Anda di halaman 1dari 49

CASE REPORT

PROLAPSUS UTERI GRADE III + SISTOKEL + REKTOKEL

Oleh
xxx

PRESEPTOR

dr. Wahdi S., Sp.OG.


Dr. dr. Anto Sawarno, Sp.OG (K)
dr. Trestyawati, Sp. OG

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AHMAD YANI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
METRO
JUNI 2014
BAB I
PENDAHULUAN

Prolapsus alat-alat genitalia dapat disamakan dengan suatu hernia, di mana suatu
organ genitalia turun ke dalam vagina, bahkan bila mungkin ke luar dari liang vagina.
Keadaan ini sebagian besar dikarenakan kelemahan dari otot-otot, fascia dan ligamentum-
ligamnetum penyokongnya. Prolapsus genitalia ini secara umum dapat berupa prolapsus
vagina dan atau prolapsus uteri.1,2
Prolapsus genitalia yang sering ditemukan adalah Pelvic Organ Prolapse (POP) yaitu
prolapsus uteri, uterosistokel, sistokel, atau rektokel. Uretrokel saja jarang terjadi, sedangkan
enterokel lebih sering ditemukan terutama pada pasien-pasien pasca tindakan histerektomi.
Kasus ini sering terdapat pada wanita dengan paritas yang tinggi dan 40% dari mereka
membutuhkan tindakan pengobatan dan kasus ini jarang sekali ditemukan pada seorang
wanita nullipara.1,4,5
Diperkirakan 50% dari wanita yang telah melahirkan akan menderita prolapsus
genitalia dan hampir 20% kasus ginekologi yang menjalani operasi adalah akibat kasus
prolapsus genitalia. Angka ini akan terus meningkat jumlahnya akibat usia harapan hidup
wanita Indonesia yang terus meningkat.1
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Losif dan Bekazzy (1984) ditemukan
hampir 50% wanita terutama wanita pasca menopause yang mengalami prolapsus genitalia
mempunyai masalah urogenital akibat keadaan tersebut, akan tetapi prevalensinya secara
pasti sangat sulit ditentukan dengan tepat. Hal ini disebabkan banyak wanita tersebutyang
tidak mau atau merasa malu, takut ataupun enggan untuk membicarakan masalah–masalah
yang dialaminya, bahkan tabu, baik pada teman, keluarga, tenaga kesehatan, maupun
dokter.Oleh karena itu, pengetahuan dan pemahaman tentang prolapsus urogenital cukup
penting sehingga setiap wanita yang mengalaminya dapat hidup dengan layak tanpa
memberikan beban yang berat pada keluarga maupun pada masyarakat apabila ditatalaksana
dengan tepat dan benar sejak dini.5
Di sisi lain perlu untuk diketahui dan dipahami bahwa prolapsus alat genitalia dapat
diatasi dengan tindakan preventif, kuratif, atau rehabilitatif, dan jika memang dibutuhkan
terapi dapat dilakukan secara konservatif ataupun operatif. Oleh karena itu pengetahuan

2
tentang prolapsus genitalia ini termasuk penatalaksanaannya sangatlah penting untuk
diketahui sehingga menjadi alasan yang kuat untuk membuat laporan kasus ini.

BAB II

3
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Istri Suami
Nama Ny. M Tn. B
Umur 65 thn 70 thn
Suku / Bangsa Jawa Jawa
Agama Islam Islam
Pendidikan SD SD
Pekerjaan Tidak Bekerja Tidak Bekerja
Alamat Nabang Baru, Lampung Nabang Baru, Lampung
Timur Timur
Masuk RSUD 2 Juni 2014 -
Ahmad Yani Pukul : 13.40 WIB

B. RIWAYAT KESEHATAN
 Anamnesa : Autoanamnesis dan Alloanamnesis
 Keluhan Utama : Nyeri pinggang sejak 1 bulan SMRS
 Keluhan Tambahan :Terasa ada yang mengganjal di kemaluan
 Riwayat Perjalanan Penyakit :

Pasien wanita datang ke IGD RSAY pada pukul 13.40 WIB. Pasien
mengeluh nyeri pada pinggang sejak 1 bulan SMRS. Sejak merasa nyeri,
pasien merasa sulit berjalan dan hal ini mengganggu aktivitas pasien. Saat
batuk dan BAB pasien merasakan seperti ada yang turun pada
kemaluannya. Nyeri dirasakan berkurang bila pasien berbaring dan
bertambah berat bila berjalan. Pasien hanya minum obat-obatan warung
untuk mengurangi sakit pinggangnya, karena tidak kunjung membaik

4
akhirnya keluarga pasien membawanya ke bidan 1 hari SMRS. Bidan
menyarankan pasien berobat ke spesialis kebidanan dan kandungan. Pada
pagi SMRS pasien menjalani pemeriksaan oleh Dokter Sp.OG di klinik
swasta, pada pasien dilakukan pemasangan cincin untuk menahan
peranakan yang turun dan pasien direncanakan akan menjalani operasi
pengangkatan alat kandungannya. Pasien mengatakan tidak mengalami
gangguan buang air kecil maupun buang air besar.
 Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
R/ Operasi pada bagian perut (-)
R/ Batuk lama (-)
 Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan
yang sama.
 Riwayat sosial :
Pasien sudah lama tidak bekerja dan bersama suaminya tinggal di rumah
anak mereka, pasien merupakan seorang petani yang biasa melakukan
aktivitas berat seperti menggotong hasil panen, namun ± 5 tahun ini pasien
tidak lagi bekerja.. Pasien tidak merokok dan tidak minum alkohol
 Riwayat menstruasi :
Menstruasi pertama saat usia 14 tahun, siklus teratur tiap bulan, lama lupa,
ganti pembalut lupa, tidak nyeri. Pasien sudah menopause sejak 15 tahun
yang lalu.
 Riwayat pernikahan :
Pasien menikah 1 kali
 Riwayat kehamilan :
P7A0, semua anak pasien dilahirkan di dukun beranak dan pasien tidak
mengetahui berat lahir anak-anaknya.
 Riwayat KB :
KB (+) spiral sejak 30 tahun yang lalu

5
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 160/90 mmHg
Nadi : 104x /menit
Suhu : 36,3o C
Pernafasan : 20x/menit
Kepala : Normochepalus, konjungtiva anemis ( - )
Thoraks : Vesikuler ( + ) , Ronkhi ( - ), Wheezing ( - )
Abdomen :Status ginekologis
Genitalia : Status ginekologis
Ekstremitas : Edema ( - ), akral hangat
Status Ginekologi
Abdomen : Inspeksi : Tampak datar, simetris
Palpasi : massa (-) nyeri tekan suprapubik (+)
Perkusi :, shifting dullness (-)
Auskultasi :Bising usus (+) normal
Genitalia :
Inspeksi : tampak massa uterus menonjol dari introitus vagina,
bentuk bulat, warna merah muda, discharge (-), erosif (+)
Palpasi : teraba massa ukuran 2 cmx2cmx3cm, konsistensi kenyal,
nyeri tekan (-)
Inspekulo : tidak dilakukan
Vaginal touché : massa dapat dimasukkan, nyeri goyang (-), massa adneksa (-),
nyeri (-), terpasang ring pessarium, teraba sistokel dan rektokel

D. DIAGNOSA

6
- Prolapsus Uteri Grade III
- Sistokel
- Rektokel

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Nilai Normal Tanggal
Darah Rutin 2/6/2014 4/6/2014
Hb 12-16,5 g/dl 9,5
Ht 37-48 % 32,6
RBC 3,08-5,05 x 106 /µl 4,76
WBC 5-10 x 103/µl 10
Trombosit 150-450 x 103/µl 449
Kimia Darah
GDS 70-110 mg/dL 192
GDN 70-110 mg/dL 107
GDPP < 140 mg 206
Ureum 15-40 mg/dL 17
Creatinin 0,6-1,1 mg/dL 0,7
SGOT < 31 U/L 14
SGPT < 31 U/L 13

Radiologi
Rontgen Thorax
Kesan : pulmo dalam batas normal
kardiomegali
EKG
Sinus takikardi

7
USG ( 4 Juni 2014)
Uterus 6 x 3 x 2 cm, Cairan bebas (-), Massa (-)

F. PENATALAKSANAAN
1. Histerektomi Pervaginam + Kolporafi anterior et posterior + Perineorafi
2. Perbaikan Keadaan Umum
 Transfusi s/d Hb ≥10g/dl
 IVFD RL 500 cc gtt xx/menit
 Sohobion drip 1x1

3. Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi


4. Pemberian obat antihipertensi
Follow up
Tanggal S O A P
3/6/2014 Nyeri Ku / Kes : TTS / Prolapsus Uteri - IVFD RL 20
07.00 pinggang, nyeri CM + Sistokel + gtt/mnt
perut bawah St. Present : Rektokel - Inj Ampicillin
 T : 170 / 3x1 gr
90 mmHg - Sohobion 1x1
drip
 N : 100
- PCT 3 x 500 mg
x/mnt
- Amlodipine 1 x
 S : 37,8 °C 10 mg po
- Rencana
 P : 20
histerektomi +
x/mnt
Uff IUD
St. Ginekologis :
Abdomen datar,
lemas dan simetris
Massa (-) TCB (-)

8
NT (-)

Tanggal S O A P
4/6/2014 Nyeri Ku / kes : TSS / Prolapsus uteri - Transfusi PRC
07.00 pinggang, CM grade II + sampai Hb > 10
Nyeri perut St. Present : Sistokel + mg/dL
bagian bawah  T : 170/90 mmHg Rektokel - Lepas ring
(+) pessarium
N : 100 x/mnt
- IVFD RL 20
S : 36,7 °C
gtt/mnt
P : 20 x/mnt
- Inj Ampicillin
St. Ginekologis :
3x1 gr
Abdomen datar,
- Sohobion 1x1
lemas, dan
drip
simetris.Massa (-)
- Amlodipine 1 x
TCB (-) NT (+)
10 mg po
Terlihat serviks
- Rencana
yang menonjol di
Histerektomi
introitus vagina
pervaginam +
USG :
Kolporafi anterior
Uterus 6x3x2 cm
et posterior +
Cairan bebas (-)
Perineorafi
Massa (-)

Tanggal S O A P
5/6/2014 Nyeri Ku / kes : TSS / Prolapsus uteri - PRC 200 cc
07.00 pinggang, CM grade II + - IVFD

9
Nyeri perut St. Present : Sistokel + RL:NaCL 20
bagian bawah  T : 140/80 mmHg Rektokel gtt/mnt
(+) - Inj Cefotaxime
N : 80 x/mnt
3x1 gr
S : 36,7 °C
- Sohobion 1x1
P : 24 x/mnt
drip
St. Ginekologis :
- Amlodipine 1 x
Abdomen datar,
10 mg po
lemas, dan
simetris.Massa (-)
TCB (-) NT (+)
Terlihat serviks
yang menonjol di
introitus vagina

Tanggal S O A P
6/6/2014 Nyeri Ku / kes : TSS / Prolapsus uteri - PRC 200 cc
07.00 pinggang, CM grade III + - IVFD
Nyeri perut St. Present : Sistokel + RL:NaCL 20
bagian bawah  T : 140/80 mmHg Rektokel gtt/mnt
(+) - Inj Cefotaxime
N : 80 x/mnt
3x1 gr
S : 36,7 °C
- Sohobion 1x1
P : 24 x/mnt
drip
St. Ginekologis :
- Amlodipin 1 x
Abdomen datar,
10 mg po
lemas, dan
simetris.Massa (-)
TCB (-) NT (+)

10
Terlihat serviks
yang menonjol di
introitus vagina

LAPORAN OPERASI HISTEREKTOMI PERVAGINAM + KOLPORAFI


ANTERIOR ET POSTERIOR + VAGINOPERINEORAFI

11
Nama Pasien : Ny. Muninggar/ 65 th Operator : dr. Wahdi S., Sp. OG
Hari/Tanggal : Jumat, 6 Juni 2014 Asisten I : Agus
Alamat : Nabang Baru, Lampung Asisten II :
Timur
Med. Rec/Reg : 238928 / 5759 Anestesi : dr. Yusnita, Sp. An.
Jenis Anestesi : Spinal Anesthesia Instrumen : Bambang

Pukul 09.50 WIB Operasi Dimulai

Penderita berada dalam posisi litotomi dalam keadaan narkosis spina. Serviks yang
keluar dari introitus vagina dijepit menggunakan klem lalu dicuci menggunakan
larutan NaCl 0,9%. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada daerah vulva,
perineum dan anus. Lapangan operasi dipersempit dengan duk steril.
Dilakukan tindakan histerektomi pervaginam dengan cara :
1. Dengan menggunakan syring 5 ml diinjeksikan epineprin dalam salin 1200 pada
tiap 4 area sub mukosa disekitar serviks untuk mengontrol perdarahan. Dilakukan
insisi transversal melalui mukosa vagina anterior di bawah perlekatan dari vesika
urinaria.
2. Dinding vagina anterior dengan perlekatan vesika urinaria dipisahkan dari uterus
dengan jari yang dibungkus gause. Memotong ligamentum cardinale, ligamentum
sacro uterina dan arteri uterine kemudian dilakukan ligasi. Memotong dilanjutkan
sampai dengan ligamentum rotundum dan ligamentum ovarium propria
3. Setelah uterus diangkat, puncak vagina difiksasi pada ligamentum rotundum kanan
dan kiri, bagian atas pada ligamentum infundebulopelvikum, kemudian tindakan
operasi dilanjutkan dengan melakukan kolporafi anterior dan vaginoperineorafi.
4. Setelah diadakan sayatan pada dinding vagina depan lalu dilepaskan dari kandung
kencing dan uretra, lalu kandung kencing didorong ke atas dan fascia
puboservikalis sebelah kiri dan kanan dijahit di garis tengah. Sesudah dinding

12
vagina yang berlebihan dibuang maka dinding vagina yang terbuka ditutup
kembali.
5. Mukosa dinding belakang vagina disayat dan dibuang berbentuk segitiga dengan
dasarnya batas antara vagina dan perineum dan dengan ujungnya pada batas atas
rektokel. Fascia rektovaginalis dijahit di garis tengah dan kemudian muskulus
levator ani kiri dan kanan didekatkan di garis tengah. Luka pada dinding vagina
dijahit, demikian pula otot-otot perineum superfisialis sebelah kanan dan kiri, lalu
dihubungkan di garis tengah dan akhirnya luka pada kulit perineum dijahit.

Pukul 11.05 WIB Operasi Selesai

Diagnosis Pra Bedah : Prolapsus Uteri Grade II + Sistokel + Rektokel


Diagnosis Pasca Bedah : Prolapsus Uteri Grade III + Sistokel + Rektokel
Tindakan : Histerektomi Pervaginam + Kolporafi Anterior et
Posterior + Vaginoperineorafi

13
BAB III
ANALISA KASUS

1. Apakah diagnosis kasus ini sudah tepat?


Sebuah diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis, gejala klinis yang
dikeluhkan oleh pasien adalah nyeri pingggang dan perut bawah yang
membaik bila berbaring, pasien juga merasa seperti ada sesuatu yang
mengganjal di kemaluannnya jika berjalan.Pada pemeriksaan fisik pada pasien
ditemukan adanya serviks yang keluar dari introitus vagina, juga ditemukan
adanya bagian dari kandung kemih yang menonjol ke dinding vagina anterior
dan dinding rektum yang menonjol pada vagina posterior. Hal ini mengarah
pada diagnosis prolaps uteri dengan sistokel dan rektokel sehingga diagnosis
pada kasus ini sudah tepat.

2. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat?


Tindakan pada pasien ini adalah operatif. Dilakukan histerektomi pervaginam
yang dilanjutkan dengan kolporafi anterior et posterior dan vaginoperineorafi.
Pilihan histerektomi pervaginam sudah tepat karena prolaps uteri pada pasien
sudah tahap lanjut (grade III), pasien sudah menopause, dan dapat
menngoreksi sistokel dan rektokel.
Bukti klinis menunjukkan bahwa pasien yang menjalani histerektomi
pervaginam menunjukkan morbiditas yang rendah, rasa nyeri yang lebih
ringan, kesembuhan lebih cepat dan lebih cepat kembali ke aktivitas normal,
biaya perawatan yang relatif rendah dibandingkan histerektomi
perabdominam. Secara estetik, histerektomi pervaginam juga tidak
menimbulkan sikatrik yang tampak.

14
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI PELVIS
Pelvis dibentuk oleh 4 buah tulang, yaitu:2
Dua buah ossae coxae yang membentuk dinding anterior dan lateral.
os sacrum dan os coccygis (bagian dari columna vertebralis) membentuk
dinding dorsal pelvis.
Panggul dibagi oleh apertura pelvis superior (pintu atas panggul) yang
dibentuk oleh promontorium sacralis di sebelah dorsal, linea iliopectinea yaitu:6
linea terminalis dengan pecten ossis pubis di sebelah lateral, dan symphysis os
pubis di sebelah anterior, menjadi:
Pelvis spurium (pelvis major), yaitu bagian di atas apertura tersebut,
merupakan bagian bawah rongga abdomen
Pelvis verum (pelvis minor), yaitu rongga di bawah apertura pelvis
superior tersebut.

Pelvis spurium ( Pelvic Major )


Merupakan bagian yang terdapat di depan vertebrae lumbalis sebagai batas
dorsal; fossa iliaca dengan m. iliacus berada di sebelah lateral dan dinding
abdomen bagian bawah di sebelah ventral. Pelvis spurium ini juga merupakan
bagian rongga perut.Fungsinya menahan alat-alat rongga perut dan menahan
uterus yang berisi fetus pada wanita hamil sejak bulan ketiga.

15
Gambar 1. Anatomi Panggul

Pelvis verum (Pelvic Minor)


a) Mempunyai pintu masuk panggul; apertura pelvis superior dan pintu keluar;
apertura pelvis inferior yang berupa 2 buah segitiga yang bersekutu pada alasnya
(yakni garis yang menghubungkan kedua tuber ischiadica).
Segitiga bagian dorsal trigonum anale dibentuk oleh kedua lig.sacrotuberosa
dan puncaknya terletak pada os coccygis.
Segitiga bagian ventral trigonum urogenitale dibentuk oleh ramus inferior
ossis pubis dan ramus inferior ossis ischii sebelah kiri dan kanan, dan puncaknya
terletak pada symphysis ossium pubis (yang diperkuat oleh lig. arcuatum pubis).
b) Cavum pelvis (rongga panggul) terletak di antara pintu masuk dan pintu keluar
panggul, berupa saluran pendek yang melengkung dengan bagian cekung ke
depan.

16
Gambar 2. Pembagian Pelvic
Dasar panggul2
Karena manusia berdiri tegak lurus, maka dasar panggul perlu mempunyai
kekuatan untuk menahan semua beban yang diletakan padanya, khususnya isi rongga
perut dan tekanan intaabdominal.Beban ini ditahan oleh lapisan otot-otot dan fasia
yang apabila mengalami tekanan dan dorongan berlebihan atau terus-menerusdapat
timbul prolapsus genitalis.
Pintu bawah panggul terdiri atas diafragma pelvis, diafragma urogenital,
dan lapisan-lapisan otot yang berada diluar(penutup genitalia eksterna).
Diafragma pelvis merupakan penutup bagian bawah dari rongga perut, dan
terbentuk oleh muskulus levator ani dan muskulus koksigeus yang menyerupai sebuah
mangkok serta fasia endopelvik.
Muskulus levator ani ini terbagi menjadi iliokoksigeus, pubokoksigeus, dan
puborektalis, walaupun jauh subdivisinya disebut pubouretralis, dan pubovaginalis
dimana serabut-serabut levator ani berinsersi dalam fasia yang menutupi uretra,
Otot pubokoksigeus berjalan dari permukaan dalam tulang pubis bagian
anterior dan median membentang ke belakang menuju bagian belakang rectum,
setelah mengelilingi rectum dan vagina kembali ke tulang pubis di sisi lain.
Bagian lateral dari otot tersebut disebut iliokoksigeus yang membentang dari
spina ischiadika dan arkus tendius yang menutup otot obturatorius interna terus
kebelakang dan berinsersi di pinggir lateral tulang koksigeus dan sacrum bagian
bawah.

17
Otot levator ani kanan-kiri membentuk levator plate yang kuat sekali dan
terbentang dari titik penggabungannya di belakang hiatus levator dan terus ke
belakang dan berinsersi di tulang koksigeus, central perineal body, dan pada ligament
anokoksigeus.
Di bawah otot levator ani terdapat diafragma urogenital yang menutup hiatus
genitalis, dibentuk oleh aponeurosis muskulus transversus perinei profundus dan
muskulus transversus superfisialisberjalan antara arkus pubis kanan-kiri. Di dalam
sarung aponeurosis itu terdapat muskulus rhabdosfingter urethrae.
Lapisan paling luar (distal) dibentuk oleh muskulus bulbokavernosus yang
melingkari genital eksterna, muskulus perinei transversus superfisialis, muskulus
iskhiokavernosus dan muskulus sfingter ani eksternus.

Gambar 3. Pelvic floor


Semua otot dibawah pengaruh saraf motorik dan dapat dikejangkan aktif.
Fungsi otot-otot tersebut diatas adalah sebagai berikut:
Muskulus levator ani berfungsi mengerutkan lumen rectum, vagina, uretra
dengan cara menariknya ke arah dinding tulang pubis, sehingga organ-organ
pelvis di atasnya tidak dapat turun (prolaps), mengimbagkan tekanan
intraabdominal dan tekanan atmosfer, sehingga ligament-ligamen tidah perlu
bekerja mempertahankan letak organ-organ pelvic di atasnya, sebagai

18
sandaran uterus, vagina bagian atas, rectum dan kantung kemih. Bila otot
levator rusak atau mengalami defek maka ligament seperti ligament kardinale,
sakro uterine mempunyai kerja yang berat.
Diafragma urgenital berfungsi memberi bantuan pada otot levator ani
menahan organ-organ pelvis
Muskulus sfingter ani eksternus diperkuat oleh muskulus levator ani menutup
anus,
Muskulus bulbokavernosus mengecilkan introitus vagina di samping
meperkuat fungsi muskulus sfingter veisae internus yang terdiri atas otot
polos.

Gambar 4. Otot dan Ligament Pelvic

19
Pada introitus vaginae ditemukan juga bulbus vestibuli yang terdiri atas
jaringan yang mengandung banyak pembuluh darah sehingga dapat membesar jika
pembuluh darah terisi.

II. JARINGAN PENUNJANG DASAR PANGGUL

Uterus berada di rongga panggul dalam ateversiofleksio sedemikian rupa


sehingga bagian depannya setinggi simfisis pubis dan bagian belakang setinggi
artikulasio sakrokoksigea.
Jaringan ikat di parametrium, dan ligamentum-ligamentum membentuk suatu
sistem penunjang uterus, sehingga uterus terfiksasi relatif cukup baik.
Jaringan-jaringan itu ialah:
1. Ligamentum kardinale sinistrum dan dekstrum (Mackenrodt) merupakan
ligamentum yang terpenting untuk mencegah agar uterus tidak turun.
Ligamentum ini terdiri atas jaringan ikat tebal, dan berjalan dari serviks dan
puncak vagina ke arah lateral ke dinding pelvis. Didalamnya ditemukan banyak
pembuluh darah, antara lain vena dan arteri uterina.
2. Ligamentum sakrouterinum sinistrum dan dekstrum, yakni ligamentum yang juga
menahan uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan, melengkung dari bagian
belakang serviks kiri dan kanan melalui dinding rektum ke arah os sakrum kiri
dan kanan.
3. Ligamentum rotundum sinistrum dan dekstrum, yakni ligamentum yang menahan
uterus dalam antefleksi, dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan ke
daerah inguinal kiri dan kanan.
4. Ligamentum puboservikale sinistrum dan dekstrum, berjalan dari os pubis
melalui kandung kencing, dan seterusnya sebagai ligamentum vesikouterinum
sinistrum dan dekstrum ke serviks.
5. Ligamentum latum sinistrum dan dekstrum, yakni ligamentum yang berjalan dari
uterus ke arah lateral, dan tidak banyak mengandung jaringan ikat. Sebetulnya
ligamentum ini adalah bagian peritoneum viserale yang meliputi uterus dan

20
kedua tuba, dan berbentuk lipatan. Di bagian lateral dan belakang ligamentum ini
ditemukan indung telur (ovarium sinistrum dan dekstrum). Untuk memfiksasi
uterus ligamentum ini tidak banyak artinya.
6. Ligamentum infundibulopelvikum, yakni ligamentum yang menahan tuba
Falopii, berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya
ditemukan urat saraf, saluran-saluran limfe, arteria dan vena ovarika. Sebagai alat
penunjang ligamentum ini tidak banyak artinya.
7. Ligamentum ovarii propium sinistrum dan dektrum, yakni ligamentum yang
menahan tuba Falopii, berjalan dari sudut kiri dan kanan belakang fundus uteri ke
ovarium.

Ligamentum-ligamentum dan jaringan-jaringan di parametrium tidak


semuanya berfungsi sebagai penunjang uterus. Terdapat ligamentum-ligamentum
yang mudah sekali dikendorkan, sehingga alat-alat genital mudah berganti posisi.
Ligamentum latum sebenarnya hanya satu lipatam peritoneum yang menutupi uterus
dan kedua tuba, dan terdiri atas mesosalpink, mesovariun, dan mesometrium. Di
lipatam tersebut ditemukan jaringan ikat yang letaknya disebut intraligamenter (di
dalam ruangan ligamentum latum). Ruangan tersebut berhubungan pula dengan
ruangan retroperitoneal yang terdapat di atas otot-otot dasar panggul dan di daerah
ginjal.

Gambar 5. Organ-Organ dalam panggul

21
Sistem uropoetik di rongga panggul2
Ureter yang di abdomen letaknya retroperitoneal masuk ke pelvis minor
melewati arteria iliaka interna dan melintasi arteri uterina dekat pada serviks hampir
tegak lurus, dan akhirnya bermuara di kandung kencing sisi belakang di trigonum
Lieutaudi.
Vesika urinaria (kandung kencing) umumnya mudah menampung 350 ml,
akan tetapi dapat pula terisi cairan 600 ml atau lebih. Bagian kandung kencing yang
mudah berkembang adalah bagian yang diliputi oleh peritoneum viserale. Pada dasar
kandung kencing terdapat trigonum Lieutaudi, yang bersamaan dengan uretra,
dihubungkan oleh septum vesiko-uretro-veginale dengan dinding depan vagina. Di
trigonum Lieutaudi bermuara kedua (atau lebih) ureter. Dasar kandung kencing ini
terfiksasi, tidak bergerak atau tidak mengembang seperti bagian atas yang diliputi
oleh serosa. Di septum septum vesiko-uretro-vaginale terdapat fasia yang dikenal
sebagian fasia Halban,
Dinding kandung kencing mempunyai lapisan otot polos yang kuat,
beranyaman seperti anyaman tikar. Selaput kandung kencing di daerah kandung
kencing di daerah trigonum Lieutaudi licin dan melekat pada dasarnya. Pada daerah
kandung kencing dan bagian atas uretra terdapat muskulus lissosfingter, terdiri atas
otot polos, dan berfungsi menutup jalan urine setempat.
Uretra panjangnya 3,5-5 cm berjalan dari kandung kencing kedepan di bawah
dan belakang simfisis, dan bermuara di vulva. Pada wanita yang berbaring arahnya
kurang lebih horisontal. Di sepanjang uretra terdapat muskulus sfingter. Yang terkuat
adalah muskulus lissosfingter dan muskulus rhabdosfingter. Yang terakhir ini adalah
bagian dari diafragma urogenitale.
Rektum
Rektum berjalan melengkung sesuai dengan lengkungan os sakrum, dari atas
ke anus. Antara rektum dan uterus terbentuk ekskavasio rektouterina, terkenal sebagai
kavum Douglasi, yang diliputi oleh peritoneum viserale. Dalam klinik rongga ini
mempunyai arti penting: rongga ini menonjol jika ada cairan (darah atau asites) atau
ada tumor di daerah tersebut. Dasar rongga tersebut terletak 5-6 cm di atas anus.

22
Anus ditutup oleh muskulus sfingter ani eksternus, diperkuat oleh muskulus
bulbokavernosus, muskulus levator ani, dan jaringan ikat perineum.

Gambar 6. Jaringan dan Dinding Penyokong Organ Pelvic

23
III. PROLAPSUS UTERI

A. DEFINISI
Prolapsus uteri adalah suatu keadaan pergeseran letak uterus ke bawah
sehingga serviks atau seluruh uterus berada di dalam orificium vagina, atau keluar
hingga melewati vagina.1 Turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus
genitalis disebabkan karena kelemahan otot-otot, fascia, ligamentum-ligamentum
yang menyokongnya.2

B. ANGKA KEJADIAN
Frekuensi prolapsus genitalia di beberapa negara berbeda, seperti dilaporkan
di klinik d`Gynocologie et Obstetrique Geneva insidensnya 5,7% dan pada periode
yang sama di Hamburg 5,4%, Roma 6,4%. Dilaporkan di Mesir, India, dan Jepang
kejadiannya lebih tinggi, sedangkan pada orang Negro Amerika, Indonesia lebih
kecil angka kejadian pada kasus ini. Pada suku Bantu di Afrika Selatan jarang
sekali terjadi.5
Telah banyak diketahui bahwa faktor predisposisi untuk terjadinya prolapsus
genitalia terutama adalah persalinan pervaginam lebih dari satu kali dan pekerjaan
yang menyebabkan tekanan intra abdominal meningkat serta kelemahan dari
ligamentum-ligamentum karena hormonal pada usia lanjut. Trauma persalinan,
beratnya uterus pada trauma persalinan, beratnya uterus pada masa involusi uterus,
mungkin juga sebagai penyebab.Pada suku Bantu involusi uterus lebih cepat
terjadi dari pada orang kulit putih dan juga pulihnya otot-otot dasar
panggulnya.Hampir tak pernah ditemukan subinvolusi uteri pada suku Bantu
tersebut.2,3,5
Di Indonesia prolapsus genitalis lebih sering dijumpai pada wanita yang
telah melahirkan, wanita tua yang menopause dan wanita dengan pekerjaan yang
cukup berat. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta dari tahun 1995-
2000 telah dirawat 240 kasus prolapsus genitalia yang mempunyai keluhan dan

24
memerlukan penanganan terbanyak dari penderita pada usia 60-70 tahun dengan
paritas lebih dari tiga.1

C. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI


Penyebab prolapsus alat genitalia adalah multifaktorial dan semakin
berkembang dari tahun ke tahun. Namun pada dasarnya disebabkan oleh
kelemahan “pelvic floor” yang terdiri dari otot-otot, fascia endopelvik, dan
ligamentum-ligamentum yang menyokong organ-organ genitalia tersebut. 1,2

Gambar 7. Pelvic Organ Prolapse

Faktor resikonya :

Multiparitas
Persalinan yang sering merupakan faktor resiko terbanyak. Sampai saat ini
belum ada penjelasan mengenai apakah karena kehamilan atau nifas itu sendiri
yang menjadi faktor resiko dari prolapsus uteri. Persalinan pervaginam merupakan
faktor risiko yang paling sering dikutip. Tidak ada kesepakatan apakah kehamilan
atau nifas itu sendiri yang merupakan predisposisi untuk disfungsi dasar panggul.
Namun banyak penelitian statistik jelas menunjukkan bahwa persalinan
pervaginam ini meningkatkan kecenderungan seorang wanita untuk mengalami

25
Pelvic Organ Prolapse (POP). Sebagai contoh, dalam Dukungan Pelvic Organ
Study (POSST), peningkatan paritas dikaitkan dengan peningkatan resiko
prolapsus. Selain itu, risiko POP meningkat 1,2 kali dengan setiap pengiriman
vagina. Studi Kohort Keluarga Berencana Oxford dari 17.000 wanita,
menunjukkan bahwa dibandingkan dengan wanita nullipara, mereka dengan dua
kali persalinan mengalami peningkatan resiko delapan kali lipat di rumah sakit
untuk POP. 3,4

Faktor penyebab lainnya :


Makrosomia, kala dua memanjang akibat peregangan otot-otot jalan lahir
yang terlalu lama bisa menjadi factor resiko yang dapat menyebabkan POP.
Selain itu beberapa ahli ginekologi menganggap trauma jalan lahir akibat
episiotomi, laserasi sfingter anal, penggunaan forceps, stimulasi oksitosin
berulang, riwayat operasi pelvis terutama histerektomi juga dapat meningkatkan
resiko terjadinya POP dikemudian hari walaupun hal ini masih menjadi
pertimbangan. Asites dan tumor-tumor di daerah pelvis akan mempermudah
terjadinya prolapsus genitalia. Bila prolapsus uteri dijumpai pada nullipara, faktor
penyebab biasanya disebabkan oleh adanya kelainan bawaan berupa kelemahan
jaringan penunjang uterus.1-4
Faktor resiko yang disebutkan di atas tidak secara pasti dapat dibuktikan.
Hal yang masih menjadi kontroversial adalah penanganan kelahiran menggunakan
forceps ntuk mempersingkat kala kedua dan episiotomy. Beberapa ahli
menyatakan penggunaan forceps dan episiotomy tidak dianjurkan karena terbukti
kurang bermanfaat dan berpotensi untuk membahayakan ibu dan janin. Pertama,
penggunaan forceps dapat menyebabkan cedera panggul dengan laserasi sfingter
anal.Kedua, Forcep tidak terbukti dalam memperpendek kala dua. Karena alasan
inilah, pengguanaan forceps tidak dianjurkan. Demikian juga, episiotomi tidak
terbukti bermanfaat tetapi dapat menyebabkan laserasi sfingter anal, inkontinensia
urin dan alvi,konstipasi postpartum,dan nyeri postpartum.4.5.6 Namun hal ini masih

26
mejadi hal yang dipertanyakan karena belum ada panjelasan jelas mengenai hal
tersebut.

Umur
Usia lanjut juga juga merupakan faktor resiko prolapsus uteri. Pada wanita
yang telah menopause, di samping akibat kurangnya hormon estrogen
(hipoestrogenism) yang dihasilkan oleh ovarium serta karena faktor umur
menyebabkan otot-otot dasar panggul seperti diafragma pelvis, diafragma
urogenital dan ligamentum serta fasia akan mengalami atrofi dan melemah, serta
terjadi atrofi vagina. Keadaan ini akan menyebabkan otot-otot dan fascia tidak
dapat melaksanakan fungsinya dengan baik sebagai alat penyokong organ
sehingga menyebabkan terjadinya prolapsus genitalia.2,4

Penyakit atau kelainan pada jaringan ikat.


Wanita dengan gangguan jaringan ikat mungkin akan lebih beresiko untuk
terjadinya prolapsus uteri.

Ras
Telah dibuktikan dalam beberapa penelitian bahwa wanita berkulit hitam,
dan wanita Asia menunjukkan risiko terendah, sedangkan wanita Hispanik
tampaknya memiliki risiko tertinggi. Meskipun perbedaan dalam komponen
kolagen telah dibuktikan antara ras, namun perbedaan tulang panggul dalam
settiap ras mungkin juga berperan.Misalnya, perempuan kulit hitam, umumnya
arcus pubis < 90 derajat dan umumnya Bentuk panggulnya adalah android atau
antropoid.Bentuk panggul ini mengurangi resiko untuk terjadinya prolapsus uteri
dibandingkan dengan ras Barat dimana rata-rata bentuk panggulnya ginekoid.

Peningkatan Tekanan Intraabdominal


Peningkatan tekanan intra-abdominal yang berlangssung lama diyakini
mempunyai peranan dalam patogenesis Prolapsus uteri.Contohnya dalam kasus ini

27
adalah pasien yang obesitas, konstipasi yang lama, sering mengangkat berat, batuk
kronis, dan berulang.Selain itu, merokok dan penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK) juga telah terlibat dalam pengembangan PP, meskipun sedikit data
mendukung hal tersebut. Demikian pula, meskipun hasil batuk kronis berulang
dalam peningkatan tekanan intra-abdomen, ada mekanisme yang jelas telah
ditunjukkan.

Gambar 8. Peningkatan Tekanan Intrabdominal Sebagai Faktor Resiko POP

28
Faktor resiko terjadinya prolapsus genitalia antara lain:4

Tabel 1. Faktor-faktor Resiko Prolapsus Genitalia

D. KLASIFIKASI PROLAPSUS UTERI


Mengenai istilah dan klasifikasi prolapsus uteri terdapat perbedaan pendapat
antara para ahli ginekologi. Friedman dan Little (1961) mengemukakan beberapa
macam klasifikasi yang dikenal yaitu:1
1. Prolapsus uteri tingkat I, di mana serviks uteri turun sampai introitus vagina;
2. Prolapsus uteri tingkat II, di mana serviks menonjol ke luar dari introitus
vagina;
3. Prolapsus uteri tingkat III, seluruh uterus ke luar dari vagina, prolapsus ini
sering juga dinamakan prosidensia uteri.

29
Gambar 9. Derajat Prolapsus Uteri

Selain itu dikenal juga pembagian prolapsus uteri menurut Baden-Walker,


metode pemeriksaannya menggunakan pemeriksaan Baden-Walker.
Pembagiannya adalah :
1. Stage 0 = Tidak ada prolaps
2. Stage I = Ujung prolaps turun sampai setengah dari introitus
3. Stage II = Ujung prolaps turun sampai introitus
4. Stage III = Ujung prolaps sampai setengahnya diluar vagina
5. Stage IV = Ujung prolaps sampai lebih dari setengahnya ada di luar vagina.

Gambar 10. Derajat Prolapsus Uteri Baden-Walker


Pemeriksaan Prolapsus Uterus juga mengenal pembagian berdasarkan system
POPQ ( Pelvic Organ Prolapse Quantification) yang dicetuskan oleh Baden-
Walker.

30
Gambar 11. Pembagian Klasifikasi Prolapsus Uteri Menurut Sistem POPQ

Tabel 2. Deskripsi dan stadium Prolapsus dengan system POPQ

31
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo/FK UI pembagian prolapsus uteri
sebagai berikut:2
1. Prolapsus derajat I, bila serviks uteri belum melewati introitus vagina tetapi
uterus terletak di bawah kedudukan normal,
2. Prolapsus uteri derajat II, bila serviks sudah melewati introitus vagina,
3. Prolapsus uteri derajat III, bila seluruh uterus sudah melewati introitus vagina

E. PATOFISIOLOGI
Prolapsus uteri terdapat dalam berbagai tingkatan, dari yang paling ringan
sampai prolapsus uteri totalis. Terutama akibat persalinan, khususnya persalinan
pervaginam yang susah dan terdapatnya kelemahan-kelemahan ligamentum-
ligamentum yang tergolong dalam fascia endopelvis dan otot-otot serta fascia-
fascia dasar panggul. Juga dalam keadaan tekanan intraabdominal yang meningkat
dan kronis akan memudahkan terjadinya penurunan uterus, terutama apabila tonus
otot-otot mengurang seperti pada penderita dalam menopause.2,3
Serviks uteri terletak di luar vagina, akan tergeser oleh pakaian wanita
tersebut dan lambat laun akan menimbulkan ulkus yang disebut dengan ulkus
dekubitus. Jika fascia di bagian depan dinding vagina kendor biasanya akibat
trauma obstetrik maka akan terdorong oleh kandungan kencing sehingga
menyebabkan penonjolan dinding depan vagina ke belakang yang di namakan
sistokel. Sistokel yang pada mulanya hanya ringan saja, dapat menjadi besar
karena persalinan berikutnya yang kurang lancar sehingga akan menyebabkan
terjadinya uretrokel. Uretrokel harus dibedakan dari divertikulum uretra.Pada
divertikulum keadaan uretra dan kandung kencing normal, hanya di belakang
uretra ada lubang yang membuat kantong antara uretra dan vagina. 6,7
Kekendoran fascia di bagian belakang dinding vagina oleh trauma obstetrik
atau sebab-sebab lain dapat menyebabkan turunnya rectum ke depan dan
menyebabkan dinding belakang vagina menonjol ke lumen vagina yang
dinamakan rektokel. Enterokel adalah hernia dari kavum Douglasi. Dinding vagina

32
atas bagian belakang turun dan menonjol ke depan. Kantong hernia ini dapat berisi
usus dan omentum.4
PATHOPHYSIOLOGY PRECIPITATING
PREDISPOSING
FACTORS FACTORS
Pelvic Organ Prolapse 
 Sex: female pregnancy
 Age: y/o PELVIC ORGAN PROLAPSE  multiparous women
 Elderly/  hypoestrogenism
postmenopausal Increased in intra-abdominal pressure  obesity, chronic
women pulmonary disease,
smoking, constipation
stretching and tearing of the endopelvic fascia  pelvic tumors, sacral
and the levator muscles and perineal body nerve disorders, and
diabetic neuropathy.

decreased perineal muscle tone


stretching

further sagging and stretching of


perineum

vaginal or uterine descent at or through


the introitus

sensation of vaginal fullness ulceration of the protruding cervix


or pressure or vagina

coital difficulty vaginal spotting

displacement of pelvic organs

displacement of the
sacral back pain with lower abdominal rectal pressure
bladder
standing discomfort

33
voiding difficulties
(incontinence,
defecatory difficulties
frequency, and
(Constipation,
urgency)
uncontrollable gas, and
fecal incontinence)

Gambar 12. Skema Patofisiologi Pelvic Organ Prolapse

F. GEJALA KLINIS
Gejala-gejala prolapsus genitalia sangat berbeda dan bersifat individual.
Kadangkala penderita yang satu berbeda dengan yang lainnya dan prolapsus
genitalia yang cukup berat dapat tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya
penderita lain dengan prolapsus yang ringan saja telah mempunyai banyak
keluhan. Keluhan-keluhan yang hampir selalu dijumpai:1,2
1. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genitalia
eksterna.
2. Rasa sakit di panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika penderita
berbaring, keluhan menghilang atau menjadi kurang.
3. Sistokel yang dapat menyebabkan gejala-gejala:
a. Miksi yang lebih sering dan sedikit-sedikit mula-mula pada siang hari,
kemudian bila lebih berat juga pada malam hari.
b. Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat di kosongkan seluruhnya.
c. Stress inkontinensia, yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk,
mengejan. Kadang-kadang dapat terjadi retensio urin pada sistokel yang
besar sekali.
4. Rektokel dapat menjadi gangguan pada defekasi:
a. Obstipasi karena feses berkumpul dalam rongga rektokel.
b. Baru dapat defekasi, setelah diadakan tekanan pada rektokel dari vagina.
5. Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:
a. Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu berjalan
dan bekerja. Gesekan porsio uteri oleh celana akan menimbulkan lecet
sampai luka dan ulkus dekubitus pada porsio uteri.

34
b. Leukorea karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan karena
infeksi serta luka pada porsio uteri.
6. Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasa
penuh di vagina.

G. DIAGNOSIS
Berdasarkan keluhan-keluhan pada penderita dan pemeriksaan ginekologik
umumnya dengan mudah dapat menegakkan diagnosis prolapsus genitalia.
Dari anamnesis ditanyakan mengenai adanya benda asing yang keluar dai
kemaluan, apakah terasa mengganjal di sekitar kemaluanya, apakah seperti ada
suatu ruangan antara anus dan vagina, apakah menggunakan laxatives secara rutin,
apakah ada low back pain, adakah dispareunia, ataupun inkontenensia dan
konstipasi.
Friedman dan Little (1991) menganjurkan cara pemeriksaan sebagai berikut:
Penderita dalam posisi jongkok lalu disuruh mengejan dan ditentukan dengan
pemeriksaan dengan jari, apakah porsio uteri pada posisi normal atau porsio
sampai pada introitus vagina atau apakah serviks uteri sudah keluar dari vagina.
Selanjutnya dengan penderita berbaring dalam posisi litotomi lalu ditentukan pula
panjangnya serviks uteri. Serviks uteri yang lebih panjang dari biasanya
dinamakan elongasio kolli.2
Pada sistokel dijumpai pada dinding vagina depan berupa benjolan kistik,
lembek dan tidak nyeri tekan. Benjolan ini bertambah besar jika penderita di suruh
mengejan.Jika dimasukkan ke dalam kandung kencing kateter logam, lalu kateter
itu diarahkan ke dalam sistokel dapat diraba kateter tersebut dekat sekali pada
dinding vagina. Uretrokel letaknya lebih ke bawah dari sistokel, yaitu dekat pada
orifisium uretra eksternum.2,3
Menegakkan diagnosis retrokel sangatlah mudah yaitu ditandainya dengan
menonjolnya rektum ke lumen vagina sepertiga bagian bawah. Penonjolan ini
berbentuk lonjong, memanjang dari proksimal ke distal, kistik dan tidak
nyeri.Untuk memastikan diagnosis jari dimasukkan ke dalam rektum dan

35
selanjutnya dapat diraba dinding rektokel yang menonjol ke lumen
vagina.Enterokel menonjol ke lumen vagina lebih atas dari rektokel. Pada
pemeriksaan rektal dinding rektum lurus dan terdapat benjolan ke arah vagina di
atas rektum.2,4

Gambar 13. Cara pemeriksaan Pelvic Organ Prolapse

a. Anamnesis
Gejala diperberat saat berdiri atau berjalan dalam waktu lama dan pulih saat
berbaring. Pasien merasa lebih nyaman saat pagi hari, dan gejala memberat saat
siang hari. Gejala-gejala tersebut antara lain:1,5,6
- Pelvis terasa berat dan nyeri pelvis
- Protrusi atau penonjolan jaringan
- Disfungsi seksual seperti dispareunia, penurunan libido, dan kesulitan
orgasme
- Nyeri punggung bawah
- Konstipasi
- Kesulitan berjalan
- Kesulitan berkemih
- Peningkatan frekuensi, urgensi, dan inkontinensia dalam berkemih

36
- Nausea
- Discharge purulen
- Perdarahan
- Ulserasi

b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan pelvis lengkap, termasuk pemeriksaan
rektovaginal untuk menilai tonus sfingter. Alat yang digunakan adalah
spekulum Sims atau spekulum standar tanpa bilah anterior. Penemuan fisik
dapat lebih diperjelas dengan meminta pasien meneran atau berdiri dan berjalan
sebelum pemeriksaan. Hasil pemeriksaan fisik pada posisi pasien berdiri dan
kandung kemih kosong dibandingkan dengan posisi supinasi dan kandung
kemih penuh dapat berbeda 1-2 derajat prolaps. Prolaps uteri ringan dapat
dideteksi hanya jika pasien meneran pada pemeriksaan bimanual. Evaluasi
status estrogen semua pasien. Tanda-tanda menurunnya estrogen:
o Berkurangnya rugae mukosa vagina
o Sekresi berkurang
o Kulit perineum tipis
o Perineum mudah robek
Pemeriksaan fisik juga harus dapat menyingkirkan adanya kondisi serius yang
mungkin berhubungan dengan prolaps uteri, seperti infeksi, strangulasi dengan
iskemia uteri, obstruksi saluran kemih dengan gagal ginjal, dan perdarahan. Jika
terdapat obstruksi saluran kemih, terdapat nyeri suprapubik atau kandung kemih
timpani. Jika terdapat infeksi, dapat ditemukan discharge serviks purulen.1,5,6

c. Laboratorium
Pemeriksaan ditujukan untuk mengidentifikasi komplikasi yang serius (infeksi,
obstruksi saluran kemih, perdarahan, strangulasi), dan tidak diperlukan untuk
kasus tanpa komplikasi. Urinalisis dapat dilakukan untuk mengetahui infeksi
saluran kemih. Kultur getah serviks diindikasikan untuk kasus yang disertai

37
ulserasi atau discharge purulen. Pap smear atau biopsi mungkin diperlukan bila
diduga terdapat keganasan. Jika terdapat gejala atau tanda obstruksi saluran
kemih, pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin serum dilakukan untuk menilai
fungsi ginjal.6

d. Radiologi
USG pelvis dapat berguna untuk memastikan prolaps ketika anamnesis dan
pemeriksaan fisik meragukan. USG juga dapat mengeksklusi hidronefrosis.
MRI dapat digunakan untuk menentukan derajat prolaps namun tidak rutin
dilakukan.6

H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat menyertai prolapsus genitalia adalah:
1. Keratinisasi mukosa vagina dan porsio uteri. Prosidensia uteri disertai dengan
keluarnya dinding vagina (inversio), karena itu mukosa vagina dan serviks
uteri menjadi tebal serta berkerut dan berwarna keputih-putihan.
2. Dekubitus. Jika serviks uteri terus ke luar dari vagina maka ujungnya bergeser
dengan paha pada pakaian dalam, sehingga hal ini dapat menyebabkan luka
dan radang yang lambat laun dapat menjadi ulkus yang disebut ulkus
dekubitus. Dalam keadaan demikian perlu dipikirkan kemungkinan suatu
keganasan, lebih-lebih pada penderita yang berusia lanjut. Pemeriksaan
sitologi biopsi perlu dilakuakan untuk mendapatkan kepastian akan adanya
proses keganasan tersebut.
3. Hipertrofi serviks uteri dan elongasio kolli. Jika serviks uteri turun ke dalam
vagina sedangkan jaringan penahan dan penyokong uterus masih kuat maka
akibat tarikan ke bawah di bagian uterus yang turun serta karena
pembendungan pembuluh darah, maka serviks uteri mengalami hipertrofi dan
menjadi panjang pula. Hal yang terakhir ini dinamakan elongasio kolli.
Hipertrofi ditentukan dengan pemeriksaan pandang dan perabaan. Pada
elongasio kolli serviks uteri pada perabaan lebih panjang dari biasanya.

38
4. Gangguan miksi dan stress inkontinensia. Pada sistokel berat, miksi kadang-
kadang terhalang sehingga kandung kencing tidak dapat dikosongkan
sepenuhnya. Turunnya uterus bisa juga menyempitkan ureter sehingga bisa
menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis. Adanya sistokel dapat pula
mengubah bentuk sudut antara kandung kencing dan uretra sehingga dapat
menyebabkan stress inkontinensia.
5. Infeksi saluran kencing. Adanya retensi air kencing akan mudah menimbulkan
infeksi. Sistitis yang terjadi dapat meluas ke atas dan dapat menyebabkan
pielitis dan pielonefritis yang akhirnya keadaan tersebut dapat menyebabkan
gagal ginjal.
6. Kemandulan, karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vagina
atau sama sekali ke luar dari vagina sehingga tidak akan mudah terjadi
kehamilan.
7. Kesulitan pada waktu persalinan. Jika wanita dengan prolapsus uteri hamil
maka pada waktu persalinan dapat menimbulkan kesulitan dikala pembukaaan
sehingga kemajuan persalinan jadi terhalang.
8. Hemoroid. Varises yang terkumpul dalam rektokel akan memudahkan
terjadinya obstipasi sehingga lambat laun akan menimbulkan hemoroid.
9. Inkarserasi usus halus. Usus halus yang masuk ke dalam enterokel dapat
terjepit sehingga kemungkinan tidak dapat direposisi lagi. Dalam hal ini perlu
dilakukan laparotomi untuk membebaskan usus yang terjepit tersebut.

I. PENCEGAHAN
Pemendekan waktu persalinan terutama pada saat kala dua dengan
memperbaiki power yaitu memimpin persalinan dengan baik agar penderita
dihindari untuk mengejan sebelum pembukaan lengkap adalah tindakan yang
benar, episiotomy yang benar dipertimbangkan, memperbaiki dan mereparasi luka
atau kerusakan jalan lahir dengan baik, , menghindari paksaan dalam pengeluaran
plasenta (perasat Crede), mengawasi involusi uterus paska persalinan yang tetap
baik dan cepat, serta mencegah atau mengobati hal-hal yang dapat meningkatkan

39
tekanan intraabdominal seperti batuk-batuk yang kronis. Menghindari mengangkat
benda-benda yang berat dan menganjurkan para wanita jangan terlalu banyak
punya anak atau terlalu sering melahirkan.2,4

J. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanan pada prolapsus genitalia bersifat individual, terutama pada
mereka yang telah memiliki keluhan dan komplikasi, namun secara umum
penatalaksanan dengan kasus ini terdiri dari dua cara yakni konservatif dan
operatif.2,4,
1. Pengobatan Konservatif
Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan tetapi cukup membantu para
penderita dengan prolapsus uteri. Cara ini biasanya diberikan pada penderita
prolapsus ringan tanpa keluhan atau pada penderita yang masih ingin mendapatkan
anak lagi atau penderita yang menolak untuk melakukan tindakan operasi atau
pada kondisi yang tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan operasi.

Tindakan yang dapat diberikan pada penderita antara lain:4,5


a. Latihan-latihan otot dasar panggul. Latihan ini sangat berguna pada
penderita prolapsus uteri ringan terutama yang terjadi pada penderita pasca
persalinan yang belum lewat enam bulan. Tujuannya untuk menguatkan
otot-otot dasar panggul dan otot-otot yang mempengaruhi miksi. Latihan ini
dilakukan selama beberapa bulan. Caranya adalah di mana penderita disuruh
menguncupkan anus dan jaringan dasar panggul seperti biasanya setelah
buang air besar atau penderita disuruh membayangkan seolah-olah sedang
mengeluarkan air kencing dan tiba-tiba menghentikannya. Latihan ini bisa
menjadi lebih efektif dengan menggunakan perineometer menurut Kegel.
Alat ini terdiri atas obturator yang dimasukkan ke dalam vagina dan dengan
suatu pipa dihubungkan dengan suatu manometer. Dengan demikian
kontraksi otot-otot dasar panggul dapat diukur kekuatannya.

40
b. Stimulasi otot-otot dengan alat listrik. Kontraksi otot-otot dasar panggul
dapat pula ditimbulkan dengan alat listrik, elektrodenya dapat dipasang di
dalam pessarium yang dimasukkan ke dalam liang vagina.
c. Pengobatan dengan pessarium. Pengobatan dengan pessarium sebetulnya
hanya bersifat paliatif saja, yakni menahan uterus ditempatnya selama alat
tersebut digunakan. Oleh karena itu jika pessarium diangkat maka timbul
prolapsus kembali. Prinsip pemakaian pessarium ialah bahwa alat tersebut
mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian atas sehingga bagian dari
vagina tersebut beserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian
bawah. Jika pessarium terlalu kecil atau dasar panggulnya terlalu lemah
maka pessarium akan jatuh dan prolapsus uteri akan timbul kembali.
Pessarium yang paling baik untuk prolapsus genitalia ialah pessarium cicic
yang terbuat dari plastik. Jika dasar panggul terlalu lemah dapat digunakan
pessarium Napier. Pessarium ini terdiri atas suatu gagang (stem) dengan
dengan ujung atas suatu mangkok (cup) dengan beberapa lobang dan diujung
bawah terdapat 4 tali. Mangkok ditempatkan di bawah serviks dan tali-tali
dihubungkan dengan sabuk pinggang untuk memberikan sokongan pada
pessarium. Sebagai pedoman untuk mencari ukuran yang cocok maka diukur
dengan jari berupa jarak antara fornik vagina dengan pinggir atas introitus
vagina, kemudian ukuran tersebut dikurangi dengan 1 cm untuk
mendapatkan diameter dari pessarium yang akan digunakan. Pessarium
diberi zat pelicin dan dimasukkan miring sedikit ke dalam vagina. Setelah
bagian atas masuk ke dalam vagina maka bagian tersebut ditempatkan ke
forniks vagina posterior. Kadang-kadang pemasangan pessarium dari plastik
mengalami kesukaran, akan tetapi kesukaran ini biasanya dapat diatasi oleh
penderita. Apabila pessarium tidak dapat dimasukkan sebaiknya digunakan
pessarium dari karet dengan per di dalammnya. Pessarium ini dapat
dikecilkan dengan menjepit pinggir kanan dan kiri antara 2 jari dan dengan
demikian lebih mudah dimasukkan ke dalam vagina. Untuk mengetahui
setelah dipasang apakah ukurannya cocok maka penderita disuruh batuk atau

41
mengejan. Jika pessarium tidak keluar lalu penderita disuruh berjalan-jalan
dan apabila ia tidak merasa nyeri maka pessarium dapat digunakan terus.
Pessarium dapat dipakai selama beberapa tahun, asalkan penderita diawasi
dan diperiksa secara teratur.Pemeriksaan ulang sebaiknya dilakukan 2-3
bulan sekali.Vagina diperiksa secara inspekulo untuk menentukan ada
tidaknya perlukaan, pessarium lalu dibersihkan dan disterilkan lalu
kemudian dipasang kembali.Pada kehamilan, reposisi prolapsus uteri dengan
memasang pessarium berbentuk cincin dan kalau perlu ditambah tampon
kassa serta penderita disuruh tidur mungkin sudah dapat membantu
penderita.Apabila pessarium dibiarkan di dalam vagina tanpa pengawasan
yang teratur, maka dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi seperti
ulserasi, terpendamnya sebagian dari pessarium ke dalam dinding vagina,
bahkan dapat terjadi fistula vesikovaginalis atau fistula
rektovaginalis.Kontraindikasi terhadap pemakaian pesarium ialah adanya
radang pelvis akut atau subakut serta adanya keganasan. Sedangkan indikasi
penggunaan pessarium antara lain kehamilan, hingga penderita belum siap
untuk dilakukan tindakan operasi, sebagai terapi tes untuk menyatakan
bahwa operasi harus dilakukan, penderita yang menolak untuk dilakukan
tindakan operasi dan lebih suka memilih terapi konservatif serta untuk
menghilangkan keluhan yang ada sambil menunggu suatu operasi dapat
dilakukan.

42
Gambar 14. Jenis-jenis Pessarium

2. Pengobatan Operatif
Prolapsus uteri biasanya disertai dengan adanya prolapsus vagina, sehingga
jika dilakukan pembedahan untuk prolapsus uteri maka prolapsus vagina perlu
ditangani pula secara bersamaan.Ada kemungkinan terdapat prolapsus vagina yang
membutuhkan pembedahan, padahal tidak ada prolapsus uteri atau prolapsus uteri
yang ada belum perlu dilakukan tindakan operasi. Indikasi untuk melakukan
operasi pada prolapsus vagina ialah jika didapatkan adanya keluhan pada
penderita.2,7
Di bawah ini akan dibicarakan terapi pembedahan pada jenis-jenis
prolapsus genitalis.2,6
a. Sistokel
Operasi yang lazim dilakukan ialah kolporafi anterior.
Setelah diadakan sayatan pada dinding vagina depan lalu dilepaskan dari
kandung kencing dan uretra, lalu kandung kencing didorong ke atas dan fascia
puboservikalis sebelah kiri dan kanan dijahit di garis tengah. Sesudah dinding
vagina yang berlebihan dibuang maka dinding vagina yang terbuka ditutup

43
kembali. Kolporafi anterior dilakukan pula pada uretrokel. Kadang-kadang
tindakan operasi ini tidak mencukupi pada sistokel dengan stress
inkontinensia yang berat.
b. Rektokel
Pada kasus ini operasi yang dilakukan disebut dengan kolpoperineoplastik.Di
mana mukosa dinding belakang vagina disayat dan dibuang berbentuk segitiga
dengan dasarnya batas antara vagina dan perineum dan dengan ujungnya pada
batas atas rektokel.Sekarang fascia rektovaginalis dijahit di garis tengah dan
kemudian muskulus levator ani kiri dan kanan didekatkan di garis tengah.
Luka pada dinding vagina dijahit, demikian pula otot-otot perineum
superfisialis sebelah kanan dan kiri, lalu dihubungkan di garis tengah dan
akhirnya luka pada kulit perineum dijahit.
c. Enterokel
Sayatan pada dinding belakang vagina diteruskan ke atas sampai ke serviks
uteri. Setelah hernia enterokel yang terdiri atas peritoneum dilepaskan dari
dinding vagina lalu peritoneum ditutup dengan jahitan setinggi mungkin.
Sisanya dibuang dan di bawah jahitan itu ligamentum sakrouterina kiri dan
kanan serta fascia endopelvik dijahit di garis tengah.
d. Prolapsus uteri
Seperti telah diterangkan di atas bahwa indikasi untuk melakukan operasi
pada prolapsus uteri tergantung dari beberapa faktor, seperti umur penderita,
kemungkinannya untuk masih mendapatkan anak lagi atau untuk
mempertahankan uterus, tingkatan prolapsus uteri dan adanya keluhan yang
ditemukan pada penderita.

Macam-macam Operasi Prolapsus Uteri


a) Ventrofiksasi
Pada wanita yang masih tergolong muda dan masih ingin menginginkan anak
lagi, maka dilakukan tindakan operasi untuk membuat uterus ventrofiksasi

44
dengan cara memendekkan ligamentum rotundum atau mengikatkan
ligamentum rotundum ke dinding perut.
b) Operasi Manchester
Pada tindakan operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri dan
dilakukan penjahitan ligamentum kardinale yang telah dipotong di muka
serviks lalu dilakukan pula kolporafi anterior dan
kolpoperineoplastik.Amputasi serviks dilakukan untuk memendekkan servik
yang memanjang (elongasio kolli).

Teknik opersi Manchester pada kasus prolapsus uteri dan sistokel


Tindakan ini dapat menyebabkan infertilitas, abortus, partus prematurus dan
distosia servikalis pada saat persalinan berlangsung. Bagian yang paling penting pada
tindakan operasi ini adalah penjahitan ligamentum kardinale di depan serviks karena
dengan tindakan ini ligamentum kardinale diperpendek sehingga uterus akan terletak
dalam posisi anteversiofleksi dan turunnya uterus dapat dicegah.

45
Teknik opersi rektokel dan enterokel menurut Manchester

c) Histerektomi pervaginam
Operasi ini tepat untuk dilakukan pada prolapsus uteri dalam tingkatan yang
lebih lanjut dan pada wanita yang telah menopause.Setelah uterus diangkat,
puncak vagina digantungkan pada ligamentum rotundum kanan dan kiri,
bagian atas pada ligamentum infundebulopelvikum, kemudian tindakan
operasi dilanjutkan dengan melakukan kolporafi anterior dan kolpoperineorafi
untuk mencegah terjadinya prolapsus vagina dikemudian hari.

Teknik operasi histerektomi pervaginam pada prolapsus uteri secara LeFort

46
d) Kolpoklesis
Pada waktu obat-obat serta pemberian anestesi dan perawatan pra dan pasca
tindakan operasi belum baik untuk perempuan tua yang seksual tidak aktif
lagi dapat dilakukan operasi sederhana dengan menjahitkan dinding vagina
depan dengan dinding bagian belakang, sehingga lumen vagina tertutup dan
uterus terletak di atas vagina. Akan tetapi tindakan operasi jenis ini tidak
akan memperbaiki sistokel atau rektokel sehingga akan dapat menimbulkan
inkotinensia urin. Obstipasi serta keluhan pada prolapsus uteri lainnya juga
tidak akan hilang pada tindakan ini.
e) Purandare
Purandare adalah operasi yang ditujukan bagi nulipara yang mengalami
prolaps uteri. Yang mempunyai dinding abdomen yang baik. Pada operasi
ini, uterus digantungkan dari ligamentum latum ke fascia muskulus rektus
abdominis menggunakan pita mersilene. Operasi efektif selama dinding
abdomen masih kuat. Ketika dinding abdomen tidak kuat, prolaps uterus
dapat terjadi kembali.

K. PROGNOSIS
Bila prolaps uteri tidak ditatalaksana, maka secara bertahap akan memberat.
Prognosis akan baik pada pasien usia muda, dalam kondisi kesehatan optimal
(tidak disertai penyakit lainnya), dan Indeks Masa Tubuh ( IMT ) dalam batas
normal. Prognosis buruk pada pasien usia tua, kondisi kesehatan buruk,
mempunyai gangguan sistem respirasi (asma, PPOK), serta IMT diatas batas
normal. Rekurensi prolaps uteri setelah tindakan operasi sebanyak 16%.5

47
BAB V
KESIMPULAN

Kesimpulan
1. Angka kejadian prolapsus alat genitalia cenderung meningkat seiring dengan
bertambahnya usia harapan hidup penduduk di Indonesia.
2. Penyebab prolapsus genitalia multifaktorial dan semakin berkembang dari tahun
ke tahun namun pada dasarnya disebabkan oleh kelemahan “pelvic floor” yang
terdiri dari otot-otot, fascia endopelvik dan ligamentum-ligamentum yang
menyokong organ-organ genitalia. Penyebab yang paling sering adalah karena
multiparitas.
3. Gejala klinik dari prolapsus itu sendiri berbeda-beda dan berifat individual.
Biasanya gejala yang dirasakan penderita adalah adanya suatu benda yang
menonjol atau mengganjal di genitali eksterna, rasa sakit di pinggang, miksi yang
sedikit tapi sering.
4. Penatalaksanan pada prolapsus genitalis pada umumnya adalah konservatif,
sedangkan tindakan operatif baru dilakukan jika secara konservatif tidak berhasil
dan jika tidak ada kontraindikasi.
5. Pasien ini menderita prolapsus uteri grade II + sistokel + rektokel dan dipilih
penatalaksanaan secara operatif yaitu dengan histerektomi pervaginam +
kolporafi anterior et posterior + vaginoperineorafi

48
DAFTAR PUSTAKA

1. Junizaf. Prolapsus alat genitalia. Dalam: Buku ajar: Uroginekologi. Jakarta


Subbagian uroginokologi rekonstruksi Bagian Obstetri dan Ginekologi
FKUI/RSUPN-CM, 2002; 70-76

2. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kandungan. Jakarta:


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2007: 103-131, 421-446

3. Decherrney AH, Goodwin, TM, et al. Current Diagnosis and Treatment. New
York: The McGraw hill, 2007:720-734

4. Schorge J et al. Williams Gynecology. United States: The McGraw hill, 2008:
chapter 24

5. Fortnes K et al. The Johns Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics.


Baltimore. Lippincott Williams & Wilkins, 2007.

6. Thomson JD. Surgical techniques for pelvic organ prolapse. In: Bent AE,
Ostergard DR, Cundiff GW, et al, eds. Ostergard’s urogynecology and pelvic
floor dysfunction. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins,2003.

7. Wong Eric. Patophysiology of menopause organ changes. 2011. Available from :


http://www.pathophys.org/menopause/

49

Anda mungkin juga menyukai