Anda di halaman 1dari 11

TUGAS FARMAKOTERAPI TERAPAN

KELOMPOK XII

HIV-AIDS DENGAN INFEKSI TBC

Dosen Pengampu: Yance Anas, M.Sc., Apt.

Disusun Oleh:

Endang Fitrianingsih (175020007)

Iis Shopita (175020037)

Panji Rohman (175020063)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG

2017 /2018
TUGAS FT TERAPAN
KELOMPOK XII

KASUS
Seorang pasien, laki-laki, usia 40 tahun, baru saja terdiagnosa mengalami HIV-AIDS dengan
infeksi oportunistik berupa infeksi TBC. Pada saat ini, pasien sedang menjalani rawat inap di
rumah sakit dan kadar CD4 pasien saat ini adalah 250 sel/mm3. Dokter meminta rekomendasi
dari apoteker mengenai antiretrovirus (ARV) yang akan diberikan pada pasien berserta regiment
terapinya.

Pertanyaan/Tugas Mahasiswa:
1. Jelaskan tentang penyakit Infeksi HIV/AIDS (gambaran penyakit, penyebab,
patofisiologi penyakit dan gejala klinik yang dapat dialami pasien)!
 Gambaran penyakit

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem


kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh kita untuk melawan
segala penyakit yang datang. Pada saat kekebalan tubuh kita mulai lemah, maka
timbulah masalah kesehatan. Gejala yang umumnya timbul antara lain demam, batuk,
atau diare yang terus-menerus. Kumpulan gejala penyakit akibat lemahnya sistem
kekebalan tubuh inilah yang disebut AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome).
 Penyebab
1. Kegiatan seksual yang tidak aman
Ini adalah faktor terbesar penyebab penyebab HIV yang memicu penyebaran
virus secara cepat. Melakukan seks bebas dengan orang yang mengidap virus
di dalam tubuhnya akan menular ketika berlangsungnya kontak kedua kelamin
yang mengakibatkan penularan cairan sehingga virus HIV bisa ikut masuk
kedalam tubuh pasanganya yang sehat.
2. Penggunaan Jarum suntik
Media penyebab HIV ini cukup berbahaya. media jarum suntik ikut serta
dalam memberikan kesempatan untuk virus HIV menyebar dari tubuh
penderita dari tubuh orang yang sebelumnya belum terjangkit. Jika ingin
menggunakan jarum suntik harus menggunakan jarum suntik yang hanya sekali
pakai.
3. Ibu hamil positif HIV
Bayi yang akan lahir bisa saja terjangkit virus HIV dari ibunya sendiri. Karena
selama dalam kandungan seorang bayi menyatu dengan sistem peredaran darah
ibunya. Secara otomatis virus yang ada di dalam darah ikut masuk ke tubuh
bayi yang dikandungnya.
4. Melalui asi
Kini telah banyak penjualan ASI dari orang lain yang mungkin saja didalam
tubuh terdapat virus HIV, lebih baik menggunakan ASI sendiri untuk anak
anda sendiri.
 Patofisiologi penyakit
Penyakit AIDS disebabkan oleh virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan
antara 10 minggu sapai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi HIV
akan menunukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam 10
tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target
dalam waktu singkat, virus HIV menyerang sel target dalam angka waktu lama.
Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk kedalam sel, dalam hal ini sel darah putih
yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan kedalam DNA sel yang
terinfeksi. Didalam sel, virus berkembang biak dan pada akhirnya menghancurkan sel
serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian
menginfeksi limfosit lainya dan menghancurkanya.Virus menempel pada limfosit yang
memiliki suatu reseptor protein yang disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian
luar.
CD4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah
putih manusia, terutama sel-sel limfosit. Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya
disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong yang berfungsi mengaktifkan dan mengatur
sel-sel lainya pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T
sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme
asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi
kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui
3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki limfosit
CD4 sebanyak 800 – 1300 sel/mL darah. pada beberapa bulan pertama setelah
terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama buan-bulan ini
penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang
terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak
mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam
darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel
CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus
yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam
menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS 1- 2 tahun sebelum
terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya
mencapai 200 sel/ml darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang
menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang
berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang
dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan berbagai
infeksi oportunisitik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit
CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh
dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang. Setelah virus HIV
masuk kedalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan sebelum titer antibodi
terhadap HIV positif. Fase ini disebut “periode jendela” (window period). Setelah itu
penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih kurang 1-20 bulan, namun aapabila
diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap positif (fase ini disebut fase laten)
beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran klinik AIDS yang lengkap
(merupakan sindrom/kumpulan gejala. Perjalanan penyakit infeksi HIV sampai
menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan, bahkan ada yang lebih dari
10 tahun setelah diketahui HIV positif.

 Gejala klinik yang dapat dialami pasien


1. Gangguan saluran pernapasan
Penderita mengalami napas pendek behenti napas sejenak, batuk, nyeri dada,
dan demam seperti terserang infeksi virus lainnya. Tidak jarang diagnosa pada
stadium awal gejala HIV-AIDS diduga seperti TBC.
2. Gangguan saluran pencernaan
Penderita penyakit AIDS menampakkan tanda dan gejala seperti hilangnya
nafsu makan, mual dan muntah, kerap mengalami penyakit jamur pada rongga
mulut dan kerongkongan, serta mengalami diarhea yang kroni.
3. Penurunan berat badan
Penderita HIV mengalami hal yang disebut juga wasting syndrome, yaitu
kehilangan berat badan tubuh hingga 10% dibawah normal.
4. Gangguan sistem syaraf
Terjadinya gangguan pada persyarafan central yang mengakibatkan kurang
ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi sering tampak kebingungan dan
respon anggota melambat
5. Gangguan dan infeksi jaringan kulit
Penderita mengalami serangan virus cacar air (herpes simpleks) atau cacar api
(herpes zoster) dan berbagai macam penyalkit kulit yang menimbulkan rasa
nyeri pada jaringan kulit.
2. Jelaskan dampak yang dapat dialami oleh pasien jika penyakit ini tidak dapat
dikendalikan dengan baik!
Pasien akan rentang terhadap berbagai infeksi dan penyakit lain diantaranya :
1. Penyakit tuberkulosis pada pasien semakin parah
Suatu pemicu terjadinya kematian tertinggi dari pengidap HIV-AIDS yang
tidak dapat dikendalikan dengan baik ialah penyakit tuberkulosis / TBC.
Penyakit ini dapat dialami oleh pengidap penyakit HIV-AIDS dikarenakan oleh
serangan infeksi dari bakteri Tuberkulosis.
2. Infeksi herpes
Herpes merupakan sebuah penyakit yang paling umum dialami oleh pengidap
penyakit HIV-AIDS, sehingga keadaan penyakit ini dapat menjadi lebih kronis.
Virus akan berdia didalam tubuh pengidapnya sehingga pada sistem imunitas
tubuh yang melemah, maka infeksi bisa menyerang kapan saja.
3. Gagal ginjal
Pengidap penyakit HIV-AIDS juga rentan terserang oleh penyakit yang terjadi
akibat infeksi bakteri / peradaangan dibagian organ ginjal.
4. Radang kulit
Merupakan suatu infeksi yang amat umum untuk pengidap penyakit HIV-
AIDS. Kulit mereka akan jadi amat sensitif sehingga rentan terhadap infeksi
virus candida.
5. Radang selaput otak (meningitis)
Peradangan bisa terjadi di daerah selaput dan cairan yang ada pda sum-sum
tulang belakang dan otak. Infeksi ini bisa mengakibatkan pusing dan sakit
kepala yang luar biasa. Pengidap HIV-AIDS seringkali tidak bisa tertolong
akibat infeksi meningitis.
6. Penyakit neurologis
Terjadinya penyakit ini ditandai dengan system syaraf yang melemah akibat
infeksi bkteri dan virus didalam tubuh pasien.
7. Kanker
Tubuh yang terserang penyakit ini diakibatkan oleh infeksi dari berbagai
bakteri dan virus yang terus berkembang didalam tubuh dan organ tubuh
lainya. Suatu jenis penyakit kanker yang amat aktif pada pengidap penyakit
HIV-AIDS ialah sarkoma kaposi (penyakit kanker yang timbul didaerah
pembuluh darah).

3. Jelaskan tentang obat-obat yang dapat digunakan untuk terapi HIV/AIDS beserta
mekanisme aksinya!
Obat anti retroviral dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :
a) Nucleoside reverse Transcriptase inhibitor (NRTI)
Bekerja sebagai inhibitor kompetitif enzim reverse transcriptase pada HIV,
sehingga menghambat replikasi virus. Analog nukleosida ditangkap oleh sel yang
rentan diserang HIV, kemudian terfosforilasi oleh kinase menjadi turunan
trifosfat. Nukleotida (turunan trifosfat ) tersebut kemudian dimasukkan sebagai
template RNA dari HIV oleh enzim reverse transcriptase sehingga terbentu DNA
komplementer yang berbeda dari DNA HIV. DNA yang berbeda inilah yang
menyebabkan penghentian proses transkripsi dan pencegahan terhadap terhadap
proses elongasi. Pada jenis tenofovir, zat aktif sudah dalam bentuk nukleotida,
sehingga tidak perlu dilakukan fosforilasi. Contoh obat yang temasuk golongan
obat ini adalah Zidofudine, Zalcitabine, Didanosine, stavudin, lamivudin,
Abacavir, dan tenofovir.
b) Nonnucleoside-based everse Transcriptase inhibitor (NNRTI)
Mekanisme kerja golongan NNRTI tidak begitu berbeda dengan golongan NRTI,
yang membedakan adalah analognya, yaitu non nukleotida. Kombinasi antara
NNRT dan NRTI memberikan aktivitas antiretroviral yang sinergis. Obat ARV
yang masuk pada golongan ini antara lain Nevirapine, Delavirdine dan Efavirenz.
c) Protease inhibitor
Bekerja dengan menghambat enzim protease yang berfungsi dalam proses
cleavage (pembelahan) sel virus. Contoh obat yang masuk golongan ini antara
lain saquinavir, Ritonavir, Indinavir, Nelfinavir, Amprenavir, Lopinavir, dan
Atazanavir.
4. Jelaskan terapi lini pertama HIV/AIDS secara umum dan perbedaanya dengan terapi
HIV/AIDS dengan ko-infeksi TBC!
 Terapi lini pertama HIV/AIDS secara umum
Regimen lini pertama
Standar AZT or d4T + 3TC + NVP or EFV

TDF + 3TC + NVP atau EFV

ABC + 3TC + NVP atau EFV

Alternatif AZT atau d4T + 3TC + TDF atau ABC


3TC lamivudine, ABC abacavir, AZT zidovudine, d4T stavudine, ddI didanosine, NFV
nelfinavir, NNRTI non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor, NRTI nucleoside
reverse transcriptase inhibitor, NVP nevirapine, PI protease inhibitor, /r ritonavir dosis
rendah, TDF tenofovir disoproxil fumarate, EFV efavirenz.

 Terapi HIV/AIDS dengan ko-infeksi TBC


CD4 Paduan yang dianjurkan Keterangan
Berapapun jumlah CD4 Mulai terapi TB Mulai terapi ARV segera
Gunakan paduan yang setelah terapi TB dapat
mengandung EFV ditoleransi (antara 2
(AZT atau TDF) + 3TC + sampai 8 minggu)
EFV (600mg/hari).
Setelah OAT selesai
maka bila perlu EFV
dapat diganti dengan
NVP
Pada keadaan dimana
paduan berbasis NVP
terpaksa digunakan
bersamaan dengan
pengobatan TB maka
NVP diberikan tanpa
lead-in dose (NVP
diberikan tiap 12 jam
sejak awal terapi)
CD4 tidak mungkin Mulai terapi TB Mulai terapi ARV segera
diperiksa setelah terapi TB dapat
ditoleransi (antara 2
sampai 8 minggu)
5. Tetapkanlah terapi obat yang akan diberikan pada pasien berserta regimen terapinya!
1) Terapi TB
 2HRZE/4RH
Pengobatan TB dimulai terlebih dahulu 2 minggu kemudian diikuti dengan
pengobatan ARV
2) Terapi HIV-AIDS dengan ko-infeksi TBC
(AZT atau TDF) + 3TC + EFV
 Tenofovir DF (Viread)
Sediaan tablet 245 mg
Dosis: 245 mg sekali sehari dengan atau tanpa makanan.
 Lamivudin
(3TC, Hiviral®)
Bentuk sediaan tablet: 300mg
Dosis: 300 mg sekali sehari dengan atau tanpa makanan
 Efavirenz
(EFV, Sustiva®, Stocrin®)
Bentuk sediaan kapsul: 600 mg
Dosis: 600 mg sekali sehari dengan/tanpa makanan

6. Jelaskan parameter klinik dan laboratorium yang akan dipantau untuk menilai
keberhasilan terapi dan efek samping obat!
 Parameter klinik dan laboratorium yang akan dipantau
 Monitoring Efek Samping Obat

7. Pemantauan klinis hiv/aids


 Jika SGPT/SGOT meningkat maka obatnya AZT diganti menjadi d4T
 ODHA yang akan memulai terapi ARV dengan CD4 di bawah 200 sel/mm3; dianjurkan
untuk memberikan kotrimoksasol 960 mg/ hari dosis tunggal 2 minggu sebelum ARV.
Hal tersebut berguna untuk 1) tes kepatuhan pasien dalam minum obat dan 2)
menyingkirkan efek samping yang tumpang tindih antara kotrimoksasol dengan obat
ARV, mengingat bahwa banyak obat ARV mempunyai efek samping yang sama dengan
efek samping kotrimoksasol
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan R.I. 2005. Pharmaceutical care untuk penyakit


tuberkulosis. Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan, Jakarta.

Departemen Kesehatan R.I. 2006. Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk


Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Direktorat Bina Farmasi Komunitas
dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Jakarta.

Kementerian Kesehatan R.I., 2011. Pedoman nasional penanggulangan


tuberkulosis, Cetakan Pertama, Jakarta, Depkes RI.

Kementerian Kesehatan R.I., 2011. Pedoman nasional tatalaksana klinis infeksi


HIV dan terapi antiretroviral pada orang dewasa. Jakarta: Dirjen
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Green, W.,C., 2016, HIV dan TB. Spiritia Seri Buku Kecil HIV/AIDS. Jakarta.

Http://www.jasajurnal.com/tatalaksana-tb-dengan-hivaids/

Anda mungkin juga menyukai