BUKU ACUAN
MODUL II – GANGGUAN PSIKIATRIK
LATAR BELAKANG
Skizofrenia adalah sindroma klinik yang ditandai oleh psikopatologi berat dan beragam,
mencakup aspek kognisi, emosi, persepsi dan perilaku, dengan gangguan pikiran
sebagai gejala pokok. Awitan biasanya sebelum usia 25 tahun, berlangsung seumur
hidup dan bisa diderita oleh semua kalangan sosial-ekonomi. Medikasi dengan obat
antipsikotik merupakan terapi utama skizofrenia, sementara intervensi psikososial
meningkatkan hasil pengobatan. Hospitalisasi, dilakukan untuk memastikan diagnosis,
stabilisasi medikasi, menjaga keselamatan penderita, optimalisasi perawatan diri dan
membangun dasar-dasar hubungan penderita dengan sistem dukungan di masyarakat.
Dalam masa 5-10 tahun setelah hospitalisasi pertama, hanya 10-20% penderita yang
mempunyai prognosis baik, lebih dari 50% mempunyai prognosis buruk, ditandai oleh
hospitalisasi berulang-ulang, eksaserbasi gejala, mengalami episoda depresi berat dan
percobaan bunuh diri, sekitar 20-30% penderita skizofrenia dapat hidup relatif normal, 20-
30% tetap mempunyai gejala sedang dan 40-60% terganggu oleh penyakitnya seumur
hidup.
PENGAJAR
Psikiater
PESERTA DIDIK
Peserta didik Psikiatri semester satu
WAKTU
PERSIAPAN SESI
1
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
REFERENSI
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore,
2007
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of
Psychiatry, 8th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 2005
• Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, DitJen
YanDik DepKes RI, Jakarta, 1993
• Suplemen Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III,
DitJen YanDik DepKes RI, Jakarta, 1995
• American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV, 1994
• Arieti S, Interpretation of Schizophrenia, 2nd ed, Basic Books, Inc., Publishers,
New York, 1974
TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Umum
Setelah mengikuti sesi ini PPDS mampu mengerti dan menguasai teori mengenai
skizofrenia serta mampu mengelola pasien skizofrenia secara mandiri dengan baik dan
benar.
Tujuan Khusus
1. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi skizofrenia secara biopsikososial
termasuk aspek psikodinamikanya (C4)
2. Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala skizofrenia (C4)
3. Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding skizofrenia (C4)
4. Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis skizofrenia (C4)
5. Mampu memformulasikan upaya penatalaksanaan skizofrenia secara adekuat dan
efektif melalui melalui pendekatan biopsikososial (C5)
6. Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis skizofrenia (C5)
Kompetensi
Mampu mendiagnosis dan menatalaksana skizofrenia berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan psikiatrik dan evaluasi pemeriksaan psikometrik-PANSS.
Ketrampilan
Setelah mengikuti secara lengkap sesi-sesi yang telah disiapkan, peserta didik
diharapkan memiliki keterampilan untuk :
• Menganalisis etiologi skizofrenia serta implikasi psikodinamikanya
• Mengidentifikasi tanda dan gejala skizofrenia, termasuk evaluasi pemeriksaan
psikometrik-PANSS
• Mendiagnosis skizofrenia dan membuat diagnosis bandingnya
• Merencanakan intervensi terapeutik secara cepat dan tepat, termasuk
kemungkinan melakukan rujukan untuk rawat inap
2
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Tn. A, usia 30 tahun dibawa oleh keluarganya ke RS karena mengamuk, merasa ada
sekelompok orang yang mau mencelakainya, selalu mengatakan bahwa pikirannya bisa
didengar sehingga diketahui oleh orang lain, serta mendengar suara beberapa orang
yang sedang membahas tingkah lakunya sehari-hari, gejala timbul sejak 3 bulan yang lalu
setelah di-PHK dari perusahaan tempat kerjanya.
Pertanyaan
1. Sebutkan tanda dan gejala yang didapatkan pada Tn. A
2. Tentukan diagnosis banding untuk Tn. A.
3. Tentukan diagnosis Tn. A
4. Tentukan rencana penatalaksanaan untuk Tn. A
5. Bagaimana prognosis Tn. A
SESI 1
Tujuan
1. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi skizofrenia secara biopsikososial serta
implikasi psikodinamikanya (C4)
2. Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala skizofrenia (C4)
Metoda
• Kuliah 1 x 1 jam
Topik : Etiologi skizofrenia (neurobiologi-psikososial)
Implikasi psikodinamika
Tanda dan gejala pokok skizofrenia (Bleuler, Schneider, ICD 10,
DSM IV-TR)
Tanda dan gejala tambahan skizofrenia (Bleuler, Schneider, ICD 10,
DSM IV-TR)
• Diskusi kelompok 1 x 1 jam
• Ilustrasi dengan kasus kertas/aktual 2 x 1 jam
• Tugas baca
SESI 2
Tujuan
1. Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding skizofrenia (C4)
2. Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis skizofrenia (C4)
Metoda
• Kuliah 1 x 1 jam
Topik : Diagnosis banding skizofrenia (organik, psikogenik)
Diagnosis skizofrenia (PPDGJ III, ICD 10, DSM IV-TR)
3
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
SESI 3
Tujuan
1. Mampu memformulasikan upaya penatalaksanaan skizofrenia secara adekuat dan
efektif melalui pendekatan biopsikososial (C5)
2. Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis skizofrenia (C5)
Metoda
• Kuliah 1 x 1 jam
Topik : Penatalaksanaan farmakologik skizofrenia
Penatalaksanaan non farmakologik skizofrenia
• Diskusi kelompok 2 x 1 jam
• Ilustrasi dengan kasus kertas/aktual 2 x 1 jam
• Bed-side teaching 3 x 1 jam
• Latihan ketrampilan memeriksa, mendiagnosis serta penatalaksanaan pasien
skizofrenia di ruang rawat inap 3 x 2 jam
• Latihan ketrampilan memeriksa, mendiagnosis serta penatalaksanaan pasien di
sarana rawat jalan 3 x 2 jam
• Tugas baca
RANGKUMAN
Pada modul ini peserta didik mendapatkan kuliah mengenai aspek-aspek penting
skizofrenia (epidemiologi, etiologi, tanda dan gejala, diagnosis, prinsip penanggulangan,
komorbiditas dan perjalanan penyakit serta prognosis) disertai dengan sesi-sesi berupa
diskusi kelompok, pembahasan kasus kertas, bed side teaching dan pengalaman praktek
dengan pasien agar dapat menguasai ketrampilan untuk dapat mengelola skizofrenia
dengan baik.
EVALUASI
• Membuat 7 status rawat inap dan 3 status rawat jalan penderita skizofrenia yang
kemudian dinilai oleh dokter kepala rawat inap dan kepala rawat jalan
4
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Kognitif
• Pre-test
• MCQ
• Lisan
• Self Assessment dan Peer Assisted Evaluation
• Curah Pendapat dan Diskusi
Psikomotor
• Self Assessment dan Peer Assisted Learning
• Peer Assisted Evaluation (berbasis nilai 1, 2 dan 3)
• Penilaian Kompetensi (berbasis nilai memuaskan, perlu perbaikan dan tidak
memuaskan)
• Kesempatan untuk perbaikan (Task-based Medical Education)
SKIZOFRENIA
PENDAHULUAN
Skizofrenia adalah sindroma klinik yang ditandai oleh psikopatologi berat dan beragam,
mencakup aspek kognisi, emosi, persepsi dan perilaku. Awitan biasanya sebelum usia 25
tahun, berlangsung seumur hidup dan bisa diderita oleh semua kalangan sosial-ekonomi.
Manifestasi klinik, respon terhadap terapi dan perjalanan penyakit berbeda beda antar
penderita.
Diagnosis ditegakkan semata-mata berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan status
mental, tidak ada pemeriksaan laboratorium untuk mendukung diagnosis.
SEJARAH
Deskripsi tertulis tentang gejala skizofrenia sudah dikemukakan oleh dokter dokter Yunani
kuno (waham kebesaran, paranoia, deteriorasi fungsi kognitif dan kepribadian), tetapi
baru pada abad ke 19 skizofrenia diakui sebagai masalah medis, atas jasa dua tokoh
neuro-psikiatri, Emil Kraepelin dan Eugene Bleuler. Benedict Morel (1809-1873),
menggunakan istilah Demence precoce utk menggambarkan deteriorasi yg dialami
pasien yg penyakitnya dimulai sejak masa adolesen. Emil Kraepelin (1856-1926),
mengacu pada konsep Morel, menggunakan istilah Dementia precox yg menekankan
pada perubahan fungsi kognitif (demensia) dan awitan dini (prekoks).
Eugene Bleuler (1857-1939), mengemukakan istilah schizophrenia (skizofrenia) sebagai
pengganti demensia prekoks yang menggambarkan ada ketidakselarasan antara pikiran,
5
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
emosi dan perilaku penderita dan ada empat gejala primer (four As) sebagai cermin
ketidakselarasan tersebut, yaitu gangguan asosiasi, gangguan afek, autisme dan
ambivalensi ditambah gejala-gejala sekunder, yaitu halusinasi dan delusi; Bleuler
berpendapat bahwa perjalanan penyakit ini tidak selalu deterioratif.
Beberapa tokoh lain yang juga mengemukakan pendapatnya tentang skizofrenia adalah
Ernst Kretschmer (1888-1926) yang mengkaitkan risiko menderita skizofrenia dengan
bentuk tubuh tertentu; Kurt Schneider (1887-1957) yang mengemukakan pemikiran
tentang first & second rank symptoms of schizophrenia; Karl Jaspers (1883-1969,
fenomenologi gangguan jiwa); Adolf Meyer (1866-1950, psikobiologi)
EPIDEMIOLOGI
Di AS prevalensi seumur hidup 1%. Angka kejadian pada laki-laki = perempuan, awitan
penyakit pada laki-laki lebih dini (10-25 tahun) dibandingkan dengan pada perempuan
(25-35 tahun), 90% pasien skizofrenia yang sedang menjalani terapi berada pada rentang
usia 15-55 tahun, awitan penyakit sebelum usia 10 tahun atau sesudah usia 60 tahun
sangat jarang terjadi, bila awitan terjadi sesudah usia 45 tahun disebut “late onset
schizophrenia”.
Keluarga biologik tingkat pertama penderita mempunyai risiko 10 kali lebih besar dari
masyarakat umum untuk menderita skizofrenia. Dibandingkan masyarakat umum,
mortalitas karena kecelakaan atau sebab alamiah pada penderita skizofrenia lebih tinggi.
Penggunaan zat psikoaktif sering didapatkan di antara penderita skizofrenia (50%) dan
hal ini dapat meningkatkan gejala-gejala psikotik
ETIOLOGI
Genetik
• Faktor genetik diduga berperan pada skizofrenia, makin dekat hubungan keluarga
dengan penderita, makin besar risiko untuk juga menderita skizofrenia, gangguan
gangguan jiwa terkait skizofrenia seperti gangguan kepribadian skizotipal, skizoid dan
paranoid juga lebih sering didapatkan di antara para keluarga biologik penderita
skizofrenia.
• Transmisi genetiknya sampai sekarang belum jelas, penelitian terhadap gen yang
spesifik terus dilakukan.
• Prevalensi skizofrenia pada populasi tertentu :
Biokimia
6
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Neuropatologi
Pada akhir abad ke-20 para peneliti berhasil menemukan kemungkinan dasar-dasar
neuropatologi skizofrenia (sistim limbik, ganglia basalis) serta kelainan neuropatologi dan
neurokimia di korteks serebral, thalamus dan batang otak. Berkurangnya volume otak
penderita skizofrenia dikaitkan dengan kemungkinan berkurangnya densitas akson,
dendrit dan sinaps yang memediasi fungsi asosiatif otak. Densitas sinaps paling tinggi
pada usia 1 tahun, lalu berkurang mencapai kondisi pada orang dewasa sejak awal masa
adolesen “pruning” sinaps yang eksesif pada masa adolesen diduga merupakan salah
satu penyebab skizofrenia awitan skizofrenia umumnya terjadi pada masa adolesen.
7
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
8
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Pendekatan Psikoanalitik
• Sigmund Freud : skizofrenia disebabkan oleh fiksasi pada perkembangan psikologis,
lebih dini dari yang kemudian menyebabkan neurosis fiksasi menyebabkan defek
perkembangan ego yang kemudian menyebabkan munculnya gejala-gejala
skizofrenia, disintegrasi ego pada penderita skizofrenia menyebabkan ego berada
pada kondisi seperti saat mulai terbentuk kemampuan ego untuk menafsirkan
realitas dan mengendalikan “inner drives” seperti seks dan agresivitas dengan
sendirinya terganggu konflik intrapsikis karena fiksasi dini dan defek ego karena
relasi obyek awal yang buruk, mendorong berkembangnya gejala-gejala psikotik.
• Margaret Mahler : terjadi distorsi pada hubungan timbal-balik antara bayi dengan ibu
anak gagal melepaskan diri untuk berkembang lebih lanjut dari ketergantungan
mutlak yang merupakan ciri relasi anak-ibu pada fase oral identitas diri tidak
pernah terbentuk secara mantap.
• Paul Federn : defek pada fungsi ego memungkinkan hostilitas dan agresi yang kuat
mendistorsi hubungan ibu dengan anak yang kemudian menyebabkan disorganisasi
kepribadian dan kepekaan terhadap stres awitan sakit terjadi pada masa adolesen,
karena pada masa itu remaja membutuhkan ego yang kuat agar dapat berfungsi
secara independen berpisah dari orang tua, mengenali tugas-tugas
(perkembangan), mengendalikan peningkatan “internal drives” dan mengatasi
stimulasi eksternal yang kuat.
• Harry Stack Sullivan : skizofrenia adalah gangguan relasi interpersonal ansietas
yang hebat akibat kumulasi trauma pada proses perkembangan menyebabkan
tumbuhnya perasaan “unrelatedness” yang selanjutnya (tidak selalu) menyebabkan
timbulnya rasa dikejar-kejar (persecutory), skizofrenia adalah upaya adaptasi untuk
menghindari rasa panik, teror dan disintegrasi “self”.
• Gejala-gejala skizofrenia, secara individual mempunyai makna simbolik pemikiran
bahwa dunia akan kiamat adalah pertanda runtuhnya “inner world” penderita, rasa
rendah diri diatasi dengan waham kebesaran dan omnipotensi, halusinasi adalah
pengganti ketidakmampuan penderita untuk menghadapi realitas dan
merepresentasikan harapan atau ketakutan penderita, waham adalah regresif, upaya
untuk membentuk realitas baru atau ekspresi rasa takut atau dorongan-dorongan
dalam. Secara psikodinamik disepakati bahwa pada skizofrenia, gejala-gejala
mempunyai makna waham kebesaran muncul setelah harga diri terluka.
• Teori belajar : penderita skizofrenia mempelajari dan meniru reaksi-reaksi yang
irasional dan pola berpikir orang tua mereka sejak masa anak-anak, buruknya relasi
interpersonal penderita skizofrenia adalah akibat dari buruknya model belajar pada
masa anak-anak.
Dinamika Keluarga
• Meskipun belum dapat dipastikan bahwa pola tertentu pada relasi keluarga
9
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
mempunyai peran kausatif pada skizofrenia, perilaku keluarga yang patologis perlu
dicermati karena dapat meningkatkan stres emosional yang harus dihadapi penderita
skizofrenia anak-anak yang relasi dengan ibunya buruk mempunyai risiko enam
kali lebih besar untuk menderita skizofrenia.
• Tidak ada yang patognomonik heteroanamnesis, riwayat hidup penting, gejala bisa
berubah dengan berjalannya waktu, tingkat kecerdasan, latar belakang pendidikan
dan budaya akan mempengaruhi gejala.
• Premorbid : gejala-gejala premorbid, tampak sebelum awitan proses sakit yang
diawali oleh fase prodromal kepribadian skizoid, skizotipal (pendiam, pasif,
introvert), pada masa anak anak hanya punya sedikit teman, pada masa remaja tidak
punya sahabat, tidak punya pacar, tidak menjadi anggota tim olahraga dan lebih suka
menonton tv, mendengarkan musik serta bermain “game” daripada terlibat dalam
aktivitas sosial, beberapa penderita, ketika remaja bisa memperlihatkan gejala
obsesif kompulsif pada masa prodromal.
• Prodromal : gejala-gejalanya sering sudah tampil beberapa bulan-tahun sebelum
skizofrenianya manifes keluhan somatik, gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan
kegiatan pribadi dan mulai mengembangkan pikiran-pikiran (aneh) menyangkut tema-
tema yang bersifat abstrak, filosofis, religi perilaku yang aneh, afek yang abnormal,
isi pembicaraannya aneh, punya ide-ide dan pengalaman persepsi yang aneh.
• Gambaran umum : tampilan bervariasi, berteriak-teriak, banyak bicara agitatif-agresif
tanpa provokasi yang jelas, kusut-sangat rapih, membisu, mematung, sikap tubuh
yang aneh, canggung, tiks, stereotipi, mannerime, kadang-kadang ekhopraksia,
perawatan diri pada umumnya buruk, “precox feeling” pemeriksa secara intuitif
merasa tidak dapat membentuk raport yang baik dengan penderita.
10
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
• Mood, perasaan, afek : respon emosional berkurang (anhedonia, tumpul) atau terlalu
responsif dan tidak proporsional (marah, gembira, cemas) omnipotensi, ekstasi
religi, rasa cemas-takut yang hebat (disintegrasi jiwa, dunia kiamat), isolasi,
ambivalensi, depresi.
• Gangguan persepsi : halusinasi (semua alat indera), paling sering adalah halusinasi
dengar (ancaman, tuduhan, kata-kata kotor, hinaan) berbicara langsung pada
penderita atau seperti suara orang lain yang sedang membicarakan penderita dan
halusinasi lihat. Bila ada halusinasi raba, cium dan kecap, perlu dipikirkan
kemungkinan dasar kelainan medik atau neurologik, mungkin juga didapatkan
halusinasi “cenesthetic”, sensasi tentang perubahan/gangguan pada organ-organ
tubuh (otak seperti terbakar, pembuluh darah seperti tertekan, tulang seperti teriris),
ilusi, distorsi persepsi terhadap sensasi atau obyek nyata bisa terjadi pada masa
prodromal, aktif atau remisi, bila ada halusinasi dan ilusi sekaligus, perlu dipikirkan
kemungkinan penggunaan zat psikoaktif.
11
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
DIAGNOSIS
Diagnosis multiaksial
Aksis 1 Gangguan klinis atau kondisi lain yang merupakan perhatian klinis
Aksis 2 Gangguan kepribadian, retardasi mental
Aksis 3 Kondisi medis umum
Aksis 4 Problem psikososial dan lingkungan
Aksis 5 Penilaian fungsi secara global (1-100)
Hierarki diagnosis
- gangguan mental organik
- skizofrenia, gangguan skizotipal, gangguan waham dan gangguan psikotik lain
- gangguan suasana perasaan
- gangguan neurotik, gangguan somatoform dan gangguan yang berkaitan dengan
stres
- sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik
- gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa
Syarat diagnosis, sedikitnya ada satu (bila sangat jelas) atau dua (bila kurang jelas) dari
12
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
gejala kelompok a-d, atau sedikitnya dua dari gejala kelompok e-h, selama kurun waktu
satu bulan.
Pola perjalanan penyakit : berkelanjutan, episodik dengan kemunduran progresif,
episodik dengan kemunduran stabil, episodik berulang, remisi tidak sempurna, remisi
sempurna, dan lainnya, periode pengamatan kurang dari satu tahun.
DSM IV-TR
Klasifikasi perjalanan penyakit dibuat apabila sudah berlangsung sedikitnya satu tahun
sejak awitan sakit (episodik dengan dengan inter-episoda gejala residual, berkelanjutan,
episoda tunggal dengan remisi sebagian, episoda tunggal dengan remisi penuh, lainnya)
13
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
ringan adalah gejala yang sering didapatkan, waham dan halusinasi kalaupun ada,
tidak jelas lagi dan tidak disertai muatan emosi yang kuat
• Subtipe lain : psikosis delusional akut, laten, oneroid, parafrenia, pseudoneurotik,
deteriorasi simpleks, depresi pasca psikotik, awitan dini, awitan lanjut, defisit
PRINSIP PENANGGULANGAN
14
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
perbaikan memang berjalan lambat, bila respon terapi tetap buruk, gunakan dosis
maksimal atau sedikit di atasnya atau lebih baik, ganti obat dari golongan DA ke SDA
• Efek samping : lebih dulu terjadi dari efek terapeutik (antipsikotik potensi rendah
mengantuk, hipotensi postural, antikholinergik, potensi tinggi gangguan
ekstrapiramidal)
- gangguan ekstrapiramidal : turunkan dosis, tambahan medikasi anti-Parkinson,
“beta blockers”, ganti obat ke SDA
- Diskinesia tardif : pada pemakaian DA >> SDA gunakan dosis terkecil efektif,
monitoring ketat, penggantian-penghentian obat, clozapine dapat mengurangi
gejala tardif diskinesia dan tardif distonia
Efek samping SDA menyangkut metabolisme glukosa dan dislipidemia BMI, kadar gula
(puasa) dan profil lipid setiap kunjungan selama 6 bulan setelah pemakain/penggantian
obat ke SDA
• Terapi kejang listrik (ECT), pada awitan sakit sama efektifnya dengan medikasi
antipsikotik, kombinasi antipsikotik dan ECT dianggap dapat meningkatkan efektivitas
terapi
• “Psychosurgery”, masih dilakukan secara sangat terbatas, untuk kasus-kasus yang
“intractable”
TERAPI PSIKOSOSIAL
• Latihan ketrampilan sosial, memperbaiki relasi penderita dengan orang lain dan
meningkatkan keikutsertaan pada kegiatan harian di masyarakat
• Terapi keluarga, membantu penderita dan keluarga berinteraksi secara baik di rumah
• Terapi kelompok, CBT, terapi vokasional, terapi seni, dan lain-lain
KOMORBIDITAS
15
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
PERJALANAN PENYAKIT
Gejala awal biasanya mulai tampak pada masa remaja lalu dalam beberapa hari sampai
bulan berkembang menjadi gejala-gejala prodromal, dipicu oleh perubahan sosial atau
lingkungan tertentu (masuk perguruan tinggi, kematian saudara, penggunaan zat
psikoaktif, dll), sekitar satu tahun atau lebih, baru terjadi awitan gejala-gejala psikotik
yang jelas (overt), perjalanan penyakit skizofrenia ditandai oleh remisi dan eksaserbasi
setelah episoda pertama, penderita secara bertahap membaik, dapat berfungsi kembali
secara relatif normal bertahun tahun, kemudian biasanya akan terjadi kekambuhan, pola
perjalanan penyakit dalam 5 tahun pertama setelah didiagnosis menggambarkan
perjalanan penyakit selanjutnya, deteriorasi terus berlanjut setiap kali terjadi kekambuhan
kegagalan kembali ke kondisi awal kemampuan fungsional ini yang membedakan
skizofrenia dari gangguan mood, kadang kadang depresi pasca psikotik terjadi setelah
suatu episoda psikotik dan seumur hidup penderita rentan terhadap stres, gejala positif
biasanya menjadi lebih ringan dengan berjalannya waktu, tetapi gejala negatif akan
bertambah berat, sepertiga penderita skizofrenia dapat menjalani kehidupan yang
marginal, sebagian besar hidup tanpa tujuan, tidak punya kegiatan, sering dirawat di
rumah sakit, dan di daerah urban biasanya hidup menggelandang dan miskin.
PROGNOSIS
Dalam masa 5-10 tahun setelah hospitalisasi pertama karena skizofrenia, hanya 10-20%
penderita yang mempunyai prognosis baik, lebih dari 50% penderita mempunyai
prognosis buruk, ditandai oleh hospitalisasi berulang-ulang, eksaserbasi gejala,
mengalami episoda depresi berat dan percobaan bunuh diri, sekitar 20-30% penderita
skizofrenia dapat hidup relatif normal, 20-30% tetap mempunyai gejala sedang dan 40-
60% terganggu oleh penyakitnya seumur hidup, prognosis penderita skizofrenia lebih
buruk dari penderita gangguan mood.
16
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Waham, halusinasi,
pembicaraan kacau,
perilaku kacau
Tidak
Tidak
Gangguan
Terdapat Ya Skizoafektif
halusinasi dan
waham sedikitnya
2 minggu tanpa Gangguan mood
adanya gangguan Tidak dengan gejala
mood yang psikotik
menonjol
17
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Tidak Gangguan
Psikotik yang tidak
terklasifikasikan
Waham muncul
hanya sepanjang
episoda mood
Ya
Gangguan mood
dengan ciri
psikotik
Gangguan psikotik
akut sementara
Ya
18
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
1. Episoda Pertama
19
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 2007
2. Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry,
8th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 2005
3. Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, DitJen YanDik
DepKes RI, Jakarta, 1993
4. Suplemen Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, DitJen
YanDik DepKes RI, Jakarta, 1995
5. American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV, 1994
6. Arieti S, Interpretation of Schizophrenia, 2nd ed, Basic Books, Inc., Publishers, New
York, 1974
7. Kane JM, Leucht S, Carpenter D, Dochery JP. The Expert Consensus Guideline Series
: Optimizing Pharmacologic Treatment of Psychotic Disorders. The Journal of Clinical
Psychiatry. 2003. Vol. 64 Suppl. 12 : 21-23
________________
20
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Setelah mengikuti sesi ini PPDS mampu mengerti dan menguasai teori mengenai
gangguan waham menetap serta mampu mengelola gangguan waham menetap secara
mandiri dengan baik dan benar.
5.
Peserta didik : residen Psikiatri semester satu
a. REFERENSI
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore,
2007
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of
Psychiatry, 8th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 2005
• Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, DitJen
YanDik DepKes RI, Jakarta, 1993
• Suplemen Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III,
DitJen YanDik DepKes RI, Jakarta, 1995
• American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental
21
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
b. KOMPETENSI
c. KETERAMPILAN
Setelah mengikuti secara lengkap sesi-sesi yang telah disiapkan, peserta didik
diharapkan memiliki keterampilan untuk :
d. GAMBARAN UMUM
1.
2. Prevalensi gangguan waham menetap di Amerika
diestimasikan sebesar 0.025 hingga 0.03 persen. Menurut
DSM IV-TR, gangguan waham menetap terjadi sekitar 1-2%
dari pasien-pasien yang dirawat di fasilitas psikiatrik.
Rentang usia saat onset berkisar 18 hingga 90 tahun
dengan usia rata-rata 40 tahun. Gangguan waham menetap
dapat disebabkan oleh faktor biologik dan faktor
psikodinamik. Waham yang tidak bizzare yang berlangsung
sedikitnya selama 1 bulan merupakan kriteria pokok
gangguan ini. Kondisi medik umum dan penyalahgunaan
zat psikoaktif dapat menimbulkan gejala-gejala yang mirip
dengan gangguan waham menetap. Sekitar 50% pasien
akan pulih, 20% mengalami pengurangan gejala, dan 30%
tidak menunjukkan perbaikan. Prognosis dipengaruhi oleh
status pekerjaan, status sosial, jenis kelamin, awitan
penyakit serta ada tidaknya faktor presipitasi. Psikoterapi,
farmakoterapi serta perawatan di rumah sakit merupakan
bagian dari penatalaksanaan gangguan ini.
e. RANCANGAN PEMBELAJARAN
6. Tujuan 1
22
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Tujuan 2
Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan waham menetap (C4)
Tujuan 3
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan waham menetap
Tujuan 4
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan waham menetap (C4)
Tujuan 5
Mampu memformulasikan upaya penatalaksanaan gangguan waham menetap secara
adekuat dan efektif melalui pendekatan biopsikososial (C5)
Tujuan 6
Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis gangguan waham menetap
(C5)
a. RANGKUMAN
Pada modul ini peserta didik mendapatkan kuliah mengenai aspek-aspek penting
gangguan waham menetap (epidemiologi, etiologi, tanda dan gejala, diagnosis, prinsip
penanggulangan, komorbiditas dan perjalanan penyakit serta prognosis) disertai dengan
sesi-sesi berupa diskusi kelompok, pembahasan kasus kertas, bed side teaching dan
pengalaman praktek dengan pasien agar dapat menguasai ketrampilan untuk dapat
23
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
24
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
c. ETIOLOGI
• Faktor biologik
• Faktor psikodinamik
d. DIAGNOSIS
Subtipe :
Kejaran, kebesaran, hipokondrik (somatik), cemburu, erotomania, campuran, tidak terinci
DIAGNOSIS BANDING
25
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
e. PENATALAKSANAAN
• Psikoterapi
• Farmakoterapi
Lihat riwayat respons terhadap psikofarmaka sebelumnya (bila ada). Dimulai
dengan dosis rendah dan dosis dinaikkan secara bertahap. Dalam keadaan
agitasi berikan antipsikotik intra muskular. Bila setelah pengobatan 6 minggu tidak
menunjukkan respons, obat antipsikotik diganti dengan golongan lain. Bila
antipsikotik tidak menunjukkan manfaat, hentikan.
• Perawatan di Rumah Sakit
Indikasi perawatan di Rumah Sakit adalah:
- Pasien membutuhkan evaluasi medik dan neurologik untuk menentukan
apakah gangguan waham didasari oleh selain gangguan psikiatrik
- Pasien membutuhkan pemeriksaan untuk menentukan kemampuannya
mengendalikan impuls kekerasan (seperti tindakan bunuh diri atau membunuh
orang lain) yang terkait gangguan waham
- Perilaku pasien akibat waham mungkin mempengaruhi kemampuan mereka
untuk berfungsi di keluarga ataupun pekerjaan sehingga pasien membutuhkan
intervensi profesional untuk menstabilkan hubungan sosial dan pekerjaan
- Bila perawatan di rumah sakit dibutuhkan, dokter harus mencoba melakukan
persuasi agar pasien bersedia dirawat. Bila tidak berhasil, dibutuhkan
komitmen hukum
f.
PERJALANAN PENYAKIT
Sekitar 50% pasien akan pulih, 20% mengalami pengurangan gejala, dan 30% tidak
menunjukkan perbaikan.
g. PROGNOSIS
Prognosis baik : status pekerjaan, status sosial, dan penyesuaian sosial yang tinggi,
perempuan, onset sebelum usia 30 tahun, onset mendadak, durasi gangguan singkat,
ada faktor presipitasi.
h. ALGORITMA
26
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Setelah mengikuti sesi ini PPDS mampu mengerti dan menguasai teori mengenai
gangguan mood serta mampu mengelola gangguan mood secara mandiri dengan baik
dan benar.
11.
Peserta didik : residen Psikiatri semester satu
a. REFERENSI
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore,
2007
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of
Psychiatry, 8th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 2005
• Pedoman penggolongan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia III, Dit Jen Yan Dik
DepKes RI, Jakarta, 1993
• Suplemen Pedoman penggolongan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia III, Dit
Jen Yan Dik DepKes RI, Jakarta, 1995
• American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV, 1994
27
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
b. KOMPETENSI
c. KETERAMPILAN
Setelah mengikuti secara lengkap sesi-sesi yang telah disiapkan, peserta didik
diharapkan memiliki keterampilan untuk :
d. GAMBARAN UMUM
Gangguan mood merupakan suatu kelompok kondisi klinik yang ditandai oleh hilangnya
daya kendali, disertai rasa tertekan yang hebat. Pasien yang sedang meningkat moodnya
bersikap ekspansif, ada flight of ideas, kurangnya kebutuhan tidur serta ada ide-ide
kebesaran. Sedangkan pasien yang sedang menurun moodnya tampak tidak bertenaga,
kehilangan minat, ada rasa bersalah, sulit konsentrasi, kehilangan nafsu makan, serta
memikirkan tentang kematian atau bunuh diri. Gejala lain mencakup perubahan derajat
aktivitas, kemampuan kognitif, kemampuan berbicara, serta fungsi fungsi vegetatif.
Gangguan mood seringkali akan menyebabkan gangguan pada relasi interpersonal,
sosial dan kemampuan kerja. Pada gangguan mood, masalah utama terjadi pada emosi
penderita, berbeda dengan skizofrenia yang masalah utamanya adalah pada pikiran.
Banyak hal yang diperkirakan menjadi penyebab gangguan bipolar. Kelainan kerja zat
hantar saraf (neurotransmiter) tertentu, yaitu zat yang berperan pada komunikasi antar
saraf dianggap merupakan penyebab penting gangguan bipolar. Faktor genetik juga
diduga mempunyai peran kuat bagi terjadinya gangguan bipolar, meskipun pola
bagaimana sebenarnya penyakit ini diturunkan belum sepenuhnya dipahami. Sedangkan
faktor-faktor psikososial seperti bermacam-macam stres kehidupan biasanya hanya
berperan pada awitan sakit pertama dan kurang bermakna pada kekambuhan
selanjutnya. Gangguan bipolar ditandai oleh awitan yang tiba-tiba, dilanjutkan dengan
perjalanan penyakit yang fluktuatif dan bisa terjadi pemulihan yang mendekati keadaan
normal, terutama pada masa awal sakit. Gangguan bipolar adalah penyakit yang
berulang. Episoda kedua biasanya terjadi dalam rentang waktu dua tahun setelah
episoda pertama dan setelah sekitar 5 episoda, rentang waktu kekambuhan menjadi
relatif stabil, antara 6-9 bulan. Meskipun sebagian besar penderita pada perioda antar-
episoda bisa kembali ke kemampuan fungsional semula, sekitar 20-30% penderita
mungkin tetap memperlihatkan ketidakstabilan emosi, serta mengalami kesulitan dalam
28
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
pekerjaan maupun relasi interpersonal. Episoda mania yang singkat, usia yang lebih tua,
jarang mempunyai gagasan untuk bunuh diri, serta relatif tidak mempunyai masalah
medik atau psikiatrik lain, merupakan indikator yang baik bagi harapan kesembuhan.
Penggunaan obat-obat psikotropika dalam jangka panjang (antidopamin, antipsikotik
atipikal, stabilisator mood, dll.) merupakan upaya pengobatan yang nyaris mutlak pada
gangguan bipolar, sejalan dengan pentingnya faktor biologik bagi terjadinya penyakit ini.
Selain itu, psikoterapi, terapi perilaku, terapi kognitif, terapi keluarga, merupakan
beberapa bentuk terapi psikososial yang juga bisa bermanfaat bagi penderita gangguan
bipolar.
e. RANCANGAN PEMBELAJARAN
12. Tujuan 1
13. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan mood secara biopsikososial
termasuk implikasi psikodinamikanya (C4)
Tujuan 2
Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan mood (C4)
Tujuan 3
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan mood (C4)
Tujuan 4
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan mood (C4)
Tujuan 5
Mampu memformulasikan upaya penatalaksanaan gangguan mood secara adekuat dan
efektif melalui pendekatan biopsikososial (C5)
29
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Tujuan 6
Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis gangguan mood (C5)
a. RANGKUMAN
Pada modul ini peserta didik mendapatkan kuliah mengenai aspek-aspek penting
gangguan mood (epidemiologi, etiologi, tanda dan gejala, diagnosis, prinsip
penanggulangan, komorbiditas dan perjalanan penyakit serta prognosis) disertai dengan
sesi-sesi berupa diskusi kelompok, pembahasan kasus kertas, bed side teaching dan
pengalaman praktek dengan pasien agar dapat menguasai ketrampilan untuk dapat
mengelola gangguan mood dengan baik.
30
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
b. KLASIFIKASI
DSM IV
Depresi
• Pada depresi berat (major depressive disorder-MDD) tidak didapatkan riwayat
episoda mania, campuran atau hipomania; episoda depresi berlangsung paling sedikit
dua minggu dan sedikitnya ada empat dari gejala-gejala berikut : perubahan nafsu
makan dan berat badan, perubahan pola tidur dan kegiatan; rasa bersalah, gangguan
kemampuan berfikir dan sulit membuat keputusan, serta berulang ulang memikirkan
kematian dan bunuh diri.
Mania
• Episoda mania ditandai oleh mood yang secara pervasif meningkat, ekspansif atau
iritabilitas, sedikitnya selama satu minggu atau bisa kurang bila pasien sampai harus
menjalani rawat inap; episoda hipomanik berlangsung sedikitnya selama empat hari,
gejala-gejalanya mirip mania, tetapi tidak sampai mengganggu fungsi sosial atau
okupasional dan juga tidak didapatkan gejala-gejala psikotik. Baik pada mania
maupun hipomania didapat rasa percaya diri yang sangat meningkat, kurangnya
kebutuhan tidur, distraktibilitas, aktivitas fisik dan mental meningkat dan sangat
terlibat pada kegiatan yang bersifat menyenangkan.
Gangguan bipolar
• Pada gangguan bipolar, gejala gangguan emosi terbagi dalam dua kelompok besar,
yaitu kutub gembira/mania dan kutub sedih/depresi. Pada pola standar, masing
masing kutub emosi secara bergantian tampil dominan mewarnai kondisi psikis dan
perilaku penderita selama rentang masa tertentu. Episoda mania ditandai oleh emosi
yang gembira, banyak bicara, aktivitas fisik meningkat, kebutuhan tidur berkurang,
harga diri dan rasa percaya diri sangat berlebihan, pengelolaan keuangan buruk,
boros, pengendalian diri juga buruk. Episoda mania berlangsung antara 2 minggu
sampai 4-5 bulan, rata-rata sekitar empat bulan. Episoda depresi ditandai oleh
gejala-gejala yang berlawanan, yaitu emosi yang sedih, hilangnya minat dan
kegembiraan, merasa lelah sehingga kegiatan menjadi terbatas, daya konsentrasi
menurun, harga diri dan rasa percaya diri menurun, merasa bersalah dan tidak
berguna, masa depan suram, sukar tidur, nafsu makan (dan berat badan) menurun,
ada gagasan atau upaya bunuh diri. Episoda depresi berlangsung lebih lama, tetapi
jarang sampai lebih dari satu tahun, rata-rata sekitar enam bulan.
• Selain pola standar, berdasarkan tampilan gejala, gangguan bipolar ada yang bersifat
campuran (didapatkan gabungan gejala-gejala mania dan depresi), rapid cycle
(sekurang kurangnya ada empat episoda gangguan emosi dalam satu tahun) dan
ultra rapid cycle (episoda-episoda gangguan emosi bergantian secara cepat dalam
hitungan hari)
• Baik episoda mania maupun episoda depresi bisa disertai gejala-gejala yang
sebenarnya hanya khayalan tetapi diyakini kebenarannya oleh penderita.
• Gangguan bipolar terdiri dari 4 kelompok, yaitu gangguan bipolar I (ada gejala mania
dan depresi yang jelas), bipolar II ( ada gejala mania ringan/hipomania dan depresi
31
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
yang jelas), gangguan siklotimik (kondisi emosi yang tidak stabil, ditandai oleh banyak
emosi mania dan depresi ringan) serta gangguan bipolar lainnya (gejala-gejala tidak
spesifik).
• Pada perjalanan penyakit gangguan bipolar I didapatkan satu atau beberapa episoda
mania dan kadang-kadang ada episoda depresi; pada episoda campuran didapatkan
episoda mania dan depresi sepanjang hari, selama sedikitnya satu minggu; kondisi
yang ditandai oleh beberapa episoda depresi berat dan hipomania, disebut sebagai
bipolar II.
• Distimia ditandai oleh mood depresi sedikitnya selama dua tahun yang tidak seberat
depresi berat.
• Siklotimia ditandai oleh sedikitnya selama dua tahun terjadi gejala-gejala hipomania
yang tidak cukup untuk diagnosis episoda mania dan gejala-gejala depresi yang tidak
cukup untuk diagnosis episoda depresi berat.
Depresi terselubung
Pada tahun 1974, dilakukan penelitian terhadap sekitar 10.000 orang dokter di Eropa,
dan didapatkan bahwa sekitar 10% penderita yang datang berobat adalah penderita
depresi dan pada setengah di antaranya, depresi tersebut terselubung. Depresi
terselubung adalah depresi yang tertutupi/terselubungi oleh keluhan/gejala-gejala lain,
biasanya yang bersifat jasmani. Akibatnya sering pada awalnya penderita diperlakukan
dan diobati sebagai penderita gangguan jasmani.
c. ANGKA KEJADIAN
• Prevalensi seumur hidup gangguan mood adalah yang tertinggi di antara semua
gangguan psikiatrik, sekitar 17%; spektrum depresi unipolar 20-25%, spektrum bipolar
2.6-7.8%
• Prevalensi depresi berat dialami oleh wanita dua kali lebih banyak dari pria
(hormonal, melahirkan, stresor psikososial yang berbeda antara pria dengan wanita
dan model ”learned helplessness” pada wanita); sedangkan kemungkinan menderita
bipolar I adalah berimbang antara pria dan wanita, tetapi episoda mania lebih sering
dialami pria dan episoda depresi lebih sering dialami oleh wanita; bila wanita
mengalami episoda mania, biasanya lebih sering berbentuk episoda campuran dan
wanita juga lebih cenderung mengalami ”rapid cycles”
• Depresi berat sering dialami oleh mereka yang tidak mempunyai hubungan
interpersonal yang akrab, atau pada mereka yang bercerai. Bipolar I lebih banyak
pada mereka yang membujang atau bercerai, mungkin terkait dengan usia awitan
yang kemudian akan mengakibatkan masalah dalam perkawinan
32
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
• Angka kejadian (prevalensi) seumur hidup untuk gangguan bipolar I adalah sekitar 1%
dari populasi. Bila semua kelompok gangguan bipolar diperhitungkan, maka
prevalensi keseluruhan menjadi sekitar 5% dari populasi.
• Secara umum, awitan gangguan bipolar biasanya pada usia remaja-30an tahun,
meskipun sekarang disadari penyakit ini bisa sudah terjadi sejak masa anak. Episoda
pertama biasanya depresi, tetapi mungkin juga mania atau campuran.
• Awitan bipolar I lebih dini dari depresi berat, biasanya dari usia 5/6 tahun sampai 50
tahun, rata-rata pada usia 30 tahun, sedangkan untuk depresi berat rata-rata usia
awitan adalah 40 tahun, 50% di antaranya antara usia 20-50 tahun. Data data terkini
menunjukkan bahwa insidensi depresi berat meningkat pada kalangan usia 20
tahunan (terkait dengan penggunaan zat psikoaktif ?)
• Bipolar I lebih banyak ditemukan di antara kalangan sosioekonomi tinggi dan mereka
yang tingkat pendidikannya tidak mencapai tahap perguruan tinggi (terkait awitan
penyakit). Depresi lebih banyak ditemukan di antara masyarakat rural.
d. KOMORBIDITAS
e. ETIOLOGI
Banyak hal yang diperkirakan menjadi penyebab gangguan bipolar seperti faktor-faktor
biologik, genetik dan psikososial. Kelainan kerja zat hantar saraf (neurotransmiter)
tertentu, yaitu zat yang berperan pada komunikasi antar saraf dianggap merupakan
penyebab penting gangguan bipolar. Faktor genetik juga diduga mempunyai peran kuat
bagi terjadinya gangguan bipolar, meskipun pola bagaimana sebenarnya penyakit ini
diturunkan, belum sepenuhnya difahami. Sedangkan faktor-faktor psikososial seperti
bermacam macam stres kehidupan biasanya hanya berperan pada awitan sakit pertama
dan kurang bermakna pada kekambuhan selanjutnya.
Faktor biologik
Genetik
• Gangguan mood mempunyai komponen genetik yang kuat, tetapi mekanisme peran
kelainan genetik terhadap patologi gangguan mood sampai sekarang belum tuntas
difahami.
33
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
• Pada gangguan bipolar faktor genetik diduga mempunyai peran kausatif yang kuat,
dengan derajat heriditas sekitar 85%.
• Risiko menderita gangguan bipolar di antara keluarga tingkat pertama berkisar antara
3-8 %. Rasio antara risiko bagi anggauta keluarga dibandingkan dengan angka
kejadian penyakit di masyarakat merupakan parameter genetik suatu penyakit dan
diberi kode λ. Dibandingkan dengan prevalensi gangguan bipolar pada populasi
umum yang kurang lebih 1%, maka nilai λ. untuk gangguan bipolar adalah sekitar 7
dan hal ini menunjukkan risiko familial yang tinggi.
• Depresi unipolar adalah bentuk gangguan mood yang paling banyak ditemukan di
antara keluarga penderita gangguan bipolar, demikian juga gangguan bipolar banyak
ditemukan di antara keluarga penderita depresi unipolar. Hal ini menunjukkan
kemungkinan ada dasar genetik yang sama di antara kedua penyakit tersebut.
• Penelitian terhadap saudara kembar monozigot (MZ) dan dizigot (DZ) di antara
penderita gangguan mood menunjukkan peningkatan angka kesetaraan 2-4 kali di
antara kembar MZ dibandingkan kembar DZ. Oleh karena kesetaraan tersebut tidak
100% (50-70%), tampaknya faktor-faktor lingkungan yang non-heritabel juga
berperan pada gangguan mood.
• Pada penelitian lebih lanjut didapatkan bahwa angka perbandingan kesetaraan
saudara kembar MZ maupun DZ bagi pasangan bipolar lebih tinggi dari pasangan
unipolar, berarti peran faktor genetik pada gangguan bipolar lebih kuat
dibandingkan pada depresi unipolar.
• Pola bagaimana gangguan mood diturunkan sampai sekarang belum bisa dipastikan.
Peran faktor genetik ini tampaknya memang kompleks dan lebih tepat difahami
sebagai suatu kerentanan yang diturunkan untuk kemungkinan mengalami
gangguan mood, disertai faktor-faktor nongenetik sebagai kontributor.
• Gangguan afektif menunjukkan heterogenitas genetik, berarti gangguan ini mungkin
didasari oleh kelainan kromosom yang multipel. Misalnya beberapa penelitian
menemukan hubungan antara gangguan mood dengan marka genetik pada
kromosom 5,11, 13, 18, 22 dan X.
• Berdasarkan penelitian terhadap para keluarga penderita, ada kemungkinan
kerentanan genetik yang sama (shared genetic vulnerability) untuk menderita
gangguan bipolar dan skizofrenia. Beberapa kromosom diduga berperan bagi risiko
menderita gangguan bipolar atau skizofrenia. Tumpang tindih genetik ini mempunyai
juga implikasi terapeutik. Patut dipertimbangkan penggunaan mood stabilizer untuk
terapi depresi unipolar dan skizofrenia yang diderita oleh keluarga penderita
gangguan bipolar dan penggunaan antipsikotik atipikal bagi penderita gangguan
bipolar yang merupakan keluarga penderita skizofrenia
34
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
• Cedera otak fokal bisa menyebabkan sindroma afektif. Lesi di bagian kiri lobus
frontalis cenderung mengakibatkan depresi, sedangkan lesi di bagian kanan lobus
frontotemporal cenderung mengakibatkan mania.
• Ada dua sirkuit interkoneksi di otak yang menjadi model neuroanatomi regulasi mood,
yaitu sirkuit limbik (amigdala)-thalamik-korteks prefrontal dan sirkuit limbik-striatal-
palidal-thalamik. Kerusakan pada sirkuit tersebut mungkin berperan pada terjadinya
mood yang patologik dan gejala neurovegetatif gangguan bipolar.
• Pada pemeriksaan MRI terhadap penderita gangguan mood ditemukan daerah
daerah hiperintens (unidentified bright object – UBO / white matter hyperintensity –
WMH). Hperintensitas substansia alba menunjukkan kemungkinan ada patologi fokal
karena iskhemia atau infark.
Ada empat bagian otak yang dianggap paling berperan pada regulasi emosi yang normal,
yaitu korteks prefrontal (PFC), amigdala, hipokampus dan bagian anterior singulus.
Korteks frontalis
• Bertanggung jawab pada kendali gerakan, fungsi luhur (higher level thinking/higher
cortical function), atensi dan fungsi eksekutif. Korteks prefrontal (PFC), berkaitan
dengan fungsi eksekutif, regulasi mood, ekspresi kepribadian dan perilaku sosial,
penentuan tujuan/sasaran dan cara cara untuk mencapainya. Secara spesifik, bagian
kiri PFC berkaitan dengan perilaku yang goal directed, sedangkan bagian kanan
berkaitan dengan perilaku menghindar serta inhibitif.
Amigdala
• Amigdala berperan penting pada aspek emosional proses belajar dan respon emosi
terhadap stimulus. Amigdala adalah inti sistim limbik, merupakan stasiun penting
untuk memroses stimulus baru yang mempunyai makna emosional serta
mengkoordinasi respon kortikal. Lesi pada amigdala akan mengganggu pengolahan
informasi emosional.
Hipokampus
• Hipokampus juga diduga berperan pada depresi unipolar dan bipolar. Hipokampus
terutama terlibat dengan proses belajar, daya ingat dan analisis informasi kontekstual,
termasuk fear conditioning dan regulasi aktivitas aksis HPA. Kemampuan mengolah
informasi kontekstual penting untuk regulasi ekspresi emosional. Keterlibatan
hipokampus pada proses belajar emosional / kontekstual, dianggap menunjukkan
kaitannya dengan amigdala.
• Hipokampus juga terlibat pada regulasi inhibitif aktivitas aksis HPA.
Korteks singulus
• Korteks singulus (khususnya bagian anterior, ACC) mengatur aspek aspek fungsi
kognitif, emosi, pengambilan keputusan, atensi dan perilaku sosial. Merupakan
35
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
tempat integrasi input atensional dan emosional. Aktivasi ACC akan memfasilitasi
upaya pengendalian emosi, khususnya bila sudah tampak bayang bayang kegagalan.
Struktur subkortikal
Serebelum
Pencitraan otak
36
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Neurokimia, neurotransmiter
• Perubahan neurokimiawi terjadi nyaris pada semua bagian SSP penderita gangguan
bipolar. Meskipun depresi sering dikaitkan dengan defisiensi relatif dari aktivitas
beberapa sistim monoamin seperti serotonin, dopamin dan norepinefrin, implikasinya
pada patofisiologi gangguan bipolar belum jelas. Banyak antidepresan yang dapat
meningkatkan aktivitas satu atau lebih dari sirkuit neurotransmiter ini dapat
mempresipitasi timbulnya mania.
• Konsentrasi NE atau metbolit utamanya secara konsisten berubah pada cairan
serebrospinal penderita gangguan bipolar. Hipotesis katekolamin mengatakan, bahwa
depresi disebabkan oleh kadar NE yang rendah dan mania disebabkan oleh kadar NE
yang tinggi. Peningkatan kadar NE tampaknya sudah terjadi sebelum peralihan ke
fase mania.
• Penelitian awal melalui pemeriksaan pencitraan menunjukkan penumpulan
responsivitas serotonin di area prefrontal dan temporoparietal pada penderita depresi
berat yang tidak diobati. Disfungsi serotonergik mungkin berperan pada upaya bunuh
diri yang agresif, serta pada gangguan gangguan psikiatrik yang didasari hilangnya
kendali inhibisi (GOK, gangguan panik, bulimia nervosa, insomnia, alkoholisme dan
gangguan kepribadian impulsif)
• Selain serotonin, norepinefrin dan dopamin yang secara klasik dikaitkan dengan
gangguan mood, beberapa neurotransmiter lain saat ini juga diduga berperan pada
patofisiologi gangguan mood, yaitu asetilkholin, histamin, GABA dan glutamat :
Serotonin
• Sistim serotonin bermula pada raphe nuklei batang otak dan diproyeksikan ke sistim
limbik, ganglia basalis, thalamus, hipothalamus, septum, hipokampus, korteks
serebral dan serebelum. Serotonin berperan pada regulasi tidur, nafsu makan, suhu
tubuh, metabolisme dan libido, juga menginhibisi perilaku agresif.
Norepinefrin
Dopamin
• Tiga subsistim dopamin mengatur aktivitas motorik dan fungsi kognitif. Sistim
nigrostriatal, mengatur seleksi dan eksekusi perilaku motorik, termasuk regulasi
aktivitas motorik involunter. Sistim mesolimbik, terlibat pada modulasi ekspresi
37
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
• Masing masing merupakan neurotransmiter inhibitori dan eksitatori utama yang punya
implikasi pada gangguan mood.
Asetilkholin
Histamin
Neuroendokrin
38
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
• Struktur struktur otak terhubung satu sama lain oleh serabut serabut saraf yang
membentuk sirkuit yang memungkinkan struktur struktur tersebut berkomunikasi dan
memproses informasi. Sirkuit juga memungkinkan struktur-struktur otak untuk
mengkoordinasikan keluaran (output) seperti pengendalian fungsi motorik.
• Salah satu sirkuit penting adalah sistim limbik yang mempengaruhi banyak aspek
dari perilaku emosional. Sistim limbik menentukan bentuk respon terhadap stimulus
yang menyenangkan atau menakutkan. Perannya dalam memroses reaksi emosional
menyebabkan sistim limbik terkait dengan patologi gangguan mood. Amigdala
merupakan bagian utama sistim limbik. Menerima masukan dari bermacam macam
area dan keluarannya adalah kendali pada respon tubuh terhadap lingkungan.
Respon yang terukur terhadap keadaan lingkungan dan kondisi tubuh berasal dari
pengolahan informasi secara kognitif dari girus singulus dan korteks asosiasi
prefrontal serta informasi memori dari hipokampus.
• Akhir-akhir ini banyak penelitian diarahkan pada abnormalitas signaling pathways
intraseluler. Jaras yang kompleks ini memungkinkan neuron untuk memproses dan
merespon informasi serta menata (modulate) sinyal yang dihantar melalui
neurotransmiter.
• Signaling pathways juga meregulasi neuroplastisitas dan kelenturan (resilience)
seluler melalui faktor-faktor neurotropik. Faktor-faktor neurotropik penting untuk
kelangsungan hidup dan fungsi neuron. Hasil-hasil penelitian membuktikan bahwa
antidepresan dan stabilisator mood dapat meningkatkan fungsi jaras ini, yang berarti
bahwa pada gangguan mood mungkin terjadi gangguan neuroplastisitas dalam
neuron.
• Gangguan mood mungkin berkaitan dengan perubahan-perubahan otak akibat
kerusakan atau kematian neuron. Pencitraan struktural dan studi postmortem
menunjukkan terjadi reduksi volume masa abu-abu, jumlah sel glia dan ukuran neuron
di korteks prefrontal, bagian ventral striatum, hipokampus dan amigdala penderita
gangguan mood.
• Dua jenis terapi depresi yang bersifat nonfarmakologik mungkin mempunyai efek
neurotropik. Stimulasi magnetik transkranial dan ECT terbukti dapat mempengaruhi
BDNF (brain derived neurotropic factor). Hal hal diatas mendorong munculnya
pemikiran bahwa gangguan mood, setidaknya untuk sebagian, adalah gangguan
neuroplastisitas dan keberhasilan pengobatan terjadi akibat peningkatan kesehatan
dan daya tahan (survival) sel-sel saraf.
39
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
jumlah glia. Astrosit merupakan glia yang paling banyak didapatkan di substansia
grisea, sehingga merupakan populasi glia yang paling berkurang (meskipun mikroglia
dan oligodendrosit juga tetap harus diperhitungkan). Astrosit mempunyai banyak
fungsi, di antaranya pada migrasi neuronal, sinaptogenesis, neurotransmisi dan
plastisitas sinaptik, termasuk pemeliharaan struktur neuronal.
• Kajian terkini neuropsikologi dan pencitraan menimbulkan pandangan bahwa
gangguan mood sebenarnya adalah masalah sirkuit/jaras dan jejaring (network).
Neuropatologi gangguan mood mungkin pada dasarnya adalah masalah struktural,
yaitu terjadi disfungsi sirkuit karena gangguan konektivitas secara anatomik.
Transduksi sinyal
Regulasi transmisi pesan pesan dari permukaan sel ke elemen elemen intraseluler (yang
akan menyebabkan perubahan fungsi neuronal) disebut transduksi sinyal. Proses ini
dimulai dengan ikatan neurotransmiter (first messenger) dengan reseptornya di membran
sel yang kemudian mengaktivasi molekul molekul transduksi yaitu protein protein G yang
kemudian mengaktivasi ensim ensim seperti fosfolipase untuk memproduksi molekul
molekul yang akan bertindak sebagai second messenger. Molekul ini selanjutnya akan
mengaktivasi fosforilasi dan defosforilasi untuk mengendalikan transkripsi DNA dan
ekspresi gen (14)
• Kompleksitas dan diversitas jalur jalur transduksi sinyal, terus berkembang, tetapi
adanya pola umum tertentu dapat mempermudah pemahaman jaringan ini.
• Kelainan pada jalur ini dapat menyebabkan gangguan keseimbangan fungsional pada
bermacm macam jalur neurotransmiter yang kemudian misalnya, mendasari
bermacam macam gejala klinik gangguan bipolar, seperti perjalanan penyakit yang
kambuhan, fluktuasi mood, gejala-gejala psikotik, gejala-gejala neurovegetatif dan
gangguan kognitif. Fungsi fungsi otak tertentu, seperti perilaku, mood dan kognisi,
agar dapat berjalan dengan baik, sangat tergantung pada transduksi sinyal.
• Banyak bukti bukti yang meyakinkan tentang abnormalitas transduksi sinyal pada
gangguan bipolar. Sehubungan dengan itu, jalur transduksi sinyal reseptor
katekolamin adalah yang paling luas ditelti/dibahas. Neurotransmiter, dalam hal ini NE
merupakan first messenger yang kemudian berikatan dengan satu atau lebih subtipe
reseptor adrenergik.. Kelainan pada sistim second messenger diduga berperan
penting pada patofisiologi gangguan bipolar.
• Studi pertama tentang kemungkinan kelainan pada transduksi sinyal pada penderita
gangguan mood, adalah penemuan tentang berkurangnya aktivitas reseptor beta
adrenergic activated adenylyl cyclase (AC) pada sel sel perifer (trombosit, limfosit)
penderita depresi unipolar dan bipolar. Kelainan pada jalur ini juga ditemukan pada
penderita gangguan bipolar. Sementara itu tidak didapatkan perbedaan jumlah
maupun afinitas reseptor adrenergik ini pada penderita maupun kelompok kontrol. Hal
ini menimbukan dugaan bahwa yang terjadi adalah penumpulan respon atau
desensitisasi dan bukan berkurangnya jumlah reseptor beta-adrenergik. Para peneliti
kemudian mendapatkan beberapa molekul transduksi sinyal sebagai target obat
stabilisator mood atau antidepresan. Tampaknya obat-obat tersebut memperbaiki
kelainan transduksi sinyal yang terjadi pada para penderita.
40
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Faktor-faktor psikososial
• Stresor kehidupan, baik pada penderita depresi berat maupun penderita gangguan
bipolar I tampaknya hanya berperan pada sakit pertama dibandingkan dengan
episoda- episoda selanjutnya.
• Stresor pada awitan sakit menyebabkan perubahan yang relatif menetap pada biologi
otak, yang kemudian menyebabkan perubahan fungsional pada bermacam-macam
neurotransmiter dan sistim sinyal intraneuronal (hilangnya neuron, reduksi hebat pada
kontak-kontak sinaptik), sehingga terjadi kerentanan terhadap timbulnya episoda
gangguan mood berikut, meskipun tanpa stresor eksternal.
• Stresor kehidupan yang paling sering terkait dengan depresi adalah kematian orang
tua sebelum usia 11 tahun dan faktor lingkungan yang sering terkait dengan depresi
adalah kematian pasangan hidup
• Stresor kehidupan yang paling akhir paling besar kemungkinannya untuk
menyebabkan depresi, terutama yang menurut penderita paling mengganggu harga
dirinya; stresor yang relatif ringan bisa berdampak buruk oleh karena makna
idiosinkratik yang dikaitkan dengan kejadian tersebut.
Kepribadian
41
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Psikodinamika depresi
Teori kognitif
Depresi disebabkan oleh distorsi kognitif yang terjadi pada seseorang yang rentan
terhadap depresi ⇒ ”depressogenic schemata” : data-data internal maupun eksternal
disalah-tafsirkan melalui suatu template kognitif yang dibentuk berdasarkan pengalaman-
pengalaman tertentu di masa lalu.
Aaron Beck, triad kognitif depresi terdiri dari : diri sendiri, persepsi diri negatif ⇒ dunia
luar, hostil dan penuh tuntutan ⇒ masa depan, penderitaan dan kegagalan.
”Learned helplessness”
Psikodinamika mania
42
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
43
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
f. DIAGNOSIS (PPDGJ-3)
i.
Hipomania
• Peningkatan ringan suasana perasaan (mood), energi, aktivitas, ada perasaan
sejahtera, peningkatan kemampuan bergaul dan bercakap, keakraban berlebihan,
peningkatan seksualitas, pengurangan kebutuhan tidur
• Euforik, kadang-kadang mudah marah, sombong, tidak sopan, membual, melawak
berlebihan
• Konsentrasi dan daya perhatian terganggu, sehingga kurang mampu bekerja dengan
baik, agak boros dan suka mencoba kegiatan-kegiatan baru
• Berlangsung sekurangnya beberapa hari terus menerus
Episoda berulang (sekurangnya dua) gangguan suasana perasaan, yang pada suatu
masa meningkat, pada masa lain menurun
• Episoda manik terjadi secara tiba tiba, selama 2 minggu-4/5 bulan, biasanya sekitar 4
bulan
44
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
• Episoda depresi berlangsung lebih lama, biasanya sekitar 6 bulan (pada lanjut usia
mungkin berlangsung lebih dari satu tahun)
• Terjadi (tidak selalu) setelah mengalami stresor kehidupan berat
• Episoda pertama bisa terjadi pada rentang usia masa anak sampai masa tua
• Kambuhan, remisi makin lama makin singkat dan setelah usia pertengahan depresi
cenderung lebih sering terjadi dan lebih lama
Ada tiga tingkat keparahan (ringan, sedang, berat) dengan gejala pokok adalah mood
yang depresif, hilangnya minat dan kegembiraan, energi berkurang, mudah lelah,
aktivitas berkurang, gejala-gejala lain seperti konsentrasi dan perhatian berkurang; harga
diri dan kepercayaan diri berkurang; merasa bersalah, tidak berguna; pesimistik, masa
depan suram; ada gagasan dan perbuatan membahayakan diri sendiri (bunuh diri); tidur
terganggu; nafsu makan berkurang.
g. PERJALANAN PENYAKIT
Gangguan bipolar ditandai oleh awitan yang tiba-tiba, dilanjutkan dengan perjalanan
penyakit yang fluktuatif dan bisa terjadi pemulihan yang mendekati keadaan normal,
terutama pada masa awal sakit. Berbeda dari skizofrenia, yang ditandai oleh perjalanan
penyakit yang kronis dengan penurunan kondisi psikis yang progresif, tanpa pernah atau
sedikit kemungkinan terjadi pemulihan yang mendekati kondisi sebelum sakit. Gangguan
bipolar adalah penyakit yang berulang. Episoda ke-dua biasanya terjadi dalam rentang
waktu dua tahun setelah episoda pertama dan setelah sekitar 5 episoda, rentang waktu
kekambuhan menjadi relatif stabil, antara 6-9 bulan. Meskipun sebagian besar penderita
pada perioda antar-episoda bisa kembali ke kemampuan fungsional semula, sekitar 20-
30% penderita mungkin tetap memperlihatkan ketidakstabilan emosi, serta mengalami
kesulitan dalam pekerjaan maupun relasi interpersonal. Episoda mania yang singkat, usia
yang lebih tua, jarang mempunyai gagasan untuk bunuh diri, serta relatif tidak
mempunyai masalah medik atau psikiatrik lain, merupakan indikator yang baik bagi
harapan kesembuhan.
Prinsip penanggulangan
1. Istilah bipolar jangan ditafsirkan secara harfiah bahwa penderitanya bisa berada pada
salah satu kutub emosi yang secara ekstrim berbeda satu dengan yang lain. Lebih
45
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
tepat dipahami sebagai suatu kondisi yang merupakan representasi dari dua dimensi
emosi yang sampai batas tertentu independen satu sama lain.
2. Depresi pada gangguan bipolar biasanya atipikal, ditandai oleh rasa lelah,
hipersomnia dan reverse diurnal mood variability, berbeda dengan depresi unipolar
yang ditandai oleh insomnia. Oleh karena itu pengobatan gangguan bipolar lebih
kompleks dari pengobatan depresi unipolar.
3. Siklus mania-depresi merupakan keadaan yang tidak dapat diprediksi dan
kebanyakan penderita menunjukkan peningkatan frekuensi gangguan dari waktu ke
waktu. Fenomena ini diduga didasari oleh kindling dan sensitisasi. Kindling berarti
meningkatnya responsivitas terhadap stimulasi listrik derajat rendah yang berulang,
seperti yang terjadi pada epilepsi; makin sering mengalami kejang, makin mudah
mengalami serangan kejang berikut. Hipotesis kindling bisa menjelaskan mengapa
episoda-episoda mania awal dicetuskan oleh kejadian eksternal dan episoda
selanjutnya terjadi tanpa pencetus lagi. Hipotesis ini juga didukung oleh fakta bahwa
beberapa antikonvulsan bisa menjadi terapi yang efektif untuk gangguan bipolar.
4. Antidepresan kadang-kadang dapat mendorong peralihan ke fase mania atau bentuk
campuran. Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) dianggap merupakan pilihan
antidepresan yang baik.
5. Untuk mendapatkan respon optimal, disepakati perlunya terapi kombinasi obat
(lithium, beberapa antikonvulsan, olanzapine).
6. Bila benar beberapa obat psikotropik dan stabilisator mood mempunyai khasiat
memperbaiki neuroplastisitas, maka obat-obat ini dapat dipertimbangkan untuk terus
digunakan, meskipun bukan lagi untuk tujuan mengendalikan gejala-gejala penyakit.
Pengobatan jangka panjang bukan saja bermanfaat mencegah kekambuhan, tetapi
juga membantu perbaikan kerusakan neuronal
7. Penelitian yang komprehensif membuktikan bahwa ECT tidak menyebabkan efek
neuropatologi pada manusia. Pada tikus, sesudah dilakukan ECT terjadi peningkatan
ekspresi GFAP, petanda sinaptik dan dendritik, serta peningkatan neurogenesis
hipokampus.
Lithium
• Lithium dikenal sebagai elemen sekitar 150 tahun yang lalu dan tidak lama
sesudahnya digunakan sebagai therapeutic agent untuk bermacam macam penyakit.
Efek stabilisator moodnya diketahui pada tahun 1950-an. Berbeda dengan obat
psikotropik lain, lithium adalah garam dan tidak mempunyai reseptor di otak.
• Lithium berdasarkan banyak penelitian terbukti mempunyai efek profilaktik, dapat
mengurangi risiko upaya bunuh diri, mempunyai khasiat neuroprotektif dan dapat
meningkatkan neurogenesis di hipokampus.
• Lithium tampaknya terlibat pada modulasi beberapa sistim second messenger,
termasuk jalur cAMP dan fosfoinositol.
• Lithium tidak menyebabkan perubahan besar pada aktivitas seluler dasar, tetapi
mengurangi responsivitas terhadap neurotransmiter lain. Hal ini kiranya dapat
menjelaskan efikasinya pada gangguan bipolar, yaitu menurunkan sensitivitas
terhadap stimulus internal maupun eksternal.
• Lithium juga mempengaruhi sistim neurotransmiter lain, termasuk sirkuit serotonin,
dopamin dan GABA.
46
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
• Ada jeda waktu beberapa hari sebelum efek kliniknya mulai terlihat dan efek
stabilisatornya terhadap mood juga tidak langsung hilang segera setelah
penggunaannya dihentikan. Mungkin karena efek lithium adalah dengan menata
kembali (resetting) homeostasis ionik di dalam neuron atau melalui interaksinya
dengan sistim second messenger.
• Overdosis lithium menyebabkan neurotoksisitas akut, tetapi tidak didapatkan dampak
neuropatologi karena pemakaian lithium dosis terapeutik dalam jangka panjang. Pada
penelitian dengan MRI didapatkan, bahwa setelah 4 minggu terapi lithium, volume
substansia grisea kortikal meningkat, demikian juga sinyal N-asetil aspartat. Hal ini
kembali mendukung dugaan bahwa lithium mempunyai khasiat neurotropik, yaitu
dapat meningkatkan neurogenesis dan mencegah apoptosis.
Sejauh ini belum ada kajian neuropatologi stabilisator mood lain, antidepresan atau
penenang minor. Suatu penelitian kecil menduga bahwa antidepresan dapat
mempengaruhi morfologi neuron, dapat meregenerasi akson monoaminergik, mendorong
neurogenesis dan mencegah hilangnya dendrit spinal pada binatang percobaan.
Sebaliknya, dampak neuropatologi antipsikotik cukup banyak diteliti dan memang bisa
menyebabkan perubahan pada morfologi neuron dan sinaptik, terutama di kaudatus dan
putamen.
47
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Tidak
Tidak
Ya
Gejala hipomanik dan periode
mood depresif lebih dari 2 tahun Gangguan
siklotimik
Tidak
Tidak
Gangguan
depresi
YTT
Tidak
Mood depresif
Ya Gangguan
tidak memenuhi kriteria salah
satu gangguan mood di atas, penyesuaian
dan terjadi sebagai respons dengan mood
terhadap stresor. depresi
Tidak
Tidak
Tidak ada gangguan mood
49
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
h. DAFTAR PUSTAKA
__________________
50
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Setelah mengikuti sesi ini PPDS mampu mengerti dan menguasai teori mengenai fobia
serta mampu mengelola pasien fobia secara mandiri dengan baik dan benar.
c. REFERENSI
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore,
2007
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of
Psychiatry, 8th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 2005
• Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, DitJen
YanDik DepKes RI, Jakarta, 1993
• Suplemen Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III,
DitJen YanDik DepKes RI, Jakarta, 1995
• American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV, 1994
d. KOMPETENSI
51
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
e. KETERAMPILAN
Setelah mengikuti secara lengkap sesi-sesi yang telah disiapkan, peserta didik
diharapkan memiliki keterampilan untuk :
f. GAMBARAN UMUM
Di Amerika, fobia merupakan gangguan psikiatrik yang umum dijumpai, didapatkan pada
5-10% dari polpulasi umum. Penyebab fobia mencakup faktor perilaku, faktor psikologis
dan faktor biologik. Rasa takut yang hebat, menetap tetapi tidak masuk akal merupakan
gejala utama fobia. Berdasarkan objeknya, ada bermacam-macam fobia. Gangguan ini
perlu dibedakan antara lain dari gangguan panik, gangguan kepribadian menghindar.
Penatalaksanan fobia mencakup farmakoterapi dan psikoterapi. Sebagian besar fobia
spesifik yang mulai dialami sejak masa kanak dan berlanjut ke masa dewasa, akan terus
berlangsung selama beberapa tahun. Awitan fobia sosial biasanya pada masa kanak
akhir atau remaja awal dan cenderung untuk menjadi kronik.
g. RANCANGAN PEMBELAJARAN
17.
18. Tujuan 1
19. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi fobia secara biopsikososial dan implikasi
psikodinamikanya (C4)
Tujuan 2
Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala fobia (C4)
Tujuan 3
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding fobia
52
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Tujuan 4
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis fobia (C4)
Tujuan 5
Mampu memformulasikan upaya penatalaksanaan fobia secara adekuat dan efektif
melalui pendekatan biopsikososial (C5)
Tujuan 6
Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis fobia (C5)
a. RANGKUMAN
Pada modul ini peserta didik mendapatkan kuliah mengenai aspek-aspek penting fobia
(epidemiologi, etiologi, tanda dan gejala, diagnosis, prinsip penanggulangan,
komorbiditas dan perjalanan penyakit serta prognosis) disertai dengan sesi-sesi berupa
diskusi kelompok, pembahasan kasus kertas, bed side teaching dan pengalaman praktek
dengan pasien agar dapat menguasai ketrampilan untuk dapat mengelola pasien fobia
dengan baik.
Fobia merupakan gangguan mental yang umum dijumpai di Amerika, yaitu sebesar 5-10%
dari populasi umum. Angka prevalensi seumur hidup pada fobia spesifik adalah sekitar
11%, pada fobia sosial 3-13%, dan pada agorafobia 2-6%.
Fobia adalah suatu ketakutan yang tidak rasional yang menyebabkan penghindaran yang
disadari terhadap objek, aktivitas atau situasi yang ditakuti.
Fobia spesifik
53
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Fobia sosial
Takut terhadap rasa memalukan di dalam berbagai lingkungan sosial seperti berbicara di
depan umum, dsb.
b. ETIOLOGI
• Faktor perilaku
• Faktor psikososial
• Faktor biologik
c. DIAGNOSIS
• Rasa takut yang jelas, menetap dan berlebihan atau tidak beralasan (obyek
/situasi)
• Pemaparan dengan stimulus fobik hampir selalu mencetuskan kecemasan
• Menyadari bahwa rasa takut adalah berlebihan
• Situasi fobik dihindari
Fobia spesifik
A. Rasa takut yang jelas dan menetap yang berlebihan atau tidak masuk akal,
ditandai dengan adanya antisipasi terhadap objek atau situasi spesifik (mis.
Naik pesawat terbang, ketinggian, binatang, mendapat suntikan, melihat darah)
B. Pemaparan dengan stimulus fobia hampir selalu mencetuskan kecemasan
yang dapat berupa serangan panik yang berkaitan dengan situasi atau
dipredisposisikan oleh situasi. Catatan: Pada anak-anak, kecemasan dapat
diekspresikan dengan menangis, tantrum.
C. Orang tersebut menyadari bahwa rasa takutnya berlebihan atau tidak
beralasan. Catatan: pada anak-anak, gambaran ini tidak harus ada
D. Situasi fobik dihindari, atau jika tidak dapat dihindari, dihadapi dengan
kecemasan atau penderitaan yang kuat
E. Penghindaran, antisipasi cemas atau penderitaan dalam situasi fobia secara
bermakna mengganggu rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan, atau
aktivitas sosial dan hubungan dengan orang lain, atau terdapat penderitaan
yang jelas akibat menderita fobia.
F. Pada individu di bawah usia 18 tahun, berlangsung sekurangnya selama 6
bulan
G. Kecemasan, serangan panik, atau penghindaran fobik tidak lebih baik
dijelaskan oleh gangguan psikiatrik lain, seperti gangguan obsesif kompulsif,
gangguan strs pasca trauma, gangguan cemas perpisahan, fobia sosial,
gangguan panik dengan agorafobia, atau agorafobia tanpa riwayat gangguan
panik.
54
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Fobia sosial
A. Rasa takut yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih situasi sosial, saat
seseorang dihadapkan pada orang yang tidak dikenal/tidak akrab atau pada
situasi yang memungkinkan ia akan diperhatikan oleh orang lain. Orang
tersebut merasa takut akan berperilaku dengan cara yang merendahkan atau
memalukan dirinya.
B. Pemaparan dengan situasi sosial yang ditakuti hampir selalu mencetuskan
kecemasan yang dapat berupa serangan panik yang berkaitan dengan situasi
atau dipredisposisikan oleh situasi.
C. Orang tersebut menyadari bahwa rasa takutnya berlebihan atau tidak beralasan
D. Situasi sosial atau situasi yang ditakuti dihindari, atau jika tidak dapat dihindari,
dihadapi dengan kecemasan atau penderitaan yang kuat
E. Penghindaran, antisipasi cemas atau penderitaan dalam situasi sosial atau
kinerja secara bermakna mengganggu rutinitas normal seseorang, fungsi
pekerjaan, atau aktivitas sosial dan hubungan dengan orang lain, atau terdapat
penderitaan yang jelas akibat menderita fobia.
F. Pada individu di bawah usia 18 tahun, berlangsung sekurangnya selama 6
bulan
G. Rasa takut atau penghindaran adalah bukan karena obat-obatan atau kondisi
medik umum
H. Bila terdapat gangguan kondisi medik umum atau gangguan psikiatrik lain,
rasa takut pada kriteria A tidak berkaitan dengan hal tersebut.
Agorafobia
A. Kecemasan berada di dalam suatu tempat atau situasi yang kemungkinan akan
sulit meloloskan diri (atau merasa malu) atau mungkin tidak terdapat
pertolongan jika mengalami panik atau gejala mirip panik. Rasa takut pada
agorafobia secara khas mencakup situasi berada di luar rumah sendirian,
berada di kerumunan, berada di atas jembatan, menempuh perjalanan dengan
bis, kereta api atau mobil.
B. Situasi yang ditakuti dihindari, atau dihadapi dengan penderitaan atau
kecemasan yang kuat akan mendapatkan serangan panik atau gejala mirip
panik, atau perlu didampingi teman
C. Kecemasan atau penghindaran fobik tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan
psikiatrik lain, seperti fobia sosial, fobia spesifik, gangguan obsesif kompulsif,
gangguan stres pasca trauma, atau gangguan cemas perpisahan.
d. DIAGNOSIS BANDING
55
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
e. PENATALAKSANAAN
• Farmakoterapi
• Terapi perilaku
• Psikoterapi berorientasi tilikan
• Terapi lain : hipnosis, terapi suportif, terapi keluarga
• Konseling
- Dorong pasien untuk dapat mengatur pernafasan, membuat daftar situasi yang
ditakuti atau dihindari, diskusikan cara-cara menghadapi rasa takut tersebut.
- Dengan konseling banyak pasien tidak membutuhkan medikasi.
• Medikasi
- Bila ada depresi bisa diberi antidepresan lmipramin 50-150 mg/ hari.
- Bila ada ansietas beri antiansietas dalam waktu singkat, karena bisa
menimbulkan ketergantungan.
- Beta-bloker dapat mengurangi gejala fisik.
- Konsultasi spesialistik bila rasa takut menetap
Sebagian besar fobia spesifik yang mulai dialami sejak masa kanak dan berlanjut ke
masa dewasa, akan terus berlanjut selama beberapa tahun. Perjalanan fobia sosial
cenderung untuk menjadi kronik. Kebanyakan kasus agorafobia disebabkan oleh
gangguan panik, dan bila gangguan panik teratasi maka agorafobia akan membaik
dengan berjalannya waktu. Agorafobia tanpa riwayat gangguan panik bersifat kronis dan
dalam perjalanan penyakitnya sering timbul komplikasi berupa gangguan depresi dan
ketergantungan alkohol.
56
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Tidak
Agorafobia Ya
Agorafobia tanpa riwayat
Gangguan panik
Tidak
Kecemasan terhadap
Ya
perpisahan dengan figur
perlekatan (attachment) Gangguan cemas perpisahan
dengan onset masa kanak
Tidak
Ya
Takut dipermalukan saat tampil
atau dalam situasi sosial Fobia sosial
Tidak Ya
Takut terhadap suatu objek Fobia spesifik
atau situasi
Tidak
Ya
Obsesif atau kompulsif Gangguan obsesif kompulsif
Tidak
57
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Ya Tidak
Periode cemas dan khawatir Terjadi hanya selama episoda
disertai gejala yang berkaitan Gangguan mood atau
Gangguan psikotik Gangguan cemas menyeluruh
selama 6 bulan
Ya
h. DAFTAR PUSTAKA
1. American Psychiatric Association, Diagnostic Criteria, DSM IV-TR, 2005 : 209 -223
2. Departemen Kesehatan Rl. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
di Indonesia III, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993 : 171-195
3. Departemen Kesehatan Rl. Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat, Direktorat
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat : Gangguan Ansietas
4. Sadock BJ, Sadock VA : Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, 10th ed.
Lippincott Williams & Wilkins, 2007 : 579-633
5. Setyonegoro KR, Iskandar Y. Ansietas. Yayasan Drama Husada, Jakarta, 1980 : 2-4
6. Stahl SM, Essential Psychopharmacology Neuroscientific : Basis and Practical
Applications, 2nd ed. Cambridge University Press. 2002 : 300
58
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Setelah mengikuti sesi ini PPDS mampu mengerti dan menguasai teori mengenai
gangguan panik serta mampu mengelola gangguan panik secara mandiri dengan baik
dan benar.
c. REFERENSI
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10 th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore,
2007
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of
Psychiatry, 8th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 2005
• Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, DitJen
YanDik DepKes RI, Jakarta, 1993
• Suplemen Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III,
DitJen YanDik DepKes RI, Jakarta, 1995
• American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV, 1994
d. KOMPETENSI
59
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
e. KETERAMPILAN
Setelah mengikuti secara lengkap sesi-sesi yang telah disiapkan, peserta didik
diharapkan memiliki keterampilan untuk :
f. GAMBARAN UMUM
Prevalensi gangguan panik berkisar 1-4% dengan jumlah penderita perempuan 2-3 kali
lebih banyak dibandingkan laki-laki. Gangguan panik dapat terjadi pada segala usia,
tetapi lebih banyak pada usia dewasa muda. Faktor biologik, faktor genetik dan faktor
psikososial merupakan penyebab dari gangguan panik. Serangan panik yang terjadi
secara tiba-tiba dan berlangsung sedikitnya selama 10 menit, ditandai antara lain oleh
palpitasi, perasaan tercekik, perasaan pusing, bergoyang atau akan pingsan merupakan
gejala yang khas untuk gangguan panik. Gangguan cemas dan bermacam-macam
gangguan medik (kardiovaskuler, endokrin) merupakan diagnosis banding gangguan
panik. Modalitas terapi mencakup farmakoterapi, psikoterapi, terapi perilaku. Gangguan
panik bersifat kronis. Pada follow up jangka panjang sekitar 30-40% pasien bisa bebas
gejala, 50% mengalami gejala ringan, dan sekitar 10-20% terus mengalami gejala yang
mengganggu.
g. RANCANGAN PEMBELAJARAN
23.
24. Tujuan 1
25. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan panik secara biopsikososial dan
implikasi psikodinamikanya (C4)
Tujuan 2
Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan panik (C4)
Tujuan 3
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan panik (C4)
60
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Tujuan 4
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan panik (C4)
Tujuan 5
Mampu memformulasikan upaya penatalaksanaan yang adekuat melalui pendekatan
biopsikososial (C5)
Tujuan 6
Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis gangguan panik (C5)
a. RANGKUMAN
Pada modul ini peserta didik mendapatkan kuliah mengenai aspek-aspek penting
gangguan panik (epidemiologi, etiologi, tanda dan gejala, diagnosis, prinsip
penanggulangan, komorbiditas dan perjalanan penyakit serta prognosis) disertai dengan
sesi-sesi berupa diskusi kelompok, pembahasan kasus kertas, bed side teaching dan
pengalaman praktek dengan pasien agar dapat menguasai ketrampilan untuk dapat
mengelola gangguan panik dengan baik.
b.
a. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi gangguan panik berkisar 1-4%. Jumlah penderita perempuan adalah 2-3 kali
lebih banyak dibandingkan laki-laki. Gangguan panik lebih banyak terjadi pada dewasa
muda, dengan usia rata-rata 25 tahun, namun demikian gangguan panik dapat terjadi
pada segala usia, termasuk pada anak-anak dan lanjut usia.
b. ETIOLOGI
• Faktor biologik
• Faktor genetik
61
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
• Faktor psikososial
- Teori kognitif perilaku
- Teori psikoanalisis
Gambaran klinis
Serangan panik pertama seringkali spontan, tanpa tanda mau serangan panik, walaupun
serangan panik kadang-kadang terjadi setelah luapan kegembiraan, kelelahan fisik,
aktivitas seksual atau trauma emosional. Klinisi harus berusaha untuk mengetahui tiap
kebiasaan atau situasi yang sering mendahului serangan panik. Serangan sering dimulai
dengan periode gejala yang meningkat dengan cepat selama 10 menit. Gejala mental
utama adalah ketakutan yang kuat, suatu perasaan ancaman kematian dan kiamat.
Pasien biasanya tidak mampu menyebutkan sumber ketakutannya. Pasien mungkin
merasa kebingungan dan mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian. Tanda fisik
adalah takikardia, palpitasi, sesak nafas dan berkeringat. Pasien seringkali mencoba
untuk mencari bantuan. Serangan biasanya berlangsung 20 sampai 30 menit.
Gejala penyerta
Gejala depresi seringkali ditemukan pada serangan panik dan agorafobia, pada beberapa
pasien suatu gangguan depresi ditemukan bersama-sama dengan gangguan panik.
Penelitian telah menemukan bahwa risiko bunuh diri selama hidup pada orang dengan
gangguan panik adalah lebih tinggi dibandingkan pada orang tanpa gangguan mental.
Agorafobia
Pasien dengan agorafobia akan menghindari situasi di mana ia akan sulit mendapatkan
bantuan. Pasien mungkin memaksa bahwa mereka harus ditemani setiap kali mereka
keluar rumah.
62
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
• Kecemasan berada di dalam suatu tempat atau situasi di mana kemungkinan sulit
meloloskan diri
• Situasi dihindari, misal jarang bepergian
• Kecemasan atau penghindaran fobik bukan karena gangguan mental lain, misal
fobia sosial
c. DIAGNOSIS
63
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Serangan panik
Merarasa takut yang kuat, diikuti oleh gejala-gejala berikut ini yang terjadi
secara tiba-tiba dan mencapai pundaknya dalam waktu 10 menit.
(1) Palpitasi
(2) Berkeringat
(3) Gemetar atau bergoncang
(4) Rasa sesak nafas atau tertahan
(5) Perasaan tercekik
(6) Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman
(7) Mual atau gangguan perut
(8) Perasaan pusing, bergoyang atau akan pingsan
(9) Derealisasi atau depersonalisasi
(10) Ketakutan hilang kendali atau menjadi gila
(11) Rasa takut mati
(12) Parestesia
(13) Menggigil atau perasaan panas
e. DIAGNOSIS BANDING
f. PENATALAKSANAAN
• Konseling
- Ajari pasien untuk diam di tempat sampai serangan panik berlalu,
konsentrasikan diri untuk mengatasi ansietas bukan pada gejala fisik, rileks,
latihan pernafasan.
- Identifikasikan rasa takut selama serangan.
64
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
• Medikasi
- Banyak pasien tertolong melalui konseling dan tidak membutuhkan medikasi.
- Bila serangan sering dan berat, atau secara bermakna dalam keadaan depresi
beri antidepresan (imipramin 25 mg malam hari, dosis bisa sampai 100-150
mg malam selama 2 minggu ).
- Bila serangan jarang dan terbatas beri anti ansietas jangka pendek (lorazepam
0,5-1 mg 3x1 atau alprazolam 0,25-1 mg 3x1), hindari pemberian jangka
panjang dan pemberian medikasi yang tidak perlu.
Awitan gangguan panik dimulai pada masa remaja akhir atau dewasa muda meski dapat
juga terjadi pada masa kanak-kanak, remaja awal atau usia pertengahan. Secara umum
gangguan panik bersifat kronis meski perjalanan penyakitnya bervariasi. Pada follow up
jangka panjang sekitar 30-40% pasien bebas gejala, sekitar 50% mengalami gejala
ringan yang tidak mempengaruhi kehidupan mereka secara bermakna, dan sekitar 10-
20% terus mengalami gejala yang signifikan.
h. ALGORITMA
i. DAFTAR PUSTAKA
1. American Psychiatric Association, Diagnostic Criteria, DSM IV-TR, 2005 : 209 -223
2. Departemen Kesehatan Rl. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
di Indonesia III, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993 : 171-195
3. Departemen Kesehatan Rl. Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat, Direktorat
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat : Gangguan Ansietas
4. Sadock BJ, Sadock VA : Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, 10th ed.
Lippincott Williams & Wilkins, 2007 : 579-633
5. Setyonegoro KR, Iskandar Y. Ansietas. Yayasan Drama Husada, Jakarta, 1980 : 2-4
6. Stahl SM, Essential Psychopharmacology Neuroscientific : Basis and Practical
Applications, 2nd ed. Cambridge University Press. 2002 : 300
65
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Setelah mengikuti sesi ini PPDS mampu mengerti dan menguasai teori mengenai
gangguan cemas menyeluruh serta mampu mengelola pasien gangguan cemas
menyeluruh secara mandiri dengan baik dan benar.
29.
Peserta didik : residen Psikiatri semester dua
REFERENSI
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore,
2007
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of
Psychiatry, 8th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 2005
• Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, DitJen
YanDik DepKes RI, Jakarta, 1993
• Suplemen Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III,
DitJen YanDik DepKes RI, Jakarta, 1995
• American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV, 1994
66
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
1.
b. KOMPETENSI
c. KETERAMPILAN
Setelah mengikuti secara lengkap sesi-sesi yang telah disiapkan, peserta didik
diharapkan memiliki keterampilan untuk :
d. GAMBARAN UMUM
e. RANCANGAN Pembelajaran
30. Tujuan 1
31. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan cemas menyeluruh secara
biopsikososial termasuk implikasi psikodinamikanya (C4)
Tujuan 2
Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan cemas menyeluruh (C4)
67
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Tujuan 3
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan cemas menyeluruh (C4)
Tujuan 4
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan cemas menyeluruh (C4)
Tujuan 5
Mampu memformulasikan upaya penanggulangan gangguan cemas menyeluruh secara
adekuat dan efektif melalui pendekatan biopsikososial (C5)
Tujuan 6
Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis gangguan cemas
menyeluruh (C5)
a. RANGKUMAN
Pada modul ini peserta didik mendapatkan kuliah mengenai aspek-aspek penting
gangguan cemas menyeluruh (epidemiologi, etiologi, tanda dan gejala, diagnosis, prinsip
penanggulangan, komorbiditas dan perjalanan penyakit serta prognosis) disertai dengan
sesi-sesi berupa diskusi kelompok, pembahasan kasus kertas, bed side teaching dan
pengalaman praktek dengan pasien agar dapat menguasai ketrampilan untuk dapat
mengelola pasien gangguan cemas menyeluruh dengan baik.
68
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
c. PENDAHULUAN
Gambaran esensial dan gangguan ini adalah adanya ansietas yang menyeluruh dan
menetap (bertahan lama). Gejala yang dominan sangat bervariasi, tetapi keluhan tegang
yang berkepanjangan, gemetaran, ketegangan otot, berkeringat, kepala terasa ringan,
palpitasi, pusing kepala dan keluhan epigastrik adalah keluhan-keluhan yang lazim
dijumpai. Ketakutan bahwa dirinya atau anggota keluarganya akan menderita sakit atau
akan mengalami kecelakaan dalam waktu dekat, merupakan keluhan yang seringkali
diungkapkan.
d. EPIDEMIOLOGI
Estimasi prevalensi 1 tahun untuk gangguan cemas menyeluruh berkisar 3-8%, rasio
gangguan ini pada perempuan dibandingkan laki-laki adalah 2 berbanding 1.
e. ETIOLOGI
• Faktor biologik
• Faktor psikosoial
• Pasien harus menunjukan gejala primer ansietas yang berlangsung hampir setiap
hari selama beberapa minggu, bahkan biasanya sampai beberapa bulan
• Gejala-gejala ini biasanya mencakup hal-hal berikut : kecemasan tentang masa
depan, ketegangan motorik, overaktivitas otonomik
69
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
f. DIAGNOSIS
g. DIAGNOSIS BANDING
h. PENATALAKSANAAN
o Psikoterapi:
Psikoterapi suportif
o Farmakoterapi
1. Obat utama untuk Gangguan cemas menyeluruh di antaranya benzodiazepin,
SSRIs, buspirone, dan venlafaxine. Obat lainnya yang mungkin bermanfaat
adalah golongan trisiklik, antihistamin, dan antagonis β-adrenergik
70
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
2. medikasi merupakan terapi sekunder, tapi dapat digunakan jika dengan konseling
gejala menetap
3. medikasi ansietas (diazepam 5 mg malam hari, tidak lebih dari 2 minggu)
4. beta-bloker dapat membantu mengobati gejala fisik
5. antidepresan bila ada depresi
6. konsultasi spesialistik bila ansietas berat dan berlangsung lebih dari 3 bulan
7. Konseling
8. informasikan bahwa stres dan rasa khawatir keduanya mempunyai efek fisik dan
mental
9. mempelajari keterampilan untuk mengurangi dampak stres merupakan
pertolongan yang paling efektif
10. mengenali, menghadapi dan menantang kekhawatiran yang berlebihan dapat
mengurangi gejala ansietas
11. kenali kekhawatiran yang berlebihan atau pikiran yang pesimistik
12. latihan fisik yang teratur sering menolong.
Gangguan cemas menyeluruh merupakan kondisi yang bersifat kronis. Karena tingginya
angka insidensi gangguan psikiatrik lain pada pasien Gangguan cemas menyeluruh,
maka perjalanan penyakit dan prognosis sulit diprediksi.
j. ALGORITMA
k. DAFTAR PUSTAKA
1. American Psychiatric Association, Diagnostic Criteria, DSM IV-TR, 2005 : 209 -223
2. Departemen Kesehatan Rl. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
di Indonesia III, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993 : 171-195
3. Departemen Kesehatan Rl. Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat, Direktorat
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat : Gangguan Ansietas
4. Sadock BJ, Sadock VA : Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, 10th ed.
Lippincott Williams & Wilkins, 2007 : 579-633
5. Setyonegoro KR, Iskandar Y. Ansietas. Yayasan Drama Husada, Jakarta, 1980 : 2-4
6. Stahl SM, Essential Psychopharmacology Neuroscientific : Basis and Practical
Applications, 2nd ed. Cambridge University Press. 2002 : 300
_______________
71
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Setelah mengikuti sesi ini PPDS mampu mengerti dan menguasai teori mengenai
gangguan obsesif kompulsif serta mampu mengelola pasien gangguan obsesif kompulsif
secara mandiri dengan baik dan benar.
c. REFERENSI
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore,
2007
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of
Psychiatry, 8th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 2005
• Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, DitJen
YanDik DepKes RI, Jakarta, 1993
• Suplemen Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III,
72
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
e. KETERAMPILAN
Setelah mengikuti secara lengkap sesi-sesi yang telah disiapkan, peserta didik
diharapkan memiliki keterampilan untuk :
f. GAMBARAN UMUM
g. RANCANGAN PEMBELAJARAN
34. Tujuan 1
35. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan obsesif kompulsif secara
biopsikososial dan implikasi psikodinamikanya (C4)
36.
Must to know keypoint :
Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan obsesif kompulsif secara
biopsikososial dan implikasi psikososialnya
73
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Tujuan 2
Menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan obsesif kompulsif (C4)
Tujuan 3
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan obsesif kompulsif (C4)
Tujuan 4
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan obsesif kompulsif (C4)
Tujuan 5
Mampu memformulasikan upaya penanggulangan gangguan obsesif kompulsif secara
adekuat dan efektif melalui pendekatan biopsikososial (C5)
Tujuan 6
Membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis gangguan obsesif kompulsif (C5)
a. RANGKUMAN
Pada modul ini peserta didik mendapatkan kuliah mengenai aspek-aspek penting
gangguan obsesif kompulsif (epidemiologi, etiologi, tanda dan gejala, diagnosis, prinsip
penanggulangan, komorbiditas dan perjalanan penyakit serta prognosis) disertai dengan
sesi-sesi berupa diskusi kelompok, pembahasan kasus kertas, bed side teaching dan
pengalaman praktek dengan pasien agar dapat menguasai ketrampilan untuk dapat
mengelola pasien gangguan obsesif kompulsif dengan baik.
74
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
75
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
c. EPIDEMIOLOGI
d. DEFINISI
Obsesif
Adalah pikiran, perasaan, ide yang berulang, tidak bisa dihilangkan dan tidak
dikehendaki.
Kompulsif
Adalah tingkah-laku yang berulang, tidak bisa dihilangkan dan tidak dikehendaki.
76
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
sudah diwujudkan dalam bentuk tindakan berulang -yang sebenarnya tidak perlu- ini
disebut kompulsi. Penderita biasanya menyadari bahwa tindakannya berlebihan dan
menghambat aktivitas sehari-hari. Mencuci tangan terus-menerus, membuka dan
mengunci pintu hingga puluhan kali sebelum tidur, berjalan bolak-balik setiap hari
melewati tempat tertentu dan dengan cara melangkah yang agak aneh pula,
menganggukkan kepala puluhan kali ke arah tembok dan mengusap tembok sebelum
meninggalkan rumah adalah beberapa contoh yang mungkin dilakukan. Betapa banyak
waktu dan biaya yang terbuang percuma karena penderita “harus” melakukan ritual yang
menyiksa dan kurang masuk akal ini. Namun, kesadaran penderita akan ketidakefektifan
perilakunya tak secara otomatis membuatnya mampu melepaskan diri dari tindakan-
tindakan aneh ini. Ada kalanya usaha yang keras menghindarkan gangguan pikiran
seperti ini justru mengakibatkan penderita makin terjebak dalam ritual yang mungkin lebih
parah lagi.
Di dalam DSM IV-TR yang diterbitkan oleh American Psychiatric Association (APA),
gangguan obsesif-kompulsif digolongkan ke dalam kelompok gangguan cemas.
Namun sejumlah penelitian menyebutkan bahwa gangguan obsesif-kompulsif
bertumpang tindih dengan depresi. Artinya, gangguan obsesif-kompulsif berkaitan
dengan perasaan negatif yang kuat, meliputi kecemasan dan juga kemurungan.
Perasaan seperti rasa bersalah, rasa tidak berdaya, dan ketakutan irasional hampir selalu
menyertai gangguan ini. Jadi, gangguan akan makin sulit diatasi bila perasaan yang
menyertainya makin mengkristal. Perlu ditambahkan pula bahwa gangguan obsesif-
kompulsif berbeda dengan gejala keranjingan seperti pada perilaku berjudi atau makan
berlebihan. Orang yang keranjingan judi, makan atau seks melakukan hal tersebut demi
kesenangan yang mereka kejar. Sebaliknya, penderita gangguan obsesif-kompulsif
melakukan tindakannya dalam keadaan tersiksa.
e. ETIOLOGI
• Faktor biologik
• Faktor perilaku
• Faktor psikososial
Beberapa gangguan di otak, seperti misalnya infeksi, cedera, dan tumor otak dapat turut
menyumbang terjadinya gangguan obsesif-kompulsif. Selain itu, faktor genetik juga
diduga memberi sumbangan sekitar 30% pada jumlah penderita.
Secara psikologis, perkembangan gangguan obsesif-kompulsif terjadi ketika seorang bayi
ditolak kehadirannya oleh orangtuanya. Sang bayi akan berteriak dan menangis demi
meraih kasih dan perhatian. Bila tidak memperoleh tanggapan, sang bayi akan
mengalami keterkejutan yang luar biasa, sehingga kekeringan kasih yang ia alami terasa
getir sekaligus mencekam. Ketika bayi berhenti menangis, ia seolah mati secara
emosional dan kemudian berkembanglah abnormalitasnya. Ketika anak berkembang,
pergulatan antara kondisi penolakan orangtua di satu pihak dengan usaha memperoleh
perhatian di lain pihak, semakin sengit. Kondisi semacam ini, memungkinkan anak
tumbuh dalam konflik perasaan yang hebat. Orangtua yang seharusnya dihormati
ternyata sekaligus juga dibencinya karena perlakuan-perlakuan yang terlalu banyak
menghukum atau mengabaikan anak. Tidak ada jalan keluar yang memungkinkan anak
untuk bersembunyi kecuali ia berlari ke alam fantasinya. Konflik antara cinta-benci, antara
77
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
perasaan menghormat dan menghina, serta berbagai paradok perasaan lain membuat
anak mengembangkan pikiran yang saling menekan dan menolak. Ini akan menimbulkan
kecemasan luar biasa yang nanti juga berusaha ditekannya.
Perilaku yang dimunculkan penderita sering kali merupakan simbol dari apa yang ada di
alam tidak sadar. Ritual yang dijalani seakan menunjukkan bahwa penderita sebelumnya
telah melakukan perkara dosa atau perlakuan yang tidak hormat dan sepatutnya, lalu
berusaha “ditebus” dengan cara membersihkan diri (mencuci tangan) atau melakukan
penghormatan berlebihan pada obyek tertentu. Tidak dilakukannya ritual ini akan memicu
rasa bersalah yang membuat penderita semakin tersiksa. Konflik-konflik perasaan dan
perilaku inilah yang terus mewarnai kehidupan penderita gangguan obsesif-kompulsif
tanpa dapat diselesaikan.
f. MANIFESTASI KLINIK
1. adanya obsesi, yaitu ide - ide atau impuls yang berulang kali muncul dan menetap
dalam pikiran yang biasanya tidak rasional.
2. adanya kompulsi, yaitu perilaku akibat obsesi yang dilakukan berulang kali. Perilaku
kompulsi yang sering ditemui adalah mencuci dan mengecek. Beberapa perilaku
kompulsi lainnya dapat berupa mengulangi suatu perilaku, menghitung ulang, dan
mengatur kembali suatu barang.
g. DIAGNOSIS
78
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
o. DIAGNOSIS BANDING
p. PENATALAKSANAAN
• Farmakoterapi
• Psikoterapi
• Terapi lain : ECT, operatif (psychosurgery)
1. Terapi obat
Obat-obatan yang biasanya digunakan yaitu flouxetine, fluvoxamine dan paroxetine.
Fungsi obat-obatan tersebut yaitu mengurangi frekuensi perilaku obsesi dan kompulsif
dengan mempengaruhi hormon serotonin.
Bila diperlukan bisa diberi klomipramin 100-150 mg atau golongan SSRI, konsultasi
spesialistik bila kondisi tidak berkurang atau menetap.
2. Terapi perilaku
Dalam terapi ini sangat dibutuhkan kerjasama penderita dengan terapis dan kesabaran
penderita itu sendiri. Pendekatan yang sering digunakan adalah exposure and response
prevention, dalam pendekatan ini penderita dikonfrontasikan dengan kecemasannya
kemudian ketika perilaku obsesif-kompulsif itu muncul maka perilaku tersebut harus
dicegah sampai beberapa jam kemudian hingga kecemasannya menurun.
Contohnya kebiasaan mencuci tangan setelah menyentuh berbagai benda, penderita
disuruh memegang benda-benda kemudian ketika perilaku mencuci tangan itu akan
79
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
muncul segera dicegah dengan mengikat tangannya atau menghalangi perilaku mencuci
tangan sampai keiinginannya tersebut hilang.
3. Terapi kognitif
Dengan mengubah kepercayaan dan pola pikir negatif penderita berkaitan dengan
kecemasannya. Melalui terapi ini dibangun pola pikir yang positif dalam diri penderita
sehingga kecemasannya dapat dihilangkan.
Terapi yang diberikan tidak semuanya efektif bagi penderita gangguan obsesif-kompulsif,
ada yang cocok dengan terapi perilaku, namun ada juga yang hanya cocok dengan obat-
obatan atau kedua-duanya sekaligus. Terapi juga bisa diberikan secara bertahap
misalnya dengan terapi obat dulu untuk mengendalikan simton-simtonnya setelah itu baru
dilanjutkan dengan pemberian terapi perilaku.
Sosial support dari keluarga sangat dibutuhkan juga dalam treatmen penderita gangguan
obsesif-kompulsf ini misalnya memberikan perhatian dan kesabaran dalam berhubungan
dengannya, membantu memberikan arahan yang positif dan menolak berpartisipasi
dalam perilaku obsesif-kompulsif penderita tersebut. Dalam film ini terlihat bahwa
hubungan atau relasi dengan orang lain yang dekat dapat mengubah atau mengurangi
perilaku obsesi-kompulsifnya.
4. Konseling
- Mengenali, menghadapi, menantang pikiran yang berulang dapat mengurangi
gejala obsesif, yang pada akhirnya mengurangi perilaku kompulsif.
- Latihan pernafasan.
- Bicarakan apa yang akan dilakukan pasien untuk mengatasi situasi, kenali dabn
perkuat hal yang berhasil mengatasi situasi.
q. PERJALANAN PENYAKIT
r.
s. PROGNOSIS
Prognosis yang buruk ditandai oleh onset masa kanak, kompulsi yang bizzare, indikasi
untuk perawatan di rumah sakit, adanya gangguan depresi, waham, atau overvalued
ideas, dan adanya gangguan kepribadian.
Prognosis yang baik ditandai oleh penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik dan
adanya faktor presipitasi.
t. ALGORITMA
80
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
u.
v. DAFTAR PUSTAKA
1. American Psychiatric Association, Diagnostic Criteria, DSM IV-TR, 2005 : 209 -223
2. Departemen Kesehatan Rl. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
di Indonesia III, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993 : 171-195
3. Departemen Kesehatan Rl. Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat, Direktorat
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat : Gangguan Ansietas
4. Sadock BJ, Sadock VA : Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, 10th ed.
Lippincott Williams & Wilkins, 2007 : 579-633
5. Setyonegoro KR, Iskandar Y. Ansietas. Yayasan Drama Husada, Jakarta, 1980 : 2-4
6. Stahl SM, Essential Psychopharmacology Neuroscientific : Basis and Practical
Applications, 2nd ed. Cambridge University Press. 2002 : 300
_____________
Setelah mengikuti sesi ini PPDS mampu mengerti dan menguasai teori mengenai reaksi
stres akut serta mampu mengelola pasien reaksi stres akut secara mandiri dengan baik
dan benar.
39.
Peserta didik : residen Psikiatri semester dua
81
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
a. REFERENSI
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore,
2007
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of
Psychiatry, 8th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 2005
• Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, DitJen
YanDik DepKes RI, Jakarta, 1993
• Suplemen Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III,
DitJen YanDik DepKes RI, Jakarta, 1995
• American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV, 1994
1.
b. KOMPETENSI
Mampu mendiagnosis dan menatalaksana reaksi stres akut berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan psikiatrik.
c. KETERAMPILAN
Setelah mengikuti secara lengkap sesi-sesi yang telah disiapkan, peserta didik
diharapkan memiliki keterampilan untuk :
d. GAMBARAN UMUM
Prevalensi reaksi stres akut pada populasi umum tidak diketahui, sedangkan pada
individu yang terpapar dengan peristiwa trauma berat antara 14-33%. Kriteria utama
diagnosis ini adalah rasa takut kuat dan rasa tidak berdaya setelah setelah terpapar
dengan stresor traumatik. Gangguan ini harus dibedakan di antaranya dengan gangguan
penyesuaian dan gangguan psikotik singkat. Gejala Reaksi stres akut ini berlangsung
sedikitnya dua hari setelah kejadian traumatik dan akan berakhir 4 minggu setelah
kejadian traumatik berakhir.
e. RANCANGAN PEMBELAJARAN
40. Tujuan 1
41. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi reaksi stres akut secara biopsikososial
dan implikasi psikodinamikanya (C4)
82
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Tujuan 2
Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala reaksi stres akut (C4)
Tujuan 3
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding reaksi stres akut (C4)
Tujuan 4
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis reaksi stres akut (C4)
Tujuan 5
Mampu memformulasikan upaya penanggulangan reaksi stres akut secara adekuat dan
efektif melalui pendekatan biopsikososial (C5)
Tujuan 6
Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis reaksi stres akut (C5)
a. RANGKUMAN
Pada modul ini peserta didik mendapatkan kuliah mengenai aspek-aspek penting reaksi
stres akut (epidemiologi, etiologi, tanda dan gejala, diagnosis, prinsip penanggulangan,
komorbiditas dan perjalanan penyakit serta prognosis) disertai dengan sesi-sesi berupa
diskusi kelompok, pembahasan kasus kertas, bed side teaching dan pengalaman praktek
dengan pasien agar dapat menguasai ketrampilan untuk dapat mengelola pasien reaksi
stres akut dengan baik.
83
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Suatu gangguan sementara yang cukup parah yang terjadi pada seseorang tanpa adanya
gangguan jiwa lain yang nyata, sebagai respons terhadap stres fisik maupun mental yang
luar biasa dan biasanya menghilang dalam beberapa jam atau hari. Stresornya dapat
berupa pengalaman traumatik yang luar biasa. Kerentanan individu dan kemampuan
menyesuaikan diri memegang peranan dalam terjadinya dan keparahan suatu reaksi
stres akut.
b.
c.
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi reaksi stres akut pada populasi umum tidak diketahui, sedangkan pada
individu yang terpapar dengan trauma berat antara 14-33%.
d. ETIOLOGI
• Harus ada kaitan waktu yang langsung dan jelas antara terjadinya pengalaman
stresor luar biasa dengan onset dan gejala.
• Onset biasanya setelah beberapa menit atau bahkan segera setelah kejadian.
• Selain itu ditemukan
o terdapat gambaran gejala campuran yang biasanya berubah-ubah, selain
gejala permulaan berupa keadaan “ terpaku”, semua gejala berikut mungkin
tampak, seperti depresif, ansietas, kemarahan, kekecewaan, overaktif dan
penarikan diri, akan tetapi tidak satupun dan jenis gejala tersebut yang
mendominasi gambaran klinisnya untuk waktu lama
o pada kasus-kasus yang dapat dialihkan dari stresomya, gejala-gejalanya
dapat menghilang dengan cepat (dalam beberapa jam), dalam hal di mana
stres tidak dapat dialihkan, gejala-gejala biasanya baru mulai mereda setelah
24-48 jam dan biasanya menghilang setelah 3 hari.
e. DIAGNOSIS
A. Orang tersebut dihadapkan pada peristiwa traumatik dan mengalami kedua hal
berikut ini:
(1) Orang tersebut mengalami, menyaksikan atau dihadapkan pada suatu
84
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
f. DIAGNOSIS BANDING
Gejala reaksi stres akut berakhir sedikitnya setelah 2 hari hingga 4 minggu setelah
kejadian traumatik berakhir.
h. ALGORITMA
85
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
86
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
i. DAFTAR PUSTAKA
1. American Psychiatric Association, Diagnostic Criteria, DSM IV-TR, 2005 : 209 -223
2. Departemen Kesehatan Rl. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
di Indonesia III, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993 : 171-195
3. Departemen Kesehatan Rl. Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat, Direktorat
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat : Gangguan Ansietas
4. Sadock BJ, Sadock VA : Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, 10th ed.
Lippincott Williams & Wilkins, 2007 : 579-633
5. Setyonegoro KR, Iskandar Y. Ansietas. Yayasan Drama Husada, Jakarta, 1980 : 2-4
6. Stahl SM, Essential Psychopharmacology Neuroscientific : Basis and Practical
Applications, 2nd ed. Cambridge University Press. 2002 : 300
_______________
Setelah mengikuti sesi ini PPDS mampu mengerti dan menguasai teori mengenai
gangguan stres pasca trauma serta mampu mengelola pasien gangguan stres pasca
trauma secara mandiri dengan baik dan benar.
87
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
45.
Peserta didik : residen Psikiatri semester dua
a. REFERENSI
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore,
2007
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of
Psychiatry, 8th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 2005
• Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, DitJen
YanDik DepKes RI, Jakarta, 1993
• Suplemen Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III,
DitJen YanDik DepKes RI, Jakarta, 1995
• American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV, 1994
1.
b. KOMPETENSI
KETERAMPILAN
Setelah mengikuti secara lengkap sesi-sesi yang telah disiapkan, peserta didik
diharapkan memiliki keterampilan untuk :
c. GAMBARAN UMUM
Estimasi insidensi seumur hidup antara 9-15% dan prevalensi pada populasi umum
sebesar 8%, angka kejadian pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria. Bermacam-
macam stresor traumatik merupakan penyebab utama gangguan ini. Rasa takut yang
eksesif yang diekspresikan dalam bentuk ketidakberdayaan merupakan kriteria utama
diagnosis gangguan ini. Gangguan panik, gangguan disosiatif merupakan beberapa di
antara diagnosis banding gangguan stres pasca trauma. Penatalaksanan gangguan ini
mencakup farmakoterapi dan psikoterapi. Bila tidak diterapi, 30% penderita akan sembuh
sempurna, 40% terus mengalami gejala ringan, 20% terus mengalami gejala sedang,
10% tidak mengalami perbaikan gejala atau bahkan gejala semakin memburuk. Awitan
yang cepat (< 6 bulan) merupakan indikator prognosis yang baik.
88
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
RANCANGAN PEMBELAJARAN
46. Tujuan 1
47. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan stres pasca trauma secara
biopsikososial dan implikasi psikodinamikanya (C4)
Tujuan 2
Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan stres pasca trauma (C4)
Tujuan 3
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan stres pasca trauma (C4)
Tujuan 4
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan stres pasca trauma (C4)
Tujuan 5
Mampu memformulasikan upaya penanggulangan gangguan stres pasca taruma secara
adekuat dan efektif melalui pendekatan biopsikososial (C5)
Tujuan 6
Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis gannguan stres pasca
trauma (C5)
a. RANGKUMAN
89
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Pada modul ini peserta didik mendapatkan kuliah mengenai aspek-aspek penting
gangguan stres pasca trauma (epidemiologi, etiologi, tanda dan gejala, diagnosis, prinsip
penanggulangan, komorbiditas dan perjalanan penyakit serta prognosis) disertai dengan
sesi-sesi berupa diskusi kelompok, pembahasan kasus kertas, bed side teaching dan
pengalaman praktek dengan pasien agar dapat menguasai ketrampilan untuk dapat
mengelola pasien gangguan stres pasca trauma dengan baik.
a. PENDAHULUAN
b. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi seumur hidup gangguan stres pasca-trauma diperkirakan 1-3% pada populasi
umum, 5-15% mengalami bentuk gangguan yang subklinis. Walaupun gangguan stres
pasca-trauma dapat terjadi pada setiap usia, namun gangguan paling menonjol pada usia
dewasa muda.
c. ETIOLOGI
Stresor
Faktor Risiko
o Trauma masa kanak
o Trait gangguan kepribadian borderline, paranoid, dependen, antisosial
o Kurangnya dukungan keluarga dan teman
o Perempuan
o Kerentanan genetik terhadap gangguan psikiatrik
o Perubahan hidup penuh stres yang baru terjadi
o Baru mengkonsumsi alkohol secara berlebihan
90
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Faktor Psikodinamik
o Trauma mengaktifkan kembali konflik psikologis masa lalu yang belum
terselesaikan.
o Trauma masa kanak regresi dan penggunaan mental mekanisme represi,
denial, reaksi formasi, undoing.
o Konflik yang telah ada sebelumnya dibangkitkan kembali oleh kejadian traumatik
baru yang mempunyai arti simbolis
Faktor Kognitif-Perilaku
o Model kognitif:
Pasien tidak dapat melewati proses atau merasionalisasikan kejadian traumatik,
mereka terus mengalami stres dan mencoba menghindarinya dengan cara
menghindar.
o Model perilaku
Trauma yang menimbulkan respons rasa takut dipasangkan melalui classic
conditioning dengan stimulus (faktor fisik dan psikis yang mengingatkan kembali
pada trauma, seperti penglihatan, bau-bauan atau suara)
Melalui pembelajaran instrumental, stimuli menimbulkan respons takut meski
tanpa adanya dan pasien membangun pola menghindar terhadap stimulus yang
terkondisikan dan stimulus yang tidak terkondisikan.
Faktor Biologik
o Ditemukan kadar β endorfin yang rendah di plasma pasien PTSD diduga ada
abnormalitas pada sistem opioid
o Regulasi berlebih pada HPA Aksis
o Perubahan struktur hipokampus, amigdala
91
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
DIAGNOSIS
92
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
dd. PENATALAKSANAAN
Pada PTSD yang tidak diterapi, 30% sembuh sempurna, 40% terus mengalami gejala
ringan, 20% terus mengalami gejala sedang, 10% tidak mengalami perbaikan gejala atau
bahkan gejala semakin memburuk.
Prognosis baik onset gejala cepat (kurang dari 6 bulan), fungsi premorbid baik,
dukungan sosial kuat, tidak ada gangguan psikiatrik, medik, gangguan terkait zat atau
faktor risiko lain.
ff. ALGORITMA
1. American Psychiatric Association, Diagnostic Criteria, DSM IV-TR, 2005 : 209 -223
93
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
_______________
94
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Setelah mengikuti sesi ini PPDS mampu mengerti dan menguasai teori mengenai
gangguan penyesuaian serta mampu mengelola pasien gangguan penyesuaian secara
mandiri dengan baik dan benar.
51.
Peserta didik : residen Psikiatri semester dua
REFERENSI
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore,
2007
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of
Psychiatry, 8th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 2005
• Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, DitJen
YanDik DepKes RI, Jakarta, 1993
• Suplemen Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III,
DitJen YanDik DepKes RI, Jakarta, 1995
• American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV, 1994
1.
2. KOMPETENSI
KETERAMPILAN
Setelah mengikuti secara lengkap sesi-sesi yang telah disiapkan, peserta didik
95
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
b. GAMBARAN UMUM
c. RANCANGAN PEMBELAJARAN
52. Tujuan 1
53. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan penyesuaian secara
biopsikososial dan implikasi psikodinamikanya (C4)
Tujuan 2
Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan penyesuaian (C4)
Tujuan 3
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan penyesuaian (C4)
Tujuan 4
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan penyesuaian (C4)
96
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Tujuan 5
Mampu memformulasikan upaya penanggulangan gangguan penyesuaian secara
adekuat dan efektif melalui pendekatan biopsikososial (C5)
Tujuan 6
Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis gangguan penyesuaian
(C5)
RANGKUMAN
Pada modul ini peserta didik mendapatkan kuliah mengenai aspek-aspek penting
gangguan penyesuaian (epidemiologi, etiologi, tanda dan gejala, diagnosis, prinsip
penanggulangan, komorbiditas dan perjalanan penyakit serta prognosis) disertai dengan
sesi-sesi berupa diskusi kelompok, pembahasan kasus kertas, bed side teaching dan
pengalaman praktek dengan pasien agar dapat menguasai ketrampilan untuk dapat
mengelola pasien gangguan penyesuaian dengan baik.
56.
Estimasi prevalensi gangguan penyesuaian adalah 2-8% di populasi umum. Gangguan
lebih sering dialami perempuan dibandingkan laki-laki. Gangguan ini dapat dialami
berbagai usia, namun paling sering pada usia remaja.
a. ETIOLOGI
• Faktor psikodinamik
• Faktor keluarga dan genetik
97
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
b. DIAGNOSIS
i. DIAGNOSIS BANDING
Reaksi berkabung
Depresi
Psikotik akut sementara
Gangguan penyesuaian
Gangguan somatisasi
Gangguan penyalagunaan zat
Conduct disorder
Problem akademik
Problem identitas
Gangguan stres pasca trauma
Apabila diterapi dengan baik, gangguan penyesuaian mempunyai prognosis yang baik.
Sebagian besar pasien dapat kembali ke tingkat fungsi semula dalam waktu 3 bulan.
98
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
k.
l. PENATALAKSANAAN
Psikoterapi
Intervensi krisis
Farmakoterapi
ALGORITMA
m. DAFTAR PUSTAKA
4) Sadock BJ, Sadock VA : Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, 10th ed.
Lippincott Williams & Wilkins, 2007 : 579-633
_______________
99
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
100
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Setelah mengikuti sesi ini PPDS mampu mengerti dan menguasai teori mengenai
gangguan disosiatif serta mampu mengelola pasien gangguan disosiatif secara mandiri
dengan baik dan benar.
59.
Peserta didik : residen Psikiatri semester dua
a. REFERENSI
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore,
2007
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of
Psychiatry, 8th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 2005
• Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, DitJen
YanDik DepKes RI, Jakarta, 1993
• Suplemen Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III,
DitJen YanDik DepKes RI, Jakarta, 1995
• American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV, 1994
101
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
b.
c. KOMPETENSI
d. KETERAMPILAN
Setelah mengikuti secara lengkap sesi-sesi yang telah disiapkan, peserta didik
diharapkan memiliki keterampilan untuk :
e. GAMBARAN UMUM
Gangguan disosiatif atau konversi ditandai oleh kehilangan (sebagian atau seluruh) dari
integrasi normal antara ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan penghayatan serta
kendali terhadap gerakan tubuh. Untuk diagnosis pasti harus ada ciri-ciri klinis yang
ditemukan pada masing-masing gangguan, tidak ada bukti gangguan fisik yang dapat
menjelaskan gejala tersebut disertai bukti adanya penyebab psikologis dalam bentuk
hubungan waktu yang jelas dengan masalah dan peristiwa yang “stresful” atau hubungan
interpersonal yang terganggu.
Klasifikasi menurut DSM IV dibedakan menjadi amnesia disosiatif, fugue disosiatif,
gangguan identitas disosiatif, dan gangguan depersonalisasi.
Epidemiologi jarang, lebih sering pada perempuan, dengan awitan pada usia remaja-
dewasa muda. Trauma emosional pada masa kecil dan stres berat sering menjadi
penyebab.
Penatalaksanaan meliputi farmakoterapi serta psikoterapi, perjalanan penyakit umumnya
singkat dengan prognosis jarang terjadi rekurensi.
RANCANGAN PEMBELAJARAN
60. Tujuan 1
61. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan disosiatif secara biopsikososial
dan implikasi psikodinamikanya (C4)
Tujuan 2
Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan disosiatif (C4)
102
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Tujuan 3
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan disosiatif (C4)
Tujuan 4
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan disosiatif (C4)
Tujuan 5
Mampu memformulasikan upaya penanggulangan gangguan disosiatif secara adekuat
dan efektif melalui pendekatan biopsikososial (C5)
Tujuan 6
Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis (C5)
a. RANGKUMAN
Pada modul ini peserta didik mendapatkan kuliah mengenai aspek-aspek penting
gangguan disosiatif (epidemiologi, etiologi, tanda dan gejala, diagnosis, prinsip
penanggulangan, komorbiditas dan perjalanan penyakit serta prognosis) disertai dengan
sesi-sesi berupa diskusi kelompok, pembahasan kasus kertas, bed side teaching dan
pengalaman praktek dengan pasien agar dapat menguasai ketrampilan untuk dapat
mengelola gangguan disosiatif dengan baik.
a. PENDAHULUAN
103
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Gangguan disosiatif atau konversi ditandai oleh kehilangan (sebagian atau seluruh) dari
integrasi normal antara ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan penghayatan serta
kendali terhadap gerakan tubuh. Untuk diagnosis pasti harus ada ciri-ciri klinis yang
ditemukan pada masing-masing gangguan, tidak ada bukti gangguan fisik yang dapat
menjelaskan gejala tersebut disertai bukti adanya penyebab psikologis dalam bentuk
hubungan waktu yang jelas dengan masalah dan peristiwa yang “stresful” atau hubungan
interpersonal yang terganggu.
Amnesia disosiatif
Ditandai oleh kehilangan ingatan mengenai kejadian penting yang baru terjadi, bukan
disebabkan oleh gangguan mental organik, dan terlalu luas untuk dijelaskan atas dasar
kelupaan yang umum terjadi atau kelelahan.
Merupakan gangguan disosiatif yang paling sering, mengikuti suatu bencana atau
peperangan, perempuan > laki-laki, awitan pada remaja-dewasa muda.
Etiologi trauma emosional yang terpresipitasi.
Kriteria diagnosis
Diagnosis banding : gangguan mental organik, amnesia karena kondisi medik umum,
gangguan cemas, gangguan somatoform, malingering.
Penatalaksanaan farmakoterapi, psikoterapi, hipnosis.
Perjalanan penyakit singkat, prognosis rekurensi jarang.
Fugue disosiatif
Kriteria diagnosis
A Gejala predominan berupa perjalanan jauh dari rumah atau tempat kerja seseorang
yang tiba-tiba dan tidak diharapkan, disertai ketidakmampuan mengingat masa lalunya
104
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Kriteria diagnosis
A Terdapat 2 atau lebih kepribadian atau identitas yang berbeda (yang masing-masing)
memiliki pola ...., dan pemikiran tentang diri sendiri atau lingkungannya
B g. Sedikitnya ada 2 identitas atau kepribadian yang
mengendalikan perilaku seseorang secara berulang
C h. Ketidakmampuan mengingat informasi pribadi yang penting
yang terlalu berat untuk dijelaskan oleh kelupaan yang biasa
D i. Gangguan bukan akibat fisiologis langsung dari zat (black
out atau perilaku berlebihan sepanjang intoksikasi alkohol)
atau kondisi medik umum (kejang partial komplek)
Catatan :
Pada anak gejala tidak berkaitan dengan teman khayalan atau permainan fantasi lain.
Gangguan depersonalisasi
Episoda berulang dan menetap, perasaan lepasnya kelekatan dari diri atau bagian tubuh,
reality testing tetap utuh, dan bersifat ego-dynamic.
Gangguan sesungguhnya jarang terjadi, meskipun secara intermiten episoda suatu
depersonalisasi umum terjadi. Jarang di atas usia 40 tahun, lebih banyak pada
perempuan.
Etiologi : stres berat, kecemasan atau predisposisi depresi.
105
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Kriteria diagnosis
A Pengalaman menetap dan berulang, perasaan terpisah dari atau keluar dari proses
mental atau tubuh seseorang
B j. Sepanjang pengalaman depersonalisasi penilaian terhadap
realita tetap utuh
C k. Depersonalisasi menyebabkan penderitaan atau gangguan
yang bermakna secara klinis dalam fungsi sosial, pekerjaan
atau fungsi penting lain
D l. Pengalaman depersonalisasi tidak hanya muncul sepanjang
gangguan psikiatrik lain seperti skizofrenia gangguan panik,
gangguan stres akut, gangguan disosiatif lain dan bukan
merupakan akibat fisiologis langsung dari zat
(penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi medik umum
(epilepsi lobus temporal)
m. ALGORITMA
n. DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan Hl, Saddock BJ., Comprehensive Textbook of Psychiatry, vol.2 6th ed. USA :
Williams and Wilikins Baltimore, 1993
2. KoIb, Lawrence. Noyes’ Modern Clinical Psychiatry 7th ed. Asman ed. Philadelpia :
W.B Saunders Company,1968
3. Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia Ill, cetakan pertama.
Jakarta : Departemen Kesehatan, 1993.
________________
106
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Setelah mengikuti sesi ini PPDS mampu mengerti dan menguasai teori mengenai
gangguan somatoform serta mampu mengelola pasien gangguan somatoform secara
mandiri dengan baik dan benar.
107
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
c. REFERENSI
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore,
2007
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of
Psychiatry, 8th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 2005
• Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, DitJen
YanDik DepKes RI, Jakarta, 1993
• Suplemen Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III,
DitJen YanDik DepKes RI, Jakarta, 1995
• American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV, 1994
d.
e.
f. KOMPETENSI
g. KETERAMPILAN
Setelah mengikuti secara lengkap sesi-sesi yang telah disiapkan, peserta didik
diharapkan memiliki keterampilan untuk :
h. GAMBARAN UMUM
Prevalensi seumur hidup pada populasi umum adalah 0.1-0.5%, lebih banyak pada
wanita dibandingkan pria. Faktor psikososial dan faktor genetik merupakan etiologi
gangguan ini.
Banyak dan bermacam-macam keluhan fisik yang mengganggu kemampuan fungsional
merupakan gejala utama gangguan ini. Keluhan-keluhan yang mirip bisa dikemukakan
oleh pasien dengan gangguan waham somatik atau nyeri somatoform. Penatalaksanaan
gangguan ini meliputi farmakoterapi dan psikoterapi.
Gangguan somatoform merupakan kondisi yang bersifat kronis-fluktuatif.
i. RANCANGAN PEMBELAJARAN
65. Tujuan 1
108
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
Tujuan 2
Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan somatoform (C4)
Tujuan 3
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan somatoform (C4)
Tujuan 4
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan somatoform (C4)
Tujuan 5
Mampu memformulasikan upaya penanggulangan gangguan somatoform secara adekuat
dan efektif melalui pendekatan biopsikososial (C5)
Tujuan 6
Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis (C5)
a. RANGKUMAN
Pada modul ini peserta didik mendapatkan kuliah mengenai aspek-aspek penting
gangguan somatoform (epidemiologi, etiologi, tanda dan gejala, diagnosis, prinsip
penanggulangan, komorbiditas dan perjalanan penyakit serta prognosis) disertai dengan
sesi-sesi berupa diskusi kelompok, pembahasan kasus kertas, bed side teaching dan
pengalaman praktek dengan pasien agar dapat menguasai ketrampilan untuk dapat
mengelola gangguan somatoform dengan baik.
109
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
a. PENDAHULUAN
Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik
(sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan
medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik adalah cukup serius untuk
menyebabkan penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau gangguan pada
kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Suatu
diagnosis gangguan somatoform mencerminkan penilaian klinisi bahwa faktor psikologis
adalah suatu penyumbang besar untuk onset, keparahan, dan durasi gejala. Gangguan
somatoform adalah gangguan yang tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau
gangguan buatan.
b. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi seumur hidup pada populasi umum adalah 0.1-0.5%, lebih banyak pada
wanita dibandingkan pria, pada populasi umum wanita 1-2%. Lebih banyak didapatkan
pada kelompok pendidikan sedang dan sosial ekonomi kurang. Awitan pada usia remaja
dan dewasa muda.
c. ETIOLOGI
• Faktor psikososial
• Faktor genetik
d. KLASIFIKASI
1. Gangguan somatisasi, ditandai oleh banyak keluhan fisik yang mengenai banyak
sistem organ.
2. Gangguan konversi, ditandai oleh satu atau dua keluhan neurologis.
3. Hipokondriasis, ditandai oleh fokus gejala yang lebih ringan dan pada kepercayaan
pasien bahwa ia menderita penyakit tertentu.
4. Gangguan dismorfik tubuh, ditandai oleh kepercayaan palsu atau persepsi yang
berlebih-lebihan bahwa suatu bagian tubuh mengalami cacat.
5. Gangguan nyeri, ditandai oleh gejala nyeri yang semata-mata berhubungan dengan
faktor psikologis atau secara bermakna dieksaserbasi oleh faktor psikologis
110
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
e. GAMBARAN KLINIS
Demographic &
Diagnosis Clinical Presentation Epidemiological Diagnostic Features Management Strategy Prognosis
Features
Somatization Polysymptomatic Young age Review of systems Therapeutic alliance Poor to pair
disorder Recurrent and chronic Female predominance profusely positive Regular appointments
Sickly by history 20:1 Multiple clinical Crisis intervention
Family pattern contacts
5-10% incidence in Polysurgical
primary care
populations
Conversion Monosymptomatic Highly prevalent Stimulation Suggestion an Excellent except in
disorder Mostly acute Female predominance incompatible with persuation chronic conversion
Simulates disease Young age known physiological Multiple technique disorder
Rural and low social mechanisms or
class anatomy
Little-educated and
psychological
unsophisticated
Hypochondriasis Disease concern or Previous physical Disease conviction Document symptoms Fair to good
preoccupation disease amplifies symptoms Psychosocial review Waxes and wanes
Middle or old age Obsessional Psychotherapeutic
Male-female ratio
equal
Body Subjective feelings of Adolescence or young Pervasive bodily Therapeutic alliance Unknown
dysmorphic ugliness or concern adult concerns Stress management
disorder with body defect Female predominance Psychotherapies
Largely unknown Antidepressant
Medications
Pain disorder Female predominance Simulation or intensity Therapeutic alliance Guarded, variable
2:1 incompatible with Redefine goals
Older : 4th or 5th know physiological Antidepressant
decade mechanisms or medications
Familial of pain anatomy
Up to 40% of pain
populations
Diagnosis Associated Disturbance Primary Differential Psychological Processes Motivation for Symptom
Presentation Contributing to Symptoms Production
Somatization Histrionic personality Physical disease Unconscious Unconscious psychological
disorder Antisocial personality Depression Cultural and development factors
Alcohol and other substance
abuse
Many life problems
Conversion disorder
Conversion Alcohol and other substance Depression Unconscious Unconscious
disorder dependence Schizophrenia Psychological stress or Psychological factors
Antisocial personality Neurological disease conflict may be disease
disorder
Somatization disorder
Histrionic personality
disorder
Hypochondriasis Obsessive-compulsive Depression Unconscious Unconscious
personality disorder Physical disease Stress-breavement Psychological factors
Depressive & anxiety Personality disorder
disorder Delusional disorder
Body Anorexia nervosa Delusional disorder Unconscious Unconscious
dysmorphic Psychosocial distress Depressive disorder Self-esteem factors Psychological factors
disorder Avoidant or obsessive- Somatization disorder
compulsive personality
disorder
Pain disorder Depressive disorder Depression Unconscious Unconscious
Alcohol & other substance Psychophysiological Acute stressor & Psychological factors
abuse Physical disease developmental
Dependent or histrionic Malinggering and disability Physical trauma may
personality disorder syndrome predispose
111
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
A. Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama
periode beberapa tahun dan membutuhkan terapi, yang menyebabkan gangguan
bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi pada
sembarang waktu selama perjalanan gangguan:
1. Empat gejala nyeri : riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya empat
tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi,
anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau
selama miksi)
2. Dua gejala gastrointestinal : riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal
selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan,
diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)
3. Satu gejala seksual : riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduktif
selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi,
menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang
kehamilan).
4. Satu gejala pseudoneurologis : riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit yang
mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gejala
konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau
kelemahan setempat, sulit menelan atau benjolan di tenggorokan, afonia, retensi
urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan,
ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran
selain pingsan).
C. Salah satu (1) atau (2) :
1. Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat
dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek
langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)
2. Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau
pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dan
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.
D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan
atau pura-pura).
A. Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau
sensorik yang mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain.
B. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena
awal atau eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stresor
lain.
C. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada
gangguan buatan atau berpura-pura).
D. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan
sepenuhnya oleh kondisi medis umum, atau oleh efek langsung suatu zat, atau
sebagai perilaku atau pengalaman yang diterima secara kultural.
112
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
E. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain atau memerlukan
pemeriksaan medis.
F. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi
semata-mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan
dengan lebih baik oleh gangguan mental lain.
Sebutkan jika :
Dengan tilikan buruk : jika untuk sebagian besar waktu selama episode berakhir,
orang tidak menyadari bahwa kekhawatirannya tentang menderita penyakit serius
adalah berlebihan atau tidak beralasan.
A. Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis merupakan pusat gambaran klinis dan
cukup parah untuk memerlukan perhatian klinis.
113
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
B. Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
C. Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan,
eksaserbasi atau bertahannya nyeri.
D. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada
gangguan buatan atau berpura-pura).
E. Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau
gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.
Gangguan nyeri berhubungan baik dengan faktor psikologls maupun kondisi medis
umum.
Sebutkan jika :
- akut, durasi kurang dari 6 bulan
- kronik, durasi 6 bulan atau lebih
Catatan :
Yang berikut ini tidak dianggap merupakan gangguan mental dan dimasukkan untuk
mempermudah diagnosis banding.
DSM-IV juga memiliki dua kategori diagnostik residual untuk gangguan somatoform yaitu
undiferrentiated somatoform, termasuk gangguan somatoform, yang tidak digolongkan
salah satu di atas, yang ada selama enam bulan atau lebih.
A. Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan
gastrointestinal atau saluran kemih)
B. Salah satu (1) atau (2) :
1. Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh
kondisi medis umum yang diketahui atau oleh efek langsung dan suatu zat
(misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)
2. Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau
gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang
diperkirakan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratonium.
C. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
D. Durasi gangguan sekurangnya enam bulan.
114
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
E. Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya
gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan,
gangguan tidur, atau gangguan psikotik).
F. Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan
buatan atau berpura-pura)
f. DIAGNOSIS BANDING
g. PENATALAKSANAAN
Psikoterapi
o Psikoterapi suportif
o Psikoterapi berorientasi tilikan
Farmakoterapi
o Penggunaan psikotropik sebaiknya dihindari kecuali pada kondisi cemas atau
depresi yang akut karena kecenderungan pasien akan ketergantungan.
Antidepresan dapat digunakan pada keadaan depresi akibat gangguan ini.
i. ALGORITMA
115
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008
j.
k.
l. DAFTAR PUSTAKA
4. Kaplan Hl, Saddock BJ., Comprehensive Textbook of Psychiatry, vol.2 6th ed. USA :
Williams and Wilikins Baltimore, 1993
5. KoIb, Lawrence. Noyes’ Modern Clinical Psychiatry 7th ed. Asman ed. Philadelpia :
W.B Saunders Company,1968
6. Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia Ill, cetakan pertama.
Jakarta : Departemen Kesehatan, 1993.
_______________
116