Anda di halaman 1dari 6

.

Silogisme Kategoris
Silogisme kategoris adalah salah satu bentuk dari penyimpulan deduktif yang
menggunakan mediasi, terdiri dari tiga proposisi kategoris. Dua proporsisi yang pertama disebut
premis 1 dan premis 2, sedangkan yang ketiga disebut kesimpulan. Premis yang memiliki
kuantitas dan luas pengertian universal disebut premis mayor, dan yang memiliki kuantitas dan
luas pengertian partikular atau singular disebut premis minor. Didalam sebuah silogisme
biasanya premis mayor menjadi premis 1 dan premis minor menjadi premis 2, dan akhirnya
kesimpulan.
Contoh :
Premis mayor : Semua orang didunia ingin kaya raya
Premis minor : Beberapa di antaranya bekerja dengan keras
Kesimpulan : Jadi, beberapa yang bekerja dengan keras ingin kaya raya
Unsur-unsur penting yang terdapat didalam sebuah silogisme kategoris adalah sebagai
berikut:
a. Tiga buah proporsisi, yaitu premis mayor, premis minor, dan kesimpulan;
b. Tiga buah term, yaitu term subjek (S), term predikat (P), dan term antara (M)
Yang dimaksud premis adalah putusan atau proposisi yang sudah diketahui, yang dalam
gabungan dengan premis lainnnya dapat ditarik kesimpulan yang mengandung gagasan atau ide
sebagai mana termuat dalam premis-premis tersebut. Premis mayor adalah premis yang
didalamnya termuat term mayor (P) yang diperbandingan dengan term antara (M). Premis
minor adalah premis yang di dalamnya termuat term minor (S) yang juga diperbandingkan
dengan term antara (M). Kesimpulan adalah kebenaran baru yang muncul atau diperoleh
melalui proses penalaran dan didalamnya kesesuaian atau ketidaksesuaiaan antara term minor (S)
dan term mayor (P) dinyatakan.
Term mayor (P) adalah termyang dengannya term antara (M) diperbandingkan di dalam
premis mayor. Term mayor biasanya mewakili semua hal atau gagasan dari kelas pengertian
universal. Term minor (S) adalah term yang dengannya term antara (M) diperbandingkan
didalam premis minor. Term minor biasanya mewakili semua hal atau gagasan dari kelas
pengertian yang kurang universal. Term antara (M) adalah term pembanding antara term minor
(S) dan term mayor (P) yang terdapat dalam premis-premis. Jadi, term antara dua kali terdapat di
dalam premis-premis, namun tidak termuat di dalam kesimpulan.
Contoh :
Premis Mayor : Semua umat muslim dunia (M) harus memiliki akhlaqul karimah (P)
Premis Minor : Semua mahasiswa IAIN Sunan Ampel (S) adalah umat muslim dunia (M)
Kesimpulan : Jadi, semua mahasiswa IAIN Sunan Ampel (S) harus memilki akhlaqul karimah
(P)
Hubungan antara ketiga term tersebut (S-M-P) di dalam silogisme dapat disederhanakan
sebagai berikut:
M=P
S=M
-------------------
S=P
Bentuk Silogisme Kategoris
 Bentuk I M -- -- -- P
S -- -- -- M
_________
S P
Term penengah (M) merupakan subjek di dalam premis mayor dan menjadi predikat di dalam
premis minor. Aturan yang harus dipatuhi: premis minor harus berupa penegasan (afirmatif),
sedangkan premis mayort bersifat umum (universal).

 Bentuk II P -- -- -- M
S -- -- -- M
---------------
S P
Term penengah (M) menjadi predikat di dalam premis mayor dan premis minor. Aturan yang
harus dipatuhi: salah sebuah premis harus negatif, dan premis mayor bersifat umum (universal).
 Bentuk III M -- -- -- P
M -- -- -- S
_________
S P
Term penengah (M) menjadi subjek di premis mayor dan premis minor. Aturan yang harus
dipatuhi: Premis minor harus berupa penegasan (afirmatif dan kesimpulannya bersifat partikular.

Hukum-Hukum Silogisme Kategoris


1. Term S, P, dan M dalam satu pemikiran harus tetap sama artinya.
Dalam Silogisme, S dan P dipersatukan atas dasar pembanding masing-masing dengan M; kalau
M itu dalam mayor dan minor tidak tepat sama artinya (= Kata analogis atau ekuivokal) maka
tak dapat ditarik kesimpulan.
2. Kalau S dan atau P dalam premis partikular, maka dalam kesimpulan tidak boleh universal.
Sebabnya ialah kita tidak boleh menarik kesimpulan mengenai ‘semua’ jika premis hanya
memberi keterangan tentang ‘beberapa’.
3. Term M harus sekurang-kurangnya satukali universal
4. Kesimpulan harus sesuai dengan premis yang paling ‘lemah’.
Jika kalimat universal dibandingkan dengan kalimat partikular, maka yang partikular disebut
yang ‘lemah’. Begitupula kalimat negatif itu lebih ‘lemah’ dibandingkan dengan kalimat
afirmatif.

Prinsip-Prinsip Umum dalam Silogisme Kategoris


1. Prinsip Identitas Timbal Balik
Jika dua term cocok atau identik dengan term ketiga, maka kedua term tersebut identik satu sama
lain.
Contoh :
Semua siswa kelas 6 (M) adalah siswa yang harus siap menempuh UAN (P)
Adik saya (S) adalah siswa kelas 6
Jadi, adik saya (S) adalah siswa yang harus siap menempuh UAN (P)
Dalam stuktur penalaran/penyimpulan tersebut tampak bahwa dengan term antara (M) maka
term minor (S) identik dengan term mayor (P)

2. Prinsip Berbeda secara Timbal Balik


Jika diantara dua term hanya satu yang cocok dengan term ketiga, sementara yang lain tidak
cocok , maka kedua term pertama tersebut tidak cocok satu sama lain.
Contoh :
Raja (P) adalah kaum keturunan bangsawan (M)
Buruh (S) bukan kaum keturunan bangsawan (M)
Jadi, buruh (S) bukan raja (P)

3. Prinsip Dictum de Ommi


Apa yang diakui tentang suatu term tertentu diakui pula tentang term-term lain yang menjadi
bawahannya serta diakui tetang suatu kelas logis tertentu diakui pula bagian-bagian logisnya.
Contoh :
Setiap manusia adalah mkhluk sosial
Silvana adalah manusia
Jadi, Silvana adalah makhluk sosial

4. Dictum de Nullo (Hukum Kemustahilal)


Apa yang diingkari tentang suatu kelas logis tertentu diingkari juaga tentang bagian-bagiannya
(secara logis).
Contoh :
Bangsa Jepang bukan bangsa Israel
Orang Hokaido adlah bagian dari bangsa Jepang
Jadi, orang Hokaido bukan bangsa Israel

b. Silogisme Hipotetis
Silogisme hipotetis adalah silogisme yang memiliki premis mayor berupa proporsisi
hipotesis, sementara premis minor dan kesimpulannya berupa proporsisi kategoris. Berdasarkan
jenis-jenis proporsisi hipotesisnya, ada tiga macam silogisme hipotetis, yaitu silogisme
kondisional, silogisme disjungtif dan silogisme konjungtif.
 Silogisme Kondisional
Adalah silogisme yang mempunyai premis mayor berupa proporsisi kodisonal, sementara premis
minor dan kesimpulannya berupa proporsisi kategoris. Kebenaran putusan hipotesis semacam ini
terletak pada kebenaran hunbungan dependensi serta hubungan logis di antara kalimat yang satu
(antesedens) dan kalimat yang lainnya (konsekuens).
Contoh :
Jika ada gula, maka ada semut.
Gula ini ada,
Jadi, ada semut.

Hukum-hukum Silogisme Kondisional


 Kalau antecedens benar (dan hubungannya sah), maka kesimpulan akan benar
 Kalu kesimpulan salah (dan hubungannya sah), maka antecedens salah pula

4 modus Silogisme Kondisional


a. Modus Ponens
adalah silogisme yang memiliki ketentuan sebagai berikut: jika antesedens cocok untuk premis
minor, maka konsekuensnya harus cocok pula dalam kesimpulannya. Kebenaran yang
terkandung di dalam antesedens mempengaruhi kebenaran konsekuens.
Contoh :
Jika cuaca mendung, saya bawa payung
Sekarang mendung
Jadi, saya bawa payung
b. Modus Tollens
adalah silogisme yang memiliki ketentuan sebagai berikut: apa yang tidak benar didalam
konsekuans mengandaikan ketidakbenaran dalam antesedens. Artinya, jika konsekuens tidak
sesuai dengan premis minor, maka kesimpulannya juga tidak dapat menerima antesedens
Contoh :
Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan demokrasi yang baik, maka keamanan akan terjadi
Politik pemerintah tidak dilaksanakan dengan demokrasi yang baik.
Jadi keamanan tidak akan terjadi
c. Modus Konstruktif
ialah silogisme yang memiliki ketentuan sebagai berikut: premis minor sesuai dengan
antesedens, dan kesimpulannya sesuai dengan konkuens
Contoh :
Bila hujan, halaman akan basah
Sekarang halaman telah basah
Jadi hujan telah turun

d. Modus destruktif
ialah silogisme yang memilki ketentuan sebagai berikut: premis minor menolak konsekuens,
sementara kesimpulannya menolak antensedenya.
Contoh :
Bila balita turun ke halaman, orang tuanya akan khawatir.
Orang tuanya tidak khawatir
Jadi balita tidak turun kehalaman

 Silogisme Disjungtif
Adalah silogisme yang memilki premis mayor berupa proporsisi disjungtif, sedangkan premis
minor dan kesimpulannya berupa proporsisi ketegoris.
Contoh :
Zahira akan pergi ke pasar atau mencuci baju (premis mayor)
Ia ternyata pergi ke pasar (premis minor)
Jadi, ia tidak mencuci baju (kesimpulan)
Dalam kasus disjungsi lengkap, yaitu disjungsi di mana masing-masing bagian bersifat eksklusif
secara timbal balik atau kontradiktoris satu sama lain, kita temukan dua modus yang mungkin.
a. Modus Ponendo Tollens, yakni pilihan yang satu ditempatkan dalam premis minor dan
menyingkirkan atau mengingkari pilihan yang lain dalam kesimpulan.
Contoh :
Semua balita bertingkah lucu atau nakal
Dia itu selalu bertingkah lucu
Jadi, dia itu tidak bertingkah nakal
Contoh :
Semua balita bertingkah lucu atau nakal
Dia itu nakal
Jadi, dia itu tidak bertingkah lucu
b. Modus Tollendo Ponens, yakni salah satu pilihan dinegasikan dalam premis minor, sedangkan
pilihan yang lainnya diarfirmasi dalam kesimpulannya.
Contoh :
Ira itu pemberani atau penakut
Ia tidak pemberani
Jadi, ia itu penakut
Dalam kasus disjungsi tidak lengkap, yaitu disjungsi dimana bagian-bagiannya tidak bersifat
eksklusif satu sama lain, atau tidak bersifat kontradiktoris. Disini hanya ada satu modus yang
dianggap valid, yaitu modus ponendo tollends.

 Silogisme Konjungtif
Adalah silogisme yang mempunyai premis mayor yang berbentuk proposisi konjungtif,
sementara premis minor dan kesimpulannya berupa proposisi kategoris. Proposisi konjungtif
adalah proposisi yang memiliki dua predikat yang bersifat kontraris, yakni tidak mungkin sama-
sama memiliki kebenaran pada saat yang bersamaan.
Contoh :
Angin topan tidak mungkin datang dari arah utara dan selatan secara bersamaan
Angin topan datang dari arah selatan
Jadi, angin topan tidak datang dari arah utara
Ada 4 modus silogisme konjungtif dengan premis mayor yang memiliki antesen dan konsekuen
yang kontraris, dan silogisme konjungtif dengan premis mayor yang memiliki antesenden dan
konsekuen yang berkontradiksi penuh.
a. Modus 1
Tidak mungkin sepeda itu beroda empat dan sekaligus beroda tiga
Ternyata sepeda itu beroda empat
Jadi, sepeda itu tidak beroda tiga

b. Modus 2
Tidak mungkin sepeda itu beroda empat dan sekaligus beroda tiga
Ternyata sepeda itu beroda tiga
Jadi, sepeda itu tidak beroda empat
c. Modus 3
Tidak mungkin sepeda itu beroda empat dan sekaligus beroda tiga
Ternyata sepeda itu tidak beroda empat
[kongklusi tidak pasti]
d. Modus 4
Tidak mungkin sepeda itu beroda empat dan sekaligus beroda tiga
Ternyata sepeda itu tidak beroda tiga
[kongklusi tidak pasti]

Anda mungkin juga menyukai