Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH

PENDIDIKAN KARAKTER

diajukan sebagai tugas mata kuliah

oleh:

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2017
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil ’Alamin. Segala puji hanya bagi Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan taufik-Nya kepada kita semua khususnya kepada penulis makalah
ini, sehingga kami mampu menyelesaikan tugas makalah Pendidikan Karakter. Sholawat
serta salam kami haturkan kepada Rasul pilihan, Nabi Besar Muhammad SAW, serta
keluarga dan para sahabat beliau yang mulia, yang telah membebaskan umat manusia dari
lembah kemusyrikan dan kejahiliyahan menuju alam yang penuh dengan taburan nilai-nilai
tauhid serta cahaya ilmu pengetahuan dan kebenaran. Dengan mengucapkan Syukur
Alhamdulilah Kehadirat Allah SWT.
Makalah Pendidikan Karakter ini kami susun dalam rangka memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Pendidikan Karakter. Dalam makalah kali ini kami membahas mengenai
Pendidikan Karakter.
Pada kesempatan ini kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu hingga makalah ini dapat tersusun dan dapat kami selesaikan yang telah
memberikan pengetahuan, wawasan serta membimbing kami dalam mengikuti perkuliahan
ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan
kritik yang membangun sangat kami harapkan dari berbagai pihak. Harapan kami makalah
ini memiliki nilai manfaat, bagi kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Bandung, November 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 3
1.3 Tujuan........................................................................................................ 3

BAB 2. PEMBAHASAN ....................................................................................... 4


2.1 Pendidikan Karakter ................................................................................... 4
2.1.1 Pengertian Karakter ................................................................................. 4
2.1.2 Konsep Pendidikan Karakter ................................................................... 6
2.1.3 Nilai-nilai Karakter .................................................................................. 8
2.1.4 Proses Pembentukan Karakter dan Strateginya ....................................... 13
2.2 Tujuan Pendidikan Karakter di Sekolah ..................................................... 15
2.3 Upaya Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah ............................ 18
2.4 Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah .......................................... 20
2.4.1 Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran ....................... 20
2.4.2 Implementasi Pendidikan Karakter dalam Kurikulum Pendidikan
Kewarganegaraan .................................................................................... 20

BAB 3. PENUTUP ................................................................................................. 22


3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 22
3.2 Saran ........................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan merupakan salah satu akses untuk meningkatkan taraf kemampuan
dalam dunia global pada saat ini. Dengan pendidikan yang cukup memadai maka taraf
kemampuan seseorang akan meningkat. Pendidikan dalam arti luas berarti suatu proses
untuk mengembangkan semua aspek kepribadian manusia, yang mencakup
pengetahuannya, nilai, dan sikap, serta keterampilan (Wibowo, 2013). Pendidikan
merupakan hal yang sangat penting dalam membentuk karakter dan budaya bangsa.
Pendidikan berfungsi untuk meningkatkan kemampuan manusia. Menurut Undang-undang
No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, menyebutkan bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kemampuan tersebut mencakup aspek hard skill dan soft skill.
Globalisasi dapat diartikan sebagai proses saling berhubungan yang mendunia antar
individu, bangsa dan negara, serta berbagai organisasi kemasyarakatan, terutama
perusahaan. Proses ini dibantu berbagai alat komunikasi dan transportasi yang berteknologi
canggih, dibarengi kekuatan-kekuatan politik dan ekonomi serta nilai-nilai sosial-budaya
yang saling mempengaruhi. Era globalisasi dengan ciri-ciri adanya saling keterbukaan dan
ketergantungan antar negara. Akibat saling keterbukaan dan ketergantungan ditambah
dengan arus informasi yang sangat cepat maka kompetisi antar negara pun akan semakin
ketat terutama pada bidang ekonomi (Megawangi, 2003).
Bagi Indonesia globalisasi ini tidak hanya memiliki dimensi domestik akan tetapi
juga dimensi global. Dari sisi dimensi domestik globalisasi ini memberi peluang positif
terutama untuk mengadopsi dan menerapkan inovasi yang datang dari luar untuk
meningkatkan peluang kesempatan kerja bagi masyarakat. Di samping itu dari sisi keuntungan
domestik, pengaruh globalisasi ini dapat mendidik masyarakat untuk memiliki pola pikir
kosmopolitan dan pola tindak kompetitif, suka bekerja keras, mau belajar untuk meningkatkan
keterampilan dan prestasi kerja. Dari sisi globalisasi, kita hidup di dalam dunia yang terbuka,
dunia yang tanpa batas. Perdagangan bebas serta makin meningkatnya kerjasama regional

1
2

memerlukan manusia-manusia yang berkualitas tinggi. Kehidupan global merupakan tantangan


sekaligus membuka peluang-peluang baru bagi pembangunan ekonomi dan bagi pembangunan
SDM Indonesia yang berkualitas tinggi untuk memperoleh kesempatan kerja di luar negeri. Di
sinilah tantangan sekaligus peluang bagi peningkatan mutu pendidikan Indonesia baik untuk
memenuhi SDM yang berkualitas bagi kebutuhan domestik maupun global (Megawangi,
2003).
Sekolah sebagai sarana strategis untuk membangun generasi bangsa harus
melaksanakan pendidikan karakter. Pembangunan karakter penting bagi bangsa Indonesia,
untuk melahirkan dan memperkuat generasi bangsa yang tangguh. Bung Karno
menegaskan bahwa “bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan
karakter (character building) karena character building inilah yang akan membuat
Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju dan jaya, serta bermatabat” (Samani dan
Hariyanto 2011).
Pada dasarnya karakter merupakan dasar dari kualitas diri seseorang untuk dapat
menjadi insan yang mulia. Apabila kualitas diri siswa baik dan senantiasa ditingkatkan,
maka siswa tersebut dapat menjadi manusia yang bermanfaat bagi lingkungan sekitar dan
kemajuan bangsa. Hidayatullah (2010), mengemukakan bahwa “karakter adalah kualitas
atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan
kepribadian khusus yang menjadi pendorong atau penggerak serta yang membedakan
dengan individu lain.” Sementara pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang
dilakukan oleh guru untuk mempengaruhi karakter peserta didik (Asmani 2013).
Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah, dapat mengarahkan dan menguatkan
siswa untuk berkarakter. Pendidikan karakter dapat lebih bermakna apabila menyediakan
pengalaman dan alam, sebagai sumber belajar siswa. Seperti yang diungkapkan oleh Ural
(2009) yang menyatakan bahwa pendidikan dasar harus menyediakan lingkungan alam dan
program, dengan peluang praktek, mengingat kognitif, emosional, kecerdasan kinestetik
untuk pengembangan karakter siswa. Menurut Fitri (2012), pendidikan karakter dapat
diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang
berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan,
dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Karena itu, pembelajaran
3

nilai-nilai karakter seharusnya tidak hanya diberikan pada aras kognitif saja, tetapi
menyentuh pada internalisasi dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-
hari di sekolah dan di masyarakat.
Pendidikan karakter menjadi sesuatu yang penting untuk membentuk generasi yang
berkualitas. Pendidikan karakter merupakan salah satu alat untuk membimbing seseorang
menjadi orang baik, sehingga mampu memfilter pengaruh yang tidak baik. Berdasarkan
latar belakang yang dijelaskan di atas, penulis tertarik membahas dan membuat makalah
tentang “ Pendidikan Karakter.”

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah konsep dari Pendidikan Karakter?
2. Apakah tujuan dari Pendidikan Karakter di sekolah?
3. Bagaimana upaya pengembangan pendidikan karakter di sekolah?
4. Bagaimana implementasi dari Pendidikan Karakter di sekolah?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dari Pendidikan Karakter?
2. Untuk mengetahui tujuan dari Pendidikan Karakter di sekolah?
3. Untuk mengetahui upaya pengembangan pendidikan karakter di sekolah?
4. Untuk mengetahui implementasi dari Pendidikan Karakter di sekolah?
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Pendidikan Karakter


2.1.1 Pengertian Karakter
Karakter merupakan suatu nilai yang diwujudkan dalam bentuk perilaku, jadi
suatu karakter melekat melekat dengan nilai dari perilaku tersebut (Kesuma, 2011).
Suyanto dalam Zubaedi (2012), menyatakan bahwa karakter merupakan cara berpikir dan
berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam
lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Samani (2011), mengungkapkan
bahwa karakter dimaknai sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang,
terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang
membedakan dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilaku kehidupan
sehari-hari. Muslich (2011), menyatakan bahwa karakter merupakan nilai-nilai perilaku
manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, dan perbuatan
berdasarkan norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Koesoema (2010) ,mengemukakan bahwa karakter dapat didefinisikan sebagai
unsur psikososial yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Karakter jika
dipandang dari sudut behavioral yang menekankan unsur kepribadian yang dimiliki
individu sejak lahir. Karakter dianggap sama dengan kepribadian, karena kepribadian
dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber
dari lingkungan. Dari beberapa pendapat diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa
karakter merupakan nilai-nilai yang terwujud dalam sikap dan perilaku yang memiki
hubungan dengan lingkungan berdasarkan dengan norma yang ada dalam masyarakat.

2.1.2 Konsep Pendidikan Karakter


Muslich (2011), mengungkapkan bahwa pendidikan karakter merupakan suatu
sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai
tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, lingkungan, dan negara

4
5

menjadi manusia yang baik. Selaras dengan hal tersebut, Samani (2011), menyampaikan
bahwa pendidikan karakter merupakan proses pemberian tuntunan kepada peserta didik
untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta
rasa dan karsa. Deny Setiawan mengutip pendapat Kirschenbaum dan Golemen
menjelaskan bahwa pendidikan karakter pada hakikatnya adalah pendidikan nilai yang
melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action).
Selaras dengan hal tersebut, Lickona (2004), mengemukakan bahwa pendidikan
nilai/moral yang menghasilkan karakter, didalamnya mengandung tiga komponen karakter
yang baik, yakni : pengetahuan tentang moral (moral knowing), perasaan tentang moral
(moral feeling) dan perbuaatan moral (moral action).
Tindakan (moral action) yang meliputi: dorongan berbuat baik, kompetensi,
keinginan, kebiasaan (habit). Perasaan (moral feeling) yang meliputi: kata hati, rasa
percaya diri, empati, cinta kebaikan, pengendalian diri dan kerendahan hati. Pengetahuan
(moral Knowing) yang meliputi: kesadaram moral, pengetahuan nilai-moral, pandangan
kedepan,penalaran moral, pengambilan keputusan dan pengetahuan peserta didik (Jurnal
Pendidikan Karakter, 2013). Koesoema (2011), mendefinisikan pendidikan karakter
sebagai pembelajaran yang mengarah pada penguatan dan pengembangan perilaku anak
secara utuh yang didasarkan pada suatu nilai tertentu yang dirujuk oleh sekolah. Senada
dengan pendapat tersebut, Koesoema (2011) berpendapat bahwa pendidikan karakter
merupakan keseluruhan dinamika relasional antara pribadi dengan berbagai macam
dimensi, baik dari dalam maupun dari luar dirinya, agar pribadi tersebut semakin dapat
menghayati kebebasan sehingga dapat bertanggung jawab atas pertumbuhan dirinya sendiri
sebagai pribadi dan perkembangan orang lain dalam hidup mereka.
Zubaedi (2011), menjelaskan bahwa pendidikan karakter dipahami sebagai upaya
penanaman kecerdasan dalam berpikir, penghayatan dalam bentuk sikap, dan pengamalan
dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai luhur yang menjadi jati dirinya,
diwujudkan dengan interaksi dengan Tuhannya, diri sendiri, antar sesama, dan
lingkungannya. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan karakter merupakan usaha yang dilakukan secara sadar untuk menanamkan
6

nilai-nilai atau sikap baik bagi peserta didik sehingga dapat diwujudkan dalam lingkungan
dan tingkah laku sehari-hari.

12.1.3 Nilai-Nilai Karakter


Soekamto dalam Muslich (2011), mengungkapkan bahwa nilai-nilai karakter yang
perlu diajarkan pada anak, meliputi kejujuran, loyalitas dan dapat diandalkan, hormat,
cinta, ketidak egoisan dan sensitifitas, baik hati dan pertemanan, keberanian, kedamaian,
mandiri dan potensial, disiplin diri, kesetiaan dan kemurnian, keadilan dan kasih sayang.
Selanjutnya, dalam kaitan pada Grand Design pendidikan karakter Samani (2011)
mengungkapkan bahwa nilai-nilai utama yang akan dikembangkan dalam budaya satuan
pendidikan formal dan nonformal, yaitu jujur, tanggung jawab, cerdas, sehat dan bersih,
peduli, kreatif, dan gotong royong.
Retno Listyarti (2012), menjabarkan nilai-nilai dalam pengembangan pendidikan
budaya dan karakter bangsa yang dibuat oleh Diknas. Nilai-nilai tersebut adalah :
1. Religius merupakan sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama
yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun
dengan pemeluk agama lain. Religius adalah proses mengikat kembali atau bisa
dikatakan dengan tradisi, system yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan
peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan
dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkunganya.
2. Jujur merupakan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi adalah sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,
pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan
sebaik-baiknya.
7

6. Kreatif adalah berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil
baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri adalah sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis adalah cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui
lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan adalah cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya.
11. Cinta tanah air adalah cara berpikir, bertindak, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik,
sosial, budaya, ekonomi, dan polotik bangsa.
12. Menghargai prestasi adalah sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta
menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat atau Komunikatif adalah tindakan yang memperlihatkan rasa senang
berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta damai adalah sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan oranglain
merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. Diri sendiri, masyarakat, lingkungan
(alam, social, dan budaya), negara.
15. Gemar membaca adalah kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai
bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli lingkungan adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya
untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli sosial adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang
lain dan masyarakat yang membutuhkan.
8

18. Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap dirinya maupun orang lain dan
lingkungan sekitarnya.
Nilai-nilai tersebut dapat digunakan sekolah dalam menentukan prioritas dalam
penanaman nilai-nilai tersebut sebab apa yang dianggap lebih penting bagi pendidikan
karakter bisa berbeda antara satu institusi dengan institusi yang lain. Penanaman nilai harus
ditanamkan sejak dini dan didukung oleh semua pihak yang terlibat demi efektifitas
kelancaran proses pendidikan karakter.
Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) selain merupakan kelanjutan dan
kesinambungan dari Gerakan Nasional Pendidikan Karakter Bangsa Tahun 2010 juga
merupakan bagian integral Nawacita. Dalam hal ini butir 8 Nawacita: Revolusi Karakter
Bangsa dan Gerakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Revolusi Mental dalam
pendidikan yang hendak mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk mengadakan
perubahan paradigma, yaitu perubahan pola pikir dan cara bertindak, dalam mengelola
sekolah. Untuk itu, Gerakan PPK menempatkan nilai karakter sebagai dimensi terdalam
pendidikan yang membudayakan dan memberadabkan para pelaku pendidikan. Ada lima
nilai utama karakter yang saling berkaitan membentuk jejaring nilai yang perlu
dikembangkan sebagai prioritas Gerakan PPK. Kelima nilai utama karakter bangsa yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Religius
Nilai karakter religius mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang
dianut, menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup rukun dan damai dengan
pemeluk agama lain. Nilai karakter religius ini meliputi tiga dimensi relasi sekaligus,
yaitu hubungan individu dengan Tuhan, individu dengan sesama, dan individu dengan
alam semesta (lingkungan). Nilai karakter religius ini ditunjukkan dalam perilaku
mencintai dan menjaga keutuhan ciptaan. Subnilai religius antara lain cinta damai,
toleransi, menghargai perbedaan agama dan kepercayaan, teguh pendirian, percaya diri,
kerja sama antar pemeluk agama dan kepercayaan, antibuli dan kekerasan,
9

persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan kehendak, mencintai lingkungan,


melindungi yang kecil dan tersisih.
2. Nasionalis
Nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa, menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Subnilai
nasionalis antara lain apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan budaya
bangsa, rela berkorban, unggul, dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan,
taat hukum, disiplin, menghormati keragaman budaya, suku dan agama.
3. Mandiri
Nilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang lain
dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan,
mimpi dan cita-cita. Subnilai mandiri antara lain etos kerja (kerja keras), tangguh tahan
banting, daya juang, profesional, kreatif, keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang
hayat.
4. Gotong Royong
Nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja sama
dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi dan
persahabatan, memberi bantuan atau pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan.
Subnilai gotong royong antara lain menghargai, kerja sama, inklusif, komitmen atas
keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolong menolong, solidaritas, empati, anti
diskriminasi, anti kekerasan, dan sikap kerelawanan.
5. Integritas
Nilai karakter integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan pada
upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan
dan moral (integritas moral). Karakter integritas meliputi sikap tanggung jawab sebagai
warga negara, aktif terlibat dalam kehidupan sosial, melalui konsistensi tindakan dan
perkataan yang berdasarkan kebenaran. Subnilai integritas antara lain kejujuran, cinta
10

pada kebenaran, setia, komitmen moral, anti korupsi, keadilan, tanggungjawab,


keteladanan, dan menghargai martabat individu (terutama penyandang disabilitas).
Kelima nilai utama karakter bukanlah nilai yang berdiri dan berkembang sendiri-sendiri
melainkan nilai yang berinteraksi satu sama lain, yang berkembang secara dinamis dan
membentuk keutuhan pribadi. Dari nilai utama manapun pendidikan karakter dimulai,
individu dan sekolah pertlu mengembangkan nilai-nilai utama lainnya baik secara
kontekstual maupun universal. Nilai religius sebagai cerminan dari iman dan takwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa diwujudkan secara utuh dalam bentuk ibadah sesuai
dengan agama dan keyakinan masing-masing dan dalam bentuk kehidupan
antarmanusia sebagai kelompok, masyarakat, maupun bangsa. Dalam kehidupan
sebagai masyarakat dan bangsa nilainilai religius dimaksud melandasi dan melebur di
dalam nilai-nilai utama nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas.
Demikian pula jika nilai utama nasionalis dipakai sebagai titik awal penanaman nilai-
nilai karakter, nilai ini harus dikembangkan berdasarkan nilai-nilai keimanan dan
ketakwaan yang tumbuh bersama nilai-nilai lainnya.

2.1.4 Proses Pembentukan Karakter dan Strateginya


Pembentukan karakter siswa merupakan sesuatu yang sangat penting tetapi tidak
mudah dilakukan, karena perlu dilakukan dalam proses yang lama dan berlangsung seumur
hidup. Apalagi karakter itu tidak langsung dimiliki oleh anak sejak ia lahir akan tetapi
karakter diperoleh melalui berbagai macam pengalaman di dalam hidupnya. Pembentukan
karakter merupakan suatu usaha yang melibatkan semua pihak, baik orang tua, sekolah,
lingkungan sekolah, dan masyarakat luas. Oleh karena itu, pembentukan karakter tidak
akan berhasil apabila semua lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan, kerjasama
dan keharmonisan. Pembentukan karakter merupakan bagian penting dalam proses
pendidikan dalam keluarga. Pada umumnya setiap orang tua berharap anaknya
berkompeten dibidangnya dan berkarakter baik.
Walgito (2004:79) berpendapat bahwa pembentukan perilaku hingga menjadi
karakter dibagi menjadi tiga cara yaitu: (1) kondisioning atau pembiasaan, dengan
membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan, akhirnya akan terbentuklah
11

perilaku tersebut; (2) pengertian (insight), cara ini mementingkan pengertian, dengan
adanya pengertian mengenai perilaku akan terbentuklah perilaku; (3) model, dalam hal ini
perilaku terbentuk karena adanya model atau teladan yang ditiru. Lebih lanjut Zuhriyah
(2007:46) berpendapat bahwa dalam penanaman nilai dan pembentukan karakter, suasana
belajar, suasana bermain, pembaiasan hidup baik dan teratur yang ada pada anak hendaklah
lebih didukung dan semakin dikukuhkan. Anak harus diajak untuk melihat dan mengalami
hidup bersama yang baik dan menyenangkan.
Menurut Arismantoro (2008:124) secara teori pembentukan karakter anak dimulai
dari usia 0-8 tahun. Artinya di masa usia tersebut karakter anak masih dapat berubah-ubah
tergantung dari pengalaman hidupnya. Oleh karena itu membentuk karakter anak harus
dimulai sedini mungkin bahkan sejak anak itu dilahirkan, karena berbagai pengalaman
yang dilalui oleh anak semenjak perkembangan pertamanya, mempunyai pengaruh yang
besar. Berbagai pengalaman ini berpengaruh dalam mewujudkan apa yang dinamakan
dengan pembentukan karakter diri secara utuh. Pembentukan karakter pada diri anak
memerlukan suatu tahapan yang dirancang secara sistematis dan berkelanjutan. Sebagai
individu yang sedang berkembang, anak memiliki sifat suka meniru tanpa
mempertimbangkan baik atau buruk. Hal ini didorong oleh rasa ingin tahu dan ingin
mencoba sesuatu yang diminati, yang kadang muncul secara spontan. Sikap jujur yang
menunjukkan kepolosan seorang anak merupakan ciri yang juga dimiliki anak. Akhirnya
sifat unik menunjukkan bahwa anak merupakan sosok individu yang kompleks yang
memiliki perbedaan dengan individu lainnya.
Pembentukan karakter yang dilakukan di sekolah mempunyai fungsi untuk
menumbuhkan kesadaran diri. Kesadaran diri merupakan proses internalisasi dari
informasi yang diterima yang pada saatnya menjadi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya
dan diwujudkan menjadi perilaku keseharian. Oleh karena itu, walaupun kesadaran diri
lebih merupakan sikap, namun diperlukan kecakapan untuk menginternalisasi informasi
menjadi nilai-nilai dan kemudian mewujudkan menjadi perilaku keseharian. Kecakapan
kesadaran diri pada dasarnya merupakan penghayatan diri sebagai hamba Tuhan Yang
Maha Esa, sebagai anggota masyarakat dan warga negara, sebagai bagian dari lingkungan,
serta menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimilki, sekaligus
12

menjadikannya sebagai modal untuk meningkatkan diri sebagai individu yang bermanfaat
bagi diri sendiri maupun lingkungannya. Dengan kesadaran diri sebagai hamba Tuhan,
seseorang akan terdorong untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya, serta
mengamalkan ajaran agama yang diyakininya.
Pendidikan agama bukan dimaknai sebagai pengetahuan semata, tetapi sebagai
tuntunan bertindak, berperilaku, baik dalam hubungan antara dirinya dengan Tuhan Yang
Maha Esa, maupun hubungan antara manusia dengan alam lingkungannya. Kecakapan
kesadaran diri dijabarkan menjadi :
1. Kesadaran diri sebagai hamba Tuhan diharapkan mendorong peserta didik untuk
beribadah sesuai dengan tuntutan agama yang dianut, berlaku jujur, bekerja keras,
disiplin dan amanah terhadap kepercayaan yang dianutnya. Bukankah ini termasuk
prinsip bagian dari akhlak yang diajarkan oleh semua agama.
2. Kesadaran diri bahwa manusia sebagai makhluk sosial akan mendorong peserta didik
untuk berlaku toleran kepada sesama, suka menolong dan menghindari tindakan yang
menyakiti orang lain. Bukankah Tuhan YME menciptakan manusia bersuku-suku
untuk saling menghormati dan saling membantu. Bukankah heteroginitas itu harmoni
kehidupan yang seharusnya disinergikan.
3. Kesadaran diri sebagai makhluk lingkungan merupakan kesadaran bahwa manusia
diciptakan Tuhan YME sebagai kholifah di muka bumi dengan amanah memelihara
lingkungan. Dengan kesadaran ini, pemeliharaan lingkungan bukan sebagai beban
tetapi sebagai kewajiban ibadah kepada Tuhan YME, sehingga setiap orang akan
terdorong untuk melaksanakannya.
4. Kesadaran diri akan potensi yang dikaruniakan Tuhan kepada kita sebenarnya
merupakan bentuk syukur kepada Tuhan. Dengan kesadaran ini peserta didik akan
terdorong untuk menggali, memelihara, mengembangkan dan memanfaatkan potensi
yang dikaruniakan oleh Tuhan, baik berupa fisik maupun psikis. Oleh karena itu, sejak
dini siswa perlu diajak mengenal apa kelebihan dan kekurangan yang dimiliki dan
kemudian mengoptimalkan kelebihan yang dimiliki dan memperbaiki kekurangannya.
Adhin (2006), menjelaskan bahwa karakter yang kuat dibentuk oleh penanaman
nilai yang menekankan tentang baik dan buruk. Nilai itu dibangun melalui penghayatan
13

dan pengalaman, membangkitkan rasa ingin tahu yang sangat kuat dan bukan
menyibukkan diri dengan pengetahuan. Karakter yang kuat cenderung hidup secara
berakar pada diri anak bila semenjak awal anak telah dibangkitkan keinginan untuk
mewujudkannya. Karena itu jika sejak kecil anak sudah dibiasakan untuk mengenal
karakter positif, maka anak akan tumbuh menjadi pribadi yang tangguh, percaya diri dan
empati, sehingga anak akan merasa kehilangan jika anak tidak melakukan kebiasaan
baiknya tersebut. Ridwan (2012:1), menjelaskan ada tiga hal pembentukan karakter yang
perlu diintegrasikan yaitu:
1. Knowing the good, artinya anak mengerti baik dan buruk, mengerti tindakan yang harus
diambil dan mampu memberikan prioritas hal-hal yang baik. Membentuk karakter anak
tidak hanya sekedar tahu mengenai hal-hal yang baik, namun mereka harus dapat
memahami kenapa perlu melakukan hal tersebut.
2. Feeling the good, artinya anak mempunyai kecintaan terhadap kebajikan dan membenci
perbuatan buruk. Konsep ini mencoba membangkitkan rasa cinta anak untuk melakukan
perbuatan baik. Pada tahap ini anak dilatih untuk merasakan efek dari perbuatan baik
yang dia lakukan. Sehingga jika kecintaan ini sudah tertanam maka hal ini akan menjadi
kekuatan yang luar biasa dari dalam diri anak untuk melakukan kebaikan dan
mengurangi perbuatan negatif.
3. Active the good, artinya anak mampu melakukan kebajikan dan terbiasa melakukannya.
Pada tahap ini anak dilatih untuk melakukan perbuatan baik sebab tanpa anak
melakukan apa yang sudah diketahui atau dirasakan akan ada artinya.
Matta (2003:67-70) menjelaskan beberapa kaidah pembentukan karakter sebagai berikut:
1. Kaidah kebertahapan, artinya proses perubahan, perbaikan dan pengembangan harus
dilakukan secara bertahap. Anak tidak bisa berubah secara tiba-tiba namun melalui
tahapan-tahapan yang harus dilalui dengan sabar, sehingga orientasinya tidak pada
hasil tetapi pada proses.
2. Kaidah kesinambungan, artinya perlu ada latihan yang dilakukan secara terus menerus.
Karena proses yang berkesinambungan akan membentuk rasa dan warna berfikir
seseorang yang lama-lama akan menjadi kebiasaan dan seterusnya akan menjadi
karakter pribadi anak yang kuat.
14

3. Kaidah momentum, artinya menggunakan berbagai momentum peristiwa untuk fungsi


pendidikan dan latihan. Misalnya menggunakan bulan Ramadhan untuk
mengembangkan sifat sabar, kemauan yang kuat dan kedermawanan.
4. Kaidah motivsi intrinsik, artinya karakter anak akan terbentuk secara kuat dan
sempurna jika didorong oleh keinginan-keinginan sendiri bukan paksaan dari orang
lain.
5. Kaidah pembimbing, artinya perlu bantuan orang lain untuk mencapai hasil yang lebih
baik daripada dilakukan sendiri. Pembentukan karakter tidak bisa dilakukan tanpa
seorang guru, selain untuk memantau dan mengevaluasi perkembangan anak, guru
juga berfungsi sebagai unsur perekat, tempat curhat dan saran tukar pikiran bagi anak-
anak didiknya.
Strategi pendidikan karakter dapat dilakukan melalui multiple talent approach
(multiple intelligent). Strategi pendidikan karakter ini memiliki tujuan yaitu untuk
mengembangkan seluruh potensi anak didik yang manifestasi pengembangan potensi akan
membangun self concept yang menunjang kesehatan mental. Konsep ini menyediakan
kesempatan bagi anak didik untuk mengembangkan bakat emasnya sesuai dengan
kebutuhan dan minat yang dimilikinya. Ada banyak cara untuk menjadi cerdas, dan cara
ini biasanya ditandai dengan prestasi akademik yang diperoleh di sekolahnya dan anak
didik tersebut mengikuti tes intelengensi. Cara tersebut misalnya melalui kata-kata, angka,
musik, gambar, kegiatan fisik atau kemamuan motorik atau lewat cara sosial-emosional.
Menurut Gardner dalam Megawangi (2004), manusia itu sedikitnya memiliki kecerdasan
yaitu: linguistict intelligent, logical-mathematical intelligent, spatial intelligent, bodily
kinesthetic intelligent, musical intelligent, interpersonal intelligent, intrapersonal
intelligent, dan naturalist intelligent.
Kecerdasan manusia, saat ini tak hanya dapat diukur dari kepandaiannya menguasai
matematika atau menggunakan bahasa. Konsep multiple intelligence mengajarkan kepada
anak bahwa mereka bisa belajar apapun yang mereka ingin ketahui. Bagi orang tua atau
guru, yang dibutuhkan adalah kreativitas dan kepekaan untuk mengasah anak tersebut.
Baik guru atau orang tua juga harus berpikir terbuka, keluar dari paradigma tradisional.
Kecerdasan bukanlah sesuatu yang bersifat tetap. Kecerdasan bagaikan sekumpulan
15

keterampilan yang dapat ditumbuhkan dan dikembangkan. Kecerdasan adalah kemampuan


untuk memecahkan masalah, kemampuan untuk menciptakan masalah baru untuk
dipecahkan, kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang berharga dalam suatu
kebudayaan masyarakat. Hidayatullah (2010:39) menjelakan bahwa strategi dalam
pendidikan karakter dapat dilakukan melalui sikap-sikap sebagai berikut: (1) keteladanan,
(2) penanaman kedisiplinan, (3) pembiasaan, (4) menciptakan suasana yang konduksif, dan
(5) integrasi dan internalisasi.

2.2 Tujuan Pendidikan Karakter di Sekolah


Analisis yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian Pedagogiadapat dijadikan sebagai
salah satu tinjauan tentang tujuan dari Pendidikan Nasional. Tujuan pendidikan nasional
tidak boleh melupakan landasan konseptual filosofi pendidikan yang membebaskan dan
mampu menyiapkan generasi masa depan untuk dapat bertahan hidup (survive) dan
berhasil menghadapi tantangan-tantangan zaman (Kesuma, 2011). Pendidikan nasional
seharusnya mengembangan berbagai karakter agar menjadi manusia Indonesia yang
seutuhnya, sehingga pendidikan karakter bukan pendidikan akademik semata. Sependapat
dengan hal itu, Sunaryo Kartadinata dalam Kesuma (2011), menyatakan bahwa ukuran
keberhasilan pendidikan yang berhenti pada angka ujian, seperti halnya Ujian Nasional,
adalah kemunduran. Dengan demikian pembelajaran akan menjadi sebuah proses
menguasai keterampilan dan mengakumulasi pengetahuan.
Buchori dalam Muslich (2011), mengungkapkan bahwa pendidikan karakter
seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai
secara afektif dan akhirnya ke pengenalan nilai secara nyata. Kesuma (2011),
mengungkapkan bahwa tujuan pendidikan karakter di sekolah antara lain adalah sebagai
berikut:
a. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan
perlu sehingga menjadi kepribadian/kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana
nilai-nilai yang dikembangkan.
b. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang
dikembangkan oleh sekolah.
16

c. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam


memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.
Tujuan pertama pendidikan karakter adalah memfasilitasi penguatan dan
pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik ketika
proses sekolah maupun setelah proses sekolah (setelah lulus dari sekolah). Muslich (2011),
mengungkapkan bahwa keberhasilan pendidikan karakter dapat diketahui melalui
pencapaian indikator oleh peserta didik sebagaimana tercantum dalam Standar kompetensi
Lulusan, yang antara lain meliputi sebagai berikut:
1. Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja;
2. Memahami kelebihan dan kekurangan diri sendiri;
3. Menunjukkan sikap percaya diri;
4. Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas;
5. Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras dan golongan sosial ekonomi
dalam lingkup nasional;
6. Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan dari sumber-sumber
lain secara logis, kritis dan kreatif;
7. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif;
8. Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang
dimilikinya;
9. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari;
10. Mendeskripsikan gejala alam dan sosial;
11. Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab;
12. Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara demi terwujudnya persatuan dalam Negara kesatuan Republik Indonesia;
13. Menghargai karya seni dan budaya nasional;
14. Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya.
15. Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang dangan
baik;
16. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun;
17

17. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat,
menghargai perbedaan pendapat;
18. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana;
19. Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana;
20. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk pengikuti pendidikan menengah;
21. Memiliki jiwa kewirausahaan.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan karakter
di sekolah bukanlah mengubah warna kepribadian kepada anak, tapi merupakan proses
interaksi alamiah yang didasarkan pada nilai-nilai kebenaran. Tujuan pendidikan karakter
adalah sebagai sebuah proses yang membawa peserta didik untuk memahami dan
merefleksi bagaimana suatu nilai begitu penting untuk diwujudkan dalam perilaku
keseharian manusia.

2.3 Upaya Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah


Muslich (2011), menjelaskan bahwa pendidikan karakter dapat diintegrasikan
dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pelajaran yang berkaitan dengan
norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan,
dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-
nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan
pengalaman nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Kegiatan
ekstrakulikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah juga merupakan salah satu media
yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik.
Melalui kegiatan ekstrakurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa
tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.
Paul Suparno dalam Zubaedi (2011), mengungkapkan ada empat cara penyampaian
yang disebut dengan penyampaian pendidikan karakter disekolah, yaitu: (1) sebagai mata
pelajaran tersendiri: model pendekatan ini dianggap sebagai mata pelajaran tersendiri yang
memiliki kedudukan yang sama dan diperlakukan sama seperti pelajaran atau bidang studi
lain; (2) terintegrasi dalam semua bidang studi: pendekatan ini dalam penyampaiannya
18

secara terintegrasi dalam setiap mata pelajaran, dipilih materi pendidikan karakter yang
sesuai dengan tema atau pokok bahasan bidang studi; (3) diluar pengajaran: penguatan
nilai dengan model ini lebih mengutamakan pengolahan dan penanaman nilai melalui suatu
kegiatan yang memiliki nilai-nilai karakter. Model ini tidak terstruktur dalam kerangka
pendidikan dan pengajaran di sekolah; (4) model gabungan: menggunakan gabungan
antara model terintegrasi dan model di luar pelajaran. Penanaman nilai pengajaran formal
terintegrasi bersamaan dengan kegiatan di luar pelajaran.
Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional menyatakan empat hal upaya
pengembangan pendidikan karakter dalam kaitannya pengembangan diri, yaitu: (1)
kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilaksanakan peserta didik secara terus menerus
dan konsisten setiap saat, misalnya upacara bendera setiap hari senin, piket kelas, shalat
berjamaah, berdoa sebelum dan setelah pelajaran, dan sebagainya; (2) kegiatan spontan
bersifat spontan, saat itu juga, pada waktu keadaan tertentu, misalnya mengumpulkan
sumbangan bagi korban bencana alam, mengunjungi teman sakit atau sedang yang tertimpa
musibah, dan lain-lain; (3) keteladanan adalah timbulnya sikap dan perilaku peserta didik
karena meniru perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan di sekolah, misalnya
kerapian pakaian yang dikenakan, kedisiplinan, tertib dan teratur, saling peduli dan kasih
sayang, dan sebagainya; (4) pengkondisian, menciptakan kondisi yang mendukung
keterlaksanaan pendidikan karakter, misalnya kondisi tata ruang yang rapi, kondisi toilet
yang bersih, disediakan tempat sampah, halaman sekolah yang rindang (Samani, 2011).
Wibowo (2012) mengungkapkan bahwa pengembangan nilai-nilai pendidikan
budaya dan karakter bangsa dapat diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan dari setiap
mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP. Pengembangan
nilai-nilai itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara berikut ini: (a) mengkaji Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada Standar Isi untuk menentukan apakah nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa yang tercantum itu sudah tercakup didalamnya, (b)
menggunakan tabel yang memperlihatkan keterkaitan antara SK dan KD dengan nilai dan
indikator untuk menentukan nilai yang akan dikembangkan, (c) mencantumkan nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa dalam tabel itu ke dalam silabus, (d) mencantumkan nilai-nilai
yang sudah tertera dalam silabus ke RPP, (e) mengembangkan proses pembelajaran secara
19

aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai
dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai, (f) memberikan bantuan kepada peserta
didik, baik yang mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai maupun untuk
menunjukkannya dalam perilaku.
Upaya pengembangan pendidikan karakter erat kaitanya dengan budaya sekolah,
Wibowo (2012: 93), menyatakan bahwa kultur atau budaya sekolah dapat dikatakan
sebagai pikiran, kata-kata, sikap, perbuatan, dan hati setiap warga sekolah yang tercermin
dalam semangat, perilaku, maupun simbol serta slogan khas identitas mereka.
Pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter dalam budaya sekolah antara lain melalui:
(1) kelas, melalui proses belajar setiap mata pelajaran atau kegiatan yang dirancang
sedemikian rupa; (2) sekolah, melalui berbagai kegiatan sekolah yang dirancang sejak awal
tahun pelajaran, dan dimasukkan ke dalam Kalender Akademik dan yang dilakukan sehari-
hari sebagai bagian dari budaya sekolah; (3) luar sekolah, melalui kegiatan ekstrakurikuler
dan kegiatan lain yang diikuti oleh seluruh atau sebagian peserta didik, dirancang sekolah
sejak awal tahun pelajaran, dan dimasukkan ke dalam Kalender Akademik.
Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau
pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter
direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di
sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu
ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga
kependidikan, dan komponen terkait lainya. Dengan demikian, menajemen sekolah
merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah.
Berdasarkan hal-hal diatas maka dapat disimpulkan bahwa upaya pengembangan
pendidikan karakter adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok
yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan pendidikan karakter yang dapat terwujud
dengan upaya pengembangan nilai-nilai karakter ke dalam mata pelajaran yang ada. Upaya
pengembangan pendidikan karakter dilakukan dengan pengembangan diri meliputi
kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan dan pengkondisian. Upaya pengembangan di
dalam pembelajaran dalam silabus belum dicantumkan, tapi pada pengembangan RPP dan
proses pembelajaran sudah dimasukkan nilai-nilai karakter (nilai religius, jujur, toleransi,
20

disiplin dan tanggung jawab). Selain itu, upaya pengembangan nilai-nilai pendidikan
karakter dalam budaya sekolah dilakukan melalui kelas, sekolah dan luar sekolah
(ekstrakurikuler).

2.4 Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah


Proses implementasi atau pelaksanaan terintegrasi ke dalam mata pelajaran,
pengembangan diri dan budaya sekolah. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan
Nasional telah melakukan berbagai upaya dalam menanamkan nilai-nilai karakter
disekolah. Salah satunya adalah dengan membuat buku pedoman sekolah yang dikeluarkan
oleh Kemendiknas. Implementasi pendidikan karakter dalam lingkup pendidikan kejuruan
tidak terlepas dari aspek kurikulum, pembelajaran, dan iklim/budaya sekolah. Oleh karena
itu,pertanyaan dasar yang harus dijawab dalam hal ini adalah: (1) bagaimanakah
mengintegrasikan karakter dalam kurikulum SMK, dan (2) bagaimana menciptakan strategi
yangmendukung implementasi integrasi karakter dalam pembelajaran, (3) bagaimanakah
menciptakan iklim dan budaya sekolah dalam mendukung integrasi karakter dalam
prosespendidikan (Wagiran, 2011). Untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan
karakter, Kemendiknas mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap
jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Berdasarkan grand design tersebut, pendidikan
merupakan salah satu strategi dasar dari pembangunan karakter bangsa yang dalam
pelaksanaaannya dilakukan dengan beberapa strategi. Strategi pendidikan karakter dapat
diterapkan melalui sosialisasi, pendidikan, pemberdayaan, pembudayaan dan kerja sama.
Secara psikologis dan kultural pembentukan karakter dalam diri individu
merupakan fungsi dari seluruh potensi individu, baik dalam aspek kognitif, afektif dan
psikomotor dalam konteks interaksi sosial kultural: dalam keluarga, sekolah, dan
masyarakat yang sifatnya berlangsung sepanjang hayat. Menurut Sudrajat (2011), program
pelaksanaan budaya sekolah berbasis karakter ini dapat diterapkan dan diorganisasikan
dilingkungan sekolah dengan menggunakan strategi pemodelan (modeling), pengajaran
(teaching), dan penguatan lingkungan (reinforcing). Bentuk dari strategi pemodelan dan
penguatan lingkungan bisa dituangkan dalam budaya sekolah yang berbasis karakter
terpuji. Pelaksanaan pendidikan di satuan pendidikan perlu melibatan seluruh warga
21

sekolah, orang tua siswa dan masyarakat. Secara garis besar berdasarkan pedoman sekolah
yang dikeluarkan Kemendiknas implementasi nilai-nilai pendidikan karakter di sekolah
melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (Kemendiknas, 2011). Alur pikir
pembangunan karakter bangsa menurut Kemendiknas, dapat dilihat melalui bagan dibawah
ini

Gambar 1. Alur Pikir Pembangunan Karakter Bangsa (Kemendiknas, 2011)

Agar implementasi nilai-nilai pendidikan karakter di sekolah dapat berjalan dengan


baik, maka hal yang harus dilakukan, diantaranya: (1) teladan dari guru, kepala sekolah,
dan pemangku kebijakan sekolah; (2) pendidikan karakter dilaksanakan secar konsisten dan
secara terus menerus; dan (3) penanaman nilainilai karakter yang utama. Nilai-nilai
pendidikan karakter juga harus diterapkan lewat kebiasaan kehidupan sehari hari disekolah
melalui budaya sekolah (Pedoman Depdiknas,2011:15-20). Menurut pedoman sekolah yang
22

dikeluarkan oleh Kemendiknas, proses implementasi nilai-nilai pendidikan karakter di


sekolah dapat dilakukan melalui:

2.4.1 Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran


Implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran yang dimaksud disini adalah
pada mata pelajaran yang ada di sekolah. Implementasi pendidikan karakter dalam
pembelajaran harus dilakukan dengan strategi yang matang dengan melihat kondisi dan
kemampuan siswa serta lingkungan sekitarnya. Hal tersebut sejalan dengan Wagiran yang
menyatakan bahwa: “Pelaksanaan integrasi karakter dalam pendidikan memiliki prinsip-
prinsip umum seperti: (1) tidak mengubah sistem pendidikan yang berlaku, (2) tidak
mengubah kurikulum, (3) pembelajaran menggunakan prinsip learning to know, learning to
learn, learning to be, dan learning to live together, dan (4) dilaksanakan secara kontekstual
sehingga terjadi pertautan antara pendidikan dan kebutuhan nyata siswa” Wagiran
(2011:197).
Mengimplementasikan nilai-nilai karakter pada pembelajaran bertujuan untuk
menanamkan nilai-nilai pada siswa akan pentingnya pendidikan karakter, sehingga mereka
mampu menginternalisasikan nilai-nilai tersebut tingkah laku sehari-hari. Dalam kurikulum
2013 pengimplementasian nilai-nilai pendidikan karakter di setiap mata pelajaran dapat
dilakukan dengan mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan karakter ke dalam Kompetensi
Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD). Selanjutnya kompetensi dasar yang dapat
diintegrasikan dengan nilai-nilai pendidikan karakter tersebut dikembangkan pada Rencana
Program Pembelajaran (RPP). Guru berperan dalam mengintegrasikan dan
mengembangkan nilai-nilai karakter ke dalam proses pembelajaran yang menyenangkan
dan dapat diterima siswa sesuai dengan Kurikulum. Proses pembelajaran didasarkan pada
upaya menguasai kompetensi pada tingkat yang memuaskan dengan memperhatikan
karakteristik konten kompetensi dimana pengetahuan adalah konten yang bersifat tuntas
(mastery). Keterampilan kognitif dan psikomotorik adalah kemampuan penguasaan konten
yang dapat dilatihkan. Sedangkan sikap adalah kemampuan penguasaan konten yang lebih
sulit dikembangkan dan memerlukan proses pendidikan yang tidak langsung (Uji Publik
23

Kurikulum 2013, 2012:5-6). Bagaimana seorang guru berperan dalam membiasakan nilai-
nilai tersebut melalui kegiatan pembelajaran merupakan point penting dalam implementasi
pendidikan karakter dalam pembelajaran. Guru mengupayakan nilai-nilai yang telah
tertuang dalam kurikulum tersebut agar mendorong siswa untuk menjadikannya sebagai
suatu pembiasaan dan tidak merasakannya sebagai sebuah beban.

2.4.2 Implementasi Pendidikan Karakter dalam Kurikulum Pendidikan


Kewarganegaraan
Kurikulum dalam istilah pendidikan sebagaimana pendapat Ronald C. Doll (dalam
Mudlofir, 2011:1) menyatakan, “the curriculum of a school is the formal and informal
content and process by which learner gain knowledge and understanding, develope, skills
and alter attitudes appreciations and values under the auspice of that school” (kurikulum
sekolah adalah muatan dan proses, baik formal maupun informal yang diperuntukkan bagi
pembelajar untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman, mengembangkan keahlian
dan mengubah apresiasi sikap dan nilai dengan bantuan sekolah). Atau dengan kata lain
kurikulum merupakan rencana atau penunjuk arah pendidikan untuk mencapai tujuan
pendidikan yang kemudian diwujudkan dalam suatu rangkaian proses pembelajaran. Tujuan
pendidikan sendiri akan membantu siswa dalam mengembangangkan potensi agar mampu
menghadapi tantangan, menghadapi probelematika hidup dan persaingan dalam dunia kerja
sehingga mereka mampu mengatasi problematika tersebut secara arif dan kreatif. Bila
kurikulum yang digunakan di SMK merupakan kurikulum berbasis kompetensi maka
karakter seharusnya menjadi kompetensi dasar yang dikembangkan dalam mata pelajaran
lainnya.
Implementasi Pendidikan Karakter dapat dilakukan dengan tiga pendekatan utama,
yaitu berbasis kelas, berbasis budaya sekolah, dan berbasis masyarakat. Ketiga pendekatan
ini saling terkait dan merupakan satu kesatuan yang utuh. Pendekatan ini dapat membantu
satuan pendidikan dalam merancang dan mengimplementasikan program dan kegiatan
Penguatan Pendidikan Karakter.
A. Pendidikan Karakter Berbasis Kelas
1. Pengintegrasian Pendidikan Karakter dalam kurikulum
24

Pengintegrasian Pendidikan Karakter dalam kurikulum mengandung arti bahwa


pendidik mengintegrasikan nilai-nilai utama Pendidikan Karakter kedalam proses
pembelajaran dalam setiap mata pelajaran. Pembelajaran yang mengintegrasikan nilai-
nilai utama karakter dimaksudkan untuk menumbuhkan dan menguatkan pengetahuan,
menanamkan kesadaran, dan mempraktikkan nilai-nilai utama Pendidikan Karakter.
Pendidik dapat memanfaatkan secara optimal materi yang sudah tersedia di dalam
kurikulum secara kontekstual dengan penguatan nilai-nilai utama Pendidikan Karakter.
Langkah-langkah menerapkan Pendidikan Karakter melalui pembelajaran terintegrasi
dalam kurikulum, dapat dilaksanakan dengan cara:
a. Melakukan analisis KD melalui identifikasi nilai-nilai yang terkandung dalam materi
pembelajaran;
b. Mendesain RPP yang memuat fokus penguatan karakter dengan memilih metode
pembelajaran dan pengelolaan (manajemen) kelas yang relevan;
c. Melaksanakan pembelajaran sesuai skenario dalam RPP;
d. Melaksanakan penilaian otentik atas pembelajaran yang dilakukan; dan
e. Melakukan refleksi dan evaluasi terhadap keseluruhan proses pembelajaran.
2. Pendidikan Karakter Melalui Manajemen kelas
Manajemen kelas (pengelolaan kelas) adalah momen pendidikan yang menempatkan
para guru sebagai individu yang berwenang dan memiliki otonomi dalam proses
pembelajaran untuk mengarahkan, membangun kultur pembelajaran, mengevaluasi dan
mengajak seluruh komunitas kelas membuat komitmen bersama agar proses
pembelajaran menjadi lebih efektif dan berhasil. Pendidik memiliki kewenangan dalam
mempersiapkan (sebelum masuk kelas), mengajar, dan setelah pengajaran, dengan
mempersiapkan skenario pembelajaran yang berfokus padanilai-nilai utama karakter.
Manajemen kelas yang baik akan membantu peserta didik belajar dengan lebih baik dan
dapat meningkatkan prestasi belajar.
Dalam proses pengelolaan dan pengaturan kelas terdapat momen penguatan nilai-nilai
pendidikan karakter. Contohnya, sebelum memulai pelajaran pendidik bisa
mempersiapkan peserta didik untuk secara psikologis dan emosional memasuki materi
pembelajaran, untuk menanamkan nilai kedisiplinan dan komitmen bersama, guru
25

bersama peserta didik membuat komitmen kelas yang akan disepakati pada saat peserta
didik belajar. Aturan ini dikomunikasikan, didialogkan, dan disepakati bersama dengan
peserta didik. Tujuan pengaturan kelas adalah agar proses pembelajaran berjalan dengan
baik dan membantu setiap individu berkembang maksimal dalam belajar. Pengelolaan
kelas yang baik dapat membentuk penguatan karakter. Berikut ini contoh pengelolaan
kelas yang berusaha memberikan penguatan karakter.
a. Peserta didik menjadi pendengar yang baik atau menyimak saat guru memberikan
penjelasan di dalam kelas (dapat menguatkan nilai saling menghargai dan toleransi).
b. Peserta didik mengangkat tangan/mengacungkan jari kepada guru sebelum
mengajukan pertanyaan/tanggapan, setelah diizinkan oleh guru peserta didik baru
boleh berbicara (dapat menguatkan nilai saling menghargai dan percaya diri).
c. Pemberian sanksi yang mendidik kepada peserta didik sebagai konsekuensi dan
bentuk tanggung jawab bila terjadi keterlambatan dalam mengerjakan atau
mengumpulkan tugas (dapat menguatkan nilai disiplin, bertanggung jawab, dan
komitmen diri).
d. Guru mendorong peserta didik melakukan tutor teman sebaya, siswa yang lebih pintar
diajak untuk membantu temannya yang kurang dalam belajar dan dalam mengerjakan
tugas-tugas yang diberikan guru (dapat menguatkan nilai gotong royong, kepedulian
sosial, percaya diri, dan bertanggung jawab).
Pengelolaan kelas tidak bisa diredusir sekadar sebagai pengaturan tatanan lingkungan
fisik di kelas, melainkan perlu lebih berfokus pada bagaimana mempersiapkan peserta
didik agar memiliki kesiapan fisik, mental, psikologis, dan akademis untuk menjalani
proses pembelajaran secara lebih produktif.
3. Pendidikan Karakter Melalui Pilihan dan Penggunaan Metode Pembelajaran
Penguatan Pendidikan Karakter terintegrasi dalam kurikulum dilakukan melalui
pembelajaran di kelas dengan menggunakan metode pembelajaran yang tepat. Guru
harus pandai memilih agar metode pembelajaran yang digunakan secara tidak langsung
menanamkan pembentukan karakter peserta didik. Metode pembelajaran yang dipilih
harus dapat membantu guru dalam memberikan pengetahuan dan keterampilan yang
dibutuhkan peserta didik. Melalui metode tersebut diharapkan siswa memiliki
26

keterampilan yang dibutuhkan pada abad XXI, seperti kecakapan berpikir kritis (critical
thinking), berpikir kreatif (creative thinking), kecakapan berkomunikasi (communication
skill), termasuk penguasaan bahasa internasional, dan kerja sama dalam pembelajaran
(collaborative learning).
Beberapa metode pembelajaran yang dapat dipilih guru secara kontekstual, antara
lain:
a. Metode pembelajaran saintifik (scientific Llearning), sebagai metode pembelajaran
yang didasarkan pada proses keilmuan dengan langkah kegiatan mulai dari
merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis
data, dan menarik simpulan.
b. Metode inquiry/discovery learning, yaitu penelitian/penyingkapan. Dalam Webster’s
Collegiate Dictionary inquiry didefinisikan sebagai “bertanya tentang” atau “mencari
informasi dengan cara bertanya”, sedangkan dalam kamus American Heritage,
discovery disebut sebagai “tindakan menemukan”, atau “sesuatu yang ditemukan
lewat suatu tindakan”.
c. Metode pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning), yaitu metode
pembelajaran yang memfokuskan pada identifikasi serta pemecahan masalah nyata,
praktis, kontekstual,berbentuk masalah yang strukturnya tidak jelas atau belum jelas
solusinya(ill-structured) atau open ended yang ada dalam kehidupan siswa sebagai
titik sentral kajian untuk dipecahkan melalui prosedur ilmiah dalam pembelajaran,
yang kegiatannya biasanya dilaksanakan secara berkelompok.
d. Metode pembelajaran berbasis proyek (project-based learning), yaitu pembelajaran
yang menggunakan proyek sebagai media dalam proses pembelajaran untuk
mencapai kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penekanan
pembelajaran terletak pada aktivitas-aktivitas siswa untuk menghasilkan produk
dengan menerapkan keterampilan meneliti, menganalisis, membuat, sampai dengan
mempresentasikan produk pembelajaran berdasarkan pengalaman nyata.
e. Metode pembelajaran kooperatif (cooperative learning), yaitu suatu model
pembelajaran di mana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil (umumnya
terdiri dari 4-5 orang siswa) dengan keanggotaan yang heterogen (tingkat
27

kemampuan, jenis kelamin, dan suku/ras berbeda). Dalam menyelesaikan tugas


kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu
bahan pembelajaran.
f. metode pembelajaran berbasis teks (text-based instruction/genrebased instruction),
yaitu pembelajaran yang berorientasi pada kemampuan siswa untuk menyusun teks.
Metode pembelajaran ini mendasarkan diri pada pemodelan teks dan analisis terhadap
fiturfiturnya secara eksplisit serta fokus pada hubungan antara teks dan konteks
penggunaannya. Perancangan unit-unit pembelajarannya mengarahkan siswa agar
mampu memahami dan memproduksi teks baik lisan maupun tulis dalam berbagai
konteks. Untuk itu, siswa perlu memahami fungsi sosial, struktur, dan fitur
kebahasaan teks.
Pilihan dan penggunaan metode-metode pembelajaran tersebut dapat dilaksanakan
dengan beberapa strategi, antara lain:
a. Pembelajaran kolaboratif (collaborative learning)
Melalui pembelajaran ini, peserta didik berlatih bagaimana bekerja sama dengan
orang lain untuk menyelesaikan sebuah proyek bersama. Fokus nilai dan
keterampilan yang menjadi sasaran dalam strategi pembelajaran kolaboratif adalah
kemampuan bekerja sama.
b. Presentasi
Peserta didik diminta untuk mempresentasikan hasil pemikiran, tulisan, dan kajiannya
di depan kelas. Nilai yang dibangun dengan strategi ini adalah rasa percaya diri,
kemampuan berkomunikasi dan menyampaikan gagasan, serta kemampuan untuk
mempertahankan pendapat dalam berargumentasi. Bagi peserta didik yang
mempresentasikan, peserta didik akan berlatih berargumentasi dengan baik. Bagi
teman-teman sekelas, mereka akan belajar mengkritisi sebuah argumentasi dengan
memberikan argumentasi lain yang lebih rasional dan berdasarkan data atau fakta.
Strategi ini akan memperkuat kemampuan untuk berpikir kritis dan meningkatkan
kemampuan berkomunikasi peserta didik.
c. Diskusi
28

Dalam pembelajaran, peserta didik perlu dilibatkan secara aktif bersama teman-
temannya secara berkelompok, berintegrasi secara verbal, saling bertukar pikiran dan
informasi, saling mempertahankan pendapat, mengajukan usulan dan gagasan yang
lebih baik, serta bersama-sama memecahkan masalah tertentu dalam pembelajaran.
Fokus penguatan karakter pada strategi ini adalah kemampuan berpikir kritis,
kemampuan berkomunikasi, menghargai pendapat orang lain, percaya diri, dan
mempengaruhi orang lain melalui tata cara berargumentasi yang baik.
d. Debat
Peserta didik perlu diberi kesempatan untuk beradu argumentasi dalam sebuah
perdebatan yang topiknya dipilih secara aktual dan kontekstual, agar mereka dapat
mempertahankan argumentasinya secara logis, rasional, dengan bahasa yang
komunikatif dan memikat perhatian pendengar (audiens). Fokus penguatan karakter
pada strategi inia dalah kemampuan berpikir kritis, kemampuan berkomunikasi,
percaya diri, dan mempengaruhi orang lain melalui tata cara berargumentasi yang
baik.
e. PemanfaatanTIK
Dalam pembelajaran, peserta didik dapat memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) dalam rangka menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Dengan
memanfaatkan TIK untuk pembelajaran, diharapkan kemampuan peserta didik dalam
menggunakan sarana TIK lebih baik, pembelajaran pun lebih efektif dan menarik.
Fokus pada kegiatan ini adalah literasi digital.
4. Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran Tematis
Penguatan Pendidikan Karakter melalui pembelajaran tematis adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang dilakukan oleh satuan pendidikan dengan mengalokasikan waktu
khusus untuk mengajarkan nilai-nilai tertentu.Tema-tema yang mengandung nilai utama
Pendidikan Karakter diajarkan dalam bentuk pembelajaran di kelas ini diharapkan
semakin memperkaya praksis Pendidikan Karakter di sekolah. Satuan pendidikan
mendesain sendiri tema dan prioritas nilai pendidikan karakter apa yang akan mereka
tekankan. Satuan pendidikan dapat menyediakan guru khusus atau memberdayakan guru
29

yang adauntuk mengajarkan materi tentang nilai-nilai tertentu untuk memperkuat


pendidikan karakter.
5. Pendidikan Karakter Melalui Gerakan literasi
Gerakan literasi merupakan kegiatan mengasah kemampuan mengakses, memahami,
mengolah, dan memanfaatkan informasi secara kritis dan cerdas berlandaskan kegiatan
membaca, menulis, menyimak, dan berbicara untuk menumbuhkembangkan karakter
seseorang menjadi tangguh, kuat, dan baik. Berbagai kegiatan tersebut dilaksanakan
secara terencana dan terprogram sedemikian rupa, baik dalam kegiatankegiatan berbasis
kelas maupun kegiatan-kegiatan berbasis budaya sekolah, dan komunitas masyarakat.
Dalam konteks kegiatan Pendidikan Karakter berbasis kelas, kegiatan-kegiatan literasi
dapat diintegrasikan kedalam kegiatan pembelajaran dan mata pelajaran yang ada dalam
struktur kurikulum.
Setiap guru dapat mengajak peserta didik membaca, menulis, menyimak, dan
mengomunikasikan secara teliti, cermat, dan tepat tentang suatu tema atau topik yang
ada di berbagai sumber, baik buku, surat kabar, media sosial, maupun media-media lain.
Dalam hubungan ini diperlukan ketersediaan sumber-sumber informasi di sekolah,
antara lain buku, surat kabar, dan internet. Oleh sebab itu, keberadaan dan peranan pojok
baca, perpustakaan sekolah, dan jaringan internet menjadi penting untuk mendukung
pelaksanaan pembelajaran. Kreativitas guru merupakan faktor penting dalam
menyajikan program dan kegiatan membaca, menulis, menyimak, dan berbicara secara
cerdas, agar peserta didik dapat menginternalisasi nilai-nilai positif yang terkandung di
dalamnya. Pembiasaan membaca buku non-pelajaran selama lima belas menit sebelum
pelajaran dimulai, sebagaimana diatur dalam Permendikbud No. 23 tentang Penumbuhan
Budi Pekerti perlu menjadi salah satu alternatif untuk menumbuhkan dan memulai
gerakan literasi di sekolah.
6. Pendidikan Karakter Melalui Layanan Bimbingan dan Konseling
Penguatan Pendidikan Karakter bisa dilakukan secara terintegrasi melalui
pendampingan siswa dalam melalui bimbingan dan konseling. Peranan guru BK tidak
terfokus hanya membantu peserta didik yang bermasalah, melainkan membantu semua
peserta didik dalam pengembangan ragam potensi, meliputi pengembangan aspek
30

belajar/akademik, karier, pribadi, dan sosial. Bimbingan dan konseling di sekolah


dilaksanakan secara kolaboratif dengan para guru mata pelajaran, tenaga kependidikan,
maupun orang tua dan pemangku kepentingan lainnya. Keutuhan layanan bimbingan dan
konseling diwujudkan dalam landasan filosofis bimbingan dan konseling yang
memandirikan, berorientasi perkembangan, dengan komponen-komponen program yang
mencakup (1) layanan dasar, (2) layanan responsif, (3) perencanaan individual dan
peminatan, dan (4) dukungan sistem (sesuai Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014
tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah).
Lima nilai utama PPK yaitu religius, nasionalis, gotong royong, mandiri, dan
integritas sangat sejalan dengan filosofi bimbingan dan konseling yang memandirikan.
Peran dan tanggung jawab bimbingan dan konseling dalam PPK adalah pengembangan
perilaku jangka panjang yang menyangkut lima nilai utama tersebut sebagai kekuatan
nilai pada pribadi individu di dalam mengembangkan potensi di bidang belajar, karier,
pribadi, dan sosial. Penguatan pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan dan
konseling dapat diselenggarakan melalui layanan-layanan berikut.
1. Layanan Dasar
Layanan dasar adalah pendampingan yang diperuntukkan bagi seluruh peserta
didik (konseli) melalui kegiatan pengalaman terstruktur secara klasikal atau
kelompok untuk mengembangkan perilaku jangka panjang dalam pengembangan
perilaku belajar, karier, pribadi, dan sosial. Nilai-nilai utama Pendidikan Karakter
diidentifikasi dan diintegrasikan kedalam pengembangan perilaku belajar/akademik,
karier, pribadi, dan sosial yang dikemas ke dalam topik atau tema tertentu dan
dituangkan ke dalam Rencana Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling
(RPLBK).
Layanan dasar merupakan momen utama BK yang paling memungkinkan integrasi
nilai-nilai utama PPK ke dalam layanan bimbingan dan konseling. Integrasi nilai-nilai
utama PPK ke dalam pengembangan perilaku belajar, karier, pribadi, dan sosial dapat
ditempuh dengan langkah-langkah berikut.
a. Kembangkan dan pilih nilai utama (atau unsur-unsur nilai utama) yang relevan
dengan bidang pengembangan belajar, karier, pribadi, atau sosial.
31

b. Kembangkan topik-topik atau tema satuan layanan yang mengandung perilaku


nilai utama PPK dan perilaku belajar, karier, pribadi, atau sosial. Petakan kedalam
program semester/tahunan.
c. Kembangkan RPLBK sesuai standar dan kebutuhan secara kontekstual.
d. Implementasikan RPLBK bermuatan nilai-nilai utama PPK melalui system
peluncuran (delivery systems) bimbingan dan konseling. Di dalam implementasi
RPLBK bisa berkolaborasi dan/atau dikolaborasikan dengan kegiatan PPK
berbasis lainnya.
2. Layanan Responsif
Layanan responsif adalah kegiatan yang diperuntukkan bagi peserta didik tertentu,
baik individual maupun kelompok, yang memerlukan bantuan segera agar peserta
didik tidak terhambat dalam pencapaian tugas-tugas perkembangannya. Bantuan
diberikan melalui konseling,konsultasi, kolaborasi, kunjungan rumah, dan alih tangan
(pengalihan penanganan konseli pada ahli lain karena sudah di luar kewenangan
konselor/guru BK). Nilai-nilai utama Pendidikan Karakter diinkorporasikan dalam
proses pemberian bantuan baik secara individual maupun kelompok.
3. Layanan Perencanaan Individual dan Peminatan
Layanan ini dimaksudkan untuk membantu setiap peserta didik dalam pengembangan
bakat dan minatnya, melalui pemahaman diri, pemahaman lingkungan, dan pemilihan
program yang cocok dengan bakat dan minatnya. Nilai-nilai utama Pendidikan
Karakter diinkorporasikan dalam proses pemahaman diri dan penguatan pilihan serta
pembelajaran dalam pengembangan bakat dan minat. Pembelajaran sebagaimana
disebutkan, lebih merupakan tanggung jawab guru mata pelajaran atau bidang yang
sesuai dengan minat peserta didik.
4. Dukungan Sistem
Dukungan sistem terkait dengan aspek manajemen dan kepemimpinan sekolah di
dalam mendukung layanan bimbingan dan konseling untuk memperkuat Pendidikan
Karakter. Dukungan sistem ini termasuk di dalamnya kebijakan, ketenagaan, dana,
dan fasilitas.
32

B. Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Sekolah


Pendidikan karakter berbasis budaya sekolah merupakan sebuah kegiatan untuk
menciptakan iklim dan lingkungan sekolah yang mendukung praksis Pendidikan
Karakter mengatasi ruang-ruang kelas dan melibatkan seluruh sistem, struktur, dan
pelaku pendidikan di sekolah. Pengembangan Pendidikan Karakter berbasis budaya
sekolah termasuk di dalamnya keseluruhan tata kelola sekolah, desain Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), serta pembuatan peraturan dan tata tertib sekolah.
Penguatan Pendidikan Karakter berbasis budaya sekolah berfokus pada pembiasaan dan
pembentukan budaya yang merepresentasikan nilai-nilai utama Pendidikan Karakter
yang menjadi prioritas satuan pendidikan.
Pembiasaan ini diintegrasikan dalam keseluruhan kegiatan di sekolah yang tercermin
dari suasana dan lingkungan sekolah yang kondusif. Langkah-langkah pelaksanaan
Pendidikan Karakter berbasis budaya sekolah, antara lain dapat dilaksanakan dengan
cara:
1. Menentukan Nilai Utama Pendidikan Karakter
Sekolah memulai program Pendidikan Karakter dengan melakukan asesmen awal.
Salah satu kegiatan asesmen awal adalah bahwa satuan pendidikan memilih nilai
utama yang akan menjadi fokus dalam pengembangan pembentukan dan penguatan
karakter di lingkungan mereka. Pemilihan nilai utama ini didiskusikan,
dimusyawarahkan, dan didialogkan dengan seluruh pemangku kepentingan sekolah
(kepala sekolah, pendidik, tenaga kependidikan, komite sekolah, dan peserta didik).
Bersamaan dengan itu, dirumuskan pula sejumlah nilai pendukung yang dipilih dan
relevan. Sekolah mendeskripsikan bagaimana jalinan antarnilai utama tersebut, yaitu
antar nilai utama yang dipilih dengan nilai pendukung. Seluruh pemangku
kepentingan menyepakati nilai utama yang menjadi prioritas serta nilai pendukung,
dan jalinan antar nilai dalam membentuk karakter warga sekolah, dan sekaligus
tertuang dalam visi dan misi sekolah.
Nilai utama yang dipilih oleh satuan pendidikan menjadi focus dalam rangka
pengembangan budaya dan identitas sekolah. Seluruh kegiatan, program, dan
pengembangan karakter di lingkungan satuan pendidikan berpusat pada nilai utama
33

tersebut, dan berlaku bagi semua komunitas sekolah. Satuan pendidikan menjabarkan
nilai utama ini dalam indicator dan bentuk perilaku objektif yang bisa diamati dan
diverifikasi. Dengan menentukan indikator, satuan pendidikan dapat menumbuhkan
nilainilai pendukung yang lain melalui fokus pengalaman komunitas sekolah terhadap
implementasi nilai tersebut. Dari nilai utama dan nilai-nilai pendukung yang sudah
disepakati dan ditetapkan oleh satuan pendidikan, sekolah bisa membuat tagline yang
menjadi moto satuan pendidikan tersebut sehingga menunjukkan keunikan, kekhasan,
dan keunggulan sekolah. Contoh: “Membentuk Pemimpin Berintegritas”,“Sekolah
Cinta”, “Sekolah Budaya”, dan lain-lain.
Satuan pendidikan dapat pula membuat logo sekolah, himne, dan mars sekolah
yang sesuai dengan branding-nya masing-masing.
a. Menyusun Jadwal Harian/Mingguan
Satuan pendidikan dapat menyusun jadwal kegiatan harian atau mingguan untuk
memperkuat nilai-nilai utama Pendidikan Karakter yang telah dipilih sebagai
upaya penguatan secara habituasi dan terintegrasi.
b. Mendesain KurikulumTingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing
satuan pendidikan diwujudkan dalam bentuk KurikulumTingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). KTSP tersebut memuat dan atau mengintegrasikan nilai-nilai
utama Pendidikan Karakter serta nilai-nilai pendukung lainnya. Langkah-langkah
yang perlu dilakukan antara lain sebagai berikut:
Langkah1, Memeriksa kelengkapan dokumen kurikulum yang terdiri dari:
a) Dokumen1 yang disebut dengan Buku I Kurikulum Sekolah, berisi sekurang-
kurangnya visi, misi, tujuan, muatan, pengaturan beban belajar, dan kalender
pendidikan. Contoh: Memasukkan nilai-nilai utama Pendidikan Karakter pada
visi dan misi sekolah. Nilai-nilai karakter dimaksud dapat diambil dari lima
nilai utama dan/atau subnilai lainnya yang relevan dengan kearifan dan budaya
sekolah.
b) Dokumen 2 yang disebut dengan Buku II Kurikulum Sekolah, berisi silabus.
Contoh: Silabus merupakan rencana pembelajaran dan dikembangkan oleh
34

satuan pendidikan, yang mencakup kompetensi inti, kompetensi dasar, materi


pokok/pelajaran, kegiatan pembelajaran, dan seterusnya. Silabus sebaiknya
dipastikan diberi muatan nilai-nilai karakter yang dituangkan secara eksplisit,
meskipun dalam implementasinya dapat dikembangkan secara relevan dan
kontekstual.
c) Dokumen 3 yang disebut dengan Buku III Kurikulum Sekolah, berisi rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP),yang disusun sesuai kompetensi dasar,
potensi, minat, bakat, dan kemampuan peserta didik di lingkungan belajar.
Contoh: RPP yang dibuat sebaiknya secara sengaja memuat nilai-nilai karakter.
Hal ini dapat dilakukan dengan bukan sekadar menambahkan komponen “fokus
penguatan karakter” setelah indikator atau tujuan dalam RPP tersebut, yang
berfungsi sebagai “pengingat”, melainkan juga menuliskan pada kompetensi
dasar mana pembentukan karakter itu akan diajarkan, disadarkan dan dibahas,
dan bagaimana mengajarkannya.
d) Penyusunan/pengembangan KTSP tersebut menjadi tanggung jawab satuan
pendidikan, dan dilakukan oleh tim pengembang KTSP, di bawah koordinasi
dan supervisi dinas pendidikan atau kantor kementerian agama provinsi dan
kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan masing-masing. Contoh: Sekolah
dapat melakukan Penguatan Pendidikan Karakter melalui dokumen KTSP
dengan:
1) melakukan penyesuaian nilai-nilai karakter yang sudah dilaksanakan di
sekolah dengan nilai-nilai utama Pendidikan Karakter;
2) menyesuaikan visi dan misi sekolah sesuai dengan keadaan sekolah;
3) menyesuaikan program kurikulum, terutama program di siang dan sore hari
yang dimasukkan dalam dokumen kurikulum sekolah; dan
4) membuat rancangan jadwal pelaksanaan kegiatan Pendidikan Karakter dan
menyesuaikan dengan kalender akademik sekolah.
Langkah 2, melaksanakan sosialisasi penguatan pendidikan karakter (PPK)
kepada seluruh komunitas sekolah (kepala sekolah, pendidik, tenaga
35

kependidikan, peserta didik, serta komite sekolah dan semua komponen yang ada
di sekolah).
Langkah 3, Membuat dan menyepakati komitmen bersama antarsemua pihak
(kepala sekolah, pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik, serta komite
sekolah dan semua komponen yang ada di sekolah), serta para pemangku
kepentingan pendidikan untuk mendukung dan melaksanakan Pendidikan
Karakter sesuai dengan strategi implementasi yang sudah direncanakan, baik
secara intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler.
c. Evaluasi Peraturan Sekolah
Budaya sekolah yang baik terlihat dalam konsep pengelolaan sekolah yang
mengarah pada pembentukan dan penguatan karakter. Sebagai sebuah gerakan
nasional, setiap lembaga pendidikan wajib melakukan koreksi dan evaluasi atas
berbagai peraturan yang mereka miliki dan menyelaraskannya dengan nilai-nilai
revolusi mental yang ingin diarahkan pada penguatan pendidikan karakter. Salah
satu contoh peraturan yang wajib dievaluasi adalah peraturan kedisplinan tentang
sakit, izin, dan alpa, penerapan kebijakan kriteria ketuntasan minimal (KKM), dan
peraturan terkait kegiatan mencontek.
Penguatan pendidikan karakter perlu mempergunakan sarana yang sudah ada
dan memiliki indikator yang jelas, terukur, dan objektif tentang penguatan
pendidikan karakter. Evaluasi praksis pemanfaatan peraturan sekolah tentang
kehadiran dibutuhkan agar peraturan ini dapat menjadi sarana efektif dalam
pembentukan karakter disiplin peserta didik. Selain peraturan tentang kedisplinan,
sekolah juga perlu mengadakan evaluasi atas peraturan-peraturan lain, untuk
melihat apakah peraturan sekolah yang ada telah mampu membentuk karakter
peserta didik atau justru malah melemahkannya. Upaya telaah, analisis, dan revisi
pada berbagai bentuk aturan ini sangat penting dalam rangka menghadirkan kultur
pembentukan dan penguatan karakter yang mendorong peserta didik menjadi
pembelajaran otentik, dimana peserta didik dapat belajar dari pengalaman yang
mereka lalui/rasakan sesuai dengan tahapan perkembangan masing-masing.
36

Dalam upaya pelaksanaan Pedidikan Karakter berbasis budaya sekolah, sekolah


dapat membuat atau merevisi peraturan dan tata tertib sekolah secara bersama-
sama dengan melibatkan semua komponen sekolah yang terkait. Dengan
demikian, semangat menegakkan peraturan tersebut semakin besar karena
dibangun secara bersama.
d. Pengembangan Tradisi Sekolah
Satuan pendidikan dapat mengembangkan Pendidikan Karakter berbasis budaya
sekolah dengan memperkuat tradisi yang sudah dimiliki oleh sekolah. Selain
mengembangkan yang sudah baik, satuan pendidikan tetap perlu mengevaluasi dan
merefleksi diri, apakah tradisi yang diwariskan dalam satuan pendidikan tersebut
masih relevan dengan kebutuhan dan kondisi sekarang atau perlu direvisi kembali,
agar dapat menjawab tantangan yang berkembang, serta selaras dengan upaya
penguatan karakter di satuan pendidikan tersebut.
e. Pengembangan Kegiatan kokurikuler
Kegiatan kokurikuler dilakukan melalui serangkaian penugasan yang sesuai
dengan target pencapaian kompetensi setiap mata pelajaran yang relevan dengan
kegiatan intrakurikuler. Kegiatan kokurikuler dapat dilaksanakan baik di dalam
lingkungan sekolah maupun di luar sekolah, tetapi kegiatan yang dilakukan harus
sesuai dengan perencanaan pembelajaran (silabus dan RPP) yangtelah disusun
guru. Hal itu dimaksudkan agar kegiatan siswa di luar lingkungan sekolah menjadi
tanggung jawab dan pengawasan guru yang bersangkutan. Jenis-jenis kegiatannya
antara lain berupa tugas-tugas, baik dilaksanakan secara individu maupun
kelompok. Contohnya, dapat berupa kegiatan proyek, penelitian, praktikum,
pengamatan, wawancara, latihan-latihan seni dan olah raga, atau kegiatan
produktif lainnya.
f. Ekstrakurikuler (Wajib dan Pilihan)
Penguatan nilai-nilai utama PPK sangat dimungkinkan dilaksanakan melalui
kegiatan ekstrakurikuler (ekskul). Kegiatan ekskul tersebut bertujuan untuk
mengembangkan kepribadian dan bakat peserta didik, sesuai dengan minat dan
kemampuannya masing-masing. Kegiatan ekskul ada duajenis, yaitu ekskul wajib
37

(pendidikan kepramukaan) dan ekskul pilihan (sesuai dengan kegiatan ekskul yang
dikembangkan oleh masing-masing satuan pendidikan). Semua kegiatan ekskul
yang dikembangkan tersebut harus memuat dan menegaskan nilai-nilai karakter
yang dikembangan dalam setiap bentuk kegiatan yang dilakukan.Meskipun secara
implisit kegiatan ekskul sudah mengandung nilai-nilai karakter, namun tetap harus
diungkap secara eksplisit serta direfleksikan dan ditegaskan kembali di akhir
kegiatan, agar peserta didik sadar dan paham.
C. Pendidikan Karakter Berbasis Masyarakat
Satuan pendidikan tidak dapat menutup diri dari kemungkinan berkolaborasi dengan
lembaga, komunitas, dan masyarakat lain di luar lingkungan sekolah. Pelibatan publik
dibutuhkan karena sekolah tidak dapat melaksanakan visi dan misinya sendiri. Karena
itu, berbagai macam bentuk kolaborasi dan kerja sama antarkomunitas dan satuan
pendidikan diluar sekolah sangat diperlukan dalam penguatan pendidikan karakter.
Satuan pendidikan dapat melakukan berbagai kolaborasi dengan lembaga, komunitas,
dan organisasi lain di luar satuan pendidikan yang dapat menjadi mitra dalam Penguatan
Pendidikan Karakter. Yang dimaksud dengan komunitas yang berada di luar satuan
pendidikan diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Komunitas orang tua peserta didik atau paguyuban orang tua, baik itu per-kelas
maupun per-sekolah;
2. Komunitas pengelola pusat kesenian dan budaya, yaitu berbagai perkumpulan,
kelompok hobi, sanggar kesenian, bengkel teater, padepokan silat, studio musik,
bengkel seni, dan lain-lain, yang merupakan pusat-pusat pengembangan kebudayaan
lokal dan modern;
3. Lembaga-lembaga pemerintahan (BNN, Kepolisian, KPK, Kemenkes, Kemenpora,
dan lain-lain);
4. Lembaga atau komunitas yang menyediakan sumber-sumber pembelajaran
(perpustakaan, museum, situs budaya, cagar budaya, paguyuban pecinta lingkungan,
komunitas hewan piaraan, dan lainlain);
5. Komunitas masyarakat sipil pegiat pendidikan;
6. Komunitas keagamaan;
38

7. Komunitas seniman dan budayawan lokal (pemusik, perupa, penari, pelukis, dan lain-
lain);
8. Lembaga bisnis dan perusahaan yang memiliki relevansi dan komitmen dengan dunia
pendidikan;
9. Lembaga penyiaran media, seperti televisi, koran, majalah, radio, dan lain-lain.
Beberapa prinsip pengembangan program Penguatan Pendidikan Karakter melalui
kerja sama/kolaborasi dengan komunitas antara lain:
1. penanggung jawab utama dalam setiap program dan kegiatan Pendidikan Karakter di
lingkungan sekolah adalah kepala sekolah;
2. kolaborasi bertujuan untuk memperkuat Pendidikan Karakter bagi seluruh anggota
komunitas sekolah;
3. fokus kolaborasi Pendidikan Karakter dengan komunitas terutama diperuntukkan bagi
peserta didik;
4. rasional atau alasan mengapa sekolah melakukan kolaborasi dengan komunitas
tertentu perlu didiskusikan dan dikomunikasikan pada seluruh komunitas sekolah;
5. satuan pendidikan wajib membuat dokumentasi kegiatan mulai dari pembuatan
proposal, pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan;
6. prinsip kolaborasi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip umum Pendidikan
Karakter, tidak melanggar nilai-nilai moral, dan tidak menjadikan sekolah sebagai
objek pemasaran produk tertentu.
Ada berbagai bentuk kolaborasi yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan
Pendidikan Karakter dengan berbagai komunitas diluar sekolah. Berikut ini adalah
beberapa contoh bentuk kolaborasi dengan komunitas yang dapat membantu penguatan
program pendidikan karakter di sekolah yang berfokus pada penguatan kekayaan
pengetahuan peserta didik dalam rangka pembelajaran. Bentuk kolaborasi itu antara lain:
1. Pembelajaran Berbasis Museum, Cagar Budaya, dan Sanggar Seni
Sekolah dapat melaksanakan program Pendidikan Karakter berbasis masyarakat
dengan bekerja sama memanfaatkan sumber-sumber pembelajaran yang ada di
lingkungan sekitar mereka. Bila di sebuah daerah terdapat museum yang bisa menjadi
sarana dan sumber pembelajaran bagi peserta didik, satuan pendidikan dapat bekerja
39

sama dengan pengelola museum, cagar budaya, kelompok hobi, komunitas budaya,
dan sanggar untuk memperkenalkan kekayaan-kekayaan koleksinya, mengajak
peserta didik untuk mempelajari kekayaan daerahnya, dan mampu menjaga kekayaan
warisan budaya yang mereka miliki.
2. Mentoring dengan Seniman dan Budayawan Lokal
Satuan pendidikan juga dapat bekerja sama dengan komunitas para seniman,
penyair,dan sastrawan di lingkungan mereka, agar peserta didik mampu memperoleh
pengetahuan dan pengalaman terkait dengan profesi seniman dan sastrawan. Bila
sebuah satuan pendidikan memiliki tokoh-tokoh budayawan dan seniman lokal, dan
memiliki tradisi dan kesenian khusus, satuan pendidikan tersebut dapat membangun
kolaborasi dan kerja sama untuk pengembangan kesenimanan peserta didik melalui
program mentoring, tutoring, seniman masuksekolah, atau belajar bersama maestro.
3. Kelas Inspirasi
Setiap kelas bisa mengadakan kelas yang memberikan inspirasi bagi peserta didik
dengan mendatangkan individu dari luar yang memiliki profesi sangat beragam.
Satuan pendidikan dapat mengundang narasumber dari kalangan orang tua maupun
tokoh masyarakat setempat. Orang tua dan tokoh-tokoh masyarakat bisa menjadi
sumber pembelajaran yang menginspirasi nilai-nilai pembentukan dan penguatan
karakter dalam diri peserta didik. Kelas inspirasi bertujuan agar setiap peserta didik
memperoleh inspirasi dari pengalaman para tokoh dan profesional yang telah berhasil
di bidang kehidupan profesimereka, sehingga kehadiran mereka dapat memberikan
semangat dan motivasi bagi para peserta didik untuk meningkatkan semangat belajar
dan prestasi mereka.
4. Program Siaran Radion On-air
Satuan pendidikan bisa bekerja sama dengan media cetak, elektronik, dan penyiaran
untuk mempromosikan nilai-nilai penguatan karakter kedalam masyarakat, dan
mengajak peserta didik untuk menjadi teladan dalam pemikiran dan tindakan. Satuan
pendidikan bisa mengadakan kerja sama untuk siaran onair yang membahas tentang
penguatan pendidikan karakter di sekolah. Diskusi antara sekolah, guru, orang tua,
peserta didik,dan masyarakat secara on air tentang tema-tema pendidikan karakter
40

bisa membantu masyarakat menyadari pentingnya pemahaman dan pengertian yang


baik tentang pendidikan karakter dan berbagai macam persoalan yang melingkupinya.
5. Kolaborasi dengan Media Televisi, Koran, dan Majalah
Satuan pendidikan bisa melakukan kerja sama dan kolaborasi dengan berbagai stasiun
televisi untuk peliputan maupun pembuatan kegiatan terkait dengan penguatan
program pendidikan karakter disekolah. Seluruh media ini dapat menjadi mitra bagi
lembaga pendidikan dalam rangka memperkuat dan mempromosikan pendidikan
karakter.
6. Gerakan Literasi
Untuk meningkatkan berbagai kemampuan literasi di dalam diri peserta didik, setiap
sekolah bisa membangun kerja sama dengan instansi lain yang relevan dalam rangka
pengembangan literasi sekolah, seperti toko buku, penerbit, dan percetakan, gerakan
masyarakat peduli literasi pendidikan, sanggar-sanggar baca, perpustakaan daerah,
dan perpustakaan nasional.
7. Literasi Digital
Pentingnya literasi digital juga bisa digalakkan oleh satuan pendidikan dengan
memanfaatkan kerjasama melalui berbagai pihak terkait, seperti Menkominfo,
maupun organisasi-organisasi dan pegiat literasi digital. Inti dari kegiatan ini adalah
memperkuat kemampuan literasi digital peserta didik.
8. Kolaborasi dengan Perguruan Tinggi: Riset Dosen-Guru
Satuan pendidikan bias bekerjasama dengan perguruan tinggi dalam rangka
pengembangan kapasitas guru. Perguruan tinggi memiliki salah satu misi mereka
terkait dengan pengabdian masyarakat. Untuk pengabdian masyarakat ini, perguruan
tinggi dapat bekerjasama dengan satuan pendidikan untuk meningkatkan kapasitas
pendidik. Selain itu, satuan pendidikan bias membangun kolaborasi dengan
perguruan tinggi dalam rangka peningkatan kualitas pelaksanaan pembelajaran para
guru, dan sebaliknya perguruan tinggi bias memanfaatkan pengalaman satuan
pendidikan sebagai laboratorium bagi pengembangan teori-teori pendidikan dan
pembelajaran, yang pada akhirnya akan membantu meningkatkan keterampilan dan
kompetensi para pendidik.
41

9. Program Magang Kerja


Satuan pendidikan bisa bekerja sama dengan komunitas bisnis untuk menyediakan
sumber daya dan kesempatan bagi para peserta didik agar dapat menerapkan ilmu dan
keterampilan yang mereka pelajari di lingkungan kerja secara nyata. Program magang
diperusahaan dan tempat-tempat bekerja bisa menjadi kegiatan untuk memperkuat
pendidikan karakter peserta didik, sehingga memiliki pengalaman yang lebih luas
terkait disiplin ilmu yang sedang dipelajarinya.
10. Kerja Sama dengan Komunitas Keagamaan
Untuk sekolah-sekolah dengan ciri khas keagamaan tertentu, pembentukan nilai-nilai
spiritual dapat dilakukan dengan melakukan kerja sama dengan lembaga-lembaga dan
komunitas keagamaan tertentu yang mampu membantu menumbuhkan semangat
kerohanian yang mendalam, terbuka pada dialog, yang akan membantu setiap
individu, terutama peserta didik agar dapat memiliki pemahaman dan praktik ajaran
iman yang benar dan toleran. Kerja sama dengan komunitas keagamaan ini bisa
dilakukan dengan melibatkan lembaga-lembaga yang memang menyediakan layanan
untuk pengembangan keagamaan khusus, sesuai dengan agama masing-masing
peserta didik.
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil
pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak
mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang. Bila pendidikan karakter telah
mencapai keberhasilan, tidak diragukan lagi kalau masa depan bangsa Indonesia ini akan
mengalami perubahan menuju kejayaan, jika pendidikan karakter mengalami kegagalan
sudah pasti dampaknya akan sangat besar bagi bangsa ini, negara kita akan semakin
ketinggalan dari negara-negara lain.
Implementasi pendidikan karakter bangsa di Sekolah merupakan hal yang perlu
dilakukan. Melalui pendidikan karakter bangsa di sekolah yang demikian itu, akan dapat
dihasilkan kader-kader pemimpinan bangsa yang memiliki komitmen yang kuat untuk
memajukan bangsa dan negara, memiliki identitas yang jelas, dan tidak terbawa arus
globalisasi yang cenderung lebih mengutamakan hal-hal yang bersifat jangka pendek,
hedonistik, individualistik, dan materialistik. Pendidikan karakter bangsa ini antara lain
didasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, Undang-undangan Dasar
1945, semangat Sumpah Pemuda, pandangan dan pemikiran para pemimpin bangsa yang
kredibel, nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di berbagai kepulauan di Indonesia.

3.2 Saran
Pemerintah harus selalu memantau atau mengawasi dunia pendidikan, karena dari
dari dunia pendidikan Negara bisa maju dan karena dunia pendidikan juga Negara bisa
hancur, bila pendidikan sudah disalah gunakan. Selain mengajar, seorang guru atau orang
tua juga harus mendoakan anak atau muridnya supaya menjadi lebih baik, bukan
mendoakan keburukan bagi anak didiknya. Guru harus memberikan rasa aman dan
keselamatan kepada setiap peserta didik di dalam menjalani masa-masa belajarnya, karena
jika tidak semua pembelajaran yang di jalani anak didik akan sia-sia.

22
23

DAFTAR PUSTAKA

Adhin, Fauzil. 2006. Positive Parenting: Cara-Cara Islami Mengembangkan Karakter


Positif Pada Anak Anda. Bandung: Mizan.

Arismantoro. 2008. Tinjauan Berbagai Aspek Character Building Bagaimana Mendidik


Anak Berkarakter. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Asmani, Jamal Ma’mur. 2012. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di


Sekolah. Jogjakarta: Diva Pers.

Fitri, Agus Zaenal. 2012. Pendidikan Karakter Berbasis Nilai dan Etika di Sekolah.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Hidayatullah, Furqon. 2010. Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa.


Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kemendiknas. 2011. Pedoman Pelasanaan Pendidikan Karakter. Jakarta: Kemendiknas.

Kesuma, Dharma dkk. 2011. Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktik di Sekolah.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Koesuma, Doni. 2009. Pendidikan Karakter di Zaman Keblinger. Jakarta: Grasindo.

Megawangi, Ratna. 2003. Pendidikan Karakter untuk Membangun Masyarakat Madani.


IPPK Indonesia Heritage Foundation

Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis


Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara.

Samani, Muchlas dan Hariyanto. 2011. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.

Walgito, Bimo. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Wibowo, Agus. 2013. Manajemen Pendidikan Karakter Di Sekolah. Yogyakarta: Pustaka


Belajar.

Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
24

ARTIKEL

Lickona, Thomas. 2004. “Make Your School A School of Character”. dalam Character
Matters. Diakses dari www.Cortland.edu/character.
Mudlofir. 2011. Aplikasi Pengembangan kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Bahan
Ajar dalam Pendidikan Agama Islam. Jakarta:Raja Grafindo Persada.

Ridwan, Muhamad. 2012. Menyemai Benih Karakter Anak. dari http://www. adzzikro.com

Sudrajat. 2011. Membangun Sekolah Berbasis Karakter Terpuji. Makalah Penelitian pada
bulan Mei 2011 diakses dari:
(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Membangun%20Kultur%20Sekola
h%20Berbasis%20Karakter.pdf )

Ural, Ayhan. 2009. “Good Elementary Education.” Journal of World Conference on


Educational Sciences: New Trends and Issues in Educational Sciences 1 (1) 1249-
1254. Diakses pada 31 Oktober 2017
(http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1877042809002262).

Wagiran. 2011. Implementasi Pendidikan Karakter dalam Menyiapkan Tenaga Kerja


Kejuruan dalam Menghadapi Tantangan Global. Makalah Penelitian pada Prosiding
Seminar Nasional dalam Rangka Dies Natalis ke-46 UNY bulan Mei 2011. Diakses
dari: (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132297916 /makalah%20seminar%20
nasional.pdf)

Wibowo, Timothy. 2010. Pentingnya Pendidikan Karakter Dalam Dunia Pendidikan.


Diakses dari http://www.pendidikankarakter.com/pentingnya-pendidikan-karakter-
dalam-dunia-pendidikan/

UNDANG-UNDANG

Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas


ABSTRAK

Pramudyasari Nur Bintari (1302266). Peran Pemuda Sebagai Penerus Tradisi Sambatan
Dalam Rangka Pembentukan Karakter (Studi Deskriptif Pelaksanaan Gotong Royong Di
Desa Jogorogo).

Penelitian ini dilatarbelakangi Oleh perilaku pemuda yang tidak sejalan dengan karakter
bangsa, banyaknya kesalahan Oleh pemuda, dan menurunnya tingkat kepedulian pemuda
akan tradisi sambatan. Karakter yang dimiliki suatu bangsa ditentukan Oleh karakter warga
negaranya. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran pelaksanaan gotong
royong, bentuk, upaya pelestarian sambatan, memperoleh kaitannya dengan pendidikan
25

karakter pemuda dan mengetahui upaya masyarakat dalam meningkatkan apresiasi pemuda.
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, metode deskriptif. Subjek penelitian adalah
pemuda, perangkat desa, dan tokoh masyarakat. Teknik pengumpulan data menggunakan
observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan reduksi
data, display, dan penarikan kesimpulan. Temuan penelitian adalah peran pemuda sebagai
generasi penerus tradisi, mempelajari dan memahami tradisi, menerapkan dalam kehidupan
sehari-hari, mendampingi generasi selanjutnya dalam proses pemahaman, pelaksanaan, dan
evaluasi tradisi sambatan. Peran pemuda dalam tradisi sambatan perlu ditingkatkan sebagai
wujud pengabdian kepada masyarakat. Bentuk tradisi sambatan adalah "sinoman " "ngecor"
atau bangun rumah, pengajian, bantu-bantu di tempat orang berduka, dan kerja bakti.
Upaya masyarakat adalah memberikan pengarahan tentang pentingnya hidup bersama,
pendampingan dan sering diskusi. Menciptakan kegiatan pelatihan kewirausahaan untuk
menarik perhatian. Kaitan antara keterlibatan pemuda dalam tradisi sambatan dengan
pendidikan karakter adalah sambatan sebagai media yang dapat membangun paradigma
pemuda tentang gotong royong dan berpengaruh terhadap perilakunya. Upaya masyarakat
dalam meningkatkan apresiasi pemuda dengan menciptakan kegiatan modern yang dapat
menumbuhkan rasa kebersamaan, kerukunan, dan tanggung jawab terhadap sesama dan
memahami perilaku pemuda terkait dengan kondisi psikologisnya. Rekomendasi ditujukan
bagi pemuda agar dapat meningkatkan perannya dalam sambatan. Untuk pemerintah desa
lebih memperhatikan masa depan pemuda dalam kewirausahaan.

Kata Kunci: Pemuda, Tradisi Sambatan, Gotong Royong, Karakter

ABSTRAK

Penelitian ini memberi gambaran tentang pembentukan karaktcr siswa melalui model
pembelajaran PKn yang berbasis portofolio yang melibatkan guru dan siswa. Penelitian ini
beranjak dari masalah prilaku siswa yang menampilkan sikap yang tidak terpuji, berupa
tawuran antar pelajar, serta lemahnya perhatian siswa terhadap bimbingan guru, sehingga
kondisi tersebut menjadi keprihatinan peneliti untuk mengetahui secara mendalam tentang
pentingnya pembentukan karakter siswa dałam pembeląiaran PKn. Tuiuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui secara mendalam tentang pembentukan karakter siswa melalui
model pembelajaran PKn yang berbasis portofolio sebagai upaya untuk membangkitkan
nilai karakter siswa. Hill dałam ( Budimansyah, 2012:14) menyatakan bahwa "karakter
menentukan pikiran pribadi seseorang dan tindakan yang dilakukannya. Karakter yang baik
adalah motivasi batin untuk melakukan apa yang benar sesuai standar terținggi perilaku
dałam setiap situasi”. Pendekatan yang digunakan dałam penelitian ini adalah pendekatan
Kualitatif dengan metode Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa SMP AL-Wathan Ambon.
26

Teknik pengumpulan data yakni Observasi, Wawancara dan Studi Dokumentasi.


Berdasarkan temuan hasil penelitian di lapangan melalui instrumen wawancara maupun
pengamatan langsung bahwa pembentukan karakter siswa model melalui model
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang berbasis portofolio pada SMP AL-
Wathan Ambon berdampak positif terhadap efektifitas pembelajaran PKn yakni dimana
guru dapat mengidentifikasi prilaku siswa, serta dimana siswa bisa memecahkan masalah
yang berkenaan dengan materi yang disampaikan oleh guru di kelas. Selain iłu, model
portofolio juga sangat mempengaruhi interaksi antara guru dan siswa, dimana siswa dapat
mengungkapkan pendapatnya disaat ada permasalahan penting yang berkaitan dengan
model pembelajaran portofolio, yang berdampak terhadap munculnya sikap kerja sama,
tanggung jawab yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Siswa juga merspon dengan
baik model tersebut karena menyenangkan bagi siswa, dimana siswa serius dałam
menanyakan hal-hal yang belum -diketahui. Adapun kelemahan atau tantangan dari
implementasi model pendidikan karakter dałam pembelajaran PKn yang berbasis portofolio
dimana sebagian kecił siswa tidak merspon dengan baik, hal iłu dapat diidentifikasi dari
lemahnya tanggung jawab siswa dałam mengumpulkan informasi berkenaan dengan
pembuatan portofolio, Dari hasil penelititan dapat disimpulkan bahwa implementasi model
pendidikan karakter dałam pembelajaran PKn berbasis portofolio merupakan model
pembelajaran yang, dapat membentuk sikap/kepribadian siwa menjadi baik, terutama sikap
kerja sama, kemandirian, tanggung jawab, tolong-menolong, kepedulian, serta dapat
menumbuhkan sikap kepedulian terhadap sesama maupun merangsang pengetahuan siswa
dałam memahami materi pembelajaran PKn.

Kata Kunci: Model Pendidikan Karakter, Pembelajaran PKn, Portofolio

YUNI MAYA SARI (1201099). PEMBINAAN TOLERANSI DAN PF.I)UI.I

DALAM UPAYA

KEWARGANEGARAAN (CIVIC I)ÎSPOSITION) SISWA (Studi Kasus di SIMĂN 4


Balikpapan Kaliłnantan Tinłur).

Nilembangkitkan semangat toleransi dan peduli sosial dapat dilakukan melalui pendidikan
karakter yang diimplełnentasikan dałam institusi pendidikan. Penelitian ini bertujuan untuk
nłengungkapkan dan łnengetahui secara mendalam tentang realitas sikap toleransi dan
peduli sosial siswa, proses pembinaan toleransi dan peduli sosial, faktor-faktor pendukung
27

dan penghałnbat proses pembinaan, dan upaya pihak sekolah dałam pembinaan. Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus dan data-data diperoleh
melalui teknik wawancara mendalam, observasi, studi literatur, dan studi dokumentasi.
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Balikpapan. Hasil penelitian
mengungkapkan bahwa: l) Realitas sikap toleransi yang ditunjukkan siswa ditandai dengan:
menghargai pendapat orang lain baik dałam proses pembelajaran di kelas maupun ketika
rapat kegiatan ekstrakurikuler: bersahabat tanpa membedakan suku dan agama; sikap saling
mefighargai dan menghormati orang lain, mengendalikan emosi dan mudah łnennaafkan.
tidak nłengejek teman. Sedangkan realitas sikap peduli sosial yang clitunjukkan oleh siswa
ditandai dengan merancang dan melakukan berbagai kegiatan sosial, menghormati
petugas-petugas. sekolah, saling membantu. łnenjenguk teman -yang sakit, dan melayat
apabila ada orang tua siswa meninggal. 2) Proses penłbinaan toleransi dan peduli sosial
siswa dilakukan łnelalui penłbelajaran P Kn di kelas, kegiatan ekstrakurikuler, dan
pembiasaan cli lingkungan sekolah. 3) Faktor-faktor penunjang dałam proses pembinaan
toleransi dan peduli sosial siswa yaitu kebijakan dinas dan kepala sekolah, pedonłan
kurikulum, kebersamaan warga sekolah, sarana dan prasarana, lingkungan, komitmen
sekolah, lingkungan, dan kegiatan ekstrakurikuler. Faktor-faktor penghambat proses
pembinaan toleransi dan peduli sosial; rnasih kurangnya kesadaran dari diri siswa akan
pentingnya bertoleransi dan peduli sosial dalanł kehidupan: dan łnasih ada beberapa pihak
yang tidak ikut berpartisipasi dan bekerja. 4) Upaya } ang dilakukan pihak sekolah dałam
proses pembinaan toleransi dan peduli sosial siswa yaitu lebih maksimal dałam
mengembangkan toleransi dan peduli sosial pada diri sisxxa di berbagai kegiatan, lebih
terstruktur dałam penyusunan progranł. alokasi dana dan alokasi waktu; menghargai dan
memberikan perlakuan yang sanła terhadap seluruh warga sekolah, nłełnfasilitasi kegiatan )
ang bersilțat sosial secara lebih optinłal, melibatkan pihak lain dan melakukan koordinasi
yang berkesinałnbungan antara kepala sekolah, guru, dan orang tua. Rekomendasi
penelitian ini adalah perlu pembinaan toleransi dan peduli sosial melalui berbagai kegiatan
di sekolah untuk membentuk dan memantapkan watak kewarganegaraan sis\Ăa.

Kata Kunci: Toleransi, Peduli Sosial, dan Watak Kevs arganegaraan


28

Anda mungkin juga menyukai