DM Tipe 1 Ilham Fajar
DM Tipe 1 Ilham Fajar
PENDAHULUAN
BAB II
1
TINAJUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Diabetes mellitus secara definisi adalah keadaan hiperglikemia kronik.
Hiperglikemia ini dapat disebabkan oleh beberapa keadaaan, di antaranya adalah
gangguan sekresi hormon insulin, gangguan aksi/kerja dari hormon insulin atau
gangguan kedua-duanya (Weinzimer SA, Maggae S. 2005).
Diabetes mellitus tipe 1 terjadi disebabkan oleh karena kerusakan sel β-
pankreas. Kerusakan yang terjadi dapat disebabkan oleh proses autoimun maupun
idiopatik. Pada DM tipe 1 sekresi insulin berkurang atau terhenti. Sedangkan DM
tipe 2 terjadi akibat resistensi insulin. Pada DM tipe 2 biasanya dikaitkan dengan
sindrom resistensi insulin lainnya seperti obesitas, hiperlipidemia, akantosis
nigrikans, hipertensi atau hiperandrogenisme ovarium (Rustama DS, dkk. 2010).
2.2 Epidemiologi
Prevalensi dari Diabetes mellitus tipe 1 diantara pasien berusia <20 tahun
di United States adalah sebanyak 1,54 kasus per 1000. Prevalensi tertinggi
didapatkan pada anak yang berkulit putih yaitu sebanyak 2.0 kasus per 1000,
dimana jumlah ini 50% lebih tinggi dibandingkan pada anak yang berkulit hitam
(1.34 kasus per 1000). Perbandingan angka kejadian antara laki-laki dan wanita
hampir sama, sebuah fakta yang membedakan TIDM dengan penyakit autoimun
lainnya, dimana cenderung lebih banyak mengenai wanita
Usia puncak terjadinya TIDM di US terjadi pada awal masa pubertas anak
sampai pertengahan pubertas. Dibeberapa studi,onset kerjadian pada variasi
musim telah mulai diamati, insiden tertinggi Diabetes Melitus tipe 1 terjadi
selama musim dingin, dan insiden terendah terjadi saat musim panas. Hal ini
berkaitan pada musim dingin memiliki tingkat viral infeksi yang tinggi yang dapat
2
menyebabkan stress metabolik yang melebihi kemampuan dari b-cell mass untuk
memproduksi insulin dan mempertahankan euglikemia. Tingkat insiden dari
T1DM mengalami peningkatan di United States setiap tahunnya, dengan rata-rata
peningkatan 2,3% pertahun.
Insiden di Indonesia sampai saat ini belum diketahui. Namun dari data
registry nasional untuk penyakit DM pada anak dari UKK Endokrinologi PP
IDAI, terjadi peningkatan jumlah dari 200-anak dengan DM pada tahun 2008
menjadi 580-an pasien pada tahun 2011. Sangat dimungkinkan angkanya lebih
tinggi apabila kita merujuk pada kemungkinan anak dengan DM yang meninggal
tanpa terdiagnosis sebagai ketoasidosis diabetikum ataupun belum semua pasien
DM tipe 1 yang dilaporkan (Moelyo, AG. 2011).
2.3 Klasifikasi
International Society of Pediatric and Adolescene Diabetes dan WHO
merekomendasikan klasifikasi DM berdasarkan etiologi (Tabel 1).
3
Vakor; Pentamidin; Asam nikotinik; Glukokortikoid; Hormon
tiroid; Diazoxid; Agonis β-adrenergik; Tiazid; Dilantin; α-
interferon; dan lain-lain.
IV. Diabetes Mellitus Kehamilan
2.4 Patofisiologi
DM tipe 1 adalah penyakit autoimun kronis yang berhubungan dengan
kehancuran selektif sel beta pankreas yang memproduksi insulin. Timbulnya
penyakit klinis merupakan tahap akhir dari kerusakan sel beta yang mengarah ke
tipe 1 DM. Berbagai lokus gen telah dipelajari untuk menentukan hubungan
mereka dengan DM tipe 1. Antigen yang terlibat dalam tipe 1 DM meliputi
antigen 64kD, asam glutamat dekarboksilase (GAD) dan antigen sitoplasma sel
islet. Antibodi sel islet (ICA) mengikat komponen sitoplasma sel islet pada bagian
pankreas manusia dan endapan antibodi 64kDa merupakan protein 64kDa dari
ekstrak sel islet. Sedangkan antibodi 64kDa yang ditampilkan untuk menjadi sel
beta tertentu di dalam islet, beberapa sera ICA positif telah dijelaskan untuk
bereaksi dengan semua sel islet. Antigen target dari Antibodi 64kDa diidentifikasi
sebagai GAD enzim. Sel Islet tertentu pada baris sel beta memproduksi antibodi
IgG yang terikat ke antigen sitoplasma sel islet yang ditemukan. Anehnya semua
monoklonal antibodi yang diproduksi oleh baris, dikenali GAD target autoantigen.
Dengan demikian, GAD mungkin target antigen utama pada DM tipe 1, makanya
antibodi untuk GAD dijadikan penanda sensitif untuk perkembangan diabetes,
walaupun antibodi GAD ada dalam individu yang rentan secara genetik tetapi
yang tidak mungkin untuk mengembangkan disease.
4
Gambar 1. Patomekanisme terjadi DM tipe 1
5
regulasi. Misalnya supresi glukagon, hormon pertumbuhan dan aliran darah organ
dalam oleh diabetes, memperlambat kecepatan perkembangan ke arah
ketoasidosis, serta mempermudah pengendalian metabolik.
Defisiensi insulin bersama dengan kadar epinefrin, kortisol, hormon
pertumbuhan dan glukagon plasma yang berlebihan, berakibat pada produksi
glukosa yang tak terkendali serta gangguan penggunaanya; akibatnya timbul
hiperglikemi dan peningkatan osmolalitas. Kombinasi defisiensi insulin dan
peningkatan kadar plasma hormon kontraregulasi juga bertanggung jawab atas
percepatan lipolisis dan ganguan sintesis lipid, yang berakibat peningkatan kadar
plasma lipid total, kolesterol, trigliserid dan asam lemak bebas. Keadaan
hormonal yang saling mempengaruhi antara defisiensi insulin dan kelebihan
glukaakan menmbulkan jalan pintas bagi asam lemak bebas untuk membentuk
keton; kecepatan pembentukan keton ini, terutama betahidroksibutirat dan
asetoasetat, melampui kapasitas pengunaan perifer serta ekskresi ginjal.
Akumulasi asam keton ini menimbulkan asidosis metabolik serta pernafasan
kompensasi yang cepat sebagai usaha mengekskresi kelebihan CO2 (pernafasan
kussmaul). Aseton yang dibentuk melalui konversi non-enzimatik asetoasetat,
bertanggung jawab atas timbulnya bau buah yang karakteristik pada pernafasan
ini. Keton diekskresi ke dalam kemih bersama-sama dengan kation, yang
selanjutnya meningkatkan kehilangan air dan elektrolit. Dengan dehidrasi
progresif, asidosis, hiperosmolaritas dan berkurangnya penggunaan oksigen otak,
maka terjadi gangguan kesadaran dan pasien akhirnya jatuh ke dalam koma.
Dengan demikian, defisiensi insulin menimbulkan suatu stasus katabolik yang
dalam-suatu kelaparan berat- dimana semua gambaran klinis awal dapat
dijelaskan atas dasar perubahan metabolisme perantara yang talah diketahui.
Keparahan dan lamanya gejala mencerminkan derajat insulinopenia. (Richard
E.Behrman, 1992)
6
Adanya gangguan dalam regulasi insulin, khususnya pada DM tipe 1 dapat
dengan cepat menjadi diabetik ketoasidosis manakala terjadi :
1). Diabetes tipe 1 yang tidak terdiagnosa
2). Ketidakseimbangan jumlah intake makanan dengan insulin
3). Adolescence dan pubertas
4). Aktivitas yang tidak terkontrol pada diabetes
5). Stres yang berhubungan dengan penyakit, trauma, atau tekanan emosional.
Poliuria
Dehidrasi
7
↓
Kesadaran terganggu
Ketoasidosis Diabetikum
Pada beberapa kasus, pasien dengan onset baru T1DM akan datang dengan
ketoasidosis diabetikum. Anak-anak dan remaja ini cenderung
memperlihatkan gejala yang sama seperi (poliuria,polidipsi, polifagia dan
kehilangan berat badan), yang akan menjadi lebih buruk. Seperi asidosis pada
umumnya, pasien akan kehilangan nafsu makan, mual, muntah dan
mengalami nyeri perut sebagai gejala yang signifikan. Untuk mengimbangi
terjadinya perburukan ketoasidosis, akan terjadi hyperpnea ( pernafasan
kusmaul). Jika tidak ditangani, status neurologis secara progresif akan
memburuk. Faktor resiko DKA berhubungan dengan usia muda, terutama
8
pada anak-anak yang berusia < 2 tahun, minoritas etnik status, sosial ekonomi
yang rendah dan tingkat pendidikan orang tua.
DIAGNOSIS
Diabetes mellitus ditegakkan berdasarkan ada tidaknya gejala. Bila dengan
gejala (polidipsi, poliuria, polifagia), maka pemeriksaan gula darah abnormal
satu kali sudah dapat menegakkan diagnosis DM. sedangkan bila tanpa
gejala, maka diperlukan paling tidak 2 kali pemeriksaan gula darah abnormal
pada waktu yang berbeda (Rustama DS, dkk. 2010; SIPAD Clinical Practice
Consencus Guidelines 2009).
Kriteria hasil pemeriksaan gula darah abnormal adalah :
1. Kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dL atau
2. Kadar gula darah puasa > 126 mg/dL atau
3. Kadar gula darah postpandrial > 200 mg/dL
9
Periode Pra-Diabetes
Pada periode ini, gejala-gejala klinis DM mulai muncul. Pada periode ini
sudah terjadi sekitar 90% kerusakan sel β-pankreas. Predisposisi genetik tertentu
memungkinkan terjadinya proses destruksi ini. Sekresi insulin mulai berkurang
ditandai dengan mulai berkurangnya sel β-pankreas yang berfungsi. Kadar C-
petide mulai menurun. Pada periode ini autoantibody mulai ditemukan apabila
dilakukan pemeriksaan laboratorium.
10
2.7 Pitfall dalam diagnosis
Diagnosis diabetes seringkali salah, disebabkan gejala-gejala awalnya
tidak terlalu khas dan mirip dengan penyakit lain, terkadang tenaga medis juga
tidak menyadari kemungkinan penyakit ini karena jarangnya kejadian DM tipe 1
yang ditemui ataupun belum pernah menemui kasus DM tipe 1 pada anak.
Beberapa gejala yang sering menjadi pitfall dalam diagnosis DM tipe 1 pada anak
di antaranya adalah :
1. Sering Kencing : Kemungkinan diagnosisnya adalah infeksi saluran
kencing atau terlalu banyak minum (selain DM). Variasi dari keluhan
ini adalah adanya enuresis (mengompol) setelah sebelumnya anak
tidak pernah enuresis lagi.
2. Berat badan turun atau tidak mau naik lagi : Kemungkinan diagnosis
adalah asupan nutrisi yang kurang atau adanya penyebab organik lain.
Hal ini disebbkan karena masih tingginya kejadian malnutrisi di negara
kita. Sering pula dianggap sebagai salah satu gejala tuberculosis pada
anak.
3. Sesak nafas : Kemungkinan diagnosanya adalah bronkopneumonia.
Apabila disertai gejala lemas, kadang juga didiagnosis sebagai malaria.
Padahal gejala sesak nafasnya apabila diamati pola nafasnya adalah
tipe Kusmaull (nafas cepat dan dalam) yang sangat berbeda dengan
tipe nafas pada bronkopneumonia. Nafas Kusmaull adalah tanda dari
ketoasidosis.
4. Nyeri perut : Seringkali dikira sebagai peritonitis atau appendicitis.
Pada penderita DM tipe 1, nyeri perut ditemui pada keadaan
ketoasidosis.
5. Tidak sadar : Keadaan ketoasidosis dapat dipikirkan pada
kemungkinan diagnosis seperti malaria serebral, meningitis,
ensefalitis, ataupun cedera kepala (Brink SJ, dkk. 2010)
11
2.8 Penatalaksanaan DM Tipe 1
Tatalaksana pasien dengan DM tipe 1 tidak hanya meliputi pengobatan
berupa pemberian insulin. Ada hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam
tatalaksana agar penderita mendapatkan kualitas hidup yang optimal dalam jangka
pendek maupun jangka panjang (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical
Practice Concencus Guidelines. 2009).
Terdapat 5 pilar manajemen DM tipe 1, yaitu :
1. Insulin
2. Diet
3. Aktivitis / exercise
4. Edukasi
5. Monitoring kontrol glikemik
1. Insulin
Insulin merupakan terapi yang mutlak harus diberikan pada penderita
DM tipe 1. Dalam pemberian insulin harus diperhatikan jenis insulin, dosis
insulin, regimen yang digunakan, cara menyuntik serta penyesuaian dosis
yang diperlukan.
a. Jenis insulin : Kita mengenal beberapa jenis insulin, yaitu insulin kerja
cepat, kerja pendek, kerja menengah, kerja panjang, maupun insulin
campuran (campuran kerja cepat/pendek dengan kerja menengah).
Penggunaan jenis insulin ini tergantung regimen yang digunakan.
b. Dosis Insulin : Dosis total harian pada anak berkisar antara 0,5-1
Unit/KgBBpada awal diagnosis ditegakkan. Dosis ini selanjutnya akan
diatur disesuaikan dengan faktor-faktor yang ada, baik pada
penyakitnya maupun pada penderitanya.
c. Regimen : Kita mengenal dua macam regimen, yaitu regimen
konvensional, serta regimen intensif. Regimen konvensional/mix
splitregimen dapat berupa pemberian dua kali suntik/hari atau tiga kali
suntik/hari. Sedangkan regimen intensif berupa pemberian regimen
basal bolus. Pada regimen basal bolus dibedakan antara insulin yang
diberikan untuk memberikan dosis basal maupun dosis bolus.
12
d. Cara menyuntik : Terdapat beberapa tempat penyuntikan yang baik
dalam hal absorpsinya yaitu di daerah abdomen, lengan atas, lateral
paha. Daerah bokong tidak dianjurkan karena paling buruk
absorpsinya.
e. Penyesuain Dosis : Kebutuhan insulin akan berubah tergantung dari
beberapa hal, seperti hasil monitor gula darah, diet, olahraga, maupun
usia pubertas (terkadang kebutuhan meningkat hingga 2
unit/KgBB/hari), kondisi stress maupun saat sakit.
Background Insulin
NPH dan Lente 1-2 jam 4-12 jam 8-24 jam
(Intermediate acting)
2 jam 6-20 jam 18-36 jam
Ultra Lente (Long
acting)
2. Diet
Secara umum diet pada anak DM tipe 1 tetap mengacu pada upaya
untuk mengoptimalkan proses pertumbuhan. Untuk itu pemberian diet terdiri
dari 50¬55% karbohidrat, 15-20% protein dan 30% lemak. Pada anak DM
tipe 1 asupan kalori perhari harus dipantau ketat karena terkait dengan dosis
insulin yang diberikan selain monitoring pertumbuhannya. Kebutuhan kalori
perhari sebagaimana kebutuhan pada anak sehat/normal. Pemberian diet ini
juga memperhatikan regimen yang digunakan. Pada regimen basal bolus,
pasien harus mengetahui rasio insulin:karbohidrat untuk menentukan dosis
pemberian insulin.
13
Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan
usiapubertas dapat juga ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
3. Aktivitas / exercise
Anak DM bukannya tidak boleh berolahraga. Justru dengan
berolahraga akan membantu mempertahankan berat badan ideal, menurunkan
berat badan apabila menjadi obes serta meningkatkan percaya diri. Olahraga
akan membantu menurunkan kadar gula darah serta meningkatkan sensitivitas
tubuh terhadap insulin. Namun perlu diketahui pula bahwa olahraga dapat
meningkatkan risiko hipoglikemia maupun hiperglikemia (bahkan
ketoasidosis). Sehingga pada anak DM memiliki beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi untuk menjalankan olahraga, di antaranya adalah target gula
darah yang diperbolehkan untuk olahraga, penyesuaian diet, insulin serta
monitoring gula darah yang aman. Apabila gula darah sebelum olahraga di
atas 250 mg/dl serta didapatkan adanya ketonemia maka dilarang
berolahraga. Apabila kadar gula darah di bawah 90 mg/dl, maka sebelum
berolahraga perlu menambahkan diet karbohidrat untuk mencegah
hipoglikemia.
14
4. Edukasi
Langkah yang tidak kalah penting adalah edukasi baik untuk penderita
maupun orang tuanya. Keluarga perlu diedukasi tentang penyakitnya,
patofisiologi, apa yang boleh dan tidak boleh pada penderita DM, insulin
(regimen, dosis, cara menyuntik, lokasi menyuntik serta efek samping
penyuntikan), monitor gula darah dan juga target gula darah ataupun HbA1c
yang diinginkan.
5. Monitoring kontrol glikemik
Monitoring ini menjadi evaluasi apakah tatalaksana yang diberikan
sudah baik atau belum. Kontrol glikemik yang baik akan memperbaiki
kualitas hidup pasien, termasuk mencegah komplikasi baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Pasien harus melakukan pemeriksaan gula darah
berkala dalam sehari. Setiap 3 bulan memeriksa HbA1c. Di samping itu, efek
samping pemberianinsulin, komplikasi yang terjadi, serta pertumbuhan dan
perkembangan perlu dipantau.
2.9 Komplikasi
15
2. menunda ”end stage renal disease” dan dengan ini memperpanjang umur
penderita.
Adanya ’mikroalbuminuria’ merupakan parameter yang paling sensitif
untuk identifikasi penderita resiko tinggi untuk nefropati diabetik.
Mikroalbuminuria mendahului makroalbuminuria. Pada anak dengan DM tipe-1
selama > 5 tahun, dianjurkan skrining mikroalbuminuria 1x/tahun. Bila tes
positif, maka dianjurkan lebih sering dilakukan pemeriksaan. Bila didapatkan
hipertensi pada penderita DM tipe-1, biasanya disertai terjadinya nefropati
diabetik.
Tindakan : pengobatan hiperglikemia dan hipertensi (bila ada).
PROGNOSIS
16
BAB III
STATUS PASIEN RAWAT INAP
3.2 Subyektif
Keluhan Utama : Nyeri perut
Anamnesa :
Pasien mengeluh nyeri perut sejak 1 minggu yang lalu disertai mual,
muntah dan tidak nafsu makan. Pasien juga mengeluh badan terasa lemas, pegal-
pegal dan perasaan haus yang berlebihan. Penurunan berat badan (+) dirasakan
dalam beberapa bulan terakhir. BAK (+) sering terutama pada malam hari. BAB
(+) Normal.
Riwayat minum teh dan minuman cepat saji. Riw. Penyakit keluarga : ayah
pasien menderita Diabetes Mellitus.
3.3 Objektif
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Compos Mentis
Suhu : 36,3 0C
Pernafasan : 22 x/ menit
Nadi : 75 x/ menit
Tekanan darah : 110/70 mmhg
17
Kepala : Anemia(-), Ikterus(-), Dyspneu (-), cyanosis (-)
Leher : Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-)
Thorak
Paru :Pernafasan Vesikuler, Simetris Ka/Ki, Ronkhi(-),
Wheeezing (-)
Jantung : S1 S2 tunggal Ekstrasistol (-) Gallop (-) Murmur (-)
Abdomen : Soeple, Tympani, Bising Usus (+), Nyeri ulu hati (+)
Ekstermitas : Akral hangat
3.6 Planning
- Loading Nacl 1 kolf
- Novorapid 3 x 12 unit
- Inj. Ceftriaxon 2 x1gr
- Inj.omeprazole 2 x 40 mg
- Po. Sukralfat 3 x Cth 1
18
3.10 Follow up selama rawat inap
19
O : Ku : cukup Diabetes Mellitus Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr
K/L: A/I/D/C -/-/-/- Type 1
Inj. Omeprazole 1 x 1
Thorax
P : Sim/Sim Ves/Ves amp
Rh -/- Wh -/-
Po :
C : S1S2 Tunggal
E/G/M -/-/- Cetrizine 1 x 1
Abd : Soeple,
Antasida syr 4 x Cth 2
Tympani, BU (+)
Ext : AHKM
TD : 110/85
HR : 84 x/menit
RR : 20 x/ menit
T : 36,5 oC
GDS : 144 mg/dL
GDS : 327 mg/dL
GDS ; 292 mg/dL
20
Thorax
P : Sim/Sim Ves/Ves
Rh -/- Wh -/-
C : S1S2 Tunggal
E/G/M -/-/-
Abd : Soeple,
Tympani, BU (-)
Ext : AHKM
TD : 100/80 mmHg
HR : 80 x/menit
RR : 20 x/ menit
T : 36,6 oC
GDS : 229 mg/dL
GDS : 225 mg/dL
GDS : 157 mg/dL
21
DAFTAR PUSTAKA
Brink SJ, Lee WRW, Pillay K, Kleinebreil (2010). Diabetes in children and
adolescents, basic training manual for healthcare professionals in developing
countries, 1st ed. Argentina: ISPAD, h 20-21.
ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009. Pediatric Diabetes 2009: 10.
Mortensen HB, et al. Multinational study in children and adolescents with newly
diagnosed type 1 diabetes: association of age, ketoacidosis, HLA status, and
autoantibodies on residual beta-cell function and glycemic control 12 months
after diagnosis. Pediatric Diabetes 2010: 11: 218–226.
Rustama DS, Subardja D, Oentario MC, Yati NP, Satriono, Harjantien N (2010).
Diabetes Melitus. Dalam: Jose RL Batubara Bambang Tridjaja AAP Aman B.
Pulungan, editor. Buku Ajar Endokrinologi Anak, Jakarta: Sagung Seto 2010, h
124-161.
Thomas RC, et al. Autoimmunity and the Pathogenesis of type 1 Diabetes. McGill
University Medical School, Montreal, Canada; 2010; 47(2): 51–71
22