PENDAHULUAN
KEGAwatdaruratan neurologi 1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Skenario
TAK SADAR
Pak Joko, 65 tahun, di bawa ke IGD RS karena tidak sadar. Keluarga yang
mengantar tidak mengetahui dengan pasti sejak kapan pasien tidak sadar. Diduga
pasien sudah tidak sadar selama 1 jam.
Sebelumnya keluarga sudah memanggil dokter keluarga ke rumah untuk
memeriksa Pak Joko. Setelah memeriksa tanda-tanda trauma, kelemahan anggota
badan dan kesadaran dokter keluarga memutuskan untuk segera merujuk Pak Joko
ke RS.
Pada pemeriksaan awal dokter jaga IGD menemukan GCS 5; lateralisasi kiri,
tekanan darah 220/120 mmHg; nadi 100x/menit; suhu 38,1 C, saturasi oksigen
92%; gula darah sewaktu 60mg/dl dan kolesterol 237 mg/dl.
Dokter jaga IGD mempertimbangkan meletakkan pasien dalam supine position,
melakukan intubasi dan CT scan, memberikan antihipertensi dan antitrombolitik.
KEGAwatdaruratan neurologi 2
6. Antitrombolitik: mencegah terjadinya pemecahan pembekuan darah.
7. Saturasi oksigen: Presentasi oksigen yang dapat diangkut hemoglobin.
KEGAwatdaruratan neurologi 3
2. a. Kelemahan anggota badan karean pasien tidak sadar dan ada gangguan
pada perifer dan sentral missal, gangguan neuron akibat gangguan
sirkulasi.
b. Kasus kelemahan anggota gerak badan dan tidak sadar terjadi pada
kasus stroke, GBS, Hematom subdural, myestania gravis.
4. Pasien di rujuk karena pasien sudah tidak sadarkan diri selama 1 jam dan
harus segera mendapat pertolongan.
KEGAwatdaruratan neurologi 4
7. Indikasi pemberian antitrombolitik ialah pada perdarahan massif yang
tidak berhenti, dan pada gangguan pembekuan darah.
8. Pemberian antihipertensi pada pasien ini adalah melalui intra vena, pada
scenario kemungkina pasien mengalami hipertensi grade 2 maka di
berikan dengan kombinasi diuretic secara IV line.
Sentral
Kelemahan
Tidak Sadar
Anggota Badan
Perifer
Heteroanamnesis Pemeriksaan
Fisik
Penatalaksanaan gawat
Komplikasi
Darurat
Pemeriksaan penunjang
KEGAwatdaruratan neurologi 5
Terapi Berdasarkan
penyebab Utama
2.6 Sasaran Pembelajaran
KEGAwatdaruratan neurologi 6
Dalam step 6 ini, masing-masing dari kami melakukan proses belajar
mandiri untuk mengetahui lebih lanjut mengenai materi yang sedang kami bahas.
Adapun pedoman belajar mandiri kami adalah mencari informasi mengenai
jawaban-jawaban terhadap learning objectif atau sasaran pembelajaran yang telah
kami rumuskan bersama-sama. Hasil dari belajar mandiri tersebut disampaikan
pada diskusi kelompok kecil II (DKK II).
2.8 Sintesis
STROKE
A. Definisi
Menurut WHO : Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi
serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat,
berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya
penyebab selain daripada gangguan vascular.
B. Klasifikasi
A. Berdasarkan waktu
1. Serangan Iskemik Sepintas (Transient Ischemic Attack/TIA) terjadi
kurang dari 24 jam bahkan dapat hanya beberapa menit.
2. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution) atau stroke
yang sedang berlanjut atau berkembang.
3. Stroke Komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke), terdapat defisit
neurologis yang menetap.
KEGAwatdaruratan neurologi 7
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebra-basiler
C. Berdasarkan patologi
1. Stroke Iskemik, atau Stroke non-Hemoragik
Disebabkan oleh thrombosis dan emboli
2. Stroke Hemoragik
Disebabkan karena perdarahan di intraserebral dan subarakhnoid
Etiologi
KEGAwatdaruratan neurologi 8
kembar laki-laki dizigotik yang menunjukkan
kecenderungan genetik untuk stroke. Pada 1913 penelitian
kohort kelahiran Swedia menunjukkan tiga kali lipat
peningkatan kejadian stroke pada laki-laki yang ibu
kandungnya meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan
laki-laki tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke. Riwayat
keluarga juga tampaknya berperan dalam kematian stroke
antara populasi Kaukasia kelas menengah atas di California.
e. Diabetes : Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan,
mellitus diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar
dua kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang
tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu
untuk mendapat iskemia serebral melalui percepatan
aterosklerosis pembuluh darah yang besar, seperti arteri
koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal pada
mikrosirkulasi serebral.
f. Penyakit jantung : Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun
memiliki lebihdari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan
dengan mereka yang fungsi jantungnya normal.
Fibrilasi atrial :
KEGAwatdaruratan neurologi 9
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke
sebesar 17 kali.
Lainnya :
KEGAwatdaruratan neurologi 10
dan kelainan telah dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan protein
systempembekuan Cserta protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic.
Hemoglobinopathy Sickle-cell disease :
KEGAwatdaruratan neurologi 11
estrogen menurunkan masalah ini, tetapi tidak dihilangkan
sama sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita
yang lebih dari 35 tahun. Mekanisme diduga meningkat
koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang produksi
protein liver, atau jarang penyebab autoimun
n. Diet : Konsumsi alkohol :
Kegemukan :
KEGAwatdaruratan neurologi 12
homosistinuria
Patofisiologi
Secara umum :
KEGAwatdaruratan neurologi 13
malformasi perkembangan, dilatasi aneurisma, atau
thrombosis vena.
2. terjadi bila embolus dari jantung atau sirulasi ekstrakranial
tersangkut dalam pembuluh darah ekstrakranial.
3. penurunan tekanan perfusi atau peningkatan
viskositasdarah dengan aliran darah serebral tidak adekuat.
4. rupture pembuluh darah pada ruang subaraknoid atau
jaringan intraserebral.
1. Stroke iskemik
Stroke iskemik akut adalah hasil dari penyumbatan sekunder
pembuluh darah yang mengakibatkan penyakit tromboemboli. Iskemi
menyebabkan sel mengalami hipoksia dan terjadi penuruanan ATP. Tanpa
ATP terjadi kegagalan pengaturan gradien konsentrasi ion pada membran
sel dan depolarisasi. Edema terjadi dengan influx natrium dan calcium
serta perpindahan air mengikuti natrium ke dalam sel.
KEGAwatdaruratan neurologi 14
tersebut < 10 ml/100g jaringan/menit. Pada daerah otak yang mendapat
perfusi < 25 ml/100g jaringan/menit disebut penumbra dan akan membaik
dalam beberapa jam dengan sendirinya.
Pada saraf yang mengalami iskemik juga akan terjadi kegagalan
dalam produksi ATP dan transport ion pada membran sel. Terjadi influks
kalsium dan melepas beberapa neurotransmitter berupa glutamat yang
akan menghasilkan N methyl D aspartat (NMDA) dan mengeksetasi
reseptor di neuron. Neuron tersebut kemudian berdepolarisasi. Influks
kalsium, pelepasan glutamat dan depolarisasi selanjutnya akan
mengaktifkan enzim sehingga terjadi destruksi sel membran dan struktur
neuron lainnya. Radical bebas seperti asam arakidonat dan nitrid oxide
juga akan menyebabkan kerusakan sel saraf.
2. Stroke hemorragik
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang menuju parenkim
otak. Mekanismenya adalah lemahnya arteri kecil intracerebral yang
dikarenakan hipertensi kronik. Mekanisme lainnya adalah karena
penggunaan obat-obatan antikoagulan,
1. Anamnesis
KEGAwatdaruratan neurologi 15
baik. Keadaan ini timbul sangat mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, mau
sholat, selesai sholat, sedang bekerja atau sewaktu beristirahat.
Selain itu perlu ditanyakan pula faktor-faktor risiko yang menyertai stroke
misalnya penyakit kencing manis, darah tinggi dan penyakit jantung, serta obat-
obat yang sedang dipakai. Selanjutnya ditanyakan pula riwayat keluarga dan
penyakit lainnya.
2. Pemeriksaan fisik
KEGAwatdaruratan neurologi 16
reaksi pupil terhadap cahaya
refleks kornea
3. Gejala klinik
Berdasarkan vaskularisasi otak, maka gejala klinik stroke dapat dibagi atas
2 golongan besar yaitu:
Salah satu ciri stroke adalah timbulnya gejala sangat mendadak dan jarang
didahului oleh gejala pendahuluan (warning signs) seperti sakit kepala, mual,
muntah, dan sebagainya.
KEGAwatdaruratan neurologi 17
stroke (stroke-syndromes) karena tumor, primer maupun metastatik, trauma,
peradangan dan lain-lain.
Seperti kita ketahui, daerah otak yang mendapat darah dari a. karotis
interna terutama lobus frontalis, parietalis, basal ganglia, dan lobus temporalis.
Gejala-gejalanya timbul sangat mendadak berupa hemiparesis, hemihipestesi,
bicara pelo, dan lain-lain.
Fungsi vital lain umumnya baik jantung, harus diperiksa teliti untuk
mengetahui kelainan yang dapat menyebabkan emboli.
Pemeriksaan neurologis
a. Pemeriksaan saraf otak: pada stroke hemisferik saraf otak yang sering
terkena adalah:
KEGAwatdaruratan neurologi 18
Gangguan n. fasialis dan n. hipoglosus. Tampak paresis n. fasialis tipe
sentral (mulut mencong) dan paresis n. hipoglosus tipe sentral (bicara
pelo) disertai deviasi lidah bila dikeluarkan dari mulut.
b. Pemeriksaan motorik:
KEGAwatdaruratan neurologi 19
a. Cabang-cabang panjang: misalnya a. serebeli inferior posterior yang jika
tersumbat akan memberikan gejala – gejala sindroma Wallenberg, yaitu
infark di bagian dorso-lateral tegmentum medula oblongata.
2. Kombinasi berbagai saraf otak yang terganggu disertai vertigo diplopia dan
gangguan bulbar
Costillo dan Bougousslausky (1997) mengajukan enam ciri stroke embolik, yaitu :
KEGAwatdaruratan neurologi 20
d. Riwayat stroke sebelumnya di daerah teritorial lain, diantaranya adalah
emboli sistemik.
f. Tidak ada sebab emboli arterial lain atau sebab stroke yang lain.
a. Adanya infark hemoragik pada CT, atau MRI otak pada distribusi arteri
kortikal.
Khusus mengenai atrial fibrilasi, terutama pada non reumatik, dan merupakan
panyebab terbesar emboli kardiak, tidak selalu emboli sistemik menjadi penyebab
stroke. Dalam jumlah yang sedikit, AF dapat disebabkan karena stroke yang berat.
Warlow dkk. (1995) merujuk penelitian Daniel (1993) menemukan bahwa hanya
13% dari penderita AF ditemukan trombus pada arteri dengan transesophageal
echocardiography (TEF). Peningkatan risiko emboli sistemik pada AF dikaitkan
dengan kombinasi beberapa faktor seperti umur, riwayat emboli sebelumnya,
hipertensi, diabetes, disfungsi ventrikel kiri dan pembesaran atrium kiri (SPAF
1992, AFI 1994). Adanya emboli kardiak sistemik dapat juga dipastikan dengan
adanya spontaneus echo contrast pada atrium kiri yamg dideteksi sengan TCD.
4. Pemeriksaan Penunjang
a.Laboratorium
KEGAwatdaruratan neurologi 21
1) Pemeriksaan darah rutin
Waktu protrombin
APTT
Kadar fibrinogen
D-dimer
INR
Viskositas plasma
Protein S
Protein C
ACA
Homosistein
b.Pemeriksaan Kardiologi
KEGAwatdaruratan neurologi 22
Transesofageal echocardiography (TEE) dapat diminta untuk visualisasi emboli
kardial.
b. Pemastian bahwa tipe stroke iskemik yang terjadi merupakan stroke yang
sering menyertai/disebabkan karena emboli kardiak berdasarkan
pertimbangan klinis dan penelitian epidemiologi.
d.Pemeriksaan Radiologi
KEGAwatdaruratan neurologi 23
infark cukup besar dan hemisferik. Perdarahan/infark di batang otak
sangat sulit diidentifikasi,oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan
MRI untuk memastikan proses patologik di batang otak.
KEGAwatdaruratan neurologi 24
II. Manajemen Kegawat Daruratan Stroke di Unit Gawat Darurat
Manajemen stroke iskemik fase akut, dilakukan ABC sesuai dengan prinsip
kegawatdaruratan :
b. Sirkulasi (Circulation)
KEGAwatdaruratan neurologi 25
harus dilakukan pada kedua sisi, jika terjadi perbedaan nyata maka kemungkinan
terdapat diseksi aorta atau karotis. Keadaan ini seterusnya bermanifestasi terhadap
kedaruratan neurologi. Setelah itu dilakukan pemeriksaan denyut nadi pada
keempat ekstremitas secara simetris. Jika mungkin, monitor kardiak dan tekanan
darah, pemasangan pulse-oksimetri, dan dilakukan deteksi EKG. Perubahan EKG
dapat terjadi misalnya berupa inverse gelombang T pada 15 – 70 % kasus stroke
akut.
Pertolongan awal harus bersifat khusus, serupa dengan jenis lain dari stroke
(Airway, Breathing, Circulation, cegah infeksi, dan sebagainya). Jika
kepastian lokasi dan ukuran perdarahan intraserebral telah jelas pada CT
scan/MRI, penentuan penyebab perdarahan perlu diketahui karena sangat
mempengaruhi prognosis, apalagi jika tindakan pembedahan direncanakan akan
dilakukan. Hal ini penting misalnya apakah ada kelainan-kelainan lain (gangguan
koagulasi, gangguan fungsi hepar, kemungkinan amyloid vasculopathy).
CT scan otak ulang mungkin diperlukan jika klinis memburuk dan dapat
ditemukan adanya perdarahan ulang ditempat yang sama atau tempat lain,
KEGAwatdaruratan neurologi 26
hydrocephalus atau jika status generalis menunjukkan adanya gangguan sistemik
lain. Peninggian tekanan intrakranial bukan saja disebabkan oleh karena adanya
hematom, tapi dapat disebabkan oleh faktor lain, seperti demam, hipoksia, kejang
dan peninggian tekanan intrakranial yang harus segera diatasi.
Larutan manitol 20-25 % merupakan zat yang paling banyak dipakai: 0,75-
1mg/kg BB bolus diikuti 0,25-0,5 mg/kg BB setiap 3-5 jam tergantung pada
respon klinis. Komplikasi penggunaan ostemik adalah hipotensi, hipokalemi,
gangguan fungsi ginjal karena hiperosmolaritas gangguan jantung kongestif dan
hemolisis. Beberapa senter menggunakan kortikosteroid, akan tetapi dibandingkan
dengan obat osmolar maka bahaya komplikasi pengobatan lebih sering terjadi.
KEGAwatdaruratan neurologi 27
2. Cairan
3. Nutrisi
KEGAwatdaruratan neurologi 28
e. Mencegah timbulnya stress ulcer dengan pemberian obat
antasida/pump inhibitor.
Pengobatan medik yang spesifik dilakukan dengan dua prinsip dasar yaitu:
1. Terapi Trombolisis
Satu-satunya obat yang diakui FDA sebagai standar ini adalah pemakaian r-TPA
(recombinant-Tissue Plasminogen Activator) yang diberikan pada penderita stroke
akut dengan syarat-syarat tertentu baik intravena maupun intra arterial dalam
waktu kurang dari 3 jam setelah onset stroke. Diharapkan dengan pengobatan ini,
terapi penghancuran trombus dan reperfusi jaringan otakterjadi sebelum ada
perubahan ireversible pada otak yang terkena, terutama daerah penumbra.
KEGAwatdaruratan neurologi 29
dan mencegah pembentukan trombus baru. Efek antikoagulan heparin
adalah inhibisi terhadap faktor koagulasi dan mencegah/memperkecil
pembentukan fibrin dan propagasi trombus. Ikatan heparin dengan AT III
menginaktivasi enzim-enzim, sehingga koagulasi meningkat, yang bekerja
terhadap trombin (IIa), faktor Xa dan faktor IXa. Pada saat ini para ahli
belum merekomendasikan terapi antikoagulan pada stroke dan sepakat
memberikan untuk mengobati trombus vena dalam yang merupakan
komplikasi/penyulit stroke akut.
Pengobatan dengan obat antiplatelet pada fase akut stroke, baru-baru ini
sangat dianjurkan. Uji klinis aspirin pada IST (International Stroke Trial)
dan CAST (Chinese Aspirin Stroke Trial) memberitakan bahwa pemberian
aspirin pada fase akut menurunkan frekuensi stroke berulang dan
menurunkan mortalitas penderita stroke akut.
c. Obat-obat defibrinasi
Obat-obat ini berasal dari racun ular Ancord (purified fraction) yang
mempunyai efek terhadap defibrinasi cepat, mengurangi viskositas darah
dan efek antikoagulasi (Hoesman, 1982 disebut oleh Warlow
et.al.1995).Obat ini pernah dicoba pada sejumlah kecil penderita tetapi
hasilnya tidak signifikan. Efek samping berupa perdarahan otak merupakan
hal-hal yang menghalangi penggunaan obat ini, tetapi sampai sekarang
masih diteliti.
d. Terapi Neuroproteksi
Pengobatan spesifik iskemik stroke akut yang kedua adalah dengan obat-
obat neuroprotektor, yaitu obat yang mencegah dan memblok proses yang
menyebabkan kematian sel-sel terutama di daerah penumbra. Obat-obat ini
berperan dalam menginhibisi dan mengubah reversibilitas neuronal yang
terganggu akibat kaskade iskemik. Termasuk dalam kaskade ini adalah
kegagalan homeostasis kalsium, produksi berlebih radikal bebas, disfungsi
neurotransmitter, edema serebral, reaksi inflamasi oleh leukosit, dan
KEGAwatdaruratan neurologi 30
obstruksi mikrosirkulasi. Proses delayed neuronal injury ini berkembang
penuh setelah 24-72 jam dan dapat berlangsung sampai 10 hari.
3.Terapi Neuro-Intervensi
Tatalaksana khusus pada saat ini juga dilakukan untuk kasus perdarahan
sunarakhnoid yang disebabkan oleh anuerisma. Ada dua pilihan terapi, yaitu
konservatif dan terapi intervensi-neurologik dengan pemasangan coiling oleh para
ahli intervensionalis atau clipping oleh spesialis bedah saraf. Cara terapi
konvensional adalah dengan pemberian nimodipin, terapi 3H, menghindari
rangsang sinar, menghindari stres dan istirahat total.
KEGAwatdaruratan neurologi 31
Penanganan stroke hemoragik dapat bersifat medik atau bedah tergantung keadaan
dan syarat yang diperlukan untuk masing-masing jenis terapi.
Penanganan medik fase akut dilakukan pada penderita stroke hemoragik dengan
menurunkan tekanan darah sistemik yang tinggi dengan obat-obat anti hipertensi
yang biasanya kerja cepat untuk mencapai tekanan darah pre morbid atau
diturunkan kira-kira 20 % dari tekanan darah waktu masuk rumah sakit. Jika
keadaan penderita cukup berat karena peninggian tekanan intrakranial (TIK)
disertai dengan deteriorasi fungsi neurologik progresif, intubasi, hyperventilation
terkontrol dan pemantauan diuresis dapat dilakukan dalam setting ICU.
Tindakan bedah yang dilakukan adalah: aspirasi sederhana, kraniotomi dan bedah
terbuka (open surgery), evakuasi endoskopik dan aspirasi stereotaksik.
Aspirasi sederhana jarang dilakukan karena biasanya darah hanya sedikit yang
dapat di sedot dan disamping itu dapat menimbulkan “blind in rebleeding”.
sedangkanopen surgery telah dibuktikan kurang bermanfaat karena pada uji klinis
menyebabkan kematian dan cacat berat meningkat 13 % (prasal 1993, disebut
oleh Warlow at al 1996). Evakuasi endoskopik yang dilakukan uji klinis oleh Auer
et al 1989 (disebut Warlow at al 1996) menyebutkan bahwa prosedur ini berguna
untuk perdarahan subkortikal dengan syarat penderita < 60 tahun dan kesadaran
baik atau turun sedikit/somnolen.
KEGAwatdaruratan neurologi 32
Metode ini tidak dapat dipakai pada perdarahan putamen dan talamus. Akan tetapi
re-evaluasi penelitian menunjukkan bahwa metode ini belum dapat
direkomendasikan karena diperlukan uji klinis yang lebih besar.
a. Manajemen Umum
2. Pengelolaan hipertensi
KEGAwatdaruratan neurologi 33
Pengelolaan hipertensi harus hati-hati karena pengobatan yang agresif
dapat menyebabkan hipotensi yang menyebabkan bertambahnya iskemia.
Sebaiknya pengobatan hipertensi: hanya dilakukan bila ada kerusakan
organ target dengan menggunakan anti hipertensi kerja cepat.
Pemberian cairan dan elektrolit yang cukup dan tidak boleh terjadi hipo
atau hipervolemia.
KEGAwatdaruratan neurologi 34
Sayangnya akhir-akhir ini manfaat kedua obat tersebut dipertanyakan karena pada
metaanalisis RCT (Randomized Clinical Trial) yang dilakukan ternyata
pengobatan anti fibrinolisis tidak berbeda dengan placebo (Warlow et.al. 1995).
Pada saat ini sedang dicoba uji klinis kombinasi antara antagonis kalsium dengan
anti fibrinolitik dan hasilnya belum diumumkan.
Pada perdarahan subaraknoid dapat terjadi iskemia serebri, yang dipengaruhi oleh:
Jumlah darah yang terlihat pada CT scan awal. Makin besar jumlahnya
maka makin besar kemungkinan akan iskemia serebral timbul.
KEGAwatdaruratan neurologi 35
positif terhadap pencegahan iskemia serebral. meski dalam studi retrospektif perlu
klarifikasi lebih lanjut.
Gangguan metabolik yang timbul pada fase akut stroke terutama stroke berat.
Keadaan ini harus segera diatasi karena mempengaruhi prognosis dan kembalinya
fungsi neurologik.
KEGAwatdaruratan neurologi 36
dengan respons hiperglikemia akibat stroke. Mungkin sekali kenaikan ini
akibat dari pelepasan katekolamin atau karena steroid yang dieskresi
berlebihan sebagai akibat stres (stress response).
Implikasi klinik dari hiperglikemia pada stroke kurang baik karena ini
mencerminkan respons terhadap stress berat (stroke yang parah) dan
bahwa keadaan hiperglikemia menghambat restorasi neuro penumbra.
Sedangkan keadaan hipoglikemia jelas memperburuk stroke. Biasanya
akibat intake yang kurang atau pengobatan terhadap hiperglikemia yang
terlalu rendah. Keadaan hipoglikemia segera diatasi dengan pemberian
glukosa 40% atau memberikan gula peroral.
Infark serebral, merupakan jenis terbanyak dari stroke (70-80%, Thomson et al,
1996). Di antara jumlah ini, 80% akibat kelainan patologi pembuluh darah serebro
vaskuler baik perubahan arteriotrombotik pada pembuluh besar, maupun karena
penyakit pada pembuluh kecil (small vessel disease) dengan manifestasi infark
lakunar. Diantaranya 15% dari infark serebral terjadi karena emboli kardiak,
akibat atrial fibrilasi atau penyakit jantung iskemik. Sisanya diperkirakan akibat
aorta dissecans, hiperkoagulasi dan vaskulitis serebral (5%), sedangkan 20%
tidak jelas (Sacco et.al. 1989).
Thomson dan Furlan juga mengutip pernyataan Terant 1993, bahwa dari penderita
stroke yang terjadi setiap tahun, 75% serangan pertama, 20% merupakan stroke
ulang dan 5% adalah penderita stroke multipel. Gangguan fungsi jantung akan
meningkatkan risiko stroke, seperti penyakit jantung koroner, penyakit jantung
kongestif, penyakit katup, trombus intra kardiak, dan atrial fibrilasi kronik
merupakan faktor risiko terendah yaitu 3% setahun dan akan meningkat jika
terjadi peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler.
KEGAwatdaruratan neurologi 37
2) Pencegahan makanan, cairan dan elekrolit
b. Pengobatan spesifik
Pengobatan spesifik pada emboli serebri pada prinsipnya sama seperti stroke
lainnya, yaitu:
KEGAwatdaruratan neurologi 38
3) Obat-obat lain seperti Ancord (bisa ular) pernah dicoba sebagai
anti koagulan tetapi hasilnya pada manusia tak bermanfaat.
Pada fase akut stroke, heparin merupakan antikoagulan yang paling sering
dipakai. Alasan memakainya adalah (Sherman dan Lalonde, 1997):
Pemberian heparin diberikan secara intravena dimulai dengan bolus 5.000 unit
dan selanjutnya diberikan 10.000-15.000 unit per hari dengan mempertahankan
APTT 1,5 – 2,5 kali normal selama 2-3 hari dan kemudian diberikan oral
antikoagulan (warfarin) dengan target INR 2-3. Biasanya dalam 2-3 hari setelah
optimalisasi dosis warfarin, pemberian heparin dihentikan dan pengobatan
diteruskan dengan antikoagulan oral.
KEGAwatdaruratan neurologi 39
Komplikasi
Inkontinensia Urin
Afasia
Penderita dengan komplikasi afasia dapat mempunyai masalah dengan
pemahaman dan produksi bicara (misalnya pada percakapan), membaca,
menulis dan kemampuan menghitung. Afasia sering sekali mempunyai
KEGAwatdaruratan neurologi 40
pengaruh di dalam hubungan personal, pekerjaan dan kehidupan social. Afasia
sering berhubungan dengan kerusakan hemisphere kiri.
Prognosis
Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yaitu: death, disease, disability,
discomfort, dissatisfaction dan destitution. Keenam aspek prognosis tersebut
terjadi pada stroke fase awal atau pasca stroke. Untuk mencegah agar aspek
tersebut tidak menjadi lebih buruk maka semua penderita stroke akut harus
dimonitor dengan hati-hati terhadap keadaan umum, fungsi otak, EKG, saturasi
oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh secara terus menerus selama 24 jam
setelah serangan stroke.
Prognosis stroke juga dipengaruhi oleh berbagai faktor dan keadaan yang
terjadi pada penderita stroke. Hasil akhir yang dipakai sebagai tolak ukur
diantaranya outcome fungsional, seperti kelemahan motorik, disabilitas, quality of
life, serta mortlitas. Prognosa jangka panjang setelah TIA dan stroke batang
otak/cerebellum ringan secara signifikan dipengaruhi oleh usia, diabetes mellitus,
hipertensi, stroke sebelumnya, dan penyakit arteri karotis yang menyertai. Pasien
dengan TIA memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan pasien dengan
stroke minor. Variabel yang berpengaruh dalam prognosis jangka pendek antara
lain perluasan darah ke ventrikel, tingkat kesadaran saat awitan dan volume
perdarahan. Risiko kematian lebih tinggi pada tahun pertama setelah onset stroke
pertama kali pada kedua jenis kelamin (laki-laki sebesar 40.3% dan perempuan
sebesar 43.7%.
KEGAwatdaruratan neurologi 41
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
KEGAwatdaruratan neurologi 42