1.2 Tujuan
1. Mengetahui bagaimana pengaruh penggunaan Na2S2O4 pada proses pencelupan
kain campuran (polyester-kapas) dengan zat warna disperse – bejana terhadap
ketuaan warna.
2. Mengetahui bagaimana pengaruh penggunaan NaOH3 pada proses pencelupan
kain campuran (polyester-kapas) dengan zat warna disperse – bejana terhadap
ketuaan warna.
3. Mengetahui bagaimana hasil pencelupan dengan menggunakan metode One
Bath One Stage.
4. Menganalisa dan mengevaluasi (ketuaan, kerataan dan TLW terhadap gosokan)
hasil proses pencelupan pada kain poliester-kapas dengan zat warna disperse –
bejana sistem exhaust metode One Bath One Stage.
Serat polyester adalah serat sintetik yang terbuat dari hasil polimerisasi etilena glikol
dengan asam tereftalat melalui proses polimerisasi kondensasi. Hasil polimerisasi
berupa chip atapun polimer leleh, yang kemudian di lakukan proses spinning untuk
membentuk fiber. Pembentukan fiber dilakukan dengan temperatur di atas titik leleh
polyester, dengan bantuan gear pump yang menentukan ukuran fiber yang keluar
melalui spinneret. Spinneret disini akan menentukan cross section atau bentuk dari
fiber yang diinginkan, seperti bulat, segitiga, dan lain-lain. Selanjutnya ribuan helai
serat panjang ini disatukan dan ditarik serta diletakkan di dalam can. Serat-serat dari
bebarapa can kemudian ditarik (draw) bersama sama sehingga didapatkan serat
dengan ketebalan tertentu biasanya dinyatakan dengan satuan denier. Pada proses
peregangan ini diberikan spin finish oil yang berfungsi mengurangi elektro statik yang
terjadi pada saat serat polyester diproses pada mesin mesin pemintalan berikutnya.
Setelah melalui proses peregangan selanjutnya masuk ke proses crimping.
Kemudian serat tadi dipotong potong menggunakan rotary cutter dengan panjang
sesuai dengan keperluan, misalnya 38 mm, 44 mm, 51 mm dan lain sebagainya.
pada saat proses pemotongan serat diberikan hembusan agar serat-serat yang telah
terpotong pendek-pendek dapat terurai satu sama lain. Serat yang telah selesai
dipotong dikemas pada mesin baling press dengan standar berat sekitar 350 kg per
bal. Selain kehalusan (denier) serat dan panjang serat, kilau (luster) juga merupakan
spesifikasi yang sangat penting, misalnya bright, semi dull atau dull. Serat poliester
merupakan bahan baku bagi pabrik pemintalan (spinning) yang membuat benang
pintal. Di pabrik pemintalan serat poliester biasanya diproses untuk produk benang
pintal poliester 100% atau cempuran dengan serat alam atau serat sintetik lainnya.
Misalnya poliester/katun, polyester/rayon, polyester/rami, polyester/flax,
polyester/acrilik dsb.
Kimia : tidak tahan terhadap asam yang kuat, tidak tahan terhadap
alkali, tidak tahan terhadap bahan kimia yang berlebihan.
Zat warna dispersi adalah zat warna organic yang dibuat secara sintetik.
Kelarutannya dalam air kecil sekali dan larutan yang terjadi merupakan dispersi atau
partikel-partikel zat warna yang hanya melayang dalam air. zat warna ini dipakai
untuk mencelup atau mewarnai srat-serat tekstil sintetik, yang bersifat termoplastik
atau hidrofob. Absorbsinya ke dalam serat sering disebut “Solid Solution“, yaitu zat
padat larut dalam zat padat. Dalam hal ini zat warna merupakan zat terlarut dan
serat berkisar antara 30 – 200 mg per garam serat. Molekul zat warna dispersi relatif
kacil, sederhana dan tidak mempunyai gugus pelarut,Karena itu mempunyai
katahanan yang tinggi dan warna yang cemerlang. Salainitu zat warna dispersi
hampir semua mengandung gugus-gugus hidroksil dan amina (-OH, -NH2, NHR)
yang berfungsi sebagai donor atom hydrogen untuk mengadakan interaksi dua kutub
atau membentuk ikatan hydrogen dengan gugus-gugus karbonil atau gugus asetil
dari serat. Menurut struktur kimianya zat warna dispersi merupakan senyawa azo,
antrakuinon dan dipenil amina.
Berdasarkan struktur kimianya, zat warna disperse dapat dibedakan menjadi tiga
golngan yaitu :
1. Zat Warna Dispersi Turunan Senyawa Antrakuinon
Karena molekulnya kecil zat warna dispersi mudah menyublim pada suhu tinggi,
maka berdasarkan pada sifat ketahanan sublimasinya dapat dikelompokan dalam 4
(empat) golongan , yaitu :
a) Golongan I : titik leleh 150 – 180OC, mempunyai berat molekul yang sangat kecil dan
sangat mudah digunakan terutama untuk serat asetat.
b) Golongan II : titk leleh 180 – 2100C, mempunyai berat molekul relatif rendah dengan
sifat pewarnaan yang baik.
c) Golongan III : titk leleh 210 – 2300C, mempunyai berat molekul yang sedang dengan
sifat pewarnaan yang cukup.
d) Golongan IV : titk leleh di atas 2300C, mempunyai berat molekul yang besar akan
tetapi sifat pewarnaan yang kurang.
2.5.1 Pencelupan Serat Poliester dengan Zat Warna Dispersi Sistem HT/HP
Serat poliester mempunyai kritalinitas yang tinggi, bersifat hidrofob dan juga tidak
mempunyai gugus reaktif. Oleh karena itu, poliester tidak mudah untuk dimasuki
oleh molekul zat warna yang besar dan tidak dapat diwarnai oleh zat warna anion
ataupun kation. Serat poliester hanya dapat dicelup dengan menggunakan zat
warna dispersi. Zat warna dispersi tidak mencelup serat dalam fasa larutan tetapi
dalam fasa dispersi. Fasa dispersi tersebut terjadi setelah dilakukan penambahan
pendispersi pada larutan zat warna. Zat warna dispersi mempunyai afinitas yang
lebih besar terhadap serat daripada terhadap larutan. Zat warna dispersi tersebut
dapat bermigrasi ke dalam serat membentuk larutan padatan didalamnya.
Mekanisme pencelupan zat warna dispersi pada serat poliester menyerupai
peristiwa distribusi zat padat kedalam pelarut yang tidak dapat bercampur. Zat
warna yang merupakan zat pada yang larut dalam medium serat tersebut dam
adsorpsi inilah yang disebut “solid solution”.
H
N O
O N
H
O
CI Vat Blue 4
O H
N
N
H O
CI Vat Blue 1
Jenis Zat Warna bejana jenis antrakuinon dan indigo
Berdasarkan cara dan sifat pemakaiannya, zat warna bejana dapat digolongkan
menjadi 4 jenis, yaitu jenis IK, IW, IN dan INsp, perbedaan keempat jenis zat warna
tersebut adalah sebagai berikut :
Table 2.3 Sifat umum zat warna bejana
Lebih mudah
IK Kecil Kecil Sedang Sedikit Banyak
rata
agak sukar
IN Agak Besar Agak Besar Baik Banyak Sedikit
rata
INsp Lebih Besar Lebih Besar Sukar rata Sangat Baik Lebih Banyak Nol
Sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman, pada saat ini zat warna yang
banyak dipakai adalah zat warna bejana jenis IN dan INSP yang tahan lunturnya
sangat baik. Namun kelemahan kedua zat warna tersebut adalah dalam proses
pencelupannya sukar rata, sehingga perlu ada usaha sedemikian rupa agar hasil
celupnya rata.
Kiat-kiat yang biasa dilakukan untuk mencegah terjadinya hasil celup yang
kurang rata adalah:
- Mencegah terjadinya premature oksidasi selama proses pencelupan
berlangsung
dengan menambahkan lagi Na2S2O4 dan NaOH pada larutan celup,
menambahkan
zat anti oksidasi seperti glukosa dan CMC pada larutan celup.
- Mengurangi pemakaian elektrolit
- Memperlambat laju kenaikan suhu pencelupan
- Menambahkan perata (berupa retarder atau pendispersi nonionik) pada
larutan
celup.
- Menggunakan skema pencelupan cara semi pigmentasi atau Full pigmentasi.
Baik tidaknya hasil pencelupan sangat ditentukan oleh ketiga tingkatan pencelupan
tersebut. Apabila zat warna terlalu cepat terfiksasi maka kemungkinan diperoleh
celupan yang tidak rata. Sebaliknya, apabila zat warna memerlukan waktu yang
cukup lama untuk fiksasinya, agar diperoleh waktu yang sesuai dengan yang
diharapkan, diperlukan peningkatan suhu atau penambahan zat-zat pembantu
lainnya. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dalam pencelupan faktor-faktor
pendorong seperti suhu, penambahan zat pembantu dan lamanya pencelupan perlu
mendapatkan perhatian yang sempurna. Zat warna dapat terserap ke dalam bahan
sehingga mempunyai sifat tahan cuci.
Pada proses pencelupan ini ada beberapa gaya ikat yang menyebabkan adanya
daya tembus atau tahan cuci suatu zat warna pada serat, yaitu :
Ikatan hidrogen
Ikatan hidrogen merupakan ikatan sekunder yang terbentuk karena atom hidrogen
pada gugusan hidroksi atau amina mengadakan ikatan yang lemah dengan atom
lainnya, misalnya molekul-molekul air yang mendidih pada suhu yang jauh lebih
tinggi daripada molekul-molekul senyawa alkana dengan berat yang sama.
H–O–H
H
H–O–H O
H
Pada umumnya molekul –molekul zat warna dan serat mengandung gugusan
gugusan yang memungkinkan terbentuknya ikatan hidrogen.
Ikatan kovalen
Zat warna reaktif terikat pada serat dengan ikatan kovalen yang sifatnya lebih kuat
dari pada ikatan-ikatan lainnya sehingga sukar dilunturkan. Meskipun demikian
dengan pengerjaan larutan asam atau alkali yang kuat beberapa celupan zat warna
reaktif akan meluntur.
III. PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat yang digunakan :
- Piala gelas 100 mL
- Gelas ukur 100 mL
- Pipet ukur 10 mL
- Pipet ukur 1 mL
- Pengaduk kaca
- Mesin HT dyeing
- Tabung Rapid dyeing
Proses oksidasi
Evaluasi Kain Pengeringan Cuci sabun zat warna
bejana
Gambar 3.1. Diagram Alir Proses Pencelupan T/C dengan Zat Warna Dispersi dan Zat
Warna Bejana
3.3 Skema Proses
80°C 80°C
Oksidasi
40°C Cuci Sabun
H2O2
T°C
Gambar 3.2 Skema Proses Pencelupan Kain T/C dengan Zat Warna Dispersi dan Zat
Warna Bejana Suhu 130oC
3.4 Resep
3.4.1 Resep Pencelupan
Tabel 3.1 Resep Pencelupan
1 2 3 4
2%
ZAT WARNA DISPERSI TIPE “C” (%owf)
2%
ZAT WARNA BEJANA (%owf)
pH 5
CH3COOH 30% (ml/L)
2
ZAT PENDISPERSI (ml/L)
2 4 2 4
Na2S2O4 (g/L)
1 2 1 2
NaOH (g/L)
1:20
Vlot
30’
Waktu
130oc
SUHU
3.4.2 Resep Oksidasi
Tabel 3.2 Resep Oksidasi
1 2 3 4
RESEP JUMLAH
Sabun (g/l) 1
Vlot (1: x) 1 : 20
Suhu (oC) 80
Waktu (menit) 10
3. Kain 3
BB : 6,51 gram
Vlot/kebutuhan larutan : 6,51 x 20 = 130,2 ml
1,3 50 𝑚𝑙
ZW Dispersi : x 6,51 g x = 8,46 ml
100 0,5 𝑔
0,3 50 𝑚𝑙
ZW Bejana : x 6,51 g x = 4,56 ml
100 0,5 𝑔
2
Zat Pendispersi : x 130,2 = 0,26 ml
1000
1
NaOH : x 130,2 = 0,13 ml
1000
2
Na2S2O4 : x 130,2 = 0,26 ml
1000
Kebutuhan Air : 130,2 – 8,46 – 4,56 – 0,26 = 116,9 ml
4. Kain 4
BB : 6,52 gram
Vlot/kebutuhan larutan : 6,52 x 20 = 130,4 ml
1,3 50 𝑚𝑙
ZW Dispersi : x 6,52 g x = 8,47 ml
100 0,5 𝑔
0,3 50 𝑚𝑙
ZW Bejana : x 6,52 g x 0,5 𝑔
= 4,56 ml
100
2
Zat Pendispersi : x 130,4 = 0,26 ml
1000
2
NaOH : x 130,4 = 0,26 ml
1000
4
Na2S2O4 : x 130,4 = 0,52 ml
1000
Kebutuhan Air : 130,4 – 8,47 – 4,56 – 0,26 = 117,1 ml
2. Kain 2
BB : 6,61 gram
Vlot/kebutuhan larutan : 6,61 x 20 = 132,2 ml
5
H2O2 : x 132,2 = 0,67 ml
1000
Kebutuhan Air : 132,2 –0,67 = 132,53 ml
3. Kain 3
BB : 6,51 gram
Vlot/kebutuhan larutan : 6,51 x 20 = 130,2 ml
10
H2O2 : x 130,2 = 1,3 ml
1000
Kebutuhan Air : 130,2 – 1,3 = 128,9 ml
4. Kain 4
BB : 6,52 gram
Vlot/kebutuhan larutan : 6,52 x 20 = 130,4 ml
10
H2O2 : x 130,4 = 1,3 ml
1000
Kebutuhan Air : 130,4 – 1,3 = 128,94 ml
3.5.3 Proses Pencucian
BB total : 26,3 gram
Vlot/kebutuhan larutan : 20 x 26,3
: 526 ml
1
Teepol : 1000 x 526 = 0,53 ml
Berdasarkan hasil pencelupan yang sudah dilakukan ada beberapa hal yang dapat di
diskusikan antara lain :
Ketuaan warna
Perbandingan resep 1 dan 2
Pada resep 1 dan 2 variasi yang digunakan adalah penggunaan kosentrasi
reduktor yang digunakan, pada resep 1 NaOH dan Na2S2O4 sebanyak 2 dan 1 gram
sedangkan pada resep 2 konsentrasi NaOH dan Na2S2O4 yang digunakan sebanyak
4 dan 2 gram. Penggunaan kosentrasi yang berbeda pada tiap resep memberikan
hasil pencelupan yang berbeda juga, terutama pada ketuaan warna. Seperti pada
resep 1 dengan penggunaan NaOH dan Na2S2O4 yang lebih sedikit dibandingkan
dengan resep 2 hasil pencelupan nya lebih muda jika dibandingkan dengan resep 2.
Hal ini terjadi karena dengan konsentrasi NaOH yang lebih banyak mengakibatkan
perubahan molekul zat warna yang semula tidak larut berubah menjadi larut atau
menjadi leuco, sehingga sifat zat warna bejana yang semuka hidfrob berubah
menjadi leuoco yang dapat larut dalam air selain itu dibantu juga dengan Na 2S2O4
yang dapat membantu proses pembejanaan sehingga proses pembejanaan akan
berlangsung dengan baik dan juga lebih stabil. Berbeda dengan resep 1 dengan
variasi konesntrasi penggunaan NaOH dan Na2S2O4 yang lebih sedikit
mengakibatkan proses pembejanaan yang berlangsung menjadi kurang maksimal
sehingga zat warna bejana tidak dapat larut dengan sempurna pada larutan
pencelupan. Semakin banyak nya molekul zat warna bejana yang llarut maka migrasi
zat warna terhadap serat akan semakin baik sehingga molekul zat warna yang
menempel pada permukaan serat akan menjadi lebih banyak dan ketika terjadi
proses difusi ikatan yang terbentuk antara zat warna dengan serat akan lebih baik
sehingga warna yang dihasilkan akan menjadi lebih tua. Maka dari itu hasil
pencelupan pada resep no 2 warna nya lebih tua jika dibandingkan dengan resep no
1.
Kerataan warna
Untuk kerataan warna semua resep memiliki kerataan yang sama persis
walaupun konsentrasi penggunaan NaOH dan Na2S2O4 yang berebeda-beda tiap
resep nya. Variasi yang diterapkan hanya berpengaruh pada ketuaan warna saja
untuk kerataan warna hasil yang didapat relatife sama selain itu komposisi serat juga
berpengaruh pada prose pencelupan kali ini. Komposisi polyester pada kain T/C
lebih banyak jika dibandingkan dengan serat selulosa, sehingga pada hasil
pencelupan warna biru lebih dominan terlihat pada kain T/C warna biru yang
dihasilkan bersal dari zat warna disperse pada serat polyester, zat warna yang
tercelup menyebar merata pada permukaan serat sehingga kebelangan warna tidak
terlihat. Kerataan warna ini juga dibantu dengan penggunaan zat pendispersi yang
membantu dalam pendispersian agar molekul zat warna disperse menyebar merata
pada permukaan serat. sedangkan untuk zat warna bejana hanya terlihat garis-garis
kehijauan saja pada permukaan kain T/C .
Pembangkitan warna
Pada proses pembangkitan warna atau oksidasi molekul zat warna bejana
yang semula larut akan berubah kembali menjadi tidak bentuk semula hal ini
dilakukan agar zat warna bejana yang sudah masuk kedalam serat tidak keluar
kembali ke larutan.. selain itu sifat zat warna bejana tidak bias mewarnai secara
langsung, maka dari itu dalam proses pencelupan nya diperlukan oksidasi agar
warna yang ada dapat keluar pada serat. Di sini kami memvariasikan konsentrasi
H2O2 yang digunakana. Pada setiap resep konsentrasi yang digunakan berbeda-
beda untuk resep 1 dan 2 digunakna konsentrasi sebanyak 5gr/l sedangkan untuk
resep 3 dan 4 digunakan konsetrasi sebanyak 10 gr/l. dengan perbedaan
konsentrasi ini maka hasil oksidasi yang diberikan akan berbeda, seperti pada resep
1 dan 3 konsentrasi H2O2 pada resep no 3 lebih besar dibandingkan dengan resep
no 1, hasil yang didapat juga dapat terlihat pada kain hasil pecenlupan dimana kain
no 3 memiliki warna kuning yang lebih terlihat dibandingkan dengan kain pada resep
no 1. Selain itu permukaan kain terlihat efek warna kuning kehijauan dari zat warna
bejana, sedangkan pada resep no 1 hanya terlihat beberapa bagian saja dan juga
tidak terlalu jelas. Dengan penggunaan konsentrasi H2O2 yang lebih banyak
mengakibatkan pembangkitan zat warna bejana yang terjadi menjadi lebih baik
sehingga warna yang diberikan akan lebih terlihat pada hasil pencelupan. Untuk
resep no 1 dan 3 memiliki variasi reduktor yang sama akan tetapi penggunaan H2O2
yang lebih banyak memberikan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan resep
no 1. Sama hal nya pada resep 3 dan 4 dimana pada resep no 4 warna yang
dihasilkan lebih terlihat jika dibandingkan dengan resep no 3. Selain memberikan
warna pada hasil pencelupan, Dengan pembangkitan warna ini mengakibatkan leuco
yang semula larut dalam air akan kembali berubah kebentuk semula sehingga zat
warna bejana akan terperangkap di dalam serat dan memberikan efek ketahanan
luntur yang baik