Anda di halaman 1dari 36

TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG

INFEKSI MENULAR SEKSUAL DI KELAS XII SMAN 1


CIKARANG TIMUR KABUPATEN BEKASI

Proposal Penelitian

Dosen pembimbing:

DR. Suherman, MSc

OLEH :

Siti Aisyah Desthi Wulansari


2015730122

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh;

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini dengan judul “Tingkat
Pengetahuan Remaja Tentang Infeksi Menular Seksual di Kelas XII SMAN 1
Cikarang Timur Kabupaten Bekasi”. Penulisan penelitian ini disusun dalam rangka
memenuhi tugas pelajaran metodelogi penelitian pada Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa hasil dari penulisan ini tidak lepas dari bimbingan dan bantuan berbagai
pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih banyak kepada :
1. DR. Suherman, MSc

Akhir kata saya menyadari sepenuhnya bahwa tugas ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan
demi perbaikan tugas ini.

Wabillahittaufiq wal hidayah, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jakarta, 21 Desember 2017


Penulis

Siti Aisyah Desthi W


2015730122

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................5
A. Latar Belakang.........................................................................................................5
B. Rumusan Masalah....................................................................................................6
C. Tujuan Penelitian......................................................................................................6
D. Manfaat Penelitian....................................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................8
A. Pengetahuan...................................................................................................................8
1. Definisi Pengetahuan...............................................................................................8
2. Tingkat Pengetahuan...............................................................................................8
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan..................................................9
4. Pengukuran Tingkat Pengetahuan.........................................................................10
B. Remaja.........................................................................................................................11
1. Definisi Remaja.....................................................................................................11
2. Batasan Remaja.....................................................................................................12
3. Karakteristik Remaja.............................................................................................13
4. Sumber Informasi Remaja.....................................................................................14
5. Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja...............................................................15
C. Infeksi Menular Seksual..............................................................................................15
1. Definisi Infeksi Menular Seksual..........................................................................16
2. Jenis-Jenis Infeksi Menular Seksual.....................................................................16
3. Faktor Resiko Infeksi Menular Seksual................................................................21
4. Komplikasi Infeksi Menular Seksual....................................................................21
5. Pencegahan Terhadap Infeksi Menular Seksual....................................................22
BAB III METODE PENELITIAN......................................................................................24
A. Desain Penelitian........................................................................................................24
B. Tempat dan Waktu......................................................................................................24
C. Populasi dan Sampel...................................................................................................24
D. Metode Pengumpulan Data.........................................................................................25
E. Pengelolaan Data.........................................................................................................27
F. Analisia Data...............................................................................................................28
G. Etika Penelitian............................................................................................................28

3
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................30

Lampiran............................................................................................................................33

4
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada jaman modern seperti sekarang ini dimana semua hal sudah begitu maju dengan
pesat. Sayangnya hal ini tidak hanya berdampak positif tapi juga berdampak negatif bagi
kehidupan dan pergaulan remaja kita. Banyak diantara remaja - remaja kita yang terjerumus
ke dalam pergaulan bebas. Oleh karena itu tidak aneh jika jumlah penderita HIV/AIDS serta
wanita hamil diluar nikah meningkat. Dari yang paling ringan seperti mulai mengikuti cara
berpakaian yang mengikuti budaya barat, melihat situs porno, pergi ke diskotik atau tempat –
hiburan malam, pesta minuman keras, hingga hubungan seksual di luar nikah dan berganti
ganti pasangan seksual. Yang paling terlihat dampak negatifnya adalah pada usia remaja
karena pada saat remaja adalah masa dimana kita sedang dalam tahap ingin mencoba hal-hal
baru agar menambah pengetahuan dan pengalaman.
Ketertarikan remaja terhadap lawan jenis, termasuk juga mengenai pengetahuan dan
pengalaman dibidang seksual. Masalah seks berkaitan dengan banyak masalah sosial,
termasuk Penyakit Menular Seksual (PMS), kehamilan pra-nikah dan kekerasan seksual.
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012 (SDKI, 2012), menunjukkan di
Indonesia terjadi Peningkatan hubungan seks pranikah pada Remaja dari tahun 2002, 2007
sampai 2012 didapatkan peningkatan 8,3% remaja laki-laki dan 1% remaja perempuan
melkukan hubungan seks pranikah. Hubungan seksual terbanyak dilakukan pada remaja usia
20-24 tahun sebesar 9.9% dan 2.7% pada usia 15-19 tahun (BKKBN,2014). Menurut survey
yang telah dilakukan dinas kesehatan Jawa Barat di Kabupaten Bekasi angka kejadian
penyakit menular seksual cukup tinggi. Pada tahun 2014 angka kejadian penyakit menular
seksual di Bekasi sebanyak 2.033 kasus.
Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa. Masa remaja
ditandai dengan kematangan fisik, sosial, dan psikologis yang berhubungan langsung dengan
kepribadian, seksual, dan peran social remaja. Masa remaja terdiri dari masa remaja awal (10
– 14 tahun), masa remaja pertengahan (14 - 17 tahun), dan masa remaja akhir (17 – 19 tahun).
Dampak yang timbul akibat Penyakit Menular Seksual (PMS) ini, khususnya pada
remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. Akibat-akibat yang sering terjadi adalah penyulit
ataupun penjalaran penyakit pada organ tubuh lainnya seperti terjadi pada penyakit gonore
dan sifilis. Infeksi PMS terutama gonore dan infeksi klamidia pada alat-alat reproduksi

5
perempuan dapat mengakibatkan kemandulan, penyakit radang panggul dan kehamilan di
luar kandungan. PMS dapat mempermudah penuaran HIV/AIDS dari seseorang ke orang
lain. (Soetjiningsih, 2004)
Berdasarkan data dan uraian diatas, maka pengetahuan remaja terhadap kesehatan
reproduksi terutama mengenai faktor resiko penyakit menular seksual menjadi masalah yang
sangat penting untuk diperhatikan. Peneliti memilih SMAN 1 Cikarang Timur, karena belum
ada penelitian mengenai masalah ini di SMA tersebut. Serta peneliti juga ingin mengetahui
tingkat pengetahuan siswa dan siswi di SMA yang telah bersertifikasi tersebut.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut di atas dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut :
Bagaimana Tingkat pengetahuan tentang infeksi menular seksual pada siswa-siswi
SMAN 1 Cikarang Timur?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja mengenai IMS di Kelas XII SMAN 1
Cikarang Timur, Bekasi.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik remaja atau responden
b. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja di SMAN 1 Cikarang Timur tentang
Pengertian IMS
c. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja di SMAN 1 Cikarang Timur tentang
jenis-jenis IMS
d. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja di SMAN 1 Cikarang Timur tentang
tanda dan gejala IMS
e. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja di SMAN 1 Cikarang Timur tentang
faktor resiko IMS
f. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja di SMAN 1 Cikarang Timur tentang
komplikasi IMS
g. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja di SMAN 1 Cikarang tentang
pencegahan IMS

6
D. Manfaat Penelitian
a. Bagi Peneliti
 Untuk mengimplementasikan pengetahuan yang telah didapat secara akademis
di masyarakat.
 Mengerti dan memahami gambaran pengetahuan siswa SMAN 1 mengenai
faktor resiko penyakit menular seksual.
b. Bagi Keilmuan
Penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi bagi praktisi yang tertarik dalam
masalah faktor resiko penyakit menular seksual.
c. Bagi Pelajar SMA
Penelitian ini merupakan sarana untuk mendapatkan ilmu mengenai faktor resiko
penyakit menular seksual.

7
BAB 2
TINAJUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan
1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil ”tahu” dan ini terjadi setalah orang mengadakan
pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terhadap obyek terjadi
melalui pancaindra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman rasa dan
raba dengan sendiri. Pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan
tersebut sangat dipengarui oleh intensitas perhatian persepsi terhadap objek.
Sebagaian besar pengetahuan manusian diperoleh melalui mata dan telingga.
(Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
Sebagai besar pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya perilaku seseorang. Perilaku yang disadari oleh pengetahuan akan
langgeng dari pada tidak disadari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

2. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang cukup didalam domain kognitif
mempunyai 6 tingkatan yaitu: (Notoadmodjo, 2003).
a. Tahu ( Know)
Tahu diartikan sebagai mengigat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima dengan cara menyebutkan, menguraikan, dan mendefinisikan.
b. Memahami (Comprehesion)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui,dan dapat mengintepretasikan materi tersebut secara
benar. Orang yang telah paham tentang objek atau meteri harus dapat menjelaskan
dan menyebutkan.
c. Aplikas (Application)

8
Sebagai kemampuan untuk menggunakan yang telah dipelajari. Aplikasi disini
dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode, dan
prinsip.
d. Analisis (Analisys)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek kedalam
komponen-komponen, Tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut dan
masih ada kaitan satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunanan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, membedakan dan
mengelompokan.
e. Synthesis (Synthesis)
Sintesis menunjukan kepada sesuatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap
suatu materi atau objek.

Jadi, pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan pengindraan terhadap onjek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra
manusia, yakni pemhlihatan, pendengaran, penghidu, perasa, dan peraba. (Efendi, 2009)

3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan


Pengetahuan juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pendidikan,
informasi, budaya, lingkungan, dan pengalaman (Notoadmodjo, 2007 dikutip oleh
dikutip oleh Budiman, 2013), yaitu :
a. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah (baik formal maupun non formal).
Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendiddikan seseorang,
makin mudah orang tersebut menerim informasi. Dengan pendidikan tinggi, maka
seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain
maupun media masa. Namun perlu ditekankan bahwa seseorang yang
berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah.

9
b. Informasi adalah
Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan,
memanipulasi, mengumumkan, menganalisis, dan menyebarkan informasi dengan
tujuan tertentu. Informasi tersebut dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari,
yang diperoleh dari data dan pengamatan terhadap dunia sekitar, serta diteruskan
melalui komunikasi. Informasi mencakup data, teks, gambar, suara, kode, progam
komputer dan basis data.
c. Sosial, Budaya dan Ekonomi
Kebiasaan atau tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melaui penalaran apakah
yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian, seseorang akan bertambah
pengetahuannya wallaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga
menentukan tersedianya suatu faslitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu
sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
d. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik lingkunagn
fisik, biologis , maupun sosial. Lingkungan berpegaruh terhadap proses masuknya
pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini
terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan direspon
sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
e. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan denga cara mengulang kembali pengetahuan yang
diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman
belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan
keterampilan professional.
f. Usia
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin brtambah
usia akansemakin berkembang pua daya tangkap dan pola pikirannya sehingga
pengetahuan yang diperoleh semakin membaik.

4. Pengukuran Tingkat Pengetahuan


Menurut Arikunto (2010), pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan
wawancara atau menggunakan angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan

10
diukur dari subjek penelitian atau respondek ke dalam pengetahuan yang ingin diukur
atua diketahui dapat disesuikan dengan tingakatan-tingkatannya (Arikunto, 2010).
Pengetahuan tentang IMS dalam penelitian ini dapat diukur dengan
menggunakan pertanyaan objektf, seperti pertanyaan pilihan ganda, betul slaah, dan
pertanyaan menjodohkan disebut pertanyaan objektif karena pertanyaan itu dapat
dinilai secara pasti oleh penilai. Pertanyaan betul salah digunakan untuk dijadikan
sebagai alat ukur dalam pengetahuan karena lebih mudah disesuaikan dengan
pengetahuan yang akan diukur dan penilaiannya akan lebih cepat (Arikunto, 2010).
Menurut Riwidikdo (2013) mendeskripsikan gambaran tingkat pengetahuan
dengan perhitungan sebagai berikut dengan membagi skor menjadi 3 kategori yaitu
baik, cukup, kurang.

a. Baik : Bila nilai responden yang diperoleh (x) > mean + 1 SD


b. Cukup : Bila nilai responden mean -1 SD ≤ x ≤ mean + 1 SD
c. Kurang : Bila nilai responden yang diperoleh (x) < mean - 1 SD

Sedangkan menurut Riwidikdo (2013) apabila dikategorikan menjadi 5 kategori


menjadi sangat baik, baik, cukup, kurang, dan sangat kurang maka ketentuan
parameter yang digunakan:

a. Sangat Baik : Bila x > mean + 1,5 SD


b. Baik : Bila mean + 0,5 SD <x< mean + 0,5 SD
c. Cukup : Bila mean - 0,5 SD <x< mean + 0,5 SD
d. Kurang : Bila mean - 1,5 SD <x< mean - 0,5 SD
e. Sangat Kurang: Bila x < mean + 1,5 SD

Dalam penelitian ini menggunakan 3 kategori untuk tingkat pengetahuan, yaitu baik,
cukup dan kurang (Riwidikdo, 2013).

B. Remaja
1. Definisi Remaja
Remaja yang dalam bahasa inggris “adolescene”. Berasaldari bahasa latin
“adolescere” yyang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan
menjadi dewasa (BKKBN, 2011). Remaja didefinisikan sebgaia masa peralihan dari

11
masa kanak-kanak ke dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 10-19 tahun
(WHO. 2013). Remaja menurut BKKBN adalah penduduk laki-laki dan perempuan
yang berusia 10-24 tahun (BKKBN, 2011). Menurut Depkes RI usia remaja adalah
10-19 tahun dan belum menikah (Depkes RI, 2007). Namun jika pada usia remaja
seseorang sudah menikah, maka tergolong dalam dewasa bukan lagi remaja.
Sebaliknya, jika usia remaja sudah bukan remaja tetapi masih bergantung pada orang
tua (tidak mandiri), maka tetap dimasukkan kelompok remaja (Efendi, 2009).
Pada masa ini remaja muali mencar jati dirinya dimana hal ini akkan
menentukan kehidupannya dimasa dewasa nanti. Orangtua memerankan peranan
penting khususunya pada masa remaja karena akan mencegah remaja terjerumus oleh
teman sebaya dan lingkungan. Pada masa ini remaja ingin dirinya diterima sebagai
individu yang memiliki wawasan yang sama denga orang dewasa lainnya
(Maetiningsih, 2008).

2. Batasan Remaja
Ciri perkembangan remaj dibagi menjadi tiga tahap yaitu masa remaja awal, tengah,
dan akhir, menurut Santrock (2007) batasan remaja berdasarkan usia yaitu:
a. Masa remaja awal, usia 10-12 tahun (early adolescene)
Masa remaja awal mencangkup kebanyakan peubahan pubertas. Karakteristik
remaja awal yaitu mengalami percepatan dalam pertumbuhan fisik dan seksual.
Mereka kerap kali membandingkan sesuatu dengan teman sebaya, dan sangat
mementingkan penerimaan oleh teman sebaya, hal ini melibatkan timbulnya
kemandirian dan mulai mengabaikan pengaruh yang berasal dari luar lingkungan.
b. Masa remaja tengah, usia 13-15 tahun (middle adolescent)
Masa mencari identitas diri, mempunyai rasa tertarik kepada lawan jenis,
menegmbangkan kemampuan berfikir abstrak, berkhayal tentang aktivitas seks.
Remaja menengah memiliki karakteristik yaitu berkembangnya kesadaran
terhadap identitas diri. Mereka lebih mementingkan menghabiskan aktifitas di luar
lingkungan rumah dan lebih terpengaruh oleh teman sebaya. Periode remaja
merupakan periode dimana terjadi pergolakan tekanan seksual dan sosial, dan
mereka berusaha diterima dan mendapatkan dukungan dari teman sebaya dab
orang tua.
c. Masa remaja akhir, usia 16-19 tahun (late adolescene)

12
Minat pada karir, pacaran, dan eksplorasi identitas sering kali lebih nyata dlaam
masa remaja akhir ketimbang dalam masa remaja awal. Remaja akhir ditandai
dengan kematangan atau kesiapan menuju tahap kedewasaan dan lebih fokus pada
masa depan baik dalam bidang pendidikan, pekerjaan, seksual dan individu.
Karakteristik remaja akhir umumnya sudah merasa nyaman dengan dirinya dan
pengaruh teman sebayanya sudah berkurang.

3. Karakteristik Remaja
Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri juga sering
menimbulkan masalah pada diri remaja. Karateristik pertumbuhan dan perkembangan
remaja yang mencakup perubahan transisi biologis, transisi kognitif, dna transisi
sosial menurut santrock (2007) yaitu:
a. Transisi Biologis
Perubahan fisik yang terjadi pada remaja tnampak terlihat pada masa pubertas
yaitu meningkatnya tinggi dan berat badan serta kematangan sosial. Diantara
perubhan fisik itu, yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja
adlaah petumbuhan tubuh (badanmenjadi semakin panjang dan tinggi).
Selanjutnya mulai berfungsinya lata-alat reproduksi.
b. Transisi Kognitif
Pemikiran operasional formal berlangsung antara usia 11 sampai 15 tahun.
Pemikiran operasional formal lebih abstrak, idealis, dan logis daripada peikiran
operasional konkret. Remaja terdorong untuk memahami dunianya karena
tindakan yang dilakukannya penyesuaian diri biologis. Secara lebih nyata mereka
mengaitkan suatu gagasan dengan gagasan lain. Mereka bukan hanya
mengorganisasikan pengamatan dan pengalaman akan tetapi juga menyesuaikan
cara berfikir mereka untuk menyertakan gagasan baru karena informasi tambahan
membuat pemahaman lebih mendalam.
c. Transisi Sosial
Bahwa pada transisi sosial remaja menglami perubahan dalam hubungan individu
dengan manusia lain yaitu dalam emosi, dalam kepribadian, dan dalam peran
konteks sosial dlama perkembangan. Membantah orang tua, serangan agresif
terhadap teman sebaya, perkembangan sikap asertif, kebahagian remaja dlama
peristiwa tertentu serta peran gender dalam masyarakat merefleksiakan peran
sosial-emosional dalam perkembangan remaja.

13
4. Sumber Informasi Remaja
Remaja seringkali merasa tidak nyaman atau tabu untuk membicarakan
masalah seksualitas dan kesehatan reproduksinya. Tetapi karena faktor rasa ingin tau
mereka akan berusaha untuk mendapatkan informasi ini. Remaja merasa bahwa
orangtuanya menolak membicarakan mengenai kesehatan reproduksi dan kemudian
mencari alternatif sumber informasi lain seperti teman dan media masa. Sehingga
membuat informasi menjadi simpang siur atau pemahaman yang salah karena tidak
ada bimbingan dari orang tua (Wulandari, 2012).
Orang tua memegang peranan penting khususnya pada masa remaja karena
akan mencegah remaja terjerumus oleh lingkungan dan temansebaya yang
memberikan pengaruh negatif kekerasan fisik, seks bebas, dan penyalahan narkoba.
Remaja juga mengalami perkembangan dan perubahan intelegensi yang cukup pesat
sehingga remaja giat mencari informasi mengenai hal-hal baru baginya (Maetiningsih,
2008).
Pendidikan seks paling banyak didapat dari media masa 56.81%. Hal tersebut
sesuai dengan penelitian dari Caroline, yang secara umum remaja yang paling banyak
mendapat dorongan seksual dari media cenderung melakukan seks pada usia 14-16
tahun 2,2 kali lebih tinggi dbanding dengan remaja lain yang sedikit melihat
eksploitasi teks dari media (Sarwono, 2012)
Menurut Kothai (2003) meningkatnya seksual remaja membuat remaja
berusaha mencari informasi dalam berbagai bentuk. Sumber informasi itu dapat
diperoleh dengan bebas mulai dari teman sebaya, buku-buku, film, video dan situs-
situs internet. Namun sedikit remaja memperoleh pendidikan yang berkaitan dengan
seksual dan kesehatan reproduksi, baik dari guru ataupunorang tua sehingga tidak
jarang remaja melangkah sampai tahap percobaan. Pengaruh informasi global yang
semakin mudah diakses justru memancing remaja untuk meniru kebiasaan-kebiasaan
yang tidak sehat yaitu berbagai memacam perilaku seksual seperti melakukan
hubungan seksua pra-nikah. Penyimpangan terhadap perilaku seksual elain
disebabkan kurangnya penegtahuan remaja tentang kesehatan reproduksi, juga
sebagai akibat pengaruh media masa dan internet yang menyediakan informasi yang

14
kurang tepat dan salah. Akibatnya rasa ingin tau yang kuat membuat remaja menjadi
terjebak ke dalam permasalahan seksualitas (Kothai, 2003 dalam Adhani, 2010).

5. Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja


Masalah Kesehatan Reproduksi melibatkan peranan lingkungan. Remaja
membutuhkan pengertian-pengertian tentang hal-hal yang dialaminya mislanya
mengenai mimpi basah dan lain sebagainya. Ketertutupan dari lingkungan dan orang
tua yang merasa tabu membicarakan masslah seksual dengan anaknya dapat
menyebabkan dampak negatif bagi anaknya (Gunarsah, 2008)
Pada masa remaja akan terjadi proses terpaparnya remaja dengan masalah
reproduksi; yaitu terjadi proses produksi hormone seksual dalam tubuh
mengakibatkan timbulnya dorongan emosi dan seksual. Organ reproduksi sangat
rentan terhadap infeksi saluran reproduksi, kehamilan dan infeksi menular seksual.
Permasalahan kesehatan reproduksi, pada remaja perempuan dimulai pada saat usia
remaja, yaitu saat perempuan mengalami menstruasi pertama dan pelepasan sel telur
yang akan berakhir sampai tidak haid lagi. Usia remaja memiliki resiko terhadap
terjadinya kehamilan sebelum menikah, tertular penyakit menular seksual dan
ketergantungan terhadap NAPZA (Hanifah, 2012).
Masalah kesehatan reproduksi selain berdampak secara fisik, juga dapat
berpengaruh terhadap kesehatan menta, emosi, dan kesejaterahansosial. Permasalahan
kesehatan reproduksi remaja yaitu kehamilan yang tidak diinginkan (KTD), maslaah
ketergantungan napza yang meningkatkan resiko penyakit menular seksual (Alzinar,
2013). Masalah yang seringkali muncul dalam kehidupan remaja karena remaja ingin
mencoba-coba segala hal. Faktor internal yang paling mempengaruhi perilaku seksual
remaja sehingga mengarah pada perilaku seksual pranikah pada remaja adalah
berkembangnya organ seksual (Sarwono, 2012).

C. Infeksi Menular Seksual


1. Definisi Infeksi Menular Seksual
Infeksi Menular Seksual (IMS) disebut juga penyakit Menular Seksual (PMS)
atau dalam bahasa inggrisnya Sexually Transmitted Disease (STD) or Veneral
Disease (VD). IMS adalah Infeksi yang sebagian besar menular lewat hubungan
seksual dengan pasangan yang sudah tertular. IMS disebut juga penyakit kelamin

15
(Ayu, 2009). Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah istilah umum dan organisme
penyebanya tinggal dalah darah atau cairan tubuh, meliputi virus, mikoplasma,
bakteri, jamur, dan parasit-parasit kecil (misalnya : scabies). Terdapat rentang
keintiman kontak tubuh yang dapat menularkan IMS (Ralph, 2008).
IMS atau Sexually Transmitted Infection (STI) ditularkan melalui kontak
seksual. Kontak ini tidak terbatas pada hubungan seksual namun juga kontak genital-
oral. Di tahun 2004 diperkirakan terdapat 19 juta kasus baru STI, sedikit lebih banyak
dibandingkan 9 juta yang mengenai remaja berusia antara 15 hingga 24 tahun
(Santrock, 2007).
Penyakit Menular Seksual adalah penyakit yang ditularkan terutama melalui
hubungan seksual. Cara penularan penyakit ini tidak hanya melalui hubungan seksual
tetapi dapat juga ditularkan langsung melaui kontak langsung seperti, jarum suntk
yang tidak steril. Penyakit yang termasuk dalam golongan penyakit menular seksual
adalah gonorrhea, chlamidya, sifilis, herpes genitalis dan infeksi human
immunodeficiency virus (HIV) (Djuanda 2011 dikutip oleh Panenga, 2014).
Peningkatan insidens IMS dan penyebarannya di seluruh dunia tidak dapat
diperkirakan secara tepat. Di beberapa Negara disebutkan bahwa pelaksanaan
program penyuluhan yang intensif akan menurunkan insiden IMS atau paling tidak
relatif tetap. Namun, sebagian besar Negara insiden IMS relatif masih tinggi dan
setiap beberapa juta baru beserta komplikasi medisnya antara lain kemandulan,
kecacatan, gangguan kehamilan, gangguan pertumbuhan, kanker bahkan juga
kematian memerlukan penanggulangan, sehingga hal ini meningkatkan biaya
kesehatan (Hakim, 2009 dalam Daili, 2009).

2. Jenis-Jenis Infeksi Menular Seksual


Menurut WHO (2013), terdapat kurang lebih 30 jenis mikroba (bakteri, virus,
dan parasit) yang dapat ditularkan melalui kontak seksual dan non-seksual. Kondisi
yang paling sering di temukan adalah gonorrhea, chlamidya, sifilis, herpes genitalis
dan infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan trikomoniasis. Jenis-jenis IMS
diantaranya disebabkan oleh bakteri (gonorrhea dan sifilis), disebabkan oleh virus
(HIV/AIDS) dan parasit (trikomoniasis).

a. Gonorrhea
1) Definisi

16
Gonorrhea adalah penyakit menular seksual yang paling sering terjadi.
Nama awam penyakit seksual ini adalah “Kencing Nanah”. Penyebabnya
adalah bakteri Neisseria Gonorrhoeae, tergolong bakteri diplokokus gram
negatif berbentuk buah kopi. Masa inkubasi berkisar antara 3-5 hari
setelah infeksi (Ayu, 2009). Tempat bakteri Neisseria Gonorrhoeae masuk
yaitu: penis, vagina, anus, dan mulut. Insiden tertinggi yang rentan
terinfeksi gonorrhea berkisar pada rentang usia 15-35 tahun (Isnaini, 2006
dalam putri, Kartikasari dkk, 2012).
2) Cara Penularan
Penularan melalui kontak seksual dengan penderita yang sudah
terinfeksi bakteri Neisseria Gonorrhoeae (Ayu, 2009) dan menginfeksi
lapisan dalam urethra, leher rahim, rectum dan tenggorokan atau bagian
putih mata (konjugtiva) (Sari, 2012).
3) Tanda dan Gejala
Tanda dan Gejala pada penderita yang sudah terinfeksi bakteri
Neisseria Gonorrhoeae bergantung pada etak infeksi, misalnya ureteristis
(mengakibatkan dysuria dan rabas purulent), servisitis (mengakibatkan
rabas vagina), proktitis dengan rabas dan faringitis. Akan tetapi banyak
wanita mengalami infeksi asimtomatik (Brooker, 2008). Menurut Ayu
(2009) pada pria gejala umumnya adalah rasa gatal dan panas di ujung
kemaluan, rasa sakit saat kencing dan banyak kencing, diikuti pengeluaran
nanah di ujung kemaluan dan dapat bercampur darah. Pada pemeriksaan
akan dijumpa ujung kemaluan merah, membengkak, dan menonjol,
diujungnya bila dipijat akan keluar nanah (Ayu, 2009).
Pada wanita, dengan perbedaan anatomi alat kelamin luar yang terkena
infeksi pertama adalah mulut rahim. Apalagi bila telah terdapat perlukaan
sehingga penyebarannya ke bagian bawah dan bagian atas alat kelamin
semakin cepat. Gejala klinis yang menonjol yaitu rasa nyeri pada daerah
punggung, mengeluarkan keputihan encer seperti nanah. Pemeriksaan
serviks akan tampak berwarna merah, membengkak, perlukaan, dan
tertutup oleh lendir bernanah (Ayu, 2009). Gejala infeksi gonorrhea
menahun yaitu rasa nyeri sekitar perut bagian bawah, terdapat keputihan,
perasaan tidak enak dibagian bawah perut, sakit hubungan seksual,
keluhan tidak mendapatkan keturunan (Ayu, 2009).

17
b. Sifilis
1) Definisi
Sifilis atau dikenal dengan (Raja Singa) adalah infeksi menular yang
sistemik merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh spirokaeta
treponema pallidum. Sifilis didapat memiliki dua stadium-dini dan lanjut,
tetapi beberapa sumber membaginya menjadi empat tahap-primer, sekunder,
laten, dan tersier. Tahap dini ditandai oleh lesi primer di tempat kuman masuk
ke dlaam tubuh, yang sembuh dalam waktu sekitar 1 bulan. Tahap lanjut
(terjadi bertahun-tahun kemudian setelah tahap dini), menunjukan lesi kulit
dan organ dalam (Brooker, 2008).
2) Cara penularan
Penyakit ini menyerang semua organ tubuh sehingga cairan tubuh
mengandung Treponema pallidum yang di tularkan melalui kontak langsung
dengan kesi basah yang infeksius. Organisme ini dapat menembus membrane
mukosa intra atau kulit yang terkelupas atau didapat melalui transplasenta
(Ralph, 2008).
3) Tanda dan Gejala
Sifilis, masa inkubasinya cukup panjang sekitar 10-90 hari dan rata-
rata tiga minggu. Karena penyakit ini bersifat sistemik, maka sering di jumpai
demam, myalgia, limfadenopati, sakit flu, dan sakit kepala (Heffner, 2005).

c. HIV/AIDS
1) Definisi
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dapat diartikan sebagai
kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan
tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). AIDS
merupakan tahap akhir dari infeksi HIV (Sudoyo, 2009).
Perjalanan penyakit ini dimulai dengan Human T-cell lymphotropic
virus yang menyerang sistem pertahanan tubuh secara perlahan, menurunnya
daya tahan tubuh yang diketahui melalui pemeriksaan laboratorium berupa
anemia dan tampak pucet, mudah terjangkit infeksi bakteri, jamur, parasit
sehingga menunjukkan gambaran penyait yang kompleks (Ayu, 2009).
2) Cara Penularan

18
Penularan HIV/AIDS melaui cairan tubuh yang mengandung virus
HIV yaitu melaui hubungan seksual, baik homoseksual mauoun heteroseksual,
jarum suntik pada pengguna narkotika, transfusi komponen darah dari ibu
yang terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkanmya. Oleh karena itu kelompok
resiko tinggi terhadap HIV/AIDS misalnya pengguna narkotika, pekerja seks
komersil serta narapidana (Sudoyo, 2006).
Perjalanan penyakit sejak terinfeksi dengan virus verada pada periode
0-12 minggu lalu virus masuk ke dalam sirkulasi menuju sistem limfoid dan
bereplikasi, kemudian akan terjadi viremia dan virus akan tersebar ke berbagai
organ. Pada perode ini penderita mengalami sindrom HIV akut antara minggu
ke 3-6. Pada periode 12 minggusampai 10 tahun merupakan masa laten yang
terinfeksi oportunistiknya belum terjadi. Namun, selama masa ini virus terus
bereplikasi aktif merusak sistem imun terutama sek T CD4, akibatnya akan
terus terjadi penurunan CD4 sekitar 50 sel/tahun. Dan periode >10 tahun pada
saat ini umumnya hitung CD4 < 200 dan sindrom AIDS mulai muncul, baik
infeksi oportunistik maupun neoplasma.sindrom awal biasanya berupa
limfadenopati umum disertai demam dan penurunan berat badab persisten
(Dewanto, 2009).
3) Tanda dan Gejala
Infeksi HIV tidak langsung memberikan tanda dan gejala tertentu.
Sebagian memberikan tanda gejala tidak khas pada infeksi HIV akut 3-6
minggu seteluh infeksi. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan,
pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk. Setelah infeksi
akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa gejala
ini umumnya berlangsung seama 8-10 tahun. Tetapi ada sekeompok kecil
orang perjalanan penyakitnya amat cepat, dapat hanya sekitar 2 tahun ada
yang perjalanannya lambat (non-progesor). Seiring dngan makin
memburuknya kekebalan tubuh, odha mulai menampakkan gejala-gejala
akibat akibat infeksi oportunistik seperti berat badan menurun, demam lama,
rasa lemah, pembesaran kelenjar getah bening diare (Sudoyo, 2006).
CDC menetapkan tiga kategori A (infeksi HIV tanpa menunjukkan
gejala), infeksi HIV primer akut yang ditandai dengan demam, malaise,
limfadenopati dan ruam kulit. Limfadenopati menyeluruh persisten tanpa
menunjukkan gejala. Kategori B (kondisi simptomatik yang tidak termasuk

19
kategori A atau C), kandidiasis vulvovaginal-persisten lebih dari sebulan
kurang berespon terhadap pengobatan., kandisiasis orofaring, angiomatosis
basilaris, dysplasia serviks-berkembang cepat menjadi karsinoma in situ.
Gejala umum seperti: demam atau diare lebih dari sebulan. Kategori C
(AIDS), hitung sel CD4<200, infeksi aportunistik (citomegalovirus yang
menyebabkan retinitis dan kardiomiopati, sarcoma kaposi, penumonia
pmeumocystis carinii, limfoma non-Hodgkin, ensefalitis toksoplasna),
malnutrisi berat, penurunan berat badab dan kematian (Morgan, 2009).

d. Trikomoniasis
1) Definisi
Trichomonas vaginalis merupakan parasit golongan protozoa yang
dapat menyebabkan trikomoniasis, suatu penyakit yang ditularkan melalui
hubungan seksual. Masa inkubasi 3-28 hari. Parasit ini paling sering
menyerang wanita, namun pria dapat terinfeksi lewat kontak seksual (Kusuma.
2009). Pada pria dapat berbentuk ureteritis, infeksi aluran kencing dan infeksi
pada prosta. Sedangkan pada wanita berbentuk vaginitis trikomonas atau
sistitis infeksi kandung kemih (Ayu, 2009).
2) Cara Penularan
Trikomoniais digolongkan dalam penyakit hubungan seksual karena
sebagian besar penularannya melalui hubungan seksual (Ayu, 2009).
Trikomoniasisadalah protozoa yang terdapat di saluran kemih dan kelamin
manusia yang dpat ditularkan meaui hubungan seksual. Individu yang suka
berganti-ganti pasangan beresiko ttinggi menderita Trikomoniasis (Kusuma.
2009).
3) Tanda dan Gejala
Keputihan merupakan gejala awal terjadinya vaginitis.keputihan
karena trikomoniasis dapat dibedakan dengan penyebab lain seperti jamur dan
bakteri. Pada kasus trikomoniasis, sekret vagina biasanya sangat banyak dan
berwarna kuning kehijauan, berbusa dan berbau amis (Kusuma. 2009).
Trikomoniasispada waanita, dalam keadaan infeksi akut terdapat gejala lendir
vagina banyak dan berbusa, bentuk putih bercampur nanah, trdapat perubahan
warna (kuning hijau), dan berbau khas. Pada infeksi yang bersifat menahun
lendir yang dikeluarkan tidak pernah kering. Lendirnya berwarna putih-

20
kuning, sedikit berbau, terasa gatal dan nyeri saat berhubungan seksual (Ayu,
2009).
Infeksi Trikomoniasis pada pria dengan gejala ringan terjdi pada
infeksi saluran kemih, infeksi kelenjeaar prostat dan salurna spermatozoa
(epididymis). Infeksi menhaun sulit ditegakan karena gejalanya ringan (Ayu,
2009).

3. Faktor Resiko Infeksi Menular Seksual


Sebagian besar remaja yang aktif secara seksual memiliki resiko mengalami
masalah-masalah seksual seperti mengalami khamilan dan terkena infeksi yang
ditularkan secara seksual. Berdasakan sebuah tudi yang dilakukan Satelli (2004),
bahwa pengunaan alkohol, obat-obatan, dan remaja yang memiliki keinginan
melaukan hubungan seksual pranikah adalah yang beresiko terkena infeksi yang
ditularkan secara seksual (Santelli, 2004 dalam Santrock, 2007).
Faktor resiko IMS menurut Booskey (2008) yaitu, hubungan sksual tanpa
pelindung (kondom), berganti-ganti pasangan, aktif secara seksual pada usi adini,
homoseksual, pengguna alkohol dan penyalahgunaan obat (Booskey, 2008).
Perilaku risiko tnggi ialah yang menyebabkan seseorang mempunyai risiko
besar terserang penyakit. Yang tergolong kelompok risiko tinggi adalah mencangkup
usia muda, belum menikah dan orang yang memiliki pasangan seksual. Memakai
kondom (kontrasepsi), baik untuk hubungan sejsual via vagina, anus, atau oral, secara
drastis menurunkan kemungkinan masalah, meskipun tindakan ini tidak benar-benar
menghilangkan risiko (Brooker, 2008)
Perilaku berisiko yaitu, memiliki pasangan seks lebih dari satu, menggunakan
jarum suntik bersama dengan orang lain, melakukan hubungan seksual secara anal,
vaginal, atau oral tanpa menggunakan kondom, melakukan seksual vaginal atau oral
dengan orang yang gemar menggunkan obat terlarang, melakukan hubungan seksual
dengan beberapa pasangan seksual dan melakukan hubungan seksual tanpa pelindung
(kondom) dengan individu yang telah terinfeksi (Santrock, 2007).

4. Komplikasi Infeksi Menular Seksual


Komplikasi yang disebabkan IMS, tergantung pada mikroorganisme yang
terlibat, komplikasi ini terjadi pada remaja usia 15 hingga 24 tahun. Komplikasi
gonorhhea pada remaja laki-laki apat meliputi masalah prostat, kandung kemih, dan

21
ginjal, maupun sterilitas. Pada perempuan gonorhhea aapt menyebabkan infertilitas
yang berkaitan dngan Pelvic Inflammatory Disease (PID) (Santrock, 2007).
Masalah kesehatan reprodi=uksi yang dihadapi oelh remaja jika tidak
ditangani dengan tepat dapat memberikan dampek yang merugikan remaja. Penyakit
radang panggul, merupakan kelanjutan dari infeksi arena hubunga seksual yang tidak
terlindungi. Kejadian penyakit radang panggul semakin meningkat berkaitan dengan
semakin bebasnya hubungan sesksual pranikah pada remaja. Komplikasi penyakit
radang panngul dapat berupa penyakit menahun dengan keluhan yang tidak pernah
sembuh, terjadinya timbunan nanah dalam alat genitalia bagian dalam (abses saluran
telur dan indung telur) (Ayu, 2009).

5. Pencegahan Infeksi Menular Seksual


Meningkatnya prmasalahan remaja terkait IMS ditandai dengan bertambahnya
penderita HIV/AIDS. Sekolah dapat dijadikan sarana untuk membekali diri dengan
pengetahuan dan kemampuan dalam melindungi diri dari IMS. Promosi kesehatan perlu
diberikan dalam masyarakat khususnya pada anak usia sekolah (Maulana, 2009). Strategi
promosi kesehatan di sekolah salah satunya peer educator atau pendidik teman sebaya
yang secara khusus mengikuti paltihan sebagai bekal sehingga dapat mempengaruhi
perubahan perilaku anggota kelompok mereka. Peer education mempunyai aspek positif
mendorong remaja mendidik orang lain dari pengaruh taman sebaya (John, 2006).
Dalam garis besarnya usaha-usaha pencegahan dijalankan dengan cara ebagai berikut
menurut Muhajir (2007), pencegahan terhadap IMS yaitu: tidak melakukan hubungan
seksual sebelum menikah, melakukan kegiatan positif, agar remaja dapat mengalihkan
keinginan untuk melakukan hubungan seksual, mencari informasi yang benar dan
sebayak mungkin tentang risiko IMS, mengendalikan diri dengan pendidikan agama,
tidak malu untuk bertanya dan mendiskusikan hal-ha yang berkaitan dengan perilaku
seksual dengan keluarga, atau guru dan menghindari penggunaan narkoba terutama
dengan pemakaian secara bersamaan dengan suntikan (Muhajr, 2007).
Menurut Depkes RI cara pokok untuk pencegahan penularan antara lain, memiih
untuk tidak melakukan hubungan eks pranikah, saling setia dengan psangannya,
menggunakan pelindung (kondom) secara konsisten dan benar, tolak penggunaa NAPZA,
jangan pakai jarum suntik bersama (Depkes RI, 2007).

22
B. Kerangka Teori
Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka teori dalam penelitian ini adalah:

Pengetahuan
Remaja
Infeksi Menular Seksual
(WHO, 2013)
1. Pengertian IMS
2. Jenis-Jenis IMS
3. Cara Penularan IMS
4. Tanda dan Gejala IMS
Faktor yang mempengaruhi 5. Faktor Resiko IMS
pengetahuan

1. Usia
2. Informasi/media
3. Sosial budaya eonomi,
lingkungan, pendiddikan,
pengalaman

Gambar B. Kerangka Teori


Sumber : (Notoatmodjo, 2007 dalam Budiman 2013). (WHO, 2013)
(Ida, Ayu, 2009)
C. Kerangka Konsep
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif mengenai gambaran pengetahuan
kesehatan reproduksi siswa/siswi SMAN 1 Cikarang Timur, yang secara sistematis dapat
digambarkan dalam kerangka konsep sebagai berikut:

Infeksi Menular Seksual Pengetahuan Remaja

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar C. Kerangka Teori

23
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat kuantitatif, dengan menggunakan metode deskriptif
yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan informasi mngenai
pengetahuan remaja SMAN 1 Cikarang timur terhadap IMS dengan menggunakan
desain studi silang (cross sectional) dimana data dikumpulkan pada satu waktu
tertentu. Tujuannya untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang IMS
dengan cara mengajukan pertanyaan melaui kuesioner yang akan dijawab oleh siswa-
siswi di SMAN 1 Cikarang Timur.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Lokasi penelitian ini akan dilakukan di SMAN 1 Cikarang Timur pada bulan April
2018

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan unit analisis yang karakterisriknya akan diukur
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Hatono,
2010). Menurut Notoatmodjo (2010), populasi adalah keseluruhan objek
penelitian atau obyek yang ditelitu. Populasi dalam penelitian ini tadalah termasuk
kelompok remaja tengah dan remaja akhir yaitu semua siswa-siswi kelas XII.

2. Sampel
Sampel adalah sebagian dan jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh
populasi, atau dapat mewakili seluruh populasi yang diteliti (Notoatmodjo, 2010).
Menurut Hastomo (2010), sampel adalah ebagian populasi yang ciri-cirinya
diselidiki atau diukur. Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sesuai dengan rumus besar slovin.

𝑁
n= 1+𝑁𝑒²

24
Keterangan :
n : sampel
N : populasi
e : perkiraan tingkat kesalahan

Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik disproporsional stratifed sampling,


yaitu teknik pengambilan sampel dengan populasi yang memiliki strata atau tingkatan dengan
jumlah sampel yang diambil dari setiap strata jumlahnya sama tidak sebanding dengan
jumlah populasi dengan proporsi sampel disetiap strata (Siregar, 2013). Pengambilan sampel
dilakukan dengan membagi strata tiap angkatan.
Pengambilan sampel dlaam penelitian ini mengacu pada kriteria inklusi, sebagi
berikut:
a. Siswa siswi SMAN 1 Cikarang Timur
b. Bersedia menjadi responden
Kriteria eksklusi
a. Tidak hadir saat penelitian/izin/sakit

3. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan
instrument penelitian berupa kuesioner. Kuisioner yang digunakan dalam penelitian
ini adalah kuisioner dalam penelitian ini terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian pertama
(A) berisi tentang karakteristik responden dan bagian kedua (B) berisi pertanyaan
tentang pengetahuan IMS.
1. Kuesioner A berisi tentang karakteristik responden terdiri dari jenis
kelamin, usia dan sumber informasi. Untuk pengisian jenis kelamin, usia
dan sumber informasi diisi dengan memberikan tanda check list pada
borang yang paling sesuai dengan responden.
2. Kuesioner B berisi 30 pertanyaan tentang pengetahuan IMS yang terdiri
dari 18 pertanyaan negatif. Menurut Siregar (2013) pertanyan positif
dinilai dengan skala Guttman, yaitu (1) untuk jawaban benar dan (0)untuk
jawaban yang salah, sedangkan oertanyaan negatif dinilai denga skala
Guttman, yaitu (0) untuk jawaban benar dan (1) untuk jawaba yang salah.
Pertanyaan-pertanyaan mengenai pengetahuan IMS diambil dan dimodifikasi
dari kuesioner yang digunakan oleh Rofiq (2009) mengenai tingkat pengetahuan

25
remaja kelas 1 dan 2 tentang infeksi menular seksual di SMK Bogor 2009. Instrumen
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan oleh peneliti melaui
tinjauan pustaka kemudian dibuat iyem-item pernyataan beserta skala pengukurnya.
Kisi-kisi instrument penelitian tingkat pengetahuan remaja tentang IMS terdiri dari
variabel karakteristik responden dan pengetahuan IMS dengan indikator (definisi,
jenis, cara penularan, tanda dan gejala, faktor resiko, komplikasi dan pencegahan)
terdiri dari:
1. Variabel karakteristik responden terdiri dari 3 soal (usia, jenis kelamin,
dan sumber informasi kesehatan reproduksi).
2. Variabel pengetahuan tentang IMS terdiri dari indikator definisi IMS 4
soal dengan pernyataan positif terdapat di nomer (1,2) dan pernyataan
negatif (3,4), jenis-jenis IMS 4 soal dengan pertanyaan positif terdapat di
nomer (5,7,8) dan pertanyaan negatif (6), cara penukaran IMS 4 soal
pertanyaan positif terdapat di nomer (9,10) dan pertanyaan negatif (11.12),
tanda dan gejala 5 soal dengan pertanyaan positif terdapat di nomer
(13,14,16) dan pertanyaan negatid (14,17), faktor resiko IMS 4 soal
dengan pertanyaan positif terdapat di nomer (20,21) dan pertanyaan
negatif (18,19), komunikasi IMS 4 soal dengan pertanyaan positif terdapat
di nomer (22,24,25) dan pertanyaan negatif (23), dan indikator terakhir
tentang pencegahan IMS 5 soal dengan pertanyaan positif terdapat di
nomer (26,27,29) dan pertanyaab negatif (28,39).
Cara pengukuran dilakukan dengan kuesioner dengan menggunakan
skala Guttman untuk variable pengetahuan. Selanjutnya untuk
pengkategorian tingkat pengetahuan menurut Riwidikdo (2013) yaitu:

a. Baik : Bila nilai responden yang diperoleh (x) > mean + 1 SD


b. Cukup : Bila nilai responden mean -1 SD ≤ x ≤ mean + 1 SD
c. Kurang : Bila nilai responden yang diperoleh (x) < mean - 1 SD

D. Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data penelitian dilakukan berdasarkan prosedur dibawah ini:
1. Peneliti mengajukan surat permohonan izin dari FKK untuk melakukan uji
reliabilitas instrumen penelitian di SMAC 1 Cikarang Timur Kabupaten Bekasi.

26
2. Setelah mendapatkan persetujuan dari pihak sekolah untuk melakukan uji
reliabilitas pada remaja dengan responden penelitian kemudian peneliti membuat
kontrak waktu dengan pihak sekolah untuk melakukan uji reliabilitas.
3. Metode pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yakni menggunakan data
primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
responden dimana pengumpulan data dilakukan dengan menngunakan kuesioner
yang dibagikan kepada responden untuk mendapatkan jawaban pertanyaan.
Sedangkan data sekunder adalah data yang didapatkan dari pihak sekolah yang
berhubungan dengan jumlah dan karakteristik siswa/i di SMAN 1 Cikarang Timur
Kabupaten Bekasi.
4. Peneliti melakukan penelitian kepada siswa-siswi SMAN 1 Cikarang Timur
Kabupaten Bekasi dengan menggunakan teknik disproporsional stratifed
sampling.
5. Peneliti melakukan informed concent kepada siswa siswi SMAN 1 Cikarang
Timur Kabupaten Bekasi sebagai responden, memberi penjelasan mengenai
pengisian kuesioner.
6. Peneliti mengolah dan menganalisa kuesioner yang telah diisi oleh responden.

E. Pengelolaan Data
Dalam proses pengelolaan data, ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh peneliti
(Notoatmodjo, 2010) :
1. Editing Editing adalah upaya memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh
atau dikimpulkan bila terdapat kesalahan atau kekurangan dalam pengumpulan
data, dapat diperbaiki dengan memeriksaa dan dilakuakan pendataan ulang.
Editing dapat dilakuakan pada tahap pengumpulan data atau setelah data
terkumpul.
2. Coding
Coding adalah pemberian kode numeric (angka) terhadap data yang terdiri atas
beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis
data dengan menggunakan perangkat lunak komputer. Biasanya pemberian kode
dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (cide book) untuk
memudahkan kembali lokasi dan arti suatu kode dari suatu variable.
3. Data Entry atau Processing

27
Data yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk
kode (angka atau huruf) dimasukan ke dalam program software computer.
software computer ini bermacam-macam, masing-masing mempunyai kelebihan
dan kekurangan. software statistic dalam proses ini dituntut ketelitian, apabila
tidak maka akan terjadi bias, meskipun hanya memasukkan data.
4. Pembersihan Data (Cleaning)
Apabila semua data ari setiap sumber data atau responden selesaai dimasukan,
pelu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-
kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakuakn
pembetulan atau koreksi.

F. Analisa Data
Setelah dilakukan proses pengolahan data langkah selanjutnya adalah melakukan
proses analisis data. Analisis data dilakukan untuk pengolahan secara manual maupun
menggunakan komputer. Analisis data dilakukan untuk membuktikan hipotesis-hipotesis
penelitian yang telah dirumuskan (Notoatmodjo, 2010). Adapun analisis yang digunakan
pada penelitian ini yaitu:
1. Analisis Univariat
Analisis Univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis
datanya. Analisis Univariat bertujuan untuk mengetahui jumlah, mean atau rata-rata,
standar deviasi, dan persentase variabel penelitian (Notoatmodjo, 2010). Analisis
Univariat dalam penelitian akan menghasilan distribusi frekuensi dan proporsi
responden berdasarkan karakteristik responden dalam data demografi, dan tingkat
pengetahuan remaja tentang IMS.
Mean atau rata-rata adlaah jumlah nilai yang diperoleh dari total responden dibagi
jumlah total responden. Simpangan baku (standard deviation) adalah ukuran yang
dapat dipakai untuk mengetahui tingkat penyebaran nilai-nilai (data) terhadap rata-
ratanya (Riwidikso, 2012). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan software
statistic untuk mendapatkan nilai mean dan standar deviation.

G. Etika Penelitian
Kode etik penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk setia
kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti dan

28
masyarakat yang memiliki dampak dari penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2010).
Etika penelitian bertujuan untuk menjamin kerahasiaan identitas responden,
melindungi, dan menghormati hak responden dengan mengajukan surat pernyataan
persetujuan (informed concent).
Sebelum menandatangani surat persetujuan, peneliti menjelaskan judul
penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan menjelaskan rsponden bahwa
penelitian tidak akan membahayakan responden, dimana data yang diperoleh akan
digunakan untuk kepentingan penelitian dan apabila penelitian telah selesai maka data
tersebut akan dimusnahkan.
Peneliti dalam melakukan penelitian hendaknya memegang teguh sikap
ilmiah. Dalam meaksanakan sebuah penelitian ada empat prinsip yang harus dipegang
teguh pada etika penelitian, meskipun penelitian dilakukan tidak membahayakan bagi
subjek penelitian. Dalam melaksanakan sebuah penelitian ada empat prinip yang
harus dipegang teguh (Notoatmodjo, 2010), yaitu:
1. Menghirmati harkat dan martabat manusia
Peneliti mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk mendapatkan informasi
tentang tujuan penelitian melakukan penelitian tersebut. Peneliti juga memberikan
kebebasan kepada subjek untuk memberikan informasi atau tidak memberikan
informasi.
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian
Setiap orang yang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan kebebasab
individu dalam memberikan informasi. Oleh sebab itu, peneliti cukup menggunakan
coding sebagai identitas responden.
3. Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan
Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran, keterbukaan,
dan kehati-hatiaan.
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan
Penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin bagi masyarakat
pada umumnya, dan subjek penelitian pada khususnya. Peneliti juga hekdanknya
berusaha meminimaliasi dampak yang merugikan subjek.

29
DAFTAR PUSTAKA

Adnani, H., & Citra. (2010). Motivasi Belajar dan Sumber-Sumber Informasi Tentang
Kesehatan Reproduksi Dengan Perilaku Seksual Remaja di SMUN 2 Banguntapan Bantul.
Jurnal Kesehatan Surya Medika Yogyakarta.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: RINEKA


CIPTA

Ayu, I. (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta:EGC

BKKBN. (2011). Kajian Profil Penduduk Remaja 10-24 tahun. Seri 1 No 6-Pusdu-BKKBN-
Desember

BKKBN. (2012). Pedoman Pengelolaan Pusat Informasi dan Konseling Remaja dan
Mahasisiwa (FIK R/M). Jakarta: BKKBN

Brooker, C. (2008). Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC.

Budiman & Riyanto. (2013). Kapita Selekta Kuesioner Pengetahuan dan Sikap Dalam
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika

Daili. (2009). Infeksi Menular Seksual. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Depkes RI. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Pusat Informasi dan Konseling
Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR). Jakarta: Depkes RI

Dewanto, G. (2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta:
EGC

Djuanda, A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Ed 5. Jakarta: Balai penerbit FKUI; 2007.

Efendi, F. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Gunarsah, S. (2008). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Gunung Mulia.

Hanifah, N., & Cahyo, K. (2012). Prilaku Seksual Pranikah pada Siswa SLTP Pengungsi Eks
Timor Timur di Kecamatan Kupang. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, Vol. 7(2).

Heffiner, J. L. (2005). Sistem Reproduksi. Jakarta: Erlangga Medical Series

John, R. (2006). Promosi kesehatan melalui pendidikan teman sebaya (peer education)
terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap dalam pencegahan penularan HIV/AIDS pada
siswa SMP di kabupaten Muara Enim. Tesis S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas
Gadjah Mada

30
Kusuma, S. A., Sumiwi, A. S., Febrina, E., Tjitraresmi, A. (2009). Perkembangan Sirih
Merah Sebgai Herbal Terstandar Untuk Mengatasi Keputihan Terhadap Trichomonas
vaginalis. Artilek Ilmiah Fakultas Farmasi, Universitas Padjajaran

Maetiningsih, D. (2008). Hubungan Antara Secure Attachment dengan Motivasi Berprstasi


pada Remaja. Skripsi S1 Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma.

Maulana, H. (2009). Promosi Kesehatan;ed,Egi Komara Yudha. Jakarta: EGC.

Muhajir, M. (2007). Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Jakarta: Yudhistira

Morgan, G. (2009). Obstetri & Ginekologi: Panduan Praktik-Ed,2:561. Jakarta: EGC.

Notoatmodjo, S. (2010a). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo, S. (2010b). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Panenga, T. D., Noor, M. R., & Triawanti. (2014). Tingkat penegtahuan tentang penyakit
menular seksual pada siswa SMA Negeri di Banjarmasin. Jurnal berkala kedokteran, Vol.
1(2); 95-101.

Ralph, C. B. (2008). Buku Saku Obstretric dan Ginekologi-Ed.9;837. Jakarta: EGC

Riwidikdo, H. (2012). Statistik Kesehatan. Yogyakarta: Nuha-Medika

Riwidikdo, H. (2013). Statistik kesehatan. Yogyakarta: Rohima-Press

Rofiq, M. S. (2009). Tingkat Pengetahuan Remaja Kelas 1 dan 2 Tentang Infeksi Menular
Seksual Di Sekolah Menengah Kejujuran Bogor Tahun 2009. Skripsi S1 ilmu Keperawatan,
Universitas Islam Negeri Jakarta.

Sari, K. P., Muslim, M. H., &Ulfah, S. (2012). Kejadian Infeksi Gonore pada Pekerja seks
komersial di Lokalisasi Pembantuan Kecamatan Lndasan Ulin Banjarbaru. Jurnal Buski, Vol.
4(1), 29-35.

Santrock,W. J. (2007). Remaja. Jakarta: EGC.

Sarwono, S. (2012). Psikologi Remaja. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Siregar. (2013). Statistik perametik untuk penelitian kuantitatif dilengkapi dengan


perhitungan manual dan aplikasi SPSS versi 17. Jakarta: Bumi Aksara

Sudoyo, W. A. (2006). Buku Ajar Ilmu Pnyakit Dalam. Jakarta: Depaertemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI

WHO. (2013a). Adolescent Healt: World Health Organization

WHO. (2013b). Sexually transmitted infections: World Health Organization

31
Wulandari, F. V., Nurfarhanah. (2012). Pemahaman Siswa Mengenai Kesehatan Reproduksi
Remaja Melalui Layanan Informasi. Jurnal Ilmiah Konseling, Vol. 1(1); 1-9.

http://www.diskes.jabarprov.go.id/index.php/pages/detailparent/2014/216/REVIEW-
BEKASI

32
Lampiran 1

KUESIONER

TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG INFEKSI MENULAR


SEKSUAL DI SMA

Tujuan:
Kuesioner ini dirancang untuk menjelaskan “Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang
Infeksi Menular Seksual di Kelas XII SMAN 1 Cikarang Timur”:

Kode responden :
Tanggal pengambilan data :

Petunjuk umum
1. Kuesioner terdiri dari 2 bagian yaitu (A) karakteistik responden dan (B)
pengetahuan IMS
2. Setiap bagin kuesioner memiliki petunjuk khusus yang harus Anda baca terkebih
dahulu sebelum mengisi.
3. Bacalah setiap pertanyaan atau pernyataan dengan teliti. Pilihlah jawaban yang
menurut Anda paling tepat.
4. Anda dapat bertanya langsung kepada peneliti apabila terdapat pertanyaan atau
pernyataan yang Anda tidak mengerti
5. Sebelum mengembalikan lembar kuesioner, pastikan Anda telah mengisi semua
pertanyaan atau pernyataan yang dianjurkan.

A. Karakteristik Responden
1) Isilah titik di bawah ini dengan jawaban singkat
2) Isilah dengan memberikan tanda check list (√) pada kolom yang tersedia

1. Usia : 15 tahun 16 tahun 17 tahun

2. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

33
3. Sumber Informasi : Orang tua Teman Sekolah Internet
Kesehatan Reproduksi
Tv

B. Pengetahuan Infeksi Menular seksual


1) Pernyataan yang diberikan berjumlah 30 buah. Pilihlah jawaban yang menurut
Anda paling tepat
2) Isilah dengan memberikan tanda check list (√) pada kolom yang tersedia
3) Keterangan : B: Benar S: Salah

No Pertanyaan B S
1. Infeksi menular seksual merupakan penyakit yang dilahirkan
melalui hubungan seksual
2. Infeksi menular seksual disebut juga sebagai penyakit kelamin
3. Infeski menular seksual dapat ditularkan melalui berjabat
tangan dengan penderita
4. Infeksi menular seksual merupakan penyakit yang diseskan
oleh kutukan nenek moyang
5. Virus HIV/AIDS merupakan penyebab infeksi menular seksual
6. Virus Hepatitis A merupakan penyebab infeksi menular
seksual.
7. Parasit Trichomonas termasuk organisme penyebab infeksi
menular seksual
8. Infeksi menular seksual di sebabkan oleh bakteri (gonore)

9. Infeksi menular seksual dapat ditularkan dengan cara


penggunaan jarum suntik bekas penderita infeksi menula
seksual
10. Infeksi menular seksual dapat ditularkan melaui hubungan
seksual dengan orang yang sudah terinfeksi penyakit seksual.
11. Tindakan aborsi yang tidak steril bisa menyebabkan terkena
infeksi meular seksual.

34
12. Infeksi menular seksual dapat ditularkan melaui penggunaan
WC umum dan kolam renang secara bersama-sama dengan
penderita.
13. Pada pria rasa sakit saat baung air kecil dan disertai nanah perlu
diwaspadai terkena infeksi menular seksual.
14. Susah buang air kecil merupakan gejala dari infeksi menular
seksual.
15. Rasa gatal dan panas pada daerah kelamin biasa dirasakan oleh
penderita infeksi menular seksual.
16. Perempuan yang mengalami keputihan dan nyeri sekitar perut
bagian bawah merupakan gejala yang muncul pada infeksi
menular seksual.
17. Terlambat datang bulan (haid) pada perempuan merupakan
salah satu gejala infeksi menular seksual
18. Resiko tinggi infeksi menular seksual disebabkan karena
penggunakan fasilitasumum bersama penderita.
19. Bersentuhan dengan penderita beresiko tertular infeksi menular
seksual
20. Homo seksual beresiko tinggi terkena infeksi menular seksual
21. Remaja yang rajin beribadah dan banyak melakukan sktifitas
seperti (olahraga) dapat terhindar dari infeksi menular seksual
22. Wanita hamil yang mengalami penyakit menular seksual
beresiko terjadi keguguran
23. Komplikasi yang dirasakan oleh penderita penyakit menular
seksual adalah nyeri pada perut bagian bawah
24. Infeksi menular seksual dapat mengakibatkan komplikasi
seperti penyakit radang panggul.
25. Infeksi menular seksual yang tidak ditangani dengan benar bisa
menyebabkan kemandulan.
26. Promosi keehatan yang diadakan di sekolah dapat merubah
perilaku renaja menjadi positif.
27. Menunda melakukan hubungan seksual sebelum menikah salah
satu pencegahan yang efektif agar terhindar dari infeksi

35
menular seksual.
28. Mengkonsumsi minuman terlarang (alkohol) membuat remaja
terhindar dari infeksi menular seksual.
29. Mencari informasi yang benar tentang infeksi menular seksual
merupakan cara untuk menambah pengetahuan remaja.
30. Pencegahan infeksi menular seksual dapat dilakuakan dengan
cara selalu mengganti pakaian dalam.

==TERIMAKASIH ATAS PARTISIPASI ANDA==

36

Anda mungkin juga menyukai