Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15


cm) dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian
distal. Namun demikian, pada bayi apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis
pada usia itu.
Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks dan
merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendiks disebut juga
umbai cacing. Apendisitis sering disalah artikan dengan istilah usus buntu, karena usus buntu
sebenarnya adalah caecum. Apendisitis akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai
faktor. Diantaranya hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat
juga menimbulkan penyumbatan. Apendisitis kronik disebabkan fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik.
Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada negara berkembang.
Namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100 kasus
tiap 100.000 populasi menjadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan
perubahan pola makan, yaitu negara berkembang berubah menjadi makanan kurang serat.
Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat pada pubertas,
dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an, sedangkan angka ini menurun pada
menjelang dewasa. Insiden apendisitis sama banyaknya antara wanita dan laki-laki pada masa
prapuber, sedangkan pada masa remaja dan dewasa muda rationya menjadi 3: 2, kemudian angka
yang tinggi ini menurun pada pria.

1
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi

Gambar 1. Lokasi Apendiks Gambar 2. Variasi Letak Apendiks

Apendiks merupakan organ digestif yang terletak pada rongga abdomen bagian kanan
bawah. Apendiks berbentuk tabung dengan panjang ksaran 10 cm dan berpangkal utama di
sekum. Apendiks memiliki beberapa kemungkinan posisi, yang didasarkan pada letak terhadap
struktur-struktur sekitarnya, seperti sekum dan ileum. 30% terletak pelvikum artinya masuk ke
rongga plevis, 65% terletak di belakang sekum, 2% terletak preileal dan kurang dari 1% yang
terletak retroileal.1,2
Apendiks mendapatkan persarafan otonom parasimpatis dari nervus vagus dan persarafan
simpatis dari nervus torakalis X. Persarafan ini yang menyebabkan radang pada apendiks akan
dirasakan periumbilikal. Vaskularisasi apendiks adalah oleh arteri apendikularis yang tidak
memiliki kolateral.2
Fungsi apendiks dalam tubuh manusia sampai saat ini masih belum sepenuhnya
dipahami. Salah satu yang dikatakan penting adalah terjadi produksi imunoglobulin oleh Gut

2
Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang menghasilkan IgA. GALT ini sama dengan lapisan
pada sepanjang saluran cerna lainnya. Karena jumlahnya yang sedikit dan minimal,
pengangkatan apendiks dikatakan tidak mempengaruhi sistem pertahanan mukosa saluran cerna.
Apendiks juga menghasilkan lendir sebanyak 1-2 ml setiap harinya. Aliran ini akan dialirkan ke
sekum dan berperan untuk menjaga kestabilan mukosa apendiks. Apendisitis seringkali terjadi
karena gangguan aliran cairan apendiks.2

2.2. Definisi Apendisitis


Apendisitis adalah infeksi pada apendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalit,
hiperplasia jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama
apendisitis. Erosi membran mukosa apendiks dapat terjadi karena parasit seperti Entamoeba
histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius vermikularis. Di Amerika Serikat pada 3.400
kasus, 50% ditemukan adanya faktor obstruksi. Obstruksi yang disebabkan hiperplasia jaringan
limfoid submukosa 60%, fekalit 35%, benda asing 4%, dan sebab lainnya 1%.2

2.3. Patofisiologi
Apendisitis akut secara umum terjadi karena proses inflamasi pada apendiks akibat
infeksi. Penyebab utama terjadinya infeksi adalah karena terdapat obstruksi. Obstruksi yang
terjadi mengganggu fisiologi dari aliran lendir apendiks, dimana menyebabkan tekanan
intralumen meningkat sehingga terjadi kolonisasi bakteri yang dapat menimbulkan infeksi pada
daerah tersebut. Pada sebagian kecil kasus, infeksi dapat terjadi semerta-merta secara hematogen
dari tempat lain sehingga tidak ditemukan adanya obstruksi.2
Infeksi terjadi pada tahap mukosa yang kemudian melibatkan seluruh dinding apendiks
pada 24-48 jam pertama. Adaptasi yang dilakukan tubuh terhadap inflamasi lokal ini adalah
menutup apendiks dengan struktur lain yaitu omentum, usus halus, dan adneksa. Hal ini yang
menyebabkan terbentuknya masa periapendikuler, yang disebut juga infiltrat apendiks. Pada
infilitrat apendiks, terdapat jaringan nekrotik yang dapat saja terbentuk menjadi abses sehingga
menimbulkan resiko perforasi yang berbahaya pada pasien apendisitis. Pada sebagian kasus,
apendisitis dapat melewati fase akut tanpa perlu dilakukannya operasi. Akan tetapi, nyeri akan
seringkali berulang dan menyebabkan eksaserbasi akut sewaktu-waktu dan dapat langsung

3
berujung pada komplikasi perforasi. Pada anak-anak dan geriatri, daya tahan tubuh yang rendah
dapat meyebabkan sulitnya terbentuk infiltrat apendisitis sehingga resiko perforasi lebih besar.2,3,4

2.4. Etiologi
Sesuai dengan patofisiologi apendisitis akut, etiologi dari penyakit ini yang berhubungan
dengan sumbatan pada lumen apendiks.2,3
Hal-hal yang dapat menyebabkan, antara lain :
1. Hiperplasia jaringan limfa

2. Masa fekalit

3. Sumbatan oleh cacing ascaris

4. Sumbatan karena fungsional, yang terjadi karena kurangnya makanan berserat


sehingga menimbulkan konstipasi. Konstipasi menyebabkan peningkatan
pertumbuhan flora normal kolon.

5. Kerusakan struktur sekitar, seperti erosi mukosa apendiks akibat infeksi Entamoeba
hystolitica.

2.5. Klasifikasi Apendisitis


Adapun klasifikasi apendisitis berdasarkan klinik patologisnya adalah sebagai berikut :
Apendisitis Akut
a. Apendisitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis)
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi. Sekresi
mukosa menumpuk dalam lumen apendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang
mengganggu aliran limfe, mukosa apendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali
dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam ringan.
Pada apendisitis kataral terjadi leukositosis dan apendiks terlihat normal, hiperemia, edema, dan
tidak ada eksudat serosa.
b. Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya
aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat

4
iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam
dinding apendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi
eksudat dan fibrin. Pada apendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam
lumen terdapat eksudat fibrinopurulen.
Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc
Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat
terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
c. Apendisitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu sehingga
terjadi infrak dan ganggren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif, apendiks mengalami
ganggren pada bagian tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah
kehitaman. Pada apendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan
peritoneal yang purulen.

Apendisitis Infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi
oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa
flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya.

Apendisitis Abses
Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di
fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal, dan pelvic.

Apendisitis Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah ganggren yang menyebabkan
pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding apendiks
tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.

Apendisitis Kronis

5
Apendisitis kronis merupakan lanjutan apendisitis akut supuratif sebagai proses radang
yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah, khususnya obstruksi
parsial terhadap lumen. Diagnosa apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat
serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopik dan mikroskopik. Secara histologis, dinding apendiks menebal, sub mukosa
dan muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel radang limfosit dan eosinofil
pada sub mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi.

2.6. Manifestasi Klinis


Gejala
Nyeri Perut
Nyeri perut merupakan keluhan utama yang biasanya dirasakan pasien dengan apendisitis
akut. Karakteristik nyeri perut penting untuk diperhatikan klinisi karena nyeri perut pada
apendisitis memiliki ciri-ciri dan perjalanan penyakit yang cukup jelas.
Nyeri pada apendisitis muncul mendadak (sebagai salah satu jenis dari akut abdomen)
yang kemudian nyeri dirasakan samar-samar dan tumpul. Nyeri merupakan suatu nyeri viseral
yang dirasakan biasanya pada daerah epigastrium atau periumbilikus. Nyeri viseral terjadi terus
menerus kemudian nyeri berubah menjadi nyeri somatik dalam beberapa jam. Lokasi nyeri
somatik umumnya berada di titik McBurney, yaitu pada 1/3 lateral dari garis khayalan dari spina
iliaka anterior superior (SIAS) dan umbilikus. Nyeri somatik dirasakan lebih tajam, dengan
intesitas sedang sampai berat. Pada suatu metaanalisis, ditemukan bahwa nyeri perut yang
berpindah dan berubah dari viseral menjadi somatik merupakan salah satu bukti kuat untuk
menegakkan diagnosis apendisitis.2,3

6
Gambar 3. Letak apendiks
Sesuai dengan anatomi apendiks, pada beberapa manusia letak apendiks berada retrosekal
atau berada pada rongga retroperitoneal. Keberadaan apendiks retrosekal menimbulkan gejala
nyeri perut yang tidak khas apendisitis karena terlindungi sekum sehingga rangsangan ke
peritoneum minimal. Nyeri perut pada apendisitis jenis ini biasanya muncul apabila pasien
berjalan dan terdapat kontraksi musculus psoas mayor secara dorsal.2,3

Mual dan Muntah


Gejala mual dan muntah sering menyertai pasien apendisitis. Nafsu makan atau anoreksia
merupakan tanda-tanda awal terjadinya apendisitis.2,3

Gejala Gastrointestinal
Pada pasien apendisitis akut, keluhan gastrointestinal dapat terjadi baik dalam bentuk
diare maupun konstipasi. Pada awal terjadinya penyakit, sering ditemukan adanya diare 1-2 kali
akibat respon dari nyeri viseral. Diare terjadi karena perangsangan dinding rektum oleh
peradangan pada apendiks pelvis atau perangsangan ileum terminalis oleh peradangan apendiks
retrosekal. Akan tetapi, apabila diare terjadi terus menerus perlu dipikirkan terdapat penyakit
penyerta lain.
Konstipasi juga seringkali terjadi pada pasien apendisitis, terutama dilaporkan ketika
pasien sudah mengalami nyeri somatik.2,3

Tanda

7
Keadaan Umum
Secara umum, pasien apendisitis akut memiliki tanda-tanda pasien dengan radang atau
nyeri akut. Takikardia dan demam ringan-sedang sering ditemukan. Demam pada apendisitis
umumnya sekitar 37,5 – 38,5°C. Demam yang terus memberat dan mencapai demam tinggi perlu
dipikirkan sudah terjadinya perforasi.2,3

Keadaan Lokal
Pada apendisitis, tanda-tanda yang ditemukan adalah karena perangsangan langsung pada
peritoneum oleh apendiks atau perangsangan tidak langsung. Perangsangan langsung
menyebabkan ditemukannya nyeri tekan dan nyeri lepas pada perut kanan bawah, terutama pada
titik McBurney. Selain itu pada inspeksi dan palpasi abdomen akan mudah dilihat terdapat
deffense muscular sebagai respons dari nyeri somatik yang terjadi secara lokal.
Perangsangan tidak langsung ditunjukkan oleh beberapa tanda, antara lain Rovsing sign yang
menandakan nyeri pada perut kiri bawah apabila dilakukan penekanan pada titik McBurney.
Begitupula Blumberg sign adalah nyeri pada perut kiri bawah apabila dilakukan pelepasan pada
titik McBurney.2,3
Pada apendisitis retrosekal, tanda-tanda umum di atas seringkali tidak muncul akan tetapi
dapat cukup khas ditegakkan dengan Psoas sign dan Obturator sign. Tanda psoas adalah nyeri
timbul apabila pasien melakukan ekstensi maksimal untuk meregangkan otot psoas. Secara
praktis adalah dengan fleksi aktif sendi panggul kanan kemudian paha kanan diberikan tahanan.
Hal ini akan menimbulkan rangsangan langsung antara apendiks dengan otot psoas sehingga
timbul nyeri. Tanda obturator muncul apabila dilakukan fleksi dan endorotasi sendi panggul yang
menyebabkan apendiks bersentuhan langsung dengan muskulus obturator internus. Biasanya
untuk mengetahui terdapat tanda psoas maupun obturator, dapat pula diperdalam mengenai
timbulnya nyeri saat berjalan, bernafas, dan beraktivitas berat.

2.7. Diagnosa dan Diagnosa Banding


Diagnosis apendisitis bergantung pada penemuan klinis, yaitu dari anamnesis mengenai
gejala-gejala dan pemeriksaan fisik untuk menemukan tanda-tanda yang khas pada apendisitis.

8
Anamnesis mengenai gejala nyeri perut beserta perjalanan penyakitnya, gejala penyerta seperti
mual-muntah-anoreksia, dan ada tidaknya gejala gastrointestinal.
Pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh karena tanda-tanda vital juga sudah dapat
mengarah ke diagnosis apendisitis. Takikardia dan demam sedang merupakan tanda-tanda yang
sering ditemukan. Pada pemeriksaan gigi dan mulut, sering ditemukana adanya lidah kering dan
terdapat fethor oris. Pada pemeriksaan abdomen dilakukan cermat pada tiap tahap. Dari
auskultasi sering ditemukan bising usus menurun karena terjadi ileus paralitik. Pada inspeksi,
dapat ditemukan bahwa dinding perut terlihat kaku dan kemudian dikonfirmasi dengan palpasi.
Pada palpasi, ditemukan nyeri tekan dan nyeri lepas serta terdapat tahanan (deffense muscular).
Palpasi dilakukan pada beberapa titik diagnostik apendisitis yaitu titik McBurney, uji Rovsig,
dan uji Blomberg. Uji psoas dan uji obturator juga dapat dilakukan terutama pada kecurigaan
apendisitis yang terjadi secara retrosekal.2,3,4
Pemeriksaan penunjang kurang bermakna pada diagnosis apendisitis karena penegakan
diagnosis umumnya cukup berasal dari penemuan klinis. Pemeriksaan urin dan darah perifer
lengkap dapat membantu dengan menunjukkan adanya tanda-tanda inflamasi secara umum, yaitu
adanya leukositosis dan keberadaan pyuria.
Dengan penemuan klinis dan pemeriksaan laboratorium, dapat digunakan suatu alat bantu
untuk diagnosis apendisitis akut, yaitu Alvarado Score. Dengan memperoleh nilai lebih dari 7,
maka apendisitis akut sudah umumnya dapat ditegakkan.5 Komponen Alvarado Score adalah :

9
Pemeriksaan radiologi dapat membantu diagnosis apendisitis secara lebih cepat dan pasti,
akan tetapi secara value-based kurang disarankan. Gambaran kemampuan diagnostik dari
beberapa modalitas radiologi terhadap diagnosis apendisitis adalah sebagai berikut : 4
Modalitas Makna Klinis
Foto Polos Tidak bermakna dalam diagnosis,
walaupun seringkali penemuan fecalit
dapat dilakukan
USG Abdomen Sensitivitas 86%, Spesifisitas 81%

CT-Scan Sensitiitas 94%, Spesifisitas 95%


Magnetic Resonance Imaging Belum ada penelitian yang mengkaji,
namun sangat jarang dilakukan

Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan, disimpulkan bahwa penggunaan


modalitas radiologi pada diagnosis apendisitis akut hanya dilakukan apabila diagnosis dengan
mengandalkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium tidak dapat dilakukan. Modalitas yang
disarankan adalah CT-Scan karena USG masih bersifat operator-dependent.4

10
Gambar 4. Diagnosa banding abdomen akut berdasarkan lokasi nyeri

Pada nyeri perut kanan bawah dapat dipikirkan beberapa diagnosis banding seperti
apendisitis, Crohn’s disease, Meckel’s diverticulitis, kolik renal, infeksi saluran kemih, kista
ovarium terpuntir, salfingitis, kehamilan ektopik, dll. Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa
pasien sebelumnya sempat mengalami nyeri perut di daerah periumbilical yang dirasakan hilang
timbul dan kemudian berpindah ke perut kanan bawah yang dirasakan terus menerus.
Perpindahan nyeri perut dari daerah periumbilical ke perut kanan bawah ini sangat khas pada
kasus apendisits. Nyeri perut yang dirasakan di daerah periumbilical merupakan nyeri viseral
akibat rangsangan pada peritoneum viseral. Pada saat terjadi distensi apendiks akibat

11
peningkatan tekanan intralumen maka peritoneum viseral akan teregang dan memberikan sensasi
rasa nyeri. Nyeri dari organ-organ yang berasal dari midgut (jejenum hingga kolon transversum)
akan dirasakan di daerah periumbilical. Nyeri selanjutnya dirasakn di perut kanan bawah
merupakan nyeri somatik akibat proses peradangan pada apendiks yang berlanjut ke peritoneum
parietal.5,8

Gambar 5. Penjalaran nyeri pada apendisitis akut

2.8. Penatalaksanaan
Setelah penegakan diagnosis apendisitis dilakukan, tata laksana utama pada apendisitis
adalah Apendektomi. Tata laksana mulai diarahkan untuk persiapan operasi untuk mengurangi
komplikasi pasca-operasi dan meningkatkan keberhasilan operasi.

Medikamentosa
Persiapan operasi dilakukan dengan pemberian medikamentosa berupa analgetik dan
antibiotik spektrum luas, dan resusitasi cairan yang adekuat. Pasien apendisitis seringkali datang
dengan kondisi yang tidak stabil karena nyeri hebat sehingga analgetik perlu diberikan.
Antibiotik diberikan untuk profilaksis, dengan cara diberikan dosis tinggi, 1-3 kali dosis
biasanya. Antibiotik yang umum diberikan adalah cephalosporin generasi 2 / generasi 3 dan

12
Metronidazole. Hal ini secara ilmiah telah dibuktikan mengurangi terjadinya komplikasi post
operasi seperti infeksi luka dan pembentukan abses intraabdominal.3,4
Pilihan antibiotik lainnya adalah ampicilin-sulbactam, ampicilin-asam klavulanat,
aminoglikosida, dan lain sebagainya. Waktu pemberian antibiotik juga masih diteliti. Akan tetapi
beberapa protokol mengajukan apendisitis akut diberikan dalam waktu 48 jam saja. Apendisitis
dengan perforasi memerlukan administrasi antibiotik 7-10 hari.6

Apendektomi
Sampai saat ini, penentuan waktu untuk dilakukannya apendektomi yang diterapkan
adalah segera setelah diagnosis ditegakkan karena merupakan suatu kasus gawat-darurat.
Beberapa penelitian retrospektif yang dilakukan sebenarnya menemukan operasi yang dilakukan
dini (kurang dari 12 jam setelah nyeri dirasakan) tidak bermakna menurunkan komplikasi post-
operasi dibanding yang dilakukan biasa (12-24 jam). Akan tetapi ditemukan bahwa setiap
penundaan 12 jam waktu operasi, terdapat penambahan resiko 5% terjadinya perforasi.
Teknik yang digunakan dapat berupa :
(1) Operasi terbuka, dan
(2) Dengan Laparoskopi
Operasi terbuka dilakukan dengan insisi pada titik McBurney yang dilakukan tegak lurus
terhadap garis khayalan antara SIAS dan umbilikus. Di bawah pengaruh anastesi, dapat
dilakukan palpasi untuk menemukan massa yang membesar. Setelah dilakukan insisi,
pembedahan dilakukan dengan identifikasi sekum kemudian dilakukan palpasi kearah
posteromedial untuk menemukan apendisitis posisi pelvik. Mesoapendiks diligasi dan
dipisahkan. Basis apendiks kemudian dilakukan ligasi dan transeksi.
Apendektomi dengan bantuan laparoskopi mulai umum dilakukan saat ini walaupun
belum ada bukti yang menyatakan bahwa metode ini memberikan hasil operasi dan pengurangan
kejadian komplikasi post-operasi. Apendekotmi laparoskopi harus dilakukan apabila diagnosis
masih belum yakin ditegakkan karena laparoskopi dapat sekaligus menjadi prosedur diagnostik.
Sampai saat ini penelitian-penelitian yang dilakukan masih mengatakan keunggulan dari metode
ini adalah meningkatkan kualitas hidup pasien. Perbaikan nfeksi luka tidak terlalu berpengaruh
karena insisi pada operasi terbuka juga sudah dilakukan dengan sangat minimal.2,3,4

13
Komplikasi pasca-operasi dari apendektomi adalah terjadinya infeksi luka dan abses
inttraabdomen. Infeksi luka umumnya sudah dapat dicegah dengan pemberian antibiotik
perioperatif. Abses intra-abdomen dapat muncul akibat kontaminasi rongga peritoneum.4

2.9. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan apendisitis. Faktor keterlambatan
dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi pengetahuan dan biaya,
sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke
rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan
angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi apendisitis 10-32%, paling sering pada
anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75%
pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang tua.43 Anak-
anak memiliki dinding apendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang
sempurna memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan
pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya : 2
Abses
Abses merupakan peradangan apendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di kuadran
kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan berkembang menjadi
rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila apendisitis ganggren atau mikroperforasi
ditutupi oleh omentum.

Perforasi
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke rongga
perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam
sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis
yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,5 0C, tampak toksik, nyeri tekan
seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.

14
Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang dapat
terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum
menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat,
muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.

2.10. Prognosis
Mortalitas adalah 0,1% jika 15angrene15c15s akut tidak pecah dan 15% jika pecah pada
orangtua. Kematian biasanya dari sepsis, emboli paru, atau aspirasi; prognosis membaik dengan
diagnosis dini sebelum 15angren dan 15angrene15c yang lebih baik.
Morbiditas meningkat dengan 15angren dan usia tua. Komplikasi dini adalah sepsis.
Infeksi luka membutuhkan pembukaan kembali insisi kulit yang merupakan predisposisi
terjadinya robekan. Abses intraabdomen dapat terjadi dari kontaminasi peritonealis setelah
15angrene dan perforasi. Fistula fekalis timbul dari nekrosis suatu bagian dari secum oleh abses
atau kontriksi dari jahitan kantong. Obstruksi usus dapat terjadi dengan abses lokulasi dan
pembentukan adhesi. Komplikasi lanjut meliputi pembentukan adhesi dengan obstruksi mekanis
dan hernia.5
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas
penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas
bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat.
Terminologi apendisitis kronis sebenarnya tidak ada.2

15
BAB 3
KESIMPULAN

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus
buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang
merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti
apa fungsi apendiks sebenarnya. Namun demikian, organ ini sering sekali menimbulkan masalah
kesehatan.
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit. Panjangnya kira-
kira 10cm (kisaran 3-15cm) dan berpangkal di sekum. Apendiks menghasilkan lendir 1-2ml per
hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum.
Adanya hambatan dalam pengaliran tersebut, tampaknya merupakan salah satu penyebab
timbulnya appendisits. Di dalam apendiks juga terdapat immunoglobulin sekretoal yang
merupakan zat pelindung efektif terhadap infeksi (berperan dalam sistem imun). Dan
immunoglobulin yang banyak terdapat di dalam apendiks adalah IgA. Namun demikian, adanya
pengangkatan terhadap apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah
jaringan limfe yang terdapat pada apendiks kecil sekali bila dibandingkan dengan yang ada pada
saluran cerna lain.
Apendisitis dapat mengenai semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. Namun lebih
sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun.

16
Daftar Pustaka

1. Putz R Pabst R. Sobotta : Atlas Anatomi Manusia. Jilid 2. Jakarta : EGC ; 2010
2. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : EGC ; 2011. Hal 755-
64
3. Humes DJ, Simpson J. Clinical Review : Acute appendicitis. BMJ ; 2007. 333 : 540 - 34
4. Tjandra JJ, Clunie GJA, Kaye AH, Smith JA. Textbook of Surgery. 3 rd ed. Blackwell
Publishing ; 2006. Hal. 123-27
5. Brunicardi FC. Schwartz’s Manual of Surgery. 8th edition. London : McGraw-Hill. 2006.
Pages 784-95
6. Morris PJ, Wood WC. Oxford’s Textbook of Surgery. 2 nd ed. Oxford. eBook
7. Williams NS, Bulstrode CJK, O’Connell PR. Bailey & Love’s Short Practice of Surgery. 25th
edition. London: Edward Arnold. 2008. pages 1204-18
8. Grace PA, Borley NR. Surgery at a Glance. 2nd edition. Victoria : Blackwell Science. 2002.
pages 28
9. Kartono D. Apendisitis Akuta. Dalam Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.
Jakarta : Binarupa Aksara. hal. 115-117

17

Anda mungkin juga menyukai