Anda di halaman 1dari 24

PENGARUH KEADILAN ORGANISASIONAL TERHADAP KEPUASAN KERJA

DAN DAMPAKNYA TERHADAP KOMITMEN DAN INTENSI KELUAR


DI PT INDONESIA POWER UBP SEMARANG

Billy J. Maspaitella Yohandika Tri. A Siswanto

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepuasan kerja dengan komitmen dan
intensi keluar dengan anteseden keadilan organisasional (distributif, prosedural, dan interaksional)
di PT Indonesia Power UBP Semarang. Populasi penelitian adalah seluruh pegawai mulai
jenjang Pelaksana sampai Penyelia Atas dengan metode sensus, sehingga anggota populasi
yang berjumlah 230 orang seluruhnya menjadi sampel penelitian. Untuk menjawab masalah
penelitian dan menguji hipotesis penelitian, digunakan teknik analisis Partial Least Square (PLS)
dengan menggunakan aplikasi SmartPLS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Keadilan distributif tidak berpengaruh signifikan
terhadap kepuasan kerja, 2) Keadilan prosedural berpengaruh signifikan terhadap kepuasan
kerja, 3) Keadilan Interaksional tidak berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Kerja, 4)
Kepuasan Kerja berpengaruh signifikan terhadap Komitmen, dan 5) Kepuasan Kerja
berpengaruh sigifikan terhadap Intensi Keluar.
Implikasi manajerial dalam penelitian ini adalah PT Indonesia Power dapat melakukan
kajian lebih mendalam apabila dilakukan perubahan terkait imbalan. Selain itu, perusahaan
harus memelihara aspek-aspek dalam keadilan prosedural dan interaksional karena keduanya
berperan dalam membentuk kepuasan kerja karyawan.
Saran yang diberikan adalah PT Indonesia Power hendaknya meyakinkan karyawan bahwa
kebijakan imbalan yang diterapkan semata-mata untuk menghargai kompetensi karyawan. Selain
itu, perusahaan diharapkan secara konsisten menerapkan mekanisme check and balances
dalam mengawasi aturan dan meningkatkan kemampuan komunikasi melalui pelatihan manajerial
dan penugasan lainnya.

Kata Kunci : Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interaksional, Kepuasan


Kerja, Intensi Keluar
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada masa sekarang ini Keadilan menjadi suatu hal yang semakin penting. Persoalan
ketidakadilan menyebabkan ketidakpuasan yang apabila tidak segera diselesaikan dapat
menimbulkan perilaku menyimpang di tempat kerja. Berbagai perilaku menyimpang seperti datang
terlambat, mengabaikan perintah atasan, atau menggunakan barang perusahaan di luar
kewenangannya merupakan bentuk penyimpangan yang dilakukan secara sadar untuk mengganggu
perusahaan (Aquino et al., 1999). Pada akhirnya ketidakadilan hanya akan menghilangkan ikatan di
antara anggota organisasi, sangat menyakitkan bagi individu, dan berbahaya bagi perusahaan
(Cropanzano et al., 2007).
Terdapat tiga alasan mengapa karyawan peduli terhadap masalah keadilan. Pertama, manfaat
jangka panjang, karyawan lebih memilih keadilan yang konsisten daripada keputusan seseorang,
karena dengan keadilan tersebut karyawan dapat memprediksi hasil di masa yang akan datang.
Karyawan juga mau menerima imbalan yang tidak menguntungkan sepanjang proses
pembayarannya adil dan mendapat perlakuan yang bermartabat. Kedua, pertimbangan sosial,
setiap orang mengharapkan diterima dan dihargai oleh pengusaha tidak dengan cara kasar dan
tidak dieksploitasi. Ketiga, pertimbangan etis, orang percaya bahwa keadilan merupakan cara yang
secara moral tepat dalam memperlakukan seseorang. Cropanzano et al. (2007)
Keadilan organisasional adalah sebuah topik yang sudah menjadi bahan riset sejak lebih dari
25 tahun lalu (Colquitt et al., 2001). mendefinisikan keadilan organisasional sebagai penilaian
personal mengenai standar etika dan moral dari perilaku manajerial. Cropanzano et al. (2007)
Dalam menilai keadilan organisasional setidaknya terdapat tiga bidang yang harus dievaluasi, yaitu:
imbalan, proses, dan hubungan interpersonal (Cropanzano et al., 2001). Banyak riset yang
kemudian menguji keadilan organisasional dengan tiga komponen, yaitu: distributif, prosedural,
dan interaksional (Cohen-Carash dan Spector, 2001). Greenberg (1987) menyatakan bahwa
keadilan interaksional terdiri dari dua komponen, yaitu: interpersonal dan informasional, sehingga
dalam perkembangannya, beberapa peneliti menyatakan bahwa keadilan organisasional terdiri dari
empat komponen (Colquitt, 2001 dan Colquitt et al., 2001).
Penilaian individu terkait alokasi imbalan mengacu pada keadilan distributif (Leventhal,
1976), sedangkan penilaian mengenai prosedur yang digunakan untuk menentukan alokasi tersebut
mengacu pada keadilan prosedural (Cropanzano dan Greenberg, 1997). Jenis keadilan terakhir
adalah keadilan interaksional yang mengacu pada cara manajemen (atau mereka yang
mengendalikan penghargaan dan sumber daya) berperilaku kepada penerima keadilan (Cohen-
Carash dan Spector, 2001).
Keadilan organisasional telah dibuktikan menjadi anteseden bagi sikap dan perilaku karyawan.
Sehingga konsep keadilan organisasional dan konsekuensinya perlu dipahami oleh para pengelola
sumber daya manusia. Konsep ini penting bagi organisasi yang ingin mengembangkan
kebijakan dan prosedur yang lebih dilembagakan.
Salah satu sikap karyawan yang banyak menjadi bahan penelitian dihubungkan
dengan keadilan organisasional adalah kepuasan kerja. Dalam dunia yang kompetitif, tantangan
terbesar yang dihadapi oleh perusahaan adalah bagaimana mempertahankan karyawan yang
kompeten. Kepuasan kerja diperlukan untuk menghasilkan perilaku karyawan yang fungsional di
perusahaan. Bagi perusahaan, kepuasan kerja karyawannya berarti mereka termotivasi dan
berkomitmen untuk mencapai kinerja yang tinggi.
Kepuasan kerja merupakan indikator yang penting terkait bagaimana karyawan
merasakan pekerjaan mereka dan memberi dampak terhadap perilaku kerja lainnya, seperti:
organizational citizenship, ketidakhadiran, dan intensi keluar. Lebih jauh lagi, kepuasan kerja dapat
menjadi mediator yang menghubungkan dengan variabel-variabel kepribadian dan perilaku
menyimpang di tempat kerja. Odom et al.(1990) menyatakan bahwa kepuasan kerja pada dasarnya
adalah seberapa besar perasaan positif atau negatif yang diperlihatkan karyawan terhadap
pekerjaannya. Kepuasan kerja berkaitan dengan penilaian afektif umum karyawan terkait pekerjaan.
Penelitian empirik menunjukkan bahwa keadilan organisasional berpengaruh terhadap
kepuasan kerja. Elamin dan Alomaim (2011) melakukan riset dengan obyek para karyawan lokal
dan asing di Arab Saudi dan hasilnya adalah keadilan distibutif, prosedural, dan interaksional
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Sejalan dengan penelitian tersebut,
Bakhshi et al. (2009),
Clay-Warner et al. (2005) dengan menggunakan variabel keadilan distributif dan prosedural
melakukan riset terhadap karyawan yang pernah menjadi korban PHK, dan hasilnya kedua jenis
keadilan tersebut mempunyai hubungan positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Riset ini
juga menyimpulkan bahwa keadilan prosedural merupakan prediktor yang lebih kuat dibanding
distributif bagi kepuasan kerja terhadap karyawan yang pernah maupun yang tidak pernah
mengalami PHK, serta karyawan yang bertahan di perusahaan yang memiliki kebijakan PHK.
Whisenant dan Smucker (2006) melakukan riset hubungan keadilan organisasional dengan
dimensi-dimensi kepuasan kerja, seperti pekerjaan itu sendiri, supervisi, rekan sekerja,
penghasilan, promosi, dan pekerjaan secara umum, dengan obyek penelitian para pelatih tim olah
raga wanita di Amerika Serikat. Hasilnya, terdapat hubungan positif dan signifikan antara keadilan
distributif, prosedural, dan interpersonal dengan dua aspek kepuasan kerja (supervisi dan promosi),
dan pekerjaan secara umum. Hubungan positif dan signifikan juga diperlihatkan antara keadilan
prosedural dengan pekerjaan itu sendiri dan penghasilan, dan antara keadilan distributif dengan
pekerjaan itu sendiri.
Seperti sudah diuraikan di atas salah satu konsekuensi dari kepuasan kerja adalah komitmen.
Perusahaan perlu memelihara komitmen dan mempertahankan karyawan yang baik untuk
mencapai stabilitas dan mengurangi biaya akibat karyawan meninggalkan perusahaan.
Bermacam-macam hasil diperoleh dari komitmen, misalnya turunnya karyawan yang keluar,
motivasi meningkat, dan dukungan kepada perusahaan. Seorang karyawan yang secara afektif
berkomitmen kuat adalah yang mengidentifikasi diri dengan tujuan perusahaan dan berhasrat untuk
menjadi bagian dari perusahaan. Seorang karyawan yang memiliki komitmen afektif kuat,
berkomitmen kepada perusahaan karena mereka bukan karena terpaksa. Komitmen organisasional
diakui sebagai faktor penting dalam memelihara hubungan karyawan dengan perusahaan.
Meyer dan Allen (1991) membedakan komitmen organisasional menjadi tiga bentuk, yaitu:
afektif, normatif, dan berkelanjutan. Komitmen afektif mencerminkan perasaan terikat,
teridentifikasi dengan, dan terlibat di dalam organisasi. Sedangkan, komitmen normatif dialami
sebagai kewajiban untuk tetap tinggal dalam organisasi, dan komitmen berkelanjutan
mencerminkan biaya yang harus ditanggung bila meninggalkan organisasi.
Signifikansi hubungan antara kepuasan kerja dengan komitmen telah ditunjukkan oleh banyak
peneliti. Meyer et al. (2002) dalam meta analisis yang melibatkan 155 penelitian dan menggunakan
variabel-variabel: kepuasan kerja, keterlibatan kerja, dan komitmen, menyatakan bahwa korelasi
paling kuat terjadi antara kepuasan keseluruhan dan komitmen afektif (ρ = 0,65). Hal ini mungkin
disebabkan oleh fakta bahwa ukuran kepuasan global sering memasukkan hal-hal yang berkaitan
dengan kepuasan terhadap perusahaan atau manajemen (Meyer,
1997 dalam Meyer et al., 2002).
Penelitian empiris antara lain dilakukan oleh Yang (2010) menunjukkan bahwa
kepuasan kerja merupakan kontributor yang sangat kuat terhadap komitmen afektif
individual kepada perusahaan. Kim et al. (2005) menguji hubungan antara orientasi pelayanan
karyawan (fokus pada pelanggan, dukungan organisasional, dan pelayanan dibawah tekanan)
dengan kepuasan kerja, komitmen organisasional, dan intensi keluar dan menunjukkan bahwa
kepuasan kerja secara positif berhubungan dengan komitmen organisasional dan secara negatif
berhubungan dengan intensi keluar.
Kim dan Brymer (2011) meneliti pengaruh kepemimpinan yang beretika pada manajer tingkat
menengah terhadap kepuasan kerja dan komitmen afektif, yang selanjutnya berdampak pada
perilaku (misalnya, usaha ekstra dan intensi keluar) dan akhirnya berdampak pada kinerja
organisasi. Hasilnya menunjukkan bahwa kepuasan kerja secara positif berhubungan dengan
komitmen organisasional dan secara negatif berhubungan dengan intensi keluar.
Selain terhadap komitmen, konsekuensi dari kepuasan kerja adalah juga terhadap keinginan
karyawan untuk meninggalkan perusahaan. Hellman (1997) dalam Coomber dan Bariball (2007)
menyatakan bahwa meningkatnya ketidakpuasan karyawan akan meningkatkan pemikiran
mereka untuk mencari kesempatan pekerjaan yang lain. Dalam meta analisis yang dilakukan di
Amerika Serikat, hubungan antara kepuasan kerja dan keinginan untuk keluar ditemukan signifikan
dan secara konsisten negatif, yang artinya apabila karyawan puas maka keinginan mereka untuk
keluar semakin kecil.
Riset yang dilakukan oleh Coomber dan Bariball (2007) menunjukkan bahwa masalah stres
dan kepemimpinan menyebabkan ketidakpuasan dan ketidakpuasan mendorong intensi keluar.
Maier et al. (2012) menyatakan bahwa intensi keluar secara penuh dimediasi oleh kepuasan kerja.
Seston et al. (2009) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi intensi keluar adalah
kepuasan kerja.
Penelitian ini dilakukan di PT Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Semarang,
sebuah perusahaan dalam lingkungan PT PLN (Persero). Seiring dengan perubahan regulasi
dalam bidang kelistrikan, PT PLN (Persero) dan anak perusahaannya bukan lagi satu-satunya
pemain dalam bidang tersebut. Khususnya pada sektor pembangkitan, investor diberikan ruang
seluas-luasnya untuk berinvestasi dalam bidang ini. Pertumbuhan konsumsi listrik yang setiap
tahun di atas 8% dan keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah menyebabkan sektor swasta
diajak berperan serta untuk mencukupi kebutuhan tersebut. PT Indonesia Power bersama dengan
perusahaan swasta lainnya, berkompetisi untuk merebut pasar listrik yang terus tumbuh tersebut.
Selain berperan sebagai entitas bisnis, PT Indonesia Power sebagai kepanjangan tangan PT
PLN berperan strategis dalam mengamankan pasokan listrik. Khususnya UBP Semarang, selain
dari sisi pasokan karena merupakan satu- satunya pembangkit yang beroperasi di pulau Semarang,
juga berperan sebagai penyangga yang menstabilkan tegangan pasokan listik yang disalurkan
melalui kabel laut. Peran sumber daya manusia yang profesional, taat kepada SOP, dan inovatif
diharapkan mampu menjaga keandalan mesin-mesin pembangkit yang pada gilirannya menunjang
keamanan sistem kelistrikan secara keseluruhan.
Dengan mempertimbangkan keinginan UBP Semarang untuk memenangkan kompetisi di
industri kelistrikan dan berhasil memainkan perannya dalam sistem kelistrikan, maka pengelolaan
di bidang sumber daya manusia juga menjadi penting, terutama terkait dengan kepuasan kerja,
komitmen, dan intensi keluar yang dihasilkan dari keadilan yang dirasakan karyawan.
Pengelolaan sumber daya manusia dilakukan berdasarkan sistem manajemen berbasis kompetensi
untuk menghasilkan karyawan yang mampu menjamin keandalan unit pembangkit. Memarzadeh
dan Mahmoudi (2010), dan Al-Zu‟bi (2010) juga memperoleh hasil yang sama ketika melakukan
penelitian dengan variabel-variabel tersebut.
2. Literatur Review

Berdasarkan latar belakang, teori, studi empirik, dan observasi disusunlah suatu kerangka
konseptual. Ketiga jenis keadilan organisasional ditelaah dari studi teoritis yang dibangun oleh
Greenberg (1990), dan dikembangkan oleh beberapa peneliti lain, antara lain Colquitt et al. (2001),
Cropanzano et al. (2007), dan referensi utama yang termuat dalam Handbook Of
Organizational Justice. Variabel endogen kepuasan kerja, komitmen, dan intensi keluar dikaji
berdasarkan teori yang ditulis oleh Robbins dan Judge (2008), McShane dan Von Glinow
(2008), Meyer dan Allen (1991), Mobley (1977), dan Hom dan Griffeth (1991).

Kerangka konseptual dapat digambarkan sebagai berikut :

KEADILAN
DISTRIBUTIF
(DJ)
KOMITMEN
H1 (COM)

KEADILAN
H4
KEPUASAN
PROSEDURAL
(PJ)
H2 KERJA
(JS)

H5 INTENSI
H3 KELUAR
(TI)
KEADILAN
INTERAKSIONAL
(IJ)

Gambar 2.1
Kerangka Konseptual Penelitian

2.1 Hipotesis Penelitian

1) Pengaruh Keadilan Distributif Terhadap Kepuasan Kerja


McFarlin dan Sweeney (1992) menyatakan bahwa keadilan distributif merupakan prediktor
yang lebih kuat bagi kepuasan kerja dibanding prosedural. Keadilan distributif merupakan
prediktor penting bagi perilaku personal karyawan, misalnya kepuasan kerja. Hal yang sama
dikemukakan oleh Cohen- Carash dan Spector (2001) yang menyatakan bahwa keadilan
distributif merupakan prediktor yang paling kuat bagi kepuasan kerja dibanding prosedural dan
interaksional. Penelitian lain yang menghasilkan signifikansi pengaruh keadilan distributif
terhadap kepuasan kerja adalah yang dilakukan oleh Nadiri dan Tanova (2010), McAuliffe et al.
(2009), Zainalipour et al. (2010), Dundar dan
Tabancali (2012). Hasil yang berbeda diperlihatkan oleh Lambert et al. (2007) yang
menyatakan bahwa keadilan distributif tidak signifikan berpengaruh terhadap kepuasan
kerja. Berdasarkan temuan-temuan tersebut, maka hipotesis penelitian ini adalah :
H1 : Keadilan distributif berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kepuasan
kerja
2) Pengaruh Keadilan Prosedural Terhadap Kepuasan Kerja
Greenberg (1990) menyatakan bahwa salah satu elemen keadilan prosedural adalah
karakteristik struktural dari keputusan. Leventhal (1976) membuat model komprehensif
karakteristik struktural yang adil secara prosedural dengan memasukkan input-input dari semua
pihak yang berkepentingan, yaitu konsistensi, tidak ada bias, akurat, dapat dikoreksi, dan etis.
Mossholder et al. (1998) menyatakan bahwa keadilan prosedural berhubungan dengan
kepuasan kerja. Masterson et al. (2000) memperlihatkan keadilan prosedural merupakan prediktor
yang lebih kuat bagi kepuasan kerja dibanding interaksional. Penelitian lain yang menghasilkan
signifikansi pengaruh keadilan prosedural terhadap kepuasan kerja adalah penelitian yang
dilakukan antara lain oleh Cohen-Carash dan Spector (2001), Nadiri dan Tanova (2010),
McAuliffe et al. (2009), Zainalipour et al.(2010), Dundar dan Tabancali (2012), dan Lambert et al.
(2007). Berdasarkan temuan-temuan tersebut, maka hipotesis penelitian ini adalah :
H2 : Keadilan prosedural berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
kepuasan kerja

3) Pengaruh Keadilan Interaksional Terhadap Kepuasan Kerja


Bies (2005) menyatakan bahwa penilaian keadilan juga berdasarkan kualitas perlakuan
interpersonal yang diterima selama eksekusi prosedur dan penilaian tersebut akan mempengaruhi
sikap dan perilaku individu. Masterson et al. (2000) memperlihatkan keadilan interaksional
berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja. Cohen-Carash dan Spector (2001) menyatakan
bahwa ketika seseorang mengalami ketidakadilan interaksional, maka yang bersangkutan akan
bereaksi negatif terhadap atasannya dan tidak terhadap organisasi secara keseluruhan. Sejalan
dengan hal tersebut adalah penelitian empiris yang dilakukan antara lain oleh Nadiri dan Tanova
(2010), McAuliffe et al. (2009), Zainalipour et al. (2010), dan Dundar dan Tabancali (2012).
Berdasarkan temuan-temuan tersebut, maka hipotesis penelitian ini adalah :
H3 : Keadilan interaksional berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
kepuasan kerja

4) Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen


Porter et al. (1974) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah komponen spesifik yang
digunakan karyawan untuk menilai hubungan mereka dengan organisasi. Jadi, ketika karyawan
menyukai pekerjaan mereka, kemudian mereka juga akan menikmati lingkungan kerja perusahaan
dan membentuk ikatan dengan perusahaan. Ho et al. (2009) menyatakan bahwa kepuasan kerja
berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen. Sejalan dengan hal tersebut adalah
penelitian yang dilakukan antara lain oleh Cheung dan Wu (2012), Yang (2012), dan Bowling dan
Hammond (2008). Berdasarkan temuan-temuan tersebut, maka hipotesis penelitian ini adalah :
H4 : Kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen

5) Kepuasan Kerja Terhadap Intensi Keluar


Intensi keluar merupakan salah satu bentuk penarikan diri karyawan, dua bentuk yang lain
adalah tingkat ketidakhadiran (absenteeism) dan sikap acuh karyawan (employee silence). Hom dan
Griffeth (1984) menyatakan bahwa ketidakpuasan membangkitan pikiran individu untuk
meninggalkan organisasi. Cheung dan Wu (2012) menyatakan bahwa kepuasan berpengaruh
negatif terhadap intensi keluar. Sejalan dengan hal tersebut adalah penelitian yang dilakukan antara
lain oleh Bowling dan Hammond (2008), De Gieter et al. (2008), Vidal et al. (2007), Maier et al.
(2012), dan Seston et al. (2009). Berdasarkan temuan-temuan tersebut, maka hipotesis penelitian ini
adalah :
H5 : Kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap intensi keluar
3. METODELOGI

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dirancang dengan tujuan untuk dapat memahami, menjelaskan, dan memprediksi
tingkat ketergantungan variabel independen terhadap variabel dependen. Dengan kata lain
penelitian ini bersifat asosiatif yang dilakukan dengan cara menghubungkan variabel satu dengan
variabel lainnya.
Variabel-variabel yang digunakan adalah keadilan organisasional (distributif, prosedural, dan
interaksional), kepuasan kerja, komitmen, dan intensi keluar, sebagaimana diungkapkan dalam
hipotesis, masing-masing akan diuraikan dalam indikator yang sesuai dan selanjutnya diturunkan
menjadi item pertanyaan dalam instrumen penelitian. Data dikumpulkan melalui observasi,
wawancara, dan kuesioner yang dilanjutkan dengan uji validitas dan reliabilitas.
Metode pengukuran yang sesuai dengan rancangan penelitian ini adalah Structural Equation
Modeling (SEM). SEM yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan Partial
Least Square (PLS). Ghozali (2008) menyatakan bahwa PLS dapat digunakan untuk
menganalisis data yang tidak ideal atau tidak mendasarkan pada asumsi skala pengukuran,
distribusi data, dan jumlah sampel. Berbeda dengan Covariance Based SEM yang bertujuan untuk
menjelaskan hubungan kausalitas, maka PLS yang disebut juga Component Based SEM bertujuan
untuk mencari hubungan linier prediktif antarvariabel.
3.2 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah meneliti pengaruh keadilan organisasional (distributif,
prosedural, dan interaksional) terhadap kepuasan kerja dan dampaknya terhadap komitmen dan
intensi keluar di PT Indonesia Power UBP Semarang. Survei dilakukan dengan menggunakan
kuesioner yang akan didistribusikan ke tiga lokasi yang dimiliki UBP Semarang, yaitu:
Pesanggaran (Denpasar), Pemaron (Buleleng), dan Gilimanuk (Jembrana).

3.3 Variabel Penelitian

3.3.1 Identifikasi Variabel

Identifikasi variabel perlu dilakukan untuk memberikan gambaran dan acuan dalam penelitian.
Berdasarkan rumusan masalah dan hipotesis 1 sampai dengan 5 yang diajukan, variabel-variabel
penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Variabel independen atau variabel eksogen adalah variabel penyebab, variabel yang
tidak dipengaruhi variabel lainnya, tetapi memberi efek kepada variabel lainnya (Yamin dan
Kurniawan, 2009). Variabel ini tidak memperhitungkan efek sisa (disturbance). Dalam
diagram jalur, variabel eksogen ditandai dengan panah tunggal yang berasal dari arahnya. Pada
penelitian ini yang menjadi variabel eksogen adalah keadilan distributif, prosedural, dan
interaksional.
2. Variabel dependen atau variabel endogen adalah variabel yang dijelaskan oleh variabel
eksogen dan merupakan efek dari variabel eksogen (Yamin dan Kurniawan, 2009). Dalam
diagram jalur, variabel endogen secara eksplisit ditandai oleh kepala panah yang menuju ke
arahnya, baik tanda panah dari variabel eksogen maupun dari variabel eror. Pada penelitian
ini yang menjadi variabel endogen adalah kepuasan kerja, komitmen, dan intensi keluar
3.3.2 Definisi Operasional Variabel

Sekaran (2006) menyatakan bahwa definisi operasional adalah definisi sebuah ide dalam
istilah yang bisa diukur dengan mengurangi tingkat abstraksinya melalui penggambaran dimensi
dan elemennya. Berikut ini dijelaskan definisi operasional dari masing-masing variabel
penelitian:
1) Keadilan distributif

Keadilan distributif adalah keadilan jumlah imbalan yang dirasakan diantara individu-individu
(Robbins dan Judge, 2008). Imbalan yang dimaksud bukan hanya aspek finansial tetapi juga
kesempatan promosi (Cohen-Carash dan Spector, 2001 dan Colquitt, 2001). Item-item pengukuran
disusun untuk menilai imbalan yang diberikan, meliputi : P1 (Pay for Person), P2 (Pay for
Position), P3 (Pay for Performance), lembur, Kompensasi Khusus Jabatan (KKJ), premi, dan
kesempatan promosi. Indikator-indikator untuk mengukur keadilan distributif menggunakan item
pengukuran yang dikembangkan oleh Colquitt (2001), yaitu:
a. Persamaan (dj1) menunjukkan penilaian mengenai kesetaraan antara usaha yang diberikan
dalam pekerjaan dengan imbalan yang diterima.
b. Kelayakan (dj2) menunjukkan penilaian mengenai kelayakan imbalan yang diberikan
perusahaan berdasarkan penyelesaian pekerjaan.
c. Kontribusi (dj3) menunjukkan penilaian mengenai kesesuaian antara imbalan dengan
kontribusi yang diberikan kepada perusahaan.
d. Kinerja (dj4) menunjukkan penilaian mengenai kesesuaian antara kinerja yang dihasilkan
dengan imbalan yang diterima.

2) Keadilan prosedural

Keadilan prosedural adalah keadilan yang dirasakan dari proses yang digunakan untuk
menentukan distribusi imbalan (Robbins dan Judge, 2008). Indikator-indikator untuk mengukur
keadilan prosedural menggunakan item pengukuran yang dikembangkan oleh Colquitt (2001),
yaitu:
a. Kendali proses (pj1) menunjukkan penilaian mengenai kesempatan yang diberikan untuk
mengungkapkan pandangan selama peraturan diterapkan.
b. Kendali keputusan (pj2) menunjukkan penilaian mengenai kesempatan yang diberikan
dan diwakili oleh Persatuan Pegawai untuk ikut mengawasi penerapan peraturan.
c. Konsistensi (pj3) menunjukkan penilaian mengenai konsistensi penerapan peraturan.
d. Bebas prasangka (pj4) menunjukkan penilaian mengenai tidak adanya diskriminasi
perlakuan.
e. Akurasi informasi (pj5) menunjukkan penilaian mengenai keakuratan informasi yang
digunakan untuk membuat keputusan.
f. Mampu koreksi (pj6) menunjukkan penilaian mengenai proses banding atau
mekanisme lain yang dapat digunakan untuk memperbaiki kesalahan.
g. Etika dan moral (pj7) menunjukkan penilaian mengenai norma pedoman profesional
dalam penerapan peraturan.

3) Keadilan interaksional

Keadilan interaksional adalah persepsi individu tentang tingkat sampai dimana seorang
karyawan diperlakukan dengan penuh martabat, perhatian, rasa hormat (Robbins dan Judge, 2008)
dan berbagi informasi yang relevan dengan karyawan (Cropanzano et al., 2007). Indikator-indikator
untuk mengukur keadilan interaksional menggunakan pengukuran yang dikembangkan oleh
Colquitt (2001), yaitu:
a. Kesopanan (ij1) menunjukkan penilaian mengenai kesopanan yang ditunjukkan
atasan kepada bawahan.
b. Bermartabat (ij2) menunjukkan penilaian mengenai perlakuan atasan yang penuh martabat
c. Hormat (ij3) menunjukkan penilaian mengenai sikap hormat yang ditunjukkan
atasan kepada bawahan.
d. Kepantasan kata-kata (ij4) menunjukkan penilaian mengenai kepantasan kata-kata yang
digunakan atasan dalam berkomunikasi.
e. Kejujuran (ij5) menunjukkan penilaian mengenai kejujuran atasan dalam berkomunikasi.
f. Pembenaran (ij6) menunjukkan penilaian mengenai bagaimana atasan menjelaskan
peraturan / prosedur perusahaan.
g. Masuk akal (ij7) menunjukkan penilaian mengenai masuk akal tidaknya penjelasan
yang diberikan.
h. Tepat waktu (ij8) menunjukkan penilaian mengenai kesiapan atasan untuk berkomunikasi
setiap waktu.

4) Kepuasan kerja

Kepuasan kerja adalah perasaan senang seseorang akibat persepsi bahwa pekerjaannya
memenuhi atau memungkinkan terpenuhinya nilai-nilai kerja penting bagi orang itu (Noe et al.,
2011). Indikator-indikator untuk mengukur kepuasan kerja menggunakan pengukuran affective job
satisfaction yang dikembangkan oleh Brayfield dan Rothe (1951), yaitu:
a. Kepuasan (js1) menggambarkan perasaan puas terhadap pekerjaan.
b. Antusiasme (js2) menggambarkan antusiasme yang dirasakan terhadap pekerjaan.
c. Kenikmatan (js3) menggambarkan kenikmatan yang dirasakan dalam setiap hari
kerja.
d. Kegembiraan (js4) menggambarkan perasaan gembira dalam bekerja.
e. Kesenangan (js5) menggambarkan perasaan senang terhadap pekerjaan.

5) Komitmen

Komitmen organisasional adalah perasaan terikat karyawan terkait dengan keterlibatan


mereka pada organisasi (McShane dan Von Glinow, 2008). Indikator-indikator untuk mengukur
komitmen menggunakan pengukuran affective commitment yang dikembangkan oleh Meyer et al.
(1993), yaitu:
a. Menjadi bagian dari masalah perusahaan (co1) menunjukkan tanggapan terhadap
masalah yang dihadapi perusahaan.
b. Menjadi bagian dari perusahaan (co2) menunjukkan perasaan apakah merasa menjadi
bagian dari perusahaan atau tidak.
c. Perasaan terikat (co3) menunjukkan perasaan terikat terhadap perusahaan. d. Arti
personal (co4) menunjukkan perasaan mengenai arti perusahaan.
d. Rasa memiliki (co5) menunjukkan sikap rasa memiliki terhadap perusahaan

6) Intensi keluar

Intensi keluar adalah kemungkinan yang diperkirakan sendiri oleh karyawan bahwa dia memiliki
kesadaran dan sengaja ingin untuk secara permanen meninggalkan organisasi suatu saat (Hom dan
Griffeth, 1991). Indikator- indikator untuk mengukur intensi keluar menggunakan pengukuran yang
dikembangkan Michigan Organizational Assessment Questionairre dalam Shore et al.(1990), yaitu
:
a. Keinginan mencari pekerjaan lain (ti1) menunjukkan keinginan untuk mencari
pekerjaan dalam satu tahun mendatang.
b. Keinginan untuk tetap bekerja (ti2) menunjukkan keinginan untuk bekerja sampai
pensiun.
c. Pikiran untuk meninggalkan organisasi (ti3) menunjukkan seberapa sering pikiran untuk
meninggalkan perusahaan.

3.4 Pengumpulan Data

3.4.1 Jenis Data

Data yang digunakan adalah data kuantitatif dan kualitatif, sebagai berikut:
1. Data kuantitatif dalam penelitian ini adalah data jumlah karyawan, hasil survey HRSE, dan
data dari kuesioner berupa jumlah responden dan skor total masing- masing variabel.
2. Data kualitatif dalam penelitian ini adalah lokasi penelitian dan gambaran umum
perusahaan, antara lain sejarah perusahaan, data pembangkit yang dikelola, dan pesaing
dalam industri kelistrikan.

3.4.2 Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari :


1. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari tangan pertama yang berkaitan dengan
variabel untuk tujuan spesifik penelitian (Sekaran, 2006). Sumber data primer berasal dari
karyawan yang menjadi responden penelitian ini dengan mengisi kuesioner untuk
mengetahui tentang persepsi mereka terkait variabel yang diteliti.
2. Data sekunder, yaitu data yang dikumpulkan dari sumber yang telah tersedia dalam
perusahaan, antara lain data jumlah karyawan, hasil survey HRSE, sejarah perusahaan,
data pembangkit yang dikelola, dan pesaing dalam industri kelistrikan.

3.4.3 Populasi Dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT Indonesia Power UBP Semarang
dari jenjang Pelaksana sampai Penyelia Atas sebanyak 260 orang. Teknik sampling menggunakan
Teknik sampling probability dan menggunakan teknik random sampling dalam menentukan
sampling penelitiaan.
Berdasarkan rumus slovin dengan standart eror 10 % maka rumus n = N / ( 1 + N e² ) =
308 / (1 + 260 x 0,01²) = 99,61 sample maka yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 100
sample. Kuisioner yang di bagikan sebanyak 100 kuisioner akan tetapi yang kemSemarang
hanya 50 kuisioner dan 50 tidak kemSemarang. Sementara untuk melakukan running program
menggunakan PLS bisa menggunakan 30 – 100 sampel.

3.4.4 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan cross sectional survey, yaitu metode
pengumpulan data dimana informasi dikumpulkan hanya pada saat tertentu. Sedangkan teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah:
1. Observasi, digunakan untuk mengumpulkan data secara langsung serta mencatat
fenomena di lokasi penelitian. Data yang diperolah antara lain proses dialog antara
manajemen dengan karyawan dalam berbagai forum, aktivitas knowledge sharing yang
dilakukan atasan dan bawahan, dan intensitas karyawan dalam melaksanakan tugasnya.
2. Kuesioner, digunakan untuk memperoleh data primer kuantitatif penelitian mengenai
variabel-variabel yang diteliti. Data dikumpulkan dengan mengirimkan kuesioner yang
diberikan secara pribadi. Setelah kuesioner didistribusikan, responden diberi waktu selama
satu minggu untuk menjawab, dan setelah selesai mengisi kuesioner tersebut akan
dikumpulkan kemSemarang.

3.4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian menggunakan kuesioner yang diberikan kepada karyawan PT


Indonesia Power UBP Semarang. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala Likert,
dengan variasi skor antara (5) sangat setuju - (1) sangat tidak setuju dan (5) selalu - (1) tidak
pernah. Tabel 4.2 memperlihatkan rincian item- item yang digunakan untuk mengukur masing-
masing konstruk.

3.5 Metode Analisis Data

Suatu penelitian membutuhkan analisis data dan intepretasinya yang bertujuan


untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian dalam rangka mengungkap fenomena sosial
tertentu. Analisis data adalah proses penyederhanaan data menjadi bentuk yang lebih mudah
dibaca dan diintepretasikan. Teknik analisis yang dipilih untuk menganalisis data harus sesuai
dengan pola penelitian dan variabel yang akan diteliti. Teknik analisis data diuraikan pada paparan
berikut ini.

3.5.1 Teknik Analisis

Dalam penelitian ini analisis data menggunakan pendekatan Partial Least Square (PLS). PLS
adalah model persamaan Structural Equation Modeling (SEM) yang berbasis komponen atau
varian. Menurut Ghozali (2009), PLS merupakan pendekatan alternatif yang bergeser dari
pendekatan SEM berbasis kovarian menjadi berbasis varian.
SEM yang berbasis kovarian umumnya menguji kausalitas/teori sedangkan PLS lebih bersifat
predictive model. PLS merupakan metode analisis yang powerfull (Ghozali, 2008), karena
tidak didasarkan pada banyak asumsi. Misalnya, data harus terdistribusi normal, sampel tidak
harus besar. Selain dapat digunakan untuk mengkonfirmasi teori, PLS juga dapat digunakan untuk
menjelaskan ada tidaknya hubungan antar variabel laten. PLS dapat sekaligus menganalisis
konstruk yang dibentuk dengan indikator reflektif dan formatif.
Menurut Ghozali (2008) tujuan PLS adalah membantu peneliti untuk tujuan prediksi. Model
formalnya mendefinisikan variabel laten adalah linear agregat dari indikator-indikatornya.
Weight estimate untuk menciptakan komponen skor variabel laten didapat berdasarkan bagaimana
inner model (model struktural yang menghubungkan antarvariabel laten) dan outer model (model
pengukuran yaitu hubungan antara indikator dengan konstruknya) dispesifikasi. Hasilnya
adalah residual variance dari variabel dependen.
Estimasi parameter yang didapat dengan PLS dapat dikategorikan menjadi tiga. Pertama,
adalah weight estimate yang digunakan untuk menciptakan skor variabel laten. Kedua,
mencerminkan estimasi jalur (path estimate) yang menghubungkan variabel laten dan antarvariabel
laten dan indikatornya (loading). Ketiga, berkaitan dengan means dan lokasi parameter (nilai
konstanta regresi) untuk indikator dan variabel laten. Untuk memperoleh ketiga estimasi ini, PLS
menggunakan proses iterasi 3 tahap dan setiap tahap iterasi menghasilkan estimasi. Tahap
pertama, menghasilkan weight estimate, tahap kedua menghasilkan estimasi untuk inner model
dan outer model, dan tahap ketiga menghasilkan estimasi means dan lokasi (Ghozali, 2008).
3.5.2 Model Struktural atau Inner Model

Inner model (inner relation, structural model, dan substantive theory) menggambarkan
hubungan antarvariabel laten berdasarkan pada teori substantif. Model struktural dievaluasi dengan
menggunakan R-square untuk konstruk dependen, Stone-Geisser Q-square test untuk predictive
relevance, dan uji t serta signifikansi dari koefisien parameter jalur struktural.
Dalam menilai model dengan PLS dimulai dengan melihat R-square untuk setiap variabel
laten dependen. Interpretasinya sama dengan interpretasi pada regresi. Perubahan nilai R-square
dapat digunakan untuk menilai pengaruh variabel laten independen tertentu terhadap variabel
laten dependen apakah mempunyai pengaruh yang substantif (Ghozali, 2008). Hasil R-square
sebesar
0,67, 0,33, dan 0,19 mengindikasikan bahwa model “baik”, “moderat”, dan “lemah”.
Persamaan inner model adalah :

(1)

Keterangan

= matriks konstruk laten endogen


= koefisien matriks variabel endogen
= matriks konstruk laten eksogen
= koefisien matriks variabel eksogen
= inner model residual matriks

3.5.3 Model Pengukuran atau Outer Model

Convergent validity dari model pengukuran dengan model reflektif indikator dinilai
berdasarkan korelasi antara item score / component score dengan construct score yang dihitung
dengan PLS. Ukuran reflektif dikatakan tinggi jika berkorelasi lebih dari 0,70 dengan
konstruk yang ingin diukur. Namun demikian untuk penelitian tahap awal dari pengembangan
skala pengukuran nilai loading 0,5 sampai 0,60 dianggap cukup (Chin, 1998 dalam Ghozali,
2008). Discriminant validity dari model pengukuran dengan reflektif indikator dinilai
berdasarkan cross loading pengukuran dengan konstruk. Jika korelasi konstruk dengan item
pengukuran lebih besar daripada korelasi dengan konstruk lainnya, maka akan menunjukkan
bahwa konstruk laten memprediksi ukuran pada blok yang lebih baik daripada ukuran blok
lainnya. Persamaan outer model adalah :

(2)

(3)
Keterangan :

x dan y = matriks variabel manifes eksogen dan endogen dan


dan = matriks konstruk laten eksogen dan endogen
= matriks koefisien (matriks loading)
= matriks outer model residu
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran umum objek penelitian

PT Indonesia Power merupakan salah satu anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki oleh
PT PLN (Persero). PT Indonesia Power sebelumnya bernama PT PLN Pembangkitan Tenaga
Listrik Jawa Bali I (PLN PJB I) dan didirikan pada tanggal 3 Oktober 1995 sebagai langkah untuk
memulai kemandirian bisnis sektor pembangkitan tenaga listrik di Indonesia. Pada tanggal 3
Oktober 2000, nama PT PLN PJB I berubah menjadi PT Indonesia Power.
Saat ini, PT Indonesia Power memfokuskan kegiatan usahanya sebagai penyedia tenaga
listrik dengan mengoperasikan pembangkit yang tersebar di Jawa - Bali dengan total kapasitas
sebesar 8.996 MW dan produksi sekitar 43 TWh. Selain itu, perusahaan juga mengoperasikan dua
pembangkit dengan kapasitas gabungan sebesar 62 MW di luar Jawa - Bali. Sampai dengan tahun
2012, PT Indonesia Power memiliki pangsa pasar sebesar 25% dalam industri kelistrikan. Realisasi
penjualan tenaga listrik dalam 5 tahun terakhir menurun rata‐rata sebesar
2,9% dan pangsa pasar di Jawa - Bali juga menurun. Hal ini disebabkan pada periode tersebut
PT Indonesia Power tidak memiliki pembangkit baru, sedangkan di pasar Jawa - Bali banyak
muncul pembangkit baru yang memiliki merit tinggi sehingga alokasi energi lebih banyak jatuh ke
pembangkit baru tersebut. Pembangkit yang dimiliki PT Indonesia Power terdiri dari berbagai
jenis / tipe dan bahan bakar, dimana PLTU dan PLTGU menyumbang sekitar 73% dari total
kapasitas terpasang, yang dalam hal ini termasuk pembangkit yang dimiliki yaitu PLTU Suralaya,
sedangkan sisa dari total kapasitas terpasang terdiri dari beberapa pembangkit PLTA, PLTP, PLTG
dan PLTD dengan skala lebih kecil. Pembangkit PT Indonesia Power terbagi menjadi 8 Unit Bisnis
Pembangkitan (UBP), yaitu: UBP Suralaya, UBP Priok, UBP Saguling, UBP Kamojang, UBP
Mrica, UBP Semarang, UBP Perak - Grati, dan UBP Bali.

4.2 Deskriptif profil responden

Responden pada penelitian ini adalah 50 pegawai PT.Indonesia Power. Di bawah ini akan
dijelaskan profil pegawai yang menjadi responden penelitian:

Tabel 4.1
Karakteristik Responden
4.3 Analisa partial least square

Pada penelitian ini untuk menguji hipotesis penelitian digunakan analisis Partial Least
Square (PLS) dengan program SmartPLS.

4.3.1 Evaluasi model penelitian awal

4.3.1.1 Model Pengukuran (outer model) awal

Pada evaluasi outer model dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas konstruk dalam
penelitian. Berikut adalah gambar model PLS yang diuji:

Gambar 4.1
Model awal
4.3.2 Uji Validitas

Uji validitas yang akan dilakukan terdiri dari convergent validity dan discriminant validity.
Hasil dari masing- masing uji dijelaskan di bawah ini.

4.3.2.1 Convergent Validity sebelum

Pengujian convergent validity dilakukan dengan melihat nilai loading factor. Suatu indikator
dikatakan memenuhi convergent validity jika memiliki nilai outer loading > 0,7, selain itu nilai AVE
> 0,5 .Berikut adalah nilai outer loading, AVE dan communality masing-masing indikator:

Tabel 4.2
Nilai Outer Loading, AVE
Outer
Variabel Laten Indikator AVE Valid
Loading
dj 1 0.978 YA
Keadilan dj 2 0.994 YA
0.945
Distributif dj 3 0.986 YA
dj 4 0.930 YA
pj 1 0.847 YA
pj 2 0.833 YA
pj 3 0.850 YA
Keadilan
pj 4 0.831 0.677 YA
Prosedural
pj 5 0.841 YA
pj 6 0.687 TIDAK
pj 7 0.857 YA
ij 1 0.846 YA
ij 2 0.887 YA
ij 3 0.873 YA
ij 4 0.731 YA
Keadilan
ij 5 0.915 0.728 YA
Interaksional
ij 6 0.724 YA
ij 7 0.919 YA
ij 8 0.888 YA
ij 9 0.869 YA
js 1 0.833 YA
js 2 0.892 YA
Kepuasan Kerja 0.778
js 3 0.915 YA
js 4 0.886 YA
co 1 0.791 YA
co 2 0.881 YA
Komitmen co 3 0.936 0.805 YA
co 4 0.947 YA
co 5 0.921 YA
Intensi Keluar ti 1 0.960 0.916 YA
ti 3 0.954 YA

Keadilan distributif, keadilan procedural, keadilan interaksional, kepuasan kerja dan


komitmen semua variabel dan indikator memenuhi kriteria validitas kecuali indikator PJ6 dengan
nilai loading factor kurang dari 0,7. Hal ini berarti indikator-indikator yang digunakan dalam
penelitian ini belum memenuhi convergent validity, sehingga model penelitian awal harus diperbaiki
sebelum dilakukan analisis lanjutan.
Berikut adalah nilai outer loading dan t-statistics masing- masing variabel laten:

Tabel 4.3
Nilai Outer Loading dan T-statistik

Outer
Variabel Laten Indikator T-statistik
Loading
dj 1 0.978 95,028
Keadilan Distributif dj 2 0.994 477,462
dj 3 0.986 128,380
dj 4 0.930 30,785
pj 1 0.847 18,847
pj 2 0.833 13,395
pj 3 0.850 21,422
Keadilan Prosedural pj 4 0.831 19,305
pj 5 0.841 13,773
pj 6 0.687 6,935
pj 7 0.857 16,064
ij 1 0.846 19,975
ij 2 0.887 20,455
ij 3 0.873 20,057
ij 4 0.731 7,627
Keadilan Interaksional ij 5 0.915 32,033
ij 6 0.724 8,527
ij 7 0.919 39,276
ij 8 0.888 28,649
ij 9 0.869 17,840
js 1 0.833 14,216

Kepuasan Kerja js 2 0.892 18,248


js 3 0.915 35,705
js 4 0.886 22,706
co 1 0.791 13,640
co 2 0.881 16,271
Komitmen co 3 0.936 46,443
co 4 0.947 68,908
co 5 0.921 37,042
ti 1 0.960 52,717
Intensi Keluar
ti 2 0.954 47,414
Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui bahwa pada dimensi Keadilan distributif, keadilan
procedural, keadilan interaksional, kepuasan kerja dan komitmen belum semua indikatornya yang
memiliki nilai outer loading > 0,7 akan tetapi semua indikaor memiliki nilai t-statistics
semuanya > 1,96.dapat dilihat pada table dengan petunjuk warna biru. Hal ini berarti dimensi Dan
variabel penelitian belum memenuhi convergent validity, sehingga semua dimensi dan variabel harus
diperbaiki sebelum dilakukan analisis lebih lanjut.

4.3.3 Uji Reliabilitas Model Pengukuran (Outer Model) sebelum


Untuk menguji reliabilitas konstruk dalam penelitian digunakan nilai composite reliability.
Suatu dimensi/variabel dikatakan memenuhi reliabilitas konstruk jika memiliki nilai composite
reliability > 0,7. Berikut adalah nilai composite reliability masing-masing indikator:

Tabel 4.4
Nilai composite reliability

Variabel Laten Composite Reliability Reliability


Keadilan Distributif 0,986 Ya
Keadilan
Prosedural 0,936 Ya
Keadilan
Interaksional 0,960 Ya
Kepuasan Kerja 0,933 Ya
Komitmen 0,954 Ya
Intensi Keluar 0,956 Ya

Hasil pengujian diatas menunjukan nilai composite reliability lebih besar dari 0,70 yang
diukur sesuai kriteria yang ditentukan untuk mengukur uji reliabilitas sehingga dinyatakan reliable.

4.1 Evaluasi Model Penelitian Setelah Perbaikan


Perbaikan model penelitian didasarkan pada hasil uji validitas (Tabel 4.2) dan reliabilitas
(Tabel 4.4) model penelitian awal, dengan cara menghilangkan indikator yang tidak valid, yaitu. PJ6
Kemudian dilakukan pengujian ulang terhadap model pengukuran dan strukturalnya.

4.1.1 Model Pengukuran (Outer Model) Setelah Perbaikan


Evaluasi model ini ditujukkan untuk menguji kembali validitas dan reliabilitas dari indikator-
indikator yang membentuk suatu variabel laten pada model yang telah diperbaharui. Berikut adalah
gambar model PLS setelah perbaikan.
Gambar 4.1
Model pengukuran setelah perbaikan

4.1.2 Uji Validitas Model Pengukuran (Outer Model) Setelah Perbaikan


Tabel 4.5
Uji Validitas Model Pengukuran Setelah Perbaikan

Outer
Variabel Laten Indikator AVE Valid
Loading

dj 1 0.978 YA
Keadilan dj 2 0.994 YA
0.945
Distributif dj 3 0.986 YA
dj 4 0.930 YA
pj 1 0.865 YA
Keadilan
pj 2 0.828 0.677 YA
Prosedural
pj 3 0.868 YA
pj 4 0.853 YA
pj 5 0.837 YA
pj 7 0.855 YA
ij 1 0.846 YA
ij 2 0.887 YA
ij 3 0.873 YA
ij 4 0.731 YA
Keadilan
ij 5 0.915 0.728 YA
Interaksional
ij 6 0.724 YA
ij 7 0.919 YA
ij 8 0.888 YA
ij 9 0.869 YA
js 1 0.833 YA
js 2 0.892 YA
Kepuasan Kerja 0.778
js 3 0.915 YA
js 4 0.886 YA
co 1 0.791 YA
co 2 0.881 YA
Komitmen co 3 0.936 0.805 YA
co 4 0.947 YA
co 5 0.921 YA
ti 1 0.960 YA
Intensi Keluar 0.916
ti 3 0.954 YA

Hasil pengujian diatas menunjukkan bahwa semua variabel telah memenuhi kriteria validitas,
yaitu memiliki nilai loading factor dan AVE diatas 0.70. Hal ini berarti indikator-indikator yang
digunakan dalam penelitian ini sudah memenuhi convergent validity, sehingga model penelitian
dapat dilakukan analisis lanjutan.
Berikut adalah nilai outer loading dan t-statistics masing- masing variabel laten:

Tabel 4.6
Nilai Outer Loading dan T-statistik Setelah Pengukuran

Outer
Variabel Laten Indikator T-statistik
Loading
dj 1 0.978 85,279
dj 2 0.994 497,702
Keadilan Distributif
dj 3 0.986 114,184
dj 4 0.930 30,998
pj 1 0.865 34,330
pj 2 0.828 15,847
pj 3 0.868 30,326
Keadilan Prosedural
pj 4 0.853 26,691
pj 5 0.837 13,470
pj 7 0.855 15,914
Keadilan Interaksional ij 1 0.846 16,410
ij 2 0.887 20,025
ij 3 0.873 19,039
ij 4 0.731 8,068
ij 5 0.915 40,014
ij 6 0.724 8,995
ij 7 0.919 47,335
ij 8 0.888 25,936
ij 9 0.869 21,737
js 1 0.833 15,594
js 2 0.892 18,048
Kepuasan Kerja
js 3 0.915 47,701
js 4 0.886 24,074
co 1 0.791 10,409
co 2 0.881 18,793
Komitmen co 3 0.936 46,829
co 4 0.947 57,338
co 5 0.921 42,822
ti 1 0.960 54,932
Intensi Keluar
ti 3 0.954 31,218
Berdasarkan Tabel 4.6 diketahui bahwa dimensi pada variabel kualitas layanan serta
kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan memiliki nilai outer loading > 0,7 dengan nilai t-
statistics semuanya > 1,96. Hal ini berarti dimensi-dimensi yang membentuk variabel penelitian
telah memenuhi convergent validity, sehingga semua dimensi dan indikator dapat digunakan untuk
analisis lebih lanjut.

4.1.3 Uji Reliabilitas Model Pengukuran (Outer Model) setelah perbaikan


Untuk menguji reliabilitas konstruk dalam penelitian digunakan nilai composite reliability.
Suatu dimensi/variabel dikatakan memenuhi reliabilitas konstruk jika memiliki nilai composite
reliability > 0,7. Berikut adalah nilai composite reliability masing-masing indikator:

Tabel 4.7
Nilai Composite Reliability

Variabel Laten Composite Reliability Reliability


Keadilan Distributif 0,911 Ya
Keadilan Prosedural 0,981 Ya
Keadilan Interaksional 0,956 Ya
Kepuasan Kerja 0,920 Ya
Komitmen 0,941 Ya
Intensi Keluar 0,956 Ya

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa nilai composite reliability pada variabel kualitas layanan,
kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan semuanya > 0,7. Dengan demikian dalam model
penelitian, masing-masing dimensi variabel penelitian telah memenuhi reliabilitas konstruk.
4.2 Evaluasi Model Struktural (Inner Model)
Pada evaluasi inner model akan dijelaskan hasil uji goodness-of-fit menggunakan nilai Q-
Square.
4.2.1 Uji Goodness-Of-Fit
Berdasarkan pengolahan data dengan PLS, dihasilkan nilai R-Square sebagai berikut:
Tabel 4.8
Nilai R-Square
Variabel Endogen Nilai R-Square
Intense keluar 0.185
Kepuasan kerja 0.605
komitmen 0.539

Berdasarkan Tabel 4.17 diketahui nilai R-Square untuk intense keluar sebesar 0,185 memiliki
arti bahwa presentase besarnya intense keluar yang dapat dijelaskan oleh kepuasan kerja adalah
sebesar 18.5%. Nilai RSquare untuk kepuasan kerja sebesar 0,605 memiliki arti bahwa presentase
besarnya kepuasan kerja yang dapat dijelaskan oleh keadilan distributive keadilan prosedural dan
keadilan interaksional adalah sebesar 60.5%. Nilai RSquare untuk komitmen sebesar 0,539 memiliki
arti bahwa presentase besarnya komitmen yang dapat dijelaskan oleh kepuasan kerja adalah sebesar
53.9%.
Penilaian goodness of fit diketahui dari nilai Q-Square. Nilai Q-Square memiliki arti yang
sama dengan koefisien determinasi (R-Square) pada analisis regresi, semakin tinggi Q-Square,
maka model dapat dikatakan semakin fit dengan data.
Hasil perhitungan nilai Q-Square adalah sebagai berikut:
Q-Square = 1 – [(1 – 0,185) x (1 – 0.605)] x (1 – 0,539)]
= 0,8516
Dari hasil perhitungan didapatkan nilai Q-Square sebesar 0,8516, artinya besarnya keragaman
dari data penelitian yang dapat dijelaskan oleh model penelitian adalah sebesar 85,16%, sedangkan
14,84% sisanya dijelaskan faktor lain di luar model.

4.2.2 Uji Hipotesis


Uji hipotesis dilakukan dengan melihat t-statistic. Hipotesis penelitian dapat diterima jika
t-statistic > 1,96. Berikut adalah koefisien pengaruh dan t-statistic yang dihasilkan inner model:

Tabel 4.3
Original sampel dan T-statistik

Hipotesis Pengaruh Original t-statistik


Sampel
H1 Keadilan distributif -> Kepuasan kerja -0.105 0.975
H2 Keadilan prosedural -> kepuasan kerja 0.228 4.569
H3 Keadialan interaksional -> kepuasan 0.672 1.430
kerja
H4 Kepuasan kerja -> komitmen 0. 734 11.033
H5 Kepuasan kerja -> intense keluar 0. 430 4.760
(Sumber: Lampiran 4)
 pengaruh keadilan distributif terhadap kepuasan kerja menghasilkan t-statistic sebesar 0.975 <
1,96. dapat disimpulkan keadilan distributive tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan
kerja pada PT. Indonesia Power. berdasarkan hasil ini H1 yang menduga kedilan distributif
berpengaruh terhadap kepuasan kerja, tidak dapat diterima. pengaruh keadilan distributif
terhadap kepuasan adalah negatif ditunjukkan dengan koefisien pengaruh sebesar -0,105. Hal ini
berarti peningkatan keadilan distributif, tidak akan meningkatkan secara signifikan kepuasan
kerja pada PT. Indonesia Power.
 pengaruh keadilan prosedural terhadap kepuasan kerja menghasilkan t-statistic sebesar 4.569 >
1,96. dapat disimpulkan keadilan prosedural berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja
pada PT. Indonesia Power. berdasarkan hasil ini H2 yang menduga kedilan prosedural
berpengaruh terhadap kepuasan kerja, dapat diterima. pengaruh keadilan prosedural terhadap
kepuasan kerja adalah positif ditunjukkan dengan koefisien pengaruh sebesar 0,228. Hal ini
berarti peningkatan keadilan prosedural, akan meningkatkan secara signifikan kepuasan kerja
pada PT. Indonesia Power.
 pengaruh keadilan interaksional terhadap kepuasan kerja menghasilkan t-statistic sebesar 1.430
< 1,96. dapat disimpulkan keadilan interaksional tidak berpengaruh signifikan terhadap
kepuasan kerja pada PT. Indonesia Power. berdasarkan hasil ini H3 yang menduga kedilan
interaksional berpengaruh terhadap kepuasan kerja, tidak dapat diterima. pengaruh keadilan
interaksional terhadap kepuasan kerja adalah positif ditunjukkan dengan koefisien pengaruh
sebesar 0,672. Hal ini berarti peningkatan keadilan interaksional, tidak akan meningkatkan
secara signifikan kepuasan kerja pada PT. Indonesia Power.
 pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen menghasilkan t-statistic sebesar 11.033 >1,96.
dapat disimpulkan kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap komitmen pada PT.
Indonesia Power. berdasarkan hasil ini H4 yang menduga kepuasan kerja berpengaruh
terhadap komitmen, dapat diterima. pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen adalah positif
ditunjukkan dengan koefisien pengaruh sebesar 0,734. Hal ini berarti peningkatan kepuasan
kerja, akan meningkatkan secara signifikan komitmen pada PT. Indonesia Power.
 pengaruh kepuasan kerja terhadap intensi keluar menghasilkan t-statistic sebesar 4,760 >1,96.
dapat disimpulkan kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap intense keluar pada PT.
Indonesia Power. berdasarkan hasil ini H5 yang menduga kepuasan kerja berpengaruh
terhadap intense keluar, dapat diterima. pengaruh kepuasan kerja terhadap intense keluar adalah
positif ditunjukkan dengan koefisien pengaruh sebesar 0,430. Hal ini berarti peningkatan
kepuasan kerja, akan meningkatkan secara signifikan intense keluar pada PT. indonesia power.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa :


1) Hasil analisis data menunjukkan bahwa keadilan distributif berpengaruh negatif terhadap
kepuasan kerja. Hal ini berarti semakin rendah karyawan merasakan keadilan dalam distribusi
imbalan, semakin rendah pula kepuasan kerja yang dirasakan.
2) Hasil analisis data menunjukkan bahwa keadilan prosedural berpengaruh positif terhadap
kepuasan kerja. Hal ini berarti semakin tinggi karyawan merasakan keadilan dalam
penerapan peraturan, semakin tinggi pula kepuasan kerja yang dirasakan.
3) Hasil analisis data menunjukkan bahwa keadilan interaksional berpengaruh negative
terhadap kepuasan kerja. Hal ini berarti semakin rendah karyawan merasakan keadilan dalam
hubungan interpersonal dan akses informasi, semakin rendah pula kepuasan kerja yang
dirasakan.
4) Hasil analisis data menunjukkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap
komitmen. Hal ini berarti semakin tinggi karyawan merasakan kepuasan kerja semakin tinggi
pula perasaan terikat dan keterlibatan mereka.
5) Hasil analisis data menunjukkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap intensi
keluar. Hal ini berarti semakin tinggi karyawan merasakan kepuasan kerja, semakin rendah
keinginan mereka untuk meninggalkan perusahaan.

6.2 Saran

Berdasarkan kajian dan hasil yang diperoleh pada bab sebelumya dapat disarankan
sebagai berikut :
1) Manajemen PT Indonesia Power perlu meyakinkan kepada seluruh karyawan bahwa sistem
distribusi imbalan yang diterapkan telah berdasarkan asas kontribusi yang menghargai
karyawan berdasarkan konstribusi yang diberikan. Sistem imbalan yang ada perlu
disosialisasikan kembali dan digunakan sebagai alat untuk memotivasi karyawan dalam
mencapai kinerja.
2) Manajemen PT Indonesia Power perlu memelihara konsistensi prosedur yang menjunjung
etika dan moral dan meningkatkan efektifitas mekanisme check and balances bersama dengan
Persatuan Pegawai dan menyebarluaskan hasil dialog dengan Persatuan Pegawai kepada
seluruh karyawan.
3) Manajemen PT Indonesia Power perlu memelihara iklim kerja yang mencerminkan
mutual respect dan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi melalui pelatihan manajerial
sesuai persyaratan kompetensi peran sehingga mereka mampu berkomunikasi efektif sesuai
dengan kebutuhan khusus bawahan.
4) Manajemen PT Indonesia Power perlu memelihara iklim kerja karena sebagian besar
karyawan menikmati setiap hari kerja mereka dan dapat meningkatkan makna
pekerjaan melalui motivational coaching sehingga karyawan menyenangi pekerjaan
mereka.
5) Manajemen PT Indonesia Power perlu memelihara iklim kerja yang melibatkan
seluruh karyawan karena sebagian besar karyawan sudah merasa menjadi bagian dari
Perusahaan dan dapat meningkatkan atensi mereka terkait masalah yang dihadapi
Perusahaan melalui forum-forum dan motivational coaching.
DAFTAR PUSTAKA

Ghozali, Imam. 2008 .Structural Equation Modeling : Metode Alternatif Dengan Partial Least
Square. Semarang :Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hair Jr, J.F., Black, W.C., Babin, B.J., &Anderson, R.E. 2010. Multivariate Data Analysis,7th
Edition, Prentice – Hall International, Inc.

Louhenapessy, Yofrankuv A. R. Analisis Pengaruh Kualitas Layanan dan Kepuasan Pelanggan


Terhadap Loyalitas Pelanggan Pada PT. Telekomunikasi, TBK WITEL Maluku Dengan
Menggunakan Struktural Equation Model (SEM)

Noe,R.A., Hollenbeck,J. R., Gerhart,B., &Wright,P. M. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia:
Mencapai Keunggulan Bersaing, Edisi 6. Penerbit Salemba Empat.

Sekaran, Uma. 2006. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis, Edisi 4 .Penerbit Salemba Empat.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai