BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting, sebagai
individu maupun masyarakat dan bangsa, sebab jatuh bangunnya suatu masyarakat tergantung
pada bagaimana akhlaknya. Apabila baik akhlaknya, maka sejahteralah lahir batinnya, apabila
rusak akhlaknya, maka rusaklah lahir batinnya.
Konsep akhlaqul karimah adalah konsep hidup yang lengkap dan tidak hanya mengatur
hubungan antara manusia, alam sekitarnya tetapi juga terhadap penciptaannya. Allah menciptakan
ilmu pengetahuan bersumber dari Al-Quran. Namun, tidak semua orang mengetahui atau percaya
akan hal itu. Ini dikarnakan keterbatasan pengetahuan manusia dalam menggali ilmu-ilmu yang
ada dalam Al-Quran itu sendiri . Oleh karna itu, permasalahan ini diangkat, yakni keterkaitan
akhlak islam dengan ilmu yang berdasarkan Al-Quran dan Hadits.
B. RUMUSAN MASALAH
Untuk mempermudah pembahasan, dalam makalah ini dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1. Apa pengertian akhlak?
2. Apa landasan hukum tentang akhlak?
3. Apa saja ruang lingkup ajaran akhlak?
4. Apa saja kegunaan mempelajari akhlak?
5. Berapa dan berapa pembagian akhlak?
6. Apa aspek-aspek yang mempengaruhi akhlak?
7. Apa karakteristik ajaran akhlak dalam dunia sains?
8. Bagaimana hubungan akhlak dengan keadilan dan sains modern?
Permasalahan di atas akan menjadi sasaran pembahasan makalah ini, dengan harapan pembahasan yang kami
lakukan menjadi terarah.
C. TUJUAN MAKALAH
Adapun tujuan dari pembahasan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian akhlak
2. Untuk mengetahui landasan hukum tentang akhlak
3. Untuk mengetahui ruang lingkup ajaran akhlak
4. Untuk mengetahui kegunaan mempelajari akhlak
5. Untuk mengetahui Pembagian akhlak
6. Untuk mengetahui aspek-aspek yang mempengaruhi akhlak
7. Untuk mengetahui karakteristik ajaran akhlak dalam dunia sains
8. Untuk mengetahui hubungan akhlak dengan keadilan dan sains modern
BAB II
AKHLAK
A. PENGERTIAN AKHLAK
Secara bahasa, pengertian akhlak diambil dalam bahasa arab yang berarti:
1) Perangai, tabiat, adat (diambil dari kata dasar khuluqun).
2) Kejadian, buatan, ciptaan (diambil dari kata khalqun)[1]
Secara etimologis akhlak adalah:
1) Ibn Maskawaih dalam bukunya Tahdzib Al-Akhlaq, beliau mendefenisikan akhlak adalah
keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa terlebih dahulu
melalui pemikiran dan pertimbangan.[2]
2) Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya ‘Ulumuddin menyatakan bahwa akhlak adalah gambaran
tingkah laku dalam jiwa yang dari padanya lahir perbuatan-perbuatannya dengan mudah tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan.[3]
Dari dua defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu perbuatan atau sikap dapat
dikategorikan akhlak apabila memenuhi kriteria berikut ini:
1) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah
terjadi kepribadiannya.
2) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran.
3) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa
paksaan atau tekanan dari luar.
4) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main, atau
karena sandiwara.[4]
Artinya: Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan
berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.
(QS. An-nisa: 36)
`
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung.(QS. Ali-Imron: 104)
2. Hadits
اح شا َو ل َ ُم ت َف َ ِحِّ شا
ِ َ لم يكن النبي صلى هللا عليه وسلم ف: عن عبد هللا بن عمرو رضي هللا عنهما قال
( إ ِ ن ِم ْن ِخ ي َ ا ُر ك ُ ْم أ َ ْح سَ ن ُ ك ُ ْم أ ْخ ال َ قا ) رواه البخاري: َو كَ ا َن ي َ ق ُ ْو ُل
Artinya: Dari Abdullah bin Amru berkata: Nabi tidak pernah berbuat keji sendiri
tidak pula berbuat keji kepada orang lain. Beliau bersabda: “Sesungguhnya termasuk
sebaik-baik kalian adalah yang paling baik akhlaknya” (HR. Bukhari)
سئل رسول هللا صلى هللا عليه وسلم عن أكثر ما يدخل الناس الجنة؟ فقال: عن أبي هريرة رضي هللا عنه قال
رواه الترمذي وابن حبان. الفم والفرج: وسئل عن أكثر ما يدخل الناس النار؟ فقال، تقوى هللا وحسن الخلق:
. حديث حسن صحيح غريب: وقال الترمذي،في صحيحه والبيهقي في الزهد وغيره
Artinya: “Abu Hurairah r.a berkata: Rasulullah saw ditanya tentang hal yang paling banyak
memasukan manusia ke dalam surga? Rasulullah saw menjawab: Taqwa kepada Allah, akhlak
yang baik. Kemudian Rasulullah SAW ditanya kembali tentang hal yang paling banyak
memasukan manusia kedalam neraka? Rasulullah saw menjawab: mulut
dan farji’ (kemaluan). (HR. Tirmidzi dan Ibnu Hiban dalam sahihnya dan Baihaqi dalam Bab
zuhud dan selainnya, dan Tirmidzi berkata: hadis ini hasan sahih gharib)
a) Silaturrahmi
b) Persaudaraan (ukhuwah)
c) Persamaan(al-musawah)
d) Adil
e) Baik sangka
f) Rendah hati
g) Tepat janji
h) Lapang dada
i) Dapat dipercaya
j) Perwira
k) Hemat
l) Dermawan
Akhlak yang terpuji menyebabkan munculnya rasa saling mencintai dan saling menyayangi.
Sedangkan akhlak tercela menjadikan sling benci, hasud, dan permusuhan. Laksana biji yang baik
akan menghasilkan panen yang baik.[8]
3. Nafsu
Nafsu berasal dari bahasa Arab, yaitu, nafsun yang artinya niat. Nafsu ialah keinginan hati
yang kuat. Nafsu merupakan kumpulan dari kekuatan amanah dan syahwat yang ada pada manusia.
Menurut Kartini Kartono nafsu ialah dorongan batin yang sangat kuat,memili kecenderungan yang
sangat hebat sehingga dapat menggangu keseimbangan fisik. Nafsu dapat menyingkirkan semua
pertimbangan akal, memengaruhi peringatan hati nurani dan menyingkirkan hasrat baik yang
lainnya.
Nafsu merupakan salah satu potensi yang diciptakan Allah dalam diri manusia hingga ia
dapat hidup,bersemangat,dan lebih kreatif. Nafsu sangat penting bagi kehidupan manusia. Hanya
saja mengingat tabiat nafsu itu berkecenderungan untuk mencari kesenangan, lupa diri, bermalas-
malasan yang membawa kesesatan dan tidak pernah merasa puas, maka manusia harus dapat
mengendalikannya agar tidak membawa kepada kejahatan.
Manusia yang tidak berkepribadian selalu mengikuti nafsunya tanpa pertimbangan
kemanusiaannya, yang dijadikan pedoman ialah kepuasannya. Nafsu yang sudah menjadi-jadi
sehingga bukan lagi manusia yang menguasainya melainkan nafsulah yang menguasai manusia
itu.
4. Adat dan Kebiasaan.
Adat menurut bahasa (etimologi) ialah aturan yang lazim diikuti sejak dahulu. Adat adalah
suatu pandangan hidup yang mempunyai ketentuan-ketentuan yang objektif , kokoh dan benar
serta mengandung nilai mendidik yang besar terhadap seseorang dalam masyarakat.
Kebiasaan adalah rangkain perbuatan yang dilakukan dengan sendirinya , tetapi masih di
pengaruhi oleh akal pikiran. Pada permulaan sangat dipengaruhi oleh pikiran. Tetapi makin lama
pengaruh pikiran itu makin berkurang karena sering kali dilakukan. Kebiasaan merupakan kualitas
kejiwaan, keadaan yang tetap, sehingga memudahkan pelaksanaan perbuatan. Lingkungan yang
baik mendukung kebiasaan yang baik pula. Lingkungan dapat mengubah kepribadian seseorang.
lingkungan yang tidak baik dapat menolak adanya disiplin dan pendidikan.kebiasaan buruk
mendorong kepada hal-hal yang lebih rendah, yaitu kembali kepada adat kebiasaan primitif.
Seseorang yang hidupnya dikatakan modern,tetapi lingkungan bersifat primitif bisa merubah
kepada hal yang primitif. Kebiasaan itu bisa timbul karena ada dala diri pribadi seseorang itu
yang dibawah sejak lahir. Kebiasaan yang sudah melekat pada diri seseorang sukar untuk
dihilangkan, tetapi jika ada dorongan yang kuat dalam dirinya untuk menghilangkannya,tetapi jika
ada dorongan yang kuat dalam dirinya untuk menghilangkan, ia dapat mengubahnya.
5. Kehendak dan Takdir
Kehendak menurut bahasa (etimologi) ialah kemauan, keinginan, dan harapan yang keras.
Kehendak yaitu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu yang merupakan kekuatan dari dalam
hati, bertautan dengan pikiran perasaan.
Kehendak mempunyai dua macam perbuatan , yaitu:
a) Perbuatan yang menjadi pendorong, yakni kadang-kadang mendorong kekuatan
manusia supaya berbuat sepaerti, membaca,menulis,mengarang,dll
b) Perbuatan menjadi penolak, yaitu terkadang mencegah perbuatan tersebut seperti, melarang
berkata atau berbuat.
Kehendak bukanlah sesuatu kekuatan, tetapi merupakan tempat penerapan seluruh
kekuatan. Allah menciptakan dengan kehendak. Oleh karena itu, apa yang disebut dengan
kehendak dalam diri, pada hakikatnya adalah suatu kekuatan Allah.
Takdir yaitu ketetapan Allah, apa yang sudah ditetapkan Allah sebelumnya atau nasib
manusia. Secara bahasa takdir ialah ketentuan jiwa, yaitu suatu peraturan tertentu yang telah
dibuat Allah baik aspek struktual maupun aspek fungsionalnya untuk segala yang ada dalam alam
semesta yang maujud ini.[9]
Garis takdir itu ghaib bagi manusia, tak seorang pun yangmengetahui takdir yang telah
ditentukan Allah bagi dirinya, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi atas dirinya esok.
Suatu perbuatan atau sikap dapat dikategorikan akhlak apabila memenuhi kriteria berikut ini:
1) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah
terjadi kepribadiannya.
2) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran.
3) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa
paksaan atau tekanan dari luar.
4) Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main, atau
karena sandiwara.
Landasan hukum tentang akhlak salah satunya adalah: “Sembahlah Allah dan janganlah
kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa,
karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh
dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS. An-nisa: 36)
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Yatimin. “Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Quran”. Jakarta: Amzah. 2007
Alim, Muhammad. “Pendidikan Agama Islam”. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2006
Al-Qosim, Abdul Malik Muhammad. “Ibadah-Ibadah yang Paling Mudah”. Yogyakarta: Mitra
Pustaka. 1999
Nata, Abuddin. “Akhlak Tasawuf”. Jakarta: Rajawali Pers. 2010
Yunus, Mahmud. “Pendidikan Islam”. Jakarta: PT. Hidakarya Agung. 1992
[1] Muhammad Alim. “Pendidikan Agama Islam”. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2006. Hal: 151
[2] Ibid. Hal: 151
[3] Ibid. Hal: 151
[4] Ibid. Hal: 151-152
[5] Abuddin Nata. “Akhlak Tasawuf”. Jakarta: Rajawali Pers. 2010. Hal: 149-150