Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyak keadaan yang bisa menyebabkan hilangnya kesadaran yang bisa


menyebabkan terganggunya sistem-sistem yang lain, penurunan kesadaran apabila
tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan keadaan gawat darurat yang bisa
saja berakhir pada sebuah kematian.

Ada beberapa keadaan yang bisa menyebabkan penurunan kesadaran


seperti gangguan neurologis sentral, gangguan neurologis perifer, kelainan
metabolik, intoksikasi dan infeksi. Keadaan tersebut bisa menyebabkan kematian
apabila tidak ditangani dengan baik dan segera. Untuk itu penanganan yang tepat
akan mengurangi resiko komplikasi yang lebih buruk.

1.2 Manfaat Modul

Tujuan modul 2 blok 19 ini adalah mempelajari tentang autoregulasi


pembuluh darah otak, mempelajari stroke, dimulai dari definisi sampai pada
penanganan serta komplikasi yang bisa terjadi. Modul 2 ini digambarkan dengan
jelas di skenario sehingga dapat mengarahkan ke learning objective yang harus
dicapai.

KEGAwatdaruratan neurologi 1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Skenario

TAK SADAR

Pak Joko, 65 tahun, di bawa ke IGD RS karena tidak sadar. Keluarga yang
mengantar tidak mengetahui dengan pasti sejak kapan pasien tidak sadar. Diduga
pasien sudah tidak sadar selama 1 jam.
Sebelumnya keluarga sudah memanggil dokter keluarga ke rumah untuk
memeriksa Pak Joko. Setelah memeriksa tanda-tanda trauma, kelemahan anggota
badan dan kesadaran dokter keluarga memutuskan untuk segera merujuk Pak Joko
ke RS.
Pada pemeriksaan awal dokter jaga IGD menemukan GCS 5; lateralisasi kiri,
tekanan darah 220/120 mmHg; nadi 100x/menit; suhu 38,1 C, saturasi oksigen
92%; gula darah sewaktu 60mg/dl dan kolesterol 237 mg/dl.
Dokter jaga IGD mempertimbangkan meletakkan pasien dalam supine position,
melakukan intubasi dan CT scan, memberikan antihipertensi dan antitrombolitik.

2.2 Identifikasi Istilah

1. Lateralisasi Kiri: dominasi anggota tubuh sebelah kiri dibandingkan


sebelah kanan
2. Tidak Sadar: Gangguan kesadaran diri sendiri, mengenal waktu, tempat,
dan lingkungan.
3. Supine Position: Baring terlentang denga punggung rata di lantai dan
wajah menghadap ke atas.
4. Intubasi: Pemasangan Pipa atau tabung kecil yang fleksibel kedalam
saluran berongga.
5. CT scan: contras tomografi scanner, tujuannya untuk mendeteksi kelainan
dalam tubuh.

KEGAwatdaruratan neurologi 2
6. Antitrombolitik: mencegah terjadinya pemecahan pembekuan darah.
7. Saturasi oksigen: Presentasi oksigen yang dapat diangkut hemoglobin.

2.3 Identifikasi Masalah

1. Apa penyebab tidak sadarnya pak joko?


2. a. Kenapa terjadi lateralisasi kiri dan kelemahan anggota badan?
b. Kasus apa saja yang mengalami kelemahan anggota badan dan tidak
sadarkan diri?

3. Mengapa dokter memeriksa tanda-tanda trauma, kelemahan, dan


kesadaran?
4. Kenapa pasien harus segera di rujuk?
5. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan? Dan apa pengaruhnya pada
pasien?
6. Kenapa dilakukan supine position, intubasi, dan CT Scan?
7. Apa indikasi pemberian antitrombolitik?
8. Bagaimana pemberian antihipertensi pada scenario?

2.4 Analisa Masalah

1. Tidak sadar dapat terjadi karena:


 Sirkulasi: karena ada sumbatan pembuluh darah otak kemudian
penurunan aliran darah ke otak sehingga suplai oksigen ke otak
pun berkurang hal ini mengakibatkan kerja otak terganggu.
 Infeksi: missal karena ensefalitis
 Metabolik: bias karena hipoglikemi
 Elektrolit
 Intoksifikasi: karena zat-zat tertentu missal alcohol dan napza
 Trauma: bila terjadi hematoma interkranial
 Neoplasma: tumor otak
 Epilepsy: status epileptikus
Tidak sadar terjadi akibat penurunan saturasi oksigen, penurunan aliran
darah ke otak, dan peningkatan tekanan intracranial. Bias juga karena
adanya gangguan pada formasio retikularis dan atau hemisfer serebral.

KEGAwatdaruratan neurologi 3
2. a. Kelemahan anggota badan karean pasien tidak sadar dan ada gangguan
pada perifer dan sentral missal, gangguan neuron akibat gangguan
sirkulasi.
b. Kasus kelemahan anggota gerak badan dan tidak sadar terjadi pada
kasus stroke, GBS, Hematom subdural, myestania gravis.

3. Dokter memeriksa tanda-tanda berikut karena mencurigai kondisi parah,


menyingkirkan penyebab-penyebab trauma, dan menegakkan diagnosis.

4. Pasien di rujuk karena pasien sudah tidak sadarkan diri selama 1 jam dan
harus segera mendapat pertolongan.

5. Interpretasi dan akibatnya pada pasien:


 GCS 5 = spoor
 Tanda vital = TD: Hipertensi, N: Normal, T: febris
 Saturasi oksigen = Normal
 Glukosa = kurang dari batas normal (hipoglikemi)
 Kolestrol = Diatas normal

Akibat bagi pasien:

 hipertensi  ruptur pembuluh darah otak  hematom  menekan


pembuluh sekitar  penurunan oksigen di otak  penurunan
kesadaran
 Hiperkolestrol  aterosklerosis
 Hipoglikemi  energi yang dibutuhkan otak kurang

6. Kenapa dilakukan supine position, intubasi, dan CT scan


 Supine position dilakukan supaya mudah dalam melakukan
intubasi
 Intubasi dilakukan untuk membebaskan jalan napas, meningkatkan
saturasi oksigen dan menghindari kematian otak.
 CT scan dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya tanda-tanda
perdarahan.

KEGAwatdaruratan neurologi 4
7. Indikasi pemberian antitrombolitik ialah pada perdarahan massif yang
tidak berhenti, dan pada gangguan pembekuan darah.

8. Pemberian antihipertensi pada pasien ini adalah melalui intra vena, pada
scenario kemungkina pasien mengalami hipertensi grade 2 maka di
berikan dengan kombinasi diuretic secara IV line.

Sentral
Kelemahan
Tidak Sadar
Anggota Badan
Perifer

Heteroanamnesis Pemeriksaan
Fisik

2.5 Strukturisasi Konsep

Sirkulasi Metabolik Trauma

Penatalaksanaan gawat
Komplikasi
Darurat

Pemeriksaan penunjang

KEGAwatdaruratan neurologi 5
Terapi Berdasarkan
penyebab Utama
2.6 Sasaran Pembelajaran

1. Menjelaskan tentang Stroke meliputi:


a. Definisi
b. Klasifikasi
c. Etiologi
d. Patofisiologi
e. Gejala
f. Diagnosis
g. DD
h. Penatalaksanaan
i. Komplikasi
j. prognosis

2.7 Belajar Mandiri

KEGAwatdaruratan neurologi 6
Dalam step 6 ini, masing-masing dari kami melakukan proses belajar
mandiri untuk mengetahui lebih lanjut mengenai materi yang sedang kami bahas.
Adapun pedoman belajar mandiri kami adalah mencari informasi mengenai
jawaban-jawaban terhadap learning objectif atau sasaran pembelajaran yang telah
kami rumuskan bersama-sama. Hasil dari belajar mandiri tersebut disampaikan
pada diskusi kelompok kecil II (DKK II).

2.8 Sintesis

STROKE

A. Definisi
Menurut WHO : Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi
serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat,
berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya
penyebab selain daripada gangguan vascular.

Istilah kuno, apopleksia serebri sama maknanya dengan Cerebrovascular


Accidents/ Attacks (CVA) dan Stroke. Adapun penyakit atau kelainan dan
penyakit pembuluh darah otak, yang mendasari terjadinya stroke, misalnya
arteriosklerosis otak, aneurisma, angioma pembuluh darah otak dan sebagainya,
disebut Penyakit Peredaran Darah Otak (Cerebrovascular Disease/CVD).

B. Klasifikasi
A. Berdasarkan waktu
1. Serangan Iskemik Sepintas (Transient Ischemic Attack/TIA) terjadi
kurang dari 24 jam bahkan dapat hanya beberapa menit.
2. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution) atau stroke
yang sedang berlanjut atau berkembang.
3. Stroke Komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke), terdapat defisit
neurologis yang menetap.

B. Berdasarkan Sistem yang Terkena

KEGAwatdaruratan neurologi 7
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebra-basiler

C. Berdasarkan patologi
1. Stroke Iskemik, atau Stroke non-Hemoragik
Disebabkan oleh thrombosis dan emboli

2. Stroke Hemoragik
Disebabkan karena perdarahan di intraserebral dan subarakhnoid

Etiologi

Adapun beberapa faktor resiko terkait dengan terjadinya


stroke/serebrovaskular disease , sebagai berikut :

a. Umur : Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk


stroke.Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65;
70%terjadi pada mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke
adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun.
b. Hipertensi : Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi.
Hal ini berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan
untuk resiko perdarahan, atherothrombotik, dan stroke
lakunar, menariknya, risiko stroke pada tingkat hipertensi
sistolik kurang dengan meningkatnya umur, sehingga ia
menjadi kurang kuat, meskipun masih penting dan bisa
diobati, faktor risiko ini pada orang tua.
c. Seks : Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebihsering pada
laki-laki berbanding perempuan, perbedaan seksbahkan
lebih tinggi sebelum usia 65.
d. Riwayat : Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke
keluarga antara kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan

KEGAwatdaruratan neurologi 8
kembar laki-laki dizigotik yang menunjukkan
kecenderungan genetik untuk stroke. Pada 1913 penelitian
kohort kelahiran Swedia menunjukkan tiga kali lipat
peningkatan kejadian stroke pada laki-laki yang ibu
kandungnya meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan
laki-laki tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke. Riwayat
keluarga juga tampaknya berperan dalam kematian stroke
antara populasi Kaukasia kelas menengah atas di California.
e. Diabetes : Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan,
mellitus diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar
dua kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang
tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu
untuk mendapat iskemia serebral melalui percepatan
aterosklerosis pembuluh darah yang besar, seperti arteri
koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal pada
mikrosirkulasi serebral.
f. Penyakit jantung : Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun
memiliki lebihdari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan
dengan mereka yang fungsi jantungnya normal.

Penyakit Arteri koroner :

Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus


vaskular aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari
thrombi mural karena miocard infarction.

Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi:

Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke

Fibrilasi atrial :

Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial

KEGAwatdaruratan neurologi 9
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke
sebesar 17 kali.

Lainnya :

Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke,


seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek
septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi
aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
g. Karotis bruits : Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian
stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum, dan tidak
untuk stroke khusus dalam distribusi arteri dengan bruit.
h. Merokok : Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angkastudi,
menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan
peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan
jumlah batang rokok yang dihisap, dan penghentian
merokok mengurangi risiko, dengan resiko kembali seperti
bukan perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian.
i. Peningkatan : Peningkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika
hematokrit hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah
keseluruhan adalah dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya
menyebabkan gejala umum, sepertisakit kepala, kelesuan,
tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi
vena retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti
disfungsi trombosit akibat trombositosis. Perdarahan
Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi.
j. Peningkatan : Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk
tingkat fibrinogen stroke trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga

KEGAwatdaruratan neurologi 10
dan kelainan telah dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan protein
systempembekuan Cserta protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic.
Hemoglobinopathy Sickle-cell disease :

Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik,


intraserebral dan perdarahan subaraknoid, venasinus dan
trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam
Sickle-cell disease adalah 6-15%.

Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria :

Dapat mengakibatkan trombosis venaserebral


k. Penyalahgunaan : Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk
obat methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dankokain.
Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang
dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar,
ataufokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat
timbulkan sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan
alergi . Perdarahan subarachnoid dan difarction otak telah
dilaporkan setelah penggunaan kokain.
l. Hiperlipidemia : Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan
dengan penyakit jantung koroner, mereka sehubungan
dengan stroke kurang jelas. Peningkatan kolesterol tidak
muncul untuk menjadi faktor risiko untuk aterosklerosis
karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun.
Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan
bertambahnya usia.Kolesterol berkaitan dengan perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada
hubungan yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark
lakunar.
m. Kontrasepsi : Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan
oral risiko stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan

KEGAwatdaruratan neurologi 11
estrogen menurunkan masalah ini, tetapi tidak dihilangkan
sama sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita
yang lebih dari 35 tahun. Mekanisme diduga meningkat
koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang produksi
protein liver, atau jarang penyebab autoimun
n. Diet : Konsumsi alkohol :

Ada peningkatan risiko infark otak, danperdarahan


subarakhnoid dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol
pada orang dewasa muda. Mekanisme dimanaetanol dapat
menghasilkan stroke termasuk efek pada darahtekanan,
platelet, osmolalitas plasma, hematokrit,dan sel-sel darah
merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati,
aritmia, dan perubahan di darah aliran otakdan autoregulasi.

Kegemukan :

Diukur dengan berat tubuh relatif atau body massindexs,


obesitas telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian
oleh adanya hipertensi dan diabetes.Sebuah berat relatif
lebih dari 30% di atas rata-rata kontributor independen ke-
atherosklerotik infark otak berikutnya.
o. Penyakit : Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
pembuluh darah
perifer
p. Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral
melalui pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding
pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis
dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.
q. Homosistinemia : Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi
atau risiko stroke di usia muda adalah 10-16%.

KEGAwatdaruratan neurologi 12
homosistinuria

r. Migrain : Sering pasien mengalami stroke sewaktu serangan migrain.


Suku bangsa Kejadian stroke di Afrika-Amerika lebih tinggi secara tidak
proporsional dari kelompok lain.
s. Lokasi geografis : Di Amerika Serikat dan kebanyakan negara Eropa, stroke
merupakan penyebab kematian ketiga paling sering, setelah
penyakit jantung dan kanker. Paling sering, stroke
disebabkan oleh perubahan aterosklerotik bukan oleh
perdarahan. Kekecualian adalah pada setengah perempuan
berkulit hitam, di puncak pendarahan yang daftar. Di Jepang,
stroke hemorragik adalah penyebab utama kematian pada
orang dewasa, dan perdarahan lebih umum dari
aterosklerosis.
t. Sirkadian dan : Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara
pagi dan siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis
faktor musim
bahwa perubahan diurnal fungsi platelet dan fibrinosis
mungkin relevan untuk stroke. Hubungan antara variasi
iklim musiman dan stroke iskemik telah didalihkan.
Peningkatan dalam arahan untuk infark otak diamati di
Iowa. Suhu lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi
negatif dengan kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi
suhu musiman telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi
cerebral infark dalam usia 40-64 tahun pada penderita yang
nonhipertensif, dan pada orang dengan kolesterol serum
bawah 160mg/dL.

Patofisiologi

Secara umum :

1. intrinsk terhadap pembuluh darah, sepeeti aterosklerosis,


lipohialinosis, inflamasi, deposisi amiloid, diseksi arterial,

KEGAwatdaruratan neurologi 13
malformasi perkembangan, dilatasi aneurisma, atau
thrombosis vena.
2. terjadi bila embolus dari jantung atau sirulasi ekstrakranial
tersangkut dalam pembuluh darah ekstrakranial.
3. penurunan tekanan perfusi atau peningkatan
viskositasdarah dengan aliran darah serebral tidak adekuat.
4. rupture pembuluh darah pada ruang subaraknoid atau
jaringan intraserebral.

1. Stroke iskemik
Stroke iskemik akut adalah hasil dari penyumbatan sekunder
pembuluh darah yang mengakibatkan penyakit tromboemboli. Iskemi
menyebabkan sel mengalami hipoksia dan terjadi penuruanan ATP. Tanpa
ATP terjadi kegagalan pengaturan gradien konsentrasi ion pada membran
sel dan depolarisasi. Edema terjadi dengan influx natrium dan calcium
serta perpindahan air mengikuti natrium ke dalam sel.

Penyumbatan pembuluh darah akut menghasilkan daerah iskemi.


Sel saraf pada otak akan mengalami kematian jika suplai darah ke daerah

KEGAwatdaruratan neurologi 14
tersebut < 10 ml/100g jaringan/menit. Pada daerah otak yang mendapat
perfusi < 25 ml/100g jaringan/menit disebut penumbra dan akan membaik
dalam beberapa jam dengan sendirinya.
Pada saraf yang mengalami iskemik juga akan terjadi kegagalan
dalam produksi ATP dan transport ion pada membran sel. Terjadi influks
kalsium dan melepas beberapa neurotransmitter berupa glutamat yang
akan menghasilkan N methyl D aspartat (NMDA) dan mengeksetasi
reseptor di neuron. Neuron tersebut kemudian berdepolarisasi. Influks
kalsium, pelepasan glutamat dan depolarisasi selanjutnya akan
mengaktifkan enzim sehingga terjadi destruksi sel membran dan struktur
neuron lainnya. Radical bebas seperti asam arakidonat dan nitrid oxide
juga akan menyebabkan kerusakan sel saraf.

2. Stroke hemorragik
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang menuju parenkim
otak. Mekanismenya adalah lemahnya arteri kecil intracerebral yang
dikarenakan hipertensi kronik. Mekanisme lainnya adalah karena
penggunaan obat-obatan antikoagulan,

amiloidosis cerebri dan penggunaan kokain. Perdarahan intracerebral biasa


berada pada talamus, putamen, cerebellum, dan batang otak. Adanya
perdarahan di intraserebral atau terbentuknya hematom akan
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial.
Pada perdarahan subarachnoid akan meningkatkan tekanan
intrakranial dan rusaknya autoregilasi. Efek ini berupa akut vasokonstriksi,
platlet agregasi, dan kehilangan perfusi mikrovaskular penurunan aliran
darah dan iskemi cerebri.

C. Gejala Klinis dan Diagnosis

1. Anamnesis

Pada anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah


badan, mulut mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan

KEGAwatdaruratan neurologi 15
baik. Keadaan ini timbul sangat mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, mau
sholat, selesai sholat, sedang bekerja atau sewaktu beristirahat.

Selain itu perlu ditanyakan pula faktor-faktor risiko yang menyertai stroke
misalnya penyakit kencing manis, darah tinggi dan penyakit jantung, serta obat-
obat yang sedang dipakai. Selanjutnya ditanyakan pula riwayat keluarga dan
penyakit lainnya.

Pada kasus-kasus berat, yaitu dengan penurunan kesadaran sampai koma,


dilakukan pencatatan perkembangan kesadaran sejak serangan terjadi.

2. Pemeriksaan fisik

Setelah penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital


seperti tekanan darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat
kesadaran penderita. Jika kesadaran menurun, tentukan skor dengan skala koma
Glasgow agar pemantauan selanjutnya lebih mudah. Namun jika penderitanya
sadar, tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi, disertai pemeriksaan
saraf-saraf otak dan motorik apakah fungsi komunikasi baik atau adakah disfasia.

Penilaian klinis lainnya yang dilakukan untuk menilai beratnya stroke,


dipergunakan National Institute Health Stroke Scale (NIHSS). Penilaian ini
dilakukan dua kali, yaitu saat masuk dan saat pulang. Beda nilai saat masuk dan
saat keluar dapat menjadi salah satu penilaian kinerja keberhasilan terapi. Tetapi
untuk stroke pada sistem vertebro basilar, akurasi penilaian NIHSS kurang baik.

Stroke Siriradj Score, dilakukan bersama sama pemeriksaan fisik untuk


membedakan antara stroke iskemik dan stroke perdarahan. Penilaian ini, dapat
membantu bagi rumah sakit atau pusat pelayanan kesehatan yang tidak
mempunyai alat bantu diagnosis CT Scan otak.
Skor Stroke Siriraj = (2,5 x S) + (2 x M) + (2 x N) + (0,1D) – (3 x A) – 12
Penilaiannya adalah sebagai berikut :
Skor > 1 : perdarahan supratentorial
Skor < -1 : infark serebri
Skor -1 s/d 1 : meragukan
Jika kesadaran menurun dan nilai skala koma Glasgow telah ditentukan,
lakukan pemeriksaan refleks-refkles batang otak yaitu:

KEGAwatdaruratan neurologi 16
 reaksi pupil terhadap cahaya

 refleks kornea

 refleks okulo sefalik

 Keadaan (refleks) respirasi, apakah terdapat pernapasan Cheyne


Stokes, hiperventilasi neurogen, kluster, apneustik dan ataksik. Setelah
itu tentukan kelumpuhan yang terjadi pada saraf-saraf otak dan
anggota gerak. Kegawatan kehidupan sangat erat hubungannya dengan
kesadaran menurun, karena makin dalam penurunan kesadaran, makin
kurang baik prognosis neurologis maupun kehidupan. Kemungkinan
perdarahan intra serebral dapat luas sekali jika terjadi perdarahan-
perdarahan retina atau preretinal pada pemeriksaan funduskopi.

3. Gejala klinik

Manifestasi klinik stroke sangat tergantung kepada daerah otak yang


terganggu aliran darahnya dan fungsi daerah otak yang menderita iskemia
tersebut. Karena itu pengetahuan dasar dari anatomi dan fisiologi aliran darah otak
sangat penting untuk mengenal gejala-gejala klinik pada stroke.

Berdasarkan vaskularisasi otak, maka gejala klinik stroke dapat dibagi atas
2 golongan besar yaitu:

1. Stroke pada sistem karotis atau stroke hemisferik

2. Stroke pada sistem vertebro-basilar atau stroke fossa posterior

Salah satu ciri stroke adalah timbulnya gejala sangat mendadak dan jarang
didahului oleh gejala pendahuluan (warning signs) seperti sakit kepala, mual,
muntah, dan sebagainya.

Gejala pendahuluan yang jelas berhubungan dengan stroke adalah


serangan iskemia sepintas (TIA) dan ini diketahui melalui anamnesis yang baik
pada stroke akut. Selain gejala-gejala yang timbul mendadak dalam waktu
beberapa menit sampai beberapa jam dari mulai serangan sampai mencapai
maksimal. Tidak pernah terjadi dalam beberapa hari atau apalagi dalam 1-2
minggu. Kalau terjadi demikian, bukan disebabkan stroke tetapi oleh sindroma

KEGAwatdaruratan neurologi 17
stroke (stroke-syndromes) karena tumor, primer maupun metastatik, trauma,
peradangan dan lain-lain.

Gejala klinik pada stroke hemisferik

Seperti kita ketahui, daerah otak yang mendapat darah dari a. karotis
interna terutama lobus frontalis, parietalis, basal ganglia, dan lobus temporalis.
Gejala-gejalanya timbul sangat mendadak berupa hemiparesis, hemihipestesi,
bicara pelo, dan lain-lain.

Pada pemeriksaan umum:

 Kesadaran: penderita dengan stroke hemisferik jarang mengalami gangguan


atau penurunan kesadaran, kecuali pada stroke yang luas. Hal ini disebabkan
karena struktur-struktur anatomi yang menjadi substrat kesadaran yaitu
formasio retikuralis di garis tengah dan sebagian besar terletak dalam fossa
posterior. Karena itu kesadaran biasanya kompos mentis, kecuali pada stroke
yang luas.

 Tekanan darah: biasanya tinggi, hipertensi merupakan faktor resiko


timbulnya stroke pada lebih kurang 70% penderita.

 Fungsi vital lain umumnya baik jantung, harus diperiksa teliti untuk
mengetahui kelainan yang dapat menyebabkan emboli.

 Pemeriksaan neurovaskuler adalah langkah pemeriksaan yang khusus


ditujukan pada keadaan pembuluh darah ekstrakranial yang mempunyai
hubungan dengan aliran darah otak yaitu: pemeriksaan tekanan darah pada
lengan kiri dan kanan, palspasi nadi karotis pada leher kiri dan kanan, arteri
temporalis kiri dan kanan dan auskultasi nadi pada bifurkatio karotis
komunis dan karotis interna di leher, dilakukan juga auskultasi nadi karotis
interna pada orbita, dalam rangka mencari kemungkinan kelainan pembuluh
ekstrakranial.

Pemeriksaan neurologis

a. Pemeriksaan saraf otak: pada stroke hemisferik saraf otak yang sering
terkena adalah:

KEGAwatdaruratan neurologi 18
 Gangguan n. fasialis dan n. hipoglosus. Tampak paresis n. fasialis tipe
sentral (mulut mencong) dan paresis n. hipoglosus tipe sentral (bicara
pelo) disertai deviasi lidah bila dikeluarkan dari mulut.

 Gangguan konjugat pergerakan bola mata antara lain deviasi konjugae,


gaze paresis ke kiri atau ke kanan, dan hemianopia. Kadang-kadang
ditemukan sindroma horner pada penyakit pembuluh karotis. Gangguan
lapangan pandang: tergantung kepada letak lesi dalam jarak perjalanan
visual, hemianopia kongruen atau tidak. Terdapatnya hemianopia
merupakan salah satu faktor prognostik yang kurang baik pada penderita
stroke.

b. Pemeriksaan motorik:

Hampir selalu terjadi kelumpuhan sebelah anggota badan (hemiparesis).


Dapat dipakai sebagai patokan bahwa jika ada perbedaan kelumpuhan yang
nyata antara lengan dan tungkai hampir dipastikan bahwa kelainan aliran
darah otak berasal dari daerah hemisferik (kortikal), sedangkan jika
kelumpuhan sama berat gangguan aliran darah dapat terjadi di subkortikal
atau pada daerah vertebro-basilar.

c. Pemeriksaan sensorik dapat terjadi hemisensorik tubuh. Karena bangunan


anatomik yang terpisah, gangguan motorik berat dapat disertai gangguan
sensorik ringan atau gangguan sensorik berat disertai dengan gangguan
motorik ringan.

d. Kelainan fungsi luhur: manifestasi gangguan fungsi luhur pada stroke


hemisferik berupa: disfungsi parietal baik sisi dominan maupun
nondominan. Kelainan yang paling sering tampak adalah disfasia campuran
dimana penderita tak mampu berbicara atau mengeluarkan kata-kata dengan
baik dan tidak mengerti apa yang dibicarakan orang kepadanya. Selain itu
dapat juga terjadi agnosia, apraxia dan sebagainya.

Gejala-klinik stroke vertebro-basilar

Gangguan vaskularisasi pada pembuluh darah vertebro-basilar, tergantung kepada


cabang-cabang sistem vertebro-basilar yang terkena, secara anatomik,
percabangan arteri basilaris di golongkan menjadi 3 bagian:

KEGAwatdaruratan neurologi 19
a. Cabang-cabang panjang: misalnya a. serebeli inferior posterior yang jika
tersumbat akan memberikan gejala – gejala sindroma Wallenberg, yaitu
infark di bagian dorso-lateral tegmentum medula oblongata.

b. Cabang-cabang paramedian: sumbatan cabang-cabang yang lebih pendek


memberikan gejala klinik berupa sindroma Weber hemiparesis alternans dari
berbagai saraf kranial dari mesensefalon atau pons.

c. Cabang-cabang tembus (Perforating branches) memberi gejala-gejala


sangat fokal seperti internuclear ophtalmoplegia (INO).

Diagnostik kelainan sistem vertebro-basilar adalah:

1. Penurunan kesadaran yang cukup berat (dengan diagnosis banding infark


supratentorial yang luas, dalam hal ini yang terkena adalah formasio
retikularis).

2. Kombinasi berbagai saraf otak yang terganggu disertai vertigo diplopia dan
gangguan bulbar

3. Kombinasi beberapa gangguan saraf otak dan gangguan long-tract sign:


vertigo disertai paresis keempat anggota gerak (ujung-ujung distal). Jika
ditemukan long-tract sign pada kedua sisi maka penyakit vertebro-basilar
hampir dapat dipastikan.

4. Gangguan bulbar juga hampir pasti disebabkan karena stroke vertebro-


basilar. Beberapa ciri khusus lain adalah: parestesia perioral, hemianopia
altitudinal dan skew deviation.

Gejala - tanda klinik emboli serebral

Costillo dan Bougousslausky (1997) mengajukan enam ciri stroke embolik, yaitu :

a. Timbul secara mendadak pada penderita yang sadar, tanpa defisit


neurologi yang berfluktuasi atau yang progresif.

b. Defisit neurologi pada pembuluh superfisial atau berupa infark yang


luas.

c. Tidak ada riwayat TIA pada daerah vaskular yang sama.

KEGAwatdaruratan neurologi 20
d. Riwayat stroke sebelumnya di daerah teritorial lain, diantaranya adalah
emboli sistemik.

e. Jantung yang abnormal pada pemeriksaan fisik/tambahan.

f. Tidak ada sebab emboli arterial lain atau sebab stroke yang lain.

Tanda-tanda tambahan pada pemeriksaan neuro-imajing adalah :

a. Adanya infark hemoragik pada CT, atau MRI otak pada distribusi arteri
kortikal.

b. Oklusi cabang teritorial arteri otak, tanpa ditemukan kelainan arteri-


arteri proksimal atau carotis ekstrakranial pada pemeriksaan transcranial
doppler (TCD), pada pemeriksaan duplex ultrasound sistem karotis, pada
Magnetic Resonance Arteriography (MRA) atau pada arteriografi kontras
jika dilakukan.

c. Ditemukan adanya sumber emboli atau sangat mungkin ada sumber


emboli pada pemeriksaan kardiologi.

Emboli kardiak lebih sering menyebabkan kombinasi infark kortikal dan


subkortikal hingga daerah infark lebih luas tampak pada kardiogenik dibanding
dengan emboli arteri ke arteri. Caplan (1993) menyebutkan bahwa emboli kardiak
mempunyai tempat prediksi, misalnya daerah posterior dari arteri serebri media.

Khusus mengenai atrial fibrilasi, terutama pada non reumatik, dan merupakan
panyebab terbesar emboli kardiak, tidak selalu emboli sistemik menjadi penyebab
stroke. Dalam jumlah yang sedikit, AF dapat disebabkan karena stroke yang berat.
Warlow dkk. (1995) merujuk penelitian Daniel (1993) menemukan bahwa hanya
13% dari penderita AF ditemukan trombus pada arteri dengan transesophageal
echocardiography (TEF). Peningkatan risiko emboli sistemik pada AF dikaitkan
dengan kombinasi beberapa faktor seperti umur, riwayat emboli sebelumnya,
hipertensi, diabetes, disfungsi ventrikel kiri dan pembesaran atrium kiri (SPAF
1992, AFI 1994). Adanya emboli kardiak sistemik dapat juga dipastikan dengan
adanya spontaneus echo contrast pada atrium kiri yamg dideteksi sengan TCD.

4. Pemeriksaan Penunjang

a.Laboratorium

KEGAwatdaruratan neurologi 21
1) Pemeriksaan darah rutin

2) Pemeriksaan kimia darah lengkap:

 Gula darah sewaktu: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia


reaktif. gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan
kemudian berangsur-angsur kembali turun.

 Ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati (SGOT/SGPT/CPK), dan


profil lipid (kolesterol total, trigliserida, LDL, HDL)

3) Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap) :

 Waktu protrombin

 APTT

 Kadar fibrinogen

 D-dimer

 INR

 Viskositas plasma

4) Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi :

 Protein S

 Protein C

 ACA

 Homosistein

b.Pemeriksaan Kardiologi

Pada sebagian kecil penderita stroke, terdapat juga perubahan


elekrokardiografi (EKG). Perubahan ini dapat berarti kemungkinan mendapat
serangan infark jantung, atau pada stroke dapat terjadi perubahan-perubahan EKG
sebagai akibat perdarahan otak yang menyerupai suatu infark miokard. Dalam hal
ini pemeriksaan khusus atas indikasi, misalnya pemeriksaan CK-MB lanjutan
akan memastikan diagnosis. Pada pemeriksaan EKG dan pemeriksaan fisik,
mengarah kepada kemungkinan adanya sumber emboli (potential source of
cardiac emboli/PSCE) maka pemeriksaan ekhokardiografi terutama

KEGAwatdaruratan neurologi 22
Transesofageal echocardiography (TEE) dapat diminta untuk visualisasi emboli
kardial.

c. Pemeriksaan pada Emboli Serebral

Dugaan akan emboli serebral ditentukan setelah diagnosis stroke secara


klinis telah dipastikan. Langkah selanjutnya adalah memastikan emboli kardiak
sebagai penyebabnya. Pemastian ini tidak selalu mudah dan ada dua hal yang
harus diteliti, yaitu :

a. Pemastian ada sumber emboli di jantung

b. Pemastian bahwa tipe stroke iskemik yang terjadi merupakan stroke yang
sering menyertai/disebabkan karena emboli kardiak berdasarkan
pertimbangan klinis dan penelitian epidemiologi.

Jika telah dicurigai emboli kardiak sebagai penyebab emboli serebral,


maka kadang-kadang diperlukan pemeriksaan khusus untuk mevisualisasi sumber/
emboli kardiak terutama jika tak ada faktor risiko stroke diluar kardiak. Di
Departemen Neurologi , penderita dengan stroke rutin dilakukan foto thorak dan
EKG. Jika ditemukan infark teritorial pada CT scan, maka dilakukan konsultasi
untuk pemeriksaan echokardiografi, khususnya Trans Esophageal Echokardografi
(TEE) jika diperlukan.

Selama 2 tahun (1996-1998) telah kami lakukan konsultasi TEE bersama


dengan subbagian kardiologi FKUI/RSUPNCM, 37 kasus stroke dan 18
diantaranya ditemukan adanya trombus pada atrium (48,6%). Trombus pada
atrium kiri ditemukan pada 14 kasus (77,7%) dan sisanya di ventrikel kiri
(23,3%).

d.Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi yang paling penting adalah:

 CT scan Otak: segera memperlihatkan perdarahan intra serebral.


Pemeriksaan ini sangat penting karena perbedaan manajemen perdarahan
otak dan infark otak. Pada infark otak, pemeriksaan CT scan otak
mungkin tidak memperlihatkan gambaran jelas jika dikerjakan pada
hari-hari pertama, biasanya tampak setelah 72 jam serangan. Jika ukuran

KEGAwatdaruratan neurologi 23
infark cukup besar dan hemisferik. Perdarahan/infark di batang otak
sangat sulit diidentifikasi,oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan
MRI untuk memastikan proses patologik di batang otak.

 Pemeriksaan foto thoraks: dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah


terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke dan adakah kelainan lain pada
jantung. Selain itu dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial
mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk prognosis.

D. Manajemen Stroke (Guidelines Nasional Stroke 2007)

I. Manajemen stroke pra-rumah sakit meliputi:

1. Deteksi dini stroke


Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain
hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta
mendadak, diplopia, vertigo, afasia, disfagia, disatria, ataksia, kejang atau
penurunan kesadaran yang kesemuanya terjadi secara mendadak, harus
dikenali oleh masyarakat.

2. Pengiriman pasien / transportasi - ambulans


Ambulan gawat darurat sangat berperan penting dalam pengiriman pasien ke
fasilitas yang tepat untuk penanganan stroke.Semua tindakan dalam ambulansi
pasien hendaknya berpedoman kepada protokol dan petugas ambulan
mempunyai kompetensi dalam penanganan stroke.Fasilitas ideal yang harus
ada ada dalam ambulans sebagai berikut:

a. Personil yang terlatih.


b. Mesin EKG.
c. Peralatan dan obat-obatan resusitasi dan emergensi
d. Obat-obatan neuroprotektan.
e. Telemedisin
3. Menyiapkan jaringan yaitu unit gawat darurat, stroke unit atau ICU
sebagai tempat tujuan penanganan definitif pasien stroke.

KEGAwatdaruratan neurologi 24
II. Manajemen Kegawat Daruratan Stroke di Unit Gawat Darurat

A. Manajemen stroke iskemik fase akut

Manajemen stroke iskemik fase akut, dilakukan ABC sesuai dengan prinsip
kegawatdaruratan :

a. Airway and Breathing:

Pembebasan jalan napas bagian atas merupakan prioritas yangpertama supaya


bersih dan bebas hambatan, setelah itu dilakukan penilaian tingkat kesadaran,
kemampuan bicara, dan kontrol pernapasan dengan cepat hanya dengan
menanyakan “nama dan alamat” penderita. Pemeriksaan orofaring dan mulut
dilakukan untuk melihat sisa makanan, gigi palsu yang lepas atau benda asing
dimulut. Kesulitan untuk memperoleh udara dan saluran napas bagian atas
umumnya karena kesadaran menurun, mungkin diperlukan gudel atau jalan nafas
hidung (nasal trumpet).

Perlu diperhatikan bahwa pemasangan gudel dapat merangsang gag-reflexyang


agak sulit ditoleransi penderita, kecuali bila kesadaran sudah sangat menurun. Jika
penderita dengan kesadaran sangat menurun dan tidak mampu mengendalikan
sekret oral, pertimbangkan untuk intubasi dan ventilasi mekanik. Setelah potensi
jalan nafas terkendali, observasi terus menerus terhadap irama dan frekwensi
pernapasan harus dilakukan. Tujuannya ialah untuk mendeteksi tanda-tanda awal
gagal nafas misalnya pernafasan paradoksial dimana terjadi pengembangan
rongga dada pada inspirasi sedangkan abdomen berkontraksi. Keadaan ini
menunjukkan bahwa diafragma tidak berfungsi lagi dan tertarik ke atas. Intubasi
ETT (Endo Trachel Tube) atau LMA (Laryngeal Mask Airway) diperlukan pada
pasien dengan hipoksia (pO2 <60 mmHg atau pCO2 >50 mmHg), atau syok, atau
pada pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi.

b. Sirkulasi (Circulation)

Stabilisasi sirkulasi penting untuk perfusi organ-organ tubuh yang adekuat.


Termasuk komponen sirkulasi adalah denyut nadi, frekuensi detak jantung dan
tekanan darah. Bruit di leher dan arteri oftalmika. Pemeriksaan tekanan darah

KEGAwatdaruratan neurologi 25
harus dilakukan pada kedua sisi, jika terjadi perbedaan nyata maka kemungkinan
terdapat diseksi aorta atau karotis. Keadaan ini seterusnya bermanifestasi terhadap
kedaruratan neurologi. Setelah itu dilakukan pemeriksaan denyut nadi pada
keempat ekstremitas secara simetris. Jika mungkin, monitor kardiak dan tekanan
darah, pemasangan pulse-oksimetri, dan dilakukan deteksi EKG. Perubahan EKG
dapat terjadi misalnya berupa inverse gelombang T pada 15 – 70 % kasus stroke
akut.

Berikan cairan kristaloid atau kolloid intravena (hindari pemberian cairan


hipotonik seperti glukosa karena hiperglikemia menyebabkan perburukan fungsi
neurologis dan keluaran). Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous
Catheter), dengan tujuan disamping dapat memantau kecukupan cairan, juga
dapat sebagai sarana untuk memasukkan cairan dan nutrisi.
Optimalisasi tekanan darah. Jika sirkulasi telah stabil maka penilaian setiap 15
menit diperlukan untuk menilai kondisi di atas. Selain itu, pada penderita stroke
akut harus segera dipasang IVFD (intravenous fluid drip).
Setelah itu perlu tindak lanjut karena beberapa penyakit dapat menyerupai
serangan stroke akut misalnya hipo dan hiperglikemi, hiponatremi, paralisis Todd
pasca kejang, migrain komplikata dan keadaan infeksi akut
(meningitis/ensefalitis).

Pemeriksaan tambahan untuk memastikan diagnostik tersebut dilakukan setelah


tindakan ABC selesai dengan baik.

B.Manajemen pada Stroke Hemoragik Akut

Pertolongan awal harus bersifat khusus, serupa dengan jenis lain dari stroke
(Airway, Breathing, Circulation, cegah infeksi, dan sebagainya). Jika
kepastian lokasi dan ukuran perdarahan intraserebral telah jelas pada CT
scan/MRI, penentuan penyebab perdarahan perlu diketahui karena sangat
mempengaruhi prognosis, apalagi jika tindakan pembedahan direncanakan akan
dilakukan. Hal ini penting misalnya apakah ada kelainan-kelainan lain (gangguan
koagulasi, gangguan fungsi hepar, kemungkinan amyloid vasculopathy).

CT scan otak ulang mungkin diperlukan jika klinis memburuk dan dapat
ditemukan adanya perdarahan ulang ditempat yang sama atau tempat lain,

KEGAwatdaruratan neurologi 26
hydrocephalus atau jika status generalis menunjukkan adanya gangguan sistemik
lain. Peninggian tekanan intrakranial bukan saja disebabkan oleh karena adanya
hematom, tapi dapat disebabkan oleh faktor lain, seperti demam, hipoksia, kejang
dan peninggian tekanan intrakranial yang harus segera diatasi.

Penggunaan obat-obat untuk menurunkan tekanan intrakranial agak sulit


dilakukan pada perdarahan intraserebral primer. Hal ini disebabkan karena
pemakaian obat-obat ostemik seperti gliserol, manitol akan mengurangi edema di
daerah tersebut, dalam waktu agak lama dapat memberi kesempatan pada
hematom untuk menjadi lebih ekspansif karena edema perihematom berkurang.
Karena penggunaan obat-obatan ini secara uji klinis acak belum ada untuk
memberikan kepastian akan manfaat dibandingkan dengan kerugiannya.

Larutan manitol 20-25 % merupakan zat yang paling banyak dipakai: 0,75-
1mg/kg BB bolus diikuti 0,25-0,5 mg/kg BB setiap 3-5 jam tergantung pada
respon klinis. Komplikasi penggunaan ostemik adalah hipotensi, hipokalemi,
gangguan fungsi ginjal karena hiperosmolaritas gangguan jantung kongestif dan
hemolisis. Beberapa senter menggunakan kortikosteroid, akan tetapi dibandingkan
dengan obat osmolar maka bahaya komplikasi pengobatan lebih sering terjadi.

Manajemen Stroke di Ruang Rawat

PENATALAKSANAAN UMUM DI RUANG RAWAT.

Penatalaksanaan komprehensif secara garis besar di ruang rawat stroke, terdiri


dari hal-hal tersebut dibawah ini :

1. Ulangi pemeriksaan neurologi lengkap termasuk NIHSS dan Bamford


serta follow up kondisi klinis dengan urutan SOAP (S=subyektif
(keluhan), O=obyektif (hasil pemeriksaan fisik dan neurologic),
A=asesmen (diagnosis) dan P=planning (pemeriksaan penunjang
tambahan, konsultasi bagian lain, obat, fisioterapi, nutrisi)

KEGAwatdaruratan neurologi 27
2. Cairan

3. Nutrisi

4. Pencegahan dan mengatasi komplikasi

5. Penatalaksanaan medik yang lain


a. Hyperglikemia pada stroke akut harus diobati.
b. Jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor dan mayor
tranquilizer seperti benzodiazepin short acting atau propofol bisa di
gunakan.
c. Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi.
d. Berikan H2 antagonist, apabila ada indikasi (perdarahan lambung)
e. Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil
f. Pemeriksaan penunjang lanjutan seperti pemeriksaan laboratorium, MRI,
Dupleks Carotid Sonography, Transcranial Doppler, TTE, TEE, dan lain-
lain sesuai dengan indikasi
g. Rehabilitasi.
h. Komunikasi, Infoemasi dan Edukasi pada pasien dan keluarga.
i. Discharge planning (rencana pengelolaan pasien setelah keluar dari rumah
sakit)

Perawatan umum pada penderita stroke akut

Prinsip perawatan dan pengobatan umum pada stroke akut adalah


mempertahankan kondisi agar dapat menjaga tekanan perfusi dan oksigenasi serta
makanan yang cukup agar metabolisme sistemik otak terjamin. Secara klinis, ini
dilakukan :

a. Stabilisasi fungsi kardiologis melalui ABC.

b. Mencegah infeksi sekunder terutama pada traktus respiratorius


dan urinarius.

c. Menjamin nutrisi, cairan dan elektrolit yang stabil dan optimal.

d. Mencegah dekubitus dengan trombosis vena dalam.

KEGAwatdaruratan neurologi 28
e. Mencegah timbulnya stress ulcer dengan pemberian obat
antasida/pump inhibitor.

f. Menilai kemampuan menelan penderita, untuk menentukan


apakah dapat diberikan makanan per oral atau dengan NGT (nasogastric
tube). Penentuan ini tidak sulit jika penderita sadar, tetapi menjadi sukar
bila kesadaran penderita menurun, karena melakukan tes aspirasi
mempunyai risiko terjadinya pneumonia aspirasi. Menurut Warlow (1995)
pemeriksaan video fluoroskopi akan memperlihatkan proses visualisasi
refleks menelan. Apabila alat ini tidak ada, maka gag reflex dapat
dijadikan indikator fungsi menelan, walaupun sulit dipercaya.

Terapi medik stroke iskemik akut.

Pengobatan medik yang spesifik dilakukan dengan dua prinsip dasar yaitu:

a. Pengobatan medik untuk memulihkan sirkulasi otak di daerah


yang terkena stroke, kalau mungkin sampai keadaan sebelum sakit.
Tindakan pemulihan sirkulasi dan perfusi jaringan otak disebut sebagai
terapi reperfusi.

b. Untuk tujuan khusus ini digunakan obat-obat yang dapat


menghancurkan emboli atau trombus pada pembuluh darah.

Agar kedua prinsip dasar terapi dapat dicapai, dilakukan terapi :

1. Terapi Trombolisis

Satu-satunya obat yang diakui FDA sebagai standar ini adalah pemakaian r-TPA
(recombinant-Tissue Plasminogen Activator) yang diberikan pada penderita stroke
akut dengan syarat-syarat tertentu baik intravena maupun intra arterial dalam
waktu kurang dari 3 jam setelah onset stroke. Diharapkan dengan pengobatan ini,
terapi penghancuran trombus dan reperfusi jaringan otakterjadi sebelum ada
perubahan ireversible pada otak yang terkena, terutama daerah penumbra.

2. Terapi Medik lainnya:

a. Terapi reperfusi adalah pemberian antikoagulan pada stroke


iskemik akut. Obat-obatan yang diberikan adalah heparin atau heparinoid
(fraxiparine). Obat ini diharapkan akan memperkecil trombus yang terjadi

KEGAwatdaruratan neurologi 29
dan mencegah pembentukan trombus baru. Efek antikoagulan heparin
adalah inhibisi terhadap faktor koagulasi dan mencegah/memperkecil
pembentukan fibrin dan propagasi trombus. Ikatan heparin dengan AT III
menginaktivasi enzim-enzim, sehingga koagulasi meningkat, yang bekerja
terhadap trombin (IIa), faktor Xa dan faktor IXa. Pada saat ini para ahli
belum merekomendasikan terapi antikoagulan pada stroke dan sepakat
memberikan untuk mengobati trombus vena dalam yang merupakan
komplikasi/penyulit stroke akut.

b. Pengobatan anti platelet pada stroke akut.

Pengobatan dengan obat antiplatelet pada fase akut stroke, baru-baru ini
sangat dianjurkan. Uji klinis aspirin pada IST (International Stroke Trial)
dan CAST (Chinese Aspirin Stroke Trial) memberitakan bahwa pemberian
aspirin pada fase akut menurunkan frekuensi stroke berulang dan
menurunkan mortalitas penderita stroke akut.

c. Obat-obat defibrinasi

Obat-obat ini berasal dari racun ular Ancord (purified fraction) yang
mempunyai efek terhadap defibrinasi cepat, mengurangi viskositas darah
dan efek antikoagulasi (Hoesman, 1982 disebut oleh Warlow
et.al.1995).Obat ini pernah dicoba pada sejumlah kecil penderita tetapi
hasilnya tidak signifikan. Efek samping berupa perdarahan otak merupakan
hal-hal yang menghalangi penggunaan obat ini, tetapi sampai sekarang
masih diteliti.

d. Terapi Neuroproteksi

Pengobatan spesifik iskemik stroke akut yang kedua adalah dengan obat-
obat neuroprotektor, yaitu obat yang mencegah dan memblok proses yang
menyebabkan kematian sel-sel terutama di daerah penumbra. Obat-obat ini
berperan dalam menginhibisi dan mengubah reversibilitas neuronal yang
terganggu akibat kaskade iskemik. Termasuk dalam kaskade ini adalah
kegagalan homeostasis kalsium, produksi berlebih radikal bebas, disfungsi
neurotransmitter, edema serebral, reaksi inflamasi oleh leukosit, dan

KEGAwatdaruratan neurologi 30
obstruksi mikrosirkulasi. Proses delayed neuronal injury ini berkembang
penuh setelah 24-72 jam dan dapat berlangsung sampai 10 hari.

Banyak obat-obat yang dianggap mempunyai efek neuroprotektor, antara lain:

 Penghambat kanal kalsium: nimodipin, manfaat pada stroke


iskemik kurang meyakinkan.

 Obat-obat antagonis pre sinaptik dari Excitatory Amino Acid


(EAA) seperti fenitoin, lubeluzole dan propentofilin yang kesemuanya
ternyata juga kurang ekeftif pada uji klinik. Sedangkan obat antagonis
asca sinaps terhadap EAA seperti cerestat, dizocilpime, dextorphan,
dextrometorfan, selfotel dan eliprodril telah ditinggalkan karena
kurang efektif dan mempunyai potensi efek samping yang serius.

 Obat-obat yang mensupresi pelepasan asam arakhidonat dan


membran sel seperti prostasiklin ternyata tidak bermanfaat sebagai
vasodilator (efek hipotensif) maupun sebagai antiplatelet, pada stroke
iskemik akut.

 Obat-obat anti radikal bebas seperti lazaroid, tyrilazad mesylat dan


propentofillin, keduanya tidak dapat digunakan karena tidak efektif.

3.Terapi Neuro-Intervensi

Tatalaksana khusus pada saat ini juga dilakukan untuk kasus perdarahan
sunarakhnoid yang disebabkan oleh anuerisma. Ada dua pilihan terapi, yaitu
konservatif dan terapi intervensi-neurologik dengan pemasangan coiling oleh para
ahli intervensionalis atau clipping oleh spesialis bedah saraf. Cara terapi
konvensional adalah dengan pemberian nimodipin, terapi 3H, menghindari
rangsang sinar, menghindari stres dan istirahat total.

Untuk stroke iskemik juga telah dikembangkan tatalaksana neuro-intervensi yaitu


dengan cara revascularisasi komprehensif. Caranya adalah dengan metoda
trombosis pada fase akut stroke iskemik dan dilanjutkan dengan melakukan
stenting pada pembuluh darah karotis dan pembuluh darah didalam otak.

Terapi stroke hemoragik

KEGAwatdaruratan neurologi 31
Penanganan stroke hemoragik dapat bersifat medik atau bedah tergantung keadaan
dan syarat yang diperlukan untuk masing-masing jenis terapi.

Penanganan medik fase akut dilakukan pada penderita stroke hemoragik dengan
menurunkan tekanan darah sistemik yang tinggi dengan obat-obat anti hipertensi
yang biasanya kerja cepat untuk mencapai tekanan darah pre morbid atau
diturunkan kira-kira 20 % dari tekanan darah waktu masuk rumah sakit. Jika
keadaan penderita cukup berat karena peninggian tekanan intrakranial (TIK)
disertai dengan deteriorasi fungsi neurologik progresif, intubasi, hyperventilation
terkontrol dan pemantauan diuresis dapat dilakukan dalam setting ICU.

Tindakan bedah pada perdarahan intraserebal sampai sekarang masih


kontroversial terutama pada perdarahan daerah ganglia, prognosis biasanya buruk
secara fungsional. Meskipun ada beberapa indikasi untuk tindakan bedah,
misalnya volume darah > 55 cc dan peregeseran garis tengah > 5 mm. Pada kasus
perdarahan intraserebral, pasien dapat bertahan hidup, tetapi level fungsionalnya
kurang baik Tindakan bedah pada stroke hemoragik.

Perdarahan intraserebral dibedakan atas perdarahan supratentorial dan infratetorial


dengan gejala klinis yang khas pada masing-masing lokasi. Tindakan pembedahan
pada perdarahan intra-serebral primer tergantung tujuan tingkat keparahan klinis
dan indikasi bedahnya.

Tindakan bedah yang dilakukan adalah: aspirasi sederhana, kraniotomi dan bedah
terbuka (open surgery), evakuasi endoskopik dan aspirasi stereotaksik.

Aspirasi sederhana jarang dilakukan karena biasanya darah hanya sedikit yang
dapat di sedot dan disamping itu dapat menimbulkan “blind in rebleeding”.
sedangkanopen surgery telah dibuktikan kurang bermanfaat karena pada uji klinis
menyebabkan kematian dan cacat berat meningkat 13 % (prasal 1993, disebut
oleh Warlow at al 1996). Evakuasi endoskopik yang dilakukan uji klinis oleh Auer
et al 1989 (disebut Warlow at al 1996) menyebutkan bahwa prosedur ini berguna
untuk perdarahan subkortikal dengan syarat penderita < 60 tahun dan kesadaran
baik atau turun sedikit/somnolen.

KEGAwatdaruratan neurologi 32
Metode ini tidak dapat dipakai pada perdarahan putamen dan talamus. Akan tetapi
re-evaluasi penelitian menunjukkan bahwa metode ini belum dapat
direkomendasikan karena diperlukan uji klinis yang lebih besar.

Aspirasi stereotaksik tanpa endoskopi telah banyak dilakukan terutama di Jepang


pada perdarahan supratentorial baik intraparenkim maupun inteventrikular.
Diperlukan uji kilnis yang mapan untuk memastikan bahwa metode ini cukup
berhasil.

Pembedahan perdarahan serebelum lebih pasti dalam indikasinya dibandingkan


perdarahan supratentorial dan jika dilakukan sesuai indikasi akan menolong hidup
penderita.indikasi yang jelas yaitu : adanya penurunan kesadaran yang disertai
dengan kompresi batang otak yang prokresif atau diameter hematoma > 3 cm. jika
penderita menurun kesadarannya dengan disertai hidrosefalus dan diameter
hematoma < 3 cm, maka tindakan ventrikulostomi (Ventriculo-Peritoneal shunt)
dapat dilakukan sebagai tindakan awal dan kemudian observasi pendertia akan
menentukan apakah trepanasi sereberal perlu untuk tindakan.

Terapi Perdarahan Subarakhnoid

Dasar-dasar penatalaksanaan perdarahan subaraknoid adalah menegakkan


diagnosa klinis, menetapkan lokasi aneurisme yang bocor dan mengatasi
perdarahan dengan pemasangan klipping pada aneurisma. Akan tetapi mortalitas
yang tinggi pada perdarahan subaraknoid bersumber dari komplikasi yang sering
ditemukan selama perawatan pasiennya, yaitu perdarahan ulang (rebleeding),
delayed cerebral iskemia, hidrosefalus dan komplikasi sistemik lain.

Seperti jenis stroke lainnya, pengobatan pada perdarahan subaraknoid juga


dilakukan :

a. Manajemen Umum

Perhatian khusus ditujukan pada keadaan yang mempunyai potensi


memperburuk kondisi dari penderita. Ini meliputi :

1. ABC pada resusitasi kardiopulmoner

2. Pengelolaan hipertensi

KEGAwatdaruratan neurologi 33
Pengelolaan hipertensi harus hati-hati karena pengobatan yang agresif
dapat menyebabkan hipotensi yang menyebabkan bertambahnya iskemia.
Sebaiknya pengobatan hipertensi: hanya dilakukan bila ada kerusakan
organ target dengan menggunakan anti hipertensi kerja cepat.

3. Keseimbangan cairan elektrolit.

Pemberian cairan dan elektrolit yang cukup dan tidak boleh terjadi hipo

atau hipervolemia.

4. Nyeri kepala pada penderita perdarahan subaraknoid yang sadar atau


penurunan sedikit kesadaran dapat sangat hebat. Terapi medik dapat
diberikan bertahap mulai dari ringan (parasetamol) sampai kodein, atau
jika berat injeksi morfin secara intravena diberikan dalam beberapa dosis
sehari.

b. Pencegahan Perdarahan Berulang

Risiko perdarahan aneurisma ulang pada perdarahan subarakhnoid diperkirakaan


35 – 40 % pada 4 minggu pertama dari mereka yang hidup pada hari pertama.
Mereka yang dirawat pada hari pertama, risiko perdarahan ulang pada hari
tersebut sulit dihindari, karena perdarahan ulang dapat terjadi pada 6 jam pertama
setelah serangan dan mungkin pada mereka yang belum sempat dirawat dan
meninggal. Karena itu secara kasar risiko perdarahan ulang kurang lebih 20 %
pada hari pertama (Walow 1995).

Penggunaan terapi anti fibrinolik adalah untuk mencegah perdarahan ulang. Di


Indonesia sering dipakai adalah EACA (Epsilon Amino Caproic Acid) dengan
dosis 3 – 4,5 gram setiap 3 jam secara IV.atau per oral. Manfaatnya adalah untuk
mencegah lisis dari bekuan darah yang menutup dinding aneurisma bila belum
pecah oleh bekuan fibrin (thrombosed aneurism). Struktur molekul EACA ini
mirip dengan lysine dan memblok plasminogen untuk bergabung dengan fibrin
yang memulai proses fibrinolisis. Disamping itu, obat TEA (Tranexamid Acid)
banyak dipakai dengan dosis (1 gram i.v. atau 1,5 gram oral 4 sampai 6 kali
sehari). Efek obat ini adalah sama dengan EACA, dalam mencegah proses
fibrinolisis pada thrombosed aneurysm.

KEGAwatdaruratan neurologi 34
Sayangnya akhir-akhir ini manfaat kedua obat tersebut dipertanyakan karena pada
metaanalisis RCT (Randomized Clinical Trial) yang dilakukan ternyata
pengobatan anti fibrinolisis tidak berbeda dengan placebo (Warlow et.al. 1995).
Pada saat ini sedang dicoba uji klinis kombinasi antara antagonis kalsium dengan
anti fibrinolitik dan hasilnya belum diumumkan.

c. Pencegahan Iskemia serebral

Pada perdarahan subaraknoid dapat terjadi iskemia serebri, yang dipengaruhi oleh:

 Jumlah darah yang terlihat pada CT scan awal. Makin besar jumlahnya
maka makin besar kemungkinan akan iskemia serebral timbul.

 Menurunnya kesadaran yang jelas setelah serangan. Perburukan kesadaran


dapat menjadi indikator iskemia otak.

 Terdapatnya hipovolemia/hiponatremia. Telah diketahui bahwa salah satu


akibat perdarahan subaraknoid, yaitu hiponatremia timbul yang diakibatkan
oleh cerebral salt wasting effect.

 Pengobatan anti hipertensi yang berlebihan menyebabkan hipoperfusi dan


mencetuskan iskemia serebral.

 Terdapatnya bukti-bukti meta-analisis yang menduga bahwa obat-obat anti


trombolitik dapat menjadi pemicu iskemia serebral.

Pencegahan yang efektif terhadap iskemia serebral, adalah dengan pengobatan


antagonis kalsium Nimodipin, Warlow et.al. (1995) mengutip penelitian Pickard
et.al. (1989) yang menunjukkan manfaat pemberian nimodipin oral setiap 4 jam
selama 21 hari dibanding placebo. Hasilnya adanya penurunan signifikan dari
keluaran dari 33 % menjadi 20 %. Sedangkan komplikasi serebral iskemia
diturunkan secara signifikan sampai 34 %. Sampai sekarang nimodipin dianggap
sebagai obat yang mencegah dengan efektif kemungkinan timbulnya delayed
cerebral iskemia post aneurisma pada perdarahan subaraknoid. Obat-obat lain
yang pernah dipakai sebagai prevensi adalah Tenadrocortisone acetate yang
hasilnya tidak jelas bermanfaat sedangkan aspirin tampaknya mempunyai efek

KEGAwatdaruratan neurologi 35
positif terhadap pencegahan iskemia serebral. meski dalam studi retrospektif perlu
klarifikasi lebih lanjut.

Jika terjadi perdarahan ulang pada perdarahan subaraknoid, yaitu pecahnya


aneurisma lain, maka prognosis biasanya buruk. Gejala yang paling sering adalah
perburukan klinis disertai penurunan kesadaran yang drastis. Perlu diperhatikan
bahwa kejang, fibrilasi ventrikuler dan iskemia serebral merupakan hal-hal lain
yang juga memperburuk kondisi klinis. Meski demikian, resusitasi kardio-
pulmoner-serebral masih dapat dilakukan dan sebagian penderita masih dapat
bertahan dan sadar kembali setelah mengalami henti nafas. Dalam hal ini, satu-
satunya pertolongan dalam pengobatan hanya klipping emergensi dengan segala
resikonya.

Manajemen Gangguan metabolik pada stroke

Gangguan metabolik yang timbul pada fase akut stroke terutama stroke berat.
Keadaan ini harus segera diatasi karena mempengaruhi prognosis dan kembalinya
fungsi neurologik.

Gangguan metabolik ini antara lain:

a. Dehidrasi: dapat dikenal dengan pemeriksaan bedside dan


pemeriksaan tambahan lain.

b. Hiponatremia: sering terjadi pada stroke hemoragik dan


perdarahan subaraknoid. Salah satu penyebabnya adalah kehilangan garam
yang berlebih oleh karena penggunaan diuretika, atau karena faktor dilusi
seperti SIADH (sindrome of inappropriate diuretic hormone). Keadaan
hiponatremia memperburuk kondisi neurologis penderita stroke.
Pengobatan, selain tambahan NaCI baik oral/parental (NaCI 3%) diberikan
pelan – pelan untuk mencegah komplikasi central pontine myelinolysis
(Machiava Bignami Disease) (Haris et al 1993, seperti dikutip oleh
Warlow 1995).

c. Hiperglikemia dan hipoglikemi: Kenaikan kadar glukosa darah


ditemukan pada 43% penderita stroke akut, dan 25% diantaranya adalah
penderita DM dan dalam jumlah yang sama (25%) ditemukan kenaikan
HbA1c pada serum. Setengahnya lagi (50%) yaitu penderita non DM

KEGAwatdaruratan neurologi 36
dengan respons hiperglikemia akibat stroke. Mungkin sekali kenaikan ini
akibat dari pelepasan katekolamin atau karena steroid yang dieskresi
berlebihan sebagai akibat stres (stress response).

Implikasi klinik dari hiperglikemia pada stroke kurang baik karena ini
mencerminkan respons terhadap stress berat (stroke yang parah) dan
bahwa keadaan hiperglikemia menghambat restorasi neuro penumbra.
Sedangkan keadaan hipoglikemia jelas memperburuk stroke. Biasanya
akibat intake yang kurang atau pengobatan terhadap hiperglikemia yang
terlalu rendah. Keadaan hipoglikemia segera diatasi dengan pemberian
glukosa 40% atau memberikan gula peroral.

Terapi stroke emboli

Infark serebral, merupakan jenis terbanyak dari stroke (70-80%, Thomson et al,
1996). Di antara jumlah ini, 80% akibat kelainan patologi pembuluh darah serebro
vaskuler baik perubahan arteriotrombotik pada pembuluh besar, maupun karena
penyakit pada pembuluh kecil (small vessel disease) dengan manifestasi infark
lakunar. Diantaranya 15% dari infark serebral terjadi karena emboli kardiak,
akibat atrial fibrilasi atau penyakit jantung iskemik. Sisanya diperkirakan akibat
aorta dissecans, hiperkoagulasi dan vaskulitis serebral (5%), sedangkan 20%
tidak jelas (Sacco et.al. 1989).

Thomson dan Furlan juga mengutip pernyataan Terant 1993, bahwa dari penderita
stroke yang terjadi setiap tahun, 75% serangan pertama, 20% merupakan stroke
ulang dan 5% adalah penderita stroke multipel. Gangguan fungsi jantung akan
meningkatkan risiko stroke, seperti penyakit jantung koroner, penyakit jantung
kongestif, penyakit katup, trombus intra kardiak, dan atrial fibrilasi kronik
merupakan faktor risiko terendah yaitu 3% setahun dan akan meningkat jika
terjadi peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler.

Pengobatan stroke akut, baik karena apapun sebabnya, terdiri atas :

a. Pengobatan umum meliputi :

1) Tindakan ABC dan resusitasi kardiopulmoner.

KEGAwatdaruratan neurologi 37
2) Pencegahan makanan, cairan dan elekrolit

3) Pencegahan infark sekunder.

4) Mencegah edema serebral

5) Mencegah hipertermi dan kejang-kejang

6) Menilai fungsi menelan

7) Mencegah DVT, emboli pulmonal dan dekubitas akibat


immobilisasi

b. Pengobatan spesifik

Pengobatan spesifik pada emboli serebri pada prinsipnya sama seperti stroke
lainnya, yaitu:

1) Reperfusi: memperbaiki aliran darah otak dengan


menghancurkan bekuan (trombolitik) dengan syarat-syarat dan waktu
yang khusus yaitu kurang dari 3 jam dengan Recombinant Tissue
Plasminogen Activator (rTPA). Obat-obat lain yang tidak jelas
dibuktikan manfaatnya seperti heparin (antikoagulan). Akan tetapi dalam
hal stroke kardio-embolik ada beberapa hal yang perlu ditonjolkan yang
akan diuraikan secara umum.

2) Obat-obat neuroprotektif: obat-obat ini dipakai berdasarkan


pemakaian eksperimental yang membutikan bahwa proses perubahan
patologik dan metabolik pada sel neuron yang mengalami iskemia
dipengaruhi oleh banyak faktor. Terutama yang menonjol adalah influks
ion Ca intraselular serta perubahan permeabilitas membran sel
terhadap ion K/Na (Na/K pump) serta bertambahnya radikal bebas di
daerah iskemi. Dengan menggunakan obat-obat yang memblokade
perubahan patologik dan metabolisme ini diharapkan kematian sel-sel
neuron dapat dicegah. Obat-obat yang pernah dicoba seperti nimodipin
(penghambat kanal kalsium), aminosteroid, dan antagonis reseptor
NMDA. Sayangnya, sampai sekarang obat-obat tersebut hasilnya masih
kontroversial.

KEGAwatdaruratan neurologi 38
3) Obat-obat lain seperti Ancord (bisa ular) pernah dicoba sebagai
anti koagulan tetapi hasilnya pada manusia tak bermanfaat.

Terapi anti koagulan pada stroke emboli

Pada fase akut stroke, heparin merupakan antikoagulan yang paling sering
dipakai. Alasan memakainya adalah (Sherman dan Lalonde, 1997):

 Heparin mengurangi frekuensi DVT dan emboli pulmonal (di USA


frekuensi DVT pada stroke 75, dan emboli pulmonal 5%)

 Mencegah dan memperkecil pembentukan trombosis intraarterial pada


penderita stroke dengan demikian mencegah perburukan stroke (karena
propagasi trombus). Dalam hal ini sampai sekarang, heparin belum
terbukti memperbaiki keluaran stroke iskemik (embolik) dan masih
kontroversial.

Pemberian heparin pada stroke kardio-embolik masih tetap diberikan di beberapa


senter di Amerika dan dilakukan seperti yang direkomendasikan oleh Cerebral
Embolism Study Group (1983). Perlu diingatkan bahwa bahaya perdarahan
intraserebral yang cepat pada pemberian heparin terutama pada orang tua,
hipertensi berat dan infark yang luas. Penggunaan heparin subkutan lebih disukai
dari pada intravena (Warlow et. al 1995) dan pemberian heparin dilakukan hanya
untuk beberapa hari sambil menunggu efek oral antikoagulan yang lebih efisien
tapi efektifitasnya penuh setelah beberapa hari pemberian. Akhir-akhir ini
dilaporkan Kay (1995) manfaat yang lebih baik dari Fraxiparine, derivat heparin
yang lebih stabil dengan efek samping yang lebih ringan. Pengobatan diberikan
dengan pemberian subkutan dan meskipun belum dipakai secara luas, tetapi telah
dicoba pada stroke embolik mendahului pemberian oral antikoagulan.

Pemberian heparin diberikan secara intravena dimulai dengan bolus 5.000 unit
dan selanjutnya diberikan 10.000-15.000 unit per hari dengan mempertahankan
APTT 1,5 – 2,5 kali normal selama 2-3 hari dan kemudian diberikan oral
antikoagulan (warfarin) dengan target INR 2-3. Biasanya dalam 2-3 hari setelah
optimalisasi dosis warfarin, pemberian heparin dihentikan dan pengobatan
diteruskan dengan antikoagulan oral.

KEGAwatdaruratan neurologi 39
Komplikasi

 Edema Perifokal dan Perluasan Perdarahan


Komplikasi yang paling sering menyertai perdarahan intraserebral pada
penderita stroke perdarahan adalah edema perifokal yang menimbulkan proses
desak ruang. Perluasan perdarahan ke dalam ventrikel dapat menyebabkan
hidrosefalus komunikans. Perdarahan intraventikuler sekunder sering disertai
dengan perdarahan di thalamus, putamen atau nucleus kaudatus yang dapat
dengan mudah meluas ke arah medial ventrikel.

 Inkonteninsia Alvi dan Konstipasi


Selain karena stroke itu sendiri, konstipasi dapat timbul karena imobilisasi
pasca stroke, dehidrasi dan formulasi diet nasogastrik. Konstipasi dan
pemadatan feses lebih sering terjadi setelah stroke dibandingkan dengan
inkontinensia fekal. Konstipasi dapat menimbulkan komplikasi lain seperti
penurunan kesadaran, obstruksi usus, nyeri abdomen, hilangnya nafsu makan,
mual dan muntah yang pada akhirnya member dampak negatif yang cukup
signifikan terhadap proes rehabilitasi dan outcome.

 Inkontinensia Urin

 Central pain pasca stroke


Nyeri sentral pasca stroke adalah suatu sindroma nyeri neuropatik yang terjadi
setelah stroke. Ditandai dengan gejalan nyeri dan gangguan sensorik di
beberapa bagian tubuh sesuai lesi di otak yang mengalami jejas.

 Bangkitan dan Epilepsi


Bangkitan kejang dan status epiliptikus sering terjadi pada stroke akut.
Kebanyakan bangkitan yang onsetnya dini terjadi pada hari pertama atau
kedua stroke. Faktor risiko terjadinya bangkitan dalah stroke perdarahan,
penderita muda. Jenis bangkitan terbanyak adalah bangkitan tunggal, parsial
maupun general.

 Afasia
Penderita dengan komplikasi afasia dapat mempunyai masalah dengan
pemahaman dan produksi bicara (misalnya pada percakapan), membaca,
menulis dan kemampuan menghitung. Afasia sering sekali mempunyai

KEGAwatdaruratan neurologi 40
pengaruh di dalam hubungan personal, pekerjaan dan kehidupan social. Afasia
sering berhubungan dengan kerusakan hemisphere kiri.

Prognosis

Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yaitu: death, disease, disability,
discomfort, dissatisfaction dan destitution. Keenam aspek prognosis tersebut
terjadi pada stroke fase awal atau pasca stroke. Untuk mencegah agar aspek
tersebut tidak menjadi lebih buruk maka semua penderita stroke akut harus
dimonitor dengan hati-hati terhadap keadaan umum, fungsi otak, EKG, saturasi
oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh secara terus menerus selama 24 jam
setelah serangan stroke.
Prognosis stroke juga dipengaruhi oleh berbagai faktor dan keadaan yang
terjadi pada penderita stroke. Hasil akhir yang dipakai sebagai tolak ukur
diantaranya outcome fungsional, seperti kelemahan motorik, disabilitas, quality of
life, serta mortlitas. Prognosa jangka panjang setelah TIA dan stroke batang
otak/cerebellum ringan secara signifikan dipengaruhi oleh usia, diabetes mellitus,
hipertensi, stroke sebelumnya, dan penyakit arteri karotis yang menyertai. Pasien
dengan TIA memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan pasien dengan
stroke minor. Variabel yang berpengaruh dalam prognosis jangka pendek antara
lain perluasan darah ke ventrikel, tingkat kesadaran saat awitan dan volume
perdarahan. Risiko kematian lebih tinggi pada tahun pertama setelah onset stroke
pertama kali pada kedua jenis kelamin (laki-laki sebesar 40.3% dan perempuan
sebesar 43.7%.

KEGAwatdaruratan neurologi 41
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan stroke yang telah dilakukan, dapat disimpulkan


bahwa masing-masing bentuk penyakit memiliki karakteristik manifestasi
klinisnya serta penanganan yang bervariasi namun sesegera mungkin dapat
dilakukan. Dengan memahami mengenai perjalanan penyakit tersebut,
diharapkan dapat membedakan antara stroke hemoragik atau iskemik yang
disebabkan suatu hal antara yang satu dengan yang lain. Dari yang paling
sederhana sampai yang menimbulkan manifestasi klinis yang berat. Sebagai
dokter umum harus mengerti benar mengenai penyakit tersebut dan
penanganan apa saja yang bisa diberikan sesuai kompetensi dan merujuk
pasien dengan keadaan yang tidak bisa ditangani oleh dokter umum.

3.2 Saran

Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik


dari segi diskusi kelompok, penulisan tugas tertulis dan sebagainya, untuk
itu kami mengharapkan kritik dan saran dari dosen-dosen yang mengajar
baik sebagai tutor maupun dosen yang telah memberikan materi kuliah, dari
rekan-rekan angkatan 2011 dan dari berbagai pihak demi kesempurnaan
laporan ini.

KEGAwatdaruratan neurologi 42

Anda mungkin juga menyukai