosa. Jika dilihat dari nilai rata-rata kadar glukosa, maka kadar glukosa
pada madu kelengkeng lebih tinggi daripada madu randu. Sedangkan nilai rata-rata kadar
fruktosa pada madu randu lebih tinggi daripada kadar fruktosa pada madu kelengkeng. Ini
berarti bahwa madu randu memiliki rasa yang lebih manis daripada madu kelengkeng
karena fruktosa memiliki kemanisan 2,5 kali dari glukosa.
Pada ketentuan SII ditetapkan bahwa kadar gula pereduksi (glukosa dan fruktosa)
total minimal 60 %. Tabel 5 menunjukkan bahwa sampel madu yang dianalisis telah
memenuhi ketentuan SII, dimana kadar gula pereduksi total pada madu randu sebesar 68,12
% dan pada madu kelengkeng sebesar 68,12 %. Pada madu palsu, madu tersebut tidak
memenuhi ketentuan SII, seperti kadar air yang cukup tinggi, kadar sukrosa yang melebihi
ketentuan atau total gula pereduksi yang kurang dari 60 %. Hal ini disebabkan karena pada
madu palsu sering dilakukan pengenceran atau ditambah dengan komponen lain seperti
pemanis buatan, gula pasir, dan pewarna makanan. Pada beberapa kasus madu palsu, kadar
total gula pereduksi (glukosa dan fruktosa) masih dapat memenuhi ketentuan SII. Ini
disebabkan karena jika proses penyimpanan madu cukup lama, maka sukrosa yang terdapat
pada madu akan mengalami peruraian membentuk glukosa dan fruktosa.
Penelitian yang dilakukan oleh Dira Swantara (1995) menunjukkan bahwa kadar
total glukosa dan fruktosa pada madu diperoleh sekitar 79 %, dimana kadar fruktosa lebih
besar daripada kadar glukosa. Penelitian tersebut juga melihat kadar sukrosa dari masing-
masing sampel. Namun, kadar sukrosa jauh lebih rendah daripada glukosa dan fruktosa.
Pada beberapa madu yang diduga palsu, ternyata kadar sukrosa lebih tinggi daripada kadar
glukosa dan fruktosa.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Pemisahan dan analisis kadar glukosa dan fruktosa pada madu randu dan madu
kelengkeng dapat dilakukan menggunakan teknik KCKT. Kolom yang digunakan
adalah kolom metacarb 87C dengan eluen air deionisasi. Kondisi operasional yang
terbaik diperoleh pada suhu kolom 80ºC dan laju alir 1 mL/menit dengan menggunakan
detektor indeks bias.
2. Kadar glukosa pada madu randu adalah sebesar 27,31 % dan pada madu kelengkeng
sebesar 28,09 %. Sedangkan kadar fruktosa pada madu randu sebesar 40,99 % dan pada
madu kelengkeng sebesar 40,03 %.
3. Kadar glukosa dan fruktosa dari tiap-tiap sampel madu telah memenuhi syarat mutu
madu nasional (SII) dimana kadar gula pereduksi total pada madu randu sebesar 68,12
% dan pada madu kelengkeng sebesar 68,12 %.

Saran
Sesuai hasil penelitian, dapat dikemukakan saran sebagai berikut :
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kandungan senyawa sakarida lain selain
glukosa dan fruktosa dalam madu seperti sukrosa, maltosa,dan laktosa.
2. Perlu dilakukan penelitian mengenai syarat mutu madu selain glukosa dan fruktosa
untuk menentukan kualitas madu seperti enzim, dan kadar dekstrin.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. I Wayan Suarsa, M.Si., Ibu
Sri Rahayu Santi, S.Si., M.Si., dan Bapak I Wayan Sudiarta, S.Si., M.Si. atas saran dan
kerjasamanya dalam penyelesaian tulisan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M., 1997, Teknik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan, Edisi Pertama,
Andi, Yogyakarta
Day, R. A. dan A. L. Underwood, 1993,
Quantitative Analysis , Sixth Edition, Prantice-Hall of India Private Limited, New
Delhi
Dira Swantara, I M., 1995, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Beberapa Senyawa Mono-
dan Disakarida Serta Penerapannya Untuk Analis Madu dan Bahan Jenis Lainnya,
Tesis, Universitas Padjadjaran, Bandung
Gritter, R. J., Bobbit, J. M., Schwarting, A. E., 1991, Pengantar Kromatografi, Edisi Kedua,
a.b. Kosasih Padmawinata, ITB, Bandung
Jarvis M. D. D. C., 1995, Pengobatan Tradisional Dengan Madu dan Apel / Folk Medicine,
Pionir Jaya, Bandung
Lehninger, A. L., 1990, Dasar-dasar Biokimia, Jilid I, a.b. M. T. Awidjaja, Erlangga,
Jakarta
Murtidjo, B. A. , 1991, Memelihara Lebah Madu, Kanisius, Yogyakarta
Nollet, L. M. L., Ed, 1990, Food Analysis by HPLC, Industriele Huges School Van Heet,
Gemeen Schap Sonder Wijs, C. T. L., Marcel Dekker Inc., Printed in USA, p. 257-
271
Nur, M. A., Juwana H. A., dan Kosasih, 1992,
Teknik Laboratorium, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, IPB Bogor
Purbaya, J. R. ,2002, Mengenal dan Memanfaatkan Khasiat Madu Alami, Pionir Jaya,
Bandung
Sarwono, B. , 2001, Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Lebah Madu, Agromedia
Pustaka, Tangerang.
Sujatmaka, 1988, Menghasilkan Madu Berkualitas Tinggi, Trubus, 4 (I) : 24-25
Suranto, A. , 2004, Khasiat dan Manfaat Madu Herbal , Agromedia Pustaka, Tangerang
Winarno, F. G. , 1982, Madu Teknologi, Khasiat dan Analisa, Ghalia Indonesia, Bogor
BAB V
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI ALAT

Kromatografi pada hakekatnya merupakan metode pemisahan dimana komponen yang


akan dipisahkan terdistribusi diantara dua fase yang saling tidak bercampur yaitu fasa diam
dan fasa gerak. Kromatografi juga didefinisikan sebagai proses pemisahan zat terlarut oleh
suatu proses migrasi diffferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau
lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan
didalamnya zat-zat itu menunjukkan adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan
tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan tekanan uapnya (Bahti, 1998).
Istilah kromatografi diciptakan oleh Tswett untuk melukiskan daerah-daerah yang
berwarna yang bergerak kebawah kolom. Pada waktu yang hampir bersamaan, D.T. Day
juga menggunakan kromatografi untuk memisahkan fraksi-fraksi petroleum, namun Tswett
lah yang pertama diakui sebagai penemu dan yang menjelaskan tentang proses
kromatografi. Penyelidikan tentang kromatografi kendor untuk beberapa tahun sampai
digunakan suatu teknik dalam bentuk kromatografi padatan cair (LSC).
Kemudian pada akhir tahun 1930 an dan permulaan tahun 1940 an, kromatografi mulai
berkembang. Dasar kromatografi lapisan tipis (TLC) diletakkan pada tahun 1938 oleh
Izmailov dan Schreiber, dan kemudian diperhalus oleh Stahl pada tahun 1958. Hasil karya
yang baik sekali dari Martin dan Synge pada tahun 1941 (untuk ini mereka memenangkan
Nobel) tidak hanya mengubah dengan cepat kromatografi cair tetapi seperangkat umum
langkah untuk pengembangan kromatografi gas dan kromatografi kertas. Pada tahun 1952
Martin dan James mempublikasikan makalah pertama mengenai kromatografi gas. Diantara
tahun 1952 dan akhir tahun 1960 an kromatografi gas dikembangkan menjadi suatu teknik
analisis yang canggih (Sudjadi, 1986).
Kromatografi cair kolom klasik merupakan prosedur pemisahan yang sudah mapan
dimana fase cair yang mengalir perlahan-lahan melewati kolom akibat gaya gravitasi dan
terjadi proses pemisahan di kolom tersebut. Metode itu dicirikan dengan efisiensi kolom
yang rendah dan waktu pemisahan yang lama. Namun sejak kira-kira tahun 1969, perhatian
dalam teknik kolom cair kembali dilirik dengan dikembangkannya sistem kolom
bertekanan tinggi oleh Kirchland dan Huber, yang mampu bekerja pada tekanan sampai
2,07 x 107 Nm-2 (3000p.s.i). Dalam metode ini digunakan kolom berdiameter kecil (1-3
mm) dengan partikel pendukung berukuran sekitar 30 nm dan eluen dipompakan ke
dalamnya dengan laju alir yang tinggi (sekitar 1-5 cm 3m-1). Pemisahan dengan metode ini
dilakukan jauh lebih cepat (sekitar 100 kali lebih cepat) daripada dengan kromatografi cair
yang biasa (Bassett et. all., 1994).
Kromatografi cair, dalam praktek ditampilkan dalam kolom gelas berdiameter besar, pada
dasamya dibawah kondisi atmosfer. Waktu analisis lama dan segala prosedur biasanya
sangat membosankan. Pada akhir tahun 1960 an, semakin banyak usaha dilakukan untuk
pengembangan kromatografi cair sebagai suatu teknik mengimbangi kromatografi gas.
High Performance Liquid Chromatography (HPLC) atau Kromatografi Cair Penampilan
Tinggi atau High Preformance = Tekanan atau Kinerja Tinggi, High Speed= Kecepatan
Tinggi dan Modern = moderen) telah berhasil dikembangkan dari usaha ini. Kemajuan
dalam keduanya instrumentasi dan pengepakan kolom terjadi dengan cepatnya sehingga
sulit untuk mempertahankan suatu bentuk hasil keahlian membuat instrumentasi dan
pengepakan kolom dalam keadaan tertentu. Tentu saja, saat ini dengan teknik yang sudah
matang dan dengan cepat HPLC mencapai suatu keadaan yang sederajat dengan
kromatografi gas (Putra, 2004).
Umumnya metode kromatografi seperti adsorpsi, partisi, dan penukar ion adalah contoh-
contoh dari kromatografi kolom. Pada metode kromatografi cair ini digunakan kolom
tabung gelas dengan bermacam diameter. Partikel dengan dimensi yang bervariasi
digunakan sebagai penunjang stasioner. Banyaknya cairan pada kolom jumlahnya
sedemikian rupa sehingga hanya cukup menghasilkan sedikit tekanan untuk memelihara
aliran fase gerak yang seragam. Secara keseluruhan pemisahan ini memakan waktu lama.
Berbagai usaha telah dilakukan untuk menambah laju aliran tanpa mengubah tinggi
piringan teoritis kolom. Penurunan ukuran partikel penunjang stasioner tidak selalu
menguntungkan. Kromatografi cair kinerja tinggi atau high performance liquid
chromatography (HPLC) berbeda dari kromatografi cair klasik. HPLC menggunakan
kolom dengan diameter umumnya kecil, 2-8 mm dengan ukuran partikel penunjang 50 nm;
sedangkan laju aliran dipertinggi dengan tekanan yang tinggi (Khopkar, 2003).
HPLC telah digunakan di Indonesia sejak tahun 1997 oleh Wiadnyana dalam
penelitiannya yang bertema menguji dan menentukan kadar toksisitas berbagai macam
fitoplankton di perairan laut. Selain digunakan untuk uji toksisitas, dalam bidang Biokimia
HPLC kerap digunakan untuk menghitung kadar vitamin dan protein dari suatu makanan
atau sampel. Singkatnya, HPLC merupakan sebuah metode analisa modern yang
multifungsi dan sudah ada di Negara kita Indonesia. Oleh karena itu ijinkan penulis untuk
bercerita sedikit tentang High Perfomance Liquid Chromatography.

1. Kromatografi kertas

Kromatografi kertas adalah suatu metode pemisahan campuran dari substansinya menjadi
komponen-komponennya berdasarkan distribusi suatu senyawa pada dua fase, yaitu fase
diam dan fase gerak.Fasa diam dalam kromatografi berupa air yang terikat pada selulosa
kertas, sedangkan fasa geraknya berupa pelarut organik non polar (pelarut yang
sesuai).Kromatografi kertas sering dipakai untuk memisahkan zat-zat warna penyusun tinta
atau bahan perwarna lainnya.Kromatografi kertas yaitu suatu pemisahan dimana fase diam
berupa zat cair yang menggunakan zat padat untuk menyokong fase diam yaitu kertas,
kemudian diletakkan dalam bejana tertutup yang berisi uap jenuh larutan. Ini adalah
merupakan jenis dari sistem partisi di mana fase diam adalah air, disokong oleh molekul-
molekul selulosa dari kertas, dan fase bergerak biasanya merupakan campuran dari satu
atau lebih pelarut-pelarut organik dan air. Kromatografi kertas adalah metode analitik yang
digunakan untuk memisahkan zat atau bahan kimia yang berwarna terutama pigmen.Hal ini
juga dapat digunakan untuk menganalisis warna primer atau sekunder pada percobaan tinta.

Kelebihan dan Kekurangan Kromatografi Kertas

Kelebihan:
a. Dapat digunakan untuk analisis dan aplikasi preparative
b. Digunakan untuk menentukan jumlah komponen campuran
c. Digunakan untuk memisahkan dan purifikasi substansi

Kekurangan:
a. Untuk mempersiapkan kolom dibutuhkan kemampuan teknik dan manual
b. Metode ini sangat membutuhkan waktu yang lama (time consuming)

2. KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS


Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pertama kali dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber
pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar , yang fase diamnya berupa
lapisan seragam (uniform) pada permukaan bidng datar yang didukung oleh lempeng kaca,
plat aluminium, atau plat plastik (Gandjar dan Rohman, 2007).
KLT merupakan salah satu metode isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap
(adsorpsi) dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan
bergerak mengikuti kepolaran eluen. Oleh karena daya serap adsorben terhadap komponen
kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal
inilah yang menyebabkan pemisahan (Hostettmann et al, 1995).
Pada proses adsorpsi senyawa kimia dapat terpisah-pisah disebabkan oleh daya serap
adsorban terhadap tiap-tiap komponen kimia tidak sama. Sedangkan partisi adalah
kelarutan tiap-tiap komponen kimia dalam cairan pengelusi (eluen) tidak sama dimana arah
gerakan eluen disebabkan oleh gaya sentrifugal sehingga komponen kimia dapat bergerak
dengan kecepatan yang berbeda-beda.
Kromatografi lapis tipis merupakan jenis kromatografi yang dapat digunakan untuk
menganalisis senyawa secara kualitatif maupun kuantitatif. Lapisan yang memisahkan
terdiri atas bahan berbutir (fase diam) ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas,
logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan, ditotolkan
berupa bercak atau pita, setelah pelat/lapisan ditaruh dalam bejana tertutup rapat yang berisi
larutan pengembang yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi setelah perambatan kapiler
(pengembangan), selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan/dideteksi.
Deteksi dilakukan dengan menggunakan sinar UV (Sudjadi, 1988).

Kelebihan dan Kekurangan KLT

Beberapa kelebihan KLT yaitu:


a. KLT lebih banyak digunakan untuk tujuan analisis.
b. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluoresensi,
atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.
c. Dapat dilakukan elusi secara mekanik (ascending), menurun (descending), atau dengan
cara elusi 2 dimensi.
d. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan
merupakan bercak yang tidak bergerak.
e. Hanya membutuhkan sedikit pelarut.
e. Biaya yang dibutuhkan terjangkau.
f. Jumlah perlengkapan sedikit.
g. Preparasi sample yang mudah
h. Dapat untuk memisahkan senyawa hidrofobik (lipid dan hidrokarbon) yang dengan
metode kertas tidak bisa (Gandjar dan Rohman, 2007).

Adapun kekurangan KLT yaitu:


a. Butuh ketekunan dan kesabaran yang ekstra untuk mendapatkan bercak/noda yang
diharapkan.
b. Butuh sistem trial and eror untuk menentukan sistem eluen yang cocok.
c. Memerlukan waktu yang cukup lama jika dilakukan secara tidak tekun

3. KROMATOGRAFI GAS

Kromatografi Gas adalah proses pemisahan campuran menjadi komponen-komponennya


dengan menggunakan gas sebagai fase bergerak yang melewati suatu lapisan serapan
(sorben) yang diam.
Kromatografi Gas adalah proses pemisahan campuran menjadi komponen-komponennya
dengan menggunakan gas sebagai fase bergerak yang melewati suatu lapisan serapan
(sorben) yang diam. Seluruh bentuk kromatografi terdiri dari fase diam dan fase gerak.
Sebagaimana dalam dalam fase gas-cair, Kromatografi gas fase gerak dan fase diamnya
diantaranya :
a. Fase gerak adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai uap. Pemisahan tercapai
dengan partisi sampel antara fase gas bergerak
b. Fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang
terikat pada zat padat penunjangnya.

Bagaimana kecepatan suatu senyawa tertentu bergerak melalui mesin, akan bergantung
pada seberapa lama waktu yang dihabiskan untuk bergerak dengan gas dan sebaliknya
melekat dengan cairan dengan jalan yang sama.
Dalam kromatografi gas, fase yang bergerak (atau "mobile phase") adalah sebuah operator
gas, yang biasanya gas murni seperti helium atau yang tidak reactive seperti gas nitrogen.
Stationary atau fasa diam merupakan tahap mikroskopis lapisan cair atau polimer yang
mendukung gas murni, di dalam bagian dari sistem pipa-pipa kaca atau logam yang disebut
kolom. Instrumen yang digunakan untuk melakukan kromatografi gas disebut gas
chromatograph (atau "aerograph", "gas pemisah").
Senyawa gas yang sedang dianalisis berinteraksi dengan dinding kolom yang dilapisi
dengan berbagai tahapan stationary. Ini menyebabkan setiap kompleks ke elute di waktu
yang berbeda, yang dikenal sebagai ingatan waktu yang kompleks. Perbandingan dari
ingatan kali yang memberikan kegunaan analisis GC-nya.
Kromatografi gas yang pada prinsipnya sama dengan kromatografi kolom (serta yang
lainnya bentuk kromatografi, seperti HPLC, TLC), tapi memiliki beberapa perbedaan
penting. Pertama, proses memisahkan compounds dalam campuran dilakukan antara
stationary fase cair dan gas fase bergerak, sedangkan pada kromatografi kolom yang
seimbang adalah tahap yang solid dan bergerak adalah fase cair. (Jadi, nama lengkap
prosedur adalah "kromatografi gas-cair", merujuk ke ponsel dan stationary tahapan,
masing-masing.) Kedua, melalui kolom yang lolos tahap gas terletak di sebuah oven
dimana temperatur gas yang dapat dikontrol, sedangkan kromatografi kolom (biasanya)
tidak memiliki kontrol seperti suhu. Ketiga, konsentrasi yang majemuk dalam fase gas
adalah hanya salah satu fungsi dari tekanan uap dari gas.
Kromatografi gas juga mirip dengan pecahan penyulingan, karena kedua proses
memisahkan komponen dari campuran terutama berdasarkan titik didih (atau tekanan uap)
perbedaan. Namun, pecahan penyulingan biasanya digunakan untuk memisahkan
komponen campuran pada skala besar, sedangkan GC dapat digunakan pada skala yang
lebih kecil yakni microscale.
Kromatografi gas terkadang juga dikenal sebagai uap-tahap kromatografi (VPC), atau
gas-cair kromatografi partisi (GLPC)

Kelebihan:
a. Waktu analisis yang singkat dan ketajaman pemisahan yang tinggi.
b. Dapat menggunakan kolom lebih panjang untuk menghasilkan efisiensi pemisahan
yang tinggi.
c. Gas mempunyai vikositas yang rendah.
d. Kesetimbangan partisi antara gas dan cairan berlangsung cepat sehingga analisis relatif
cepat dan sensitifitasnya tinggi.
e. Pemakaian fase cair memungkinkan kita memilih dari sejumlah fase diam yang sangat
beragam yang akan memisahkan hampir segala macam campuran.

Kekurangan:
a. Teknik Kromatografi gas terbatas untuk zat yang mudah menguap.
b. Kromatografi gas tidak mudah dipakai untuk memisahkan campuran dalam jumlah
c. besar. Pemisahan pada tingkat mg mudah dilakukan, pemisahan pada tingkat gram
mungkin dilakukan, tetapi pemisahan dalam tingkat pon atau ton sukar dilakukan
kecuali jika ada metode lain.
d. Fase gas dibandingkan sebagian besar fase cair tidak bersifat reaktif terhadap fase
diam dan zat terlarut.
.
4. KROMATOGRAFI CAIR TENAGA TINGGI
Kromatografi Cair Tenaga Tinggi (KCKT) atau biasa juga disebut dengan High
Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan metode yang tidak destruktif dan
dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. HPLC secara mendasar
merupakan sebuah perkembangan tingkat tinggi dari kromatografi kolom. Selain dari
pelarut yang menetes melalui kolom di bawah pengaruh gravitasi, HPLC didukung oleh
pompa yang dapat memberikan tekanan tinggi sampai dengan 400 atm. Hal ini membuat
HPLC dapat memisahkan komponen sampel lebih cepat. Saat ini, HPLC merupakan teknik
pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam
suatu sampel dalam berbagai bidang, antara lain : farmasi, lingkungan, bioteknologi,
polimer, dan industri-industri makanan. Beberapa perkembangan HPLC terbaru antara
lain : miniaturisasi sistem HPLC, penggunaan HPLC untuk analisis asam-asam nukleat,
analisis protein, analisis karbohidrat, dan analisis senyawa-senyawa kiral.

Dibandingkan dengan kromatografi gas, kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT atau
HPLC = High Performance Liquid Chromatography) mempunyai beberapa kelebihan.
Beberapa

kelebihan KCKT diantaranya ialah :

a. Dapat dilaksanakan pada suhu kamar.


b. Cepat dan mudah melaksanakannya.
c. Peka, detektor HPLC dapat divariasi dan unik.
d. Pelarut pengembang bisa dipakai berulang kali demikian juga dengan kolomnya.
e. Ideal untuk molekul besar dan ion.
f. Mudah memperoleh cuplikan.
g. Daya pisahnya baik.
h. Dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang di analisis.
i. HPLC juga dapat menganalisis senyawa yang tidak mudah menguap dan termolabil.

. Kekurangan :
a. Memerlukan biaya yang banyak untuk proses pemisahannya
b. Memerlukan orang yang trampil dalam pemisahannya

Anda mungkin juga menyukai