Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Myocarditis adalah peradangan pada otot jantung atau miokardium. pada umumnya
disebabkan oleh penyakit-penyakit infeksi, tetapi dapat sebagai akibat reaksi alergi terhadap
obat-obatan dan efek toxin bahan-bahan kimia dan radiasi.
Miokarditis merupakan salah satu penyakit jantung didapat non-reumatik yang sering
dijumpai selain miokarditis bakterialis dan difterika. Pada waktu infeksi terkena virus,
infiltrasi sel-sel inflamatoris ke jantung dapat terjadi. Inflamasi pada miokard didefinisikan
oleh Badan Kesehatan Dunia, World Health Organization (WHO), sebagai miokarditis.
Sedangkan inflamasi miokard yang berkaitan dengan disfungsi jantung didefinisikan sebagai
kardiomiopati inflamatoris.
Dari data terbaru (2011), terdapat perubahan epidemiologi miokarditis infektif pada
saat sekarang yang disebabkan tingkat kesehatan umum yang baik, tingkat kesehatan gigi
yang baik, pengobatan yang lebih dini dan penggunaan antibiotic. Insidens miokarditis 10-
60 kasus per 1.000.000 penduduk per tahun diseluruh dunia dan cenderung meningkat pada
usia lanjut.
Salah satu miokarditis yang penting adalah miokarditis karena kuman difteria, yang
disebut miokarditis difterika. Komplikasi jantung yang biasanya terjadi pada anak dengan
difteria terdapat sekitar 10-20 persen dan 50 persen dari anak yang meninggal karena difteria
disebabkan oleh komplikasi jantung.
Komplikasi penyakit yang sangat berat ialah terjadinya kolaps sirkulasi yang terjadi
pada minggu pertama. Sedangkan miokarditis umumnya timbul pada minggu kedua dan
ketiga.
Penyakit ini perlu penanganan dan pengobatan yang tepat dan sesegera mungkin
karena apabila tidak disegerkan akan mengakibatkan dampak yang fatal.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dari system kardiovaskuler?
2. Apa definisi dari Miokarditis?
3. Bagaimana insidensi dari Miokarditis?
4. Apa etiologi dari Miokarditis?
5. Bagaimana klasifikasi dari Miokarditis?
6. Bagaimana patofisiologi dari Miokarditis?
7. Apa saja manifestasi klinis dari Miokarditis?
8. Pemeriksaan penunjang apa saja yang digunakan pada Miokarditis?
9. Bagaimana penatalaksanaan yang tepat pada penderita Miokarditis?
10. Bagaimana pencegahan terhadap Miokarditis?
11. Apa saja komplikasi dari Miokarditis?
12. Bagaimana prognosis dari Miokarditis?
13. Bagaimana proses keperawatan yang sesuai pada Miokarditis?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui secara umum dan keseluruhan mangenai penyakit
Miokarditis agar dapat memeberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
miokarditis sebaik mungkin.
2. Tujuan Khusus
a. Bagaimana anatomi dari system kardiovaskuler?
b. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari Miokarditis
c. Untuk mengetahui dan memahami insidensi dari Miokarditis
d. Untuk mengetahui dan memahami etiologi dari Miokarditis
e. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi dari Miokarditis
f. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi dari Miokarditis
g. Untuk mengetahui dan memahami apa saja manifestasi klinis dari Miokarditis
h. Untuk mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang apa saja yang
digunakan pada Miokarditis
i. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan yang tepat pada penderita
Miokarditis
j. Untuk mengetahui dan memahami pencegahan terhadap Miokarditis
k. Untuk mengetahui dan memahami apa saja komplikasi dari Miokarditis
l. Untuk mengetahui dan memahami prognosis dari Miokarditis
1. Untuk mengetahui dan memahami proses keperawatan yang sesuai pada Miokarditis
3. Manfaat
a. Bagi mahasiswa
Mahasiswa di Jurusan Keperawatan mendapat informasi tentang kor pulmonal secara
umum dan tentag pendekatan asuhan keperawatan kor pulmonal.

b. Bagi tenaga kesehatan


Sebagai masukan untuk pengembangan pemberian layanan kesehatan yang optimal
kepada klien dengan kor pulmonal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi

Gambar 1. Lapisan-lapisan jantung


Myocardium lapisan medial dinding jantung yang terdiri atas jaringan otot jantung
yang sangat khusus (Brooker, 2001)

Definisi

Gambar 2. Penampang jantung dengan miokarditis


Miokarditis adalah peradangan pada otot jantung atau miokardium. Pada umumnya
miokarditis disebabkan penyakit-penyakit infeksi tetapi dapat sebagai akibat reaksi alergi
terhadap obat-obatan dan efek toksik bahan-bahan kimia radiasi. Miokarditis dapat
disebabkan infeksi, reaksi alergi, dan reaksi toksik. Pada miokarditis, kerusakan miokardium
disebabkan oleh toksin yang dikeluarkan basil miosit. Toksin akan menghambat sintesis
protein dan secara mikroskopis akan didapatkan miosit dengan infiltrasi lema, serat otot
mengalami nekrosis hialin. Beberapa organisme dapat menyerang dinding arteri kecil,
terutama arteri koronaintramuskular yang akan memberikan reaksi radang perivaskular
miokardium. Keadaan ini dapat disebabkan oleh pseudomonas dan beberapa jenis jamur
seperti aspergilus dan kandida. Sebagian kecil mikroorganisme menyerang langsung sel-sel
miokardium yang menyebaban reaksi radang. Hal ini dapat terjadi pada Toksoplasmosis
gondii. Pada trikinosis, sel-sel radang yang ditemukan terutama eusinofil (Elly Nurachmach,
2009).
Myocardium lapisan medial dinding jantung yang terdiri atas jaringan otot jantung
yang sangat khusus (Brooker, 2001).
Myocarditis adalah peradangan pada otot jantung atau miokardium. pada umumnya
disebabkan oleh penyakit-penyakit infeksi, tetapi dapat sebagai akibat reaksi alergi terhadap
obat-obatan dan efek toxin bahan-bahan kimia dan radiasi (FKUI, 1999).
Myocarditis adalah peradangan dinding otot jantung yang disebabkan oleh infeksi
atau penyebab lain sampai yang tidak diketahui (idiopatik) (Dorland, 2002).
Miokarditis adalah inflamasi fokal atau menyebar dari otot jantung, tepatnya
miokardium. (Doenges, 1999).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa myocarditis adalah peradangan/
inflamasi otot jantung oleh berbagai penyebab terutama agen-agen infeksi.

B. Etiologi
Penyebab miokarditis dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Infeksi
a. Virus (coxsackievirus, echo virus, HIV, virus epsteinbarr, influenza,
cytomegalovirus, adenovirus, hepatitis A dan B, MUMPs, folio virus, rabies,
respiratori syincitial virus, rubella, vaccinea, varicella zoster, arbovirus)
b. Bakteri (corynebacterio diphteriae, streptococuspyogenis, staphilococcus aureus,
haemophilus pneumoniae, salmonella, nieserria gonorrhoeae, leptospira, treponema
pallidum, mycobacterium tuberkulosis,mycoplasma pneumonia, riketsia.
c. Jamur (candida, aspergilus)
d. Parasit (tripanosoma cruzii, toxoplasma, schistosoma, trichina)
2. Non infeksi
a. Obat-obatan yang menyebabkan reaksi hypersensitifitas
 Antibiotik (sulfonamida, penisilin, cloramfenicol, tetrasiklin, streptomicyn)
 Anti Tuberculosis (isoniazin, paraaminosalisilik acid)
 Anti konfulsan (phenindion, phenitoin, carbamazepin)
 Anti inflamasi (indometasin, sulfonilurea)
 Diuretik (acetazolamid, klortalidon, spironolacton)
b. Obat-obatan yang tidak reaksi hypersensitifitas, seperti Kokain, Siklofosfamid,
Litium, Interferon alfa.
c. Penyebab lain selain obat-obatan adalah : Radiasi dan Giant cell

C. Klasifikasi
Dorland (2002) mengklasifikasikan miokarditis sebagai berikut :
a. Acute isolated myocarditis adalah miokarditis interstitial acute dengan etiologi yang
tidak diketahui.
b. Bacterial myocarditis adalah miokarditis yang disebabkan oleh infeksi bakteri.
c. Chronic myocarditis adalah penyakit radang miokardial kronik.
d. Diphtheritic myocarditis adalah mikarditis yang disebabkan oleh toksin bakteri yang
dihasilkan pada difteri : lesi primer bersifat degeneratiff dan nekrotik dengan respons
radang sekunder.
e. Fibras myocarditis adalah fibrosis fokal/ difus mikardial yang disebabkan oleh
peradangan kronik.
f. Giant cell myocarditis adalah subtype miokarditis akut terisolasi yang ditandai dengan
adanya sel raksasa multinukleus dan sel-sel radang lain, termasuk limfosit, sel plasma dan
makrofag dan oleh dilatasi ventikel, trombi mural, dan daerah nekrosis yang tersebar
luas.
g. Hypersensitivity myocarditis adalah mikarditis yang disebabkan reaksi alergi yang
disebabkan oleh hipersensitivitas terhadap berbagai obat, terutama sulfonamide,
penicillin, dan metildopa.
h. Infection myocarditis adalah disebabkan oleh agen infeksius ; termasuk bakteri, virus,
riketsia, protozoa, spirochaeta, dan fungus. Agen tersebut dapat merusak miokardium
melalui infeksi langsung, produksi toksin, atau perantara respons immunologis.
i. Interstitial myocarditis adalah mikarditis yang mengenai jaringan ikat interstitial.
j. Parenchymatus myocarditis adalah miokarditis yang terutama mengenai substansi
ototnya sendiri. K.Protozoa myocarditis adalah miokarditis yang disebabkan oleh
protozoa terutama terjadi pada penyakit Chagas dan toxoplasmosis.
k. Rheumatic myocarditis adalah gejala sisa yang umum pada demam reumatik.
l. Rickettsial myocarditis adalah mikarditis yang berhubungan dengan infeksi riketsia.
m. Toxic myocarditis adalah degenerasi dan necrosis fokal serabut miokardium yang
disebabkan oleh obat, bahan kimia, bahan fisik, seperti radiasi hewan/ toksin serangga
atau bahan/ keadaan lain yang menyebabkan trauma pada miokardium.
n. Tuberculosis myocarditis adalah peradangan granulumatosa miokardium pada
tuberkulosa.
o. Viral myocarditis disebabkan oleh infeksi virus terutama oleh enterovirus; paling sering
terjadi pada bayi, wanita hamil, dan pada pasien dengan tanggap immune rendah.

D. Patofisiologi
Kerusakan miokard oleh kuman-kuman infeksius dapat melalui tiga mekanisme
dasar :
1) Invasi langsung ke miokard.
2) Proses immunologis terhadap miokard.
3) Mengeluarkan toksin yang merusak miokardium.
Proses miokarditis viral ada dua tahap, yaitu :
1) Fase pertama (akut) berangsung kira-kira 1 minggu (pada tikus) di mana terjadi invasi
virus ke miokardium, replikasi virus dan lisis sel. Kemudian terbentuk neutralizing
antibody dan virus akan dibersihkan atau dikurangi jumlahnya dengan bantuan
makrofag dan neutral killer cell (sel NK).
2) Fase kedua miokardium akan diinfiltrasi oleh sel-sel radang dan sistem imun akan
diaktifkan antara lain dengan terbentuknya antibodi terhadap miokardium, akibat
perubahan permukaan sel yang terpajan oleh virus. Fase ini berlangsung beberapa
minggu sampai beberapa bulan dan diikuti kerusakan miokardium dan yang minimal
sampai yang berat.
Enterovirus sebagai penyebab miokarditis viral juga merusakkan sel-sel endotel dan
terbentuknya antibodi endotel, diduga sebagai penyebab spasme mikrovaskular. Walaupun
etiologi kelainan mikrovaskular belum pasti, tetapi sangat mungkin berasal dari respon imun
atau kerusakan endotel akibat infeksi virus.
Jadi pada dasarnya terjadi spasme sirkulasi mikro yang menyebabkan proses
berulang antara obstruksi dan reperfusi yang mengakibatkan larutnya matriks miokardium
dan habisnya otot jantung secara fokal menyebabkan rontoknya serabut otot, dilatasi
jantung, dan hipertrofi miosit yang tersisa. Akhirnya proses ini mengakibatkan habisnya
kompensasi mekanis dan biokimiawi yang berakhir dengan payah jantung (Elly
Nurachmach, 2009).
Web of caution terlampir.

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis miokarditis bervariasi, mulai dari asimtomatik sampai terjadi syok
kardiogenik. Tergantung pada tipe infeksi, derajat kerusakan miokardium, kemampuan
miokardium memulihkan diri. Gejala bisa ringan atau tidak ada sama sekali. Gejala bisa
ringan atau tidak sama sekali, biasanya :
1. Kelelahan dan dispneu
2. Demam
3. Nyeri dada
4. Palpitasi
Gejala klinis mungkin memperlihatkan :
a. Gejala klinis tidak khas, kelainan ECG pada segmen ST dan gelombang T.
b. Takikardia, peningkatan suhu akibat infeksi menyebabkan frekuensi denyut nadi
akan meningkat lebih tinggi
c. Bunyi jantung melemah, disebabkan penurunan kontraksi otot jantung Katub-
katub mitral dan trikuspid tidak dapat ditutup dengan keras
d. Auskultasi: gallop, gangguan irama supraventrikular dan ventrikular.
e. Gagal jantung (Dekompensasi jantung) terutama mengenai jantung sebelah kanan.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. MRI
Modalitas pencitraan yang dianjurkan adalah MRI jantung karena dapat memberikan
informasi tentang adanya edema, inflammatory hyperemia dan irreversible inflammatory
injury sesuai kriteria Lake Louise. Memang hingga kini penelitian masih berlanjut
dengan menyertakan biopsi endomiokardium sebagai standart emas. Penggunaan CMR
untuk evaluasi miokarditis ini mempunyai spesifitas dan PPV yang tingi tapi sensitivitas
sekitar 67%.

Gambar 3. MRI pada miokarditis


2. Laboratorium
a. Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan etiologi. Biakan darah dapat
menemukan sebagian besar organisme pathogen.Pada infeksi parasit terdapat
eosinofilia sebagai laju endapan meningkat. Enzim keratin kinase atau laktat
dehidroginase (LDH) dapat meningkat sesuai luasnya nekrosis miokard.
b. Dijumpai leukositosis dengan poli morfonuklear atau limfosit yang dominan
tergantung penyebabnya.Pada infeksi parasit ditemukan eosinofilia.Laju endap darah
meningkat. Enzim jantung dan kreatinkinase atau LDH (Lactat Dehidrogenase)
meningkat tergantung luas nekrose.Peningkatan CKMB ditemukan pada kurang 10%
pasien,namun pemeriksaan Troponin lebih sensitif untuk mendeteksi kerusakan
miokard.
3. Elektrocardiograf
a. Muncul kelainan sinus takikardia, perubahan segmen ST dan gelembung T serta low
voltage. Kadang ditemukan aritmia arial atau ventrikuler, AV block, intra
ventrikulerconduction defek dan QT memanjang.
b. Pada pemeriksaan EKG yang sering ditemukan adalah sinus takikardia, perubahan
segmen ST dan/ atau gelombang T, serta low voltage.Kadang-kadang ditemukan
aritmia atrial atau ventrikuler. AV blok total yang sifatnya sementara dan hilang
tanpa bekas, tetapi kandang-kadang menyebabkan kematian mendadak pada
miokarditis.
4. Foto thorak
a. Ukuran jantung sering membesar kadang disertai kongesti paru.
b. Biasanya normal pada fase awal.Fungsi vebtrikel kiri yang menurun progresif
mengakibatkan kardiomegali.Dapat ditemukan gagal jantung kongestif dan edema
paru.
5. Ekokardiograf
a. Sering didapatkan hipokinasis kedua ventrikel,ditemukan juga penebalan ventrikel,
trombus ventrikel kiri, pengisian diastolik yang abnormal atau efusi perikardial.
b. Pada kedua ventrikel sering didapat hipokinesis, bersifat regional terutama di apeks.
c. Adanya penebalan dinding ventrikel, trombi ventrikel kiri, pengisian diastolic yang
abnormal dan efusi pericardial.
6. Radio Nuclide Scaning dan Magnetic Resonance Imaging.
Ditemukan adanya perubahan inflamasi dan kronis yang khas pada miokarditis.
7. Biopsy endomiokardial
Melalui biopsy tranvernous dapat diambil endomiokardium ventrikel kanan kiri.
Hasil biopsy yang positif memiliki nilai diagnostic sedang negative tidak dapat
menyingkirkan miokarditis. Diagnosis ditegakkan bila pada biopsy endomiokardial
didapatkan nekrosis atau degenerasi parasit yang dikelilingi infiltrasi sel sel radang.

G. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Keperawatan
Penanganan pada pasien dengan Miokarditis adalah:
1. Pasien diberi pengobatan kusus terhadap penyebab yang mendasari (penisilin untuk
streptokokus hemolitikus).
2. Pasien dibaringkan ditempat tidur untuk mengurangi beban jantung. Berbaring juga
membantu mengurangi kerusakan miokardial residual dan komplikasi miokarditis.
3. Fungsi jantung dan suhu tubuh harus selalu dievaluasi.
4. Bila terjadi gagal jantung kongestiv harus diberikan obat untuk memperlambat frekuensi
jantung dan meningkatkan kekuatan kontraksi.
b. Penatalaksanaan Medis
1. Pengobatan infeksi penyebab
2. Pengendalian terhadap gagal jantung
3. Transplantasi jantung
4. Mengurangi atau menurunkan faktor resiko yang dapat diubah
5. Oksigen untukmeningkatkan oksigenasi darah sehingga beban jantung berkurang dan
perfusi sistemik meningkat.
6. Obat-obatan untuk menghilangkan nyeri seperti Morfin dan Meperidin.
7. Diuretik untuk meningkatkan aliran darah ke ginjal dengan tujuan mencegah dan
mempertahankan fungsi ginjal. Mencegah kelebihan volume dan gagal jantung kongestif.
Klien diberi pengobatan khusus terhadap penyembuhan yang mendasarinya, bila
diketahui (misalnya Penicilin untuk Streptokokus Hemolitikus) dan baringkan di tempat
tidur untuk mengurangi beban jantung. Berbaring juga membantu mengurangi kerusakan
miokardial residual dan komplikasi miokarditis.
Pengobatan pada dasarnya sama dengan yang digunakan pada gagal jantung
kongestif.
Fungsi jantung dan suhu tubuh selalu dievaluasi untuk menentukan apakah penyakit
sudah menghilang dan apakah sudah terjadi gagal jantung kongestif. Bila terjadi disritmia,
klien harus dirawat di unit yang mempunyai sarana pemantauan jantung berkesinambungan
sehingga personel dan peralatan selalu tersedia bila terjadi disritmia yang mengancam jiwa.

H. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan imunisasi yang tepat dan penanganan awal
nampaknya sangat penting dalam menurunkan insidensi miokarditis. Setelah mengalami
suatu episode miokarditis biasanya masih tersisa pembesaran jantung. Aktifitas fisik harus
ditingkatkan dengan perlahan-lahan dan bertahap , pasien di instruksikan untuk melaporkan
gejala yang dirasakan saat aktifitas meningkat seprti jantung berdenyut cepat sekali,
olahraga yang kompetitif dan alkohol sama sekali harus dihindari.

I. Komplikasi
1. Kardiomiopati kongestif/ dilated.
2. Payah jantung kongestif.
3. Efusi perikardial.
4. Gangguan konduksi jantung (Blok total) : AV block total.
5. Trombi Kardiac.
6. Gagal jantung kongestif
7. Disritmia jantung yang menyebabkan kematian mendadak

J. Prognosis
1. Sebagian cepat sembuh cepat, kadang jadi kronis.
2. Prognosis buruk bila :
1) Umur muda, sering mati mendadak
2) Bentuk akut fulminan karena virus atau difteri
3) Miokarditis yang sangat progresif
4) Bentuk kronis yang berlanjut menjadi kardiomiopati
5) Penyakit chaga.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
menyeluruh
a. Keluhan utama, keluhan utama yang sering muncul pada pasien dengan gangguan
jantung miokarditis bervariasi, antara lain :
 Demam
 Nyeri dada mirip angina pectoris dan perikarditis
 Palpitasi
 Sesak napas
b. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing)  Sesak nafas.
2) B2 (Blood)  Demam, takikardia, nyeri dada.
3) B3 (Brain)  Kesadaran compos mentis, pasien mengalami sakit kepala, pusing karena
suplai O2 dan darah ke otak menurun.
4) B4 (Bladder)  Penurunan jumlah/frekuensi urine.
5) B5 (Bowel)  Mual muntah, anoreksia, tidak nafsu makan, dan penurunan berat badan.
6) B6 (Bone)  Tidak ada kelainan tulang, kelamahan pada otot saat aktivitas, tidak dapat
tidur, kelamahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
c. Tanda Penting
 Takikardi
 Kardomegali (cepat terjadi)
 Bunyi jantung melemah
 Irama gallopTanda-tanda gagal jantung, terutama gagal jantung kanan.
d. Pengkajian Pola
Pengkajian pola pada pasien myocarditis (Marilynn E. Doenges, 1999) meliputi :
1. Aktivitas / istirahat
 Gejala : kelelahan, kelemahan.
 Tanda : takikardia, penurunan tekanan darah, dispnea dengan aktivitas.
2. Pernapasan
 Gejala : napas pendek (napas pendek kronis memburuk pada malam hari).
 Tanda : DNP (dispnea nocturnal paroxismal) ; batuk, inspirasi mengi ; takipnea,
krekels, dan ronkhi ; pernapasan dangkal.
3. Sirkulasi
 Gejala : riwayat demam rematik, penyakit jantung congenital, bedah jantung,
palpitasi, jatuh pingsan.
 Tanda : takikardia, disritmia, perpindaha titik impuls maksimal, kardiomegali,
frivtion rub, murmur, irama gallop (S3 dan S4), edema, DVJ, petekie, hemoragi
splinter, nodus osler, lesi Janeway.
4. Eliminasi
 Gejala : riwayat penyakit ginjal/ gagal ginjal ; penurunan frekuensi/ jumlsh urine.
 Tanda : urin pekat gelap.
5. Nyeri
 Gejala : nyeri seperti tertimpa beban bert dan terasa terbakar
 Tanda : perilaku distraksi, misalnya gelisah.
6. Keamanan
 Gejala :riwayat infeksi virus, bakteri, jamur (miokarditis ; trauma dada ; penyakit
keganasan/ iradiasi thorakal ; dalam penanganan gigi ; pemeriksaan endoskopik
terhadap sitem GI/ GU), penurunan system immune, SLE atau penyakit kolagen
lainnya.
 Tanda :demam.

e. Pemeriksaan Khusus
1. Pemeriksaa EKG : Tidak khas
 ST-T changes inferior
 Gangguan konduksi jantung
2. Foto Toraks : Tidak khas
 Pembesaran jantung dengan efusi perikard atau pleura.
3. Ekokardiografi :
 Pembesaran jantung kiri
 Dapat di bedakan dengan kardiomiopati hipertrofi dan mitral stenosis.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata
maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan myocarditis (Doenges,
1999) adalah :
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi miokardium, efek-efek sistemik dari infeksi,
iskemia jaringan.
2. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penrunan cardiac output.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan inflamasi dan degenerasi sel-sel otot miokard,
penurunan curah jantung.
4. Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan degenerasi otot
jantung, penurunan/ kontriksi fungsi ventrikel.
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penyebaran agen infeksius
6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, rencana pengobatan
berhubungan dengan kurang pengetahuan/ daya ingat, mis-intepretasi informasi,
keterbatasan kognitif, menyangkal diagnosa.

C. Intervensi
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan
untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan.
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan
myocarditis (Doenges, 1999).
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi miokardium, efek-efek sistemik dari infeksi,
iskemia jaringan.
a. Tujuan : Nyeri hilang atau terkontrol.
b. Kriteria Hasil : Nyeri berkurang atau hilang dan klien tampak tenang.
c. Intervensi :
 Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai indikasi (agen nonsteroid : aspirin, indocin ;
antipiretik ; steroid).
Rasional : dapat menghilangkan nyeri, menurunkan respons inflamasi, menurunkan
demam ; steroid diberikan untuk gejala yang lebih berat.
 Kolaborasi pemberian oksigen suplemen sesuai indikasi.
Rasonal : memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk menurunkan beban kerja jantung
 Berikan lingkungan yang tenang dan tindakan kenyamanan misalnya ; perubahan posisi,
gosokkan punggung, penggunaan kompres hangat/ dingin, dukungan emosional.
Rasional : tindakan ini dapat menurunkan ketidaknyamanan fisik dan emosional pasien.
 Berikan teknik distraksi yang tepat.
Rasional : mengarahkan kembali perhatian, memberikan distraksi dalam tingkat aktivitas
individu.
 Menitoring keluhan nyeri dada dan faktor pemberat atau penurun. Perhatikan petunjuk
nonverbal dari ketidaknyamanan, misalnya ; berbaring dengan diam/ gelisah, tegangan
otot, menangis.
Rasional : pada nyeri ini memburuk pada inspirasi dalam, gerakkan atau berbaring dan
hilang dengan duduk tegak/ membungkuk.

2. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penrunan cardiac output.


a. Tujuan : Gangguan perfusi jaringan teratasi dalam waktu 3x24 jam.
b. Kriteria Hasil : RR 30-60 x/ menit, Nadi 120-140 x/ menit, Suhu 36,5-37 oC,
Sianosis (-), Ekstremitas hangat.
c. Intervensi:
 Beri oksigen sesuai kebutuhan
Rasional : Membantu meningkatkan cardiac output
 Observasi frekuensi dan bunyi jantung
Rasional : Frekuensi dan bunyi jantung yang normal mengindikasikan aliran darah
lancar yang berarti perfusi jaringan kembali normal.
 Observasi adanya sianosis.
Rasional : adanya sianosis atau kebiruan menunjukkan adanya gangguan perfusi
jaringan.
 Observasi TTV.
Rasional : Memantau perkembangan kondisi pasien
 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian therapy.
Rasional: Meningkatkan cardiac output

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan inflamasi dan degenerasi sel-sel otot miokard,
penurunan curah jantung.
a. Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
b. Kriteria hasil : Perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
diri, Pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa
dibantu, Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
c. Intervensi :
 Bantu pasien dalam program latihan progresif bertahap sesegera mungkin untuk turun
dari tempat tidur, mencatat respons tanda vital dan toleransi pasien pada peningkatan
aktivitas.
Rasional : saat inflamasi/ kondisi dasar teratasi, pasien mungkin mampu melakukan
aktivitas yang diinginkan, kecuali kerusakan miokard permanen/ terjadi komplikasi.
 Mengkaji respons pasien terhadap aktivitas. Perhatikan adanya perubahan dan keluhan
kelemahan, keletiahan, dan dispnea berkenaan dengan aktivitas.
Rasional : miokarditis menyebabkan inflamasi dan kemungkinan kerusakan fungsi sel-
sel miokardial.
 Pertahankan tirah baring selama periode demam dan sesuai indikasi.
Rasional : meningkatkan resolusi inflamasi selama fase akut.
 Kolaborasi pemberian oksigen suplemen sesuai indikasi.
Rasional : memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk menmgimbangi konsumsi
oksigen yang terjadi dengan aktifitas
 Memantau frekuensi/ irama jantung, TD, dan frekuensi pernapasan sebelum dan setelah
aktivitas dan selama diperlukan.
Rasional : membantu menentukan derajat dekompensasi jantung dan
pulmonal.Penurunan TD, takikardia, disritmia, dan takipnea adalah indikatif dari
kerusakan toleransi jantung terhadap aktivitas.
4. Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan degenerasi otot
jantung, penurunan/ kontriksi fungsi ventrikel.
a. Tujuan : Mengidentifikasi perilaku untuk menurunkan beban kerja
jantung.
b. Kriteria Hasil : Melaporkan/ menunjukkan penurunan periode dispnea, angina,
dan disritmia dan memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil.
c. Intervensi :
 Pertahankan tirah baring dalam posisi semi-Fowler.
Rasional : menurunkan beban kerja jantung, memaksimalkan curah jantung.
 Memberikan tindakan kenyamanan misalnya ; perubahan posisi, gosokkan punggung,
dan aktivitas hiburan dalam tolerransi jantung.
Rasional : meningkatkan relaksasi dan mengarahkan kembali perhatian.
 Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, seperti digitalis, diuretik.
Rasional : dapat diberikan untuk meningkatkan kontraktilitas miokard dan meurunkan
beban kerja jantung.
 Kolaborasi pemberian antibiotik/ antimikrobial intervena.
Rasional : diberikan untuk mengatasi patogen yang teridentifikasi dan mencegah
kerusakan jantung yang lebih lanjut.
 Memantau frekuensi/ irama jantung, TD, dan frekuensi pernapasan sebelum dan setelah
aktivitas dan selama diperlukan.
Rasional : membantu menentukan derajat dekompensasi jantung dan
pulmonal. Penurunan TD, takikardia, disritmia, dan takipnea adalah indikatif dari
kerusakan toleransi jantung terhadap aktivitas.
 Auskultasi bunyi jantung. Perhatikan jarak/ muffled tonus jantung, murmur, gallop S3
dan S4.
Rasional : memberikan deteksi dini dari terjadinya komplikasi misalnya : GJK,
tamponade jantung.

5. Resiko infeksi b.d penyebaran agen infeksius


a. Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi
b. Kriteria hasil : Suhu tubuh normal (36,5-37o C), Nilai WBC normal 3800–9800/
mcl.
c. Intervensi:
 Kolaborasi pemberian antibiotic
Rasional : Antibiotik untuk mengurangi agen infeksius
 Melakukan tes darah lengkap memantau nilai granulosit dan WBC
Rasional : untuk mengetahui nilai WBC dan granlosit sebagai indikator adanya infeksi
 Observasi tanda-tanda vital
Rasional : Memantau perkembangan kondisi pasien dan melakukan tindakan selanjutnya

6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, rencana pengobatan


berhubungan dengan kurang pengetahuan/ daya ingat, mis-intepretasi informasi,
keterbatasan kognitif, menyangkal diagnosa.
a. Tujuan : menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen
pengobatan.
b. Kriteria hasil : Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan
komplikasi yang perlu diperhatikan, Memperlihatan perubahan perilaku untuk
mencegah komplikasi.
c. Intervensi :
 Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang terdekat.
Rasional : Perasaan sejahtera yang sudah lama dinikmati mempengaruhi minat pasien/
orang terdekat untuk mempelajari penyakit.
 Jelaskan efek inflamasi pada jantung, secara individual pada pasien. Ajarkan untuk
memperhatikan gejala sehubungan dengan komplikasi/ berulangnya dan gejala yang
dilaporkan dengan segera pada pemberi perawatan, contoh ; demam, peningkatan nyeri
dada yang tak biasanya, peningkatan berat badan, peningkatan toleransi terhadap
aktivitas.
Rasional : untuk bertanggung jawab terhadap kesehatan sendiri, pasien perlu memahami
penyebab khusus, pengobatan dan efek jangka panjang yang diharapkan dari kondisi
inflamasi, sesuai dengan tanda/ gejala yang menunjukan kekambuhan/ komplikasi.
 Anjurkan pasien/ orang terdekat tentang dosis, tujuan dan efek samping obat; kebutuhan
diet ; pertimbangan khusus ; aktivitas yang diijinkan/ dibatasi.
Rasional : informasi perlu untuk meningkatkan perawatan diri, peningkatan keterlibatan
pada program terapeutik, mencegah komplikasi.
 Kaji ulang perlunya antibiotic jangka panjang/ terapy antimicrobial.
Rasional : perawatan di rumah sakit lama/ pemberian antibiotic IV/ antimicrobial perlu
sampai kultur darah negative/ hasil darah lain menunjukkan tak ada infeksi.

D. Implementasi Keperawatan
Menurut Patricia A. Potter (2005), Implementasi merupakan pelaksanaan dari
rencana tindakan keperawatan yang telah disusun/ ditemukan, yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dapat terlaksana dengan baik dilakukan oleh
pasien itu sendiri ataupun perawat secara mandiri dan juga dapat bekerjasama dengan
anggota tim kesehatan lainnya seperti ahli gizi dan fisioterapis. Perawat memilih intervensi
keperawatan yang akan diberikan kepada pasien.
Berikut ini metode dan langkah persiapan untuk mencapai tujuan asuhan
keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat :
1. Memahami rencana keperawatan yang telah ditentukan
2. Menyiapkan tenaga dan alat yang diperlukan
3. Menyiapkan lingkungan terapeutik
4. Membantu dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
5. Memberikan asuhan keperawatan langsung
6. Mengkonsulkan dan memberi penyuluhan pada klien dan keluarganya.
Implementasi membutuhkan perawat untuk mengkaji kembali keadaan klien,
menelaah, dan memodifikasi rencana keperawatn yang sudah ada, mengidentifikasi area
dimana bantuan dibutuhkan untuk mengimple-mentasikan, mengkomunikasikan intervensi
keperawatan.
Implementasi dari asuhan keperawatan juga membutuhkan pengetahuan tambahan
keterampilan dan personal. Setelah implementasi, perawat menuliskan dalam catatan klien
deskripsi singkat dari pengkajian keperawatan, Prosedur spesifik dan respon klien terhadap
asuhan keperawatan atau juga perawat bisa mendelegasikan implementasi pada tenaga
kesehatan lain termasuk memastikan bahwa orang yang didelegasikan terampil dalam tugas
dan dapat menjelaskan tugas sesuai dengan standar keperawatan.

E. Evaluasi
Menurut Patricia A. Potter (2005), Evaluasi merupakan proses yang dilakukan untuk
menilai pencapaian tujuan atau menilai respon klien terhadap tindakan leperawatan seberapa
jauh tujuan keperawatan telah terpenuhi.
Pada umumnya evaluasi dibedakan menjadi dua yaitu evaluasi kuantitatif dan
evaluasi kualitatif. Dalam evalusi kuantitatif yang dinilai adalah kuatitas atau jumlah
kegiatan keperawatan yang telah ditentukan sedangkan evaluasi kualitatif difokoskan pada
masalah satu dari tiga dimensi struktur atau sumber, dimensi proses dan dimensi hasil
tindakan yang dilakukan.
Adapun langkah-langkah evaluasi keperawatan adalah sebagai berikut:
1. Mengumpulkan data keperawatan pasien
2. Menafsirkan (menginterpretasikan) perkembangan pasien
3. Membandingkan dengan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan dengan
menggunakan kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan
4. Mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan standar normal yang
berlaku.
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan myocarditis (Doenges, 1999) adalah
:
1. Nyeri hilang atau terkontrol
2. Mengidentifikasi perilaku untuk menurunkan beban kerja jantung.
3. Tidak ada infeksi sistemik
4. Perfusi jaringan perifer kembali normal
5. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
6. Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Miokarditis jarang didapat pada saat puncak penyakit infeksinya karena akan tertutup
oleh manifestasi sistemis penyakit infeksi tersebut dan baru jelas pada fase pemulihan.
Bentuk ini umumnya sembuh dengan sendirinya, tetapi sebagian berlanjut menjadi bentuk
kardiomiopati dan ada juga yang menjadi penyebab aritmia, gangguan konduksi atau payah
jantung yang secara struktural dianggap normal.
Sebagian besar keluhan klien tidak khas, mungkin didapatkan rasa lemah, berdebar-
debar, sesak napas, dan rasa tidak enak di dada. Nyeri dada biasanya ada bila disertai
perikarditis. Kadang-kadang didapatkan rasa nyeri yang menyerupai angina pektoris. Gejala
yang paling sering ditemukan adalah takikardia yang tidak sesuai dengan kenaikan suhu.
Kadang-kadang didapatkan hipotensi dengan nadi yang kecil atau dengan gangguan pulsasi.

B. Saran
Sebagai perawat harus selalu sigap dalam penanganan penyakit myocarditis karena
akan menjadi fatal jika terlambat menanganinya. Selain itu perawat juga memberi health
education kepada klien dan keluarga agar mereka faham dengan myocarditis dan bagaimana
pengobatannya.

Anda mungkin juga menyukai