Anda di halaman 1dari 11

SATUAN ACARA PENYULUHAN

“ GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN ANEMIA“

Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Departemen Medikal

di Ruang HEMODIALISA RSUD DR. Saiful Anwar Malang

Pembimbing Akademik : Ns. Tina Handayani Nasution, S.Kep., M.Kep.

Disusun Oleh :

1. Rischa Fadillah 170070301111103


2. Indra Silvi Laila 170070301111106
3. Nuril Laili Fajriatusholiha 170070301111023

PENDIDIKAN PROFESI NERS

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017
A. Latar Belakang
Penyakit lupus memang belum banyak dikenal orang. Seabad lalu,
penyebab penyakit ini diperkirakan adalah karena faktor keturunan, selain
faktor hormon dan lingkungan (seperti stres, sinar matahari, infeksi, makanan
dan obat-obatan). Namun, kini disimpulkan para ahli bahwa penyebab dari
penyakit Lupus adalah bukan merupakan penyakit keturunan. Penyakit Lupus
tidak diturunkan, hanya 5-10% pasien Lupus yang diturunkan dalam keluarga.
Sebagian besar (90%) pasien Lupus tidak mempunyai saudara ataupun
orangtua yang juga sakit Lupus. Penyakit Lupus menyerang hampir 90%
perempuan. Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mencatat jumlah
penderita penyakit Lupus di seluruh dunia dewasa ini mencapai lima juta
orang. Sebagian besar dari mereka adalah perempuan usia produktif dan
setiap tahun ditemukan lebih dari 100 ribu penderita baru. Data di Amerika
menunjukkan angka kejadian penyakit Lupus Ras Asia lebih tinggi
dibandingkan ras Kaukasia. Di Indonesia jumlah penderita Lupus yang tercatat
sebagai anggota YLI 789 orang, tetapi bila kita melakukan pendataan lebih
seksama jumlah pasien Lupus di Indonesia akan lebih besar dari Amerika

Lupus dapat diturunkan pada semua umur, namun sebagian besar


pasien ditemukan pada perempuan usia produktif. Sembilan dari 10 orang
dengan Lupus (Odapus) adalah wanita. Selain itu penyakit Lupus juga
berhubungan dengan “hormon estrogen” yang banyak di produksi oleh
perempuan. Tapi, secara pasti, penyakit Lupus ini (jarang) ditemukan pada
anak-anak usia balita atau wanita menopouse. Pada perempuan usia subur
dengan laki-laki perbandingannya adalah : 10 : 1 dan perbandingan ini akan
mengecil pada kelompok perempuan usia menopuse. Penyakit lupus lebih
dikenal sebagai penyakit seribu wajah karena tidak ada kasus lupus yang
serupa dan penyebabnya hingga kini belum diketahui. Kekebalan tubuh
penderitanya pun lemah.

B. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan selama 1x30 menit, diharapkan
anggota kelauarga mampu memahami penyakit SLE
2. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan selama 1x30 menit, diharapkan
anggota keluarga mampu:

a. Memahami pengertian SLE


b. Memahami faktor resiko terjadinya SLE
c. Memahami tanda dan gejala SLE
d. Memahami cara mencegah terjadinya SLE
C. Rencana Kegiatan
1. Metode
Metode yang digunakan dalam penyuluhan penyakit SLE adalah diskusi
dan ceramah
2. Media dan Alat bantu
Media dan alat bantu yang digunakan dalam penyuluhan SLE adalah PPT
dan LCD
3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan :
Hari : Rabu, 1 November 2017
Pukul : 09.00-09.30 WIB
Tempat : Ruang 28 IPD
4. Materi : penyuluhan SLE
5. Peserta : Anggota keluarga klien di ruang 28 IPD
D. Evaluasi
1. Struktur Kegiatan
Persiapan yang baik mengenai jadwal, tempat, materi, sarana dan
prasarana, serta proses penyuluhan yang digunakan.
2. Proses
a. Anggota keluarga mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
b. Anggota keluarga aktif dan merespon mengikuti penyuluhan tentang
mencuci tangan 6 langkah
c. Anggota keluarga memberikan respon atau umpan balik berupa
pertanyaan
3. Hasil Penyuluhan
a. Anggota keluarga mampu memahami pengertian penyakit SLE dengan
skor : 80% (anggota keluarga menyebutkan kembali pengertian penyakit
SLE dengan cukup baik).
b. Anggota keluarga mampu memahami faktor resiko terjadinya SLE skor :
80%.
c. Anggota keluarga mampu memahami tanda dan gejala terjadinya SLE
dengan skor : 80%
d. Anggota keluarga mampu memahami cara pencegahan dengan benar
dan tepat dengan skor 80%
E. Lampiran
Materi
F. Kegiatan dan Prosedur Penyuluhan Kesehatan

No. Acara Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta Media


1. Pembukaan 5 menit a. Mengucapkan salam, Menjawab salam,
b. Menjelaskan tujuan
memperhatikan serta
penyuluhan
merespon pembicara
c. Kontrak waktu
2. Pelaksanaan 20 Pelaksanaan  Mengemukaka PPT
menit  Menggali n pendapat
pengetahuan keluarga  Mendengarkan
tentang SLE .
 Memberikan  Mendengarkan
reinforcement positif atas dan
jawaban peserta. memperhatikan.
 Menjelaskan  Mengemukaka
pengertian SLE n pendapat.
 Menggali
pengetahuan keluarga  Mendengarkan
tentang faktor resiko .
terjadinya SLE
 Memberikan  Mendengarkan
reinforcement positif atas
dan
jawaban peserta. memperhatikan.
 Menjelaskan faktor  Mengemukaka
resiko terjadinya SLE
n pendapat.
 Menggali
 Mendengarkan
pengetahuan keluarga .
tentang tanda dan gejala
 Mendengarkan
SLE
dan
 Menjelaskan tanda
memperhatikan.
dan gejala SLE
 Mendengarkan
 Memberikan
dan
reinforcement positif memperhatikan.
tentang jawaban peserta.
 Menjelaskan

pencegahan penyakit SLE

3. Penutup 5 menit a. Menanyakan kembali hal- Menjawab pertanyaan


hal yang telah yang diberikan oleh
disampaikan. pemateri dengan
b. Mengucapkan terima benar dan menjawab
kasih dan salam. salam

MATERI PENYULUHAN

1. Pengertian penyakit SLE


Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit reumatik autoimun
yang ditandai dengan adanya inflamasi tersebar luas, yang dapat
mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh. Penyakit ini
berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks imun sehingga
mengakibatkan kerusakan jaringan (Sudoyo, Aru dkk, 2009).

2. Faktor resiko terjadinya penyakit SLE


Faktor Resiko dari SLE menurut Isbagio (2009), adalah sebagai berikut :
a. Faktor Genetik
Faktor keturunan ini frekuensinya 20 kali lebih sering dalam keluarga
dimana terdapat anggota keluarga dengan penyakit tersebut. Penemuan
terakhir menyebutkan tentang gen dari kromosom 1. Hanya 10% dari
penderita yang memiliki kerabat (orang tua maupun saudara kandung) yang
telah maupun akan menderita lupus. Statistik menunjukkan bahwa hanya
sekitar 5% anak dari penderita lupus yang akan menderita penyakit ini.
 Jenis kelamin, frekuensi pada wanita dewasa 8 kali lebih sering
daripada pria dewasa
 Umur, biasanya lebih sering terjadi pada usia 20-40 tahun
 Etnik, yaitu pada populasi orang kulit putih di Amerika Utara terdapat
hubungan antara SLE dan gen HLA kelas II.
 Indeks tinggi pada kembar monozigotik (25%) versus kembar dizigotik
(1-3%)
 faktor keturunan mempunyai risiko yang meningkat untuk penderita
SLE, dan hingga 20% pada kerabat tingkat pertama yang secara klinis
tidak terkena dapat menunjukkan autoantibody. Pada beberapa pasien
SLE (sekitar 6%) mengalami defisiensi komponen komplemen yg
diturunkan. Kekurangan komplemen akan mengganggu pembersihan
komplek imun dari sirkulasi dan memudahkan deposisi jaringan, yang
menimbulkan jejas jaringan.
Faktor genetik memegang peranan pada banyak penderita lupus dengan
resiko yang meningkat pada saudara kandung dan kembar monozigot.
Studi lain mengenai faktor genetik ini yaitu studi yang berhubungan dengan
HLA (Human Leucocyte Antigens) yang mendukung konsep bahwa gen
MHC (Major Histocompatibility Complex) mengatur produksi autoantibodi
spesifik. Penderita lupus (kira-kira 6%) mewarisi defisiensi komponen
komplemen, seperti C2,C4, atau C1q dan imunoglobulin (IgA), atau
kecenderungan jenis fenotip HLA (-DR2 dan -DR3). Faktor imunopatogenik
yang berperan dalam LES bersifat multipel, kompleks dan interaktif.
Kekurangan komplemen dapat merusak pelepasan sirkulasi kompleks imun
oleh sistem fagositosit mononuklear, sehingga membantu terjadinya
deposisi jaringan. Defisiensi C1q menyebabkan fagositis gagal
membersihkan sel apoptosis, sehingga komponen nuklear akan
menimbulkan respon imun.

b. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan sangat berperan sebagai pemicu Lupus, misalnya :
infeksi, stress, makanan, antibiotik (khususnya kelompok sulfa dan
penisilin), cahaya ultra violet (matahari) dan penggunaan obat – obat
tertentu. Sinar matahari adalah salah satu kondisi yang dapat memperburuk
gejala Lupus. Diduga oleh para dokter bahwa sinar matahari memiliki
banyak ekstrogen sehingga mempermudah terjadinya reaksi autoimmune.
Tetapi bukan berarti bahwa penderita hanya bisa keluar pada malam hari.
Pasien Lupus bisa saja keluar rumah sebelum pukul 09.00 atau sesudah
pukul 16.00 dan disarankan agar memakai krim pelindung dari sengatan
matahari. Teriknya sinar matahari di negara tropis seperti Indonesia,
merupakan faktor pencetus kekambuhan bagi para pasien yang peka
terhadap sinar matahari dapat menimbulkan bercak-bercak kemerahan di
bagian muka. Kepekaan terhadap sinar matahari (photosensitivity) sebagai
reaksi kulit yang tidak normal terhadap sinar matahari.
c. Faktor hormon
d. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa sebelum menstruasi atau
selama kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormon (terutama
estrogen) mungkin berperan dalam timbulnya penyakit ini sedangkan
hormon androgen mengurangi risiko terjadinya SLE.
e. Sinar UV
Sinar ultra violet mengurangi supresi imun sehingga terapi menjadi kurang
efektif, sehingga SLE kambuh atau bertambah berat. Ini disebabkan sel kulit
mengeluarkan sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi inflamasi di tempat
tersebut maupun secara sistemik melalui peredaran pembuluh darah.
f. Sistem Imunitas
Pada pasien SLE terdapat hiperaktivitas sel B atau intoleransi terhadap sel
T.
g. Obat – obatan
 Obat yang pasti menyebabkan lupus, yaitu :
- Klorpromazin
- Metildopa
- Hidralasin
- Prokainamid
- Soniazid.
 Obat yang mungkin dapat menyebabkan lupus, yaitu :
- Dilantin
- Penisilinamin
- Kuinidin
h. Infeksi
Pasien SLE cenderung mudah mendapat infeksi dan terkadang penyakit ini
kambuh setelah infeksi. Misal disebabkan oleh agen infeksius seperti virus,
bakteri (virus Epstein Barr, Streptokokus, klebsiella)
i. Stres
j. zat kimia :
 Merkuri
 Silikon
k. Silika debu dan merokok dapat meningkatkan risiko mengembangkan SLE
l. Makanan
Makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE akibat
senyawa kimia yang dikandungnya (Smeltzer & Bare, 2006).

3. Tanda dan gejala penyakit SLE


Manifestasi Klinis ditinjau dari :
a. Sistemik
 Kelelahan
 Lesu
 Demam
 Anoreksia
 Mual
 Penurunan berat badan
b. Muskuloskeletal
 Artralgia/myalgia
 Poliartritis non-erosif
 Deformitas tangan
 Miopati/myositis
 Nekrosis iskemik tulang
c. Kulit
 Fotosensitifitas
 Ruam malar
 Ulkus mulut
 Alopesia
 Ruam discoid
 Vaskulitis
 Ruam lain: makulopapular, urtikaria, bula, lupus kutaneus subakut
d. Hematologi
 Anemia (penyakit kronis)
 Lekopenia (< 4000/m3)
 Limfopenia ( < 1500/m3)
 Trombositopenia ( < 100.000/m3)
 Splenomegali
 Limfadenopati
 Anemia hemolitik
e. Neurologi
 Disfungsi kognitif
 Gangguan mood
 Nyeri kepala
 Kejang
 Mono- atau polineuropati
 Stroke atau TIA
 Acute confusional state atau gangguan gerak
 Meningitis aseptik, mielopati
f. Kardiopulmonar
 Pleuritis, Perikarditis, Efusi
 Miokarditis, Endokarditis
 Pneumonitis lupus
 Penyakit arteri coroner
 Fibrosis interstisial
 Hipertensi pulmonal, ARDS, perdarahan
g. Ginjal
 Proteinuria > 500 mg/24 jam, Cetakan seluler
 Sindroma nefrotik
 Gagal ginjal stadium akhir
h. Gastrointestinal dan Hepar
 Tidak spesifik (anoreksia, mual, nyeri ringan, diare)
 Enzim hati abnormal
 Vaskulitis
i. Trombosis
 Vena
 Arteri
j. Mata
 Sindroma sikka
 Konjungtvitis/episkleritis
 Vaskulitis retina

4. Pencegahan penyakit SLE

Untuk mencegah kambuhnya SLE, penderita Lupus disarankan melakukan


hal-hal sebagai berikut:
 Menghindari stress dan trauma fisik.
 Menghindari merokok
 Menghindari perubahan cuaca karena akan mempengaruhi proses
inflamasi.
 Melakukan istirahat yang cukup. Kelelahan dan aktivitas fisik yang berlebih
bisa memicu kambuhnya SLE.
 Menghindari infeksi. Pasien SLE cenderung mudah mendapat infeksi, dan
kadang-kadang penyakit ini kambuh setelah infeksi.
 Menghindari paparan sinar matahari, khususnya pukul 09.00-15.00 karena
pasien SLE cenderung sensitive terhadap sinar ultraviolet. Kulit yang
terkena sinar matahari dapat menimbulkan kelainan kulit seperti timbulnya
bercak kemerahan yang menonjol/ menebal.
 Menghindari obat-obatan yang mengandung hormon estrogen, seperti pil
KB/ kontrasepsi (Robert, 2009).
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diane C. 2008. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku Brunner and
Suddarth; Jakarta: Penerbit Kedokteran EGC.

Isbagio H, Albar Z, Kasjmir YI, et al. Lupus Eritematosus Sistemik. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, et al, editor. 2009. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi
kelima. Jakarta: Interna Publishing ; 2565-2579.

Khanna S, Pal H, Panday RM, Handa R. 2008. The Relationship Between Disease
Activity and Quality of Life in Systemic Lupus Erythematosus. Available from:
http://rheumatology.oxfordjournals.org/content/43/12/1536.full.

Leveno, Kenneth J. 2009. Obstetri Williams:Panduan Ringkas Ed 21; Jakarta: Penerbit


Kedokteran EGC.

Matulessy, Tirza G. 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup


pasien Lupus Eritematosus Sistemik ( LES ) ( Tesis ). Jakarta ( Indonesia ) :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Robert Eisenberg. 2009. SLE - Rituximab in lupus. WEB:


http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC165056.

Sutcliffe N, Clarke AE, Levinton C, Frost C, Gordon C, Isenberg DA. 2008. Associates
of health status in patients with systemic lupus erythematosus. Available from :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10555890

Anda mungkin juga menyukai