Anda di halaman 1dari 116

BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

BUKU ACUAN
MODUL II – GANGGUAN PSIKIATRIK

SUB MODUL II.3


GANGGUAN SKIZOFRENIA
Penyusun : dr. Ike MP Siregar, SpKJ(K), MPH.

LATAR BELAKANG

Skizofrenia adalah sindroma klinik yang ditandai oleh psikopatologi berat dan beragam,
mencakup aspek kognisi, emosi, persepsi dan perilaku, dengan gangguan pikiran
sebagai gejala pokok. Awitan biasanya sebelum usia 25 tahun, berlangsung seumur
hidup dan bisa diderita oleh semua kalangan sosial-ekonomi. Medikasi dengan obat
antipsikotik merupakan terapi utama skizofrenia, sementara intervensi psikososial
meningkatkan hasil pengobatan. Hospitalisasi, dilakukan untuk memastikan diagnosis,
stabilisasi medikasi, menjaga keselamatan penderita, optimalisasi perawatan diri dan
membangun dasar-dasar hubungan penderita dengan sistem dukungan di masyarakat.
Dalam masa 5-10 tahun setelah hospitalisasi pertama, hanya 10-20% penderita yang
mempunyai prognosis baik, lebih dari 50% mempunyai prognosis buruk, ditandai oleh
hospitalisasi berulang-ulang, eksaserbasi gejala, mengalami episoda depresi berat dan
percobaan bunuh diri, sekitar 20-30% penderita skizofrenia dapat hidup relatif normal, 20-
30% tetap mempunyai gejala sedang dan 40-60% terganggu oleh penyakitnya seumur
hidup.

PENGAJAR
Psikiater

PESERTA DIDIK
Peserta didik Psikiatri semester satu

WAKTU

Waktu pembelajaran seluruh modul


Sesi dalam kelas (kuliah & diskusi)
Sesi dengan fasilitasi pembimbing
Sesi praktek dan pencapaian kompetensi
Sesi mandiri (tugas baca)

PERSIAPAN SESI

• Materi presentasi (kuliah, kasus kertas)


• Alat bantu pemeriksaan (status pasien, penuntun belajar modul skizofrenia untuk
anamnesis dan pemeriksaan psikiatrik, formulir pemeriksaan psikometrik-PANSS)
• Alat bantu audio-visual
• Pasien rawat jalan atau rawat inap atau kasus audio-visual/kasus kertas atau
standardized patient

1
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

REFERENSI

• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore,
2007
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of
Psychiatry, 8th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 2005
• Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, DitJen
YanDik DepKes RI, Jakarta, 1993
• Suplemen Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III,
DitJen YanDik DepKes RI, Jakarta, 1995
• American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV, 1994
• Arieti S, Interpretation of Schizophrenia, 2nd ed, Basic Books, Inc., Publishers,
New York, 1974

TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan Umum
Setelah mengikuti sesi ini PPDS mampu mengerti dan menguasai teori mengenai
skizofrenia serta mampu mengelola pasien skizofrenia secara mandiri dengan baik dan
benar.

Tujuan Khusus
1. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi skizofrenia secara biopsikososial
termasuk aspek psikodinamikanya (C4)
2. Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala skizofrenia (C4)
3. Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding skizofrenia (C4)
4. Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis skizofrenia (C4)
5. Mampu memformulasikan upaya penatalaksanaan skizofrenia secara adekuat dan
efektif melalui melalui pendekatan biopsikososial (C5)
6. Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis skizofrenia (C5)

KOMPETENSI DAN KETRAMPILAN

Kompetensi
Mampu mendiagnosis dan menatalaksana skizofrenia berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan psikiatrik dan evaluasi pemeriksaan psikometrik-PANSS.

Ketrampilan
Setelah mengikuti secara lengkap sesi-sesi yang telah disiapkan, peserta didik
diharapkan memiliki keterampilan untuk :
• Menganalisis etiologi skizofrenia serta implikasi psikodinamikanya
• Mengidentifikasi tanda dan gejala skizofrenia, termasuk evaluasi pemeriksaan
psikometrik-PANSS
• Mendiagnosis skizofrenia dan membuat diagnosis bandingnya
• Merencanakan intervensi terapeutik secara cepat dan tepat, termasuk
kemungkinan melakukan rujukan untuk rawat inap

2
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

CONTOH KASUS KERTAS

Tn. A, usia 30 tahun dibawa oleh keluarganya ke RS karena mengamuk, merasa ada
sekelompok orang yang mau mencelakainya, selalu mengatakan bahwa pikirannya bisa
didengar sehingga diketahui oleh orang lain, serta mendengar suara beberapa orang
yang sedang membahas tingkah lakunya sehari-hari, gejala timbul sejak 3 bulan yang lalu
setelah di-PHK dari perusahaan tempat kerjanya.

Pertanyaan
1. Sebutkan tanda dan gejala yang didapatkan pada Tn. A
2. Tentukan diagnosis banding untuk Tn. A.
3. Tentukan diagnosis Tn. A
4. Tentukan rencana penatalaksanaan untuk Tn. A
5. Bagaimana prognosis Tn. A

STRATEGI DAN METODA PEMBELAJARAN UNTUK MENCAPAI TUJUAN

SESI 1

Tujuan
1. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi skizofrenia secara biopsikososial serta
implikasi psikodinamikanya (C4)
2. Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala skizofrenia (C4)

Metoda
• Kuliah 1 x 1 jam
Topik : Etiologi skizofrenia (neurobiologi-psikososial)
Implikasi psikodinamika
Tanda dan gejala pokok skizofrenia (Bleuler, Schneider, ICD 10,
DSM IV-TR)
Tanda dan gejala tambahan skizofrenia (Bleuler, Schneider, ICD 10,
DSM IV-TR)
• Diskusi kelompok 1 x 1 jam
• Ilustrasi dengan kasus kertas/aktual 2 x 1 jam
• Tugas baca

Must to know keypoint-kompetensi :


1. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi skizofrenia secara biopsikososial serta
implikasi psikodinamikanya.
2. Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala skizofrenia

SESI 2

Tujuan
1. Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding skizofrenia (C4)
2. Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis skizofrenia (C4)

Metoda
• Kuliah 1 x 1 jam
Topik : Diagnosis banding skizofrenia (organik, psikogenik)
Diagnosis skizofrenia (PPDGJ III, ICD 10, DSM IV-TR)

3
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

• Diskusi kelompok 2 x 1 jam


• Ilustrasi dengan kasus kertas/aktual 2 x 1 jam
• Bed-side teaching 3 x 1 jam
• Latihan ketrampilan memeriksa, mendiagnosis pasien skizofrenia di ruang rawat
inap 3 x 2 jam
• Tugas baca

Must to know keypoint-kompetensi :


1. Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding skizofrenia
2. Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis skizofrenia (C4)

SESI 3

Tujuan
1. Mampu memformulasikan upaya penatalaksanaan skizofrenia secara adekuat dan
efektif melalui pendekatan biopsikososial (C5)
2. Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis skizofrenia (C5)

Metoda
• Kuliah 1 x 1 jam
Topik : Penatalaksanaan farmakologik skizofrenia
Penatalaksanaan non farmakologik skizofrenia
• Diskusi kelompok 2 x 1 jam
• Ilustrasi dengan kasus kertas/aktual 2 x 1 jam
• Bed-side teaching 3 x 1 jam
• Latihan ketrampilan memeriksa, mendiagnosis serta penatalaksanaan pasien
skizofrenia di ruang rawat inap 3 x 2 jam
• Latihan ketrampilan memeriksa, mendiagnosis serta penatalaksanaan pasien di
sarana rawat jalan 3 x 2 jam
• Tugas baca

Must to know keypoints-kompetensi :


1. Mampu memformulasikan upaya penatalaksanaan skizofrenia secara adekuat dan
efektif melalui pendekatan biopsikososial
2. Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis skizofrenia

RANGKUMAN

Pada modul ini peserta didik mendapatkan kuliah mengenai aspek-aspek penting
skizofrenia (epidemiologi, etiologi, tanda dan gejala, diagnosis, prinsip penanggulangan,
komorbiditas dan perjalanan penyakit serta prognosis) disertai dengan sesi-sesi berupa
diskusi kelompok, pembahasan kasus kertas, bed side teaching dan pengalaman praktek
dengan pasien agar dapat menguasai ketrampilan untuk dapat mengelola skizofrenia
dengan baik.

EVALUASI

• Membuat 7 status rawat inap dan 3 status rawat jalan penderita skizofrenia yang
kemudian dinilai oleh dokter kepala rawat inap dan kepala rawat jalan

4
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

• Mempresentasikan 1 kasus skizofrenia


• Mengajukan 1 journal reading tentang skizofrenia
• Ujian tahap (tertulis dan ujian kasus lisan)

Kognitif
• Pre-test
• MCQ
• Lisan
• Self Assessment dan Peer Assisted Evaluation
• Curah Pendapat dan Diskusi

Psikomotor
• Self Assessment dan Peer Assisted Learning
• Peer Assisted Evaluation (berbasis nilai 1, 2 dan 3)
• Penilaian Kompetensi (berbasis nilai memuaskan, perlu perbaikan dan tidak
memuaskan)
• Kesempatan untuk perbaikan (Task-based Medical Education)

Kognitif dan Psikomotor


• OSCE
• Ujian Akhir dan Uji Kompetensi
• Ujian Akhir Profesi

MATERI BAKU PEMBELAJARAN

SKIZOFRENIA

PENDAHULUAN

Skizofrenia adalah sindroma klinik yang ditandai oleh psikopatologi berat dan beragam,
mencakup aspek kognisi, emosi, persepsi dan perilaku. Awitan biasanya sebelum usia 25
tahun, berlangsung seumur hidup dan bisa diderita oleh semua kalangan sosial-ekonomi.
Manifestasi klinik, respon terhadap terapi dan perjalanan penyakit berbeda beda antar
penderita.
Diagnosis ditegakkan semata-mata berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan status
mental, tidak ada pemeriksaan laboratorium untuk mendukung diagnosis.

SEJARAH

Deskripsi tertulis tentang gejala skizofrenia sudah dikemukakan oleh dokter dokter Yunani
kuno (waham kebesaran, paranoia, deteriorasi fungsi kognitif dan kepribadian), tetapi
baru pada abad ke 19 skizofrenia diakui sebagai masalah medis, atas jasa dua tokoh
neuro-psikiatri, Emil Kraepelin dan Eugene Bleuler. Benedict Morel (1809-1873),
menggunakan istilah Demence precoce utk menggambarkan deteriorasi yg dialami
pasien yg penyakitnya dimulai sejak masa adolesen. Emil Kraepelin (1856-1926),
mengacu pada konsep Morel, menggunakan istilah Dementia precox yg menekankan
pada perubahan fungsi kognitif (demensia) dan awitan dini (prekoks).
Eugene Bleuler (1857-1939), mengemukakan istilah schizophrenia (skizofrenia) sebagai
pengganti demensia prekoks yang menggambarkan ada ketidakselarasan antara pikiran,

5
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

emosi dan perilaku penderita dan ada empat gejala primer (four As) sebagai cermin
ketidakselarasan tersebut, yaitu gangguan asosiasi, gangguan afek, autisme dan
ambivalensi ditambah gejala-gejala sekunder, yaitu halusinasi dan delusi; Bleuler
berpendapat bahwa perjalanan penyakit ini tidak selalu deterioratif.
Beberapa tokoh lain yang juga mengemukakan pendapatnya tentang skizofrenia adalah
Ernst Kretschmer (1888-1926) yang mengkaitkan risiko menderita skizofrenia dengan
bentuk tubuh tertentu; Kurt Schneider (1887-1957) yang mengemukakan pemikiran
tentang first & second rank symptoms of schizophrenia; Karl Jaspers (1883-1969,
fenomenologi gangguan jiwa); Adolf Meyer (1866-1950, psikobiologi)

EPIDEMIOLOGI

Di AS prevalensi seumur hidup 1%. Angka kejadian pada laki-laki = perempuan, awitan
penyakit pada laki-laki lebih dini (10-25 tahun) dibandingkan dengan pada perempuan
(25-35 tahun), 90% pasien skizofrenia yang sedang menjalani terapi berada pada rentang
usia 15-55 tahun, awitan penyakit sebelum usia 10 tahun atau sesudah usia 60 tahun
sangat jarang terjadi, bila awitan terjadi sesudah usia 45 tahun disebut “late onset
schizophrenia”.
Keluarga biologik tingkat pertama penderita mempunyai risiko 10 kali lebih besar dari
masyarakat umum untuk menderita skizofrenia. Dibandingkan masyarakat umum,
mortalitas karena kecelakaan atau sebab alamiah pada penderita skizofrenia lebih tinggi.
Penggunaan zat psikoaktif sering didapatkan di antara penderita skizofrenia (50%) dan
hal ini dapat meningkatkan gejala-gejala psikotik

ETIOLOGI

Genetik

• Faktor genetik diduga berperan pada skizofrenia, makin dekat hubungan keluarga
dengan penderita, makin besar risiko untuk juga menderita skizofrenia, gangguan
gangguan jiwa terkait skizofrenia seperti gangguan kepribadian skizotipal, skizoid dan
paranoid juga lebih sering didapatkan di antara para keluarga biologik penderita
skizofrenia.
• Transmisi genetiknya sampai sekarang belum jelas, penelitian terhadap gen yang
spesifik terus dilakukan.
• Prevalensi skizofrenia pada populasi tertentu :

Populasi Prevalensi (%)


Masyarakat umum 1
Saudara kandung 8
Anak dari salah satu orang tua yang menderita skizofrenia 12
Saudara kembar dizigot 12
Anak dari kedua orang tua yang menderita skizofrenia 40
Saudara kembar monozigot 47

Biokimia

• Dopamin : aktivitas dopaminergik yang berlebihan dianggap merupakan penyebab

6
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

skizofrenia  khasiat banyak obat antipsikotik terutama terkait dengan daya


antagonisme terhadap reseptor dopamin D2 dan zat/obat yang meningkatkan aktivitas
dopaminergik, bersifat psikotomimetik. Jaras dopaminergik, mesolimbik dan
mesokortikal yang merupakan proyeksi dari badan-badan sel di mid brain ke neuron
dopaminoseptif di sistim limbik dan korteks serebral dianggap yang paling terlibat.
Aktivitas dopamin yang berlebihan dikaitkan dengan (beratnya) gejala-gejala positif.
• Serotonin : aktivitas serotonin yang berlebihan dianggap mendasari munculnya
gejala-gejala positif dan negatif  klozapin dan obat-obat antipsikotik generasi kedua
mempunyai khasiat antagonis serotonin.
• Norepinefrin : anhedonia, hilangnya kemampuan untuk merasakan kesenangan
sering didapatkan pada penderita skizofrenia dan diduga disebabkan oleh degenerasi
neuronal pada “norepinephrine reward neural system”.
• GABA : neuron GABAnergik mempunyai sifat inhibitif dan meregulasi aktivitas
dopamin  hilangnya neuron GABAnergik yang inhibitif dapat meningkatkan aktivitas
neuron dopaminergik, beberapa penelitian mendapatkan hilangnya neuron
GABAnergik di hipokampus penderita skizofrenia.
• Neuropeptida : neuropeptida substansi P dan neurotensin terdapat di dalam
neurotransmiter katekolamin dan indoleamin dan mempengaruhi kerjanya.
• Glutamat : mengkonsumsi fensiklidin, suatu antagonis glutamat, dapat menimbulkan
gejala-gejala skizofrenia akut.
• Asetilkholin dan nikotin : pemeriksaan “post-mortem”, mendapatkan berkurangnya
reseptor muskarinik dan nikotinik pada kaudatus, putamen, hipokampus dan
beberapa bagian otak prefrontal  reseptor-reseptor tersebut berperan pada fungsi
kognitif yang memang sering terganggu pada penderita skizofrenia.

Neuropatologi

Pada akhir abad ke-20 para peneliti berhasil menemukan kemungkinan dasar-dasar
neuropatologi skizofrenia (sistim limbik, ganglia basalis) serta kelainan neuropatologi dan
neurokimia di korteks serebral, thalamus dan batang otak. Berkurangnya volume otak
penderita skizofrenia dikaitkan dengan kemungkinan berkurangnya densitas akson,
dendrit dan sinaps yang memediasi fungsi asosiatif otak. Densitas sinaps paling tinggi
pada usia 1 tahun, lalu berkurang mencapai kondisi pada orang dewasa sejak awal masa
adolesen  “pruning” sinaps yang eksesif pada masa adolesen diduga merupakan salah
satu penyebab skizofrenia  awitan skizofrenia umumnya terjadi pada masa adolesen.

• Ventrikel serebral : pemeriksaan CT mendapatkan pembesaran ventrikel lateral dan


ventrikel ke-3 pada penderita skizofrenia, serta reduksi volume substansia grisea
korteks serebri, belum dapat dipastikan apakah perubahan tersebut yang sudah
terdapat sejak awitan sakit menetap atau berkembang terus.
• Simetri otak : pada penderita skizofrenia didapatkan berkurangnya simetri pada
bagian-bagian otak tertentu (lobus frontalis, temporal dan oksipital)  terjadi sejak
masa fetus dan menunjukkan gangguan proses lateralisasi pada perioda
perkembangan otak.
• Sistim limbik : berperan pada kendali emosi  diduga terkait dengan patofisiologi
skizofrenia  ukurannya mengecil pada penderita skizofrenia (amigdala, hipokampus,
girus parahipokampus).

7
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

• Korteks prefrontal : didapatkan kelainan anatomi pada korteks prefrontal penderita


skizofrenia  beberapa gejala skizofrenia mirip dengan yang ditampilkan oleh mereka
yang mengalami lobotomi prefrontal (sindroma lobus frontalis).
• Thalamus : terjadi pengurangan volume atau kehilangan neuron (30-45%) terutama
pada nukleus medio-dorsalis yang mempunyai hubungan resiprokal dengan korteks
prefrontal, perubahan ini diyakini bukan akibat pemberian obat antipsikotik karena
juga didapatkan pada penderita yang belum pernah diobati.
• Ganglia basalis dan serebelum : keduanya merupakan bagian yang
bertanggungjawab pada kendali gerakan  banyak penderita skizofrenia
memperlihatkan “odd movements” (canggung, menyeringai, gerakan stereotipik) dan
banyak gangguan gerak yang disebabkan kelainan pada ganglia basalis (penyakit
Huntington, Parkinson) berkaitan dengan gangguan psikotik.
• Sirkuit neural : akhir-akhir ini berkembang pemikiran bahwa skizofrenia bukan
disebabkan oleh karena kelainan pada bagian otak tertentu, tetapi sebenarnya
didasari oleh kelainan sirkuit neural  kelainan pada lobus frontalis bisa disebabkan
oleh karena kelainan pada lobus tersebut atau pada ganglia basalis atau serebelum
yang terhubung ke lobus frontalis secara resiprokal  lesi perkembangan dini pada
jaras dopaminergik ke korteks prefrontal bisa menyebabkan gangguan fungsi
prefrontal dan sistim limbik yang selanjutnya menyebabkan munculnya gejala-gejala
positif, negatif dan gangguan fungsi kognitif  disfungsi sirkuit singulus anterior
ganglia basalis thalamokortikal mendasari munculnya gejala-gejala positif, sedangkan
disfungsi sirkuit dorsolateral prefrontal mendasari munculnya gejala-gejala negatif.
• Metabolisme otak : pada penderita skizofrenia didapatkan bahwa kadar
fosfomonoester dan fosfat inorganik lebih rendah dibandingkan orang normal,
sedangkan kadar fosfodiesternya lebih tinggi, konsentrasi N-asetil aspartat yang
merupakan marka neuron, lebih rendah di hipokampus dan lobus frontalis penderita
skizofrenia.
• Elektrofisiologi : kelainan EEG sering didapatkan pada penderita skizofrenia dan
sangat sensitif terhadap prosedur aktivasi  peningkatan aktivitas “spike” setelah
deprivasi tidur, peningkatan aktivitas gelombang theta dan delta, peningkatan aktivitas
epileptiform dan lebih sering didapatkan abnormalitas pada sisi kiri otak. Penderita
skizofrenia juga menunjukkan kekurangmampuan untuk menyaring suara-suara yang
irelevan, sangat sensitif terhadap suara latar  defek genetik?  sulit konsentrasi
dan mungkin mendasari munculnya halusinasi.
• Disfungsi gerakan bola mata : tidak mampu mengikuti target bergerak secara akurat
 didapatkan pada 50-85% penderita skizofrenia (10% pada subyek non-psikiatrik)
 merupakan marka “trait” skizofrenia.
• Psikoneuroimunologi : beberapa kelainan imunologi didapatkan pada penderita
skizofrenia  penurunan produksi interleukin 2 sel T, pengurangan jumlah dan
respon sel limfosit perifer, kelainan reaktivitas seluler dan humoral terhadap neuron
dan ada antibodi “antibrain”  akibat virus neurotoksik?, kelainan autoimun endogen?
• Psikoneuroendokrinologi : didapatkan perbedaan neuroendokrin antara penderita
skizofrenia dengan kelompok kontrol  nonsupresi pada uji DST (dianggap berkaitan
dengan prognosis yang buruk), penurunan konsentrasi LH dan FSH, dan yang
dianggap mungkin berkaitan dengan gejala-gejala negatif adalah terhambatnya
pelepasan prolaktin dan hormon pertumbuhan pada stimulasi “gonadotropin releasing
hormon” atau “thyrotropin releasing hormon” dan terhambatnya pelepasan hormon

8
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

pertumbuhan pada stimulasi apomorfin.

Psikososial dan Pendekatan Psikoanalitik

Perjalanan penyakit skizofrenia dipengaruhi oleh stresor-stresor psikososial yang dialami


penderita, selain juga bawaan psikologis masing masing penderita.

Pendekatan Psikoanalitik
• Sigmund Freud : skizofrenia disebabkan oleh fiksasi pada perkembangan psikologis,
lebih dini dari yang kemudian menyebabkan neurosis  fiksasi menyebabkan defek
perkembangan ego yang kemudian menyebabkan munculnya gejala-gejala
skizofrenia, disintegrasi ego pada penderita skizofrenia menyebabkan ego berada
pada kondisi seperti saat mulai terbentuk  kemampuan ego untuk menafsirkan
realitas dan mengendalikan “inner drives” seperti seks dan agresivitas dengan
sendirinya terganggu  konflik intrapsikis karena fiksasi dini dan defek ego karena
relasi obyek awal yang buruk, mendorong berkembangnya gejala-gejala psikotik.
• Margaret Mahler : terjadi distorsi pada hubungan timbal-balik antara bayi dengan ibu
 anak gagal melepaskan diri untuk berkembang lebih lanjut dari ketergantungan
mutlak yang merupakan ciri relasi anak-ibu pada fase oral  identitas diri tidak
pernah terbentuk secara mantap.
• Paul Federn : defek pada fungsi ego memungkinkan hostilitas dan agresi yang kuat
mendistorsi hubungan ibu dengan anak yang kemudian menyebabkan disorganisasi
kepribadian dan kepekaan terhadap stres  awitan sakit terjadi pada masa adolesen,
karena pada masa itu remaja membutuhkan ego yang kuat agar dapat berfungsi
secara independen  berpisah dari orang tua, mengenali tugas-tugas
(perkembangan), mengendalikan peningkatan “internal drives” dan mengatasi
stimulasi eksternal yang kuat.
• Harry Stack Sullivan : skizofrenia adalah gangguan relasi interpersonal  ansietas
yang hebat akibat kumulasi trauma pada proses perkembangan menyebabkan
tumbuhnya perasaan “unrelatedness” yang selanjutnya (tidak selalu) menyebabkan
timbulnya rasa dikejar-kejar (persecutory), skizofrenia adalah upaya adaptasi untuk
menghindari rasa panik, teror dan disintegrasi “self”.
• Gejala-gejala skizofrenia, secara individual mempunyai makna simbolik  pemikiran
bahwa dunia akan kiamat adalah pertanda runtuhnya “inner world” penderita, rasa
rendah diri diatasi dengan waham kebesaran dan omnipotensi, halusinasi adalah
pengganti ketidakmampuan penderita untuk menghadapi realitas dan
merepresentasikan harapan atau ketakutan penderita, waham adalah regresif, upaya
untuk membentuk realitas baru atau ekspresi rasa takut atau dorongan-dorongan
dalam. Secara psikodinamik disepakati bahwa pada skizofrenia, gejala-gejala
mempunyai makna  waham kebesaran muncul setelah harga diri terluka.
• Teori belajar : penderita skizofrenia mempelajari dan meniru reaksi-reaksi yang
irasional dan pola berpikir orang tua mereka sejak masa anak-anak, buruknya relasi
interpersonal penderita skizofrenia adalah akibat dari buruknya model belajar pada
masa anak-anak.

Dinamika Keluarga
• Meskipun belum dapat dipastikan bahwa pola tertentu pada relasi keluarga

9
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

mempunyai peran kausatif pada skizofrenia, perilaku keluarga yang patologis perlu
dicermati karena dapat meningkatkan stres emosional yang harus dihadapi penderita
skizofrenia  anak-anak yang relasi dengan ibunya buruk mempunyai risiko enam
kali lebih besar untuk menderita skizofrenia.

• Double Bind : Gregory Bateson dan Donald Jackson  anak-anak menerima


pesan/pernyataan yang bertentangan dari orang tua tentang perilaku, sikap dan
perasaan mereka  keadaan psikotik merupakan pelarian dari ketidakmampuan
mengatasi kebingungan akibat pesan-pesan yang bertentangan itu.
• “Schism and skewed family” : Theodore Lidz  ada perbedaan cara, sikap di antara
orang tua dan salah satu orang tua lebih dekat pada salah satu anak yang jenis
kelaminnya berbeda (schism), kedekatan anak dengan salah satu orang tua berlanjut
dengan pertarungan kekuasaan antara kedua orang tua dan biasanya diakhiri dengan
dominasi salah satu orang tua (skewed).
• Keluarga yang psedomutual dan pseudohostil : Lyman Wynne  ekspresi emosional
secara konsisten ditekan dengan menggunakan komunikasi verbal pseudomutual
atau pseudohostil  pola komunikasi verbal yang unik berkembang dan tidak bisa
dipahami oleh lingkungan dil uar keluarga  timbul masalah ketika anak (anggota)
dari keluarga tersebut harus berhadapan dengan masyarakat umum.
• Ekspresi emosi : orang tua atau pengasuh sering bersikap kritis, hostil atau terlalu
mencampuri kehidupan penderita skizofrenia  di lingkungan keluarga dengan
ekspresi emosi tinggi, angka kekambuhan skizofrenia juga tinggi, penilaian terhadap
ekspresi emosi mencakup kata-kata yang diucapkan dan cara mengucapkannya.

TANDA DAN GEJALA

• Tidak ada yang patognomonik  heteroanamnesis, riwayat hidup penting, gejala bisa
berubah dengan berjalannya waktu, tingkat kecerdasan, latar belakang pendidikan
dan budaya akan mempengaruhi gejala.
• Premorbid : gejala-gejala premorbid, tampak sebelum awitan proses sakit yang
diawali oleh fase prodromal  kepribadian skizoid, skizotipal (pendiam, pasif,
introvert), pada masa anak anak hanya punya sedikit teman, pada masa remaja tidak
punya sahabat, tidak punya pacar, tidak menjadi anggota tim olahraga dan lebih suka
menonton tv, mendengarkan musik serta bermain “game” daripada terlibat dalam
aktivitas sosial, beberapa penderita, ketika remaja bisa memperlihatkan gejala
obsesif kompulsif pada masa prodromal.
• Prodromal : gejala-gejalanya sering sudah tampil beberapa bulan-tahun sebelum
skizofrenianya manifes  keluhan somatik, gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan
kegiatan pribadi dan mulai mengembangkan pikiran-pikiran (aneh) menyangkut tema-
tema yang bersifat abstrak, filosofis, religi  perilaku yang aneh, afek yang abnormal,
isi pembicaraannya aneh, punya ide-ide dan pengalaman persepsi yang aneh.
• Gambaran umum : tampilan bervariasi, berteriak-teriak, banyak bicara agitatif-agresif
tanpa provokasi yang jelas, kusut-sangat rapih, membisu, mematung, sikap tubuh
yang aneh, canggung, tiks, stereotipi, mannerime, kadang-kadang ekhopraksia,
perawatan diri pada umumnya buruk, “precox feeling”  pemeriksa secara intuitif
merasa tidak dapat membentuk raport yang baik dengan penderita.

10
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

• Mood, perasaan, afek : respon emosional berkurang (anhedonia, tumpul) atau terlalu
responsif dan tidak proporsional (marah, gembira, cemas)  omnipotensi, ekstasi
religi, rasa cemas-takut yang hebat (disintegrasi jiwa, dunia kiamat), isolasi,
ambivalensi, depresi.
• Gangguan persepsi : halusinasi (semua alat indera), paling sering adalah halusinasi
dengar (ancaman, tuduhan, kata-kata kotor, hinaan)  berbicara langsung pada
penderita atau seperti suara orang lain yang sedang membicarakan penderita dan
halusinasi lihat. Bila ada halusinasi raba, cium dan kecap, perlu dipikirkan
kemungkinan dasar kelainan medik atau neurologik, mungkin juga didapatkan
halusinasi “cenesthetic”, sensasi tentang perubahan/gangguan pada organ-organ
tubuh (otak seperti terbakar, pembuluh darah seperti tertekan, tulang seperti teriris),
ilusi, distorsi persepsi terhadap sensasi atau obyek nyata bisa terjadi pada masa
prodromal, aktif atau remisi, bila ada halusinasi dan ilusi sekaligus, perlu dipikirkan
kemungkinan penggunaan zat psikoaktif.

• Gangguan pikiran : merupakan gejala pokok skizofrenia  gangguan isi pikiran,


menyangkut ide, keyakinan dan interpretasi terhadap stimulus (waham, preokupasi
ide-ide esoterik, abstrak, filosofis, psikologis yang aneh-aneh, “loss of ego boundaries,
cosmic identity”).
- Gangguan bentuk pikiran : secara obyektif terlihat pada bahasa lisan maupun
tulisan penderita ((pelonggaran asosiasi, inkoherensi, sirkumstansialiti,
neologisme, ekholalia, verbigerasi, “word salad”, mutisme)
- Gangguan proses pikiran : menyangkut bagaimana formulasi ide dan bahasa
yang terekspresikan pada ucapan, gambar dan tulisan serta cara melakukan
kegiatan tertentu (“flight of ideas, blocking”, gangguan perhatian, kemiskinan isi
pikiran, daya abstraksi buruk, perseverasi, asosiasi bunyi, sirkumstansialiti,
“thought control, thought broadcast”)
• Impulsivitas, tindak kekerasan, bunuh diri dan pembunuhan : penderita skizofrenia
sering mengalami gangguan kendali dorongan, melakukan tindakan tertentu secara
tiba-tiba (impulsif), termasuk upaya bunuh diri atau membunuh, mungkin sebagai
respon terhadap halusinasi atau karena mengalami episoda depresi berat  bunuh
diri merupakan sebab utama kematian prematur penderita skizofrenia (upaya bunuh
diri dilakukan oleh 20-50% penderita, berhasil 10-13%, 20 kali lebih tinggi dari
populasi umum), penderita yang secara prognostik lebih baik justru mempunyai risiko
lebih besar untuk bunuh diri, mungkin karena menyadari degradasi kondisi sosial
ekonominya, sedangkan tentang risiko membunuh, sebenarnya tidak berbeda dengan
masyarakat umum, biasanya tanpa alasan yang jelas  halusinasi, delusi.
• Sensori dan kognisi :
- orientasi (orang, tempat, waktu), pada umumnya tidak terganggu, bisa aneh,
terpengaruh oleh pikiran penderita, misalnya menyangkut identitas diri, bila ada
gangguan, perlu dipikirkan kemungkinan gangguan organik di otak
- daya ingat, biasanya tidak ada gangguan berat
- fungsi kognitif, pada umumnya ada gangguan ringan (daya perhatian, fungsi
eksekutif, “working memory, episodic memory”) dan merupakan prediktor yang
lebih baik bagi kemampuan fungsional penderita sehingga mempunyai makna
prognostik, gangguan ini biasanya sudah ada sejak awitan sakit, umumnya stabil

11
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

sepanjang masa awal sakit


• Daya nilai dan wawasan penyakit : secara umum, wawasan penyakit (“nature and
severity”) penderita skizofrenia buruk, sehingga perlu diperhatikan pada perencanaan
terapi.
• Reliabilitas : penderita skizofrenia mempunyai reliabilitas yang sama dengan
penderita gangguan psikiatrik lain  sifat (dan gejala) penyakit yang membuat
pernyataan penderita perlu diinterpretasi secara bijak dan diuji silang dengan
keterangan dari pihak lain (teman, keluarga)

DIAGNOSIS

PPDGJ III ~ ICD 10

Diagnosis multiaksial
Aksis 1 Gangguan klinis atau kondisi lain yang merupakan perhatian klinis
Aksis 2 Gangguan kepribadian, retardasi mental
Aksis 3 Kondisi medis umum
Aksis 4 Problem psikososial dan lingkungan
Aksis 5 Penilaian fungsi secara global (1-100)

Hierarki diagnosis
- gangguan mental organik
- skizofrenia, gangguan skizotipal, gangguan waham dan gangguan psikotik lain
- gangguan suasana perasaan
- gangguan neurotik, gangguan somatoform dan gangguan yang berkaitan dengan
stres
- sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik
- gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa

Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III ~ ICD 10

a. “thought echo”, “thought insertion or withdrawal”, “thought broadcasting”


b. waham dikendalikan, waham dipengaruhi  gerakan tubuh, pikiran, perbuatan,
perasaan
c. halusinasi yang membicarakan atau mengomentari perbuatan penderita, halusinasi
yang berasal dari salah satu bagian tubuh
d. waham-waham menetap lain  tema keagamaan, politik, “kemampuan istimewa”
yang tidak sesuai dengan latar belakang budaya penderita
e. halusinasi yang menetap
f. alur pikir yang terputus, tersisip  inkoherensi, irelevansi, neologisme
g. perilaku katatonik  gaduh gelisah, “posturing”, fleksibilitas serea, negativisme,
mutisme, stupor)
h. gejala-gejala “negatif”  apatis, hilangnya minat, respon emosional tumpul, penarikan
diri secara sosial, malas, “self-absorbed attitude”
i. perubahan perilaku konsisten dan menyeluruh

Syarat diagnosis, sedikitnya ada satu (bila sangat jelas) atau dua (bila kurang jelas) dari

12
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

gejala kelompok a-d, atau sedikitnya dua dari gejala kelompok e-h, selama kurun waktu
satu bulan.
Pola perjalanan penyakit : berkelanjutan, episodik dengan kemunduran progresif,
episodik dengan kemunduran stabil, episodik berulang, remisi tidak sempurna, remisi
sempurna, dan lainnya, periode pengamatan kurang dari satu tahun.

DSM IV-TR

A. Gejala karakteristik : delusi, halusinasi, inkoherensi, perilaku sangat kacau atau


katatonik, gejala-gejala negatif (afek tumpul, alogia, avolisi)  ada dua atau lebih
dari gejala-gejala tersebut, selama satu bulan (atau kurang bila berhasil diterapi),
cukup satu gejala bila itu adalah delusi yang aneh atau halusinasi yang
mengomentari pikiran atau perilaku penderita atau suara percakapan dua orang atau
lebih
B. Disfungsi sosial/okupasional (pekerjaan, akademik, relasi interpersonal, perawatan
diri)
C. Gejala-gejala berlangsung sedikitnya enam bulan (termasuk kriteria A, dan masa
prodromal atau residual (ditandai mungkin hanya oleh gejala negatif atau dua gejala
ringan dari kriteria A)
D. Bukan gejala gangguan skizoafektif atau gangguan mood
E. Bukan gejala akibat penggunaan zat tertentu atau kondisi medis lain
F. Bila ada riwayat gangguan perkembangan pervasif ((sindroma autisme), tambahan
diagnosis skizofrenia dibuat hanya bila ada delusi atau halusinasi yang jelas yang
berlangsung satu bulan atau kurang bila berhasil di terapi

Klasifikasi perjalanan penyakit dibuat apabila sudah berlangsung sedikitnya satu tahun
sejak awitan sakit (episodik dengan dengan inter-episoda gejala residual, berkelanjutan,
episoda tunggal dengan remisi sebagian, episoda tunggal dengan remisi penuh, lainnya)

Subtipe (DSM IV-TR)


• Paranoid  waham kebesaran, waham kejar, halusinasi dengar >>, tegang, curiga,
waspada, bisa hostil-agresif  awitan pada akhir usia 20-an tahun-usia 30 tahunan,
lebih matang dibandingkan penderita skizofrenia lain, regresi lebih terbatas,
kecerdasan tetap baik
• “Disorganized” (hebefrenik)  regresi sangat menonjol, gangguan pikiran sangat
jelas, kontak dengan realitas sangat buruk, perilaku sosial dan respon emosional
tidak selaras, sering senyum sendiri, kadang-kadang tertawa lepas tanpa alasan
yang jelas, perilaku terkesan “silly”, perawatan diri buruk
• Katatonik  sekarang jarang didapat, fungsi motorik sangat terganggu (stupor,
negativisme, rigiditas, eksitasi, “posturing”, stereotipik, mannerisme, fleksibilitas
serea), kadang-kadang terjadi perubahan yang cepat antara eksitasi dengan stupor,
perlu pengawasan yang baik dari kemungkinan mencederai diri sendiri atau orang
lain
• Tidak terdiferensiasi  penderita skizofrenia yang gejala-gejalanya tidak cocok
dengan salah satu subtipe
• Residual  gejala-gejala aktif salah satu subtipe tidak jelas lagi, penumpulan emosi,
penarikan diri secara sosial, perilaku eksentrik, pikiran tidak logis, gangguan asosiasi

13
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

ringan adalah gejala yang sering didapatkan, waham dan halusinasi kalaupun ada,
tidak jelas lagi dan tidak disertai muatan emosi yang kuat
• Subtipe lain : psikosis delusional akut, laten, oneroid, parafrenia, pseudoneurotik,
deteriorasi simpleks, depresi pasca psikotik, awitan dini, awitan lanjut, defisit

PRINSIP PENANGGULANGAN

• Medikasi dengan obat antipsikotik tetap merupakan terapi utama skizofrenia,


sementara intervensi psikososial meningkatkan hasil pengobatan.
• Hospitalisasi, dilakukan untuk memastikan diagnosis, stabilisasi medikasi, menjaga
keselamatan penderita, optimalisasi perawatan diri dan membangun dasar-dasar
hubungan penderita dengan sistim dukungan di masyarakat, perawatan jangka
pendek (4-6 mg) sama efektifnya dengan perawatan jangka panjang dan adanya
program aktivitas harian memberi hasil yang lebih baik, “day-care centers” dan
kunjungan rumah oleh petugas rumah sakit dapat memperpanjang masa di luar
rumah sakit dan memperbaiki kualitas hidup penderita.
• Farmakoterapi : Obat antipsikotik mengurangi ekspresi gejala psikotik dan
kekambuhan, tetapi dapat menimbulkan efek samping mirip penyakit Parkinson, 70%
penderita yang mendapat antipsikotik bisa mencapai remisi, obat antipsikotik
umumnya bekerja melalui efek antagonis reseptor dopamin postsinaptik dan ada dua
kategori, generasi pertama yang antagonis reseptor dopamin (DA) dan generasi
kedua yang antagonis reseptor serotonin-dopamin (SDA) yang mempunyai efek
samping gangguan ekstrapiramidal yang lebih ringan.
• Terlambat memulai terapi menyebabkan prognosis menjadi buruk.
• Psikosis Akut : mengurangi segera gejala-gejala psikotik yang berat (agitasi),
berlangsung 4-8 minggu, kombinasi antipsikotik dengan benzodiazepine cepat
menenangkan penderita, untuk penderita yang sangat agitatif, suntikan intramuskuler
obat antipsikotik (haloperidol, fluphenazine, olanzapine, ziprasidone) memberi hasil
yang lebih cepat.
• Stabilisasi dan pemeliharaan : tujuan pengobatan adalah mencegah kekambuhan
dan meningkatan kemampuan fungsional penderita  16-23% penderita yang masih
memakai obat akan kambuh dalam kurun waktu satu tahun, sedangkan yang tidak
lagi memakai obat 53-72% akan kambuh, untuk sakit pertama masa pemeliharaan
pengobatan 1-2 tahun mungkin belum cukup, sedangkan untuk yang multiepisoda,
dianjurkan sedikitnya selama 5 tahun, meskipun banyak juga ahli yang menyarankan
seumur hidup.
• “Non-compliance” : terjadi pada 40-50% penderita setelah 1-2 tahun pengobatan 
atasi dengan pemberian obat injeksi jangka panjang (haloperidol, fluphenazine,
risperidone)
• Non-responder : dengan medikasi antipsikotik, 60% penderita akan mengalami
perbaikan, bisa mencapai tahap remisi, setidaknya hanya tersisa gejala-gejala
ringan, sementara sekitar 40%, meskipun mengalami perbaikan, tetap mempunyai
gejala-gejala positif yang resisten terhadap terapi  periksa kecukupan dosis dan
keteraturan memakan obat (kadar plasma), uji coba selama 4-6 mg dengan dosis
adekuat perlu dilakukan, beberapa penderita memang demikian berat sakitnya
sehingga memerlukan hospitalisasi lebih lama, sementara pada yang lain proses

14
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

perbaikan memang berjalan lambat, bila respon terapi tetap buruk, gunakan dosis
maksimal atau sedikit di atasnya atau lebih baik, ganti obat dari golongan DA ke SDA
• Efek samping : lebih dulu terjadi dari efek terapeutik (antipsikotik potensi rendah 
mengantuk, hipotensi postural, antikholinergik, potensi tinggi  gangguan
ekstrapiramidal)
- gangguan ekstrapiramidal : turunkan dosis, tambahan medikasi anti-Parkinson,
“beta blockers”, ganti obat ke SDA
- Diskinesia tardif : pada pemakaian DA >> SDA  gunakan dosis terkecil efektif,
monitoring ketat, penggantian-penghentian obat, clozapine dapat mengurangi
gejala tardif diskinesia dan tardif distonia

Pengawasan Kesehatan Penderita Pemakai Antipsikotik

Efek samping SDA menyangkut metabolisme glukosa dan dislipidemia  BMI, kadar gula
(puasa) dan profil lipid setiap kunjungan selama 6 bulan setelah pemakain/penggantian
obat ke SDA

TERAPI BIOLOGIK LAIN

• Terapi kejang listrik (ECT), pada awitan sakit sama efektifnya dengan medikasi
antipsikotik, kombinasi antipsikotik dan ECT dianggap dapat meningkatkan efektivitas
terapi
• “Psychosurgery”, masih dilakukan secara sangat terbatas, untuk kasus-kasus yang
“intractable”

TERAPI PSIKOSOSIAL

• Latihan ketrampilan sosial, memperbaiki relasi penderita dengan orang lain dan
meningkatkan keikutsertaan pada kegiatan harian di masyarakat
• Terapi keluarga, membantu penderita dan keluarga berinteraksi secara baik di rumah
• Terapi kelompok, CBT, terapi vokasional, terapi seni, dan lain-lain

KOMORBIDITAS

• Kelainan neurologis : lebih sering didapatkan pada penderita skizofrenia


dibandingkan penderita gangguan psikiatrik lain  disdiadokhokinesis,
astereognosis, refleks primitif, kurang trampil, gangguan ketrampilan motorik halus,
tiks, gerakan abnormal
• Mata : selain gerakan mata sakadik, frekuensi kedipan mata penderita skizofrenia
juga lebih tinggi, mungkin akibat hiperaktivitas dopaminergik
• Obesitas : terkait dengan efek samping obat antipsikotik, buruknya keseimbangan
nutrisi dan kurang gerak
• Diabetes melitus : DM tipe II sering diderita oleh penderita skizofrenia, mungkin
akibat obesitas atau efek langsung medikasi antipsikotik

15
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

• Gangguan kardiovaskuler : akibat efek langsung medikasi antipsikotik atau karena


obesitas, merokok, DM, dislipidemia dan pola hidup bermalas-malasan
• HIV : risiko menderita HIV pada penderita skizofrenia 1,5-2 kali populasi umum 
aktivitas seksual tanpa pengaman, mempunyai banyak pasangan seksual dan
penggunaan zat psikoaktif
• “Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) : merokok >>
• Arthritis rheumatoid : risiko penderita skizofrenia menderita penyakit ini 1/3 populasi
umum, sebabnya tidak diketahui

PERJALANAN PENYAKIT

Gejala awal biasanya mulai tampak pada masa remaja lalu dalam beberapa hari sampai
bulan berkembang menjadi gejala-gejala prodromal, dipicu oleh perubahan sosial atau
lingkungan tertentu (masuk perguruan tinggi, kematian saudara, penggunaan zat
psikoaktif, dll), sekitar satu tahun atau lebih, baru terjadi awitan gejala-gejala psikotik
yang jelas (overt), perjalanan penyakit skizofrenia ditandai oleh remisi dan eksaserbasi 
setelah episoda pertama, penderita secara bertahap membaik, dapat berfungsi kembali
secara relatif normal bertahun tahun, kemudian biasanya akan terjadi kekambuhan, pola
perjalanan penyakit dalam 5 tahun pertama setelah didiagnosis menggambarkan
perjalanan penyakit selanjutnya, deteriorasi terus berlanjut setiap kali terjadi kekambuhan
 kegagalan kembali ke kondisi awal kemampuan fungsional ini yang membedakan
skizofrenia dari gangguan mood, kadang kadang depresi pasca psikotik terjadi setelah
suatu episoda psikotik dan seumur hidup penderita rentan terhadap stres, gejala positif
biasanya menjadi lebih ringan dengan berjalannya waktu, tetapi gejala negatif akan
bertambah berat, sepertiga penderita skizofrenia dapat menjalani kehidupan yang
marginal, sebagian besar hidup tanpa tujuan, tidak punya kegiatan, sering dirawat di
rumah sakit, dan di daerah urban biasanya hidup menggelandang dan miskin.

PROGNOSIS

Dalam masa 5-10 tahun setelah hospitalisasi pertama karena skizofrenia, hanya 10-20%
penderita yang mempunyai prognosis baik, lebih dari 50% penderita mempunyai
prognosis buruk, ditandai oleh hospitalisasi berulang-ulang, eksaserbasi gejala,
mengalami episoda depresi berat dan percobaan bunuh diri, sekitar 20-30% penderita
skizofrenia dapat hidup relatif normal, 20-30% tetap mempunyai gejala sedang dan 40-
60% terganggu oleh penyakitnya seumur hidup, prognosis penderita skizofrenia lebih
buruk dari penderita gangguan mood.

Tanda-tanda prognosis baik


Awitan pada usia lebih tua, akut, pencetus jelas, riwayat pekerjaan, kehidupan sosial dan
seksual pramorbid baik, ada gejala depresi dan riwayat gangguan mood di keluarga,
menikah, dukungan keluarga-lingkungan baik, gejala positif.

Tanda-tanda prognosis buruk


Awitan pada usia muda, pencetus tidak jelas, awitan lambat, riwayat pekerjaan,
kehidupan sosial dan seksual pramorbid buruk, menarik diri, autistik, bujangan, cerai atau

16
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

pasangan hidup meninggal, ada keluarga yang menderita skizofrenia, dukungan


keluarga-lingkungan buruk, riwayat trauma perinatal, tidak ada remisi dalam 3 tahun,
sering kambuh dan ada riwayat tindak penyerangan.

ALGORITMA GANGGUAN PSIKOTIK

Waham, halusinasi,
pembicaraan kacau,
perilaku kacau
Tidak

Akibat langsung dari efek Ya Gangguan psikotik akibat kondisi


fisiologis kondisi medik umum medik umum
Tidak

Akibat langsung Ya Gangguan psikotik


efek fisiologis zat akibat zat
Tidak

Gejala fase aktif Skizofrenia Ya Depresi mayor


sedikitnya satu bulan atau episoda
manik bersamaan Skizofrenia
dengan gejala
Tidak fase aktif Ya
Ya

Total durasi Gangguan


episoda mood Durasi skizofreniform
relative singkat sedikitnya
dibandingkan 6 bulan
durasi gejala fase
aktif

Tidak
Gangguan
Terdapat Ya Skizoafektif
halusinasi dan
waham sedikitnya
2 minggu tanpa Gangguan mood
adanya gangguan Tidak dengan gejala
mood yang psikotik
menonjol

17
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

Waham yang tidak bizarre Ya Total durasi Ya Selain Ya


sedikitnya 1 bulan episoda mood waham, Gangguan mood
relative singkat fungsi dengan gejala
Tidak dibandingkan tidak psikotik
durasi periode terganggu
waham secara Tidak
Tidak jelas

Tidak Gangguan
Psikotik yang tidak
terklasifikasikan
Waham muncul
hanya sepanjang
episoda mood
Ya

Gangguan mood
dengan ciri
psikotik

Gangguan psikotik
akut sementara
Ya

Durasi lebih dari 1 hari namun Tidak


kurang dari 1 bulan
Gangguan
Psikotik yang tidak
terklasifikasikan

18
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

ALGORITMA TERAPI ANTIPSIKOTIK

1. Episoda Pertama

Kondisi Pilihan 1 Pilihan 2 Pilihan 2 lain


Predominan gejala Risperidone Ziprasidone Long-acting injectable
positif Aripiprazole Quetiapine atypical
Olanzapine
Predominan gejala Risperidone Ziprasidone Long-acting injectable
negatif Aripiprazole Olanzapine atypical
Quetiapine
Gabungan gejala Risperidone Olanzapine Long-acting injectable
positif dan negatif Aripiprazole Quetiapine atypical
Ziprasidone

2. Episoda ulangan (multi-episoda)

Kondisi Pilihan 1 Pilihan 2 Pilihan 2 lain


Predominan gejala Risperidone Clozapine Long-acting
positif Aripiprazole conventional (depo)
Ziprasidone
Olanzapine
Long-acting injectable
atypical
Quetiapine
Predominan gejala Risperidone Olanzapine Long-acting
negatif Aripiprazole Quetiapine conventional
Ziprasidone Long-acting injectable
atypical
Clozapine
Gabungan gejala Risperidone Long-acting injectable Long-acting
positif dan negatif Aripiprazole atypical conventional
Ziprasidone Quetiapine Oral high-potency
Olanzapine Clozapine conventional

DOSIS ADEKUAT ANTIPSIKOTIK

Obat Episode pertama Multi-episode Dosis akut


antipsikotik Akut* Maintenance* Akut* Maintenace* final tertinggi*
Atipikal
Aripiprazole 10-20 10-20 15-30 15-20 30
Clozapine 300-500 250-500 400-600 300-550 850
Olanzapine 10-20 10-20 15-25 12.5-22.5 40
Quetiapine 350-700 300-600 500-800 400-750 950
Risperidone 2.5-5 2-4.5 4-6.5 3.5-5.5 10.5
Ziprasidone 100-160 80-160 140-180 120-180 180
Konvensional
Chlorpromazine 200-650 150-600 400-800 250-750 950
Fluphenazine 2.5-15 2.5-12.5 5-22.5 5-15 25
Haloperidol 3-13.5 1.5-10.5 7-18.5 6-13.5 25
Perphenazine 8-38 6-36 16-48 12-42 56
Thioridazine 225-550 150-500 350-650 250-550 650
Thiothixene 5-30 2-30 10-40 10-35 40
Trifluoperazine 5-30 2-20 10-35 10-30 40
Fluphenazine 12.5-37.5 6.25-37.5 12.5-62.5 12.5-50 50
decanoate**
Haloperidol 50-200 50-200 100-250 100-200 250
decanoate***

19
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

* mg/hari ** mg/2-3minggu ***mg/4minggu

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 2007
2. Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry,
8th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 2005
3. Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, DitJen YanDik
DepKes RI, Jakarta, 1993
4. Suplemen Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, DitJen
YanDik DepKes RI, Jakarta, 1995
5. American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV, 1994
6. Arieti S, Interpretation of Schizophrenia, 2nd ed, Basic Books, Inc., Publishers, New
York, 1974
7. Kane JM, Leucht S, Carpenter D, Dochery JP. The Expert Consensus Guideline Series
: Optimizing Pharmacologic Treatment of Psychotic Disorders. The Journal of Clinical
Psychiatry. 2003. Vol. 64 Suppl. 12 : 21-23

________________

20
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

3. SUB MODUL II.4


4. GANGGUAN WAHAM MENETAP

Penyusun: Dr. Tuti Kurnianingsih, SpKJ

a. TUJUAN UMUM PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini PPDS mampu mengerti dan menguasai teori mengenai
gangguan waham menetap serta mampu mengelola gangguan waham menetap secara
mandiri dengan baik dan benar.

b. TUJUAN KHUSUS PEMBELAJARAN

1. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan waham menetap secara


biopsikososial termasuk aspek psikodinamikanya (C4)
2. Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan waham menetap (C4)
3. Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan waham menetap (C4)
4. Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan waham menetap (C4)
5. Mampu memformulasikan upaya penatalaksanaan gangguan waham menetap secara
adekuat dan efektif melalui pendekatan biopsikososial (C5)
6. Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis gangguan waham
menetap (C5)

5.
Peserta didik : residen Psikiatri semester satu

a. REFERENSI

• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore,
2007
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of
Psychiatry, 8th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 2005
• Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, DitJen
YanDik DepKes RI, Jakarta, 1993
• Suplemen Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III,
DitJen YanDik DepKes RI, Jakarta, 1995
• American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental

21
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

Disorders IV, 1994

b. KOMPETENSI

Mampu mendiagnosis dan menatalaksana gangguan waham menetap berdasarkan


anamnesis dan pemeriksaan psikiatrik.

c. KETERAMPILAN

Setelah mengikuti secara lengkap sesi-sesi yang telah disiapkan, peserta didik
diharapkan memiliki keterampilan untuk :

• Menganalisis etiologi gangguan waham menetap serta implikasi psikodinamikanya


• Mengidentifikasi tanda dan gejala gangguan waham menetap
• Mendiagnosis gangguan waham menetap dan membuat diagnosis bandingnya
• Merencanakan intervensi terapeutik secara cepat dan tepat, termasuk
kemungkinan melakukan rujukan untuk rawat inap

d. GAMBARAN UMUM
1.
2. Prevalensi gangguan waham menetap di Amerika
diestimasikan sebesar 0.025 hingga 0.03 persen. Menurut
DSM IV-TR, gangguan waham menetap terjadi sekitar 1-2%
dari pasien-pasien yang dirawat di fasilitas psikiatrik.
Rentang usia saat onset berkisar 18 hingga 90 tahun
dengan usia rata-rata 40 tahun. Gangguan waham menetap
dapat disebabkan oleh faktor biologik dan faktor
psikodinamik. Waham yang tidak bizzare yang berlangsung
sedikitnya selama 1 bulan merupakan kriteria pokok
gangguan ini. Kondisi medik umum dan penyalahgunaan
zat psikoaktif dapat menimbulkan gejala-gejala yang mirip
dengan gangguan waham menetap. Sekitar 50% pasien
akan pulih, 20% mengalami pengurangan gejala, dan 30%
tidak menunjukkan perbaikan. Prognosis dipengaruhi oleh
status pekerjaan, status sosial, jenis kelamin, awitan
penyakit serta ada tidaknya faktor presipitasi. Psikoterapi,
farmakoterapi serta perawatan di rumah sakit merupakan
bagian dari penatalaksanaan gangguan ini.

e. RANCANGAN PEMBELAJARAN

6. Tujuan 1

22
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

7. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan waham menetap secara


biopsikososial dan implikasi psikodinamikanya (C4)

Must to know keypoint :


Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan waham menetap secara
biopsikososial dan implikasi psikodinamikanya

Tujuan 2
Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan waham menetap (C4)

Must to know keypoint :


Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan waham menetap

Tujuan 3
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan waham menetap

Must to know keypoints :


Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan waham menetap

Tujuan 4
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan waham menetap (C4)

Must to know keypoint :


Mampu menganalisis-menjabarkan kriteria diagnosis gangguan waham menetap

Tujuan 5
Mampu memformulasikan upaya penatalaksanaan gangguan waham menetap secara
adekuat dan efektif melalui pendekatan biopsikososial (C5)

Must to know keypoints :


Mampu memformulasikan upaya penatalaksanaan gangguan waham menetap secara
adekuat dan efektif melalui pendekatan biopsikososial

Tujuan 6
Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis gangguan waham menetap
(C5)

Must to know keypoint :


Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis gangguan waham menetap

a. RANGKUMAN

Pada modul ini peserta didik mendapatkan kuliah mengenai aspek-aspek penting
gangguan waham menetap (epidemiologi, etiologi, tanda dan gejala, diagnosis, prinsip
penanggulangan, komorbiditas dan perjalanan penyakit serta prognosis) disertai dengan
sesi-sesi berupa diskusi kelompok, pembahasan kasus kertas, bed side teaching dan
pengalaman praktek dengan pasien agar dapat menguasai ketrampilan untuk dapat

23
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

mengelola gangguan waham menetap dengan baik.


b.

24
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

c. MATERI BAKU PEMBELAJARAN

8. GANGGUAN WAHAM MENETAP


a.
b. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi gangguan waham menetap di Amerika diestimasikan sebesar 0,025 hingga


0,03 persen. Menurut DSM IV-TR, gangguan waham menetap terjadi sekitar 1-2 persen
dari pasien-pasien yang dirawat di fasilitas psikiatrik. Rentang usia saat onset berkisar 18
hingga 90 tahun dengan usia rata-rata 40 tahun.

c. ETIOLOGI

• Faktor biologik
• Faktor psikodinamik

d. DIAGNOSIS

Kriteria Diagnostik menurut DSM IV

A Waham yang tidak bizzare sedikitnya selama 1 bulan


B Tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk skizofrenia, halusinasi raba dan cium
yang berkaitan dengan waham bisa ditemukan
C Selain akibat langsung dari waham, tidak terdapat gangguan fungsi yang jelas dan
tidak ada perilaku yang benar-benar aneh atau bizzare.
D Jika didapatkan episoda mood bersamaan dengan waham, maka total durasi dari
semua episoda mood yang terjadi bersamaan dengan waham adalah relatif
singkat dibandingkan durasi periode waham
E Tidak ada penggunaan zat dan gangguan kondisi medik umum

Subtipe :
Kejaran, kebesaran, hipokondrik (somatik), cemburu, erotomania, campuran, tidak terinci

DIAGNOSIS BANDING

• Gangguan mental perilaku akibat kondisi medik umum


• Delirium
• Demensia
• Gangguan mental perilaku akibat penyalahgunaan zat psikoaktif
• Malingering
• Gangguan buatan
• Skizofrenia
• Gangguan afektif

25
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

• Gangguan obsesif kompulsif


• Gangguan somatoform
• Gangguan kepribadian paranoid

e. PENATALAKSANAAN

• Psikoterapi
• Farmakoterapi
Lihat riwayat respons terhadap psikofarmaka sebelumnya (bila ada). Dimulai
dengan dosis rendah dan dosis dinaikkan secara bertahap. Dalam keadaan
agitasi berikan antipsikotik intra muskular. Bila setelah pengobatan 6 minggu tidak
menunjukkan respons, obat antipsikotik diganti dengan golongan lain. Bila
antipsikotik tidak menunjukkan manfaat, hentikan.
• Perawatan di Rumah Sakit
Indikasi perawatan di Rumah Sakit adalah:
- Pasien membutuhkan evaluasi medik dan neurologik untuk menentukan
apakah gangguan waham didasari oleh selain gangguan psikiatrik
- Pasien membutuhkan pemeriksaan untuk menentukan kemampuannya
mengendalikan impuls kekerasan (seperti tindakan bunuh diri atau membunuh
orang lain) yang terkait gangguan waham
- Perilaku pasien akibat waham mungkin mempengaruhi kemampuan mereka
untuk berfungsi di keluarga ataupun pekerjaan sehingga pasien membutuhkan
intervensi profesional untuk menstabilkan hubungan sosial dan pekerjaan
- Bila perawatan di rumah sakit dibutuhkan, dokter harus mencoba melakukan
persuasi agar pasien bersedia dirawat. Bila tidak berhasil, dibutuhkan
komitmen hukum

f.
PERJALANAN PENYAKIT

Sekitar 50% pasien akan pulih, 20% mengalami pengurangan gejala, dan 30% tidak
menunjukkan perbaikan.

g. PROGNOSIS

Prognosis baik : status pekerjaan, status sosial, dan penyesuaian sosial yang tinggi,
perempuan, onset sebelum usia 30 tahun, onset mendadak, durasi gangguan singkat,
ada faktor presipitasi.

h. ALGORITMA

Lihat Algoritma Gangguan Psikotik

26
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

9. SUB MODUL II.5


10. GANGGUAN MOOD
Penyusun: Dr. Ike MP Siregar, SpKJ (K), MPH.;

a. TUJUAN UMUM PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini PPDS mampu mengerti dan menguasai teori mengenai
gangguan mood serta mampu mengelola gangguan mood secara mandiri dengan baik
dan benar.

b. TUJUAN KHUSUS PEMBELAJARAN

1. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan mood secara biopsikososial


termasuk aspek psikodinamikanya (C4)
2. Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan mood (C4)
3. Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan mood (C4)
4. Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan mood (C4)
5. Mampu memformulasikan upaya penatalaksanaan gangguan mood secara adekuat
dan efektif melalui melalui pendekatan biopsikososial (C5)
6. Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis gangguan mood (C5)

11.
Peserta didik : residen Psikiatri semester satu

a. REFERENSI

• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore,
2007
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of
Psychiatry, 8th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 2005
• Pedoman penggolongan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia III, Dit Jen Yan Dik
DepKes RI, Jakarta, 1993
• Suplemen Pedoman penggolongan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia III, Dit
Jen Yan Dik DepKes RI, Jakarta, 1995
• American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV, 1994

27
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

b. KOMPETENSI

Mampu mendiagnosis dan menatalaksana gangguan mood berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan psikiatrik dan evaluasi pemeriksaan psikometrik-HDRS, MADRS.

c. KETERAMPILAN

Setelah mengikuti secara lengkap sesi-sesi yang telah disiapkan, peserta didik
diharapkan memiliki keterampilan untuk :

• Menganalisis etiologi gangguan mood serta implikasi psikodinamikanya


• Mengidentifikasi tanda dan gejala gangguan mood serta evaluasi pemeriksaan
psikometrik-HDRS, MADRS
• Mendiagnosis gangguan mood dan membuat diagnosis bandingnya
• Merencanakan intervensi terapeutik secara cepat dan tepat, termasuk
kemungkinan melakukan rujukan untuk rawat inap

d. GAMBARAN UMUM

Gangguan mood merupakan suatu kelompok kondisi klinik yang ditandai oleh hilangnya
daya kendali, disertai rasa tertekan yang hebat. Pasien yang sedang meningkat moodnya
bersikap ekspansif, ada flight of ideas, kurangnya kebutuhan tidur serta ada ide-ide
kebesaran. Sedangkan pasien yang sedang menurun moodnya tampak tidak bertenaga,
kehilangan minat, ada rasa bersalah, sulit konsentrasi, kehilangan nafsu makan, serta
memikirkan tentang kematian atau bunuh diri. Gejala lain mencakup perubahan derajat
aktivitas, kemampuan kognitif, kemampuan berbicara, serta fungsi fungsi vegetatif.
Gangguan mood seringkali akan menyebabkan gangguan pada relasi interpersonal,
sosial dan kemampuan kerja. Pada gangguan mood, masalah utama terjadi pada emosi
penderita, berbeda dengan skizofrenia yang masalah utamanya adalah pada pikiran.
Banyak hal yang diperkirakan menjadi penyebab gangguan bipolar. Kelainan kerja zat
hantar saraf (neurotransmiter) tertentu, yaitu zat yang berperan pada komunikasi antar
saraf dianggap merupakan penyebab penting gangguan bipolar. Faktor genetik juga
diduga mempunyai peran kuat bagi terjadinya gangguan bipolar, meskipun pola
bagaimana sebenarnya penyakit ini diturunkan belum sepenuhnya dipahami. Sedangkan
faktor-faktor psikososial seperti bermacam-macam stres kehidupan biasanya hanya
berperan pada awitan sakit pertama dan kurang bermakna pada kekambuhan
selanjutnya. Gangguan bipolar ditandai oleh awitan yang tiba-tiba, dilanjutkan dengan
perjalanan penyakit yang fluktuatif dan bisa terjadi pemulihan yang mendekati keadaan
normal, terutama pada masa awal sakit. Gangguan bipolar adalah penyakit yang
berulang. Episoda kedua biasanya terjadi dalam rentang waktu dua tahun setelah
episoda pertama dan setelah sekitar 5 episoda, rentang waktu kekambuhan menjadi
relatif stabil, antara 6-9 bulan. Meskipun sebagian besar penderita pada perioda antar-
episoda bisa kembali ke kemampuan fungsional semula, sekitar 20-30% penderita
mungkin tetap memperlihatkan ketidakstabilan emosi, serta mengalami kesulitan dalam

28
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

pekerjaan maupun relasi interpersonal. Episoda mania yang singkat, usia yang lebih tua,
jarang mempunyai gagasan untuk bunuh diri, serta relatif tidak mempunyai masalah
medik atau psikiatrik lain, merupakan indikator yang baik bagi harapan kesembuhan.
Penggunaan obat-obat psikotropika dalam jangka panjang (antidopamin, antipsikotik
atipikal, stabilisator mood, dll.) merupakan upaya pengobatan yang nyaris mutlak pada
gangguan bipolar, sejalan dengan pentingnya faktor biologik bagi terjadinya penyakit ini.
Selain itu, psikoterapi, terapi perilaku, terapi kognitif, terapi keluarga, merupakan
beberapa bentuk terapi psikososial yang juga bisa bermanfaat bagi penderita gangguan
bipolar.

e. RANCANGAN PEMBELAJARAN

12. Tujuan 1
13. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan mood secara biopsikososial
termasuk implikasi psikodinamikanya (C4)

Must to know keypoint :


Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan mood secara biopsikososial dan
implikasi psikodinamikanya

Tujuan 2
Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan mood (C4)

Must to know keypoint :


Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan mood

Tujuan 3
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan mood (C4)

Must to know keypoints :


Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan mood

Tujuan 4
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan mood (C4)

Must to know keypoint :


Mampu menganalisis-menjabarkan kriteria diagnosis gangguan mood

Tujuan 5
Mampu memformulasikan upaya penatalaksanaan gangguan mood secara adekuat dan
efektif melalui pendekatan biopsikososial (C5)

Must to know keypoints :


Mampu memformulasikan penanggulangan gangguan mood secara adekuat dan efektif
memelaui pendekatan biopsikososial

29
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

Tujuan 6
Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis gangguan mood (C5)

Must to know keypoint :


Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis gangguan mood

a. RANGKUMAN

Pada modul ini peserta didik mendapatkan kuliah mengenai aspek-aspek penting
gangguan mood (epidemiologi, etiologi, tanda dan gejala, diagnosis, prinsip
penanggulangan, komorbiditas dan perjalanan penyakit serta prognosis) disertai dengan
sesi-sesi berupa diskusi kelompok, pembahasan kasus kertas, bed side teaching dan
pengalaman praktek dengan pasien agar dapat menguasai ketrampilan untuk dapat
mengelola gangguan mood dengan baik.

b. MATERI BAKU PEMBELAJARAN

14. GANGGUAN MOOD


a. PENDAHULUAN

WHO menempatkan depresi pada urutan ke-empat di antara masalah-masalah


kesehatan paling penting di dunia.
Mood adalah suasana perasaan yang pervasif dan menetap yang dihayati secara internal
yang mempengaruhi perilaku individu yang bersangkutan serta persepsinya tentang
dunia luar. Afek adalah ekspresi eksternal mood. Mood bisa normal, meningkat atau
depresif. Orang normal mempunyai rentang pengalaman emosi yang luas dan terkendali,
demikian juga ekspresi afektifnya. Pada gangguan mood, masalah utama terjadi pada
emosi penderita, berbeda dengan skizofrenia yang masalah utamanya adalah pada
pikiran.
Istilah gangguan afektif pertama kali dikemukakan oleh seorang psikiater Inggris, Henry
Maudsley (1835-1918). Julius Falret (1854) menggambarkan suatu kondisi yang
disebutnya folie circulaire, ditandai oleh perubahan-perubahan emosi berbentuk mania
atau depresi secara bergantian; Karl Kahlbaum (1882) menggunakan istilah siklotimia
untuk menggambarkan keadaan mania dan depresi dari penyakit yang sama Tahun
1889, Emil Kraepelin, berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh para pendahulunya,
membuat deskripsi psikosis manik depresif yang dapat dikatakan sesuai dengan kriteria
gangguan bipolar 1 saat ini. Menurut Kraepelin, tidak adanya perjalanan penyakit yang
deterioratif dan dementia, membedakan gangguan ini dari demensia prekoks
(skizofrenia).

30
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

b. KLASIFIKASI

DSM IV

Depresi
• Pada depresi berat (major depressive disorder-MDD) tidak didapatkan riwayat
episoda mania, campuran atau hipomania; episoda depresi berlangsung paling sedikit
dua minggu dan sedikitnya ada empat dari gejala-gejala berikut : perubahan nafsu
makan dan berat badan, perubahan pola tidur dan kegiatan; rasa bersalah, gangguan
kemampuan berfikir dan sulit membuat keputusan, serta berulang ulang memikirkan
kematian dan bunuh diri.

Mania
• Episoda mania ditandai oleh mood yang secara pervasif meningkat, ekspansif atau
iritabilitas, sedikitnya selama satu minggu atau bisa kurang bila pasien sampai harus
menjalani rawat inap; episoda hipomanik berlangsung sedikitnya selama empat hari,
gejala-gejalanya mirip mania, tetapi tidak sampai mengganggu fungsi sosial atau
okupasional dan juga tidak didapatkan gejala-gejala psikotik. Baik pada mania
maupun hipomania didapat rasa percaya diri yang sangat meningkat, kurangnya
kebutuhan tidur, distraktibilitas, aktivitas fisik dan mental meningkat dan sangat
terlibat pada kegiatan yang bersifat menyenangkan.

Gangguan bipolar
• Pada gangguan bipolar, gejala gangguan emosi terbagi dalam dua kelompok besar,
yaitu kutub gembira/mania dan kutub sedih/depresi. Pada pola standar, masing
masing kutub emosi secara bergantian tampil dominan mewarnai kondisi psikis dan
perilaku penderita selama rentang masa tertentu. Episoda mania ditandai oleh emosi
yang gembira, banyak bicara, aktivitas fisik meningkat, kebutuhan tidur berkurang,
harga diri dan rasa percaya diri sangat berlebihan, pengelolaan keuangan buruk,
boros, pengendalian diri juga buruk. Episoda mania berlangsung antara 2 minggu
sampai 4-5 bulan, rata-rata sekitar empat bulan. Episoda depresi ditandai oleh
gejala-gejala yang berlawanan, yaitu emosi yang sedih, hilangnya minat dan
kegembiraan, merasa lelah sehingga kegiatan menjadi terbatas, daya konsentrasi
menurun, harga diri dan rasa percaya diri menurun, merasa bersalah dan tidak
berguna, masa depan suram, sukar tidur, nafsu makan (dan berat badan) menurun,
ada gagasan atau upaya bunuh diri. Episoda depresi berlangsung lebih lama, tetapi
jarang sampai lebih dari satu tahun, rata-rata sekitar enam bulan.
• Selain pola standar, berdasarkan tampilan gejala, gangguan bipolar ada yang bersifat
campuran (didapatkan gabungan gejala-gejala mania dan depresi), rapid cycle
(sekurang kurangnya ada empat episoda gangguan emosi dalam satu tahun) dan
ultra rapid cycle (episoda-episoda gangguan emosi bergantian secara cepat dalam
hitungan hari)
• Baik episoda mania maupun episoda depresi bisa disertai gejala-gejala yang
sebenarnya hanya khayalan tetapi diyakini kebenarannya oleh penderita.
• Gangguan bipolar terdiri dari 4 kelompok, yaitu gangguan bipolar I (ada gejala mania
dan depresi yang jelas), bipolar II ( ada gejala mania ringan/hipomania dan depresi

31
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

yang jelas), gangguan siklotimik (kondisi emosi yang tidak stabil, ditandai oleh banyak
emosi mania dan depresi ringan) serta gangguan bipolar lainnya (gejala-gejala tidak
spesifik).
• Pada perjalanan penyakit gangguan bipolar I didapatkan satu atau beberapa episoda
mania dan kadang-kadang ada episoda depresi; pada episoda campuran didapatkan
episoda mania dan depresi sepanjang hari, selama sedikitnya satu minggu; kondisi
yang ditandai oleh beberapa episoda depresi berat dan hipomania, disebut sebagai
bipolar II.

Distimia dan siklotimia


• Pada keduanya didapatkan gejala-gejala depresi yang lebih ringan dari pada depresi
berat maupun bipolar I.

• Distimia ditandai oleh mood depresi sedikitnya selama dua tahun yang tidak seberat
depresi berat.
• Siklotimia ditandai oleh sedikitnya selama dua tahun terjadi gejala-gejala hipomania
yang tidak cukup untuk diagnosis episoda mania dan gejala-gejala depresi yang tidak
cukup untuk diagnosis episoda depresi berat.

Depresi terselubung
Pada tahun 1974, dilakukan penelitian terhadap sekitar 10.000 orang dokter di Eropa,
dan didapatkan bahwa sekitar 10% penderita yang datang berobat adalah penderita
depresi dan pada setengah di antaranya, depresi tersebut terselubung. Depresi
terselubung adalah depresi yang tertutupi/terselubungi oleh keluhan/gejala-gejala lain,
biasanya yang bersifat jasmani. Akibatnya sering pada awalnya penderita diperlakukan
dan diobati sebagai penderita gangguan jasmani.

c. ANGKA KEJADIAN

• Prevalensi seumur hidup gangguan mood adalah yang tertinggi di antara semua
gangguan psikiatrik, sekitar 17%; spektrum depresi unipolar 20-25%, spektrum bipolar
2.6-7.8%
• Prevalensi depresi berat dialami oleh wanita dua kali lebih banyak dari pria
(hormonal, melahirkan, stresor psikososial yang berbeda antara pria dengan wanita
dan model ”learned helplessness” pada wanita); sedangkan kemungkinan menderita
bipolar I adalah berimbang antara pria dan wanita, tetapi episoda mania lebih sering
dialami pria dan episoda depresi lebih sering dialami oleh wanita; bila wanita
mengalami episoda mania, biasanya lebih sering berbentuk episoda campuran dan
wanita juga lebih cenderung mengalami ”rapid cycles”
• Depresi berat sering dialami oleh mereka yang tidak mempunyai hubungan
interpersonal yang akrab, atau pada mereka yang bercerai. Bipolar I lebih banyak
pada mereka yang membujang atau bercerai, mungkin terkait dengan usia awitan
yang kemudian akan mengakibatkan masalah dalam perkawinan

32
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

• Angka kejadian (prevalensi) seumur hidup untuk gangguan bipolar I adalah sekitar 1%
dari populasi. Bila semua kelompok gangguan bipolar diperhitungkan, maka
prevalensi keseluruhan menjadi sekitar 5% dari populasi.
• Secara umum, awitan gangguan bipolar biasanya pada usia remaja-30an tahun,
meskipun sekarang disadari penyakit ini bisa sudah terjadi sejak masa anak. Episoda
pertama biasanya depresi, tetapi mungkin juga mania atau campuran.
• Awitan bipolar I lebih dini dari depresi berat, biasanya dari usia 5/6 tahun sampai 50
tahun, rata-rata pada usia 30 tahun, sedangkan untuk depresi berat rata-rata usia
awitan adalah 40 tahun, 50% di antaranya antara usia 20-50 tahun. Data data terkini
menunjukkan bahwa insidensi depresi berat meningkat pada kalangan usia 20
tahunan (terkait dengan penggunaan zat psikoaktif ?)
• Bipolar I lebih banyak ditemukan di antara kalangan sosioekonomi tinggi dan mereka
yang tingkat pendidikannya tidak mencapai tahap perguruan tinggi (terkait awitan
penyakit). Depresi lebih banyak ditemukan di antara masyarakat rural.

d. KOMORBIDITAS

• Gangguan mood sering terjadi bersamamaan/disertai gangguan psikiatrik lain,


terutama alkoholisme dan gangguan penggunaan zat psikoaktif, gangguan panik,
gangguan obsesif kompulsif, dan fobia sosial.
• Komorbiditas pada pria lebih sering berupa gangguan penggunaan zat psikoaktif,
sedangkan pada wanita lebih sering berupa gangguan cemas dan gangguan makan.
• Secara umum dibandingkan penderita depresi berat, penderita gangguan bipolar lebih
sering mengalami komorbiditas dengan gangguan penggunaan zat psikoaktif dan
gangguan cemas; komorbiditas ini memperburuk prognosis dan meningkatkan risiko
bunuh diri.

e. ETIOLOGI

Banyak hal yang diperkirakan menjadi penyebab gangguan bipolar seperti faktor-faktor
biologik, genetik dan psikososial. Kelainan kerja zat hantar saraf (neurotransmiter)
tertentu, yaitu zat yang berperan pada komunikasi antar saraf dianggap merupakan
penyebab penting gangguan bipolar. Faktor genetik juga diduga mempunyai peran kuat
bagi terjadinya gangguan bipolar, meskipun pola bagaimana sebenarnya penyakit ini
diturunkan, belum sepenuhnya difahami. Sedangkan faktor-faktor psikososial seperti
bermacam macam stres kehidupan biasanya hanya berperan pada awitan sakit pertama
dan kurang bermakna pada kekambuhan selanjutnya.

Faktor biologik

Genetik

• Gangguan mood mempunyai komponen genetik yang kuat, tetapi mekanisme peran
kelainan genetik terhadap patologi gangguan mood sampai sekarang belum tuntas
difahami.

33
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

• Pada gangguan bipolar faktor genetik diduga mempunyai peran kausatif yang kuat,
dengan derajat heriditas sekitar 85%.
• Risiko menderita gangguan bipolar di antara keluarga tingkat pertama berkisar antara
3-8 %. Rasio antara risiko bagi anggauta keluarga dibandingkan dengan angka
kejadian penyakit di masyarakat merupakan parameter genetik suatu penyakit dan
diberi kode λ. Dibandingkan dengan prevalensi gangguan bipolar pada populasi
umum yang kurang lebih 1%, maka nilai λ. untuk gangguan bipolar adalah sekitar 7
dan hal ini menunjukkan risiko familial yang tinggi.
• Depresi unipolar adalah bentuk gangguan mood yang paling banyak ditemukan di
antara keluarga penderita gangguan bipolar, demikian juga gangguan bipolar banyak
ditemukan di antara keluarga penderita depresi unipolar. Hal ini menunjukkan
kemungkinan ada dasar genetik yang sama di antara kedua penyakit tersebut.
• Penelitian terhadap saudara kembar monozigot (MZ) dan dizigot (DZ) di antara
penderita gangguan mood menunjukkan peningkatan angka kesetaraan 2-4 kali di
antara kembar MZ dibandingkan kembar DZ. Oleh karena kesetaraan tersebut tidak
100% (50-70%), tampaknya faktor-faktor lingkungan yang non-heritabel juga
berperan pada gangguan mood.
• Pada penelitian lebih lanjut didapatkan bahwa angka perbandingan kesetaraan
saudara kembar MZ maupun DZ bagi pasangan bipolar lebih tinggi dari pasangan
unipolar, berarti peran faktor genetik pada gangguan bipolar lebih kuat
dibandingkan pada depresi unipolar.
• Pola bagaimana gangguan mood diturunkan sampai sekarang belum bisa dipastikan.
Peran faktor genetik ini tampaknya memang kompleks dan lebih tepat difahami
sebagai suatu kerentanan yang diturunkan untuk kemungkinan mengalami
gangguan mood, disertai faktor-faktor nongenetik sebagai kontributor.
• Gangguan afektif menunjukkan heterogenitas genetik, berarti gangguan ini mungkin
didasari oleh kelainan kromosom yang multipel. Misalnya beberapa penelitian
menemukan hubungan antara gangguan mood dengan marka genetik pada
kromosom 5,11, 13, 18, 22 dan X.
• Berdasarkan penelitian terhadap para keluarga penderita, ada kemungkinan
kerentanan genetik yang sama (shared genetic vulnerability) untuk menderita
gangguan bipolar dan skizofrenia. Beberapa kromosom diduga berperan bagi risiko
menderita gangguan bipolar atau skizofrenia. Tumpang tindih genetik ini mempunyai
juga implikasi terapeutik. Patut dipertimbangkan penggunaan mood stabilizer untuk
terapi depresi unipolar dan skizofrenia yang diderita oleh keluarga penderita
gangguan bipolar dan penggunaan antipsikotik atipikal bagi penderita gangguan
bipolar yang merupakan keluarga penderita skizofrenia

Struktur dan fungsi otak

• Pemahaman mengenai neuropatogenesis ganguan bipolar masih terbatas.


Disregulasi mood adalah gejala pokok gangguan bipolar, sehingga substrat
neuroanatomi gangguan ini tentunya mencakup jalur neural yang memodulasi fungsi
emosi. Pemikiran bahwa gangguan bipolar mungkin berkaitan dengan perubahan
pada struktur otak berkembang dari pengamatan klinik, bahwa beberapa lesi otak
karena tumor otak, stroke atau cedera kepala mengakibatkan munculnya perilaku
berciri manik.

34
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

• Cedera otak fokal bisa menyebabkan sindroma afektif. Lesi di bagian kiri lobus
frontalis cenderung mengakibatkan depresi, sedangkan lesi di bagian kanan lobus
frontotemporal cenderung mengakibatkan mania.
• Ada dua sirkuit interkoneksi di otak yang menjadi model neuroanatomi regulasi mood,
yaitu sirkuit limbik (amigdala)-thalamik-korteks prefrontal dan sirkuit limbik-striatal-
palidal-thalamik. Kerusakan pada sirkuit tersebut mungkin berperan pada terjadinya
mood yang patologik dan gejala neurovegetatif gangguan bipolar.
• Pada pemeriksaan MRI terhadap penderita gangguan mood ditemukan daerah
daerah hiperintens (unidentified bright object – UBO / white matter hyperintensity –
WMH). Hperintensitas substansia alba menunjukkan kemungkinan ada patologi fokal
karena iskhemia atau infark.

Ada empat bagian otak yang dianggap paling berperan pada regulasi emosi yang normal,
yaitu korteks prefrontal (PFC), amigdala, hipokampus dan bagian anterior singulus.

Korteks frontalis

• Bertanggung jawab pada kendali gerakan, fungsi luhur (higher level thinking/higher
cortical function), atensi dan fungsi eksekutif. Korteks prefrontal (PFC), berkaitan
dengan fungsi eksekutif, regulasi mood, ekspresi kepribadian dan perilaku sosial,
penentuan tujuan/sasaran dan cara cara untuk mencapainya. Secara spesifik, bagian
kiri PFC berkaitan dengan perilaku yang goal directed, sedangkan bagian kanan
berkaitan dengan perilaku menghindar serta inhibitif.

Amigdala

• Amigdala berperan penting pada aspek emosional proses belajar dan respon emosi
terhadap stimulus. Amigdala adalah inti sistim limbik, merupakan stasiun penting
untuk memroses stimulus baru yang mempunyai makna emosional serta
mengkoordinasi respon kortikal. Lesi pada amigdala akan mengganggu pengolahan
informasi emosional.

Hipokampus

• Hipokampus juga diduga berperan pada depresi unipolar dan bipolar. Hipokampus
terutama terlibat dengan proses belajar, daya ingat dan analisis informasi kontekstual,
termasuk fear conditioning dan regulasi aktivitas aksis HPA. Kemampuan mengolah
informasi kontekstual penting untuk regulasi ekspresi emosional. Keterlibatan
hipokampus pada proses belajar emosional / kontekstual, dianggap menunjukkan
kaitannya dengan amigdala.
• Hipokampus juga terlibat pada regulasi inhibitif aktivitas aksis HPA.

Korteks singulus

• Korteks singulus (khususnya bagian anterior, ACC) mengatur aspek aspek fungsi
kognitif, emosi, pengambilan keputusan, atensi dan perilaku sosial. Merupakan

35
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

tempat integrasi input atensional dan emosional. Aktivasi ACC akan memfasilitasi
upaya pengendalian emosi, khususnya bila sudah tampak bayang bayang kegagalan.

Ventrikel dan aliran darah

• Pembesaran ventrikel didapatkan pada penderita depresi unipolar maupun gangguan


bipolar. Pembesaran ventikel tampaknya berhubungan dengan jumlah episoda afektif
sebelumnya. Peningkatan dan pengurangan aliran darah di daerah otak tertentu
didapatkan pada penderita gangguan mood. Beberapa penelitian melaporkan bahwa
kelainan aliran darah otak terjadi pada penderita depresi berat, terutama pada otak
belahan kiri.

Struktur subkortikal

• Beberapa penelitian mendapatkan perubahan volume putamen, kaudatus dan globus


palidus penderita gangguan mood

Serebelum

• Penelitian terakhir mendapatkan bahwa biarpun ukuran keseluruhan serebelum tidak


berbeda di antara para penderita bermacam macam gangguan mood, atrofi vermis
mungkin didapatkan pada penderita depresi berat. Vermis tampaknya berkaitan kuat
dengan daerah limbik dan hal ini menjelaskan perannya pada gangguan afektif.

Pencitraan otak

• Melalui pemeriksaan MRI fungsional dilakukan evaluasi mengenai fungsi otak,


khususnya aktivitas neuronal dan aliran darah. Bila aktivitas sinaptik di bagian tertentu
otak meningkat, aliran darah kebagian tersebut juga akan meningkat sesaat.
• Pada pemeriksaan pencitraan fungsional didapatkan bahwa pada penderita gangguan
bipolar ketika berada di fase depresi secara bermakna menunjukkan metabolisme
kortikal yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol bahkan juga bila
dibandingkan dengan penderita depresi unipolar. Ketika penderita pulih dari
depresinya, kelainan ini juga menghilang.
• Pencitraan fungsional pada penderita gangguan bipolar menepis angapan bahwa
proses kognitif tertentu terlokalisasi pada daerah otak tertentu. Sebaliknya yang
didapatkan adalah adanya suatu jejaring aktivitas (network activity), sehingga
gangguan kecil pada suatu daerah bisa berdampak pada keseluruhan sirkuit. Baik
mania maupun depresi ditandai oleh perubahan yang hebat pada fungsi otak.
Perubahan yang terjadi sesuai fase ini tampil pada sistim saraf dalam bermacam
macam derajat.. Berbeda dengan orang yang memiliki kondisi emosi eutimik yang
mungkin saja mengalami perubahan emosional situasional (sedih, gembira) yang
bersifat sementara, penderita gangguan bipolar sering mengalami kondisi ekstrim
mania atau depresi yang berkepanjangan selama suatu perioda tertentu

36
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

Neurokimia, neurotransmiter

• Perubahan neurokimiawi terjadi nyaris pada semua bagian SSP penderita gangguan
bipolar. Meskipun depresi sering dikaitkan dengan defisiensi relatif dari aktivitas
beberapa sistim monoamin seperti serotonin, dopamin dan norepinefrin, implikasinya
pada patofisiologi gangguan bipolar belum jelas. Banyak antidepresan yang dapat
meningkatkan aktivitas satu atau lebih dari sirkuit neurotransmiter ini dapat
mempresipitasi timbulnya mania.
• Konsentrasi NE atau metbolit utamanya secara konsisten berubah pada cairan
serebrospinal penderita gangguan bipolar. Hipotesis katekolamin mengatakan, bahwa
depresi disebabkan oleh kadar NE yang rendah dan mania disebabkan oleh kadar NE
yang tinggi. Peningkatan kadar NE tampaknya sudah terjadi sebelum peralihan ke
fase mania.
• Penelitian awal melalui pemeriksaan pencitraan menunjukkan penumpulan
responsivitas serotonin di area prefrontal dan temporoparietal pada penderita depresi
berat yang tidak diobati. Disfungsi serotonergik mungkin berperan pada upaya bunuh
diri yang agresif, serta pada gangguan gangguan psikiatrik yang didasari hilangnya
kendali inhibisi (GOK, gangguan panik, bulimia nervosa, insomnia, alkoholisme dan
gangguan kepribadian impulsif)
• Selain serotonin, norepinefrin dan dopamin yang secara klasik dikaitkan dengan
gangguan mood, beberapa neurotransmiter lain saat ini juga diduga berperan pada
patofisiologi gangguan mood, yaitu asetilkholin, histamin, GABA dan glutamat :

Serotonin

• Sistim serotonin bermula pada raphe nuklei batang otak dan diproyeksikan ke sistim
limbik, ganglia basalis, thalamus, hipothalamus, septum, hipokampus, korteks
serebral dan serebelum. Serotonin berperan pada regulasi tidur, nafsu makan, suhu
tubuh, metabolisme dan libido, juga menginhibisi perilaku agresif.

Norepinefrin

• Sistim norepinefrin berasal dari area ventrolateral tegmental (sebuah nukleus di


midbrain) dan dari lokus seruleus (sebuah nukleus kecil di batang otak). Area
ventrolateral tegmental memberi proyeksi ke hipothalamus dan formasio retikularis
(suatu kelompok sel di batang otak), sedangkan lokus seruleus ke thalamus,
hipothalamus, korteks dan korteks prefrontal, (sistim limbik, ganglia basalis). Proyeksi
ini mempengaruhi aktivitas makan, perilaku seksual, tidur dan fungsi kognitif. Dari
penelitian diduga bahwa kadar norepinefrin rendah pada penderita depresi unipolar
dan tinggi pada penderita gangguan bipolar. Kadar norepinefrin yang rendah
berkaitan dengan disfungsi kognitif, disforia, kelelahan dan apati.

Dopamin

• Tiga subsistim dopamin mengatur aktivitas motorik dan fungsi kognitif. Sistim
nigrostriatal, mengatur seleksi dan eksekusi perilaku motorik, termasuk regulasi
aktivitas motorik involunter. Sistim mesolimbik, terlibat pada modulasi ekspresi

37
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

emosional, proses belajar dan penguatannya (sebagai respon terhadap penghargaan,


reward), serta kapasitas hedonik. Kemudian sistim mesokortikal, berperan pada
regulasi motivasi, konsentrasi dan inisiasi proses kognitif yang bertujuan (goal
directed), khususnya yang berkaitan dengan penyelesaian masalah. Sedangkan satu
subsistim lagi, yaitu sistim tuberoinfundibular berperan pada kendali produksi
prolaktin. Pelepasan dopamin ke bagian ventral striatum akan menimbulkan perasaan
senang yang mendorong seseorang melakukan tindakan yang diperlukan untuk
mendukung kelangsungan kehidupan, seperti makan atau prokreasi. Oleh karena itu
abnormalitas dopamin dikaitkan dengan perilaku hiperaktif pada mania. Pada episode
depresi, konsentrasi dopamin secara konsisten menurun. Dampak penurunan ini,
terutama pada sistim mesolimbik dan juga pada sistim mesokortikal akan
mempengaruhi fungsi kognitif, menyebabkan hilangnya minat dan motivasi,
kelambanan fisik/motorik, serta mengganggu kapasitas hedonik, sehingga tidak ada
lagi kemampuan untuk menikmati kesenangan.

GABA dan glutamat

• Masing masing merupakan neurotransmiter inhibitori dan eksitatori utama yang punya
implikasi pada gangguan mood.

Asetilkholin

• Adalah neurotransmiter yang digunakan oleh sistim kholinergik. Neuron kholinergik


mempunyai relasi resiprokal atau interaktif dengan ketiga sistim monoamin.
Asetilkholin mempunyai peran penting pada perilaku motorik, daya ingat dan
kemampuan kognitif. Meskipun masih dibutuhkan penelitian lanjutan, terdapat
kemungkinan hubungan neurotransmiter ini dengan gangguan mood. Agonis
kholinergik bisa menyebabkan perubahan aktivitas HPA dan perubahan pola tidur
seperti yang terjadi pada penderita depresi berat. Agonis kholinergik juga bisa
menyebabkan letargi, anergia dan retardasi psikomotor pada orang normal serta bisa
menyebabkan eksaserbasi depresi dan reduksi mania.

Histamin

• Neuron histaminergik mengatur proses belajar dan memori, homeostasis endokrin,


serta pemenuhan kebutuhan primer seperti makan,. minum dan tidur. Kadar tinggi
histamin berkaitan dengan gejala-gejala depresi dan penelitian akhir akhir ini
mendapatkan kemungkinan hubungan antara penurunan jumlah reseptor histamin
dengan beratnya gejala-gejala depresi.

Neuroendokrin

• Sejak lama ditenggarai bahwa beberapa gangguan endokrin berkaitan dengan


terjadinya gangguan bipolar. Aksis HPA berperan penting pada gangguan mood.

Neuropatologi, patologi neurosirkuit

38
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

• Struktur struktur otak terhubung satu sama lain oleh serabut serabut saraf yang
membentuk sirkuit yang memungkinkan struktur struktur tersebut berkomunikasi dan
memproses informasi. Sirkuit juga memungkinkan struktur-struktur otak untuk
mengkoordinasikan keluaran (output) seperti pengendalian fungsi motorik.
• Salah satu sirkuit penting adalah sistim limbik yang mempengaruhi banyak aspek
dari perilaku emosional. Sistim limbik menentukan bentuk respon terhadap stimulus
yang menyenangkan atau menakutkan. Perannya dalam memroses reaksi emosional
menyebabkan sistim limbik terkait dengan patologi gangguan mood. Amigdala
merupakan bagian utama sistim limbik. Menerima masukan dari bermacam macam
area dan keluarannya adalah kendali pada respon tubuh terhadap lingkungan.
Respon yang terukur terhadap keadaan lingkungan dan kondisi tubuh berasal dari
pengolahan informasi secara kognitif dari girus singulus dan korteks asosiasi
prefrontal serta informasi memori dari hipokampus.
• Akhir-akhir ini banyak penelitian diarahkan pada abnormalitas signaling pathways
intraseluler. Jaras yang kompleks ini memungkinkan neuron untuk memproses dan
merespon informasi serta menata (modulate) sinyal yang dihantar melalui
neurotransmiter.
• Signaling pathways juga meregulasi neuroplastisitas dan kelenturan (resilience)
seluler melalui faktor-faktor neurotropik. Faktor-faktor neurotropik penting untuk
kelangsungan hidup dan fungsi neuron. Hasil-hasil penelitian membuktikan bahwa
antidepresan dan stabilisator mood dapat meningkatkan fungsi jaras ini, yang berarti
bahwa pada gangguan mood mungkin terjadi gangguan neuroplastisitas dalam
neuron.
• Gangguan mood mungkin berkaitan dengan perubahan-perubahan otak akibat
kerusakan atau kematian neuron. Pencitraan struktural dan studi postmortem
menunjukkan terjadi reduksi volume masa abu-abu, jumlah sel glia dan ukuran neuron
di korteks prefrontal, bagian ventral striatum, hipokampus dan amigdala penderita
gangguan mood.
• Dua jenis terapi depresi yang bersifat nonfarmakologik mungkin mempunyai efek
neurotropik. Stimulasi magnetik transkranial dan ECT terbukti dapat mempengaruhi
BDNF (brain derived neurotropic factor). Hal hal diatas mendorong munculnya
pemikiran bahwa gangguan mood, setidaknya untuk sebagian, adalah gangguan
neuroplastisitas dan keberhasilan pengobatan terjadi akibat peningkatan kesehatan
dan daya tahan (survival) sel-sel saraf.

Kajian beberapa aspek neuropatologi

• Ada beberapa persamaan neuropatologi antara gangguan mood dengan skizofrenia,


misalnya bekurangnya ukuran neuron di korteks prefrontal, berkurangnya densitas
neuron di bagian anterior korteks singulus, berkurangnya petanda sinaps dan dendrit
di korteks prefrontal dan hipokampus serta defisit glia. Hal ini menimbulkan pemikiran
baru, apakah memang ada kemungkinan suatu kontinuitas di antara kedua penyakit,
baik secara klinik maupun etiologik.
• Amigdala dan ganglia basalis merupakan dua area yang sering berkait dengan
gangguan mood, di antaranya menyangkut perubahan pada glia di amigdala.
• Gliosis, yaitu proliferasi atau hipertrofi glia, khususnya astrosit, merupakan tanda
proses degenerasi atau inflamasi. Pada gangguan mood dijumpai justru berkurangnya

39
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

jumlah glia. Astrosit merupakan glia yang paling banyak didapatkan di substansia
grisea, sehingga merupakan populasi glia yang paling berkurang (meskipun mikroglia
dan oligodendrosit juga tetap harus diperhitungkan). Astrosit mempunyai banyak
fungsi, di antaranya pada migrasi neuronal, sinaptogenesis, neurotransmisi dan
plastisitas sinaptik, termasuk pemeliharaan struktur neuronal.
• Kajian terkini neuropsikologi dan pencitraan menimbulkan pandangan bahwa
gangguan mood sebenarnya adalah masalah sirkuit/jaras dan jejaring (network).
Neuropatologi gangguan mood mungkin pada dasarnya adalah masalah struktural,
yaitu terjadi disfungsi sirkuit karena gangguan konektivitas secara anatomik.

Transduksi sinyal

Regulasi transmisi pesan pesan dari permukaan sel ke elemen elemen intraseluler (yang
akan menyebabkan perubahan fungsi neuronal) disebut transduksi sinyal. Proses ini
dimulai dengan ikatan neurotransmiter (first messenger) dengan reseptornya di membran
sel yang kemudian mengaktivasi molekul molekul transduksi yaitu protein protein G yang
kemudian mengaktivasi ensim ensim seperti fosfolipase untuk memproduksi molekul
molekul yang akan bertindak sebagai second messenger. Molekul ini selanjutnya akan
mengaktivasi fosforilasi dan defosforilasi untuk mengendalikan transkripsi DNA dan
ekspresi gen (14)

• Kompleksitas dan diversitas jalur jalur transduksi sinyal, terus berkembang, tetapi
adanya pola umum tertentu dapat mempermudah pemahaman jaringan ini.
• Kelainan pada jalur ini dapat menyebabkan gangguan keseimbangan fungsional pada
bermacm macam jalur neurotransmiter yang kemudian misalnya, mendasari
bermacam macam gejala klinik gangguan bipolar, seperti perjalanan penyakit yang
kambuhan, fluktuasi mood, gejala-gejala psikotik, gejala-gejala neurovegetatif dan
gangguan kognitif. Fungsi fungsi otak tertentu, seperti perilaku, mood dan kognisi,
agar dapat berjalan dengan baik, sangat tergantung pada transduksi sinyal.
• Banyak bukti bukti yang meyakinkan tentang abnormalitas transduksi sinyal pada
gangguan bipolar. Sehubungan dengan itu, jalur transduksi sinyal reseptor
katekolamin adalah yang paling luas ditelti/dibahas. Neurotransmiter, dalam hal ini NE
merupakan first messenger yang kemudian berikatan dengan satu atau lebih subtipe
reseptor adrenergik.. Kelainan pada sistim second messenger diduga berperan
penting pada patofisiologi gangguan bipolar.
• Studi pertama tentang kemungkinan kelainan pada transduksi sinyal pada penderita
gangguan mood, adalah penemuan tentang berkurangnya aktivitas reseptor beta
adrenergic activated adenylyl cyclase (AC) pada sel sel perifer (trombosit, limfosit)
penderita depresi unipolar dan bipolar. Kelainan pada jalur ini juga ditemukan pada
penderita gangguan bipolar. Sementara itu tidak didapatkan perbedaan jumlah
maupun afinitas reseptor adrenergik ini pada penderita maupun kelompok kontrol. Hal
ini menimbukan dugaan bahwa yang terjadi adalah penumpulan respon atau
desensitisasi dan bukan berkurangnya jumlah reseptor beta-adrenergik. Para peneliti
kemudian mendapatkan beberapa molekul transduksi sinyal sebagai target obat
stabilisator mood atau antidepresan. Tampaknya obat-obat tersebut memperbaiki
kelainan transduksi sinyal yang terjadi pada para penderita.

40
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

• Protein G, merupakan bagian integral dari jalur sinyal intraseluler, yang


menghubungkan reseptor di membran dengan bermacam macam molekul efektor
intraseluler dan respon responnya. Para peneliti memperkirakan bahwa kadar protein
G ini mungkin terkait dengan status mood; meningkat pada mania dan menurun pada
depresi.
• Pentingnya kalsium pada transmisi sinaptik dan pelepasan neurotransmiter sudah
cukup difahami. Selain itu, juga makin diakui pentingnya peran kalsium pada mediasi
bermacam macam kejadian intraseluler, seperti plastisitas sinaptik, survival sel,
kematian sel eksitotoksik. Sistim sinyal kalsium makin diperhatikan pada penelitian
gangguan bipolar. Carman dkk mendapatkan korelasi yang bermakna antara
peningkatan sementara kadar kalsium dengan peralihan ke fase mania. Peningkatan
respon kalsium mungkin merupakan suatu keadaan yang state dependent, yang akan
pulih ke normal dengan remisi mood. Oleh karena kelainan ini juga terdapat pada
keadaan eutimik, mungkin juga merupakan kondisi yang trait dependent.

Faktor-faktor psikososial

Faktor lingkungan dan peristiwa kehidupan

• Stresor kehidupan, baik pada penderita depresi berat maupun penderita gangguan
bipolar I tampaknya hanya berperan pada sakit pertama dibandingkan dengan
episoda- episoda selanjutnya.
• Stresor pada awitan sakit menyebabkan perubahan yang relatif menetap pada biologi
otak, yang kemudian menyebabkan perubahan fungsional pada bermacam-macam
neurotransmiter dan sistim sinyal intraneuronal (hilangnya neuron, reduksi hebat pada
kontak-kontak sinaptik), sehingga terjadi kerentanan terhadap timbulnya episoda
gangguan mood berikut, meskipun tanpa stresor eksternal.
• Stresor kehidupan yang paling sering terkait dengan depresi adalah kematian orang
tua sebelum usia 11 tahun dan faktor lingkungan yang sering terkait dengan depresi
adalah kematian pasangan hidup
• Stresor kehidupan yang paling akhir paling besar kemungkinannya untuk
menyebabkan depresi, terutama yang menurut penderita paling mengganggu harga
dirinya; stresor yang relatif ringan bisa berdampak buruk oleh karena makna
idiosinkratik yang dikaitkan dengan kejadian tersebut.

Kepribadian

• Setiap orang pada dasarnya bisa mengalami depresi


• Tidak ada kepribadian yang spesifik sebagai predisposisi untuk depresi maupun
bipolar I
• Mereka dengan kepribadian obsesif kompulsif, histrionik dan borderline lebih besar
risikonya untuk mengalami depresi dibandingkan mereka dengan kepribadian
antisosial atau paranoid
• Mereka yang mengalami gangguan siklotimik atau distimik mempunyai risiko lebih
besar untuk mengalami depresi berat atau gangguan bipolar

41
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

Psikodinamika depresi

• Sigmund Freud, Karl Abraham


⇒ gangguan relasi ibu-bayi pada fase oral merupakan predisposisi bagi
kerentanan
terhadap depresi
⇒ ”object loss” (nyata atau khayalan)
⇒ introyeksi dari obyek yang pergi merupakan mekanisme pertahanan untuk
mengatasi dampak dari ”object loss”
⇒ ”object loss” ditanggapi mendua, ada rasa cinta dan benci, akibatnya rasa
marah
akan diarahkan kedalam, ke ”self”
• Melanie Klein ⇒ ekspresi agresi terhadap seseorang yang dicintai.
• Edward Bibring ⇒ terjadi ketika individu menyadari diskrepansi antara idealisme yang
sangat tinggi dengan kemampuan untuk mencapainya.
• Edith Jacobson ⇒ mirip dengan ketidakberdayaan seorang anak terhadap siksaan
orang tua.
• Silvano Arieti ⇒ sebelumnya penderita mengabdikan hidup sepenuhnya bagi sesuatu
yang lain (orang, prinsip, institusi atau idealisme) yang kemudian menyadari bahwa ia
tidak mendapatkan respon/balasan seperti yang semula diharapkannya.
• Heinz Kohut ⇒ dampak dari kegagalan orang tua atau orang lain memenuhi
kebutuhan-kebutuhan tertentu dari self yang sedang tumbuh yang diperlukan bagi
terbentuknya citra harga diri dan kohesi diri yang positif, sehingga terjadi keruntuhan
harga diri yang kemudian diekspresikan sebagai depresi.
• John Bowlby ⇒ gangguan pada kelekatan awal (early attachment), separasi traumatik
pada masa anak merupakan predisposisi bagi depresi; kehilangan pada masa
dewasa akan menghidupkan kembali trauma masa kecil tersebut dan mencetuskan
timbulnya episoda depresi.

Teori kognitif

Depresi disebabkan oleh distorsi kognitif yang terjadi pada seseorang yang rentan
terhadap depresi ⇒ ”depressogenic schemata” : data-data internal maupun eksternal
disalah-tafsirkan melalui suatu template kognitif yang dibentuk berdasarkan pengalaman-
pengalaman tertentu di masa lalu.
Aaron Beck, triad kognitif depresi terdiri dari : diri sendiri, persepsi diri negatif ⇒ dunia
luar, hostil dan penuh tuntutan ⇒ masa depan, penderitaan dan kegagalan.

”Learned helplessness”

Depresi dikaitkan dengan ketidakberdayaan ketika mendapatkan pengalaman yang tidak


menyenangkan yang menyebabkan jatuhnya harga diri ⇒ oleh karena itu bagian penting
dari terapi perilaku adalah memulihkan rasa kendali penderita dan kemampuan untuk
menghadapi-mengatasi lingkungan.

Psikodinamika mania

42
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

• Mania merupakan defens terhadap “underlaying depression“


• Abraham ⇒ episoda manik merefleksikan ketidakmampuan untuk menghadapi
cobaan pada masa perkembangan, misalnya kematian orang tua; mania juga bisa
disebabkan oleh superego yang sangat keras yang menghasilkan “self criticism“ yang
tak sanggup dihadapi, yang kemudian diganti (replaced) oleh “euphoric self
satisfaction“
• Bertram Lewin ⇒ ego penderita gangguan manik dipenuhi oleh impuls-impuls yang
menyenangkan ((seks) atau yang menakutkan (agresi)
• Klein ⇒ reaksi defensif terhadap depresi (omnipotensi, waham kebesaran)

43
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

f. DIAGNOSIS (PPDGJ-3)
i.

ii. Episoda manik

Merupakan episoda tunggal dengan tiga derajat keparahan

Hipomania
• Peningkatan ringan suasana perasaan (mood), energi, aktivitas, ada perasaan
sejahtera, peningkatan kemampuan bergaul dan bercakap, keakraban berlebihan,
peningkatan seksualitas, pengurangan kebutuhan tidur
• Euforik, kadang-kadang mudah marah, sombong, tidak sopan, membual, melawak
berlebihan
• Konsentrasi dan daya perhatian terganggu, sehingga kurang mampu bekerja dengan
baik, agak boros dan suka mencoba kegiatan-kegiatan baru
• Berlangsung sekurangnya beberapa hari terus menerus

Mania tanpa gejala psikotik


1. Suasana perasaan meninggi, tidak sepadan dengan keadaan yang sesungguhnya
2. Energi meningkat, aktivitas berlebihan, bicara banyak-cepat, kebutuhan tidur
berkurang
3. Kendali perilaku sosial tidak ada, perhatian sangat mudah beralih, harga diri
membumbung, optimistis dan banyak memiliki pikiran yang hebat-hebat yang
dikemukakan secara terbuka
4. Mungkin ada gangguan persepsi : apresiasi warna yang berlebihan, perhatian
berlebih pada detil, hiperakusis, punya banyak rencana yang tidak praktis, boros,
agresif, atau penuh cinta kasih, berkelakar pada suasana yang tidak tepat, mudah
tersinggung, curiga
5. Awitan biasanya apada usia 15-30 tahun, bisa pada rentang usia akhir masa anak
sampai dasawarsa ketujuh atau kedelapan
6. Episoda berlangsung sedikitnya selama satu minggu, cukup berat sehingga praktis
mengacaukan pekerjaan maupun aktivitas sosial

Mania dengan gejala psikotik


• Gambaran klinis mania lebih berat dari mania tanpa gejala psikotik
• Ada waham kebesaran, waham curiga
• Bicara bisa sangat cepat sehingga tidak dapat dipahami
• Aktivitas fisik sangat meningkat, bisa menjurus ke agresivitas, disertai mengabaikan
kebutuhan makan minum sehingga bisa mengakibatkan dehidrasi

iii. Gangguan afektif bipolar

Episoda berulang (sekurangnya dua) gangguan suasana perasaan, yang pada suatu
masa meningkat, pada masa lain menurun
• Episoda manik terjadi secara tiba tiba, selama 2 minggu-4/5 bulan, biasanya sekitar 4
bulan

44
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

• Episoda depresi berlangsung lebih lama, biasanya sekitar 6 bulan (pada lanjut usia
mungkin berlangsung lebih dari satu tahun)
• Terjadi (tidak selalu) setelah mengalami stresor kehidupan berat
• Episoda pertama bisa terjadi pada rentang usia masa anak sampai masa tua
• Kambuhan, remisi makin lama makin singkat dan setelah usia pertengahan depresi
cenderung lebih sering terjadi dan lebih lama

iv. Episoda depresif

Ada tiga tingkat keparahan (ringan, sedang, berat) dengan gejala pokok adalah mood
yang depresif, hilangnya minat dan kegembiraan, energi berkurang, mudah lelah,
aktivitas berkurang, gejala-gejala lain seperti konsentrasi dan perhatian berkurang; harga
diri dan kepercayaan diri berkurang; merasa bersalah, tidak berguna; pesimistik, masa
depan suram; ada gagasan dan perbuatan membahayakan diri sendiri (bunuh diri); tidur
terganggu; nafsu makan berkurang.

g. PERJALANAN PENYAKIT

Gangguan bipolar ditandai oleh awitan yang tiba-tiba, dilanjutkan dengan perjalanan
penyakit yang fluktuatif dan bisa terjadi pemulihan yang mendekati keadaan normal,
terutama pada masa awal sakit. Berbeda dari skizofrenia, yang ditandai oleh perjalanan
penyakit yang kronis dengan penurunan kondisi psikis yang progresif, tanpa pernah atau
sedikit kemungkinan terjadi pemulihan yang mendekati kondisi sebelum sakit. Gangguan
bipolar adalah penyakit yang berulang. Episoda ke-dua biasanya terjadi dalam rentang
waktu dua tahun setelah episoda pertama dan setelah sekitar 5 episoda, rentang waktu
kekambuhan menjadi relatif stabil, antara 6-9 bulan. Meskipun sebagian besar penderita
pada perioda antar-episoda bisa kembali ke kemampuan fungsional semula, sekitar 20-
30% penderita mungkin tetap memperlihatkan ketidakstabilan emosi, serta mengalami
kesulitan dalam pekerjaan maupun relasi interpersonal. Episoda mania yang singkat, usia
yang lebih tua, jarang mempunyai gagasan untuk bunuh diri, serta relatif tidak
mempunyai masalah medik atau psikiatrik lain, merupakan indikator yang baik bagi
harapan kesembuhan.

Prinsip penanggulangan

Penggunaan obat-obat psikotropika dalam jangka panjang (antidopamin, antipsikotik


atipikal, stabilisator mood, dll.) merupakan upaya pengobatan yang nyaris mutlak pada
gangguan bipolar, sejalan dengan pentingnya faktor biologik bagi terjadinya penyakit ini.
Selain itu, psikoterapi, terapi perilaku, terapi kognitif, terapi keluarga, merupakan
beberapa bentuk terapi psikososial yang juga bisa bermanfaat bagi penderita gangguan
bipolar.

Kajian neurobiologik terapi gangguan bipolar

1. Istilah bipolar jangan ditafsirkan secara harfiah bahwa penderitanya bisa berada pada
salah satu kutub emosi yang secara ekstrim berbeda satu dengan yang lain. Lebih

45
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

tepat dipahami sebagai suatu kondisi yang merupakan representasi dari dua dimensi
emosi yang sampai batas tertentu independen satu sama lain.
2. Depresi pada gangguan bipolar biasanya atipikal, ditandai oleh rasa lelah,
hipersomnia dan reverse diurnal mood variability, berbeda dengan depresi unipolar
yang ditandai oleh insomnia. Oleh karena itu pengobatan gangguan bipolar lebih
kompleks dari pengobatan depresi unipolar.
3. Siklus mania-depresi merupakan keadaan yang tidak dapat diprediksi dan
kebanyakan penderita menunjukkan peningkatan frekuensi gangguan dari waktu ke
waktu. Fenomena ini diduga didasari oleh kindling dan sensitisasi. Kindling berarti
meningkatnya responsivitas terhadap stimulasi listrik derajat rendah yang berulang,
seperti yang terjadi pada epilepsi; makin sering mengalami kejang, makin mudah
mengalami serangan kejang berikut. Hipotesis kindling bisa menjelaskan mengapa
episoda-episoda mania awal dicetuskan oleh kejadian eksternal dan episoda
selanjutnya terjadi tanpa pencetus lagi. Hipotesis ini juga didukung oleh fakta bahwa
beberapa antikonvulsan bisa menjadi terapi yang efektif untuk gangguan bipolar.
4. Antidepresan kadang-kadang dapat mendorong peralihan ke fase mania atau bentuk
campuran. Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) dianggap merupakan pilihan
antidepresan yang baik.
5. Untuk mendapatkan respon optimal, disepakati perlunya terapi kombinasi obat
(lithium, beberapa antikonvulsan, olanzapine).
6. Bila benar beberapa obat psikotropik dan stabilisator mood mempunyai khasiat
memperbaiki neuroplastisitas, maka obat-obat ini dapat dipertimbangkan untuk terus
digunakan, meskipun bukan lagi untuk tujuan mengendalikan gejala-gejala penyakit.
Pengobatan jangka panjang bukan saja bermanfaat mencegah kekambuhan, tetapi
juga membantu perbaikan kerusakan neuronal
7. Penelitian yang komprehensif membuktikan bahwa ECT tidak menyebabkan efek
neuropatologi pada manusia. Pada tikus, sesudah dilakukan ECT terjadi peningkatan
ekspresi GFAP, petanda sinaptik dan dendritik, serta peningkatan neurogenesis
hipokampus.

Lithium

• Lithium dikenal sebagai elemen sekitar 150 tahun yang lalu dan tidak lama
sesudahnya digunakan sebagai therapeutic agent untuk bermacam macam penyakit.
Efek stabilisator moodnya diketahui pada tahun 1950-an. Berbeda dengan obat
psikotropik lain, lithium adalah garam dan tidak mempunyai reseptor di otak.
• Lithium berdasarkan banyak penelitian terbukti mempunyai efek profilaktik, dapat
mengurangi risiko upaya bunuh diri, mempunyai khasiat neuroprotektif dan dapat
meningkatkan neurogenesis di hipokampus.
• Lithium tampaknya terlibat pada modulasi beberapa sistim second messenger,
termasuk jalur cAMP dan fosfoinositol.
• Lithium tidak menyebabkan perubahan besar pada aktivitas seluler dasar, tetapi
mengurangi responsivitas terhadap neurotransmiter lain. Hal ini kiranya dapat
menjelaskan efikasinya pada gangguan bipolar, yaitu menurunkan sensitivitas
terhadap stimulus internal maupun eksternal.
• Lithium juga mempengaruhi sistim neurotransmiter lain, termasuk sirkuit serotonin,
dopamin dan GABA.

46
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

• Ada jeda waktu beberapa hari sebelum efek kliniknya mulai terlihat dan efek
stabilisatornya terhadap mood juga tidak langsung hilang segera setelah
penggunaannya dihentikan. Mungkin karena efek lithium adalah dengan menata
kembali (resetting) homeostasis ionik di dalam neuron atau melalui interaksinya
dengan sistim second messenger.
• Overdosis lithium menyebabkan neurotoksisitas akut, tetapi tidak didapatkan dampak
neuropatologi karena pemakaian lithium dosis terapeutik dalam jangka panjang. Pada
penelitian dengan MRI didapatkan, bahwa setelah 4 minggu terapi lithium, volume
substansia grisea kortikal meningkat, demikian juga sinyal N-asetil aspartat. Hal ini
kembali mendukung dugaan bahwa lithium mempunyai khasiat neurotropik, yaitu
dapat meningkatkan neurogenesis dan mencegah apoptosis.

Obat-obat lain untuk gangguan mood

Sejauh ini belum ada kajian neuropatologi stabilisator mood lain, antidepresan atau
penenang minor. Suatu penelitian kecil menduga bahwa antidepresan dapat
mempengaruhi morfologi neuron, dapat meregenerasi akson monoaminergik, mendorong
neurogenesis dan mencegah hilangnya dendrit spinal pada binatang percobaan.
Sebaliknya, dampak neuropatologi antipsikotik cukup banyak diteliti dan memang bisa
menyebabkan perubahan pada morfologi neuron dan sinaptik, terutama di kaudatus dan
putamen.

47
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

ALGORITMA GANGGUAN MOOD

Mood depresi, meningkat,


ekspansif, atau iritabilitas
Tidak

Akibat langsung dari efek Ya Gangguan mood akibat kondisi


fisiologis kondisi medik umum medik umum
Tidak

Akibat langsung Ya Gangguan mood


efek fisiologis zat akibat zat
Tidak

Tentukan episode gangguan


mood yang lalu dan saat ini

Mood meningkat, ekspansif, atau Ya


iritabilitas sedikitnya selama 1 Episode manik
minggu, gangguan yang jelas atau
perawatan di rumah sakit
Tidak

Mood meningkat, ekspansif, atau Ya


iritabilitas sedikitnya selama 4 Episode hipomanik
minggu, perubahan dapat dilihat
oleh orang lain namun kurang berat
dibandingkan episode manik.
Tidak
Mood depresif atau kehilangan Ya
minat sedikitnya 2 minggu disertai
gejala penyerta, yang tidak lebih Episode depresi mayor
baik dijelaskan oleh reaksi
berkabung
Tidak

Memenuhi kriteria episode manik Ya


dan episode depresi mayor hampir Episode campuran
setiap hari sedikitnya 1 minggu

Tidak

Ya Tidak Gangguan bipolar I


Pernah mengalami episode
manik atau episode campuran Gejala psikotik muncul diluar
episode manik atau episode
campurran
Ya Gangguan
skizoafektif,
tipe bipolar
Muncul hanya sepanjang
Gangguan skizoafektif (lihat
algoritma Gangguan psikotik)
Gangguan bipolar
YTT
Tidak

Pernah mengalami episode Ya


hipomanik dan sedikitnya satu Gangguan
episode depresi mayor bipolar II
48
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

Tidak
Ya
Gejala hipomanik dan periode
mood depresif lebih dari 2 tahun Gangguan
siklotimik

Tidak

Gejala mank/hipomanik yang Ya


Gangguan
bermakna secara klinis tidak bipolar
memenuhi kriteria Gangguan YTT
bipolar yang spesifik
Tidak

Pernah mengalami episode Gejala psikotik muncul diluar Episode depresi


depresi mayor episode depresi mayor mayor
Ya
Tidak Muncul hanya sepanjang Gangguan
gangguan skizoafektif (lihat skizoafektif tipe
algoritma gangguan psikotik) depresif

Tidak
Gangguan
depresi
YTT

Mood depresif disertai gejala Ya


yang menyertai, pada sebagian Gangguan
besar hari sedikitnya 2 tahun distimia

Tidak

Mood depresif
Ya Gangguan
tidak memenuhi kriteria salah
satu gangguan mood di atas, penyesuaian
dan terjadi sebagai respons dengan mood
terhadap stresor. depresi

Tidak

Gejala depresi yang bermakna Ya


secara klinis tidak memenuhi
tidak memenuhi kriteria untuk Gangguan
gangguan mood spesifik depresi YTT

Tidak
Tidak ada gangguan mood

49
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

h. DAFTAR PUSTAKA

1. Akiskal HS., Mood disorders : historical introduction and conceptual overview, in


Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry, 8th ed., vol II, Lippincott
Williams & Wilkins, Baltimore, 1559-1575, 2005
2. Berns GS., Nemeroff CB., The neurobiology of bipolar disorder, American Journal of
Medical Genetics Part C (Semin. Med. Genet), 123C:76-84, 2003
3. Bezchlibnyk Y., Young T., The neurobiology of bipolar disorder : focus on signal
transduction pathways and the regulation of gene expression, W Can J Psychiatry, vol
47, no 2 March 2002.
4. Gutman D., Goodwin GM., Neurobiology and chronobiology of mood disorders, in
16th European College of Neuropsychopharmacology Congress
5. Harrison PJ., The neuropathology of primary mood disorder, Brain, 125, 1428-1449,
2002
6. Kaplan & Sadock’s, Synopsis of Psychiatry, Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry,
10th ed., Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 2007
7. Kelsoe JR., Mood disorders : genetics, in Kaplan & Sadock’s Comprehensive
Textbook of Psychiatry, 8th ed., vol II, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 1582-
1594, 2005
8. Marchand WR., Dilda DV., Jensen CR., Neurobiology of mood disorders, Hospital
Physician, 17-26, Sept 2005
9. Mitchell PB., Malhi GS., Ball JR., Major advances in bipolar disorder, MJA 181, no 4,
207-210, 2004.
10. PollockR, Kuo I., Genetics and neurobiology in Bipolar Disorder, in 5th International
Conference on Bipolar Disorder
11. Post RM, Speer AM., Hough CJ., Xing G., Neurobiology of bipolar illness: implication
future study and therapeutics, Annals of Clinical Psychiatry, vol 15, no 2, 84-94, 2003.
12. Strakowski SM., DelBello M., Sax KW., Zimmerman ME., Shear PK., Hawkins JM.,
Larson ER., Brain magnetic resonance imaging of structural abnormalities in bipolar
disorder, Arch Gen Psychiatry, vol 56, 254-260, Mar 1999.
13. Thase ME., Mood disorders : neurobiology, in Kaplan & Sadock’s Comprehensive
Textbook of Psychiatry, 8th ed., vol II, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 1594-
1603, 2005
14. Victoroff J, Central nervous changes with normal aging. in Kaplan & Sadock’s
Comprehensive Textbook of Psychiatry, 8th ed., vol II, Lippincott Williams & Wilkins,
Baltimore, 3610-3624, 2005

__________________

50
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

15. SUB MODUL II.6.1


16. FOBIA (GANGGUAN FOBIK)
Penyusun: Dr. Tuti Kurnianingsih, SpKJ

a. TUJUAN UMUM PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini PPDS mampu mengerti dan menguasai teori mengenai fobia
serta mampu mengelola pasien fobia secara mandiri dengan baik dan benar.

b. TUJUAN KHUSUS PEMBELAJARAN

1. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi fobia secara biopsikososial termasuk


aspek psikodinamikanya (C4)
2. Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala fobia (C4)
3. Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding fobia (C4)
4. Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis fobia (C4)
5. Mampu memformulasikan upaya penatalaksanaan fobia secara adekuat dan efektif
melalui melalui pendekatan biopsikososial (C5)
6. Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis fobia (C5)

Peserta didik : residen Psikiatri semester dua

c. REFERENSI

• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore,
2007
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of
Psychiatry, 8th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 2005
• Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, DitJen
YanDik DepKes RI, Jakarta, 1993
• Suplemen Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III,
DitJen YanDik DepKes RI, Jakarta, 1995
• American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV, 1994

d. KOMPETENSI

Mampu mendiagnosis dan menatalaksana fobia berdasarkan anamnesis dan


pemeriksaan psikiatrik.

51
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

e. KETERAMPILAN

Setelah mengikuti secara lengkap sesi-sesi yang telah disiapkan, peserta didik
diharapkan memiliki keterampilan untuk :

• Menganalisis etiologi fobia serta implikasi psikodinamikanya


• Mengidentifikasi tanda dan gejala fobia
• Mendiagnosis fobia dan membuat diagnosis bandingnya
• Merencanakan intervensi terapeutik secara cepat dan tepat

f. GAMBARAN UMUM

Di Amerika, fobia merupakan gangguan psikiatrik yang umum dijumpai, didapatkan pada
5-10% dari polpulasi umum. Penyebab fobia mencakup faktor perilaku, faktor psikologis
dan faktor biologik. Rasa takut yang hebat, menetap tetapi tidak masuk akal merupakan
gejala utama fobia. Berdasarkan objeknya, ada bermacam-macam fobia. Gangguan ini
perlu dibedakan antara lain dari gangguan panik, gangguan kepribadian menghindar.
Penatalaksanan fobia mencakup farmakoterapi dan psikoterapi. Sebagian besar fobia
spesifik yang mulai dialami sejak masa kanak dan berlanjut ke masa dewasa, akan terus
berlangsung selama beberapa tahun. Awitan fobia sosial biasanya pada masa kanak
akhir atau remaja awal dan cenderung untuk menjadi kronik.

g. RANCANGAN PEMBELAJARAN
17.
18. Tujuan 1
19. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi fobia secara biopsikososial dan implikasi
psikodinamikanya (C4)

Must to know keypoint :


Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi fobia secara biopsikososial dan implikasi
psikodinamikanya

Tujuan 2
Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala fobia (C4)

Must to know keypoint :


Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala fobia

Tujuan 3
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding fobia

Must to know keypoints :


Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding fobia

52
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

Tujuan 4
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis fobia (C4)

Must to know keypoint :


Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis fobia

Tujuan 5
Mampu memformulasikan upaya penatalaksanaan fobia secara adekuat dan efektif
melalui pendekatan biopsikososial (C5)

Must to know keypoints :


Mampu memformulasikan penatalaksanaan fobia secara adekuat dan efektif melalui
pendekatan biopsikososial

Tujuan 6
Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis fobia (C5)

Must to know keypoint :


Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis fobia

a. RANGKUMAN

Pada modul ini peserta didik mendapatkan kuliah mengenai aspek-aspek penting fobia
(epidemiologi, etiologi, tanda dan gejala, diagnosis, prinsip penanggulangan,
komorbiditas dan perjalanan penyakit serta prognosis) disertai dengan sesi-sesi berupa
diskusi kelompok, pembahasan kasus kertas, bed side teaching dan pengalaman praktek
dengan pasien agar dapat menguasai ketrampilan untuk dapat mengelola pasien fobia
dengan baik.

b. MATERI BAKU PEMBELAJARAN

20. GANGGUAN FOBIK


a. EPIDEMIOLOGI

Fobia merupakan gangguan mental yang umum dijumpai di Amerika, yaitu sebesar 5-10%
dari populasi umum. Angka prevalensi seumur hidup pada fobia spesifik adalah sekitar
11%, pada fobia sosial 3-13%, dan pada agorafobia 2-6%.

Fobia adalah suatu ketakutan yang tidak rasional yang menyebabkan penghindaran yang
disadari terhadap objek, aktivitas atau situasi yang ditakuti.

Fobia spesifik

53
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

Takut terhadap binatang, badai, ketinggian, penyakit, cedera, dsb.

Fobia sosial
Takut terhadap rasa memalukan di dalam berbagai lingkungan sosial seperti berbicara di
depan umum, dsb.

b. ETIOLOGI

• Faktor perilaku
• Faktor psikososial
• Faktor biologik

c. DIAGNOSIS

Pedoman diagnosis gangguan fobik

• Rasa takut yang jelas, menetap dan berlebihan atau tidak beralasan (obyek
/situasi)
• Pemaparan dengan stimulus fobik hampir selalu mencetuskan kecemasan
• Menyadari bahwa rasa takut adalah berlebihan
• Situasi fobik dihindari

Fobia spesifik

A. Rasa takut yang jelas dan menetap yang berlebihan atau tidak masuk akal,
ditandai dengan adanya antisipasi terhadap objek atau situasi spesifik (mis.
Naik pesawat terbang, ketinggian, binatang, mendapat suntikan, melihat darah)
B. Pemaparan dengan stimulus fobia hampir selalu mencetuskan kecemasan
yang dapat berupa serangan panik yang berkaitan dengan situasi atau
dipredisposisikan oleh situasi. Catatan: Pada anak-anak, kecemasan dapat
diekspresikan dengan menangis, tantrum.
C. Orang tersebut menyadari bahwa rasa takutnya berlebihan atau tidak
beralasan. Catatan: pada anak-anak, gambaran ini tidak harus ada
D. Situasi fobik dihindari, atau jika tidak dapat dihindari, dihadapi dengan
kecemasan atau penderitaan yang kuat
E. Penghindaran, antisipasi cemas atau penderitaan dalam situasi fobia secara
bermakna mengganggu rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan, atau
aktivitas sosial dan hubungan dengan orang lain, atau terdapat penderitaan
yang jelas akibat menderita fobia.
F. Pada individu di bawah usia 18 tahun, berlangsung sekurangnya selama 6
bulan
G. Kecemasan, serangan panik, atau penghindaran fobik tidak lebih baik
dijelaskan oleh gangguan psikiatrik lain, seperti gangguan obsesif kompulsif,
gangguan strs pasca trauma, gangguan cemas perpisahan, fobia sosial,
gangguan panik dengan agorafobia, atau agorafobia tanpa riwayat gangguan
panik.

54
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

Fobia sosial

A. Rasa takut yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih situasi sosial, saat
seseorang dihadapkan pada orang yang tidak dikenal/tidak akrab atau pada
situasi yang memungkinkan ia akan diperhatikan oleh orang lain. Orang
tersebut merasa takut akan berperilaku dengan cara yang merendahkan atau
memalukan dirinya.
B. Pemaparan dengan situasi sosial yang ditakuti hampir selalu mencetuskan
kecemasan yang dapat berupa serangan panik yang berkaitan dengan situasi
atau dipredisposisikan oleh situasi.
C. Orang tersebut menyadari bahwa rasa takutnya berlebihan atau tidak beralasan
D. Situasi sosial atau situasi yang ditakuti dihindari, atau jika tidak dapat dihindari,
dihadapi dengan kecemasan atau penderitaan yang kuat
E. Penghindaran, antisipasi cemas atau penderitaan dalam situasi sosial atau
kinerja secara bermakna mengganggu rutinitas normal seseorang, fungsi
pekerjaan, atau aktivitas sosial dan hubungan dengan orang lain, atau terdapat
penderitaan yang jelas akibat menderita fobia.
F. Pada individu di bawah usia 18 tahun, berlangsung sekurangnya selama 6
bulan
G. Rasa takut atau penghindaran adalah bukan karena obat-obatan atau kondisi
medik umum
H. Bila terdapat gangguan kondisi medik umum atau gangguan psikiatrik lain,
rasa takut pada kriteria A tidak berkaitan dengan hal tersebut.

Agorafobia

A. Kecemasan berada di dalam suatu tempat atau situasi yang kemungkinan akan
sulit meloloskan diri (atau merasa malu) atau mungkin tidak terdapat
pertolongan jika mengalami panik atau gejala mirip panik. Rasa takut pada
agorafobia secara khas mencakup situasi berada di luar rumah sendirian,
berada di kerumunan, berada di atas jembatan, menempuh perjalanan dengan
bis, kereta api atau mobil.
B. Situasi yang ditakuti dihindari, atau dihadapi dengan penderitaan atau
kecemasan yang kuat akan mendapatkan serangan panik atau gejala mirip
panik, atau perlu didampingi teman
C. Kecemasan atau penghindaran fobik tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan
psikiatrik lain, seperti fobia sosial, fobia spesifik, gangguan obsesif kompulsif,
gangguan stres pasca trauma, atau gangguan cemas perpisahan.

d. DIAGNOSIS BANDING

• Penyalahgunaan zat psikoaktif


• Tumor SSP
• Penyakit serebrovaskular
• Skizofrenia
• Gangguan panik
• Gangguan depresi

55
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

• Gangguan kepribadian menghindar


• Gangguan kepribadian paranoid
• Gangguan kepribadian dependen

e. PENATALAKSANAAN

• Farmakoterapi
• Terapi perilaku
• Psikoterapi berorientasi tilikan
• Terapi lain : hipnosis, terapi suportif, terapi keluarga

• Konseling
- Dorong pasien untuk dapat mengatur pernafasan, membuat daftar situasi yang
ditakuti atau dihindari, diskusikan cara-cara menghadapi rasa takut tersebut.
- Dengan konseling banyak pasien tidak membutuhkan medikasi.

• Medikasi
- Bila ada depresi bisa diberi antidepresan lmipramin 50-150 mg/ hari.
- Bila ada ansietas beri antiansietas dalam waktu singkat, karena bisa
menimbulkan ketergantungan.
- Beta-bloker dapat mengurangi gejala fisik.
- Konsultasi spesialistik bila rasa takut menetap

f. PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS

Sebagian besar fobia spesifik yang mulai dialami sejak masa kanak dan berlanjut ke
masa dewasa, akan terus berlanjut selama beberapa tahun. Perjalanan fobia sosial
cenderung untuk menjadi kronik. Kebanyakan kasus agorafobia disebabkan oleh
gangguan panik, dan bila gangguan panik teratasi maka agorafobia akan membaik
dengan berjalannya waktu. Agorafobia tanpa riwayat gangguan panik bersifat kronis dan
dalam perjalanan penyakitnya sering timbul komplikasi berupa gangguan depresi dan
ketergantungan alkohol.

56
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

g. ALGORITMA GANGGUAN NEUROTIK

Gejala cemas, takut,


menghindar, meningkatnya
kewaspadaan

Akibat langsung dari pengaruh


Gangguan cemas akibat
fisiologis dari kondisi medik Ya
kondisi medik umum
umum

Tidak

Akibat langsung dari pengaruh Gangguan cemas


Ya
fisiologis dari zat yang diinduksi zat
(penyalahgunaan zat,
medikasi, toksin)
Tidak
Ya Ya
Gangguan panik
Serangan panik berulang Agorafobia dengan Agorafobia
disertai kekhawatiran akan
terjadinya serangan panik atau
perubahan perilaku
Tidak
Gangguan panik
Tidak tanpa Agorafobia

Agorafobia Ya
Agorafobia tanpa riwayat
Gangguan panik
Tidak
Kecemasan terhadap
Ya
perpisahan dengan figur
perlekatan (attachment) Gangguan cemas perpisahan
dengan onset masa kanak

Tidak
Ya
Takut dipermalukan saat tampil
atau dalam situasi sosial Fobia sosial

Tidak Ya
Takut terhadap suatu objek Fobia spesifik
atau situasi
Tidak
Ya
Obsesif atau kompulsif Gangguan obsesif kompulsif

Tidak

57
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

Ya Tidak
Periode cemas dan khawatir Terjadi hanya selama episoda
disertai gejala yang berkaitan Gangguan mood atau
Gangguan psikotik Gangguan cemas menyeluruh
selama 6 bulan
Ya

Tidak Lihat Gangguan mood atau


Gangguan psikotik

Kecemasan sebagai respons Ya Lihat Reaksi terhadap stres berat dan


Gangguan penyesuaian
terhadap stresor atau kejadian
traumatik berat
Tidak
Ya
Gejala yang bermakna namun Gangguan neurotik
tidak memenuhi kriteria untuk
yang tidak tergolongkan
Gangguan Neurotik yang
spesifik

h. DAFTAR PUSTAKA

1. American Psychiatric Association, Diagnostic Criteria, DSM IV-TR, 2005 : 209 -223
2. Departemen Kesehatan Rl. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
di Indonesia III, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993 : 171-195
3. Departemen Kesehatan Rl. Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat, Direktorat
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat : Gangguan Ansietas
4. Sadock BJ, Sadock VA : Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, 10th ed.
Lippincott Williams & Wilkins, 2007 : 579-633
5. Setyonegoro KR, Iskandar Y. Ansietas. Yayasan Drama Husada, Jakarta, 1980 : 2-4
6. Stahl SM, Essential Psychopharmacology Neuroscientific : Basis and Practical
Applications, 2nd ed. Cambridge University Press. 2002 : 300

58
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

21. SUB MODUL II.6.2


22. GANGGUAN PANIK
Penyusun: Dr. Tuti Kurnianingsih, SpKJ

a. TUJUAN UMUM PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini PPDS mampu mengerti dan menguasai teori mengenai
gangguan panik serta mampu mengelola gangguan panik secara mandiri dengan baik
dan benar.

b. TUJUAN KHUSUS PEMBELAJARAN

1. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan panik secara biopsikososial


termasuk aspek psikodinamikanya (C4)
2. Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan panik (C4)
3. Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan panik (C4)
4. Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan panik (C4)
5. Mampu memformulasikan upaya penatalaksanaan gangguan panik secara adekuat
dan efektif melalui melalui pendekatan biopsikososial (C5)
6. Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis gangguan panik (C5)

Peserta didik : residen Psikiatri semester dua

c. REFERENSI

• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10 th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore,
2007
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of
Psychiatry, 8th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 2005
• Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, DitJen
YanDik DepKes RI, Jakarta, 1993
• Suplemen Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III,
DitJen YanDik DepKes RI, Jakarta, 1995
• American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV, 1994

d. KOMPETENSI

Mampu mendiagnosis dan menatalaksana gangguan panik berdasarkan anamnesis dan


pemeriksaan psikiatrik.

59
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

e. KETERAMPILAN

Setelah mengikuti secara lengkap sesi-sesi yang telah disiapkan, peserta didik
diharapkan memiliki keterampilan untuk :

• Menganalisis etiologi gangguan panik serta implikasi psikodinamikanya


• Mengidentifikasi tanda dan gejala gangguan panik
• Mendiagnosis gangguan panik dan membuat diagnosis bandingnya
• Merencanakan intervensi terapeutik secara cepat dan tepat

f. GAMBARAN UMUM

Prevalensi gangguan panik berkisar 1-4% dengan jumlah penderita perempuan 2-3 kali
lebih banyak dibandingkan laki-laki. Gangguan panik dapat terjadi pada segala usia,
tetapi lebih banyak pada usia dewasa muda. Faktor biologik, faktor genetik dan faktor
psikososial merupakan penyebab dari gangguan panik. Serangan panik yang terjadi
secara tiba-tiba dan berlangsung sedikitnya selama 10 menit, ditandai antara lain oleh
palpitasi, perasaan tercekik, perasaan pusing, bergoyang atau akan pingsan merupakan
gejala yang khas untuk gangguan panik. Gangguan cemas dan bermacam-macam
gangguan medik (kardiovaskuler, endokrin) merupakan diagnosis banding gangguan
panik. Modalitas terapi mencakup farmakoterapi, psikoterapi, terapi perilaku. Gangguan
panik bersifat kronis. Pada follow up jangka panjang sekitar 30-40% pasien bisa bebas
gejala, 50% mengalami gejala ringan, dan sekitar 10-20% terus mengalami gejala yang
mengganggu.

g. RANCANGAN PEMBELAJARAN
23.
24. Tujuan 1
25. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan panik secara biopsikososial dan
implikasi psikodinamikanya (C4)

Must to know keypoint :


Mampu menganalisis-menjabarkan teori-teori tentang terjadinya gangguan panik secara
biopsikososial

Tujuan 2
Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan panik (C4)

Must to know keypoint :


Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan panik

Tujuan 3
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan panik (C4)

Must to know keypoints :


Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan panik

60
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

Tujuan 4
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan panik (C4)

Must to know keypoint :


Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan panik

Tujuan 5
Mampu memformulasikan upaya penatalaksanaan yang adekuat melalui pendekatan
biopsikososial (C5)

Must to know keypoints :


Mampu memformulasikan penanggulangan gangguan panik secara adekuat dan efektif
melalui pendekatan biopsikososial

Tujuan 6
Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis gangguan panik (C5)

Must to know keypoint :


Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis gangguan panik

a. RANGKUMAN

Pada modul ini peserta didik mendapatkan kuliah mengenai aspek-aspek penting
gangguan panik (epidemiologi, etiologi, tanda dan gejala, diagnosis, prinsip
penanggulangan, komorbiditas dan perjalanan penyakit serta prognosis) disertai dengan
sesi-sesi berupa diskusi kelompok, pembahasan kasus kertas, bed side teaching dan
pengalaman praktek dengan pasien agar dapat menguasai ketrampilan untuk dapat
mengelola gangguan panik dengan baik.
b.

c. MATERI BAKU PEMBELAJARAN

26. GANGGUAN PANIK

a. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi gangguan panik berkisar 1-4%. Jumlah penderita perempuan adalah 2-3 kali
lebih banyak dibandingkan laki-laki. Gangguan panik lebih banyak terjadi pada dewasa
muda, dengan usia rata-rata 25 tahun, namun demikian gangguan panik dapat terjadi
pada segala usia, termasuk pada anak-anak dan lanjut usia.

b. ETIOLOGI

• Faktor biologik
• Faktor genetik

61
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

• Faktor psikososial
- Teori kognitif perilaku
- Teori psikoanalisis

Gambaran klinis

Serangan panik pertama seringkali spontan, tanpa tanda mau serangan panik, walaupun
serangan panik kadang-kadang terjadi setelah luapan kegembiraan, kelelahan fisik,
aktivitas seksual atau trauma emosional. Klinisi harus berusaha untuk mengetahui tiap
kebiasaan atau situasi yang sering mendahului serangan panik. Serangan sering dimulai
dengan periode gejala yang meningkat dengan cepat selama 10 menit. Gejala mental
utama adalah ketakutan yang kuat, suatu perasaan ancaman kematian dan kiamat.
Pasien biasanya tidak mampu menyebutkan sumber ketakutannya. Pasien mungkin
merasa kebingungan dan mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian. Tanda fisik
adalah takikardia, palpitasi, sesak nafas dan berkeringat. Pasien seringkali mencoba
untuk mencari bantuan. Serangan biasanya berlangsung 20 sampai 30 menit.

Gejala penyerta

Gejala depresi seringkali ditemukan pada serangan panik dan agorafobia, pada beberapa
pasien suatu gangguan depresi ditemukan bersama-sama dengan gangguan panik.
Penelitian telah menemukan bahwa risiko bunuh diri selama hidup pada orang dengan
gangguan panik adalah lebih tinggi dibandingkan pada orang tanpa gangguan mental.

Agorafobia
Pasien dengan agorafobia akan menghindari situasi di mana ia akan sulit mendapatkan
bantuan. Pasien mungkin memaksa bahwa mereka harus ditemani setiap kali mereka
keluar rumah.

Ada dua kriteria gangguan panik :


• gangguan panik tanpa agorafobia
• gangguan panik dengan agorofobia

Pada kedua gangguan panik ini harus ada serangan panik.


Pedoman diagnosis gangguan panik

• Serangan panik rekuren dan tidak diharapkan


• Sekurangnya satu serangan, diikuti satu atau lebih :
- kekawatiran menetap akan mengalami serangan tambahan
- ketakutan tentang arti serangan
- perubahan perilaku bermakna berhubungan dengan serangan
• Serangan panik bukan karena efek fisiologis langsung atau suatu kondisi medis
umum
• Serangan panik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain, misalnya
gangguan obsesif-kompulsif
• Gangguan panik bisa dengan agorafobia atau tanpa agorafobia

62
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

Pedoman diagnosis agorafobia

• Kecemasan berada di dalam suatu tempat atau situasi di mana kemungkinan sulit
meloloskan diri
• Situasi dihindari, misal jarang bepergian
• Kecemasan atau penghindaran fobik bukan karena gangguan mental lain, misal
fobia sosial

c. DIAGNOSIS

Gangguan panik tanpa agorafobia


A. Memenuhi kriteria (1) dan (2):
(1) Serangan panik berulang yang tidak diharapkan
Gejala panik terjadi secara tiba-tiba dan mencapai puncaknya dalam
waktu 10 menit
(2) Sekurangnya 1 serangan telah diikuti oleh salah satu berikut ini selama 1
bulan/ lebih:
(a) Kekhawatiran yang menetap akan mengalami serangan tambahan
(b) Kekhawatiran terhadap suatu serangan atau akibatnya
(c) Perubahan bermakna pada perilaku yang berhubungan dengan
Serangan
B. Tidak terdapat agoraphobia
C. Bukan karena efek fisiologis langsung dari zat atau suatu kondisi medik umum
D. Serangan panik tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain, seperti
fobia sosial, fobia spesifik, gangguan obsesif kompulsif, gangguan stres pasca
trauma, cemas perpisahan.
d.
Gangguan panik dengan agorafobia
A. Memenuhi kriteria 1 dan 2
(1) Serangan panik berulang yang tidak diharapkan
Gejala panik terjadi secara tiba-tiba dan mencapai puncaknya dalam
waktu 10 menit
(2) Sekurangnya 1 serangan telah diikuti oleh salah satu berikut ini selama 1
bulan/ lebih:
(a)Kekhawatiran yang menetap akan mengalami serangan tambahan?
(b)Kekhawatiran terhadap suatu serangan atau akibatnya
(c)Perubahan bermakna pada perilaku yang berhubungan dengan
serangan
B. Terdapat agorafobia
C. Bukan karena efek fisiologis langsung dari zat atau suatu kondisi medik umum
D. Serangan panik tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain, seperti
fobia sosial, fobia spesifik, gangguan obsesif kompulsif, gangguan stres pasca
trauma, cemas perpisahan.

63
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

Serangan panik
Merarasa takut yang kuat, diikuti oleh gejala-gejala berikut ini yang terjadi
secara tiba-tiba dan mencapai pundaknya dalam waktu 10 menit.
(1) Palpitasi
(2) Berkeringat
(3) Gemetar atau bergoncang
(4) Rasa sesak nafas atau tertahan
(5) Perasaan tercekik
(6) Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman
(7) Mual atau gangguan perut
(8) Perasaan pusing, bergoyang atau akan pingsan
(9) Derealisasi atau depersonalisasi
(10) Ketakutan hilang kendali atau menjadi gila
(11) Rasa takut mati
(12) Parestesia
(13) Menggigil atau perasaan panas

e. DIAGNOSIS BANDING

1. Gangguan medik umum

• Penyakit kardiovaskuler (anemia, hipertensi, infark miokard, dsb.)


• Penyakit pulmonum (asma, hiperventilasi, emboli paru-paru)
• Penyakit neurologis (penyakit serebrovaskular, epilepsi, migrain, tumor, dsb.)
• Penyakit endokrin (diabetes, hipertroidisme, hipoglikemi, sindroma pramestruasi,
gangguan menopause, dsb.)
• Intoksikasi obat, putus obat
• Kondisi lain (anafilaksis, gangguan elektrolit, keracunan logam berat, uremia)
2. Gangguan cemas

f. PENATALAKSANAAN

• Farmakoterapi (SSRI, benzodiazepin, trisklik dan tetrasiklik, MAOI)


• Terapi Kognisi dan Perilaku
• Terapi Kognitif
• Relaksasi
• Terapi psikososial (terapi keluarga)
• Psikoterapi berorientasi tilikan

• Konseling
- Ajari pasien untuk diam di tempat sampai serangan panik berlalu,
konsentrasikan diri untuk mengatasi ansietas bukan pada gejala fisik, rileks,
latihan pernafasan.
- Identifikasikan rasa takut selama serangan.

64
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

- Diskusikan cara menghadapi rasa takut (saya tidak mengalami serangan


jantung, hanya panik, akan berlalu).

• Medikasi
- Banyak pasien tertolong melalui konseling dan tidak membutuhkan medikasi.
- Bila serangan sering dan berat, atau secara bermakna dalam keadaan depresi
beri antidepresan (imipramin 25 mg malam hari, dosis bisa sampai 100-150
mg malam selama 2 minggu ).
- Bila serangan jarang dan terbatas beri anti ansietas jangka pendek (lorazepam
0,5-1 mg 3x1 atau alprazolam 0,25-1 mg 3x1), hindari pemberian jangka
panjang dan pemberian medikasi yang tidak perlu.

g. PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS

Awitan gangguan panik dimulai pada masa remaja akhir atau dewasa muda meski dapat
juga terjadi pada masa kanak-kanak, remaja awal atau usia pertengahan. Secara umum
gangguan panik bersifat kronis meski perjalanan penyakitnya bervariasi. Pada follow up
jangka panjang sekitar 30-40% pasien bebas gejala, sekitar 50% mengalami gejala
ringan yang tidak mempengaruhi kehidupan mereka secara bermakna, dan sekitar 10-
20% terus mengalami gejala yang signifikan.

h. ALGORITMA

Lihat Algoritma Gangguan Neurotik

i. DAFTAR PUSTAKA

1. American Psychiatric Association, Diagnostic Criteria, DSM IV-TR, 2005 : 209 -223
2. Departemen Kesehatan Rl. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
di Indonesia III, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993 : 171-195
3. Departemen Kesehatan Rl. Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat, Direktorat
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat : Gangguan Ansietas
4. Sadock BJ, Sadock VA : Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, 10th ed.
Lippincott Williams & Wilkins, 2007 : 579-633
5. Setyonegoro KR, Iskandar Y. Ansietas. Yayasan Drama Husada, Jakarta, 1980 : 2-4
6. Stahl SM, Essential Psychopharmacology Neuroscientific : Basis and Practical
Applications, 2nd ed. Cambridge University Press. 2002 : 300

65
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

27. SUB MODUL II.6.3


28. GANGGUAN CEMAS MENYELURUH

Penyusun: Dr. Tuti Kurnianingsih, SpKJ

a. TUJUAN UMUM PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini PPDS mampu mengerti dan menguasai teori mengenai
gangguan cemas menyeluruh serta mampu mengelola pasien gangguan cemas
menyeluruh secara mandiri dengan baik dan benar.

b. TUJUAN KHUSUS PEMBELAJARAN

1. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan cemas menyeluruh secara


biopsikososial termasuk aspek psikodinamikanya (C4)
2. Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan cemas
menyeluruh (C4)
3. Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan cemas
menyeluruh (C4)
4. Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan cemas menyeluruh (C4)
5. Mampu memformulasikan upaya penanggulangan gangguan cemas menyeluruh
secara adekuat dan efektif melalui melalui pendekatan biopsikososial (C5)
6. Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis gangguan cemas
menyeluruh (C5)

29.
Peserta didik : residen Psikiatri semester dua

REFERENSI

• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore,
2007
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of
Psychiatry, 8th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 2005
• Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, DitJen
YanDik DepKes RI, Jakarta, 1993
• Suplemen Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III,
DitJen YanDik DepKes RI, Jakarta, 1995
• American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV, 1994

66
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

1.
b. KOMPETENSI

Mampu mendiagnosis dan menatalaksana gangguan cemas menyeluruh berdasarkan


anamnesis dan pemeriksaan psikiatrik.

c. KETERAMPILAN

Setelah mengikuti secara lengkap sesi-sesi yang telah disiapkan, peserta didik
diharapkan memiliki keterampilan untuk :

• Menganalisis etiologi gangguan cemas menyeluruh serta implikasi


psikodinamikanya
• Mengidentifikasi tanda dan gejala gangguan cemas serta evaluasi psikometrik-
HARS
• Mendiagnosis gangguan cemas menyeluruh dan membuat diagnosis bandingnya
• Merencanakan intervensi terapeutik secara cepat dan tepat

d. GAMBARAN UMUM

Estimasi prevalensi 1 tahun untuk gangguan cemas menyeluruh berkisar 3 hingga 8


persen, dengan perbandingan perempuan dengan laki-laki adalah 2 : 1. Bermacam-
macam faktor biologik dan faktor psikososial merupakan penyebab gangguan ini.
Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan selama sekurangnya 6 bulan merupakan
gejala pokok gangguan cemas menyeluruh.
Gejala cemas juga bisa disebabkan oleh beberapa gangguan psikiatrik lain, misalnya
akibat kondisi medik umum, induksi zat (psikoaktif), gangguan mood dan lain-lain.
Penatalaksanaan mencakup farmakoterapi dan psikoterapi. Gangguan cemas
menyeluruh merupakan kondisi yang bersifat kronis dan perjalanan penyakit serta
prognosis sulit diprediksi.

e. RANCANGAN Pembelajaran

30. Tujuan 1
31. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan cemas menyeluruh secara
biopsikososial termasuk implikasi psikodinamikanya (C4)

Must to know keypoint :


Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan cemas menyeluruh secara
biopsikososial dan implikasi psikodinamikanya

Tujuan 2
Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan cemas menyeluruh (C4)

Must to know keypoint :

67
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan cemas menyeluruh

Tujuan 3
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan cemas menyeluruh (C4)

Must to know keypoints :


Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan cemas menyeluruh

Tujuan 4
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan cemas menyeluruh (C4)

Must to know keypoint :


Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan cemas menyeluruh

Tujuan 5
Mampu memformulasikan upaya penanggulangan gangguan cemas menyeluruh secara
adekuat dan efektif melalui pendekatan biopsikososial (C5)

Must to know keypoints :


Mampu memformulasikan upaya penatalaksanaan gangguan cemas menyeluruh secara
adekuat dan efektif melalui pendekatan biopsikososial

Tujuan 6
Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis gangguan cemas
menyeluruh (C5)

Must to know keypoints :


Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis gangguan cemas
menyeluruh

a. RANGKUMAN

Pada modul ini peserta didik mendapatkan kuliah mengenai aspek-aspek penting
gangguan cemas menyeluruh (epidemiologi, etiologi, tanda dan gejala, diagnosis, prinsip
penanggulangan, komorbiditas dan perjalanan penyakit serta prognosis) disertai dengan
sesi-sesi berupa diskusi kelompok, pembahasan kasus kertas, bed side teaching dan
pengalaman praktek dengan pasien agar dapat menguasai ketrampilan untuk dapat
mengelola pasien gangguan cemas menyeluruh dengan baik.

68
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

b. MATERI BAKU PEMBELAJARAN

GANGGUAN CEMAS MENYELURUH

c. PENDAHULUAN

Gambaran esensial dan gangguan ini adalah adanya ansietas yang menyeluruh dan
menetap (bertahan lama). Gejala yang dominan sangat bervariasi, tetapi keluhan tegang
yang berkepanjangan, gemetaran, ketegangan otot, berkeringat, kepala terasa ringan,
palpitasi, pusing kepala dan keluhan epigastrik adalah keluhan-keluhan yang lazim
dijumpai. Ketakutan bahwa dirinya atau anggota keluarganya akan menderita sakit atau
akan mengalami kecelakaan dalam waktu dekat, merupakan keluhan yang seringkali
diungkapkan.

d. EPIDEMIOLOGI

Estimasi prevalensi 1 tahun untuk gangguan cemas menyeluruh berkisar 3-8%, rasio
gangguan ini pada perempuan dibandingkan laki-laki adalah 2 berbanding 1.

e. ETIOLOGI

• Faktor biologik
• Faktor psikosoial

Pedoman diagnosis gangguan cemas menyeluruh

• Pasien harus menunjukan gejala primer ansietas yang berlangsung hampir setiap
hari selama beberapa minggu, bahkan biasanya sampai beberapa bulan
• Gejala-gejala ini biasanya mencakup hal-hal berikut : kecemasan tentang masa
depan, ketegangan motorik, overaktivitas otonomik

69
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

f. DIAGNOSIS

A. Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan, yang lebih banyak terjadi


dibandingkan tidak terjadi selama sekurangnya 6 bulan, tentang sejumlah
kejadian atau aktivitas
B. Orang tersebut merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya
C. Kecemasan dan kekhawatiran disertai oleh 3 dari 6 gejala berikut ini:
(1) Kegelisahan, perasaan tegang, gugup
(2) Merasa mudah lelah
(3) Sulit berkonsentrasi/pikiran menjadi kosong
(4) Cepat marah
(5) Ketegangan otot
(6) Gangguan tidur
(7) Kelelahan atau berkurangnya energi
D. Fokus kecemasan dan kekhawatiran tidak berkaitan dengan gangguan lain
pada aksis I.
E. Kecemasan, kekhawatiran, gejala fisik menyebabkan penderitaan yang
bermakna secara klinis atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau
fungsi penting lain
F. Gangguan bukan merupakan akibat langsung dari efek fisiologis suatu zat
atau kondisi medik umum dan tidak hanya terjadi selama suatu gangguan
mood, gangguan psikotik, atau gangguan perkembangan pervasif.

g. DIAGNOSIS BANDING

• Gangguan cemas akibat kondisi medik umum


• Gangguan cemas yang diinduksi zat
• Gangguan obsesif kompulsif
• Gangguan stres pasca trauma
• Gangguan penyesuaian
• Gangguan mood

h. PENATALAKSANAAN

o Psikoterapi:

Psikoterapi kognitif perilaku

Psikoterapi suportif

Psikoterapi berorientasi tilikan

o Farmakoterapi
1. Obat utama untuk Gangguan cemas menyeluruh di antaranya benzodiazepin,
SSRIs, buspirone, dan venlafaxine. Obat lainnya yang mungkin bermanfaat
adalah golongan trisiklik, antihistamin, dan antagonis β-adrenergik

70
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

2. medikasi merupakan terapi sekunder, tapi dapat digunakan jika dengan konseling
gejala menetap
3. medikasi ansietas (diazepam 5 mg malam hari, tidak lebih dari 2 minggu)
4. beta-bloker dapat membantu mengobati gejala fisik
5. antidepresan bila ada depresi
6. konsultasi spesialistik bila ansietas berat dan berlangsung lebih dari 3 bulan
7. Konseling
8. informasikan bahwa stres dan rasa khawatir keduanya mempunyai efek fisik dan
mental
9. mempelajari keterampilan untuk mengurangi dampak stres merupakan
pertolongan yang paling efektif
10. mengenali, menghadapi dan menantang kekhawatiran yang berlebihan dapat
mengurangi gejala ansietas
11. kenali kekhawatiran yang berlebihan atau pikiran yang pesimistik
12. latihan fisik yang teratur sering menolong.

i. PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS

Gangguan cemas menyeluruh merupakan kondisi yang bersifat kronis. Karena tingginya
angka insidensi gangguan psikiatrik lain pada pasien Gangguan cemas menyeluruh,
maka perjalanan penyakit dan prognosis sulit diprediksi.

j. ALGORITMA

Lihat Algoritma Gangguan Neurotik

k. DAFTAR PUSTAKA

1. American Psychiatric Association, Diagnostic Criteria, DSM IV-TR, 2005 : 209 -223
2. Departemen Kesehatan Rl. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
di Indonesia III, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993 : 171-195
3. Departemen Kesehatan Rl. Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat, Direktorat
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat : Gangguan Ansietas
4. Sadock BJ, Sadock VA : Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, 10th ed.
Lippincott Williams & Wilkins, 2007 : 579-633
5. Setyonegoro KR, Iskandar Y. Ansietas. Yayasan Drama Husada, Jakarta, 1980 : 2-4
6. Stahl SM, Essential Psychopharmacology Neuroscientific : Basis and Practical
Applications, 2nd ed. Cambridge University Press. 2002 : 300

_______________

71
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

32. SUB MODUL II.6.4


33. GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF

Penyusun: Dr. Tuti Kurnianingsih, SpKJ

a. TUJUAN UMUM PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini PPDS mampu mengerti dan menguasai teori mengenai
gangguan obsesif kompulsif serta mampu mengelola pasien gangguan obsesif kompulsif
secara mandiri dengan baik dan benar.

TUJUAN KHUSUS PEMBELAJARAN

1. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan obsesif kompulsif secara


biopsikososial termasuk aspek psikodinamikanya (C4)
2. Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan obsesif kompulsif (C4)
3. Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan obsesif kompulsif
(C4)
4. Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan obsesif kompulsif (C4)
5. Mampu memformulasikan upaya penanggulangan gangguan obsesif kompulsif secara
adekuat dan efektif melalui melalui pendekatan biopsikososial (C5)
6. Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis gangguan obsesif
kompulsif (C5)
b.
Peserta didik : residen Psikiatri semester dua

c. REFERENSI

• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore,
2007
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of
Psychiatry, 8th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 2005
• Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, DitJen
YanDik DepKes RI, Jakarta, 1993
• Suplemen Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III,

72
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

DitJen YanDik DepKes RI, Jakarta, 1995


• American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV, 1994
1.
d. KOMPETENSI

Mampu mendiagnosis dan menatalaksana gangguan obsesif kompulsif berdasarkan


anamnesis dan pemeriksaan psikiatrik.

e. KETERAMPILAN

Setelah mengikuti secara lengkap sesi-sesi yang telah disiapkan, peserta didik
diharapkan memiliki keterampilan untuk :

• Menganalisis etiologi gangguan obsesif kompulsif serta implikasi


psikodinamikanya
• Mengidentifikasi tanda dan gejala gangguan obsesif kompulsif
• Mendiagnosis gangguan obsesif kompulsif dan membuat diagnosis bandingnya
• Merencanakan intervensi terapeutik secara cepat dan tepat

f. GAMBARAN UMUM

Estimasi prevalensi gangguan obsesif kompulsif di masyarakat adalah sebesar 2-3%.


Pada usia dewasa, jumlah penderita laki-laki sebanding dengan perempuan, sedangkan
pada usia remaja, jumlah penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan.
Etiologi mencakup faktor-faktor biologik, perilaku dan psikososial. Gejala pokok pada
gangguan ini adalah gagasan berulang dan menetap disertai perilaku yang ditujukan
untuk meredakan tekanan akibat gagasan tersebut. Beberapa gangguan psikiatrik lain
seperti gangguan Tourette, gangguan psikotik lain merupakan diagnosis banding
gangguan ini. Penatalaksanaan mencakup farmakoterapi, psikoterapi bahkan mungkin
terapi operatif.
Sekitar 20-30% pasien mengalami perbaikan gejala secara bermakna, 40-50%
mengalami perbaikan dalam taraf sedang, dan 20-40% persen tidak mengalami
perbaikan atau gejalanya semakin memburuk.

g. RANCANGAN PEMBELAJARAN

34. Tujuan 1
35. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan obsesif kompulsif secara
biopsikososial dan implikasi psikodinamikanya (C4)
36.
Must to know keypoint :
Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan obsesif kompulsif secara
biopsikososial dan implikasi psikososialnya

73
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

Tujuan 2
Menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan obsesif kompulsif (C4)

Must to know keypoint :


Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan obsesif kompulsif

Tujuan 3
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan obsesif kompulsif (C4)

Must to know keypoints :


Mampu menganalisis-menjabrkan diagnosis banding gangguan obsesif kompulsif

Tujuan 4
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan obsesif kompulsif (C4)

Must to know keypoint :


Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan obsesif kompulsif

Tujuan 5
Mampu memformulasikan upaya penanggulangan gangguan obsesif kompulsif secara
adekuat dan efektif melalui pendekatan biopsikososial (C5)

Must to know keypoints :


Mampu menganalisis-menjabarkan upaya penatalaksanaan gangguan obsesif kompulsif
secara adekuat dan efektif melalui pendekatan biopsikososial

Tujuan 6
Membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis gangguan obsesif kompulsif (C5)

Must to know keypoint :


Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis gangguan obsesif kompulsif

a. RANGKUMAN

Pada modul ini peserta didik mendapatkan kuliah mengenai aspek-aspek penting
gangguan obsesif kompulsif (epidemiologi, etiologi, tanda dan gejala, diagnosis, prinsip
penanggulangan, komorbiditas dan perjalanan penyakit serta prognosis) disertai dengan
sesi-sesi berupa diskusi kelompok, pembahasan kasus kertas, bed side teaching dan
pengalaman praktek dengan pasien agar dapat menguasai ketrampilan untuk dapat
mengelola pasien gangguan obsesif kompulsif dengan baik.

74
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

75
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

b. MATERI BAKU PEMBELAJARAN

GANGGUAN OBSESI KOMPULSI

c. EPIDEMIOLOGI

Estimasi prevalensi gangguan obsesif kompulsif di masyarakat adalah sebesar 2-3%.


Pada usia dewasa, jumlah penderita laki-laki sebanding dengan perempuan, sedangkan
pada usia remaja, jumlah penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan.

Diperkirakan penderita gangguan obsesif-kompulsif dialami oleh 2-3% dari populasi di


seluruh dunia. Mereka yang hidup terpisah dari pasangannya, janda atau duda, dan
penganggur mempunyai risiko lebih besar menderita gangguan ini.
Gangguan obsesif-kompulsif sering terpicu kemunculannya oleh peristiwa yang
menimbulkan stres cukup besar bagi penderita, seperti misalnya terjadinya kehamilan,
kematian kerabat dekat, dan sebagainya. Karena itu beberapa penderita mampu secara
jelas mengisahkan sejak kapan mereka mulai melakukan perilaku ritual yang tidak
menyenangkan ini.

Gangguan obsesif-kompulsif biasanya telah menampakkan gejalanya pada saat


penderita menginjak usia remaja atau dewasa awal. Meski demikian beberapa orang
telah memunculkan gejalanya sejak usia kanak-kanak. Sekitar 15% penderita
menunjukkan gejala penurunan fungsi pekerjaan dan sosial secara progresif. Dengan
kata lain, pada penderita tertentu, fungsi mereka semakin hari semakin menurun, dan hal
itu tampak baik dari pekerjaan maupun dari relasi dengan sesama yang semakin
memburuk.

d. DEFINISI

Obsesif
Adalah pikiran, perasaan, ide yang berulang, tidak bisa dihilangkan dan tidak
dikehendaki.

Kompulsif
Adalah tingkah-laku yang berulang, tidak bisa dihilangkan dan tidak dikehendaki.

Gangguan obsesif-kompulsif ditandai dari kebiasaan melakukan sesuatu secara


berulang. Misalnya mengunci pintu sebelum tidur, mengusap tembok, atau mengangguk
sebelum pergi sampai puluhan kali.
Gangguan obsesif-kompulsif adalah salah satu gangguan mental yang sering mengikis
sumber daya maupun energi penderita dalam menghadapi kehidupannya sehari-hari.
Penderita gangguan obsesif-kompulsif tersiksa oleh pikiran-pikiran yang terus-menerus
memaksanya melakukan tindakan tertentu secara berulang tanpa ia kehendaki. Pikiran
yang terus berulang dan sulit ditepis ini yang disebut sebagal obsesi. Bila pikiran ini

76
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

sudah diwujudkan dalam bentuk tindakan berulang -yang sebenarnya tidak perlu- ini
disebut kompulsi. Penderita biasanya menyadari bahwa tindakannya berlebihan dan
menghambat aktivitas sehari-hari. Mencuci tangan terus-menerus, membuka dan
mengunci pintu hingga puluhan kali sebelum tidur, berjalan bolak-balik setiap hari
melewati tempat tertentu dan dengan cara melangkah yang agak aneh pula,
menganggukkan kepala puluhan kali ke arah tembok dan mengusap tembok sebelum
meninggalkan rumah adalah beberapa contoh yang mungkin dilakukan. Betapa banyak
waktu dan biaya yang terbuang percuma karena penderita “harus” melakukan ritual yang
menyiksa dan kurang masuk akal ini. Namun, kesadaran penderita akan ketidakefektifan
perilakunya tak secara otomatis membuatnya mampu melepaskan diri dari tindakan-
tindakan aneh ini. Ada kalanya usaha yang keras menghindarkan gangguan pikiran
seperti ini justru mengakibatkan penderita makin terjebak dalam ritual yang mungkin lebih
parah lagi.
Di dalam DSM IV-TR yang diterbitkan oleh American Psychiatric Association (APA),
gangguan obsesif-kompulsif digolongkan ke dalam kelompok gangguan cemas.
Namun sejumlah penelitian menyebutkan bahwa gangguan obsesif-kompulsif
bertumpang tindih dengan depresi. Artinya, gangguan obsesif-kompulsif berkaitan
dengan perasaan negatif yang kuat, meliputi kecemasan dan juga kemurungan.
Perasaan seperti rasa bersalah, rasa tidak berdaya, dan ketakutan irasional hampir selalu
menyertai gangguan ini. Jadi, gangguan akan makin sulit diatasi bila perasaan yang
menyertainya makin mengkristal. Perlu ditambahkan pula bahwa gangguan obsesif-
kompulsif berbeda dengan gejala keranjingan seperti pada perilaku berjudi atau makan
berlebihan. Orang yang keranjingan judi, makan atau seks melakukan hal tersebut demi
kesenangan yang mereka kejar. Sebaliknya, penderita gangguan obsesif-kompulsif
melakukan tindakannya dalam keadaan tersiksa.

e. ETIOLOGI

• Faktor biologik
• Faktor perilaku
• Faktor psikososial

Beberapa gangguan di otak, seperti misalnya infeksi, cedera, dan tumor otak dapat turut
menyumbang terjadinya gangguan obsesif-kompulsif. Selain itu, faktor genetik juga
diduga memberi sumbangan sekitar 30% pada jumlah penderita.
Secara psikologis, perkembangan gangguan obsesif-kompulsif terjadi ketika seorang bayi
ditolak kehadirannya oleh orangtuanya. Sang bayi akan berteriak dan menangis demi
meraih kasih dan perhatian. Bila tidak memperoleh tanggapan, sang bayi akan
mengalami keterkejutan yang luar biasa, sehingga kekeringan kasih yang ia alami terasa
getir sekaligus mencekam. Ketika bayi berhenti menangis, ia seolah mati secara
emosional dan kemudian berkembanglah abnormalitasnya. Ketika anak berkembang,
pergulatan antara kondisi penolakan orangtua di satu pihak dengan usaha memperoleh
perhatian di lain pihak, semakin sengit. Kondisi semacam ini, memungkinkan anak
tumbuh dalam konflik perasaan yang hebat. Orangtua yang seharusnya dihormati
ternyata sekaligus juga dibencinya karena perlakuan-perlakuan yang terlalu banyak
menghukum atau mengabaikan anak. Tidak ada jalan keluar yang memungkinkan anak
untuk bersembunyi kecuali ia berlari ke alam fantasinya. Konflik antara cinta-benci, antara

77
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

perasaan menghormat dan menghina, serta berbagai paradok perasaan lain membuat
anak mengembangkan pikiran yang saling menekan dan menolak. Ini akan menimbulkan
kecemasan luar biasa yang nanti juga berusaha ditekannya.
Perilaku yang dimunculkan penderita sering kali merupakan simbol dari apa yang ada di
alam tidak sadar. Ritual yang dijalani seakan menunjukkan bahwa penderita sebelumnya
telah melakukan perkara dosa atau perlakuan yang tidak hormat dan sepatutnya, lalu
berusaha “ditebus” dengan cara membersihkan diri (mencuci tangan) atau melakukan
penghormatan berlebihan pada obyek tertentu. Tidak dilakukannya ritual ini akan memicu
rasa bersalah yang membuat penderita semakin tersiksa. Konflik-konflik perasaan dan
perilaku inilah yang terus mewarnai kehidupan penderita gangguan obsesif-kompulsif
tanpa dapat diselesaikan.

f. MANIFESTASI KLINIK

1. adanya obsesi, yaitu ide - ide atau impuls yang berulang kali muncul dan menetap
dalam pikiran yang biasanya tidak rasional.

2. adanya kompulsi, yaitu perilaku akibat obsesi yang dilakukan berulang kali. Perilaku
kompulsi yang sering ditemui adalah mencuci dan mengecek. Beberapa perilaku
kompulsi lainnya dapat berupa mengulangi suatu perilaku, menghitung ulang, dan
mengatur kembali suatu barang.

Pedoman diagnosis gangguan obsesif-kompulsif

• Pikiran, impuls, yang berulang


• Perilaku yang berulang
• Menyadari bahwa obsesif-kompulsif adalah berlebihan atau tidak beralasan
• Obsesif-kompulsif menyebabkan penderitaan
• Tidak disebabkan oleh suatu zat atau kondisi medis umum

g. DIAGNOSIS

A. h. Pikiran obsesi atau kompulsi


i. Pikiran obsesi
(1) Pikiran-pikiran, impuls atau bayangan-bayangan yang berulang dan
menetap yang dialami, pada suatu saat selama gangguan, yang intrusif
dan tidak sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang
jelas
(2) Pikiran-pikiran, impuls atau bayangan-bayangan tidak semata-mata
kekhawatiran yang berlebihan tentang masalah kehidupan yang nyata
(3) Orang tersebut berusaha mengabaikan atau menekan pikiran, impuls,
atau bayangan-bayangan tersebut untuk menetralkannya dengan pikiran
atau tindakan lain.
(4) Orang tersebut menyadari bahwa pikiran, impuls atau bayangan-
bayangan obsesional adalah keluar dari pikirannya sendiri
j. Kompulsi
(1) Perilaku atau tindakan mental yang berulang yang dirasakannya

78
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

mendorong untuk melakukannya sebagai respons terhadap suatu


obsesi, atau menurut dengan aturan yang harus dipatuhi secara kaku
(2) Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau
menurunkan penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi
yang manakutkan.
B. k. Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang
tersebut telah menyadari bahwa obsesi atau kompulsinya
berlebihan atau tidak beralasan
C. l. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang jelas,
menghabiskan waktu atau secara bermakna mengganggu
rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan atau aktivitas
atau hubungan sosial yang biasanya.
D. m. Jika terdapat gangguan aksis I lain, isi pikiran obsesif dan
kompulsif tidak terbatas pada gangguan aksis I tersebut.
E. n. Tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat atau kondisi
medik umum

o. DIAGNOSIS BANDING

• Kondisi medik umum


• Kondisi fisik (gangguan neurologik, epilepsi lobus temporales, komplikasi trauma)
• Gangguan Tourette’s
• Gangguan psikotik lain (skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, fobia)
• Episoda depresi

p. PENATALAKSANAAN

• Farmakoterapi
• Psikoterapi
• Terapi lain : ECT, operatif (psychosurgery)

1. Terapi obat
Obat-obatan yang biasanya digunakan yaitu flouxetine, fluvoxamine dan paroxetine.
Fungsi obat-obatan tersebut yaitu mengurangi frekuensi perilaku obsesi dan kompulsif
dengan mempengaruhi hormon serotonin.
Bila diperlukan bisa diberi klomipramin 100-150 mg atau golongan SSRI, konsultasi
spesialistik bila kondisi tidak berkurang atau menetap.

2. Terapi perilaku
Dalam terapi ini sangat dibutuhkan kerjasama penderita dengan terapis dan kesabaran
penderita itu sendiri. Pendekatan yang sering digunakan adalah exposure and response
prevention, dalam pendekatan ini penderita dikonfrontasikan dengan kecemasannya
kemudian ketika perilaku obsesif-kompulsif itu muncul maka perilaku tersebut harus
dicegah sampai beberapa jam kemudian hingga kecemasannya menurun.
Contohnya kebiasaan mencuci tangan setelah menyentuh berbagai benda, penderita
disuruh memegang benda-benda kemudian ketika perilaku mencuci tangan itu akan

79
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

muncul segera dicegah dengan mengikat tangannya atau menghalangi perilaku mencuci
tangan sampai keiinginannya tersebut hilang.

3. Terapi kognitif
Dengan mengubah kepercayaan dan pola pikir negatif penderita berkaitan dengan
kecemasannya. Melalui terapi ini dibangun pola pikir yang positif dalam diri penderita
sehingga kecemasannya dapat dihilangkan.

Terapi yang diberikan tidak semuanya efektif bagi penderita gangguan obsesif-kompulsif,
ada yang cocok dengan terapi perilaku, namun ada juga yang hanya cocok dengan obat-
obatan atau kedua-duanya sekaligus. Terapi juga bisa diberikan secara bertahap
misalnya dengan terapi obat dulu untuk mengendalikan simton-simtonnya setelah itu baru
dilanjutkan dengan pemberian terapi perilaku.
Sosial support dari keluarga sangat dibutuhkan juga dalam treatmen penderita gangguan
obsesif-kompulsf ini misalnya memberikan perhatian dan kesabaran dalam berhubungan
dengannya, membantu memberikan arahan yang positif dan menolak berpartisipasi
dalam perilaku obsesif-kompulsif penderita tersebut. Dalam film ini terlihat bahwa
hubungan atau relasi dengan orang lain yang dekat dapat mengubah atau mengurangi
perilaku obsesi-kompulsifnya.

4. Konseling
- Mengenali, menghadapi, menantang pikiran yang berulang dapat mengurangi
gejala obsesif, yang pada akhirnya mengurangi perilaku kompulsif.
- Latihan pernafasan.
- Bicarakan apa yang akan dilakukan pasien untuk mengatasi situasi, kenali dabn
perkuat hal yang berhasil mengatasi situasi.

q. PERJALANAN PENYAKIT

Sekitar 20-30% pasien mengalami perbaikan gejala secara bermakna, 40-50%


mengalami perbaikan dalam taraf sedang, dan 20-40% tidak mengalami perbaikan atau
gejalanya semakin memburuk.

r.
s. PROGNOSIS

Prognosis yang buruk ditandai oleh onset masa kanak, kompulsi yang bizzare, indikasi
untuk perawatan di rumah sakit, adanya gangguan depresi, waham, atau overvalued
ideas, dan adanya gangguan kepribadian.
Prognosis yang baik ditandai oleh penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik dan
adanya faktor presipitasi.

t. ALGORITMA

Lihat Algoritma Gangguan Neurotik

80
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

u.
v. DAFTAR PUSTAKA

1. American Psychiatric Association, Diagnostic Criteria, DSM IV-TR, 2005 : 209 -223
2. Departemen Kesehatan Rl. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
di Indonesia III, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993 : 171-195
3. Departemen Kesehatan Rl. Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat, Direktorat
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat : Gangguan Ansietas
4. Sadock BJ, Sadock VA : Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, 10th ed.
Lippincott Williams & Wilkins, 2007 : 579-633
5. Setyonegoro KR, Iskandar Y. Ansietas. Yayasan Drama Husada, Jakarta, 1980 : 2-4
6. Stahl SM, Essential Psychopharmacology Neuroscientific : Basis and Practical
Applications, 2nd ed. Cambridge University Press. 2002 : 300

_____________

37. SUB MODUL II.6.6


38. REAKSI STRES AKUT

Penyusun: Dr. Tuti Kurnianingsih, SpKJ

a. TUJUAN UMUM PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini PPDS mampu mengerti dan menguasai teori mengenai reaksi
stres akut serta mampu mengelola pasien reaksi stres akut secara mandiri dengan baik
dan benar.

b. TUJUAN KHUSUS PEMBELAJARAN

1. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi reaksi stres akut secara biopsikososial


termasuk aspek psikodinamikanya (C4)
2. Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala reaksi stres akut (C4)
3. Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding reaksi stres akut (C4)
4. Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis reaksi stres akut (C4)
5. Mampu memformulasikan upaya penanggulangan reaksi stres akut secara adekuat
dan efektif melalui melalui pendekatan biopsikososial (C5)
6. Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis reaksi stres akut (C5)

39.
Peserta didik : residen Psikiatri semester dua

81
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

a. REFERENSI

• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore,
2007
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of
Psychiatry, 8th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 2005
• Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, DitJen
YanDik DepKes RI, Jakarta, 1993
• Suplemen Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III,
DitJen YanDik DepKes RI, Jakarta, 1995
• American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV, 1994
1.
b. KOMPETENSI

Mampu mendiagnosis dan menatalaksana reaksi stres akut berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan psikiatrik.

c. KETERAMPILAN

Setelah mengikuti secara lengkap sesi-sesi yang telah disiapkan, peserta didik
diharapkan memiliki keterampilan untuk :

• Menganalisis etiologi reaksi stres akut serta implikasi psikodinamikanya


• Mengidentifikasi tanda dan gejala reaksi stres akut
• Mendiagnosis reaksi stres akut dan membuat diagnosis bandingnya
• Merencanakan intervensi terapeutik secara cepat dan tepat

d. GAMBARAN UMUM

Prevalensi reaksi stres akut pada populasi umum tidak diketahui, sedangkan pada
individu yang terpapar dengan peristiwa trauma berat antara 14-33%. Kriteria utama
diagnosis ini adalah rasa takut kuat dan rasa tidak berdaya setelah setelah terpapar
dengan stresor traumatik. Gangguan ini harus dibedakan di antaranya dengan gangguan
penyesuaian dan gangguan psikotik singkat. Gejala Reaksi stres akut ini berlangsung
sedikitnya dua hari setelah kejadian traumatik dan akan berakhir 4 minggu setelah
kejadian traumatik berakhir.

e. RANCANGAN PEMBELAJARAN

40. Tujuan 1
41. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi reaksi stres akut secara biopsikososial
dan implikasi psikodinamikanya (C4)

82
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

Must to know keypoint :


Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi reaksi stres akut secara biopsikososial dan
implikasi psikodinamikanya

Tujuan 2
Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala reaksi stres akut (C4)

Must to know keypoint :


Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala reaksi stres akut

Tujuan 3
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding reaksi stres akut (C4)

Must to know keypoints :


Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding reaksi stres akut

Tujuan 4
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis reaksi stres akut (C4)

Must to know keypoint :


Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis reaksi stres akut

Tujuan 5
Mampu memformulasikan upaya penanggulangan reaksi stres akut secara adekuat dan
efektif melalui pendekatan biopsikososial (C5)

Must to know keypoints :


Mampu memformulasikan penatalaksanaan reaksi stres akut secara adekuat dan efektif
melalui pendekatan biopsikososial

Tujuan 6
Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis reaksi stres akut (C5)

Must to know keypoint :


Mampu mebuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis reaksi stres akut

a. RANGKUMAN

Pada modul ini peserta didik mendapatkan kuliah mengenai aspek-aspek penting reaksi
stres akut (epidemiologi, etiologi, tanda dan gejala, diagnosis, prinsip penanggulangan,
komorbiditas dan perjalanan penyakit serta prognosis) disertai dengan sesi-sesi berupa
diskusi kelompok, pembahasan kasus kertas, bed side teaching dan pengalaman praktek
dengan pasien agar dapat menguasai ketrampilan untuk dapat mengelola pasien reaksi
stres akut dengan baik.

83
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

42. MATERI BAKU PEMBELAJARAN


a. PENDAHULUAN

Suatu gangguan sementara yang cukup parah yang terjadi pada seseorang tanpa adanya
gangguan jiwa lain yang nyata, sebagai respons terhadap stres fisik maupun mental yang
luar biasa dan biasanya menghilang dalam beberapa jam atau hari. Stresornya dapat
berupa pengalaman traumatik yang luar biasa. Kerentanan individu dan kemampuan
menyesuaikan diri memegang peranan dalam terjadinya dan keparahan suatu reaksi
stres akut.
b.
c.
EPIDEMIOLOGI

Prevalensi reaksi stres akut pada populasi umum tidak diketahui, sedangkan pada
individu yang terpapar dengan trauma berat antara 14-33%.

d. ETIOLOGI

Bukti-bukti menunjukkan bahwa dukungan sosial, riwayat keluarga, pengalaman masa


kanak, variabel kepribadian, dan adanya gangguan psikiatrik dapat mempengaruhi
terjadinya reaksi stres akut.

Pedoman diagnosis reaksi stres akut

• Harus ada kaitan waktu yang langsung dan jelas antara terjadinya pengalaman
stresor luar biasa dengan onset dan gejala.
• Onset biasanya setelah beberapa menit atau bahkan segera setelah kejadian.
• Selain itu ditemukan
o terdapat gambaran gejala campuran yang biasanya berubah-ubah, selain
gejala permulaan berupa keadaan “ terpaku”, semua gejala berikut mungkin
tampak, seperti depresif, ansietas, kemarahan, kekecewaan, overaktif dan
penarikan diri, akan tetapi tidak satupun dan jenis gejala tersebut yang
mendominasi gambaran klinisnya untuk waktu lama
o pada kasus-kasus yang dapat dialihkan dari stresomya, gejala-gejalanya
dapat menghilang dengan cepat (dalam beberapa jam), dalam hal di mana
stres tidak dapat dialihkan, gejala-gejala biasanya baru mulai mereda setelah
24-48 jam dan biasanya menghilang setelah 3 hari.

e. DIAGNOSIS

A. Orang tersebut dihadapkan pada peristiwa traumatik dan mengalami kedua hal
berikut ini:
(1) Orang tersebut mengalami, menyaksikan atau dihadapkan pada suatu

84
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

kejadian yang berupa ancaman kematian atau kematian yang


sesungguhnya atau cedera yang serius, atau ancaman terhadap integritas
fisik diri sendiri atau orang lain
(2) Respon orang tersebut berupa rasa takut yang kuat, rasa tidak berdaya
atau horor
B. Baik ketika sedang mengalami atau setelah mengalami peristiwa yang menekan,
seseorang mengalami tiga (atau lebih) gejala-gejala disosiatif berikut:
(1) Perasaan subjektif tentang penumpulan perasaan, terpisah, atau tidak ada
respons emosi
(2) Pengurangan kesadaran tentang lingkungannya (misalnya, “sedang dalam
kebingungan”)
(3) Derealisasi
(4) Depersonalisasi
(5) Amnesia disosiatif (misalnya, ketidakm
ampuan untuk mengingat aspek penting dari suatu peristiwa)
C. Peristiwa traumatik secara menetap dialami kembali berupa satu (atau lebih)
cara berikut: Bayangan, pikiran, mimpi, episode kilas balik, atau rasa tertekan
bila terpapar oleh hal yang mengingatkan pada kejadian traumatik.
D. Penghindaran yang menetap terhadap stimulus yang ada hubungannya dengan
trauma (misalnya pikiran, perasan, percakapan, aktivitas, tempat, orang)
E. Gejala kecemasan yang mencolok
F. Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinik atau
hendaya dalam fungsi sosial, pekerjaan atau bidang penting lainnya,
menurunkan kemampuan individu untuk melakukan tugas-tugas penting, seperti
mendapatkan bantuan yang diperlukan atau memobilisasi sumber-sumber
pribadi dengan menceritakan kepada anggota keluarga tentang pengalaman
traumatik.
G. Gangguan berlangsung minimum dua hari dan maksimum empat minggu dan
terjadi dalam empat minggu peristiwa traumatik.
H. Gangguan tidak disebabkan pengaruh fisiologik langsung suatu zat (misalnya
obat yang disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medik umum, tidak dapat
diterangkan sebagai Gangguan Psikosis Singkat, dan tidak hanya semata-mata
suatu eksaserbasi gangguan pada aksis I atau aksis II.

f. DIAGNOSIS BANDING

• Gangguan mental akibat kondisi medik umum


• Gangguan mental yang diinduksi zat
• Gangguan psikotik singkat
• Gangguan penyesuaian
• Malingering

g. PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS

Gejala reaksi stres akut berakhir sedikitnya setelah 2 hari hingga 4 minggu setelah
kejadian traumatik berakhir.

h. ALGORITMA

85
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

Lihat Algoritma Gangguan Neurotik

86
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

i. DAFTAR PUSTAKA

1. American Psychiatric Association, Diagnostic Criteria, DSM IV-TR, 2005 : 209 -223
2. Departemen Kesehatan Rl. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
di Indonesia III, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993 : 171-195
3. Departemen Kesehatan Rl. Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat, Direktorat
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat : Gangguan Ansietas
4. Sadock BJ, Sadock VA : Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, 10th ed.
Lippincott Williams & Wilkins, 2007 : 579-633
5. Setyonegoro KR, Iskandar Y. Ansietas. Yayasan Drama Husada, Jakarta, 1980 : 2-4
6. Stahl SM, Essential Psychopharmacology Neuroscientific : Basis and Practical
Applications, 2nd ed. Cambridge University Press. 2002 : 300

_______________

43. SUB MODUL II.6.7


44. GANGGUAN STRES PASCA TRAUMA

Penyusun: Dr. Tuti Kurnianingsih, SpKJ

a. TUJUAN UMUM PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini PPDS mampu mengerti dan menguasai teori mengenai
gangguan stres pasca trauma serta mampu mengelola pasien gangguan stres pasca
trauma secara mandiri dengan baik dan benar.

b. TUJUAN KHUSUS PEMBELAJARAN

1. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan stres pasca trauma secara


biopsikososial termasuk aspek psikodinamikanya (C4)
2. Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan stres pasca trauma
(C4)
3. Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan stres pasca trauma
(C4)
4. Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan stres pasca trauma (C4)
5. Mampu memformulasikan upaya penanggulangan gangguan stres pasca trauma
secara adekuat dan efektif melalui melalui pendekatan biopsikososial (C5)
6. Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis gangguan stres pasca
trauma (C5)

87
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

45.
Peserta didik : residen Psikiatri semester dua

a. REFERENSI

• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore,
2007
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of
Psychiatry, 8th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 2005
• Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, DitJen
YanDik DepKes RI, Jakarta, 1993
• Suplemen Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III,
DitJen YanDik DepKes RI, Jakarta, 1995
• American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV, 1994
1.
b. KOMPETENSI

Mampu mendiagnosis dan menatalaksana gangguan stres pasca trauma berdasarkan


anamnesis dan pemeriksaan psikiatrik.

KETERAMPILAN

Setelah mengikuti secara lengkap sesi-sesi yang telah disiapkan, peserta didik
diharapkan memiliki keterampilan untuk :

• Menganalisis etiologi gangguan stres pasca trauma serta implikasi


psikodinamikanya
• Mengidentifikasi tanda dan gejala gangguan stres pasca trauma
• Mendiagnosis gangguan stres pasca trauma dan membuat diagnosis bandingnya
• Merencanakan intervensi terapeutik secara cepat dan tepat

c. GAMBARAN UMUM

Estimasi insidensi seumur hidup antara 9-15% dan prevalensi pada populasi umum
sebesar 8%, angka kejadian pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria. Bermacam-
macam stresor traumatik merupakan penyebab utama gangguan ini. Rasa takut yang
eksesif yang diekspresikan dalam bentuk ketidakberdayaan merupakan kriteria utama
diagnosis gangguan ini. Gangguan panik, gangguan disosiatif merupakan beberapa di
antara diagnosis banding gangguan stres pasca trauma. Penatalaksanan gangguan ini
mencakup farmakoterapi dan psikoterapi. Bila tidak diterapi, 30% penderita akan sembuh
sempurna, 40% terus mengalami gejala ringan, 20% terus mengalami gejala sedang,
10% tidak mengalami perbaikan gejala atau bahkan gejala semakin memburuk. Awitan
yang cepat (< 6 bulan) merupakan indikator prognosis yang baik.

88
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

RANCANGAN PEMBELAJARAN

46. Tujuan 1
47. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan stres pasca trauma secara
biopsikososial dan implikasi psikodinamikanya (C4)

Must to know keypoint :


Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan stres pasca trauma secara
biopsikososial dan implikasi psikodinamikanya

Tujuan 2
Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan stres pasca trauma (C4)

Must to know keypoint :


Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan stres pasca trauma

Tujuan 3
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan stres pasca trauma (C4)

Must to know keypoints :


Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan stres pasca trauma

Tujuan 4
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan stres pasca trauma (C4)

Must to know keypoint :


Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan stres pasca trauma

Tujuan 5
Mampu memformulasikan upaya penanggulangan gangguan stres pasca taruma secara
adekuat dan efektif melalui pendekatan biopsikososial (C5)

Must to know keypoints :


Mampu memformulasikan penatalaksanaan gangguan stres pasca trauma secara
adekuat dan efektif melalui pendekatan biopsikososial

Tujuan 6
Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis gannguan stres pasca
trauma (C5)

Must to know keypoint :


Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis gangguan stres pasca
trauma

a. RANGKUMAN

89
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

Pada modul ini peserta didik mendapatkan kuliah mengenai aspek-aspek penting
gangguan stres pasca trauma (epidemiologi, etiologi, tanda dan gejala, diagnosis, prinsip
penanggulangan, komorbiditas dan perjalanan penyakit serta prognosis) disertai dengan
sesi-sesi berupa diskusi kelompok, pembahasan kasus kertas, bed side teaching dan
pengalaman praktek dengan pasien agar dapat menguasai ketrampilan untuk dapat
mengelola pasien gangguan stres pasca trauma dengan baik.

b. MATERI BAKU PEMBELAJARAN

48. GANGGUAN STRES PASCA TRAUMA

a. PENDAHULUAN

Pasien dapat diklasifikasikan menderita gangguan stres pasca-trauma, bila mereka


mengalami suatu stres yang akan bersifat traumatik bagi hampir semua orang. Trauma
bisa berupa trauma peperangan, bencana alam, penyerangan, pemerkosaan, atau
kecelakaan.
Gangguan stres-pasca trauma terdiri dari pengalaman kembali trauma melalui mimpi dan
pikiran, penghindaran yang persisten oleh penderita terhadap trauma dan penumpulan
responsivitas pada penderitaan tersebut, kesadaran berlebihan dan persisten.
Gejala penyerta yang sering dari gangguan stres pasca-trauma adalah depresi,
kecemasan dan kesulitan kognitif (contoh pemusatan perhatian yang buruk).

b. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi seumur hidup gangguan stres pasca-trauma diperkirakan 1-3% pada populasi
umum, 5-15% mengalami bentuk gangguan yang subklinis. Walaupun gangguan stres
pasca-trauma dapat terjadi pada setiap usia, namun gangguan paling menonjol pada usia
dewasa muda.

c. ETIOLOGI

Stresor

Faktor Risiko
o Trauma masa kanak
o Trait gangguan kepribadian borderline, paranoid, dependen, antisosial
o Kurangnya dukungan keluarga dan teman
o Perempuan
o Kerentanan genetik terhadap gangguan psikiatrik
o Perubahan hidup penuh stres yang baru terjadi
o Baru mengkonsumsi alkohol secara berlebihan

90
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

Faktor Psikodinamik
o Trauma mengaktifkan kembali konflik psikologis masa lalu yang belum
terselesaikan.
o Trauma masa kanak  regresi dan penggunaan mental mekanisme represi,
denial, reaksi formasi, undoing.
o Konflik yang telah ada sebelumnya dibangkitkan kembali oleh kejadian traumatik
baru yang mempunyai arti simbolis

Faktor Kognitif-Perilaku
o Model kognitif:
Pasien tidak dapat melewati proses atau merasionalisasikan kejadian traumatik,
mereka terus mengalami stres dan mencoba menghindarinya dengan cara
menghindar.
o Model perilaku
Trauma yang menimbulkan respons rasa takut dipasangkan melalui classic
conditioning dengan stimulus (faktor fisik dan psikis yang mengingatkan kembali
pada trauma, seperti penglihatan, bau-bauan atau suara)
Melalui pembelajaran instrumental, stimuli menimbulkan respons takut meski
tanpa adanya dan pasien membangun pola menghindar terhadap stimulus yang
terkondisikan dan stimulus yang tidak terkondisikan.

Faktor Biologik
o Ditemukan kadar β endorfin yang rendah di plasma pasien PTSD  diduga ada
abnormalitas pada sistem opioid
o Regulasi berlebih pada HPA Aksis
o Perubahan struktur hipokampus, amigdala

Pedoman diagnosis gangguan stres pasca-trauma

A. Telah terpapar dengan peristiwa traumatik, didapati :


o mengalami, menyaksikan, dihadapkan dengan peristiwa yang berupa ancaman
kematian, atau kematian yang sesungguhanya atau cedera yang serius, atau
ancaman integritas fisik diri sendiri atau orang lain
o respon berupa rasa takut yang kuat, rasa tidak berdaya
B. Keadaan traumatik secara menetap dialami kembali dalam satu atau lebih cara
berikut :
o rekoleksi yang menderitakan, rekuren dan mengganggu tentang kejadian
o mimpi menakutkan yang berulang tentang kejadian
o berkelakuan atau merasa seakan-akan kejadian traumatik terjadi kembali
o penderitaan psikologis yang kuat saat terpapar dengan tanda internal atau
eksternal yang menyimbolkan atau menyerupai suatu aspek kejadian traumatik
o reaktivitas psikologis saat terpapar dengan tanda internal atau eksternal yang
menyimbolkan atau menyerupai aspek kejadian traumatik
C. Penghindaran stimulus yang persisten yang berhubungan dengan trauma
D. Gejala menetap, adanya peningkatan kesadaran, seperti dua atau lebih berikut :
o kesulitan tidur
o irritabilitas
o sulit konsentrasi
o kewaspadaan berlebihan

91
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

o respon kejut yang berlebihan


E. Lama gangguan gejala B,C,D adalah lebih dari satu bulan.
F. Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

DIAGNOSIS

A. d. Orang tersebut dihadapkan pada peristiwa traumatik dan


mengalami kedua hal berikut ini:
(1) e. Orang tersebut mengalami, menyaksikan atau
dihadapkan pada suatu kejadian yang berupa ancaman
kematian atau kematian yang sesungguhnya atau
cedera yang serius, atau ancaman terhadap integritas
fisik diri sendiri atau orang lain
(2) f. Respon orang tersebut berupa rasa takut yang kuat,
rasa tidak berdaya atau horor
B. g. Peristiwa traumatik secara menetap dialami kembali berupa
satu (atau lebih) cara berikut:
(1) h. Ingatan yang menimbulkan penderitaan berulang dan
mengganggu tentang kejadian tersebut, termasuk
bayangan, pikiran atau persepsi
(2) i. Mimpi menakutkan yang berulang tentang kejadian
(3) j. Berperilaku atau merasa seakan-akan kejadian
traumatik terjadi kembali
(4) k. Penderitaan psikologis yang kuat saat terpapar dengan
tanda internal atau eksternal yang menyimbolkan atau
menyerupai suatu aspek kejadian traumatik
(5) l. Reaktivitas psikologis saat terpapar dengan tanda
internal atau eksternal yang menyimbolkan atau
menyerupai suatu aspek kejadian traumatik
C. m. Penghindaran yang menetap terhadap stimulus yang ada
hubungannya dengan trauma dan responsivitas umum yang
kaku seperti yang ditunjukkan oleh tiga (atau lebih) hal
berikut ini:
(1) n. Usaha untuk menghindari pikiran, perasaan atau
percakapan yang berhubungan dengan trauma
(2) o. Usaha untuk menghindari aktivitas, tempat atau orang
yang mengingatkan pada trauma
(3) p. Tidak mampu mengingat aspek penting dari trauma
(4) q. Hilangnya minat atau peran serta yang jelas dalam
aktivitas yang bermakna
(5) r. Perasaan terlepas atau asing dari orang lain
(6) s. Rentang afek yang terbatas
(7) t. Perasaan bahwa masa depan menjadi pendek
D. u. Gejala-gejala menetap yang tidak didapatkan sebelum
terjadinya trauma, berupa dua atau lebih dari hal berikut
(1) v. Kesulitan untuk masuk tidur atau tetap tertidur
(2) w. Iritabilitas atau ledakan kemarahan
(3) x. Sulit berkonsentrasi
(4) y. Kewaspadaan berlebihan
(5) z. Respons kejut yang berlebihan
E. aa. Lama gangguan lebih dari satu bulan

92
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

F. bb. Gangguan menyebabkan penderitaan yang jelas, atau secara


bermakna mengganggu fungsi pekerjaan, social, atau fungsi
penting lainnya.

cc. DIAGNOSIS BANDING

Gangguan akibat kondisi medik umum dan penyalahgunaan zat


Gangguan panik
Gangguan depresi
Gangguan obsesif kompulsif
Gangguan kepribadian ambang
Gangguan disosiatif

dd. PENATALAKSANAAN

Farmakoterapi: SSRIs, Trisiklik (imipramin, amitriptilin), MAOIs, RIMAs, trazodone,


anticonvulsan (carbamazepin, asam valproat), clonidine, propanolol, haloperidol (untuk
mengendalikan agresi berat jangka pendek).
Psikoterapi: Psikoterapi psikodinamik, rekonstruksi dengan abreaksi dan katarsis, terapi
perilaku, terapi kognitif, hipnosis.

ee. PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS

Pada PTSD yang tidak diterapi, 30% sembuh sempurna, 40% terus mengalami gejala
ringan, 20% terus mengalami gejala sedang, 10% tidak mengalami perbaikan gejala atau
bahkan gejala semakin memburuk.
Prognosis baik  onset gejala cepat (kurang dari 6 bulan), fungsi premorbid baik,
dukungan sosial kuat, tidak ada gangguan psikiatrik, medik, gangguan terkait zat atau
faktor risiko lain.

ff. ALGORITMA

Lihat Algoritma Gangguan Neurotik

gg. DAFTAR PUSTAKA

1. American Psychiatric Association, Diagnostic Criteria, DSM IV-TR, 2005 : 209 -223

93
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

2. Departemen Kesehatan Rl. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa


di Indonesia III, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993 : 171-195
3. Departemen Kesehatan Rl. Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat, Direktorat
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat : Gangguan Ansietas
4. Sadock BJ, Sadock VA : Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, 10th ed.
Lippincott Williams & Wilkins, 2007 : 579-633
5. Setyonegoro KR, Iskandar Y. Ansietas. Yayasan Drama Husada, Jakarta, 1980 : 2-4
6. Stahl SM, Essential Psychopharmacology Neuroscientific : Basis and Practical
Applications, 2nd ed. Cambridge University Press. 2002 : 300

_______________

49. SUB MODUL II.6.8


50. GANGGUAN PENYESUAIAN

94
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

Penyusun: Dr. Tuti Kurnianingsih, SpKJ

a. TUJUAN UMUM PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini PPDS mampu mengerti dan menguasai teori mengenai
gangguan penyesuaian serta mampu mengelola pasien gangguan penyesuaian secara
mandiri dengan baik dan benar.

TUJUAN KHUSUS PEMBELAJARAN

1. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan penyesuaian secara


biopsikososial termasuk aspek psikodinamikanya (C4)
2. Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan penyesuaian (C4)
3. Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan penyesuaian
(C4)
4. Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan penyesuaian (C4)
5. Mampu memformulasikan upaya penanggulangan gangguan penyesuaian secara
adekuat dan efektif melalui melalui pendekatan biopsikososial (C5)
6. Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis gangguan
penyesuaian (C5)

51.
Peserta didik : residen Psikiatri semester dua

REFERENSI

• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore,
2007
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of
Psychiatry, 8th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 2005
• Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, DitJen
YanDik DepKes RI, Jakarta, 1993
• Suplemen Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III,
DitJen YanDik DepKes RI, Jakarta, 1995
• American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV, 1994
1.
2. KOMPETENSI

Mampu mendiagnosis dan menatalaksana gangguan penyesuaian berdasarkan


anamnesis dan pemeriksaan psikiatrik.

KETERAMPILAN

Setelah mengikuti secara lengkap sesi-sesi yang telah disiapkan, peserta didik

95
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

diharapkan memiliki keterampilan untuk :

• Menganalisis etiologi gangguan penyesuaian serta implikasi psikodinamikanya


• Mengidentifikasi tanda dan gejala gangguan penyesuaian
• Mendiagnosis gangguan penyesuaian dan membuat diagnosis bandingnya
• Merencanakan intervensi terapeutik secara cepat dan tepat

b. GAMBARAN UMUM

Estimasi prevalensi gangguan penyesuaian adalah 2-8% di populasi umum. Gangguan


lebih sering dialami perempuan dibandingkan laki-laki. Gangguan ini dapat dialami
berbagai usia, namun paling sering pada usia remaja. Etiologi mencakup faktor
psikodinamik, keluarga dan genetik. Untuk diagnosis harus ada stresor penyebab yang
teridentifikasi yang terjadi dalam 3 bulan sebelum awitan. Gangguan penyesuaian perlu
dibedakan dengan reaksi berkabung, gangguan psikotik akut sementara, gangguan stres
pasca trauma dan beberapa gangguan psikiatrik lain. Penatalaksanaan mencakup
psikoterapi, intervensi krisis dan farmakoterapi. Prognosis pada umumnya baik, sebagian
besar pasien kembali ke fungsi semula dalam waktu 3 bulan.

c. RANCANGAN PEMBELAJARAN

52. Tujuan 1
53. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan penyesuaian secara
biopsikososial dan implikasi psikodinamikanya (C4)

Must to know keypoint :


Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan penyesuaian secara biopsikososial
dan implikasi psikodinamikanya

Tujuan 2
Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan penyesuaian (C4)

Must to know keypoint :


Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan penyesuaian

Tujuan 3
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan penyesuaian (C4)

Must to know keypoints :


Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan penyesuaian

Tujuan 4
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan penyesuaian (C4)

Must to know keypoint :


Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan penyesuaian

96
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

Tujuan 5
Mampu memformulasikan upaya penanggulangan gangguan penyesuaian secara
adekuat dan efektif melalui pendekatan biopsikososial (C5)

Must to know keypoints :


Mampu memformulasikan penatalaksanaan gangguan penyesuaian secara adekuat dan
efektif melalui pendekatan biopsikososial

Tujuan 6
Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis gangguan penyesuaian
(C5)

Must to know keypoint :


Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis gangguan penyesuaian

RANGKUMAN

Pada modul ini peserta didik mendapatkan kuliah mengenai aspek-aspek penting
gangguan penyesuaian (epidemiologi, etiologi, tanda dan gejala, diagnosis, prinsip
penanggulangan, komorbiditas dan perjalanan penyakit serta prognosis) disertai dengan
sesi-sesi berupa diskusi kelompok, pembahasan kasus kertas, bed side teaching dan
pengalaman praktek dengan pasien agar dapat menguasai ketrampilan untuk dapat
mengelola pasien gangguan penyesuaian dengan baik.

54. MATERI BAKU PEMBELAJARAN


55.
a. EPIDEMIOLOGI

56.
Estimasi prevalensi gangguan penyesuaian adalah 2-8% di populasi umum. Gangguan
lebih sering dialami perempuan dibandingkan laki-laki. Gangguan ini dapat dialami
berbagai usia, namun paling sering pada usia remaja.

a. ETIOLOGI

• Faktor psikodinamik
• Faktor keluarga dan genetik

97
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

b. DIAGNOSIS

A. c. Perkembangan gejala emosi dan perilaku sebagai respons


terhadap stresor yang dapat diidentifikasi yang terjadi selama 3
bulan onset stresor.
B. d. Gejala-gejala ini atau perilaku secara klinis bermakna,
dibuktikan oleh salah satu kejadian berikut ini:
(1) Penderitaan nyata akibat dari paparan stresor
(2) Hendaya bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan (akademik)
C. e. Gangguan yang berhubungan dengan stres tidak memenuhi
kriteria untuk gangguan aksis I tertentu dan tidak semata-mata
merupakan eksaserbasi dari gangguan aksis I atau aksis II yang
telah ada sebelumnya.
D. f. Gejala-gejala bukan merupakan bereavement (berkabung)
E. g. Jika stresor (dan konsekuensinya) telah berakhir, gejala tidak
menetap lebih lama dari 6 bulan.
h. Subtipe:
Dengan mood depresif
Dengan ansietas
Dengan campuran ansietas dan mood depresi
Dengan gangguan perilaku
Dengan gangguan campuran emosi dan perilaku
Tidak khas (keluhan fisik, penarikan diri secara sosial, hambatan bekerja/akademik)

i. DIAGNOSIS BANDING

Reaksi berkabung
Depresi
Psikotik akut sementara
Gangguan penyesuaian
Gangguan somatisasi
Gangguan penyalagunaan zat
Conduct disorder
Problem akademik
Problem identitas
Gangguan stres pasca trauma

j. PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS

Apabila diterapi dengan baik, gangguan penyesuaian mempunyai prognosis yang baik.
Sebagian besar pasien dapat kembali ke tingkat fungsi semula dalam waktu 3 bulan.

98
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

k.
l. PENATALAKSANAAN

Psikoterapi
Intervensi krisis
Farmakoterapi

ALGORITMA

Lihat Algoritma Gangguan Neurotik

m. DAFTAR PUSTAKA

1) American Psychiatric Association, Diagnostic Criteria, DSM IV-TR, 2005 : 209


-223

2) Departemen Kesehatan Rl. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan


Jiwa di Indonesia III, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993 : 171-195

3) Departemen Kesehatan Rl. Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat, Direktorat


Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat : Gangguan Ansietas

4) Sadock BJ, Sadock VA : Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, 10th ed.
Lippincott Williams & Wilkins, 2007 : 579-633

5) Setyonegoro KR, Iskandar Y. Ansietas. Yayasan Drama Husada, Jakarta,


1980 : 2-4

6) Stahl SM, Essential Psychopharmacology Neuroscientific : Basis and Practical


Applications, 2nd ed. Cambridge University Press. 2002 : 300

_______________

99
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

100
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

57. SUB MODUL II.6.9


58. GANGGUAN DISOSIATIF

Penyusun: Dr. Santi Andayani, SpKJ

a. TUJUAN UMUM PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini PPDS mampu mengerti dan menguasai teori mengenai
gangguan disosiatif serta mampu mengelola pasien gangguan disosiatif secara mandiri
dengan baik dan benar.

b. TUJUAN KHUSUS PEMBELAJARAN

1. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan disosiatif secara


biopsikososial termasuk aspek psikodinamikanya (C4)
2. Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan disosiatif (C4)
3. Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan disosiatif (C4)
4. Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan disosiatif (C4)
5. Mampu memformulasikan upaya penanggulangan gangguan disosiatif secara
adekuat dan efektif melalui melalui pendekatan biopsikososial (C5)
6. Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis gangguan disosiatif
(C5)

59.
Peserta didik : residen Psikiatri semester dua

a. REFERENSI

• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore,
2007
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of
Psychiatry, 8th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 2005
• Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, DitJen
YanDik DepKes RI, Jakarta, 1993
• Suplemen Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III,
DitJen YanDik DepKes RI, Jakarta, 1995
• American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV, 1994

101
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

b.

c. KOMPETENSI

Mampu mendiagnosis dan menatalaksana gangguan disosiatif berdasarkan anamnesis


dan pemeriksaan psikiatrik.

d. KETERAMPILAN

Setelah mengikuti secara lengkap sesi-sesi yang telah disiapkan, peserta didik
diharapkan memiliki keterampilan untuk :

• Menganalisis etiologi gangguan disosiatif serta implikasi psikodinamikanya


• Mengidentifikasi tanda dan gejala gangguan disosiatif
• Mendiagnosis gangguan disosiatif dan membuat diagnosis bandingnya
• Merencanakan intervensi terapeutik secara cepat dan tepat

e. GAMBARAN UMUM

Gangguan disosiatif atau konversi ditandai oleh kehilangan (sebagian atau seluruh) dari
integrasi normal antara ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan penghayatan serta
kendali terhadap gerakan tubuh. Untuk diagnosis pasti harus ada ciri-ciri klinis yang
ditemukan pada masing-masing gangguan, tidak ada bukti gangguan fisik yang dapat
menjelaskan gejala tersebut disertai bukti adanya penyebab psikologis dalam bentuk
hubungan waktu yang jelas dengan masalah dan peristiwa yang “stresful” atau hubungan
interpersonal yang terganggu.
Klasifikasi menurut DSM IV dibedakan menjadi amnesia disosiatif, fugue disosiatif,
gangguan identitas disosiatif, dan gangguan depersonalisasi.
Epidemiologi jarang, lebih sering pada perempuan, dengan awitan pada usia remaja-
dewasa muda. Trauma emosional pada masa kecil dan stres berat sering menjadi
penyebab.
Penatalaksanaan meliputi farmakoterapi serta psikoterapi, perjalanan penyakit umumnya
singkat dengan prognosis jarang terjadi rekurensi.

RANCANGAN PEMBELAJARAN

60. Tujuan 1
61. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan disosiatif secara biopsikososial
dan implikasi psikodinamikanya (C4)

Must to know keypoint :


Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan disosiatif secara biopsikososial dan
implikasi psikodinamikanya

Tujuan 2
Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan disosiatif (C4)

102
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

Must to know keypoint :


Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan disosiatif

Tujuan 3
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan disosiatif (C4)

Must to know keypoints :


Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan disosiatif

Tujuan 4
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan disosiatif (C4)

Must to know keypoint :


Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan disosiatif

Tujuan 5
Mampu memformulasikan upaya penanggulangan gangguan disosiatif secara adekuat
dan efektif melalui pendekatan biopsikososial (C5)

Must to know keypoints :


Mampu memformulasikan upaya penatalaksaan gangguan disosiatif secara adekuat dan
efektif melalui pendekatan biopsikososial

Tujuan 6
Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis (C5)

Must to know keypoint :


Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis gangguan disosiatif

a. RANGKUMAN

Pada modul ini peserta didik mendapatkan kuliah mengenai aspek-aspek penting
gangguan disosiatif (epidemiologi, etiologi, tanda dan gejala, diagnosis, prinsip
penanggulangan, komorbiditas dan perjalanan penyakit serta prognosis) disertai dengan
sesi-sesi berupa diskusi kelompok, pembahasan kasus kertas, bed side teaching dan
pengalaman praktek dengan pasien agar dapat menguasai ketrampilan untuk dapat
mengelola gangguan disosiatif dengan baik.

62. MATERI BAKU PEMBELAJARAN

a. PENDAHULUAN

103
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

Gangguan disosiatif atau konversi ditandai oleh kehilangan (sebagian atau seluruh) dari
integrasi normal antara ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan penghayatan serta
kendali terhadap gerakan tubuh. Untuk diagnosis pasti harus ada ciri-ciri klinis yang
ditemukan pada masing-masing gangguan, tidak ada bukti gangguan fisik yang dapat
menjelaskan gejala tersebut disertai bukti adanya penyebab psikologis dalam bentuk
hubungan waktu yang jelas dengan masalah dan peristiwa yang “stresful” atau hubungan
interpersonal yang terganggu.

Klasifikasi menurut DSM IV-TR :

Amnesia disosiatif
Ditandai oleh kehilangan ingatan mengenai kejadian penting yang baru terjadi, bukan
disebabkan oleh gangguan mental organik, dan terlalu luas untuk dijelaskan atas dasar
kelupaan yang umum terjadi atau kelelahan.
Merupakan gangguan disosiatif yang paling sering, mengikuti suatu bencana atau
peperangan, perempuan > laki-laki, awitan pada remaja-dewasa muda.
Etiologi trauma emosional yang terpresipitasi.

Kriteria diagnosis

A Gejala predominan berupa satu atau lebih episoda ketidakmampuan mengingat


informasi pribadi yang penting, yang biasanya bersifat traumatik atau stresful dan terlalu
berat dianggap sebagai lupa yang biasa
B b. Gangguan tidak hanya muncul sepanjang perjalanan
gangguan identitas disosiatif, fugue disosiatif, gangguan
pasca trauma, gangguan stres akut atau gangguan
somatisasi dan bukan merupakan efek fisiologis langsung
dari zat (penyalahgunaan zat, medikasi) atau gangguan
neurologis atau kondisi medik lain
C c. Gejala menyebabkan penderitaan atau gangguan fungsi
sosial, pekerjaan atau fungsi lain secara bermakna

Diagnosis banding : gangguan mental organik, amnesia karena kondisi medik umum,
gangguan cemas, gangguan somatoform, malingering.
Penatalaksanaan farmakoterapi, psikoterapi, hipnosis.
Perjalanan penyakit singkat, prognosis rekurensi jarang.

Fugue disosiatif

Selain memiliki gejala amnesia disosiatif didapatkan gejala melakukan perjalanan


meninggalkan rumah atau tempat kerja, namun selama periode tersebut perilaku tetap
normal, pada beberapa kasus mungkin menggunakan identitas baru.
Jarang terjadi, bervariasi angka kejadian dan usia awitan.
Etiologi selain trauma emosional yang terpresipitasi, predisposisi penggunaan alkohol
serta gangguan kepribadian (borderline, histrionik, skizoid).

Kriteria diagnosis

A Gejala predominan berupa perjalanan jauh dari rumah atau tempat kerja seseorang
yang tiba-tiba dan tidak diharapkan, disertai ketidakmampuan mengingat masa lalunya

104
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

B d. Kebingungan mengenai identitas pribadi atau mengambil


identitas baru (sebagian atau seluruhnya)
C e. Gangguan tidak hanya muncul sepanjang gangguan
identitas disosiatif, dan bukan akibat fisiologis langsung dari
zat (penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi medik
umum (epilepsi lobus temporal)
D f. Gejala menyebabkan penderitaan atau gangguan fungsi
sosial, pekerjaan atau fungsi lain secara bermakna

Diagnosis banding : gangguan kognisi, epilepsi lobus temporal, amnesia disosiatif,


malingering.
Penatalaksanaan farmakoterapi, psikoterapi, hipnosis.
Perjalanan penyakit singkat, prognosis rekurensi jarang.

Gangguan identitas disosiatif


Ditandai oleh adanya lebih dari satu kepribadian, yang mana salah satunya sangat
menonjol yang mendominasi pikiran serta perilaku selama periode tersebut. Transisi
antar kepribadian berlangsung spontan disertai adanya amnesia terhadap masing-masing
kepribadian.
Ditemukan pada 5% pasien psikiatrik, perempuan > laki-laki, awitan remaja-dewasa
muda.
Etiologi : trauma masa kecil (penganiayaan psikologik atau seksual).

Kriteria diagnosis

A Terdapat 2 atau lebih kepribadian atau identitas yang berbeda (yang masing-masing)
memiliki pola ...., dan pemikiran tentang diri sendiri atau lingkungannya
B g. Sedikitnya ada 2 identitas atau kepribadian yang
mengendalikan perilaku seseorang secara berulang
C h. Ketidakmampuan mengingat informasi pribadi yang penting
yang terlalu berat untuk dijelaskan oleh kelupaan yang biasa
D i. Gangguan bukan akibat fisiologis langsung dari zat (black
out atau perilaku berlebihan sepanjang intoksikasi alkohol)
atau kondisi medik umum (kejang partial komplek)
Catatan :
Pada anak gejala tidak berkaitan dengan teman khayalan atau permainan fantasi lain.

Diagnosis banding : skizofrenia, malingering, gangguan kepribadian (borderline),


gangguan bipolar dengan siklus cepat, gangguan neurologik.
Penatalaksanaan psikoterapi berorientasi tilikan.
Perjalanan penyakit dan prognosis lebih berat dibanding gangguan disiosiatif lain, dengan
recoveri tidak lengkap.

Gangguan depersonalisasi
Episoda berulang dan menetap, perasaan lepasnya kelekatan dari diri atau bagian tubuh,
reality testing tetap utuh, dan bersifat ego-dynamic.
Gangguan sesungguhnya jarang terjadi, meskipun secara intermiten episoda suatu
depersonalisasi umum terjadi. Jarang di atas usia 40 tahun, lebih banyak pada
perempuan.
Etiologi : stres berat, kecemasan atau predisposisi depresi.

105
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

Kriteria diagnosis

A Pengalaman menetap dan berulang, perasaan terpisah dari atau keluar dari proses
mental atau tubuh seseorang
B j. Sepanjang pengalaman depersonalisasi penilaian terhadap
realita tetap utuh
C k. Depersonalisasi menyebabkan penderitaan atau gangguan
yang bermakna secara klinis dalam fungsi sosial, pekerjaan
atau fungsi penting lain
D l. Pengalaman depersonalisasi tidak hanya muncul sepanjang
gangguan psikiatrik lain seperti skizofrenia gangguan panik,
gangguan stres akut, gangguan disosiatif lain dan bukan
merupakan akibat fisiologis langsung dari zat
(penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi medik umum
(epilepsi lobus temporal)

Diagnosis banding : gangguan psikiatrik atau medik lain.


Penatalaksanaan mencakup farmakoterapi dan psikoterapi berorientasi tilikan.
Perjalanan penyakit dan prognosis cenderung menjadi kronis.

m. ALGORITMA

Lihat Algoritma Gangguan Neurotik

n. DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan Hl, Saddock BJ., Comprehensive Textbook of Psychiatry, vol.2 6th ed. USA :
Williams and Wilikins Baltimore, 1993
2. KoIb, Lawrence. Noyes’ Modern Clinical Psychiatry 7th ed. Asman ed. Philadelpia :
W.B Saunders Company,1968
3. Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia Ill, cetakan pertama.
Jakarta : Departemen Kesehatan, 1993.

________________

106
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

63. SUB MODUL II.6.10


64. GANGGUAN SOMATOFORM
Penyusun: Dr. Santi Andayani, SpKJ

a. TUJUAN UMUM PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sesi ini PPDS mampu mengerti dan menguasai teori mengenai
gangguan somatoform serta mampu mengelola pasien gangguan somatoform secara
mandiri dengan baik dan benar.

b. TUJUAN KHUSUS PEMBELAJARAN

1. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan somatoform secara


biopsikososial serta implikasi psikodinamikanya (C4)
2. Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan somatoform (C4)
3. Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan somatoform (C4)
4. Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan somatoform (C4)
5. Mampu memformulasikan upaya penanggulangan skizofrenia secara adekuat dan
efektif melalui melalui pendekatan biopsikososial (C5)
6. Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis gangguan
somatoform (C5)

Peserta didik : residen Psikiatri semester dua

107
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

c. REFERENSI

• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore,
2007
• Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of
Psychiatry, 8th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 2005
• Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, DitJen
YanDik DepKes RI, Jakarta, 1993
• Suplemen Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III,
DitJen YanDik DepKes RI, Jakarta, 1995
• American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV, 1994
d.

e.
f. KOMPETENSI

Mampu mendiagnosis dan menatalaksana gangguan somatoform berdasarkan


anamnesis dan pemeriksaan psikiatrik.

g. KETERAMPILAN

Setelah mengikuti secara lengkap sesi-sesi yang telah disiapkan, peserta didik
diharapkan memiliki keterampilan untuk :

• Menganalisis etiologi gangguan somatoform serta implikasi psikodinamikanya


• Mengidentifikasi tanda dan gejala gangguan somatoform
• Mendiagnosis gangguan somatoform dan membuat diagnosis bandingnya
• Merencanakan intervensi terapeutik secara cepat dan tepat

h. GAMBARAN UMUM

Prevalensi seumur hidup pada populasi umum adalah 0.1-0.5%, lebih banyak pada
wanita dibandingkan pria. Faktor psikososial dan faktor genetik merupakan etiologi
gangguan ini.
Banyak dan bermacam-macam keluhan fisik yang mengganggu kemampuan fungsional
merupakan gejala utama gangguan ini. Keluhan-keluhan yang mirip bisa dikemukakan
oleh pasien dengan gangguan waham somatik atau nyeri somatoform. Penatalaksanaan
gangguan ini meliputi farmakoterapi dan psikoterapi.
Gangguan somatoform merupakan kondisi yang bersifat kronis-fluktuatif.

i. RANCANGAN PEMBELAJARAN

65. Tujuan 1

108
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

66. Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan somatoform secara


biopsikososial dan implikasi psikodinamikanya (C4)

Must to know keypoint :


Mampu menganalisis-menjabarkan etiologi gangguan somatoform secara biopsikososial
dan implikasi psikodinamikanya

Tujuan 2
Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan somatoform (C4)

Must to know keypoint :


Mampu menganalisis-menjabarkan tanda dan gejala gangguan somatoform

Tujuan 3
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan somatoform (C4)

Must to know keypoints :


Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis banding gangguan somatoform

Tujuan 4
Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan somatoform (C4)

Must to know keypoint :


Mampu menganalisis-menjabarkan diagnosis gangguan somatoform

Tujuan 5
Mampu memformulasikan upaya penanggulangan gangguan somatoform secara adekuat
dan efektif melalui pendekatan biopsikososial (C5)

Must to know keypoints :


Mampu memformulasikan penatalaksanaan gangguan somatoform secara adekuat dan
efektif melalui pendekatan biopsikososial

Tujuan 6
Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis (C5)

Must to know keypoint :


Mampu membuat prediksi perjalanan penyakit dan prognosis gangguan somatoform

a. RANGKUMAN

Pada modul ini peserta didik mendapatkan kuliah mengenai aspek-aspek penting
gangguan somatoform (epidemiologi, etiologi, tanda dan gejala, diagnosis, prinsip
penanggulangan, komorbiditas dan perjalanan penyakit serta prognosis) disertai dengan
sesi-sesi berupa diskusi kelompok, pembahasan kasus kertas, bed side teaching dan
pengalaman praktek dengan pasien agar dapat menguasai ketrampilan untuk dapat
mengelola gangguan somatoform dengan baik.

109
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

67. MATERI BAKU PEMBELAJARAN

a. PENDAHULUAN

Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik
(sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan
medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik adalah cukup serius untuk
menyebabkan penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau gangguan pada
kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Suatu
diagnosis gangguan somatoform mencerminkan penilaian klinisi bahwa faktor psikologis
adalah suatu penyumbang besar untuk onset, keparahan, dan durasi gejala. Gangguan
somatoform adalah gangguan yang tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau
gangguan buatan.

b. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi seumur hidup pada populasi umum adalah 0.1-0.5%, lebih banyak pada
wanita dibandingkan pria, pada populasi umum wanita 1-2%. Lebih banyak didapatkan
pada kelompok pendidikan sedang dan sosial ekonomi kurang. Awitan pada usia remaja
dan dewasa muda.

c. ETIOLOGI

• Faktor psikososial
• Faktor genetik

d. KLASIFIKASI

Ada lima gangguan somatoform yang spesifik adalah :

1. Gangguan somatisasi, ditandai oleh banyak keluhan fisik yang mengenai banyak
sistem organ.
2. Gangguan konversi, ditandai oleh satu atau dua keluhan neurologis.
3. Hipokondriasis, ditandai oleh fokus gejala yang lebih ringan dan pada kepercayaan
pasien bahwa ia menderita penyakit tertentu.
4. Gangguan dismorfik tubuh, ditandai oleh kepercayaan palsu atau persepsi yang
berlebih-lebihan bahwa suatu bagian tubuh mengalami cacat.
5. Gangguan nyeri, ditandai oleh gejala nyeri yang semata-mata berhubungan dengan
faktor psikologis atau secara bermakna dieksaserbasi oleh faktor psikologis

110
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

e. GAMBARAN KLINIS

Demographic &
Diagnosis Clinical Presentation Epidemiological Diagnostic Features Management Strategy Prognosis
Features
Somatization Polysymptomatic Young age Review of systems Therapeutic alliance Poor to pair
disorder Recurrent and chronic Female predominance profusely positive Regular appointments
Sickly by history 20:1 Multiple clinical Crisis intervention
Family pattern contacts
5-10% incidence in Polysurgical
primary care
populations
Conversion Monosymptomatic Highly prevalent Stimulation Suggestion an Excellent except in
disorder Mostly acute Female predominance incompatible with persuation chronic conversion
Simulates disease Young age known physiological Multiple technique disorder
Rural and low social mechanisms or
class anatomy
Little-educated and
psychological
unsophisticated
Hypochondriasis Disease concern or Previous physical Disease conviction Document symptoms Fair to good
preoccupation disease amplifies symptoms Psychosocial review Waxes and wanes
Middle or old age Obsessional Psychotherapeutic
Male-female ratio
equal
Body Subjective feelings of Adolescence or young Pervasive bodily Therapeutic alliance Unknown
dysmorphic ugliness or concern adult concerns Stress management
disorder with body defect Female predominance Psychotherapies
Largely unknown Antidepressant
Medications
Pain disorder Female predominance Simulation or intensity Therapeutic alliance Guarded, variable
2:1 incompatible with Redefine goals
Older : 4th or 5th know physiological Antidepressant
decade mechanisms or medications
Familial of pain anatomy
Up to 40% of pain
populations

Diagnosis Associated Disturbance Primary Differential Psychological Processes Motivation for Symptom
Presentation Contributing to Symptoms Production
Somatization Histrionic personality Physical disease Unconscious Unconscious psychological
disorder Antisocial personality Depression Cultural and development factors
Alcohol and other substance
abuse
Many life problems
Conversion disorder
Conversion Alcohol and other substance Depression Unconscious Unconscious
disorder dependence Schizophrenia Psychological stress or Psychological factors
Antisocial personality Neurological disease conflict may be disease
disorder
Somatization disorder
Histrionic personality
disorder
Hypochondriasis Obsessive-compulsive Depression Unconscious Unconscious
personality disorder Physical disease Stress-breavement Psychological factors
Depressive & anxiety Personality disorder
disorder Delusional disorder
Body Anorexia nervosa Delusional disorder Unconscious Unconscious
dysmorphic Psychosocial distress Depressive disorder Self-esteem factors Psychological factors
disorder Avoidant or obsessive- Somatization disorder
compulsive personality
disorder
Pain disorder Depressive disorder Depression Unconscious Unconscious
Alcohol & other substance Psychophysiological Acute stressor & Psychological factors
abuse Physical disease developmental
Dependent or histrionic Malinggering and disability Physical trauma may
personality disorder syndrome predispose

111
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Somatisasi

A. Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama
periode beberapa tahun dan membutuhkan terapi, yang menyebabkan gangguan
bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi pada
sembarang waktu selama perjalanan gangguan:
1. Empat gejala nyeri : riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya empat
tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi,
anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau
selama miksi)
2. Dua gejala gastrointestinal : riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal
selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan,
diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)
3. Satu gejala seksual : riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduktif
selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi,
menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang
kehamilan).
4. Satu gejala pseudoneurologis : riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit yang
mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gejala
konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau
kelemahan setempat, sulit menelan atau benjolan di tenggorokan, afonia, retensi
urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan,
ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran
selain pingsan).
C. Salah satu (1) atau (2) :
1. Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat
dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek
langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)
2. Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau
pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dan
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.
D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan
atau pura-pura).

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Konversi

A. Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau
sensorik yang mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain.
B. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena
awal atau eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stresor
lain.
C. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada
gangguan buatan atau berpura-pura).
D. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan
sepenuhnya oleh kondisi medis umum, atau oleh efek langsung suatu zat, atau
sebagai perilaku atau pengalaman yang diterima secara kultural.

112
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

E. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain atau memerlukan
pemeriksaan medis.
F. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi
semata-mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan
dengan lebih baik oleh gangguan mental lain.

Sebutkan tipe gejala atau defisit :


- Dengan gejala atau defisit motorik
- Dengan gejala atau defisit sensorik
- Dengan kejang atau konvulsi
- Dengan gambaran campuran

Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis

A. Pereokupasi dengan ketakutan menderita, atau ide bahwa ia menderita suatu


penyakit serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejala-
gejala tubuh.
B. Preokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat dan
penentraman.
C. Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti gangguan
delusional, tipe somatik) dan tidak terbatas pada kekhawatiran tentang penampilan
(seperti pada gangguan dismorfik tubuh).
D. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara kilnis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
E. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.
F. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum,
gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas
perpisahan, atau gangguan somatoform lain.

Sebutkan jika :
Dengan tilikan buruk : jika untuk sebagian besar waktu selama episode berakhir,
orang tidak menyadari bahwa kekhawatirannya tentang menderita penyakit serius
adalah berlebihan atau tidak beralasan.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik Tubuh

A. Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit


anomali tubuh, kekhawatiran orang tersebut adalah berlebihan dengan nyata.
B. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
C. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya,
ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia nervosa).

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri

A. Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis merupakan pusat gambaran klinis dan
cukup parah untuk memerlukan perhatian klinis.

113
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

B. Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
C. Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan,
eksaserbasi atau bertahannya nyeri.
D. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada
gangguan buatan atau berpura-pura).
E. Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau
gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.

Tuliskan seperti berikut :

Gangguan nyeri berhubungan dengan faktor psikologis : faktor psikologis dianggap


memiliki peranan besar dalam onset, keparahan, eksaserbasi, dan bertahannya nyeri.
Sebutkan jika :
- akut, durasi kurang dari 6 bulan
- kronik, durasi 6 bulan atau lebih

Gangguan nyeri berhubungan baik dengan faktor psikologls maupun kondisi medis
umum.
Sebutkan jika :
- akut, durasi kurang dari 6 bulan
- kronik, durasi 6 bulan atau lebih

Catatan :
Yang berikut ini tidak dianggap merupakan gangguan mental dan dimasukkan untuk
mempermudah diagnosis banding.

DSM-IV juga memiliki dua kategori diagnostik residual untuk gangguan somatoform yaitu
undiferrentiated somatoform, termasuk gangguan somatoform, yang tidak digolongkan
salah satu di atas, yang ada selama enam bulan atau lebih.

Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang Tidak Digolongkan

A. Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan
gastrointestinal atau saluran kemih)
B. Salah satu (1) atau (2) :
1. Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh
kondisi medis umum yang diketahui atau oleh efek langsung dan suatu zat
(misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)
2. Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau
gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang
diperkirakan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratonium.
C. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
D. Durasi gangguan sekurangnya enam bulan.

114
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

E. Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya
gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan,
gangguan tidur, atau gangguan psikotik).
F. Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan
buatan atau berpura-pura)

f. DIAGNOSIS BANDING

• Faktor psikologik yang mempengaruhi kondisi medik umum


• Gangguan buatan
• Malingering
• Gangguan somatisasi
• Gangguan waham somatik
• Gangguan konversi
• Gangguan disosiatif
• Gangguan nyeri somatoform

g. PENATALAKSANAAN

Psikoterapi
o Psikoterapi suportif
o Psikoterapi berorientasi tilikan
Farmakoterapi
o Penggunaan psikotropik sebaiknya dihindari kecuali pada kondisi cemas atau
depresi yang akut karena kecenderungan pasien akan ketergantungan.
Antidepresan dapat digunakan pada keadaan depresi akibat gangguan ini.

h. PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS

Gangguan somatoform merupakan kondisi yang bersifat kronis dengan gejala


berfluktuasi. Komplikasi yang sering timbul adalah tindakan pemeriksaan atau
pembedahan yang tidak perlu, ketergantungan obat-obatan dan efek samping dari
pengobatan yang tidak perlu.

i. ALGORITMA

Lihat Algoritma Gangguan Neurotik

115
BUKU ACUAN Modul GANGGUAN PSIKIATRIK 2008

j.
k.
l. DAFTAR PUSTAKA

4. Kaplan Hl, Saddock BJ., Comprehensive Textbook of Psychiatry, vol.2 6th ed. USA :
Williams and Wilikins Baltimore, 1993
5. KoIb, Lawrence. Noyes’ Modern Clinical Psychiatry 7th ed. Asman ed. Philadelpia :
W.B Saunders Company,1968
6. Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia Ill, cetakan pertama.
Jakarta : Departemen Kesehatan, 1993.

_______________

116

Anda mungkin juga menyukai