PEMBAHASAN
dan terjadi
terjadi proses tekanan negatif yang menyebabkan
inflamasi pada telinga transudasi cairan
tengah
Manifestasi klinis otitis media akut tergantung pada setiap stadium Biasanya
pasien dewasa datang dengan keluhan gangguan pendengaran karena telinga terasa
penuh, nyeri telinga (otalgia), demam, vertigo. Jika terjadi ruptur membran timpani maka
akan terlihat sekret mengalir terus (Buku ajar THT FKUI, 2007).
1) Stadium Oklusi Tuba
Terdapat retraksi membrane timpani dan berwarna keruh pucat, efusi sulit
terlihat, telinga terasa penuh, otalgia, tuli konduktif (Tanto et. al, 2014)
2) Stadium Hiperemis atau Pre-supurasi
Membrane timpani hiperemis dan edem, sekret masih sulit terlihat, telinga terasa
penuh, otalgia, tuli konduktif
3) Stadium Supurasi
Edem hebat, eksudat purulen, membran timpani bulging ke luar, otalgia hebat,
nadi meningkat, iskemia jika tekanan tetap tinggi, demam tinggi hingga 39,5 C,
gelisah, vertigo, diare, kejang pada anak biasanya, muntah (Tanto. et. al, 2014)
4) Stadium Perforasi
Ruptur membrane timpani, nanah mengalir keluar ke telinga luar, suhu yang
tadinya menigkat distadium supurasi pada stadium akan turun, nadi turun dalam
batas normal sehingga pasien tampak tenang
5) Stadium Resolusi
Penutupan membran timpani secara perlahan, jika virulensi kuman rendah dan
system imun tubuh baik maka penyembuhan akan terjadi tanpa pengobatan
Diagnosis pada pasien otitis media akut bisa ditegakkan dengan melakukan
anamnesis yang cermat, bertahap serta akurat dan melakukan pemeriksaan fisik jika
perlu dilakukan pemeriksaan penunjang untuk membantu diagnosis. Pada anak
biasanya keluhan utama nyeri pada telinga biasanya didahului dengan batuk pilek, dan
pada dewasa biasanya keluhan utama berupa gangguan pendengaran berupa rasa
penuh ditelinga atau tuli konduktif. Kriteria diagnosis otitis media akut adalah (Munilson,
Edward & Yolazenia, 2014) :
1) Munculnya mendadak atau akut
2) Ditemukan tanda efusi (bulging, terbatasnya gerakan membrane timpani,
terdapat bayangan cairan dibelakang membrane, dan keluarnya cairan dari
telinga (otorea)
3) Terdapat tanda radang ditelinga tengah (hiperemis membrane timpani, nyeri
telinga yang sangat mengganggu aktivitas sehari-hari dan bahkan mengganggu
pada saat tidur)
4) Otitis media akut yang berat akan terjadi otalgia kriteria sedang-berat, demam
lebih dari 39 C dan gejala-gejala lain.
Pada pemeriksaan telinga untuk mendiagnosis otitis media akut bisa digunakan
seperti otoskop, otoskop pneumatic, timpanometri, dan timpanosintesis. Pada
pemeriksaan dengan menggunakan otoskop akan tampak membrane timpani bulging,
hiperemis, dan otorea (Munilson, Edward & Yolazenia, 2014).
Pada saat kami melakukan anamnesis pasien bercerita tentang penyakitnya.
Pasien mengalami nyeri telinga selama 10 hari, nyerinya hilang timbul, tidak ada sekret
yang keluar, terdapat nyeri tragus, jika batuk atau pilek akan terasa semakin nyeri,
pendengaran telinga kanan sedikit menurun, pada awal telinga terasa penuh dan
auricular mati rasa selama 1 minggu dari mulai gejalanya, pada 3 hari pertama pasien
mengalami demam, terdapat vertigo pada pasien, pasien mengalami batuk pilek 1
minggu sebelum nyeri telinga. Dari kebiasan pasien sering berenang dalam seminggu
bisa sampai 4 kali atau lebih dan kebiasaan mengorek – ngorek telinga setelah mandi
pada sore hari. Pada hasil anamnesis didapatkan kebiasaan pasien yang sering
berenang dan mengorek – ngorek teliga merupakan faktor resiko terjadinya otitis media
akut.
Pada pemeriksaan otoskopi terdapat membrane timpani hiperemis, cone of light
tidak kelihatan, tidak terdapat eksudat purulent dikavum timpani, membrane timpani
tidak bulging keluar dan terdapat nyeri tragus tapi tidak terlalu nyeri cuma sekali
munculnya. Jadi diagnosis pasien adalah otitis media akut stadium hiperemis atau pre-
supurasi
Diagnosis banding tambahan ada berbagai macam otitis media, ada yang
supuratif dan non supuratif dan masing – masing memiliki bentuk akut dan kronik:
1) Otitis media supuratif kronis disebabkan karena terapi yang terlambat
diberikan, virulensi kuman tinggi, imunitas yang rendah dan higienitas
yang buruk. Pada pasien otitis media akut dengan terjadi perforasi yang
terus – menerus akan terjadi otitis media supuratif kronis. Otitis media
supuratif kronis dibagi menjadi dua (Buku ajar THT FKUI, 2007) yaitu:
a) Otitis media supuratif kronis aman (benigna) : terbatas pada
mukosa, tidak terkena tulang, tidak terdapat kolesteatoma
b) Otitis media supuratif kronis bahaya (maligna) : sekret keluar dari
kavum timpani, terdapat kolesteatoma, dan mengenai tulang
Dari gejala diatas terdapat perforasi dan koleasteatoma maka otitis media
supuratif kronis dapat disingkirkan karena pasien tidak mengalami
perforasi dan tidak terdapat koleasteatoma.
2) Otitis media non supuratif dibawah ini :
a) Otitis media serosa akut keadaan terbentuknya sekret di dalam
telinga tengah secara tiba – tiba yang diakibatkan karena
terganggunya fungsi tuba. Otitis media serosa akut sering terjadi
pada dewasa. Gejalanya berupa gangguan pendengaran, rasa
sedikit nyeri pada telinga, vertigo ringan, rasa tersumbat pada
telinga atau suara sendiri terdengar lebih keras ditelinga yang
sakit dibanding telinga yang tidak sakit (diplacusis binauralis), dan
terasa ada cairan yang bergerak dalam telinga pada saat posisi
kepala dirubah (Buku ajar THT FKUI, 2007). Pada pasien tidak
terdapat diplacusis binauralis atau suara terdengar lebih keras
disbanding telinga yang tidak sakit, dan pasien tidak merasakan
ada cairan yang mengalir jika posisi kepala berubah, maka
diagnosis ini dapat disingkirkan. Pengobatan dapat diberikan
vasokontriktor
b) Otitis media serosa kronik (glue ear) perbedaan akut dengan
kronis yaitu pembentukan disekretnya. Pada kronik sekretnya
terbentuk secara bertahap tanpa dibarengi dengan rasa nyeri
telinga dan berlangsung lama. Sekret yang terbentuk pada kronis
berupa kental seperti lem (glue ear) (Buku ajar THT FKUI, 2007).
Pada pasien tidak terdapat sekret yang kental seperti lem dan
keluhan pasien bersifat cepat atau akut tidak berlangsung lama.
Jadi diagnosis ini dapat disingkirkan
3) Otitis eksterna difus disebabkan oleh Pseudomonas biasanya mengenai
kulit 2/3 dalam liang telinga. Gejalanya berupa nyeri tekan tragus,
terdapat sekret yang berbau, liang telinga terlihat sempit, KGB membesar
dan nyeri tekan (Buku ajar THT FKUI, 2007). Pada pasien tidak terdapat
sekret yang berbau, dan liang telinga tidak terlihat sempit. Pada pasien
terdapat nyeri tragus maka diagnosis ini kami masukin dalam diagnosis
banding tetapi telinga yang mengalami masalah atau peradangan
merupakan telinga tengah bukan telinga luar maka diagnosis ini dapat
disingkirkan.
. Tatalaksana disini bermanfaat untuk mengurangi gejala yang diderita pasien,
dan mencegah gejala yang lebih parah bahkan dapat menimbulkan komplikasi.
Tatalaksana ini diberikan tergantung pada stadium yang dialami pasien (Munilson,
Edward & Yolazenia, 2014)
1) Stadium Oklusi Tuba
Diberikan HCL efedrin 0,5% pada anak <12 tahun, 1% untuk dewasa jika
tidak ada bisa diberikan pseudoefedrin tablet 3x60 mg. Dan tangani
sumber infeksi.
2) Stadium Hiperemis
Terapi awal diberikan penissilin IM untuk mencegah matoiditis dan
antibiotic sistemik seperto Amoxixilin 3x500 mg, ampisilin 3x500 mg, dan
eritromisin 4x500 mg jika ada alergi pada penissilin. Antibiotik ini harus
diberikan selama 7 hari. Jika ada gejala simptomatik seperti demam
dapat diberikan paracetamol 3x500 mg atau asam mefenamat 3x500 mg
jika tidak ada penyakit lambung
3) Stadium Supurasi
Diberikan antibiotik dan dilakukan miringotomi agar gejala klinis cepat
hilang distadium ini dan ruptur membrane timpani dapat dihindari
4) Stadium Perforasi
Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta diberikan
antibiotik. Biasanya perforasi dapat menutup 7-10 hari
5) Evaluasi dan tetap perhatikan kebersihan telinga, ada atau tidak sekret
yang keluar. Bila sekret keluar >3 minggu curigai mastoiditis.
Tujuan dilakukannya terapi pada stadium-satdium diotitis media akut adalah
untuk mengurangi gejala yang timbul. Pada stadium oklusi tuba diberikan HCL efedrin
untuk membuka sumbatan yang terjadi pada tuba eustachius sehingga tekanan negative
dapat berkurang. Dan antibiotic untuk mengatasi infeksi jika penyebabnya bakteri.
Analgetik dibeikan untuk mengurangi gejala simptomatik dan H2O2 untuk mencuci
telinga karena banyak sekret yang keluar dari telinga (Djaafar, Helmi, & Restuti, 2012)..
Terapi bedah yang dilakukan pada otitis media akut ada miringotomi,
timpanosintesis, dan adenoidektomi (Munilson, Edward & Yolazenia, 2014)
Miringotomi adalah tindakan insisi pada membrane timpani agar drenase sekret
dapat terjadi dari telinga tengah ketelinga luar. Miringotomi ini dapat dilakukan pada
otitis media akut stadium supurasi. Komplikasi yang harus diperhatikan pada
miringotomi yang mungkin bisa terjadi seperti (Marcelena & Farid, 2014)
a) Perdarahan akibat trauma pada canalis auditorius
b) Dislokasi tulang pendengaran
c) Trauma pada nervus fasialis
d) Trauma pada fenestra rotundum
e) Trauma pada bulbus jugulare
Karena komplikasi yang dapat terjadi seperti diatas, maka dianjurkan melakukan
miringotomi dengan memakai mikroskop, tetapi biayanya lebih mahal dibandingkan
miringotomi tanpa memakai mikroskop. Indikasi dilakukannya miringotom jika terapi
tidak adekuat.
Timpanosintesis adalah pengambilan cairan dari telinga tengah dengan jarum
untuk pemeriksaan mikrobiologi. Resiko yang dapat terjadi dari timpanosintesis hampir
sama dengan miringotomi (Munilson, Edward & Yolazenia, 2014).
Adenoidektomi sangat efektif untuk meurunkan resiko terjadinya otitis media akut
dengan efusi dan otitis media yang rekuren (Siew, 2011)
Pada otitis media akut jika diobati dengan cepat dan tepat maka tidak akan
menimbulkan gejala sisa, serta akan menghindari terjadinya infeksi diorgan sekitar
seperti mastoid (mastoiditis) (Peng & Sperling, 2011).
Jaman dahulu belum ditemukan antibiotik maka Komplikasi yang dapat terjadi
pada penderita otitis media akut berupa komplikasi intratemporal dan intracranial
(Munilson, Edward & Yolazenia, 2014).
1) Komplikasi intratemporal berupa : mastoiditis akut, petrositis, labirintitis,
perforasi pars tensa, paresis fasialis, atelectasis telinga tengah dan tuli
konduktif.
2) Komplikasi intracranial berupa : meningitis, encephalitis, hidrosefalus
otikus, abses epidural, abses otak, empyema subdural dan thrombosis
sinus latelaris.
Karena sekarang sudah ada antibiotic makan komplikasi yang terjadi pada otitis
media akut berupa mastoiditis akut, meningitis, paresis fasialis, encephalitis dll. Dan
komplikasi tersebut dapat terjadi pada penderita otitis media supuratif kronis bukan pada
penderita otitis media akut jika tidak ditangani dengan baik(Munilson, Edward &
Yolazenia, 2014).
C. KESIMPULAN
Otitis media akut adalah peradangan pada telinga tengah yang berlangsung
cepat atau kurang dari 3 minggu yang disebabkan oleh terganggunya fungsi tuba karena
sistem imun tubuh turun sehingga menyebabkan invasi kuman ketelinga tengah dan
menyebabkan peradangan. Ada 5 stadium yang terdapat pada otitis media akut dan
gejalanya tergantung pada stadium yang dialami pasien. Diagnosis otitis media akut
dapat ditegakkan dengan anamnesis yang cermat dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang jika diperlukan untuk membantu mencari apa penyebab dari
otitis media akut. Penatalaksanaan dilakukan hanya untuk mengurangi gejala pasien
dan mencegah terjadinya otitis media akut menjadi kronis. Miringotomi dengan
mikroskop sangat dianjurkan untuk mengobati otitis media akut dengan stadium
supurasi agar dapat mengurangi gejala klinis tetapi harganya lebih mahal dibanding
miringotomi. Pada kebanyakan penderita otits media akut bisa sembuh sendiri tanpa
dilakukan pengobatan jika virulensi kuman rendah dan sistem imun tubuh baik. Pada
pasien kami menderita otitis media akut dengan stadium hiperemis karena tidak terdapat
bulging membran timpani dan tidak terdapat eksudat yang purulen. Jaman dahulu otitis
media akut mempunyai resiko terjadinya meningitis, paresis saraf fasialis, encephalitis,
mastoiditis akut dll karena tidak adanya antibiotik. Tetapi sekarang komplikasi tersebut
dapat terjadi pada pasien yang menderita otitis media supuratif kronis.