Anda di halaman 1dari 14

Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI

Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015

Pemanfaatan Limbah Biomassa untuk Briket Sebagai Energi Alternatif

Rahmad Hari Purnomo1, Haisen Hower1, Inka Rizki Padya2

Program Studi Teknik Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian,


Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya
Jl. Raya Palembang-Prabumulih Km. 32 Indralaya, Ogan Ilir
Telp. (0711) 580664 Fax. (0711) 480279

ABSTRAK

Tujuan penelitian adalah memanfaatkan biomassa berupa kulit jengkol, kulit kayu gelam, daun ketapang dan
ampas kelapa sebagai bahan baku serta kulit ubi kayu dan daun kembang sepatu sebagai bahan perekat untuk
pembuatan briket sebagai energi alternatif. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial
dengan dua factor perlakuan dan tiga ulangan untuk tiap perlakuan. Faktor pertama adalah A1 (serbuk kulit
jengkol 75%), A2 (serbuk kulit kayu gelam 75%), A3 (serbuk daun ketapang 75%), A4 (serbuk ampas kelapa
75%) dan faktor kedua adalah B1 (pati kulit ubi kayu 25%) dan B2 (daun kembang sepatu 25%) sebagai
perekat. Parameter yang diamati adalah kadar air, sifat higroskopis, kadar abu, nilai kalor, kadar zat volatile,
kadar karbon terikat, kerapatan, kuat tekan, waktu penyalaan briket dan laju pembakaran briket. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa jenis bahan baku, jenis bahan perekat dan interaksi perlakuan berpengaruh
nyata terhadap nilai kadar air, sifat higroskopis, kadar abu, kadar zat volatil, nilai kalor, kadar karbon terikat,
kerapatan dan kuat tekan. Nilai kalor tertinggi terdapat pada perlakuan A2B2 (serbuk kulit kayu gelam 75%
dan perekat daun kembang sepatu 25%) dan nilai kalor terendah terdapat pada perlakuan A3B1 (serbuk daun
ketapang 75% dan perekat pati kulit ubi kayu 25%). Pengujian pembakaran menunjukkan semua briket
mempunyai kualitas rendah karena menghasilkan asap yang banyak dan bau yang menyengat.

Kata kunci: biomassa; briket; bahan baku; bahan perekat

PENDAHULUAN
Sumber energi utama bagi manusia adalah sumber daya alam dari fosil karbon. Pertambahan
populasi penduduk menyebabkan peningkatan kebutuhan bahan bakar sehingga dibutuhkan sumber
alternatif yang lain. Pemerintah Indonesia berinisiatif mengurangi pangsa bahan bakar fosil dan
meningkatkan penggunaan sumber energi terbarukan yang bersifat kontinyu (Sitompul, 2011).
Energi terbarukan yang perlu dikembangkan salah satunya adalah biomassa. Biomassa
adalah bahan organik hasil proses fotosintesis, baik berupa produk maupun buangan (Ndraha,
2010). Biomassa berupa buangan biasa disebut sebagai limbah berupa limbah hasil pertanian,
perkotaan, industri dan kehutanan. Kementerian Lingkungan hidup mencatat jumlah limbah di kota
Palembang sekitar 958.125 ton per tahun. Sedangkan jumlah limbah organik yang berasal dari
beberapa pasar di kota Palembang pada tahun 2008 dari hasil olah data dalam masterplan
persampahan kota Palembang adalah sebesar 785 ton/hari atau 2.317 m3/hari. Jumlah limbah
tersebut sangat potensial sebagai sumber bioenergi (Maryati, 2015).
Limbah yang berupa sayur-sayuran yang kurang termanfaatkan diantaranya yaitu sisa
pengolahan kelapa (ampas kelapa) dan kulit jengkol. Potensi perkebunan kelapa di provinsi
Sumatera Selatan adalah 67.380,00 ton dengan luas panen sebesar 67.820,00 ha dan produktivitas
per luas sebesar 9.94 kw/ha (Direktorat Pengembangan Ekonomi Daerah, 2013). Berdasarkan
potensi produksi, banyak industri kecil dan rumah tangga yang menggunakan bahan dasar kelapa
untuk dijadikan beberapa olahan sehingga mengakibatkan limbah ampas kelapa semakin
meningkat. Oleh karena itu dengan penggunaan ampas kelapa sebagai bahan pembuatan bioenergi
dapat mengatasi permasalahan limbah, memperbaiki penampilan dan mutu ampas sehingga akan
meningkatkan nilai ekonomis ampas kelapa (Maryono et al., 2013).
Sedangkan potensi buah jengkol di Sumatera Selatan menghasilkan produksi jengkol sebesar
3.519,80 ton dengan total luas lahan sebesar 68.644,00 ha dan produktivitas per luas sebesar 0,51
kw/ha (Direktorat Pengembangan Ekonomi Daerah, 2013). Kulit jengkol merupakan hasil
sampingan dari jengkol yaitu sekitar 60% sampai 70% dari jengkol. Kulit jengkol kerap dibuang

ISBN: 978-602-7998-92-6 B-54


Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015

karena dianggap sebagai limbah yang tidak ada nilai ekonomisnya oleh masyarakat, meski faktanya
kulit jengkol dapat dimanfaatkan menjadi bahan untuk pembuatan bioenergi.
Limbah berupa daun-daun dan kayu yang dihasilkan seperti daun ketapang dan kulit kayu
gelam merupakan salah satu limbah yang kurang termanfaatkan. Limbah ini memiliki nilai kalor
yang cukup tinggi yaitu kulit kayu gelam berkisar 5.044 kal/g dan daun ketapang 4.185 kal/g.
Dengan nilai kalor yang cukup tinggi ini, limbah kulit kayu gelam dan daun ketapang dapat
dijadikan sebagai bahan baku untuk bioenergi (Nisandi, 2007).
Bioenergi adalah energi yang dihasilkan dari biomassa. Energi dari biomassa dapat
dikonversi dengan berbagai cara, salah satunya yaitu menjadi briket. Briket adalah salah satu cara
yang digunakan untuk mengkonversi sumber energi biomassa yang diolah dan dimampatkan
sehingga bentuknya menjadi lebih teratur dan mempunyai nilai kalor yang tinggi (Hendra, 2007).
Penurunan cadangan bahan bakar fosil seperti minyak bumi, gas alam dan batubara, maka
diharapkan pembuatan briket dapat menjadi alternatif bahan bakar bagi masyarakat sekaligus
mengurangi konsumsi yang tinggi dari minyak bumi. Briket mempunyai dua jenis proses
pembuatan yaitu briket karbonisasi dan non karbonisasi (Sumangat dan Broto, 2009).
Briket karbonisasi adalah jenis briket yang terlebih dahulu mengalami proses karbonisasi
sebelum menjadi briket yaitu proses pengkarbonan/pengarangan/pembakaran bahan baku (umpan)
di dalam tungku pembakaran (incenerator) (Sitompul, 2011). Sedangkan briket non karbonisasi
merupakan briket yang tidak mengalami proses karbonisasi dan proses pembuatannya lebih
sederhana. Pembuatan briket mempunyai dua bahan penyusun yang penting yaitu bahan baku dan
bahan perekat. Pemilihan bahan baku dan bahan perekat sangat menentukan mutu suatu briket.
Bahan baku dan bahan perekat yang banyak digunakan saat ini adalah biomassa (Maryono et al.,
2013).
Perekat yang dapat digunakan adalah diantaranya seperti perekat mucilage dan paste.
Mucilage adalah perekat yang dipersiapkan dari getah dan air. Perekat ini dapat diperoleh dengan
menggunakan getah dari tumbuhan seperti getah daun kembang sepatu. Daun kembang sepatu
mempunyai getah yang cukup lengket karena getahnya dapat membuat gelembung jadi tidak
mudah pecah sehingga perekat ini dapat dijadikan sebagai perekat briket. Sedangkan perekat paste
adalah perekat pati (strach) yang dibuat melalui pemanasan campuran pati dan air dan
dipertahankan berbentuk pasta. Kulit ubi kayu merupakan limbah hasil sampingan dari ubi kayu
yang mengandung pati 44-59% (Richana, 2013) sehingga pemanfaatan kulit ubi kayu dapat
dijadikan sebagai perekat.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode pengolahan data secara Rancangan Acak Kelompok
Faktorial (RAKF). Penelitian ini terdiri atas dua faktor yaitu jenis bahan baku dan jenis bahan
perekat. Setiap kombinasi diulang sebanyak tiga kali. Perlakuan pada kedua faktor tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Perlakuan A : jenis bahan baku
A1 : kulit jengkol (75 %)
A2 : kulit kayu gelam (75 %)
A3 : daun ketapang (75 %)
A4 : ampas kelapa (75 %)
2. Perlakuan B : jenis bahan perekat
B1 :pati kulit ubi kayu (25 %)
B2 : daun kembang sepatu (25 %)

Cara Kerja
Cara kerja penelitian ini terdiri dari lima tahap yaitu 1) uji proksimat bahan baku dan bahan
perekat, 2) tahap pembuatan bahan perekat, 3) tahap pembuatan briket, 4) tahap pengujian briket
dan 5) tahap pengolahan dan analisis data.
1) Uji proksimat bahan baku dan bahan perekat
Uji proksimat digunakan untuk pengujian bahan baku dan bahan perekat. Uji proksimat ini
dilakukan untuk mengetahui kualitas bahan baku dan bahan perekat untuk pembuatan briket. Uji

ISBN: 978-602-7998-92-6 B-55


Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015

proksimat yang dilakukan untuk bahan baku meliputi pengujian berikut yaitu 1) kadar air, 2) kadar
abu, 3) kadar karbon terikat 4) nilai kalori dan 5) kadar zat volatil.
2) Tahap pembuatan bahan perekat
Perekat dari daun kembang sepatu hanya diblender dengan diberi sedikit air, sedangkan
perekat dari kulit ubi kayu dijadikan pati.
3) Tahap pembuatan briket
Proses yang dilakukan dalam pembuatan briket adalah sebagai berikut :
a. Penyiapan bahan baku
b. Pengecilan ukuran bahan baku (ayakan 40 mesh)
c. Pembuatan adonan briket (pencampuran bahan baku dan bahan perekat)
d. Pencetakan briket
e. Pengeringan

Parameter
Parameteryang digunakan yaitu meliputikadar air, sifat higroskopis, kadar abu, nilai kalor,
kadar zat volatil, kadar karbon terikat, kerapatan, kuat tekan, waktu penyalaan awal briketdanlaju
pembakaran briket.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kadar Air
Hasil analisis keragaman terhadap nilai kadar air (%) briket biomassa menunjukkan bahwa
jenis bahan baku dan bahan perekat berpengaruh nyata dan interaksi antara faktor A dan B juga
berpengaruh nyata terhadap kadar air briket. Hasil uji lanjut BNJ taraf 5% jenis bahan baku, jenis
bahan perekat dan interaksi perlakuan A dan B terhadap kadar air briket dapat dilihat pada Tabel 1,
Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 1. Uji BNJ 5% pengaruh jenis bahan baku terhadap kadar air (%) briket biomassa

Perlakuan Rerata Kadar Air (%) BNJ 5% = 0,03


A₂ 8,96 a
A₃ 11,15 b
A₄ 11,24 c
A₁ 11,69 d
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata.

Uji lanjut BNJ taraf 5% pada Tabel 1 menunjukkan bahwa rerata kadar air briket berbeda
nyata antar perlakuan. Hal ini karena ukuran partikel perlakuan A1 lebih besar dibandingkan
dengan perlakuan A2 sehingga briket A1memiliki ruang pori yang lebih besar dan saat proses
pengempaan briket A1akan menghasilkan kerapatan rendah akibat ukuran partikel yang besar.
Menurut Sudrajat (1984), briket dari bahan baku berkerapatan rendah memiliki kadar air yang lebih
tinggi dibanding briket dengan bahan baku berkerapatan tinggi.

Tabel 2. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh jenis bahan perekat terhadap kadar air (%) briket biomassa.

Perlakuan Rerata Kadar Air (%) BNJ 5% = 0,01


B₁ 10,67 a
B₂ 10,85 b
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata.

ISBN: 978-602-7998-92-6 B-56


Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015

Uji lanjut BNJ 5% pada Tabel 2 menunjukkan bahwa rerata kadar air pada briket biomassa
antar perlakuan berbeda nyata. Hal ini karena daya mengikat jenis perekat B 1 lebih tinggi
dibandingkan dengan perekat B2 sehingga saat pengempaan briket yang dihasilkan dari perekat B 1
memiliki kerapatan lebih tinggi dibanding briket dengan perekat B 2 dan setelah briket melalui
proses pengeringan, briket dengan B1 memiliki kelembaban yang lebih tinggi dibanding briket
dengan perekat B2 sehingga briket dengan perekat B2 ini akan lebih banyak menyerap air karena
permukaan pada perekat B2 lebih kering dan ruang untuk menyerap air lebih banyak.

Tabel 3. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh interaksi perlakuan A dan perlakuan B terhadap kadar air
(%) briket biomassa

Interaksi AB Rerata Kadar Air (%) BNJ 5% = 0,07


A₂B₂ 8,61 a
A₂B₁ 9,31 b
A₄B₁ 10,90 c
A₃B₁ 11,04 d
A₃B₂ 11,26 e
A₁B₁ 11,44 f
A₄B₂ 11,58 g
A₁B₂ 11,94 h
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata.

Sifat Higroskopis
Hasil analisis keragaman terhadap sifat higroskopis (%)menunjukkan bahwa jenis bahan baku
dan bahan perekat berpengaruh nyata dan interaksi antara faktor A dan B juga berpengaruh nyata
terhadap sifat higroskopis briket. Hasil uji lanjut BNJ taraf 5% jenis bahan baku, jenis bahan
perekat dan interaksi perlakuan A dan B terhadap sifat higroskopis briket dapat dilihat pada Tabel
4, Tabel 5 dan Tabel 6.

Tabel 4. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh jenis bahan baku terhadap sifat higroskopis (%) briket
biomassa.

Perlakuan Rerata Higroskopis (%) BNJ 5% = 0,08


A2 6,28 a
A3 7,20 b
A1 7,89 c
A4 8,19 d
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata.

Uji lanjut BNJ taraf 5% pada Tabel 4 pada pengaruh jenis bahan baku terhadap sifat
higroskopis (%) briket biomassa menunjukkan bahwa antar perlakuan berbeda nyata. Sifat
higroskopis tertinggi terdapat pada perlakuan A4 (serbuk ampas kelapa 75%) dan sifat higroskopis
terendah terdapat pada perlakuan A2 (serbuk kulit kayu gelam 75%). Hal ini disebabkan oleh
ukuran partikel dari serbuk ampas kelapa lebih besar dibanding serbuk kulit kayu gelam sehingga
ruang pori yang tersedia pada briket serbuk ampas kelapa lebih banyak untuk menyerap air
dibanding briket serbuk kulit kayu gelam. Menurut Earl (1974), kemampuan menyerap air pada
briket dipengaruhi oleh luas permukaan dan pori-pori bahan.

ISBN: 978-602-7998-92-6 B-57


Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015

Tabel 5. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh jenis bahan perekat terhadap sifat higroskopis (%) briket
biomassa.
Perlakuan Rerata Higroskopis (%) BNJ 5% = 0,03
B1 6,99 a
B2 7,79 b
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata.

Uji lanjut BNJ taraf 5% pada Tabel 5 menunjukkan bahwa antar perlakuan jenis bahan
perekat terhadap sifat higroskopis briket biomassa berbeda nyata. Higroskopis tertinggi terdapat
pada perekat B2 dan higroskopis terendah terdapat pada perekat B1. Hal ini disebabkan karena
briket yang dihasilkan dengan menggunakan perekat daun kembang sepatu memiliki bentuk fisik
yang lebih kering dibanding briket dengan perekat pati kulit ubi kayu, sehingga briket yang lebih
kering mempunyai daya serap air yang lebih tinggi dibanding briket yang lembab seperti briket
dengan perekat pati kulit ubi kayu tersebut.
Tabel 6. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh interaksi perlakuan A dan perlakuan B terhadap sifat
higroskopis (%) briket biomassa.
Interaksi AB Rerata Higroskopis (%) BNJ 5% = 0,04
A₂B₂ 6,17 a
A₂B₁ 6,39 b
A₃B₁ 6,79 c
A₁B₁ 7,28 d
A₄B₁ 7,51 e
A₃B₂ 7,61 e
A₁B₂ 8,50 f
A₄B₂ 8,86 g
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata.

Kadar Abu (Ash)

Hasil analisis keragaman terhadap kadar abu (%)menunjukkan bahwa jenis bahan baku dan
bahan perekat berpengaruh nyata dan interaksi antara faktor A dan B juga berpengaruh nyata
terhadap kadar abu briket. Hasil uji lanjut BNJ taraf 5% jenis bahan baku, jenis bahan perekat dan
interaksi perlakuan A dan B terhadap kadar abu briket dapat dilihat pada Tabel 7, Tabel 8 dan
Tabel 9.
Tabel 7. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh jenis bahan baku terhadap kadar abu (%) briket biomassa.
Perlakuan Rerata Kadar Abu (%) BNJ 5% = 0,02
A₄ 1,04 a
A₁ 1,56 b
A₂ 1,99 c
A₃ 4,72 d
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata.

Uji lanjut BNJ taraf 5% untuk pengaruh jenis bahan baku terhadap kadar abu briket
menunjukkan antar perlakuan berbeda nyata. Hal ini disebabkan oleh kandungan mineral bahan
baku awal dan bahan campuran yang digunakan. Kadar abu briket akan berbanding lurus dengan
campuran bahan baku (Ismayana dan Afriyanto, 2012) sehingga nilai kadar abu pada bahan baku
awal tidak berbeda jauh nilainya apabila bahan baku telah dicampur dengan perekat.

ISBN: 978-602-7998-92-6 B-58


Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015

Tabel 8. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh jenis bahan perekat terhadap kadar abu (%) briket biomassa.
Perlakuan Rerata Kadar Abu (%) BNJ 5% =0,01
B₁ 2,11 a
B₂ 2,53 b
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata.

Uji lanjut BNJ taraf 5% pada Tabel 8 menunjukkan bahwa antar perlakuan berbeda nyata.
Hal ini disebabkan kandungan mineral pada perekat tersebut. Semakin tinggi kandungan mineral
pada suatu bahan maka nilai kadar abu akan semakin tinggi dan sebaliknya. Jenis perekat yang
digunakan akan berpengaruh terhadap nilai kadar abu. Sudrajat (1983) menyatakan bahwa jenis
perekat yang digunakan pada pembuatan briket berpengaruh terhadap kerapatan, ketahanan tekan,
nilai kalor bakar, kadar air dan kadar abu.

Tabel 9. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh interaksi perlakuan A dan perlakuan B terhadap kadar abu
(%) briket biomassa.
Interaksi AB Rerata Kadar Abu (%) BNJ 5% = 0,01
A₄B₁ 0,90 a
A₄B₂ 1,19 b
A₁B₁ 1,55 c
A₁B₂ 1,57 d
A₂B₁ 1,77 e
A₂B₂ 2,20 f
A₃B₁ 4,28 g
A₃B₂ 5,16 h
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata.

Nilai Kalor
Hasil analisis keragaman terhadap nilai kalor (kal/g) menunjukkan bahwa jenis bahan baku
dan bahan perekat berpengaruh nyata dan interaksi antara faktor A dan B juga berpengaruh nyata
terhadap nilai kalorbriket. Hasil uji lanjut BNJ taraf 5% jenis bahan baku, jenis bahan perekat dan
interaksi perlakuan A dan B terhadap nilai kalor briket dapat dilihat pada Tabel 10, Tabel 11 dan
Tabel 12.

Tabel 10. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh jenis bahan baku terhadap nilai kalor (kal/g) briket
biomassa.
Perlakuan Rerata Nilai Kalor (kal/g) BNJ 5% = 3,58
A₃ 4.149,02 a
A₁ 4.229,61 b
A₄ 4.698,86 c
A₂ 4.964,93 d
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata.

Uji lanjut BNJ taraf 5% pada pengaruh jenis bahan baku terhadap nilai kalor briket
menunjukkan antar perlakuan berbeda nyata. Tinggi rendahnya nilai kalor ditentukan dengan
kadar air dan kadar abu bahan baku tersebut. Semakin tinggi nilai kadar air dan kadar abu maka
semakin rendah nilai kalor dan sebaliknya (Sinurat, 2011).

ISBN: 978-602-7998-92-6 B-59


Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015

Tabel 11. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh jenis bahan perekat terhadap nilai kalor (kal/g) briket
biomassa.
Perlakuan Rerata Nilai Kalor (kal/g) BNJ 5% = 1,31
B1 4.423,30 a
B2 4.597,90 b
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata.
Tabel 12. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh interaksi perlakuan A dan perlakuan B terhadap nilai kalor
(kal/g) briket biomassa.
Interaksi AB Rerata Nilai Kalor (kal/g) BNJ 5% = 8,68
A₃B₁ 4.077,43 a
A₁B₁ 4.208,08 b
A₃B₂ 4.220,60 c
A₁B₂ 4.251,13 d
A₄B₁ 4.588,13 e
A₄B₂ 4.809,58 f
A₂B₁ 4.819,57 g
A₂B₂ 5.110,29 h
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata.

Uji lanjut BNJ taraf 5% pada pengaruh jenis bahan perekat terhadap nilai kalor briket
menunjukkan bahwa setiap perlakuan berbeda nyata. Hal ini karena dipengaruhi oleh kandungan
karbon terikat pada perekat. Nilai kalor juga dipengaruhi oleh kadar zat volatil, yaitu semakin
rendah kadar zat volatil pada briket maka semakin tinggi nilai kalor yang dihasilkan. Menurut
Sumangat dan Broto (2009), nilai kalor dipengaruhi kadar karbon terikat dan kadar zat volatil.
Semakin tinggi kadar karbon terikat maka nilai kalor semakin tinggi dan semakin rendah nilai
kadar zat volatil, maka nilai kalor semakin tinggi.

Kadar Zat Volatil


Hasil analisis keragaman terhadap kadar zat volatile(%) briket biomassa menunjukkan bahwa
jenis bahan baku dan bahan perekat berpengaruh nyata dan interaksi antara faktor A dan faktor B
juga berpengaruh nyata terhadap kadar zat volatile briket. Hasil uji lanjut BNJ taraf 5% jenis
bahan baku, jenis bahan perekat dan interaksi perlakuan A dan B terhadap kadar zat volatil briket
dapat dilihat pada Tabel 13, Tabel 14 dan Tabel 15.

Tabel 13. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh jenis bahan baku terhadap kadar zat volatil (%) briket
biomassa.
Perlakuan Rerata Zat Volatile (%) BNJ 5% = 0,05
A₁ 63,54 a
A₃ 66,49 b
A₂ 74,85 c
A₄ 77,88 d
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata.

Uji lanjut BNJ taraf 5% pada pengaruh jenis bahan baku terhadap kadar zat volatile briket
biomassa menunjukkan bahwa antar perlakuan berbeda nyata. Kadar zat volatile tertinggi terdapat
pada jenis bahan baku serbuk ampas kelapa dan terendah terdapat pada serbuk kulit jengkol. Hal
ini disebabkan karena proses proses persiapan bahan baku tidak melalui tahap karbonisasi sehingga
kadar zat volatile yang dihasilkan pada briket ini menghasilkan nilai yang relatif tinggi. Tahap
karbonisasi yang sempurna akan melepas zat-zat yang mudah terbang dalam bentuk gas seperti CO,
CO2, CH4 dan H2 melalui penguraian selulosa dan lignin (Yuniarti et al., 2011).

ISBN: 978-602-7998-92-6 B-60


Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015

Tabel 14. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh jenis bahan perekat terhadap kadar zat volatile (%) briket
biomassa.
Perlakuan Rerata Zat Volatile (%) BNJ 5% = 0,02
B₂ 69,97 a
B₁ 71,37 b
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata.

Uji lanjut BNJ taraf 5% pada pengaruh jenis bahan perekat terhadap kadar zat volatile
menunjukkan bahwa antar perlakuan berbeda nyata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perekat
daun kembang sepatu menghasilkan kadar zat volatile yang rendah dibandingkan perekat pati kulit
ubi kayu. Hal ini disebabkan karena pati kulit ubi kayu masih banyak mengandung bahan organik
seperti karbohidrat (amilosa dan protein) yang dapat meningkatkan kadar zat volatile pada briket.
Bahan yang mengandung karbohidrat (amilosa dan protein) tidak ikut terbakar dalam proses
pembakaran, sehingga bahan ini akan meningkatkan kadar zat volatile pada briket (Yuniarti et al.,
2011).

Tabel 15. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh interaksi perlakuan A dan perlakuan B terhadap kadar zat
volatile (%) briket biomassa.
Interaksi AB Rerata Zat Volatile (%) BNJ 5% = 0,13
A₁B₂ 63,44 a
A₁B₁ 63,64 b
A₃B₂ 64,60 c
A₃B₁ 68,38 d
A₂B₂ 74,35 e
A₂B₁ 75,35 f
A₄B₂ 77,47 g
A₄B₁ 78,09 h
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata.

Kadar Karbon Terikat (Fixed Carbon)


Hasil analisis keragaman terhadap kadar karbon terikat (%) briket biomassa menunjukkan
bahwa jenis bahan baku dan bahan perekat berpengaruh nyata dan interaksi antara faktor A dan
faktor B juga berpengaruh nyata terhadap kadar karbon terikatbriket. Hasil uji lanjut BNJ taraf 5%
jenis bahan baku, jenis bahan perekat dan interaksi perlakuan A dan B terhadap kadar karbon
terikat briket dapat dilihat pada Tabel 16, Tabel 17 dan Tabel 18.

Tabel 16. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh jenis bahan baku terhadap kadar karbon terikat (%) briket
biomassa.
Perlakuan Rerata Karbon Terikat (%) BNJ 5% = 0,05
A₄ 9,94 a
A₂ 14,20 b
A₃ 17,64 c
A₁ 23,21 d
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata.

Uji lanjut BNJ taraf 5% pada pengaruh jenis bahan baku terhadap kadar karbon terikat
menunjukkan antar perlakuan berbeda nyata. Hal ini disebabkan tinggi rendahnya kadar karbon
dipengaruhi kandungan selulosa maupun hemiselulosa pada bahan baku. Jumlah selulosa maupun
hemiselulosa sangat mempengaruhi kadar karbon pada briket (Budiawan et al., 2014).

ISBN: 978-602-7998-92-6 B-61


Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015

Tabel 17. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh jenis bahan perekat terhadap kadar karbon terikat (%) briket
biomassa.
Perlakuan Rerata Karbon Terikat (%) BNJ 5% =0,02
B1 15,84 a
B2 16,66 b
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata.

Uji lanjut BNJ taraf 5% pada pengaruh jenis bahan perekat terhadap kadar karbon terikat
menunjukkan antar perlakuan berbeda nyata. Perekat daun kembang sepatu memiliki kadar karbon
lebih tinggi dibandingkan dengan perekat pati kulit ubi kayu. Perekat pati kulit ubi kayu merupakan
perekat yang banyak mengandung bahan organik seperti karbohidrat (amilosa dan protein) yang
dapat meningkatkan kadar zat volatile pada briket. Kadar zat volatile yang tinggi menunjukkan
kadar karbon terikat rendah. Bahan yang mengandung karbohidrat (amilosa dan protein) tidak ikut
terbakar dalam proses pembakaran sehingga bahan ini akan meningkatkan kadar zat volatile pada
briket (Yuniarti et al., 2011).

Tabel 18. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh interaksi perlakuan A dan perlakuan B terhadap kadar
karbon terikat (%) briket biomassa.
Interaksi AB Rerata Karbon Terikat (%) BNJ 5% = 0,12
A₄B₂ 9,77 a
A₄B₁ 10,11 b
A₂B₁ 13,57 c
A₂B₂ 14,84 d
A₃B₁ 16,30 e
A₃B₂ 18,98 f
A₁B₂ 23,05 g
A₁B₁ 23,37 h
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata.

Kerapatan (Density)
Hasil analisis keragaman terhadap kerapatan (g/cm 3) briket biomassa menunjukkan bahwa
jenis bahan baku dan bahan perekat berpengaruh nyata dan interaksi antara faktor A dan faktor B
juga berpengaruh nyata terhadap kerapatanbriket. Hasil uji lanjut BNJ taraf 5% jenis bahan baku,
jenis bahan perekat dan interaksi perlakuan A dan B terhadap kerapatan briket dapat dilihat pada
Tabel 19, Tabel 20 dan Tabel 21.
Tabel 19. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh jenis bahan baku terhadap nilai kerapatan (g/cm³) briket
biomassa.
Perlakuan Rerata Kerapatan (g/cm3) BNJ 5% = 0,02
A4 0,32 a
A1 0,45 b
A2 0,69 c
A3 0,73 d
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata.

Uji lanjut BNJ taraf 5% pada pengaruh jenis bahan baku terhadap nilai kerapatan biomassa
menunjukkan antar perlakuan berbeda nyata. Nilai kerapatan tertinggi terdapat pada bahan baku
serbuk daun ketapang dan nilai kerapatan terendah terdapat pada serbuk ampas kelapa. Hal ini
disebabkan oleh adanya perbedaan berat jenis dari setiap bahan baku. Berat jenis bahan baku
serbuk daun ketapang lebih tinggi dibanding ampas kelapa. Kerapatan sangat ditentukan oleh berat

ISBN: 978-602-7998-92-6 B-62


Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015

jenis bahan yang digunakan. Berat jenis yang tinggi akan menghasilkan briket dengan kerapatan
yang tinggi (Yuniarti et al., 2011).

Tabel 20. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh jenis bahan perekat terhadap nilai kerapatan (g/cm³) briket
biomassa.
Perlakuan RerataKerapatan (g/cm³) BNJ 5% =0,01
B2 0,54 a
B1 0,56 b
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata.

Uji lanjut BNJ taraf 5% pada pengaruh jenis bahan perekat terhadap nilai kerapatan briket
biomassa menunjukkan bahwa antar perlakuan berbeda nyata. Kerapatan tertinggi terdapat pada
briket dengan perekat pati kulit ubi kayu dan kerapatan terendah terdapat pada briket dengan daun
kembang sepatu. Hal ini disebabkan karena partikel perekat daun kembang sepatu lebih besar
dibanding perekat pati kulit ubi kayu. Sehingga setelah proses pengempaan atau penekanan pada
briket, perekat yang memiliki ukuran partikel yang besar cenderung menghasilkan briket yang
berkerapatan rendah karena daya mengikat perekat tersebut rendah dan mengakibatkan banyaknya
ruang pori yang besar pada briket yang dihasilkan.

Tabel 21. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh interaksi perlakuan A dan perlakuan B terhadap nilai
kerapatan (g/cm³) briket biomassa.
Interaksi AB RerataKerapatan (g/cm³) BNJ 5% = 0,04
A₄B₂ 0,31 a
A₄B₁ 0,32 a
A₁B₁ 0,35 a
A₁B₂ 0,55 b
A₂B₁ 0,69 c
A₂B₂ 0,69 c
A₃B₂ 0,69 c
A₃B₁ 0,77 d
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan perbedaan yang tidak nyata.

Kuat Tekan
Hasil analisis keragaman terhadap kuat tekan (kPa) briket biomassa menunjukkan bahwa
jenis bahan baku dan bahan perekat berpengaruh nyata dan interaksi antara faktor A dan faktor B
juga berpengaruh nyata terhadap kuat tekanbriket. Hasil uji lanjut BNJ taraf 5% jenis bahan baku,
jenis bahan perekat dan interaksi perlakuan A dan B terhadap kuat tekan briket dapat dilihat pada
Tabel 22, Tabel 23 dan Tabel 24.

Tabel 22. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh jenis bahan baku terhadap nilai kuat tekan (kPa) briket
biomassa
Perlakuan Rerata Kuat Tekan (kPa) BNJ 5% = 59,97
A3 538,07 a
A4 556,68 a
A1 1.282,42 b
A2 5.199,63 c
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata.

Uji lanjut BNJ taraf 5% pada pengaruh jenis bahan baku terhadap kuat tekan briket biomassa
menunjukkan bahwa perlakuan A2 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Namun perlakuan A3

ISBN: 978-602-7998-92-6 B-63


Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015

dan A4 berbeda tidak nyata. Pada penelitian ini, serbuk kulit kayu gelam memiliki kuat tekan yang
paling tinggi dan kuat tekan terendah terdapat pada jenis bahan baku daun ketapang karena serbuk
kulit kayu gelam mempunyai ukuran partikel yang lebih halus dibanding dengan jenis bahan baku
lainnya meski dilakukan pengayakan yang sama menggunakan 40 mesh. Selain itu serbuk kayu
mempunyai selulosa yang relatif tinggi sehingga dapat meningkatkan elastisitas briket yang
dihasilkan. Menurut Riyanto (2009), semakin tinggi kandungan selulosa dalam biomassa maka
kuat tekan briket biomassa akan semakintinggi. Selulosa memiliki sifat yang elastis dan tidak
mudah putus.
Tabel 23. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh jenis bahan perekat terhadap nilai kuat tekan (kPa) briket
biomassa
Perlakuan Rerata Kuat Tekan (kPa) BNJ 5% = 22,11
B2 1.534,66 a
B1 2.253,73 b
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata.
Uji lanjut BNJ taraf 5% pada pengaruh jenis bahan perekat terhadap nilai kuat tekan briket
biomassa menunjukkan antar perlakuan berbeda nyata. Perlakuan dengan perekat pati kulit ubi
kayu memiliki nilai kuat tekan yang lebih tinggi dibanding dengan perekat daun kembang sepatu.
Hal ini disebabkan karena daya mengikat perekat pati kulit ubi kayu lebih baik dibanding dengan
daun kembang sepatu karena ukuran partikel daun kembang sepatu lebih besar dibanding perekat
pati kulit ubi kayu sehingga briket terikat kurang tersusun rapat. Menurut Bamgboye dan
Bolufawi, (2010), rendahnya nilai keteguhan tekan dan kerapatan briket menunjukkan susunan
atom karbon yang saling terikat kurang tersusun rapat.
Tabel 24. Uji lanjut BNJ 5% pengaruh interaksi perlakuan A dan perlakuan B terhadap nilai kuat
teakan (kPa) briket biomassa
Interaksi AB Rerata Kuat Tekan (kPa) BNJ 5% = 145,62
A₄B₁ 262,98 a
A₃B₁ 309,05 a
A₃B₂ 767,08 b
A₄B₂ 850,37 b
A₁B₂ 1.106,09 c
A₁B₁ 1.458,76 d
A₂B₂ 3.415,12 e
A₂B₁ 6.984,13 f
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata.

Waktu Penyalaan Awal Briket


Hasil penelitian menunjukkan waktu penyalaan awal briket biomassa berkisar antara 2,14
menit sampai 3,31 menit. Waktu penyalaan awal briket dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Rerata waktu penyalaan awal briket biomassa (menit)

ISBN: 978-602-7998-92-6 B-64


Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015

Waktu penyalaan awal tertinggi terdapat pada perlakuan A3B2 dan waktu penyalaan awal
terendah terdapat pada perlakuan A4B1. Hal ini disebabkan karena briket bahan baku ampas kelapa
memiliki kerapatan yang rendah sehingga jenis bahan baku ini lebih mudah menyala dibanding
dengan bahan baku lainnya. Menurut Hendra dan Winarni (2003), kerapatan yang terlalu tinggi
dapat menyebabkan briket sulit dinyalakan sedangkan briket yang memiliki kerapatan yang tidak
terlalu tinggi akan memudahkan pembakaran karena semakin besar rongga udara yang dapat dilalui
oleh oksigen dalam proses pembakaran. Waktu penyalaan awal briket juga dipengaruhi oleh kadar
air briket. Kadar air yang tinggi akan menyebabkan briket sulit menyala karena pada mekanisme
pembakaran tahap yang pertama adalah pengeringan pada briket sehingga air yang terkandung
dalam briket akan keluar dan membentuk uap air. Semakin tinggi kandungan air yang terdapat di
dalam briket, maka akan semakin lama pula waktu yang dibutuhkan untuk proses pengeringan ini
(Rahayu, 2012).
Laju Pembakaran Briket
Hasil penelitian menunjukkan laju pembakaran berkisar antara 0,0034 g/detik sampai 0,0054
g/detik. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Rerata laju pembakaran briket biomassa (g/detik)

Berdasarkan data pengujian di atas menunjukkan laju pembakaran tertinggi terdapat pada
perlakuan A4B1 dan laju pembakaran terendah terdapat pada perlakuan A1B1. Laju pembakaran
briket dapat dikaitkan dengan nilai kerapatan pada masing-masing komposisi serta nilai kadar
airnya. Semakin tinggi kerapatan briket, semakin rendah laju pembakaran. Hal ini disebabkan
karena berkurangnya rongga udara pada briket dengan kerapatan lebih tinggi sehingga
memperlambat laju pembakaran (Riseanggara, 2008).
Pada saat dilakukan uji pembakaran, briket biomassa mengeluarkan api dan menghasilkan
asap yang banyak. Briket biomassa juga menghasilkan bau yang cukup menyengat selama
dilakukan uji pembakaran. Briket biomassa memerlukan waktu yang cukup lama untuk mulai
terbentuk bara. Hal ini terjadi pada seluruh perlakuan yang digunakan pada penelitian ini. Selain
itu, briket biomassa ini juga sulit digunakan sebagai bahan bakar alternatif tanpa adanya konveksi
paksa seperti blower.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :


1. Penggunaan jenis bahan baku dan bahan perekat untuk pembuatan briket berpengaruh nyata
terhadap nilai kadar air, sifat higroskopis, kadar abu, kadar zat volatile, nilai kalor, kadar
karbon terikat, kerapatan dan kuat tekan.
2. Interaksi perlakuan berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air, sifat higroskopis, kadar abu,
kadar zat volatile, nilai kalor, kadar karbon terikat, kerapatan dan kuat tekan.
3. Nilai kalor yang dihasilkan berkisar antara 4.077 kal/g sampai 5.110 kal/g. Nilai kalor
tertinggi terdapat pada perlakuan A2B2 (serbuk kulit kayu gelam 75% dan perekat daun

ISBN: 978-602-7998-92-6 B-65


Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015

kembang sepatu 25%) dan nilai kalor terendah terdapat pada A3B1 (serbuk daun ketapang 75%
dan perekat pati kulit ubi kayu 25%). Pengujian pembakaran menunjukkan semua briket
biomassa menghasilkan kualitas yang tidak baik karena menghasilkan asap yang banyak dan
bau yang menyengat.

Saran
Pada penelitian ini disarankan pengurangan komposisi untuk bahan perekat karena briket yang
dihasilkan memiliki karakteristik yang kurang baik seperti daya tahan briket terhadap tekanan dari
luar.

DAFTAR PUSTAKA

Bamgboye, A.I. and S. Boluwafi. 2010. Physical Characteristics of Briquettes from Guinea Corn
(Sorghum bi-color) Residue. Agricultural Engineering International : the CIGR
Ejournal. Manuscript 1364.
Budiawan, L., Susilo, B. dan Hendrawan, Y. 2014. Pembuatan dan Karakteristik Briket Bioarang
dengan Variasi Komposisi Kulit Kopi.J. Biopreoses Komoditas Tropis. 2 (2) : 152-159.
Earl, D.E. 1974. A Report on Corcoal. Andre Meyer Reserc Fellow, FAO. Rome.
Hendra, D., dan Winarni, I. 2003. Sifat Fisis dan Kimia Briket Arang Campuran Limbah Kayu
Gergajian Sabetan Kayu. Bull Hasil Peneliti Hutan 21 (3) : 211-226.
Hendra, D. 2007. Pembuatan Briket Arang dari Campuran Kayu, Bambu, Sabut Kalapa dan
Tempurung Kelapa Sebagai Sumber Energi Alternatif. J. Penelitian Hasil Hutan.
Ismayana, A., dan Afriyanto, M.R. 2012. Pengaruh Jenis dan Kadar Bahan Perekat pada
Pembuatan Briket Blotong sebagai Bahan Bakar Alternatif. J. Tek. Ind. Pert. 21 (3) : 186-
193.
Maryati, S. 2015. PLTU Biomassa, Solusi Energi Alternatif Bagi Indonesia.
htpp:/www.writingcontest-total.bisnis.com/artikel/read/20150331/404/ 417977/pltu-
biomassa-solusi-energi-alternatif-bagi-indonesia. (Diakses 20 Mei 2015).
Maryono, Sudding dan Rahmawati. 2013. Pembuatan dan Analisis Mutu Briket Arang Tempurng
Kelapa Ditinjau dari Kadar Kanji. J.Chemica.4 : 74-83.
Ndraha, N. 2010. Uji Komposisi Bahan Pembuatan Briket Bioarang Tempurung Kelapa dan
Serbuk Kayu Terhadap Mutu yang Dihasilkan. Skripsi, Departemen Teknologi Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara (USU), Sumatra Utara.
Nisandi. 2007. Pengolahan dan Pemanfaatan Sampah Organik Menjadi Briket Arang dan Asap
Cair. Seminar Nasional Teknologi, Yogyakarta. ISSN : 1978-977.
Rahayu, A. 2012. Kinerja Pembakaran Biobriket yang Terbuat dari Campuran Tandan Kosong
Kelapa Sawit dan Batubara Sub-Bituminus dalam Kompor Briket. Skripsi. Fakultas
Teknik, Program Studi Teknik Kimia, Universitas Indonesia, Depok.
Riseanggara, R.R. 2008. Optimasi Kadar Perekat pada Briket Limbah Biomassa. Skripsi, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sinurat, E. 2011. Studi Pemanfaatan Briket Kulit Jambu Mete dan Tongkol Jagung sebagai Bahan
Bakar Alternatif. Tugas Akhir, Jurusan Mesin Fakultas Teknik, Universitas Hasanudin,
Makassar.
Sitompul, R. 2011. Manual Pelatihan Teknologi Energi Terbarukan Yang Tepat Untuk Aplikasi di
Masyarakat Pedesaan. PNPM Support Facility (PSF). Jakarta.
Sudrajat, R. 1983. Pengaruh Bahan Baku, Jenis Perekat dan Tekanan Kempa Terhadap Briket
Arang. Laporan P3H/FPRDC No. 165. Bogor.

ISBN: 978-602-7998-92-6 B-66


Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI
Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015

Sudrajat, R. 1984. Pengaruh Kerapatan Kayu , Tekanan Pengempaan dan Jenis Perekat Terhadap
Sifat Briket Kayu. J. Penelitian Hasil Hutan. 1 (1): 11-14.
Sumangat, D. dan Broto, W. 2009. Kajian Teknis dan Ekonomis Pengolahan Briket Bungkil Biji
Jarak Pagar sebagai Bahan Bakar Tungku. J. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian.5 :
18-26.
Riyanto, S. 2009. Uji Kualitas Fisik Dan Uji Kinetika Pembakaran Briket Jerami Padi Dengan dan
Tanpa Bahan Pengikat. Skripsi. Jurusan Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret.
Surakarta
Yuniarti, Theo P.Y., Faizal Y. dan Arhamsyah. 2011. Briket Arang dari Serbuk Gergajian Kayu
Meranti dan Arang Kayu Gelam. J. Riset Industri Hasil Hutan. 3(2) : 37-42.

ISBN: 978-602-7998-92-6 B-67

Anda mungkin juga menyukai