OLEH
DANIS RACHMAD HUNS
1615013018
Volume penggalian dan penimbunan suatu material merupakan hal yang penting
dalam banyak pekerjaan teknik dan pertambangan. Akurasi bentuk dan estimasi
volume dari material tersebut adalah penting dalam banyak aplikasi, misalnya
studi erosi, estimasi pengambilan bahan tambang, dan penilaian lahan untuk
konstruksi (Schulz dan Schachter 1980 dalam Yakara dan Yilmazb 2008).
Umumnya perhitungan volume menggunakan metode trapesium (segiempat, atau
segitiga prisma), perpotongan melintang (trapezoidal, Simpson, andaverage
formula), dan metode lainnya (Simpson-based, Cubic spline, and Cubic Hermite
formula) telah ada dalam literatur (Yanalak 2005 dalam Yakara dan Yilmazb
2008).
Metode yang digunakan untuk melakukan pengukuran volume suatu material
adalah menggunakan metode tachymetri untuk mengetahui koordinat suatu titik
dengan menggunakan alat ukur Electronic Total Station (ETS). Untuk
mendapatkan bentuk permukaan tanah terbaik sangat bergantung pada bentuk
permukaan, distribusi titik dan metode interpolasi. Tetapi dengan bertambahnya
titik akan berarti menambah waktu dan biaya. Kadang-kadang untuk mendapatkan
titik geodetik dapat beresiko dan mustahil. Karena itu, bentuk permukaan tanah
tidak dapat diwakili dengan baik.
Untuk menyelesaikan masalah pengambilan titik permukaan tanah ,penelitian
ini menerapkan metode Close Range Photogrametry (CRP) atau Fotogrametri
Rentang Dekat sebagai metode alternatif untuk melakukan pengukuran dalam
menentukan volume suatu material, dengan memanfaatkan teknologi kamera
digital. Dalam teknik CRP, kualitas proses penentuan koordinat dapat
ditingkatkan dengan cara melakukan pembidikan ke objek secara konvergen dari
beberapa kamera agar diperoleh ukuran lebih. Teknik ini mempunyai kelebihan
terutama jika objek yang akan diukur sulit untuk dijangkau dan atau memiliki
dimensi yang kecil. Selain itu, kamera-kamera digital popular (nonmetrik)
umumnya mempunyai harga yang relatif terjangkau.
2. Pada proses Triangulasi Udara saat mencari pasangan titik ikat pada semuafoto
dimana titik tersebut muncul.
3. Pembentukan DTM (Digital Terain Model), mencari pasangan titik foto untuk
posisi titik DTM
Image matching adalah proses untuk menemukan titik yang bersesuaian pada satu
atau lebih citra.
a. Area-based matching
b. Feature-based matching
c. Symbolic matching
Prinsip teknik korelasi silang adalah mencari pasangan obyek/titik piksel antara
foto referensi/foto kiri dengan foto pasangan/foto kanan. Pada foto kiri ditentukan
jendela sasaran yang memuat titik piksel yang akan dicari pasangannya pada foto
kanan. Pada foto kanan ditentukan daerah selidik yang mempunyai ukuran lebih
besar daripada daerah sasan. Pada daerah sasaran dibentuk pula jendela/daerah
sub selidik dengan ukuran yang sama dengan jendela/daerah sasaran, misal ukuran
3 piksel x 3 piksel. Jendela sub selidik ini bergerak (moving window) dengan
increment 1 piksel sepanjang setiap baris dan kolom di daerah selidik.
Berdasarkan persamaan (1), dihitung nilai korelasi (δ) antara jendela sasaran
dengan jendela sub selidik. Nilai korelasi silang ini dapat dihitung dengan
persamaan (Rottensteiner, 2001):
Dimana :
δ : koefisien korelasi
t : ukuran jendela
g(x,y) : derajat keabuan untuk piksel (x,y) pada jendela sasaran (foto kiri)
h(x,y) : derajat keabuan untuk piksel (x,y) pada jendela sub selidik (foto kanan)
gm : rerata nilai keabuan piksel dalam luasan jendela sasaran (foto kiri)
hm : rerata nilai keabuan piksel dalam luasan jendela sub selidik (foto kanan)
Pada setiap posisi pergerakan jendela sub selidik pada jendela selidik ini dihitung
nilai korelasi (δ) antara jendela sasaran dengan jendela sub selidik. Piksel dengan
nilai korelasi tertinggi merupakan piksel yang bersesuaian pada kedua foto
tersebut. Nilai korelasi berkisar antara –1 sampai dengan 1. Nilai 1 menunjukkan
korelasi yang sempurna (perfect match), nilai 0 menunjukkan total miss match
(tidak terdapat korelasi), serta nilai –1 menunjukkan adanya korelasi yang
berkebalikan atau belawanan (Schenk, 2000). Persyaratan yang dipenuhi untuk
melakukan area based matching adalah pasangan foto perlu dinormalisasi terlebih
dahulu, misal derajad kecerahan foto kanan dinormalisasi terhadap foto kiri.
Persamaan yang digunakan adalah:
Gn1 = Gn Z + (me+mrZ)
Dimana :
Gn1 = Nilai piksel foto kanan yang telah dinormalisasi terhadap foto kiri
Z = (δe/δr)