Anda di halaman 1dari 13

 PENGERTIAN KONSEP DIRI

Konsep diri (self-concept) merupakan bagian dari masalah kebutuhan psikososial


yang tidak di dapat sejak lahir, akan tetapi dapat dipelajari sebagai hasil dari
pengalaman seseorang terhadap dirinya. Kensep diri ini berkembang secara bertahap
sesuai dengan tahap perkembangan psikososial seseorang.
Sebagai sebuah konstruk psikologi , konsep diri didefenisikan secara berbeda oleh
para ahli. Seifert dan Hoffnung (1994), misalnya, mendefiniskan konsep diri sebagai
“suatu pemahaman mengenai diri arau ide tentang diri sendiri” . Santrock (1996)
menggunakan istilah konsep diri mengacu pada evaluasi bidang tertentu dari diri
sendiri. Sementara itu, Atwater (1987) menyebutkan bahwa konsep diri adalah
keseluruhan gambaran diri, yang meliputi persepsi seseorang tentang diri, perasaan,
keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya. Selanjutnya, Atwater
mengidentifikasi konsep diri atas tiga bentuk. Pertama, body image, kesadaran
tentang tubuhnya, yaitu bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri. Kedua, ideal
self, yaitu bagaimana cita-cita dan harapan-harapan seseorang mengenai dirinya.
Ketiga, social self, yaitu bagaimana orang lain melihat dirinya.
Menurut Burns (1982), konsep diri adalah hubungan antara sikap dan keyakinan
tentang diri kita sendiri. Sedangkan Pemily (dalam Atwater; 1984), mendefisikan
konsep diri sebagai system yang dinamis dan kompleks dari keyakinan yang dimiliki
seseorang tentang dirinya, termasuk sikap, perasaan, persepsi, nilai-nilai dan tingkah
laku yang unik dari individu tersebut. Sementara itu, Cawagas (1983) menjelaskan
bahwa konsep diri mencakup keseluruhan pandangan individu akan dimensi fisiknya,
karakteristik pribadi nya, motivasinya, kelemahannya, kelebihannya atau
kecakapannya, kegagalannya, dan sebagainya.
Secara umum konsep diri adalah semua tanda, keyakinan dan pendirian yang
merupakan pengetahuan individu tentang dirinya yang dapat memengaruhi
hubungannya dengan orang lain, termasuk karakter, kemampuan, nilai, ide dan tujuan.

KOMPONEN KONSEP DIRI


Gambaran (Citra) Diri
Gambaran atau citra diri (body image) mencakup sikap individu terhadap tubuhnya
sendiri, termasuk penampilan fisik, struktur dan fungsinya. Perasaan mengenai citra
diri meliputi hal-hal yang terkait dengan seksualitas, femininitas dan maskulinitas,
keremajaan, kesehatan dan kekuatan. Citra mental tersebut tidak selalu konsisten
dengan struktur atau penampilan fisik yang sesungguhnya. Beberapa kelainan citra
diri. Beberapa kelainan citra diri memiliki akar psikologi yang dalam, misalnya
kelainan pola makan seperti anoreksia.
Citra diri dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik. Perubahan
perkembangan yang normal seperti pubertas dan penuaan terlihat lebih jelas terhadap
citra diri dibandingkan dengan aspek-aspek konsep diri lainnya.
Selain itu, citra diri juga dipengaruhi oleh nilai sosial budaya. Budaya dan masyarakat
menentukan norma-norma yang diterima luas mengenai citra diri dan dapat
mempengaruhi sikap seseorang, misalnya berat tubuh yang ideal, warna kulit, tindik
tubuh serta tato, dan sebagainya.

Harga Diri
Menurut Santrock (1998), self-esteem adalah dimensi penilaian yang menyeluruh dari
diri. Self-esteem juga sering disebut dengan self-worth atau self-image. Sedangkan,
self-concept adalah penilaian terhadap domain yang spesifik.
Coopersmith (1967) dalam karya klasifiknya The Antecedents of Self-Esteem ,
mendefinisikan harga diri (self-esteem) sebagai berikut: Self-esteem refers to the
evaluation that individual makes and customarily maintains with regard to himself: it
expresses an attitude of approval or disapprobal and indicates the extent to which the
individuals believes himself to be capable, significant, successful, and worthy.
Harga diri (self-esteem) adalah penilaian individu tentang dirinya dengan
menganalisis kesesuaian antara perilaku dan ideal diri yang lain. Harga diri dapat
diperoleh melalui penghargaan dari diri sendiri maupun dari orang lain.
Perkembangan harga diri juga ditentukan oleh perasaan diterima, dicintai, dihormati
orang lain, serta keberhasilan yang pernah dicapai individu dalam hidupnya

Peran
Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang
berdasarkan posisinya di masyarakat ( Keliat, 1992 ). Peran yang ditetapkan adalah
peran dimana seseorang tidak punya pilihan, sedangkan peran yang diterima adalah
peran yang terpilih atau dipilih oleh individu. Posisi dibutuhkan oleh individu sebagai
aktualisasi diri.
Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan
cocok dengan ideal diri. Posisi di masyarakat dapat merupakan stresor terhadap peran
karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan serta posisi yang tidak
mungkin dilaksanakan ( Keliat, 1992 ). Stress peran terdiri dari konflik peran yang
tidak jelas dan peran yang tidak sesuai atau peran yang terlalu banyak. Faktor-faktor
yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang harus di lakukan
menurut Stuart and sundeen, 1998 adalah :
1. Kejelasan prilaku dengan penghargaan yang sesuai dengan peran.
2. Konsisten respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan .
3. Kesesuain dan keseimbangan antara peran yang di emban.
4. Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran.
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yang sesuai
dengan fungsi yang ada dalam masyarakat atau suatu pola sikap, perilaku, nilai, dan
tujuan yang dharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat, misalnya
sebagai orang tua, atasan, teman dekat, dan sebagainya. Setiap peran berhubungan
dengan pemenuhan harapan-harapan tertentu. Apabila harapan tersebut dapat
dipenuhi, rasa percaya diri seseorang akan meningkat. Sebaliknya, kegagalan untuk
memenuhi harapan atas peran dapat menyebabkan penurunan harga diri atau
terganggunya konsep diri seseorang.

Identitas Diri
Identitas adalah kesadarn akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan
penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sendiri sebagai satu
kesatuan yang utuh (Stuart and Sudeen, 1991). Seseorang yang mempunyai perasaan
identitas diri yang kuat akan yang memandang dirinya berbeda dengan orang lain.
Kemandirian timbul dari perasaan berharga (aspek diri sendiri), kemampuan dan
penyesuaian diri. Seseorang yang mandiri dapat mengatur dan menerima dirinya.
Identitas diri terus berkembang sejak masa kanak-kanak bersamaan dengan
perkembangan konsep diri. Hal yang penting dalam identitas adalah jenis kelamin
(Keliat,1992). Identitas jenis kelamin berkembang sejak lahir secara bertahap dimulai
dengan konsep laki-laki dan wanita banyak dipengaruhi oleh pandangan dan
perlakuan masyarakat terhadap masing-masing jenis kelamin tersebut.
Identitas diri adalah penilaian individu tentang dirinya sebagai suatu kesatuan yang
utuh. Identitas mencakup konsistensi seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai
keadaan serta menyiratkan perbedaan atau keunikan dibandingkan dengan orang lain.
Identitas sering kali didapat melalui pengamatan sendiri dan dari apa yang didengar
seseorang dari orang lain mengenai dirinya.
Pembentukan identitas sangat diperlukan demi hubungan intim karena identitas
seseorang dinyatakan dalam hubungannya dengan orang lain. Seksualitas merupakan
bagian dari identitas. Identitas seksual merupakan konseptualitas seseorang atas
dirinya sebagai pria atau wanita dan mencakup orientasi seksual.

III. TAHAP PERKEMBANGAN KONSEP DIRI


Menurut teori psikososial, perkembangan konsep diri dapat dibagi ke dalam
beberapa tahap, yaitu:
1-1 Tahun
Menumbuhkan rasa percaya dari konsistensi dalam interaksi pengasuhan dan
pemeliharaan yang dilakukan oleh orang tua atau orang lain.
 Membedakan dirinya dari lingkungan.
3-3 Tahun
 Mulai menyatakan apa yang disukai dan apa yang tidak disukai
 Meningkatkan kemandirian dalam berpikir dan bertindak
 Menghargai penampilan dan fungsi tubuh
 Mengembangkan diri dengan mencontoh orang yang dikagumi, meniru dan
berossialisasi.
3-6 Tahun
 Memiliki inisiatif
 Mengenali jenis kelamin
 Meningkatnya kesadaran diri
 Meningkatkan keterampilan berbahasa, termasuk pengenalan akan perasaan
seperti senang, kecewa dan sebagainya.
 Sensitif terhadap umpan balik dari keluarga
6-12 Tahun
 Menggabungkan umpan balik dari teman sebaya dan guru, keluarga tidak lagi
dominan.
 Meningkatnya harga diri dengan penguasaan keterampilan baru (misalnya
membaca, matematika, olahraga, musik)
 Menguatnya identitas seksual
 Menyadari kekuatan dan kelemahan
12-20 Tahun
 Menerima perubahan tubuh/kedewasaan
 Belajar tentang sikap, nilai dan keyakinan; menentukan tujuan masa depan
 Merasa positif atas berkembangnya konsep diri
 Berinteraksi dengan orang-orang yang menurutnya menarik secara seksual dan
intelektual
20-40 Tahun
 Memiliki hubungan yang intim dengan keluarga dan orang lain
 Memiliki perasaan yang stabil dan posotif mengenai diri
 Mengalami keberhasilan transisi peran dan meningkatnya tanggung jawab
40-60 Tahun
 Dapat menerima perubahan penampilan dan ketahanan fisik
 Mengevaluasi ulang tujuan hidup
 Merasa nyaman dengan proses penuaan
Di Atas 60 Tahun
 Merasa positif mengenai hidup dan makna kehidupan
 Berkeinginan untuk meninggalkan warisan bagi generasi berikutnya

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOSEP DIRI


Lingkungan
Lingkungan yang dimaksud disini adalah lingkungan fisik dan psikologis. Lingkungan
fisik adalah segala sarana yang dapat menunjang perkembangan konsep diri,
sedangkan lingkungan psikologis adalah segala lingkungan yang dapat menunjang
kenyamanan dan perbaikan psikologis yang dapat memengaruhi perkembangan
konsep diri.
Pengalaman Masa Lalu
Adanya umpan balik dari orang-orang penting, situasi stresor sebelumnya,
pernghargaan diri dan pengalama sukses atau gagal sebelumnya, pengalaman
penting dalam hidup, atau faktor yang berkaitan dengan masalah stresor, usia, sakit
yang diderita, atau trauma, semuanya dapat memengaruhi perkembangan konsep
diri.
Tingkat Tumbuh Kembang
Adanya dukungan mental yang cukup akan membentuk konsep diri yang cukup baik.
Sebaliknya, kegagalan selama masa tumbuh kembang akan membentuk konsep diri
yang kurang memadai.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KONSEP DIRI
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian terhadap masalah konsep diri adalah persepsi individu atau pola konsep
diri, pola berhubungan atau peran, pola reproduksi, koping terhadap stres, serta
adanya nilai keyakinan dan tanda-tanda ke arah perubahan fisik, seeprti kecemasan,
ketakutan, rasa marah, rasa bersalah dan lain-lain.
B. Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan konsep diri (gambaran diri) dikarenakan perubahan fisik atau
kehilangan bagian tubuh.
2. Gangguan konsep diri (harga diri) dikarenakan harapan diri yang tidak realistis.
3. Gangguan konsep diri (identitas diri) dikarenakan harapan orang tua yang tidak
realistis.
4. Gangguan konsep diri (peran) dikarenakan ketidakmampuan menerima peran dan
pekerjaan baru di masyarakat.
C. Perencanaan dan Tindakan Keperawatan
1. Meningkatkan gambaran (citra) diri pasien, dengan cara:
 Menciptakan hubungan saling percaya dengan mendorong pasien untuk
membicarakan perasaan tentang dirinya.
 Meningkatkan interaksi sosial dengan cara membantu pasien untuk menerima
pertolongan dari orang lain, mendorong pasien untuk melakukan aktivitas sosial,
menerima keadaan dirinya dan lain-lain.
 Bila terjadi perubahan atau kehilangan fungsi tubuh, berikan pemahaman tentang
arti kehilangan. Mendorong pasien berinteraksi terhadap kehilangan dan menggali
alternatif yang nyata guna membantu mengatasinya.
2. Meningkatkan harga diri pasien dengan cara:
 Membantu pasien untuk mengurangi katergantungan dengan bersikap mandukung
dan menerima. Memberi kesadaran pada pasien akan pentingnya keinginan atau
semangat hidup tinggi.
 Meningkatkan sensivitas pasien akan dirinya dengan memberi perhatian,
membangun harga diri dengan memberikan umpan balik positif atas penyelesaian
yang dicapai, menghargai privasi, dan mendorong pasien untuk melakukan latihan
yang membangkitkan harga diri.
 Membantu pasien mengekspresikan pikiran dan perasaan dengan mendorong
mengungkapkan perasaan, baik positif maupun negatif.
 Memberi kesempatan untuk melakukan aktivitas sosial yang positif. Mendorong
pasien untuk berhubungan dengan teman atau kerabat dekat dan terlibat dengan
aktivitas sosial. Jangan biarkan pasien mengisolasi diri.
 Memberi kesempatan mengembangkan keterampilan sosial dan vokasional
dengan cara mendorong sikap optimis dan berpartisipasi dengan segala aktivitas.
3. Memperbaiki identitas diri pasien, dengan cara:
 Mengenal diri sendiri sebagai bagian dari tubuh dan terpisah dengan orang lain.
 Mengakui seksualitasnya sendiri.
 Memandang berbagai aspek dalam dirinya sebagai suatu keselarasan.
 Menilai diri sendiri sesuai penilaian masyarakat.
4. Meningkatkan atau memperbaiki peran pasien, dengan cara:
 Membantu meningkatkan kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai
dengan peran.
 Mempertahankan kosistensi terhadap peran yang dilakukan.
 Menyesuaikan antara peran yang diemban.
 Menyelaraskan antara budaya dan harapan terhadap perilaku peran.
D. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah konsep diri secara umum dapat dinilai dari kemampuan
untuk menerima diri, menghargai diri, melakukan peran yang sesuai, dan mampu
menunjukkan identitas diri.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia.


Jakarta:Salemba Medika.
Carpenito, Lynda Juall dan moyet. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi
10. Jakarta:EGC
Rohmah, Nikmatur dan Syaiful Walid. 2009. Proses Keperawatan. Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan.
Jakarta:Salemba Medika.
http://keperawatanadil.blogspot.com/2008/06/gangguan-konsep-diri.html
Diposkan oleh Ary, Gan! di 04.06
STRESSOR
Stres adalah perasaan yang dibuat ketika kita bereaksi terhadap kejadian tertentu.
Ini cara tubuh naik menjadi tantangan dan mempersiapkan untuk memenuhi situasi
sulit dengan fokus, kekuatan, stamina, dan kewaspadaan tinggi. Peristiwa yang
menimbulkan stres disebut stressors.

Daya tahan seseorang terhadap stress berbeda satu sama lain, tergantung pada:
 Umur
 Jenis kelamin
 Kepribadian
 Intelgensi
 Emosi
 Status social
 Pekerjaan individu
Stresor konsep diri adalah segala perubahan nyata atau yang dicerap yang mengancam
identitas, citra tubuh, harga diri, atau perilaku peran.

STRESSOR IDENTITAS
Identitaas didefinisikan sebagai “pengorganisasian prinsip dari sistem kepribadian yang
bertanggung jawab terhadap kesatuan, kontinuitas, keunikan, dan konsistensi dari
kepribadian” . Identitas dipengaruhi oleh stresor sepanjang hidup.
Stresor identitas selama masa remaja mencakup harapan tentang orang lain untuk persiapan
karir dan kemandirian, untuk mengatasi seksualitas seseorang, dan membuat pilihan tentang
hubungan dan peran, stresor ini dapat menimbulkan kebingungan identitas.
Masa remaja adalah waktu di mana banyak terjadi perubahan, yang menyebabkan
ketidakamanan dan ansietas. Remaja mencoba untuk menyesuaikan diri dengan perubahan
fisik, emosional, dan mental akibat peningkatan kematangan. Kondisi stress yang
ekstrem/depersonalisasi.

STRESSOR CITRA DIRI


Stressor citra diri adalah perubahan persepsi tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan
ukuran bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek yang sering kontak dengan
tubuh.
Stressor citra diri mencakup perubahan dalam penampilan fisik, struktur, atau fungsi yang
disebabkan oleh perubahan perkembangan normal atau penyakit.

Tanda dan gejala Stressor citra tubuh:


1.Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah.
2.Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi/akan terjadi
3.Menolak penjelasan perubahan tubuh
4.Persepsi negatif pada tubuh
5.Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang.
6.Mengungkapkan keputusasaan
7.Mengungkapkan ketakutan

STRESSOR HARGA DIRI


Harga diri adalah rasa dihormati, diterima, kompeten, dan bernilai. Orang dengan harga diri
rendah sering merasa tidak dicintai dan sering mengalami depresi dan ansietas.
Harga diri berfluktuasi sesuai dengan kondisi sekitarnya, meskipun inti dasar dari perasaan
negative dan positif di pertahankan.

Penyebab gangguan stabilitas harga diri:


- Ketidakmampuan memenuhi harapan manusia
- Kritik tajam
- Hukuman yang tidak konsisten
- Persaingan antar saudara kandung
- Kekalahan berulang
- Kegagalan dalam pekerjaan/hubungan
- Kondisi kesehatan
STRESSOR PERAN
Konflik peran adalah tidak adanya kesesuaian harapan peran (Broadweel, 1983).
Bentuk konflik peran:
- Konflik interpersonal : terjadi ketika satu orang atau lebih mempunyai harapan yang
berlawanan atau tidak cocok secara individu dalam peran tertentu. Misalnya, teman dari
seorang wanita dan ibunya mungkin mempunyai perbedaan yang besar tentang bagaimana
ia harus merawat anak-anaknya.
- Konflik antar-peran : terjadi ketika tekanan atau harapan yang berkaitan dengan satu
peran melawan tekanan atau harapan yang saling berkaitan.
- Konflik peran personal: terjadi ketika tuntutan peran melanggar nilai personal
individu. Misalnya, seorang perawat yang menghargai penyelamatan hidup mengalami
konflik ketika dihadapkan pada merawat klien yang memilih untuk menolak tetapi pendukung
hidup.

Ambiguitas peran mencakup harapan peran yang tidak jelas. Ambiguitas peran umum terjadi
pada masa remaja. Ketegangan peran dapat diekspresikan sebagai perasaan frustasi ketika
seseorang maerasa tidak adekuat atau merasa tidak sesuai dengan peran.

III. TAHAPAN PERKEMBANGAN


Perkembangan konsep diri adalah proses sepanjang hidup. Setiap tahap
perkembangan mempunyai aktivitas spesifik yang membantu klien dalam mengembangkan
konsep diri yang positif.
Dalam rentang kehidupan terdapat beberapa tugas perkembangan. Eriksson
membagi menjadi 8 tahapan. Di tiap tahapan terdapat stressor. Individu mampu menghadapi
stressor---mature. Individu yang tidak mampu menghadapi stressor---hambatan dala
memenuhi tugas perkembangannya pada tahapan selanjutnya.

· TRUST VERSUS MISTRUST


Bayi sejak lahir - 18 bulan
Seorang bayi tidak berdaya. Dia benar-benar tergantung pada orang lain untuk kebutuhannya.
Selama tahap ini, bayi belajar apakah dunia di mana ia hidup dapat dipercaya. Ketika dia lapar
dan dia menangis, dia akan diberi makan? Ketika pantat nya yang basah, akan popok nya
diubah? Ketika ia tidak sehat atau takut, dia akan terhibur?

Jika kebutuhan bayi fisik dan emosional terpenuhi dengan cara yang konsisten dan penuh
perhatian, ia belajar bahwa ibunya atau pengasuh bisa diandalkan dan dia mengembangkan
sikap percaya pada orang. Jika kebutuhannya tidak terpenuhi, bayi mungkin menjadi takut
dan belajar untuk tidak mempercayai orang-orang di sekelilingnya

· AUTONOMY VERSUS SHAME AND DOUBT


Balita, 2 sampai 3 tahun
Setelah trust terbentuk, infant akan mulai mengembangkan otonomi atau rasa ke-aku-
akuannya. Penting bagi anak untuk mengekspresikan perasaannya dengan cara yang baik.
Perilaku “otonomi”
o Mau menerima peraturan kelompok taoi juga mampu mengungkapkan ketidak setujuan jika
perlu
o Mampu mengekpresikan opininya
Perilaku “shame and doubt”
o Tidak mampu mengekspreikan kebutuhannya
o Tidak mampu melawan saat diserang

· INITIATIVE VERSUS GUILT


Anak prasekolah 3-6 tahun
Dengan inisiatif, individu membuat suatu rencana dan ide menjadi suatu kenyataan. Anak usia
toddler mulai berpikir apa yang akan di lakukan menjadi apaàbelajar bermain peran.
Perilaku “inisiatif”
o Bersemangat dalam melakukan sesuatu
o Mengungkapkan rasa ingin tahu akan banyak hal
o Mengungkapkan hasil pemikirannya
Perilaku “guilt”
- Lebih suka meniru orang lain
- Selalu meminta maaf dan merasa sangat malu ketika melakukan kesalahn kecil
- Merasa takutketika memulai sesuatu yang baru

· INDUSTRI VERSUS INFERIORITY


Anak mampu mengungkapkan perasaan tentang dirinya dan sudah mulai memberikan
penilaian bauk dan buruk. Mulai belajar menggunakan bendaa-benda dan menyelesaikan
tugasnya.
Perilaku “industry”
o Mampu menyelesaikan tugas yang diberikan
o Mampu bekerja sama dengan baik
o Menggunakan waktu dengan efektif
Perilaku “inferiority”
o Tidak mampu menyelesaikan tugas
o Tidak mampu bekerja sama
o Tidak terorganisir dalam bekerja

· IDENTITY VS ROLE CONFUSION


Adolescent mulai bertanya “siapa aku??”
Mengkaji semua mekanisme adaptive yang dimiliki. Ketidakmampuan menemukan
identitasàbingung dan cemasàtidak mampu menjalani hidup dengan stabil.
Perilaku “identity”
o Mengembangkan hubungan dengan sesame jenis dan lawan jenis
o Mandiri
o Merencanakan peran di masa mendatang
Perilaku “role confusion”
o tidak mampu menerima bertanggung jawab
o menerima nilai-nilai orang lain tanpa bertanya
o gagal membuat tujuan hidup
· INTIMACY VERSUS ISOLATION
Mengembangkan hubungan intim dengan orang lain. Kegagalan mengembangkan intimacy
menyebabkan seseorang merasa terisolasi.
Perilaku “intimacy”
o Mengembangkan hubungan yang sangat dekat dengan orang lain
o Berkomitmen
Perilaku “isolation”
o Sendiri, tanpa pasangan

Anda mungkin juga menyukai