PENDIDIKAN KARAKTER
oleh:
Alhamdulillahi Robbil ’Alamin. Segala puji hanya bagi Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan taufik-Nya kepada kita semua khususnya kepada penulis makalah
ini, sehingga kami mampu menyelesaikan tugas makalah Pendidikan Karakter. Sholawat
serta salam kami haturkan kepada Rasul pilihan, Nabi Besar Muhammad SAW, serta
keluarga dan para sahabat beliau yang mulia, yang telah membebaskan umat manusia dari
lembah kemusyrikan dan kejahiliyahan menuju alam yang penuh dengan taburan nilai-nilai
tauhid serta cahaya ilmu pengetahuan dan kebenaran. Dengan mengucapkan Syukur
Alhamdulilah Kehadirat Allah SWT.
Makalah Pendidikan Karakter ini kami susun dalam rangka memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Pendidikan Karakter. Dalam makalah kali ini kami membahas mengenai
Pendidikan Karakter.
Pada kesempatan ini kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu hingga makalah ini dapat tersusun dan dapat kami selesaikan yang telah
memberikan pengetahuan, wawasan serta membimbing kami dalam mengikuti perkuliahan
ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan
kritik yang membangun sangat kami harapkan dari berbagai pihak. Harapan kami makalah
ini memiliki nilai manfaat, bagi kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB 1. PENDAHULUAN
1
2
nilai-nilai karakter seharusnya tidak hanya diberikan pada aras kognitif saja, tetapi
menyentuh pada internalisasi dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-
hari di sekolah dan di masyarakat.
Pendidikan karakter menjadi sesuatu yang penting untuk membentuk generasi yang
berkualitas. Pendidikan karakter merupakan salah satu alat untuk membimbing seseorang
menjadi orang baik, sehingga mampu memfilter pengaruh yang tidak baik. Berdasarkan
latar belakang yang dijelaskan di atas, penulis tertarik membahas dan membuat makalah
tentang “ Pendidikan Karakter.”
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dari Pendidikan Karakter?
2. Untuk mengetahui tujuan dari Pendidikan Karakter di sekolah?
3. Untuk mengetahui upaya pengembangan pendidikan karakter di sekolah?
4. Untuk mengetahui implementasi dari Pendidikan Karakter di sekolah?
BAB 2. PEMBAHASAN
4
5
menjadi manusia yang baik. Selaras dengan hal tersebut, Samani (2011), menyampaikan
bahwa pendidikan karakter merupakan proses pemberian tuntunan kepada peserta didik
untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta
rasa dan karsa. Deny Setiawan mengutip pendapat Kirschenbaum dan Golemen
menjelaskan bahwa pendidikan karakter pada hakikatnya adalah pendidikan nilai yang
melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action).
Selaras dengan hal tersebut, Lickona (2004), mengemukakan bahwa pendidikan
nilai/moral yang menghasilkan karakter, didalamnya mengandung tiga komponen karakter
yang baik, yakni : pengetahuan tentang moral (moral knowing), perasaan tentang moral
(moral feeling) dan perbuaatan moral (moral action).
Tindakan (moral action) yang meliputi: dorongan berbuat baik, kompetensi,
keinginan, kebiasaan (habit). Perasaan (moral feeling) yang meliputi: kata hati, rasa
percaya diri, empati, cinta kebaikan, pengendalian diri dan kerendahan hati. Pengetahuan
(moral Knowing) yang meliputi: kesadaram moral, pengetahuan nilai-moral, pandangan
kedepan,penalaran moral, pengambilan keputusan dan pengetahuan peserta didik (Jurnal
Pendidikan Karakter, 2013). Koesoema (2011), mendefinisikan pendidikan karakter
sebagai pembelajaran yang mengarah pada penguatan dan pengembangan perilaku anak
secara utuh yang didasarkan pada suatu nilai tertentu yang dirujuk oleh sekolah. Senada
dengan pendapat tersebut, Koesoema (2011) berpendapat bahwa pendidikan karakter
merupakan keseluruhan dinamika relasional antara pribadi dengan berbagai macam
dimensi, baik dari dalam maupun dari luar dirinya, agar pribadi tersebut semakin dapat
menghayati kebebasan sehingga dapat bertanggung jawab atas pertumbuhan dirinya sendiri
sebagai pribadi dan perkembangan orang lain dalam hidup mereka.
Zubaedi (2011), menjelaskan bahwa pendidikan karakter dipahami sebagai upaya
penanaman kecerdasan dalam berpikir, penghayatan dalam bentuk sikap, dan pengamalan
dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai luhur yang menjadi jati dirinya,
diwujudkan dengan interaksi dengan Tuhannya, diri sendiri, antar sesama, dan
lingkungannya. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan karakter merupakan usaha yang dilakukan secara sadar untuk menanamkan
6
nilai-nilai atau sikap baik bagi peserta didik sehingga dapat diwujudkan dalam lingkungan
dan tingkah laku sehari-hari.
6. Kreatif adalah berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil
baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri adalah sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis adalah cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui
lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan adalah cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya.
11. Cinta tanah air adalah cara berpikir, bertindak, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik,
sosial, budaya, ekonomi, dan polotik bangsa.
12. Menghargai prestasi adalah sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta
menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat atau Komunikatif adalah tindakan yang memperlihatkan rasa senang
berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta damai adalah sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan oranglain
merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. Diri sendiri, masyarakat, lingkungan
(alam, social, dan budaya), negara.
15. Gemar membaca adalah kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai
bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli lingkungan adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya
untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli sosial adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang
lain dan masyarakat yang membutuhkan.
8
18. Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap dirinya maupun orang lain dan
lingkungan sekitarnya.
Nilai-nilai tersebut dapat digunakan sekolah dalam menentukan prioritas dalam
penanaman nilai-nilai tersebut sebab apa yang dianggap lebih penting bagi pendidikan
karakter bisa berbeda antara satu institusi dengan institusi yang lain. Penanaman nilai harus
ditanamkan sejak dini dan didukung oleh semua pihak yang terlibat demi efektifitas
kelancaran proses pendidikan karakter.
Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) selain merupakan kelanjutan dan
kesinambungan dari Gerakan Nasional Pendidikan Karakter Bangsa Tahun 2010 juga
merupakan bagian integral Nawacita. Dalam hal ini butir 8 Nawacita: Revolusi Karakter
Bangsa dan Gerakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Revolusi Mental dalam
pendidikan yang hendak mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk mengadakan
perubahan paradigma, yaitu perubahan pola pikir dan cara bertindak, dalam mengelola
sekolah. Untuk itu, Gerakan PPK menempatkan nilai karakter sebagai dimensi terdalam
pendidikan yang membudayakan dan memberadabkan para pelaku pendidikan. Ada lima
nilai utama karakter yang saling berkaitan membentuk jejaring nilai yang perlu
dikembangkan sebagai prioritas Gerakan PPK. Kelima nilai utama karakter bangsa yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Religius
Nilai karakter religius mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang
dianut, menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup rukun dan damai dengan
pemeluk agama lain. Nilai karakter religius ini meliputi tiga dimensi relasi sekaligus,
yaitu hubungan individu dengan Tuhan, individu dengan sesama, dan individu dengan
alam semesta (lingkungan). Nilai karakter religius ini ditunjukkan dalam perilaku
mencintai dan menjaga keutuhan ciptaan. Subnilai religius antara lain cinta damai,
toleransi, menghargai perbedaan agama dan kepercayaan, teguh pendirian, percaya diri,
kerja sama antar pemeluk agama dan kepercayaan, antibuli dan kekerasan,
9
perilaku tersebut; (2) pengertian (insight), cara ini mementingkan pengertian, dengan
adanya pengertian mengenai perilaku akan terbentuklah perilaku; (3) model, dalam hal ini
perilaku terbentuk karena adanya model atau teladan yang ditiru. Lebih lanjut Zuhriyah
(2007:46) berpendapat bahwa dalam penanaman nilai dan pembentukan karakter, suasana
belajar, suasana bermain, pembaiasan hidup baik dan teratur yang ada pada anak hendaklah
lebih didukung dan semakin dikukuhkan. Anak harus diajak untuk melihat dan mengalami
hidup bersama yang baik dan menyenangkan.
Menurut Arismantoro (2008:124) secara teori pembentukan karakter anak dimulai
dari usia 0-8 tahun. Artinya di masa usia tersebut karakter anak masih dapat berubah-ubah
tergantung dari pengalaman hidupnya. Oleh karena itu membentuk karakter anak harus
dimulai sedini mungkin bahkan sejak anak itu dilahirkan, karena berbagai pengalaman
yang dilalui oleh anak semenjak perkembangan pertamanya, mempunyai pengaruh yang
besar. Berbagai pengalaman ini berpengaruh dalam mewujudkan apa yang dinamakan
dengan pembentukan karakter diri secara utuh. Pembentukan karakter pada diri anak
memerlukan suatu tahapan yang dirancang secara sistematis dan berkelanjutan. Sebagai
individu yang sedang berkembang, anak memiliki sifat suka meniru tanpa
mempertimbangkan baik atau buruk. Hal ini didorong oleh rasa ingin tahu dan ingin
mencoba sesuatu yang diminati, yang kadang muncul secara spontan. Sikap jujur yang
menunjukkan kepolosan seorang anak merupakan ciri yang juga dimiliki anak. Akhirnya
sifat unik menunjukkan bahwa anak merupakan sosok individu yang kompleks yang
memiliki perbedaan dengan individu lainnya.
Pembentukan karakter yang dilakukan di sekolah mempunyai fungsi untuk
menumbuhkan kesadaran diri. Kesadaran diri merupakan proses internalisasi dari
informasi yang diterima yang pada saatnya menjadi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya
dan diwujudkan menjadi perilaku keseharian. Oleh karena itu, walaupun kesadaran diri
lebih merupakan sikap, namun diperlukan kecakapan untuk menginternalisasi informasi
menjadi nilai-nilai dan kemudian mewujudkan menjadi perilaku keseharian. Kecakapan
kesadaran diri pada dasarnya merupakan penghayatan diri sebagai hamba Tuhan Yang
Maha Esa, sebagai anggota masyarakat dan warga negara, sebagai bagian dari lingkungan,
serta menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimilki, sekaligus
12
menjadikannya sebagai modal untuk meningkatkan diri sebagai individu yang bermanfaat
bagi diri sendiri maupun lingkungannya. Dengan kesadaran diri sebagai hamba Tuhan,
seseorang akan terdorong untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya, serta
mengamalkan ajaran agama yang diyakininya.
Pendidikan agama bukan dimaknai sebagai pengetahuan semata, tetapi sebagai
tuntunan bertindak, berperilaku, baik dalam hubungan antara dirinya dengan Tuhan Yang
Maha Esa, maupun hubungan antara manusia dengan alam lingkungannya. Kecakapan
kesadaran diri dijabarkan menjadi :
1. Kesadaran diri sebagai hamba Tuhan diharapkan mendorong peserta didik untuk
beribadah sesuai dengan tuntutan agama yang dianut, berlaku jujur, bekerja keras,
disiplin dan amanah terhadap kepercayaan yang dianutnya. Bukankah ini termasuk
prinsip bagian dari akhlak yang diajarkan oleh semua agama.
2. Kesadaran diri bahwa manusia sebagai makhluk sosial akan mendorong peserta didik
untuk berlaku toleran kepada sesama, suka menolong dan menghindari tindakan yang
menyakiti orang lain. Bukankah Tuhan YME menciptakan manusia bersuku-suku
untuk saling menghormati dan saling membantu. Bukankah heteroginitas itu harmoni
kehidupan yang seharusnya disinergikan.
3. Kesadaran diri sebagai makhluk lingkungan merupakan kesadaran bahwa manusia
diciptakan Tuhan YME sebagai kholifah di muka bumi dengan amanah memelihara
lingkungan. Dengan kesadaran ini, pemeliharaan lingkungan bukan sebagai beban
tetapi sebagai kewajiban ibadah kepada Tuhan YME, sehingga setiap orang akan
terdorong untuk melaksanakannya.
4. Kesadaran diri akan potensi yang dikaruniakan Tuhan kepada kita sebenarnya
merupakan bentuk syukur kepada Tuhan. Dengan kesadaran ini peserta didik akan
terdorong untuk menggali, memelihara, mengembangkan dan memanfaatkan potensi
yang dikaruniakan oleh Tuhan, baik berupa fisik maupun psikis. Oleh karena itu, sejak
dini siswa perlu diajak mengenal apa kelebihan dan kekurangan yang dimiliki dan
kemudian mengoptimalkan kelebihan yang dimiliki dan memperbaiki kekurangannya.
Adhin (2006), menjelaskan bahwa karakter yang kuat dibentuk oleh penanaman
nilai yang menekankan tentang baik dan buruk. Nilai itu dibangun melalui penghayatan
13
dan pengalaman, membangkitkan rasa ingin tahu yang sangat kuat dan bukan
menyibukkan diri dengan pengetahuan. Karakter yang kuat cenderung hidup secara
berakar pada diri anak bila semenjak awal anak telah dibangkitkan keinginan untuk
mewujudkannya. Karena itu jika sejak kecil anak sudah dibiasakan untuk mengenal
karakter positif, maka anak akan tumbuh menjadi pribadi yang tangguh, percaya diri dan
empati, sehingga anak akan merasa kehilangan jika anak tidak melakukan kebiasaan
baiknya tersebut. Ridwan (2012:1), menjelaskan ada tiga hal pembentukan karakter yang
perlu diintegrasikan yaitu:
1. Knowing the good, artinya anak mengerti baik dan buruk, mengerti tindakan yang harus
diambil dan mampu memberikan prioritas hal-hal yang baik. Membentuk karakter anak
tidak hanya sekedar tahu mengenai hal-hal yang baik, namun mereka harus dapat
memahami kenapa perlu melakukan hal tersebut.
2. Feeling the good, artinya anak mempunyai kecintaan terhadap kebajikan dan membenci
perbuatan buruk. Konsep ini mencoba membangkitkan rasa cinta anak untuk melakukan
perbuatan baik. Pada tahap ini anak dilatih untuk merasakan efek dari perbuatan baik
yang dia lakukan. Sehingga jika kecintaan ini sudah tertanam maka hal ini akan menjadi
kekuatan yang luar biasa dari dalam diri anak untuk melakukan kebaikan dan
mengurangi perbuatan negatif.
3. Active the good, artinya anak mampu melakukan kebajikan dan terbiasa melakukannya.
Pada tahap ini anak dilatih untuk melakukan perbuatan baik sebab tanpa anak
melakukan apa yang sudah diketahui atau dirasakan akan ada artinya.
Matta (2003:67-70) menjelaskan beberapa kaidah pembentukan karakter sebagai berikut:
1. Kaidah kebertahapan, artinya proses perubahan, perbaikan dan pengembangan harus
dilakukan secara bertahap. Anak tidak bisa berubah secara tiba-tiba namun melalui
tahapan-tahapan yang harus dilalui dengan sabar, sehingga orientasinya tidak pada
hasil tetapi pada proses.
2. Kaidah kesinambungan, artinya perlu ada latihan yang dilakukan secara terus menerus.
Karena proses yang berkesinambungan akan membentuk rasa dan warna berfikir
seseorang yang lama-lama akan menjadi kebiasaan dan seterusnya akan menjadi
karakter pribadi anak yang kuat.
14
17. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat,
menghargai perbedaan pendapat;
18. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana;
19. Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana;
20. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk pengikuti pendidikan menengah;
21. Memiliki jiwa kewirausahaan.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan karakter
di sekolah bukanlah mengubah warna kepribadian kepada anak, tapi merupakan proses
interaksi alamiah yang didasarkan pada nilai-nilai kebenaran. Tujuan pendidikan karakter
adalah sebagai sebuah proses yang membawa peserta didik untuk memahami dan
merefleksi bagaimana suatu nilai begitu penting untuk diwujudkan dalam perilaku
keseharian manusia.
secara terintegrasi dalam setiap mata pelajaran, dipilih materi pendidikan karakter yang
sesuai dengan tema atau pokok bahasan bidang studi; (3) diluar pengajaran: penguatan
nilai dengan model ini lebih mengutamakan pengolahan dan penanaman nilai melalui suatu
kegiatan yang memiliki nilai-nilai karakter. Model ini tidak terstruktur dalam kerangka
pendidikan dan pengajaran di sekolah; (4) model gabungan: menggunakan gabungan
antara model terintegrasi dan model di luar pelajaran. Penanaman nilai pengajaran formal
terintegrasi bersamaan dengan kegiatan di luar pelajaran.
Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional menyatakan empat hal upaya
pengembangan pendidikan karakter dalam kaitannya pengembangan diri, yaitu: (1)
kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilaksanakan peserta didik secara terus menerus
dan konsisten setiap saat, misalnya upacara bendera setiap hari senin, piket kelas, shalat
berjamaah, berdoa sebelum dan setelah pelajaran, dan sebagainya; (2) kegiatan spontan
bersifat spontan, saat itu juga, pada waktu keadaan tertentu, misalnya mengumpulkan
sumbangan bagi korban bencana alam, mengunjungi teman sakit atau sedang yang tertimpa
musibah, dan lain-lain; (3) keteladanan adalah timbulnya sikap dan perilaku peserta didik
karena meniru perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan di sekolah, misalnya
kerapian pakaian yang dikenakan, kedisiplinan, tertib dan teratur, saling peduli dan kasih
sayang, dan sebagainya; (4) pengkondisian, menciptakan kondisi yang mendukung
keterlaksanaan pendidikan karakter, misalnya kondisi tata ruang yang rapi, kondisi toilet
yang bersih, disediakan tempat sampah, halaman sekolah yang rindang (Samani, 2011).
Wibowo (2012) mengungkapkan bahwa pengembangan nilai-nilai pendidikan
budaya dan karakter bangsa dapat diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan dari setiap
mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP. Pengembangan
nilai-nilai itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara berikut ini: (a) mengkaji Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada Standar Isi untuk menentukan apakah nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa yang tercantum itu sudah tercakup didalamnya, (b)
menggunakan tabel yang memperlihatkan keterkaitan antara SK dan KD dengan nilai dan
indikator untuk menentukan nilai yang akan dikembangkan, (c) mencantumkan nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa dalam tabel itu ke dalam silabus, (d) mencantumkan nilai-nilai
yang sudah tertera dalam silabus ke RPP, (e) mengembangkan proses pembelajaran secara
19
aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai
dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai, (f) memberikan bantuan kepada peserta
didik, baik yang mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai maupun untuk
menunjukkannya dalam perilaku.
Upaya pengembangan pendidikan karakter erat kaitanya dengan budaya sekolah,
Wibowo (2012: 93), menyatakan bahwa kultur atau budaya sekolah dapat dikatakan
sebagai pikiran, kata-kata, sikap, perbuatan, dan hati setiap warga sekolah yang tercermin
dalam semangat, perilaku, maupun simbol serta slogan khas identitas mereka.
Pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter dalam budaya sekolah antara lain melalui:
(1) kelas, melalui proses belajar setiap mata pelajaran atau kegiatan yang dirancang
sedemikian rupa; (2) sekolah, melalui berbagai kegiatan sekolah yang dirancang sejak awal
tahun pelajaran, dan dimasukkan ke dalam Kalender Akademik dan yang dilakukan sehari-
hari sebagai bagian dari budaya sekolah; (3) luar sekolah, melalui kegiatan ekstrakurikuler
dan kegiatan lain yang diikuti oleh seluruh atau sebagian peserta didik, dirancang sekolah
sejak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan ke dalam Kalender Akademik.
Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau
pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter
direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di
sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu
ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga
kependidikan, dan komponen terkait lainya. Dengan demikian, menajemen sekolah
merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah.
Berdasarkan hal-hal diatas maka dapat disimpulkan bahwa upaya pengembangan
pendidikan karakter adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok
yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan pendidikan karakter yang dapat terwujud
dengan upaya pengembangan nilai-nilai karakter ke dalam mata pelajaran yang ada. Upaya
pengembangan pendidikan karakter dilakukan dengan pengembangan diri meliputi
kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan dan pengkondisian. Upaya pengembangan di
dalam pembelajaran dalam silabus belum dicantumkan, tapi pada pengembangan RPP dan
proses pembelajaran sudah dimasukkan nilai-nilai karakter (nilai religius, jujur, toleransi,
20
disiplin dan tanggung jawab). Selain itu, upaya pengembangan nilai-nilai pendidikan
karakter dalam budaya sekolah dilakukan melalui kelas, sekolah dan luar sekolah
(ekstrakurikuler).
sekolah, orang tua siswa dan masyarakat. Secara garis besar berdasarkan pedoman sekolah
yang dikeluarkan Kemendiknas implementasi nilai-nilai pendidikan karakter di sekolah
melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (Kemendiknas, 2011). Alur pikir
pembangunan karakter bangsa menurut Kemendiknas, dapat dilihat melalui bagan dibawah
ini
Kurikulum 2013, 2012:5-6). Bagaimana seorang guru berperan dalam membiasakan nilai-
nilai tersebut melalui kegiatan pembelajaran merupakan point penting dalam implementasi
pendidikan karakter dalam pembelajaran. Guru mengupayakan nilai-nilai yang telah
tertuang dalam kurikulum tersebut agar mendorong siswa untuk menjadikannya sebagai
suatu pembiasaan dan tidak merasakannya sebagai sebuah beban.
bersama peserta didik membuat komitmen kelas yang akan disepakati pada saat peserta
didik belajar. Aturan ini dikomunikasikan, didialogkan, dan disepakati bersama dengan
peserta didik. Tujuan pengaturan kelas adalah agar proses pembelajaran berjalan dengan
baik dan membantu setiap individu berkembang maksimal dalam belajar. Pengelolaan
kelas yang baik dapat membentuk penguatan karakter. Berikut ini contoh pengelolaan
kelas yang berusaha memberikan penguatan karakter.
a. Peserta didik menjadi pendengar yang baik atau menyimak saat guru memberikan
penjelasan di dalam kelas (dapat menguatkan nilai saling menghargai dan toleransi).
b. Peserta didik mengangkat tangan/mengacungkan jari kepada guru sebelum
mengajukan pertanyaan/tanggapan, setelah diizinkan oleh guru peserta didik baru
boleh berbicara (dapat menguatkan nilai saling menghargai dan percaya diri).
c. Pemberian sanksi yang mendidik kepada peserta didik sebagai konsekuensi dan
bentuk tanggung jawab bila terjadi keterlambatan dalam mengerjakan atau
mengumpulkan tugas (dapat menguatkan nilai disiplin, bertanggung jawab, dan
komitmen diri).
d. Guru mendorong peserta didik melakukan tutor teman sebaya, siswa yang lebih pintar
diajak untuk membantu temannya yang kurang dalam belajar dan dalam mengerjakan
tugas-tugas yang diberikan guru (dapat menguatkan nilai gotong royong, kepedulian
sosial, percaya diri, dan bertanggung jawab).
Pengelolaan kelas tidak bisa diredusir sekadar sebagai pengaturan tatanan lingkungan
fisik di kelas, melainkan perlu lebih berfokus pada bagaimana mempersiapkan peserta
didik agar memiliki kesiapan fisik, mental, psikologis, dan akademis untuk menjalani
proses pembelajaran secara lebih produktif.
3. Pendidikan Karakter Melalui Pilihan dan Penggunaan Metode Pembelajaran
Penguatan Pendidikan Karakter terintegrasi dalam kurikulum dilakukan melalui
pembelajaran di kelas dengan menggunakan metode pembelajaran yang tepat. Guru
harus pandai memilih agar metode pembelajaran yang digunakan secara tidak langsung
menanamkan pembentukan karakter peserta didik. Metode pembelajaran yang dipilih
harus dapat membantu guru dalam memberikan pengetahuan dan keterampilan yang
dibutuhkan peserta didik. Melalui metode tersebut diharapkan siswa memiliki
26
keterampilan yang dibutuhkan pada abad XXI, seperti kecakapan berpikir kritis (critical
thinking), berpikir kreatif (creative thinking), kecakapan berkomunikasi (communication
skill), termasuk penguasaan bahasa internasional, dan kerja sama dalam pembelajaran
(collaborative learning).
Beberapa metode pembelajaran yang dapat dipilih guru secara kontekstual, antara
lain:
a. Metode pembelajaran saintifik (scientific Llearning), sebagai metode pembelajaran
yang didasarkan pada proses keilmuan dengan langkah kegiatan mulai dari
merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis
data, dan menarik simpulan.
b. Metode inquiry/discovery learning, yaitu penelitian/penyingkapan. Dalam Webster’s
Collegiate Dictionary inquiry didefinisikan sebagai “bertanya tentang” atau “mencari
informasi dengan cara bertanya”, sedangkan dalam kamus American Heritage,
discovery disebut sebagai “tindakan menemukan”, atau “sesuatu yang ditemukan
lewat suatu tindakan”.
c. Metode pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning), yaitu metode
pembelajaran yang memfokuskan pada identifikasi serta pemecahan masalah nyata,
praktis, kontekstual,berbentuk masalah yang strukturnya tidak jelas atau belum jelas
solusinya(ill-structured) atau open ended yang ada dalam kehidupan siswa sebagai
titik sentral kajian untuk dipecahkan melalui prosedur ilmiah dalam pembelajaran,
yang kegiatannya biasanya dilaksanakan secara berkelompok.
d. Metode pembelajaran berbasis proyek (project-based learning), yaitu pembelajaran
yang menggunakan proyek sebagai media dalam proses pembelajaran untuk
mencapai kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penekanan
pembelajaran terletak pada aktivitas-aktivitas siswa untuk menghasilkan produk
dengan menerapkan keterampilan meneliti, menganalisis, membuat, sampai dengan
mempresentasikan produk pembelajaran berdasarkan pengalaman nyata.
e. Metode pembelajaran kooperatif (cooperative learning), yaitu suatu model
pembelajaran di mana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil (umumnya
terdiri dari 4-5 orang siswa) dengan keanggotaan yang heterogen (tingkat
27
Dalam pembelajaran, peserta didik perlu dilibatkan secara aktif bersama teman-
temannya secara berkelompok, berintegrasi secara verbal, saling bertukar pikiran dan
informasi, saling mempertahankan pendapat, mengajukan usulan dan gagasan yang
lebih baik, serta bersama-sama memecahkan masalah tertentu dalam pembelajaran.
Fokus penguatan karakter pada strategi ini adalah kemampuan berpikir kritis,
kemampuan berkomunikasi, menghargai pendapat orang lain, percaya diri, dan
mempengaruhi orang lain melalui tata cara berargumentasi yang baik.
d. Debat
Peserta didik perlu diberi kesempatan untuk beradu argumentasi dalam sebuah
perdebatan yang topiknya dipilih secara aktual dan kontekstual, agar mereka dapat
mempertahankan argumentasinya secara logis, rasional, dengan bahasa yang
komunikatif dan memikat perhatian pendengar (audiens). Fokus penguatan karakter
pada strategi inia dalah kemampuan berpikir kritis, kemampuan berkomunikasi,
percaya diri, dan mempengaruhi orang lain melalui tata cara berargumentasi yang
baik.
e. PemanfaatanTIK
Dalam pembelajaran, peserta didik dapat memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) dalam rangka menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Dengan
memanfaatkan TIK untuk pembelajaran, diharapkan kemampuan peserta didik dalam
menggunakan sarana TIK lebih baik, pembelajaran pun lebih efektif dan menarik.
Fokus pada kegiatan ini adalah literasi digital.
4. Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran Tematis
Penguatan Pendidikan Karakter melalui pembelajaran tematis adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang dilakukan oleh satuan pendidikan dengan mengalokasikan waktu
khusus untuk mengajarkan nilai-nilai tertentu.Tema-tema yang mengandung nilai utama
Pendidikan Karakter diajarkan dalam bentuk pembelajaran di kelas ini diharapkan
semakin memperkaya praksis Pendidikan Karakter di sekolah. Satuan pendidikan
mendesain sendiri tema dan prioritas nilai pendidikan karakter apa yang akan mereka
tekankan. Satuan pendidikan dapat menyediakan guru khusus atau memberdayakan guru
29
tersebut, dan berlaku bagi semua komunitas sekolah. Satuan pendidikan menjabarkan
nilai utama ini dalam indicator dan bentuk perilaku objektif yang bisa diamati dan
diverifikasi. Dengan menentukan indikator, satuan pendidikan dapat menumbuhkan
nilainilai pendukung yang lain melalui fokus pengalaman komunitas sekolah terhadap
implementasi nilai tersebut. Dari nilai utama dan nilai-nilai pendukung yang sudah
disepakati dan ditetapkan oleh satuan pendidikan, sekolah bisa membuat tagline yang
menjadi moto satuan pendidikan tersebut sehingga menunjukkan keunikan, kekhasan,
dan keunggulan sekolah. Contoh: “Membentuk Pemimpin Berintegritas”,“Sekolah
Cinta”, “Sekolah Budaya”, dan lain-lain.
Satuan pendidikan dapat pula membuat logo sekolah, himne, dan mars sekolah
yang sesuai dengan branding-nya masing-masing.
a. Menyusun Jadwal Harian/Mingguan
Satuan pendidikan dapat menyusun jadwal kegiatan harian atau mingguan untuk
memperkuat nilai-nilai utama Pendidikan Karakter yang telah dipilih sebagai
upaya penguatan secara habituasi dan terintegrasi.
b. Mendesain KurikulumTingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing
satuan pendidikan diwujudkan dalam bentuk KurikulumTingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). KTSP tersebut memuat dan atau mengintegrasikan nilai-nilai
utama Pendidikan Karakter serta nilai-nilai pendukung lainnya. Langkah-langkah
yang perlu dilakukan antara lain sebagai berikut:
Langkah1, Memeriksa kelengkapan dokumen kurikulum yang terdiri dari:
a) Dokumen1 yang disebut dengan Buku I Kurikulum Sekolah, berisi sekurang-
kurangnya visi, misi, tujuan, muatan, pengaturan beban belajar, dan kalender
pendidikan. Contoh: Memasukkan nilai-nilai utama Pendidikan Karakter pada
visi dan misi sekolah. Nilai-nilai karakter dimaksud dapat diambil dari lima
nilai utama dan/atau subnilai lainnya yang relevan dengan kearifan dan budaya
sekolah.
b) Dokumen 2 yang disebut dengan Buku II Kurikulum Sekolah, berisi silabus.
Contoh: Silabus merupakan rencana pembelajaran dan dikembangkan oleh
34
kependidikan, peserta didik, serta komite sekolah dan semua komponen yang ada
di sekolah).
Langkah 3, Membuat dan menyepakati komitmen bersama antarsemua pihak
(kepala sekolah, pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik, serta komite
sekolah dan semua komponen yang ada di sekolah), serta para pemangku
kepentingan pendidikan untuk mendukung dan melaksanakan Pendidikan
Karakter sesuai dengan strategi implementasi yang sudah direncanakan, baik
secara intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler.
c. Evaluasi Peraturan Sekolah
Budaya sekolah yang baik terlihat dalam konsep pengelolaan sekolah yang
mengarah pada pembentukan dan penguatan karakter. Sebagai sebuah gerakan
nasional, setiap lembaga pendidikan wajib melakukan koreksi dan evaluasi atas
berbagai peraturan yang mereka miliki dan menyelaraskannya dengan nilai-nilai
revolusi mental yang ingin diarahkan pada penguatan pendidikan karakter. Salah
satu contoh peraturan yang wajib dievaluasi adalah peraturan kedisplinan tentang
sakit, izin, dan alpa, penerapan kebijakan kriteria ketuntasan minimal (KKM), dan
peraturan terkait kegiatan mencontek.
Penguatan pendidikan karakter perlu mempergunakan sarana yang sudah ada
dan memiliki indikator yang jelas, terukur, dan objektif tentang penguatan
pendidikan karakter. Evaluasi praksis pemanfaatan peraturan sekolah tentang
kehadiran dibutuhkan agar peraturan ini dapat menjadi sarana efektif dalam
pembentukan karakter disiplin peserta didik. Selain peraturan tentang kedisplinan,
sekolah juga perlu mengadakan evaluasi atas peraturan-peraturan lain, untuk
melihat apakah peraturan sekolah yang ada telah mampu membentuk karakter
peserta didik atau justru malah melemahkannya. Upaya telaah, analisis, dan revisi
pada berbagai bentuk aturan ini sangat penting dalam rangka menghadirkan kultur
pembentukan dan penguatan karakter yang mendorong peserta didik menjadi
pembelajaran otentik, dimana peserta didik dapat belajar dari pengalaman yang
mereka lalui/rasakan sesuai dengan tahapan perkembangan masing-masing.
36
(pendidikan kepramukaan) dan ekskul pilihan (sesuai dengan kegiatan ekskul yang
dikembangkan oleh masing-masing satuan pendidikan). Semua kegiatan ekskul
yang dikembangkan tersebut harus memuat dan menegaskan nilai-nilai karakter
yang dikembangan dalam setiap bentuk kegiatan yang dilakukan.Meskipun secara
implisit kegiatan ekskul sudah mengandung nilai-nilai karakter, namun tetap harus
diungkap secara eksplisit serta direfleksikan dan ditegaskan kembali di akhir
kegiatan, agar peserta didik sadar dan paham.
C. Pendidikan Karakter Berbasis Masyarakat
Satuan pendidikan tidak dapat menutup diri dari kemungkinan berkolaborasi dengan
lembaga, komunitas, dan masyarakat lain di luar lingkungan sekolah. Pelibatan publik
dibutuhkan karena sekolah tidak dapat melaksanakan visi dan misinya sendiri. Karena
itu, berbagai macam bentuk kolaborasi dan kerja sama antarkomunitas dan satuan
pendidikan diluar sekolah sangat diperlukan dalam penguatan pendidikan karakter.
Satuan pendidikan dapat melakukan berbagai kolaborasi dengan lembaga, komunitas,
dan organisasi lain di luar satuan pendidikan yang dapat menjadi mitra dalam Penguatan
Pendidikan Karakter. Yang dimaksud dengan komunitas yang berada di luar satuan
pendidikan diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Komunitas orang tua peserta didik atau paguyuban orang tua, baik itu per-kelas
maupun per-sekolah;
2. Komunitas pengelola pusat kesenian dan budaya, yaitu berbagai perkumpulan,
kelompok hobi, sanggar kesenian, bengkel teater, padepokan silat, studio musik,
bengkel seni, dan lain-lain, yang merupakan pusat-pusat pengembangan kebudayaan
lokal dan modern;
3. Lembaga-lembaga pemerintahan (BNN, Kepolisian, KPK, Kemenkes, Kemenpora,
dan lain-lain);
4. Lembaga atau komunitas yang menyediakan sumber-sumber pembelajaran
(perpustakaan, museum, situs budaya, cagar budaya, paguyuban pecinta lingkungan,
komunitas hewan piaraan, dan lainlain);
5. Komunitas masyarakat sipil pegiat pendidikan;
6. Komunitas keagamaan;
38
7. Komunitas seniman dan budayawan lokal (pemusik, perupa, penari, pelukis, dan lain-
lain);
8. Lembaga bisnis dan perusahaan yang memiliki relevansi dan komitmen dengan dunia
pendidikan;
9. Lembaga penyiaran media, seperti televisi, koran, majalah, radio, dan lain-lain.
Beberapa prinsip pengembangan program Penguatan Pendidikan Karakter melalui
kerja sama/kolaborasi dengan komunitas antara lain:
1. penanggung jawab utama dalam setiap program dan kegiatan Pendidikan Karakter di
lingkungan sekolah adalah kepala sekolah;
2. kolaborasi bertujuan untuk memperkuat Pendidikan Karakter bagi seluruh anggota
komunitas sekolah;
3. fokus kolaborasi Pendidikan Karakter dengan komunitas terutama diperuntukkan bagi
peserta didik;
4. rasional atau alasan mengapa sekolah melakukan kolaborasi dengan komunitas
tertentu perlu didiskusikan dan dikomunikasikan pada seluruh komunitas sekolah;
5. satuan pendidikan wajib membuat dokumentasi kegiatan mulai dari pembuatan
proposal, pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan;
6. prinsip kolaborasi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip umum Pendidikan
Karakter, tidak melanggar nilai-nilai moral, dan tidak menjadikan sekolah sebagai
objek pemasaran produk tertentu.
Ada berbagai bentuk kolaborasi yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan
Pendidikan Karakter dengan berbagai komunitas diluar sekolah. Berikut ini adalah
beberapa contoh bentuk kolaborasi dengan komunitas yang dapat membantu penguatan
program pendidikan karakter di sekolah yang berfokus pada penguatan kekayaan
pengetahuan peserta didik dalam rangka pembelajaran. Bentuk kolaborasi itu antara lain:
1. Pembelajaran Berbasis Museum, Cagar Budaya, dan Sanggar Seni
Sekolah dapat melaksanakan program Pendidikan Karakter berbasis masyarakat
dengan bekerja sama memanfaatkan sumber-sumber pembelajaran yang ada di
lingkungan sekitar mereka. Bila di sebuah daerah terdapat museum yang bisa menjadi
sarana dan sumber pembelajaran bagi peserta didik, satuan pendidikan dapat bekerja
39
sama dengan pengelola museum, cagar budaya, kelompok hobi, komunitas budaya,
dan sanggar untuk memperkenalkan kekayaan-kekayaan koleksinya, mengajak
peserta didik untuk mempelajari kekayaan daerahnya, dan mampu menjaga kekayaan
warisan budaya yang mereka miliki.
2. Mentoring dengan Seniman dan Budayawan Lokal
Satuan pendidikan juga dapat bekerja sama dengan komunitas para seniman,
penyair,dan sastrawan di lingkungan mereka, agar peserta didik mampu memperoleh
pengetahuan dan pengalaman terkait dengan profesi seniman dan sastrawan. Bila
sebuah satuan pendidikan memiliki tokoh-tokoh budayawan dan seniman lokal, dan
memiliki tradisi dan kesenian khusus, satuan pendidikan tersebut dapat membangun
kolaborasi dan kerja sama untuk pengembangan kesenimanan peserta didik melalui
program mentoring, tutoring, seniman masuksekolah, atau belajar bersama maestro.
3. Kelas Inspirasi
Setiap kelas bisa mengadakan kelas yang memberikan inspirasi bagi peserta didik
dengan mendatangkan individu dari luar yang memiliki profesi sangat beragam.
Satuan pendidikan dapat mengundang narasumber dari kalangan orang tua maupun
tokoh masyarakat setempat. Orang tua dan tokoh-tokoh masyarakat bisa menjadi
sumber pembelajaran yang menginspirasi nilai-nilai pembentukan dan penguatan
karakter dalam diri peserta didik. Kelas inspirasi bertujuan agar setiap peserta didik
memperoleh inspirasi dari pengalaman para tokoh dan profesional yang telah berhasil
di bidang kehidupan profesimereka, sehingga kehadiran mereka dapat memberikan
semangat dan motivasi bagi para peserta didik untuk meningkatkan semangat belajar
dan prestasi mereka.
4. Program Siaran Radion On-air
Satuan pendidikan bisa bekerja sama dengan media cetak, elektronik, dan penyiaran
untuk mempromosikan nilai-nilai penguatan karakter kedalam masyarakat, dan
mengajak peserta didik untuk menjadi teladan dalam pemikiran dan tindakan. Satuan
pendidikan bisa mengadakan kerja sama untuk siaran onair yang membahas tentang
penguatan pendidikan karakter di sekolah. Diskusi antara sekolah, guru, orang tua,
peserta didik,dan masyarakat secara on air tentang tema-tema pendidikan karakter
40
3.1 Kesimpulan
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil
pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak
mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang. Bila pendidikan karakter telah
mencapai keberhasilan, tidak diragukan lagi kalau masa depan bangsa Indonesia ini akan
mengalami perubahan menuju kejayaan, jika pendidikan karakter mengalami kegagalan
sudah pasti dampaknya akan sangat besar bagi bangsa ini, negara kita akan semakin
ketinggalan dari negara-negara lain.
Implementasi pendidikan karakter bangsa di Sekolah merupakan hal yang perlu
dilakukan. Melalui pendidikan karakter bangsa di sekolah yang demikian itu, akan dapat
dihasilkan kader-kader pemimpinan bangsa yang memiliki komitmen yang kuat untuk
memajukan bangsa dan negara, memiliki identitas yang jelas, dan tidak terbawa arus
globalisasi yang cenderung lebih mengutamakan hal-hal yang bersifat jangka pendek,
hedonistik, individualistik, dan materialistik. Pendidikan karakter bangsa ini antara lain
didasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, Undang-undangan Dasar
1945, semangat Sumpah Pemuda, pandangan dan pemikiran para pemimpin bangsa yang
kredibel, nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di berbagai kepulauan di Indonesia.
3.2 Saran
Pemerintah harus selalu memantau atau mengawasi dunia pendidikan, karena dari
dari dunia pendidikan Negara bisa maju dan karena dunia pendidikan juga Negara bisa
hancur, bila pendidikan sudah disalah gunakan. Selain mengajar, seorang guru atau orang
tua juga harus mendoakan anak atau muridnya supaya menjadi lebih baik, bukan
mendoakan keburukan bagi anak didiknya. Guru harus memberikan rasa aman dan
keselamatan kepada setiap peserta didik di dalam menjalani masa-masa belajarnya, karena
jika tidak semua pembelajaran yang di jalani anak didik akan sia-sia.
22
23
DAFTAR PUSTAKA
Fitri, Agus Zaenal. 2012. Pendidikan Karakter Berbasis Nilai dan Etika di Sekolah.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Kesuma, Dharma dkk. 2011. Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktik di Sekolah.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Samani, Muchlas dan Hariyanto. 2011. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Walgito, Bimo. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
24
ARTIKEL
Lickona, Thomas. 2004. “Make Your School A School of Character”. dalam Character
Matters. Diakses dari www.Cortland.edu/character.
Mudlofir. 2011. Aplikasi Pengembangan kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Bahan
Ajar dalam Pendidikan Agama Islam. Jakarta:Raja Grafindo Persada.
Ridwan, Muhamad. 2012. Menyemai Benih Karakter Anak. dari http://www. adzzikro.com
Sudrajat. 2011. Membangun Sekolah Berbasis Karakter Terpuji. Makalah Penelitian pada
bulan Mei 2011 diakses dari:
(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Membangun%20Kultur%20Sekola
h%20Berbasis%20Karakter.pdf )
UNDANG-UNDANG
Pramudyasari Nur Bintari (1302266). Peran Pemuda Sebagai Penerus Tradisi Sambatan
Dalam Rangka Pembentukan Karakter (Studi Deskriptif Pelaksanaan Gotong Royong Di
Desa Jogorogo).
Penelitian ini dilatarbelakangi Oleh perilaku pemuda yang tidak sejalan dengan karakter
bangsa, banyaknya kesalahan Oleh pemuda, dan menurunnya tingkat kepedulian pemuda
akan tradisi sambatan. Karakter yang dimiliki suatu bangsa ditentukan Oleh karakter warga
negaranya. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran pelaksanaan gotong
royong, bentuk, upaya pelestarian sambatan, memperoleh kaitannya dengan pendidikan
25
karakter pemuda dan mengetahui upaya masyarakat dalam meningkatkan apresiasi pemuda.
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, metode deskriptif. Subjek penelitian adalah
pemuda, perangkat desa, dan tokoh masyarakat. Teknik pengumpulan data menggunakan
observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan reduksi
data, display, dan penarikan kesimpulan. Temuan penelitian adalah peran pemuda sebagai
generasi penerus tradisi, mempelajari dan memahami tradisi, menerapkan dalam kehidupan
sehari-hari, mendampingi generasi selanjutnya dalam proses pemahaman, pelaksanaan, dan
evaluasi tradisi sambatan. Peran pemuda dalam tradisi sambatan perlu ditingkatkan sebagai
wujud pengabdian kepada masyarakat. Bentuk tradisi sambatan adalah "sinoman " "ngecor"
atau bangun rumah, pengajian, bantu-bantu di tempat orang berduka, dan kerja bakti.
Upaya masyarakat adalah memberikan pengarahan tentang pentingnya hidup bersama,
pendampingan dan sering diskusi. Menciptakan kegiatan pelatihan kewirausahaan untuk
menarik perhatian. Kaitan antara keterlibatan pemuda dalam tradisi sambatan dengan
pendidikan karakter adalah sambatan sebagai media yang dapat membangun paradigma
pemuda tentang gotong royong dan berpengaruh terhadap perilakunya. Upaya masyarakat
dalam meningkatkan apresiasi pemuda dengan menciptakan kegiatan modern yang dapat
menumbuhkan rasa kebersamaan, kerukunan, dan tanggung jawab terhadap sesama dan
memahami perilaku pemuda terkait dengan kondisi psikologisnya. Rekomendasi ditujukan
bagi pemuda agar dapat meningkatkan perannya dalam sambatan. Untuk pemerintah desa
lebih memperhatikan masa depan pemuda dalam kewirausahaan.
ABSTRAK
Penelitian ini memberi gambaran tentang pembentukan karaktcr siswa melalui model
pembelajaran PKn yang berbasis portofolio yang melibatkan guru dan siswa. Penelitian ini
beranjak dari masalah prilaku siswa yang menampilkan sikap yang tidak terpuji, berupa
tawuran antar pelajar, serta lemahnya perhatian siswa terhadap bimbingan guru, sehingga
kondisi tersebut menjadi keprihatinan peneliti untuk mengetahui secara mendalam tentang
pentingnya pembentukan karakter siswa dałam pembeląiaran PKn. Tuiuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui secara mendalam tentang pembentukan karakter siswa melalui
model pembelajaran PKn yang berbasis portofolio sebagai upaya untuk membangkitkan
nilai karakter siswa. Hill dałam ( Budimansyah, 2012:14) menyatakan bahwa "karakter
menentukan pikiran pribadi seseorang dan tindakan yang dilakukannya. Karakter yang baik
adalah motivasi batin untuk melakukan apa yang benar sesuai standar terținggi perilaku
dałam setiap situasi”. Pendekatan yang digunakan dałam penelitian ini adalah pendekatan
Kualitatif dengan metode Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa SMP AL-Wathan Ambon.
26
DALAM UPAYA
Nilembangkitkan semangat toleransi dan peduli sosial dapat dilakukan melalui pendidikan
karakter yang diimplełnentasikan dałam institusi pendidikan. Penelitian ini bertujuan untuk
nłengungkapkan dan łnengetahui secara mendalam tentang realitas sikap toleransi dan
peduli sosial siswa, proses pembinaan toleransi dan peduli sosial, faktor-faktor pendukung
27
dan penghałnbat proses pembinaan, dan upaya pihak sekolah dałam pembinaan. Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus dan data-data diperoleh
melalui teknik wawancara mendalam, observasi, studi literatur, dan studi dokumentasi.
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Balikpapan. Hasil penelitian
mengungkapkan bahwa: l) Realitas sikap toleransi yang ditunjukkan siswa ditandai dengan:
menghargai pendapat orang lain baik dałam proses pembelajaran di kelas maupun ketika
rapat kegiatan ekstrakurikuler: bersahabat tanpa membedakan suku dan agama; sikap saling
mefighargai dan menghormati orang lain, mengendalikan emosi dan mudah łnennaafkan.
tidak nłengejek teman. Sedangkan realitas sikap peduli sosial yang clitunjukkan oleh siswa
ditandai dengan merancang dan melakukan berbagai kegiatan sosial, menghormati
petugas-petugas. sekolah, saling membantu. łnenjenguk teman -yang sakit, dan melayat
apabila ada orang tua siswa meninggal. 2) Proses penłbinaan toleransi dan peduli sosial
siswa dilakukan łnelalui penłbelajaran P Kn di kelas, kegiatan ekstrakurikuler, dan
pembiasaan cli lingkungan sekolah. 3) Faktor-faktor penunjang dałam proses pembinaan
toleransi dan peduli sosial siswa yaitu kebijakan dinas dan kepala sekolah, pedonłan
kurikulum, kebersamaan warga sekolah, sarana dan prasarana, lingkungan, komitmen
sekolah, lingkungan, dan kegiatan ekstrakurikuler. Faktor-faktor penghambat proses
pembinaan toleransi dan peduli sosial; rnasih kurangnya kesadaran dari diri siswa akan
pentingnya bertoleransi dan peduli sosial dalanł kehidupan: dan łnasih ada beberapa pihak
yang tidak ikut berpartisipasi dan bekerja. 4) Upaya } ang dilakukan pihak sekolah dałam
proses pembinaan toleransi dan peduli sosial siswa yaitu lebih maksimal dałam
mengembangkan toleransi dan peduli sosial pada diri sisxxa di berbagai kegiatan, lebih
terstruktur dałam penyusunan progranł. alokasi dana dan alokasi waktu; menghargai dan
memberikan perlakuan yang sanła terhadap seluruh warga sekolah, nłełnfasilitasi kegiatan )
ang bersilțat sosial secara lebih optinłal, melibatkan pihak lain dan melakukan koordinasi
yang berkesinałnbungan antara kepala sekolah, guru, dan orang tua. Rekomendasi
penelitian ini adalah perlu pembinaan toleransi dan peduli sosial melalui berbagai kegiatan
di sekolah untuk membentuk dan memantapkan watak kewarganegaraan sis\Ăa.