PENDAHULUAN
1
BAB II
ILUSTRASI KASUS
2.2 ANAMNESIS
Keluhan utama : Kejang ditangan kiri
Keluhan tambahan : Nyeri kepala
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan kejang yang dirasakan 1 jam SMRS, kejang
dirasakan hanya pada tangan kiri, kejang berdurasi < 2 menit, pasien merasakan
tangannya kirinya kaku. Keluhan kejang ini sudah dirasakan pasien sejak 1 tahun
yang lalu (2016), jarak antar kejang ± 6 bulan sekali, namun dalam 2 bulan belakang
ini kejang sudah mulai makin sering, ±1 bulan 2 kali kejang. Menurut pasien kejang
yang hari ini lebih berat daripada biasanya.
Sebelum kejang pasien merasakan seperti ada sesuatu yang menunjukkan
bahwa pasien akan kejang, biasanya dari di bagian lehernya, namun sulit dijelaskan
oleh pasien. Kadang kala pasien merasakan tarikan di bagian leher pasien.
Saat pasien kejang, pasien sadar dan mengetahui keadaan sekitar namun
tidak dapat berbuat apa-apa. Setelah kejang pasien tidak disertai penurunan
kesadaran, pasien sadar penuh.
Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri kepala, nyeri kepala sebelah kanan
kepala, bagian depan, nyeri berdenyut, namun bila pasien istirahat nyeri
menghilang, menurut pasien nyeri tidak terlalu hebat pasien dapat menahan, namun
dalam 1 minggu ini nyeri dirasakan makin sering.
Pasien sudah pernah berobat ke RSCM tahun 2016, pasien didiagnosa
dengan AVM. Pasien sudah mengalami pemeriksaan Digital Subtraction
Angiografi (DSA).
2
Riwayat Pemakaian Obat :
- Depakote 250 mg 2x1
- Carbamazepin 200mg 1x1
- Asam folat 1x1
Kepala : mata konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor diameter
3 mm kiri / 3 mm kanan, reflek cahaya + / +, reflek kornea + / +, dalam batas normal,
Leher : limfonodi tidak teraba pembesaran, JVP tidak meningkat, Leher tegang (-),
Dada : retraksi dinding dada (-) Paru : sonor, vesikuler normal di seluruh lapangan
paru, suara tambahan wheezing (-) Rhonki (-), Jantung : konfigurasi dalam batas
normal, SI-II tunggal, dalam batas normal Abdomen : soepel, tympani, massa (-),
bising usus normal Hepar dan Lien tidak teraba pembesaran Ekstremitas : edema
(-), atrofi otot (-)
GCS :E4M6V5
Gerakan abnormal : Tidak ada
Kepala : Normocephal, ukuran normal
Leher : Tanda meningeal ( tidak dilakukan pemeriksaan)
3
Ptosis (-) (-)
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Reflek kornea + +
N.VI Diplopia – -
4
Daya kecap lidah 2/3 depan (+) (+)
N.VIII
Bersuara Ddn
Artikulasi Jelas
5
Ektremitas superior 5555 5555
Ekstremitas Inferior 5555 5555
Reflek Fisiologis
Ektremitas superior
– Reflek biseps +2 +2
– Reflek triseps +2 +2
Ekstremitas Inferior
– Reflek patella +2 +2
– Reflek Achilles +2 +2
Reflek Patologis
– Reflek Babinski (-) (-)
Otonom : Dalam Batas Normal
6
2.4.2 Pemeriksaan Radiologi
7
B. CT Scan Kepala
2.5 DIAGNOSA
Diagnosa Klinis : Seizure, cephalgia
Diagnosa Topis : Kortex serebri
Diagnosa Etiologi : Arteriovenous Malformation (AVM)
Diagnosa Patologi :-
2.6 PENATALAKSANAAN
IVFD NaCl 20 gtt/i
Inj. Diazepam 1 amp (bila Kejang)
Depakote 1 x 500 mg
Carbamazepin 3 x 200 mg
8
2.7 EVALUASI PERAWATAN
Hari S O A P
1 Kejang (+) 1 menit VS / Seizure ec. AVM - IVFD NaCl 20 gtt/i
Nyeri keala (+) TD : 120/60 MmHg - Carbamazepin 3 x 200
N : 70 x/i mg
RR : 20 x/i - Depakote 1 x 500 mg
T : 36,1 0C - IV. Diazepam bila
NRS : 3 kejang
Motorik : 5555│5555
5555│5555 P/ EEG
Rf : +2│+2
+2│+2
Rp : - │ -
Motorik : 5555│5555
5555│5555
Rf : +2│+2
+2│+2
Rp : - │ -
Motorik : 5555│5555
5555│5555 P/ Persiapan pasien di
rujuk ke RSCM untuk
Rf : +2│+2 dilakukan tindakan
+2│+2 Gamma Knife
Rp : - │ -
9
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Definisi
Arteriovenous Malformation adalah kumpulan dari pembuluh darah
abnormal dari koneksi fistula antara arteri dan vena tanpa disertai jaringan neural
fungsional. Lesi terdiri atas tiga komponen, feeding arteries, nidus dan draining
vein. Nidus menggantikan arteriole dan kapiler normal dengan pembuluh darah
yang resistensinya rendah tapi alirannya tinggi. Malformasi arterivena biasanya
terjadi di otak, tetapi kadang dapat terjadi di medulla spinalis dan lapisan dura.
Tekanan dari darah yang melalui arteri menjadi terlalu tinggi untuk diterima
oleh vena dan ini menyebabkan vena mengembang. Pengembangan ini mampu
menyebabkan vena itu pecah dan berdarah.(3)(7)
3.2 Epidemiologi
AVM intrakranial adalah lesi yang tak lazim dengan insidensi/kemunculan
serta prevalensi yang sukar ditebak. Data otopsi menunjukkan bahwa frekuensi
terdeteksinya AVM adalah 4,3% dari keseluruhan data. Dalam studi berbasis
populasi, angka insidensi yang dilaporkan berada pada 1,1 per 100.000 orang pada
Olmstead County, Minessota; 1,34 per 100.000 orang pada Manhattan, Staten dan
Long Island di New York, dll. Data prevalensi dalam berbagai literatur bervariasi
mulai dari 18 per 100.000 orang dalam sebuah analisis retrospektif di Skotlandia
hingga 0,2 persen dalam sebuah analisis terhadap 2500 pria berkebangsaan
Jerman yang asimtomatik. Meskipun lesi ini terhitung 12 kali lipat lebih jarang
dibandingkan aneurisme intrakranial, mereka mencakup 2% dari seluruh
penyebab stroke dan 38% dari perdarahan intraserebral pada pasien dengan
rentang umur 15 hingga 45 tahun.(2)(7)
AVM serebral umumnya ditemukan pada dekade ketiga atau keempat dari
seorang indivdu, namun penyakit ini dapat ditemukan dalam berbagai rentang
umur. Belum ada studi yang dapat mengungkapkan secara jelas predominansi
jenis kelamin pasien terhadap penyakit ini. AVN dapat ditemukan pada banyak
lokasi anatomis, dimana kompartmen supratentorial adalah lokasi yang paling
10
umum. Serebelum adalah lokasi ditemukannya AVM yang paling umum pada
fossa posterior, sedangkan batang otak dan lokasi-lokasi ventrikular lain lebih
jarang dijangkiti. Malformasi semacam ini umumnya bersifat tunggal/solitary,
namun sekitar 1 hingga 9 persen dari pasien memiliki beberapa lesi sekaligus.(4)
(7)
3.3 Klasifikasi
Beberapa sistem klasifikasi telah diusulkan menentukan menggolongkan
AVM serebral. Klasifikasi Spetzler-Martin merupakan sistem klasifikasi yang
paling banyak diterima praktisi medis dan yang paling banyak memiliki kegunaan
untuk memberikan informasi mengenai AVM serebral serta memberikan
prediksi dari kesulitan teknis dan resiko terkait reseksi lesi tersebut. Pada sistem
ini, AVM digolongkan mulai dari derajat I hingga V, yang sesuai dengan skala
titik yang bergantung kepada ukuran dari lesi AVM, kedekatannya dengan jaringan
saraf elokuen dan apakah AVM terhubung dan mengalirkan darah ke sistem vena
dalam.(5)
1. Ukuran Malformasi Arteriovenosa
Ukuran dari AVM dinilai dengan mengukur diameter terbesar nidus AVM
pada citra dari DSA, CT atau MRI. Nidus AVM kemudian akan dibagi-
bagi ke dalam kategori kecil (kurang dari 3 cm), sedang (3 hingga 6 cm),
atau besar (lebih dari 6 cm). Penilaian akan ukuran dari AVM ditunjukkan
sebagai pengganti akan penghitungan jumlah arteri feeding-nya, jumlah
arus darah yang melewati AVM dan derajat efek hemodinamis pada
jaringan otak di sekitarnya.(5)
11
area pada otak seperti korteks serebelum atau frontopolar, dianggap bukan
merupakan bagian dari jaringan elokuen karena memiliki fungsi neurologis
yang apabila terluka tidak akan menimbulkan kecacatan yang
melumpuhkan.(5)
3. Pola Drainase pada Vena
3.4 Patofisiologi
Patogenesis dari AVM masih tergolong kontroversial. Lesi-lesi ini
umumnya dipercaya tumbuh dengan sendirinya, meskipun terdapat bukti adanya
faktor lain yang belum diketahui yang memicu pertumbuhannya. Terdapat dugaan
bahwa penyimpanan dari koneksi arteriovenosa awal atau kegagalan dari
pembentukan jaringan kapiler penghalang arteri dan vena merupakan penyebab
pembentukan malformasi arteriovenosa. Terdapat pula dugaan bahwa
abnormalitas utama pada patogenesis AVM berada pada terganggunya sistem
drainase vena. Hipertensi pada pembuluh vena juga diduga kuat meningkatkan
tekanan intrakranial/didalam tengkorak, menurunkan tingkat perfusi jaringan dan
meningkatkan faktor angiogenik (faktor pembentuk angioma). Terganggunya arus
pada vena dapat membuka 'kembali' koneksi arteriovenosa, 'sambungan' ini akan
membesar seiring waktu. Keberadaan beberapa tipe malformasi vaskular sekaligus
juga diketahui dalam beberapa kasus. Serupa dengan kasus tersebut, terdapat
banyak laporan yang menunjukkan adanya pola-pola drainase vena yang tidak
normal, yang kemudian diasosiasikan baik dengan AVM, telangiektasia dan
cavernoma, adapun, masih belum jelas apakah keterkaitan ini merupakan bagian
dari efek sebab-akibat atau hanya sekedar kebetulan semata dimana terdapat
beberapa vaskulatur serebral secara bersamaan. (7)
12
AVM terdiri atas tiga bagian yaitu feeding arteri, nidus dan draining vein.
Nidus disebut juga sarang karena tampak seperti pembuluh darah yang berbelit –
belit. Feeding artery memiliki lapisan otot yang tidak adekuat dan draining vein
cenderung mengalami dilatasi karena kecepatan aliran darah yang melaluinya.
Beberapa orang lahir dengan nidus yang seiring dengan waktu cenderung melebar
karena tekanan yang besar pada pembuluh arteri tidak dapat dikendalikan oleh
vena yang mengalirkannya. Mengakibatkan kumpulan pembuluh darah besar yang
tampak seperti cacing dapat mengalami perdarahan di masa yang akan
datang.(1)(4)
13
jelas terlihat ditemukan pada 25 hingga 50 persen kasus; 18 hingga 35
persen pasien yang dievaluasi setelah mengalami kejang-kejang ditemukan
mengidap AVM. Umur rata-rata awal kemunculan presentasi ini berada
pada 25 tahun. Kejang parsial kompleks serta kejang-kejang sederhana
adalah tipe-tipe yang paling umum dikenali. Patofisiologi dari kemunculan
kejang-kejang mungkin merupakan reaksi sekunder dari iritasi korteks
serta mass effect, perubahan/alterasi hemodinamik yang mengarah pada
iskemia, atau gliosis. Kejang-kejang ditemukan lebih sering terjadi
pada penderita AVM yang memiliki distribusi arteri serebral tengah
(MCA/Middle Cerebral Artery) yang berukuran besar, arterial feeder yang
berlokasi di korteks, dan keberadaan varises pada vena.(1)(6)
3. Defisit neurologi progresif
Sekitar 3 hingga 10 persen pasien AVM serebral akan menunjukkan defisit
neurologis progresif tanpa adanya perdarahan. Patofisiologi yang
mendasarinya adalah bahwa presentasi klinis ini muncul setelah mass effect
atau dikarenakan iskemia. Mass effect dapat terjadi karena adanya tekanan
langsung oleh AVM atau edema serebral di sekeliling parenkima. Hal ini
dianggap iskemik berasal dari jalur berarus tinggi dan memiliki resistansi
yang rendah akibat dari AVM. Cerebro Blood Flow (CBF) dari jaringan
disekitarnya akan hilang akibat malformasi ini. Hal ini dapat mengarah
kepada berbagai macam gejala, yang bergantung pada lokasi anatomis dari
iskemia. (2)
4. Sakit kepala
Sekitar 6 hingga 14 persen dari pasien yang mengidap AVM akan
mengalami sakit kepala kronis yang tidak disertai perdarahan. Pola
dari sakit kepala ini umumnya hemikranial (baik ipsilateral/pada kedua sisi
maupun kontralateral/pada sisi berlawanan dari lokasi AVM) dan serupa
dengan migrain. Ketika sakit kepala yang dirasakan menjadi serupa dengan
ciri-ciri migrain, akan terjadi pada sisi kepala dimana AVM terletak.
Fenomena visual, apabila terjadi, akan selalu berada pada jarak pandang
di sisi yang berlawanan dari lokasi AVM. Konsistensi dari lateralisasi
migrain ini membedakan pasien yang mengidap AVM oksipital dari pasien
14
dengan migrain klasik dimana sakit kepala umumnya akan berpindah
tempat/sisi. Maka dari itu, apabila seorang pasien yang mengalami migrain
melaporkan bahwa sakit kepala serta fenomena visual yang dialaminya
selalu berada pada sisi yang sama, studi pencitraan harus segera
diindikasikan untuk memastikan keberadaan lesi organik seperti AVM.
Patofisiologi diperkirakan bahan hal ini disebabkan oleh perekrutan
pembuluh-pembuluh arteri pada meninges dan peningkatan dari kecepatan
arus darah.(2)(7)
15
Tujuan utama dari pengobatan AVM serebral ini adalah pencegahan
dari perdarahan lanjutan di kemudian hari serta kemungkinan kerusakan
neurologis. Saat ini, pilihan pengobatan dari AVM mencakup reseksi
bedah mikro saja, embolisasi endovaskular pra-operasi yang diikuti oleh
reseksi dengan bedah mikro, bedah-radio dengan stereotaktik saja,
embolisasi endovaskular pra- prosedular yang diikuti dengan pengobatan
dengan bedah-radio, embolisasi endovaskular saja, dan pengamatan. Setiap
modalitas pengobatan memiliki kelebihannya sendiri yang spesifik dan
disertai kelemahan-kelemahan pula. Pada pasien ini direncanakan di lakukan
tindakan radiosurgery stereotaktik karen mengingat tindakan ini sangat ideal
untuk AVM kecil (<3 cm) dan terletak di daerah kritis otak dimana
morbiditas dari tindakan bedah dianggap dapat berisiko terjadinya
perdarahan.(5)(3)
16
KESIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Derdeyn CP, Zipfel GJ, Albuquerque FC, Cooke DL, Feldmann E, Sheehan
JP, et al. AHA / ASA Scientific Statement Management of Brain
Arteriovenous Malformations. 2017;1–26.
2. Ding D, Starke RM, Quigg M, Yen C-P, Przybylowski CJ, Dodson BK, et
al. Cerebral Arteriovenous Malformations and Epilepsy, Part 1: Predictors of
Seizure Presentation. World Neurosurg [Internet]. 2015;84(3):645–52.
Available from:
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1878875015001928
3. R A-SS, PM W, CE C, al et. Outcome after conservative management or
intervention for unruptured brain arteriovenous malformations. JAMA
[Internet]. 2014 Apr 23;311(16):1661–9. Available from:
http://dx.doi.org/10.1001/jama.2014.3200
4. Surgery N. Natural history of cerebral arteriovenous malformations: a meta-
analysis. 2013;118(February):437–43.
5. J van B, H van der W, DR B, al et. Treatment of brain arteriovenous
malformations: A systematic review and meta-analysis. JAMA [Internet].
2011 Nov 9;306(18):2011–9. Available from:
http://dx.doi.org/10.1001/jama.2011.1632
6. Schramm J. Chapter 4 - Seizures associated with cerebral arteriovenous
malformations. In: Spetzler RF, Moon K, Almefty ROBT-H of CN, editors.
Arteriovenous and Cavernous Malformations [Internet]. Elsevier; 2017. p.
31–40. Available from:
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/B9780444636409000047
7. Elhammady SM, Hayes S, Heros RC. Cerebral Arterioveous
Malformations. In: Spletzer RF, Kalani MYS, Nakaji P. Neurovascular
Surgery. New York: Thieme; 2015. p:787-815.
18