Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Skabies merupakan penyakit kulit menular akibat infestasi tungau Sarcoptes scabiei var
hominis (S. scabiei) yang membentuk terowongan pada lapisan stratum korneum dan
stratum granulosum pejamu. S. scabiei termasuk parasit obligat pada manusia. Skabies
menjadi masalah yang umum di dunia, mengenai hampir semua golongan usia, ras, dan
kelompok sosial ekonomi. Kelompok sosial ekonomi rendah lebih rentan terkena penyakit
ini (Stone et al., 2008).
Diperkirakan lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia terkena skabies. Prevalensi
cenderung lebih tinggi di daerah perkotaan terutama di daerah yang padat penduduk.
Skabies mengenai semua kelas sosial ekonomi, perempuan dan anak-anak mengalami
prevalensi lebih tinggi. Prevalensi meningkat di daerah perkotaan dan padat penduduk.
Pada musim dingin prevalensi juga cenderung lebih meningkat dibandingkan musim panas
(Stone et al., 2008).
Skabies merupakan penyakit kulit yang bersifat global. Prevalensi skabies meningkat dan
memberat pada negara tropis, yaitu sekitar 10 % dan hampir 50 % mengenai anak-anak.
Skabies dapat muncul endemik pada anak usia sekolah, dan kejadiannya sangat sering di
daerah pedesaan terutama di negara berkembang, pasien lanjut usia yang dirawat di rumah,
pasien dengan HIV/AIDS, dan pasien 2 yang mengkonsumsi obat imunosupresan akan
mengalami faktor risiko yang lebih besar untuk mengalami skabies (Marks and Miller,
2006).
Selain manifestasi klinik yang khas, skabies dapat menunjukkan manifestasi klinis yang
klasik atau dapat menyerupai penyakit lain seperti pioderma, dermatitis atopik, dermatitis
kontak, dan eksema dishidrotik. Berbagai manifestasi klinis yang bervariasi sering
menyebabkan kesalahan dalam mendiagnosis penyakit ini. Hal ini dapat mengakibatkan
penatalaksanaan yang tidak adekuat sehingga terjadi peningkatan risiko penularan bahkan
menjadi wabah yang dapat mengganggu aktivitas dan menambah biaya untuk pengobatan
penyakit ini (Stone et al., 2008). Penularan terjadi akibat kontak langsung dengan kulit
pasien atau tidak langsung dengan benda yang terkontaminasi tungau. Skabies dapat
mewabah pada daerah padat penduduk seperti daerah kumuh, penjara, panti asuhan, panti
jompo, dan sekolah asrama (Stone et al., 2008). Penyebab skabies antara lain disebabkan
oleh rendahnya faktor sosial ekonomi, kebersihan yang buruk seperti mandi, pemakaian
handuk, mengganti pakaian dan melakukan hubungan seksual. Penyakit ini biasanya
banyak ditemukan di tempat seperti di asrama, panti asuhan, penjara, pondok pesantren
yang kurang terjaga personal hygienenya. Terdapat banyak faktor yang menunjang
perkembangan penyakit skabies antara lain turunnya imunitas tubuh akibat HIV, sosial
ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas
(Murtiastutik, 2009).
Berdasaekan literature di atas maka penulis ingin membuat makalah mengenai Skabies
untuk mengetahui lebih dalam mengenai skabies, gejalanya, penanganan serta
pencegahannya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Skabies

Skabies adalah penyakit kulit akibat investasi dan sensitisasi oleh tungau Sarcoptes
scabiei. Skabies merupakan penyakit kulit menular yang penularannya terjadi secara kontak
langsung (Harahap, 2000). Skabies tidak membahayakan bagi manusia. Adanya rasa gatal
pada malam hari merupakan gejala utama yang mengganggu aktivitas dan produktivitas.
Penyakit scabies banyak berjangkit di: lingkungan yang padat penduduknya, lingkungan
kumuh, dan lingkungan dengan tingkat kebersihan kurang. Skabies cenderung tinggi pada
anak-anak usia sekolah, remaja bahkan orang dewasa (Siregar, 2005).

2.2. Etiologi Skabies

Penyebabnya penyakit skabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun lalu sebagai akibat
infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei atau pada manusia disebut Sarcoptes scabiei
varian hominis. Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo
Acarina, super famili Sarcoptes (Djuanda, 2010).

Gambar 2.1. Morfologi Sarcoptes scabiei


Sumber : Siregar, 2005
Secara morfologi tungau ini berbentuk oval dan gepeng, berwarna putih kotor, transulen
dengan bagian punggung lebih lonjong dibandingkan perut, tidak berwarna, yang betina
berukuran 300-350 mikron, sedangkan yang jantan berukuran 150-200 mikron. Stadium
dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang merupakan kaki depan dan 2 pasang lainnya
kaki belakang. Siklus hidup dari telur sampai menjadi dewasa berlangsung satu bulan.
Sarcoptes scabiei betina terdapat cambuk pada pasangan kaki ke-3 dan ke-4. Sedangkan
pada yang jantan bulu cambuk tersebut hanya dijumpai pada pasangan kaki ke-3 saja.
(Aisyah, 2005).

Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di
atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang
digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam
stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2
atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang telah dibuahi ini
dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan
menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan,
tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2
bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur
sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8–12 hari (Handoko, 2008 dan Stone et al,
2003).

Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3–4 hari, kemudian larva meninggalkan
terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa
yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau skabies betina membuat liang di dalam
epidermis, dan meletakkan telur-telurnya di dalam liang yang di tinggalkannya, sedangkan
tungau skabies jantan hanya mempunyai satu tugas dalam kehidupannya yaitu kawin dengan
tungau betina setelah melaksanakan tugas mereka masing-masing mereka akan mati
(Graham-Brown dan Burns, 2005).

2.3. Patogenesis Skabies

Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan. Penularan dapat terjadi karena bersalaman atau
bergandengan tangan yang lama sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan
kuman skabies berpindah ke lain tangan, kuman skabies dapat menyebabkan bintil (papul,
gelembung berisi air, vesikel dan kudis) pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi
disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu
kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan
ditemukannya papul,vesikel, urtikaria dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi,
ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas
dari lokasi tungau (Handoko, 2008 ; Djuanda, 2010).

2.4. Cara Penularan

Penularan penyakit skabies dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung, adapun
cara penularannya adalah: (Djuanda, 2010)

1. Kontak langsung (kulit dengan kulit) Penularan skabies terutama melalui kontak
langsung seperti berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Pada orang
dewasa hubungan seksual merupakan hal tersering, sedangkan pada anakanak penularan
didapat dari orang tua atau temannya.
2. Kontak tidak langsung (melalui benda) Penularan melalui kontak tidak langsung,
misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian atau handuk dahulu dikatakan mempunyai
peran kecil pada penularan. Namun demikian, penelitian terakhir menunjukkan bahwa
hal tersebut memegang peranan penting dalam penularan skabies dan dinyatakan bahwa
sumber penularan utama adalah selimut.

2.5. Gejala Klinis


Ada 4 tanda cardinal (Handoko, 2008) :
1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas
tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam sebuah keluarga
biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah
perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan
diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota
keluarganya terkena, walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan
gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih
atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok dengan rata-rata panjang 1 cm,
pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder
ruam kulitnya menjadi polimarf (pustule, ekskoriasi dan lainlain). Tempat predileksinya
biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari
tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan,
areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan perut bagian
bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostic. Dapat ditemukan satu atau
lebih stadium hidup tungau ini.
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal tersebut.
Terdapat dua tipe utama lesi kulit pada skabies, yaitu terowongan dan ruam (Graham-
Brown dan Burn, 2005), yaitu:
1. Terowongan terutama ditemukan pada tangan dan kaki bagian samping jari tangan dan
jari kaki, sela-sela jari, pergelangan tangan dan punggung kaki.
2. Ruam skabies berupa erupsi papula kecil yang meradang, yang terutama terdapat di
aksila, umbilikus, dan paha. Ruam adalah reaksi alergi dari tubuh terhadap tungau.

2.6. Penatalaksanaan Skabies


Menurut Sudirman (2006), penatalaksanaan skabies dibagi menjadi 2 bagian :
a. Penatalaksanaan secara umum
Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi secara teratur setiap
hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan harus dicuci secara teratur
dan bila perlu direndam dengan air panas. Demikian pula dengan anggota keluarga
yang beresiko tinggi untuk tertular, terutama bayi dan anak-anak, juga harus dijaga
kebersihannya dan untuk sementara waktu menghindari terjadinya kontak langsung.
Secara umum meningkatkan kebersihan lingkungan maupun perorangan dan
meningkatkan status gizinya. Beberapa syarat pengobatan yang harus diperhatikan:
1) Semua anggota keluarga harus diperiksa dan semua harus diberi pengobatan secara
serentak.
2) Higiene perorangan : penderita harus mandi bersih, bila perlu menggunakan sikat
untuk menyikat badan. Sesudah mandi pakaian yang akan dipakai harus disetrika.
3) Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei, bantal, kasur,
selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar matahari selama beberapa
jam.
b. Penatalaksanaan secara khusus
Dengan menggunakan obat-obatan), obat-obat anti skabies yang tersedia dalam
bentuk topikal antara lain:
1) Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep atau
krim. Kekurangannya ialah berbau dan mengotori pakaian dan kadang-kadang
menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun. Obat ini
digunakan pada malam hari selama 3 malam (Harahap, 2000).
2) Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap
malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadang-
kadang makin gatal setelah dipakai (Djuanda, 2010).
3) Gama benzena heksa klorida (gameksan = gammexane) kadarnya 1% dalam krim
atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah
digunakan, dan jarang memberi iritasi. Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika
masih ada gejala diulangi seminggu kemudian. Tidak dianjurkan pada anak di
bawah 6 tahun dan wanita hamil karena toksik terhadap susunan saraf pusat.
Pemberian cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala ulangi seminggu kemudian
(Handoko, 2001).
4) Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan, mempunyai
dua efek sebagai anti skabies dan anti gatal. Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan
uretra (Djuanda, 2010).
5) Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan gameksan,
efektifitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum
sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak anjurkan pada bayi di bawah umur 12
bulan (Djuanda, 2010).
6) Malation. Malation 0,5 % dengan daasar air digunakan selama 24 jam. Pemberian
berikutnya diberikan beberapa hari kemudian (Harahap, 2000).
2.7. Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakain obat, serta syarat pengobatan dapat
menghilangkan faktor predisposisi (antara lain hiegene), maka penyakit ini memberikan
prognosis yang baik (Djuanda, 2010).
2.8. Pencegahan Skabies
Cara pencegahan penyakit skabies adalah dengan : (Depkes, 2007).
1. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun.
2. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara teratur minimal 2 kali
dalam seminggu.
3. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali.
4. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain.
5. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai terinfeksi
tungau skabies.
6. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup.
Menjaga kebersihan tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi parasit. Sebaiknya
mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak langsung dengan penderita, mengingat
parasit mudah menular pada kulit. Walaupun penyakit ini hanya merupakan penyakit kulit
biasa, dan tidak membahayakan jiwa, namun penyakit ini sangat mengganggu kehidupan
sehari-hari. Bila pengobatan sudah dilakukan secara tuntas, tidak menjamin terbebas dari
infeksi ulang, langkah yang dapat diambil adalah sebagai berikut : (Depkes, 2007).
1. Cuci sisir, sikat rambut dan perhiasan rambut dengan cara merendam di cairan
antiseptik.
2. Cuci semua handuk, pakaian, sprei dalam air sabun hangat dan gunakan seterika panas
untuk membunuh semua telurnya, atau dicuci kering.
3. Keringkan peci yang bersih, kerudung dan jaket.
4. Hindari pemakaian bersama sisir, mukena atau jilbab.
Departemen Kesehatan RI (2007) memberikan beberapa cara pencegahan yaitu dengan
dilakukan penyuluhan kepada masyarakat dan komunitas kesehatan tentang cara penularan,
diagnosis dini dan cara pengobatan penderita skabies dan orang-orang yang kontak dengan
penderita skabies,meliputi :
1. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya. Laporan kepada Dinas
Kesehatan setempat namun laporan resmi jarang dilakukan.
2. Isolasi santri yang terinfeksi dilarang masuk ke dalam pondok sampai dilakukan
pengobatan. Penderita yang dirawat di Rumah Sakit diisolasi sampai dengan 24 jam
setelah dilakukan pengobatan yang efektif. Disinfeksi serentak yaitu pakaian dalam dan
sprei yang digunakan oleh penderita dalam 48 jam pertama sebelum pengobatan dicuci
dengan menggunakan sistem pemanasan pada proses pencucian dan pengeringan, hal
ini dapat membunuh kutu dan telur.
BAB III
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari makalah di atas, yaitu Skabies merupakan
penyakit kulit menular akibat infestasi tungau Sarcoptes scabiei dimana penularannya dapat
terjadi melalui kontak langsung misalnya dengan berjabat tangan atau bersentuhan langsung dan
tidak langsung seperti kontak dengan benda yang digunakan secara bersama-sama. Skabies ini
dapat menimbulkan manifestasi klinis yang beragam dan bila ditangani dengan baik seperti
memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat maka prognosisnya juga akan baik. Hal
terpenting dalam pencegahan maupun penanganan scabies ini adalah menjaga hygiene agar tetap
baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai